ANESTESI UMUM
Click here to load reader
-
Upload
nia-wahyuni -
Category
Documents
-
view
358 -
download
0
Transcript of ANESTESI UMUM
ANESTESI UMUM
Anestesi dapat dibagi dua macam, yaitu anestesi umum dan anestesi regional.
Anestesi umum masih dibagi lagi menurut cara pemberiannya yaitu inhalasi inhalasi dan
parenteral. Pada kasus ini anestesi yang digunakan adalah anestesi umum, yaitu
meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat reversible.
Dalam memberikan obat-obat anestesi pada penderita yang akan menjalani operasi maka
perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance dan lain-
lain.
Anestesi umum meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan
bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anestesi yang ideal terdiri dari : (1) hipnotik
(2) analgesia (3) relaksasi otot. Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau
sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesi
ialah jaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau
hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu
mengetahui stadium anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan
mencegah terjadinya kelebihan dosis. Tanda-tanda klinis anestesia umum (menggunakan
zat anestesi yang mudah menguap, terutama diethyleter):
Stadium I : analgesia dari mulainya induksi anestesi hingga hilangnya kesadaran.
Stadium II : excitement, dari hilangnya kesadaran hingga mulainya respirasi teratur,
mungkin terdapat batuk, kegelisahan atau muntah.
Stadium III : dari mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi. Dibagi 4 plane:
Plane 1: dari timbulnya pernafasan teratur hingga berhentinya pergerakan bola mata.
Plane 2: dari tidak adanya pergerakan bola mata hingga mulainya paralisis interkostal.
Plane 3: dari mulainya paralisis interkostal hingga total paralisis interkostal.
Plane 4: dari kelumpuhan interkostal hingga paralisis diafragma.
Stadium IV : overdosis, dari timbulnya paralysis diafragma hingga cardiac arrest.
Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu
diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain.
1. Persiapan Pra Anestesi
Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan
baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan tersebut.
Adapun tujuan pra anestesi adalah:
Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.
Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai dengan fisik
dan kehendak pasien.
Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American Society Anesthesiology):1
ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir, tanpa kelainan faali, biokimiawi,
dan psikiatris. Angka mortalitas 2%.
ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai dengan sedang sebagai akibat
kelainan bedah atau proses patofisiologis. Angka mortalitas 16%.
ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas harian terbatas. Angka
mortalitas 38%.
ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, tidak selalu
sembuh dengan operasi. Misal : insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka mortalitas
68%.
ASA V :Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan operasi hampir tak ada harapan.
Tidak diharapkan hidup dalam 24 jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas
98%.
Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat .
Macam-macam teknik anestesi yang dapat digunakan :
a. Open drop method : cara ini dapat digunakan untuk anestetik yang menguap, peralatan
sangat sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas yang diletakkan di
depan hidung penderita sehingga kadar yang dihisap tidak diketahui, dan pemakaiannya
boros karena zat anestetik menguap ke udara terbuka.
b. Semi open drop method : hampir sama dengan open drop, hanya untuk mengurangi
terbuangnya zat anestetik , digunakan masker. Karbondioksida yang dikeluarkan sering
terhisap kembali sehingga dapat terjadi hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan volume
fresh gas flow yang tinggi minimal 3x dari minimal volume udara semenit.
c. Semi closed method : udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang dapat
ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat anestetik
dapat ditentukan. Udara panas yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar.
Keuntungannya dalamnya anestesi dapat diatur dengan memberikan kadar tertentu dari
zat anestetik, dan hipoksia dapat dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow
kurang dari 100 % kebutuhan.
d. Closed method : cara ini hampir sama seperti semi closed hanya udara ekspirasi
dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat CO2, sehingga udara yang mengandung
anestetik dapat digunakan lagi.
Pada kasus isi dipakai semi closed anestesi karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu
Konsentrasi inspirasi relatif konstan
Konservasi panas dan uap
Menurunkan polusi kamar
Menurunkan resiko ledakan dengan obat yang mudah terbakar.
2. Premedikasi Anestesi
Premedikasi anestesi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Adapun tujuan dari
premedikasi antara lain :
memberikan rasa nyaman bagi pasien, misal : diazepam.
menghilangkan rasa khawatir, misal : diazepam
membuat amnesia, misal : diazepam, midazolam
memberikan analgesia, misal : pethidin
mencegah muntah, misal : droperidol
memperlancar induksi, misal : pethidin
mengurangi jumlah obat-obat anesthesia, misal pethidin
menekan reflek-reflek yang tidak diinginkan, misal : sulfas atropin.
mengurangi sekresi kelenjar saluran nafas, misal : sulfas atropin dan hiosin
3. Obat-obatan Premedikasi
a. Sulfas Atropin
Sulfas atropin termasuk golongan anti kolinergik. Berguna untuk mengurangi
sekresi lendir dan menurunkan efek bronchial dan kardial yang berasal dari perangsangan
parasimpatis akibat obat anestesi atau tindakan operasi. Efek lainnya yaitu melemaskan
otot polos, mendepresi vagal reflek, menurunkan spasme gastrointestinal, dan mengurangi
rasa mual serta muntah. Obat ini juga menimbulkan rasa kering di mulut serta penglihatan
kabur, maka lebih baik tidak diberikan pra anestesi lokal maupun regional. Dalam dosis
toksik dapat menyebabkan gelisah, delirium, halusinasi, dan kebingungan pada pasien.
Tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian prostigmin 1 –2 mg intravena2 .
Sediaan : dalam bentuk sulfat atropin dalam ampul 0,25 dan 0,5 mg.
Dosis : 0,01 mg/ kgBB.
Pemberian : SC, IM, IV 7
b. Pethidin
Pethidin merupakan narkotik yang sering digunakan untuk premedikasi.
Keuntungan penggunaan obat ini adalah memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan
obat anestesi, menghasilkan analgesia pra dan pasca bedah, memudahkan melakukan
pemberian pernafasan buatan , dan dapat diantagonis dengan naloxon.
Pethidin dapat menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat menyebabkan
hipotensi orthostatik. Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan pada pasien dengan
hipovolemia. Juga dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan di medula yang dapat
ditunjukkan dengan respon turunnya CO2. mual dan muntah menunjukkan adanya
stimulasi narkotik pada pusat muntah di medula. Posisi tidur dapat mengurangi efek
tersebut.
Sediaan : dalam ampul 100 mg/ 2cc.
Dosis : 1 mg/ kgBB.
Pemberian : IV, IM3
c. Midazolam
Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepin dengan sifat yang
sangat mirip dengan golongan benzodiazepine. Merupakan benzodiapin kerja cepat yang
bekerja menekan SSP. Midazolam berikatan dengan reseptor benzodiazepin yang terdapat
di berbagai area di otak seperti di medulla spinalis, batang otak, serebelum system limbic
serta korteks serebri. Efek induksi terjadi sekitar 1,5 menit setelah pemberian intra vena
bila sebelumnya diberikan premedikasi obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpa premedikasi
narkotika sebelumnya.
Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum induksi anestesi, basal
sedasion sebelum tindakan diagnostic atau pembedahan yang dilakukan di bawah anestesi
local serta induksi dan pemelharaan selama anestesi. Obat ini dikontra indikasikan pada
keadaan sensitive terhadap golongan benzodiazepine, pasien dengan insufisiensi
pernafasan, acut narrow-angle claucoma.
Dosis premedikasi sebelum operasi :
Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami nyeri sebelum tindakan bedah,
pemberian tunggal atau kombinasi dengan antikolinergik atau analgesik.
Dewasa : 0,07- 0,1 mg/ kg BB secara IM sesuai dengan keadaan umum pasien, lazimnya
diberikan 5mg.
Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 – 0,05 mg/ kg BB (IM)
Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV 5-10 menit sebelum permulaan
operasi, pada orang tua dosis harus diturunkan 1- 1,5 mg dengan total dosis tidak melebihi
3,5 mg IV.
Midazolam mempunyai efek samping :
Efek yang berpotensi mengancam jiwa : midazolam dapat mengakibatkan depresi
pernafasan dan kardiovaskular, iritabilitas pada ventrikel dan perubahan pada kontrol
baroreflek dari denyut jantung.
Efek yang berat dan ireversibel : selain depresi SSP yang berhubungan dengan dosis, tidak
pernah dilaporkan efek samping yang ireversibel
Efek samping simtomatik : agitasi, involuntary movement, bingung, pandangan kabur,
nyeri pada tempat suntikan, tromboflebitis dan trombosis.
Midazolam dapat berinteraksi dengan obat alkohol, opioid, simetidin, ketamin.
4. Induksi
Pada kasus ini digunakan Propofol. Propofol adalah campuran 1% obat dalam air
dan emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol.
Dosis yang dianjurkan 2,5mg/kgBB untuk induksi tanpa premedikasi.
Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi secara cepat. Rasa
nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis atau
trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang berkesinambungan
dengan opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi lain.
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini
disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan
sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme
otak dan tekanan intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena bekerja lebih
cepat dari tiopental dan konfusi pasca operasi yang minimal.
Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya depresi pernapasan, apnea,
brokospasme dan laringospasme. Pada sistem kardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia,
takikardia, bradikardia, hipertensi. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing,
euforia, kebingungan, kejang, mual dan muntah.
5. Pemeliharaan
a. Nitrous Oksida /Gas Gelak (N2O)
Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak berasa,
lebih berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak, dan tidak bereaksi dengan soda
lime absorber (pengikat CO2). Mempunyai sifat anestesi yang kurang kuat, tetapi dapat
melalui stadium induksi dengan cepat, karena gas ini tidak larut dalam darah. Gas ini tidak
mempunyai sifat merelaksasi otot, oleh karena itu pada operasi abdomen dan ortopedi
perlu tambahan dengan zat relaksasi otot. Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang
berarti. Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi karena Nitrous Oksida
mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan tubuh. Hipoksia difusi dapat dicegah dengan
pemberian oksigen konsentrasi tinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai.
Penggunaan biasanya dipakai perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaan
dalam anestesi umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2 adalah sebagai berikut 60% :
40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%6.
b. Ethrane ( Enflurane)
Merupakan anestesi yang poten. Dapat mendepresi SSP menimbulkan efek hipnotik.
Pada kontrasepsi inspirasi 3 – 3,5 % dapat menimbulkan perubahan EEG yaitu
epileptiform, karena itu sebaiknya tidak digunakan pada pasien epilepsi. Dan dapat
meningkatkan aliran darah ke otak. Pada anestesi yang dalam dapat menurunkan tekanan
darah disebabkan depresi pada myokardium. Aritmia jarang terjadi dan penggunaan
adrenalin untuk infiltrasi relatif aman. Pada sistem pernafasan, mendepresi ventilasi
pulmoner dengan menurunkan volume tidal dan mungkin pula meningkatkan laju nafas.
Tidak menyebabkan hipersekresi dari bronkus. Pada otot, Ethrane menimbulkan efek
relaksasi yang moderat. Menyebabkan peningkatan aktivitas obat pelumpuh otot non
depolarisasi. Penggunaan Ethrane pada operasi sectio cesaria cukup aman pada
konsentrasi rendah (0,5 - 0,8 vol %) tanpa menimbulkan depresi pada fetus. Berhati-hati
pada penggunaan konsentrasi tinggi karena dapat menimbulkan relaksasi otot uterus.
Untuk induksi, Ethrane 2 – 4 vol % dikombinasikan O2 atau campuran N2O-O2, sedangkan
untuk mempertahankan anestesi diperlukan 0,5 – 3 %.
Keuntungan dari Ethrane adalah harum, induksi dan pemulihan yang cepat, tidak
ada iritasi, sebagai bronkodilator, relaksasi otot baik, dapat mempertahankan stabilitas
dari sistem kardiovaskuler serta bersifat non emetik. Sedangkan kerugiannya bersifat
myocardial depresan, iritasi pada CNS, ada kemungkinan kerusakan hati. Sebaiknya
dihindari pemberiannya pada pasien dengan keparahan ginjal.6
c. Halothane (Fluothane)
Berbentuk cairan jernih, sangat mudah menguap dan berbau manis, tidak tajam dan
mempunyai titik didih 50 C. Konsentrasi yang digunakan untuk anestesi beragam dari 0,2 –
3%. Merupakan zat yang poten sehingga membutuhkan vaporizer yang dikalibrasi untuk
mencegah dosis yang berlebihan. Karena kurang larut dalam darah dibandingkan dengan
eter, maka saturasi dalam darah lebih cepat, sehingga induksi inhalasi relatif lebih cepat
dan menyenangkan untuk pasien. Jika persediaan terbatas maka sebaiknya Halothane
digunakan untuk menstabilkan setelah indeuksi intravena. Pada kondisi klinis halothane
tidak mudah terbakar dan meledak.
Halothane memberikan induksi anestesi yang mulus, tetapi mempunyai sifat
analgesi yang buruk. Penggunaan zat ini untuk anestesi secara tunggal akan menyebabkan
depresi kardiopulmoneryang ditandai dengan sianosis, kecuali bila gas inspirasi
mengandung oksigen dengan konsentrasi tinggi. Halothane mempunyai efek relaksasi otot
yang lebih kecil daripada eter, merupakan suatu bronkodilator. Depresi pusat pernafasan
oleh halothane ditandai dengan pernafasan yang cepat dan dangkal, peningkatan frekuensi
pernafasan ini lebih kecil bila diberikan premedikasi dengan opium. Efek pada
kardiovaskuler adalah depresi langsung pada miokardium dengan penurunan curah
jantung dan tekanan darah, tetapi terjadi vasodilatasi kulit sehingga mungkin perfusi
jaringan lebih baik. Kerugian dari halothane dapat diatasi dengan dikombinasikan dengan
N2O (50 – 70%) atau trikloroetilen (0,5-1%)7.
6. Obat Pelumpuh Otot
a. Suksametonium (Succynil choline).
Terutama digunakan untuk mempermudah/ fasilitas intubasi trakea karena mula
kerja cepat (1-2 menit) dan lama kerja yang singkat (3 – 5 menit). Juga dapat dipakai untuk
memelihara relaksasi otot dengan cara pemberian kontinyu per infus atau suntikan
intermitten. Dosis untuk intubasi 1-2 mg/kgBB/I.V.
Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah (1) bradikardi, bradiaritma dan
asistole pada pemberian berulang atau terlalu cepat serta pada anak-anak; (2) takikardi
dan takiaritmia; (3) lama kerja memanjang terutama bila kadar kolinesterase plasma
berkurang; (4) peningkatan tekanan intra okuler; (5) hiperkalemi; (6) dan nyeri otot
fasikulasi.
Obat ini tersedia dalam flacon berisi bubuk 100 mg dan 500 mg. Pengenceran
dengan garam fisiologis / aquabidest steril 5 atau 25 ml sehingga membentuk larutan 2 %.
Cara pemberian I.V/I.M/ intra lingual/ intra bukal.1
b. Atrakurium besylate ( tracrium)
Sebagai pelumpuh otot dengan struktur benzilisoquinolin yang memiliki beberapa
keuntungan antara lain bahwa metabolisme di dalam darah (plasma) melalui suatu reaksi
yang disebut eliminasi hoffman yang tidak tergantung fungsi hati dan fungsi ginjal, tidak
mempunyai efek kumulasi pada pemberian berulang, tidak menyebabkan perubahan
fungsi kardiovaskuler yang bermakna.
Menurut Chapple DJ dkk (1987) dan Tateishi (1989) bahwa pada binatang
atracurium tidak mempunyai efek yang nyata pada CBF, CMR O2 atau ICP. Metabolitnya
yang disebut laudanosin, menembus blood brain barrier dan dapat menimbulkan kejang
EEG, tetapi kadar laudanosin pada dosis klinis atracurium tidak menimbulkan efek ini.
Lanier dkk mengatakan bahwa tidak ada perbedaan ambang kejang dengan lidokain pada
kucing yang diberikan atracurium. pancuronium, atau vecuronium. Obat ini menurunkan
MAP tetapi tidak menyebabkan perubahan ICP. Dosis atracurium untuk intubasi adalah 0,5
mg/kg dan dosis pemeliharaan adalah 5-10 ug/kg/menit. Kemasan : 2,5 ml dan 5 ml yang
berisi 25 mg dan 50 mg atrakurium besylate. Mula kerja pada dosis intubasi 2-3 menit
sedangkan lama kerjanya pada dosis relaksasi 15-35 menit.
7. Intubasi Endotrakeal
Suatu tindakan memasukkan pipa khusus ke dalam trakea, sehingga jalan nafas
bebas hambatan dan nafas mudah dikendalikan. Intubasi trakea bertujuan untuk :
Mempermudah pemberian anestesi.
Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.
Mencegah kemungkinan aspirasi lambung.
Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.
Pemakaian ventilasi yang lama.
Mengatasi obstruksi laring akut1.
8. Terapi Cairan
Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati jumlah
dan komposisi cairan yang hilang. Terapi cairan perioperatif bertujuan untuk :
Memenuhi kebutuhan cairan, elektrolit dan darah yang hilang selama operasi.
Mengatasi syok dan kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang diberikan.
Pemberian cairan operasi dibagi :
a. Pra operasi
Dapat terjadi defisit cairan karena kurang makan, puasa, muntah, penghisapan isi
lambung, penumpukan cairan pada ruang ketiga seperti pada ileus obstriktif, perdarahan,
luka bakar dan lain-lain. Kebutuhan cairan untuk dewasa dalam 24 jam adalah 2 ml / kg BB
/ jam. Setiap kenaikan suhu 10 Celcius kebutuhan cairan bertambah 10-15 %.
b. Selama operasi
Dapat terjadi kehilangan cairan karena proses operasi. Kebutuhan cairan pada
dewasa untuk operasi :
Ringan = 4 ml/kgBB/jam.
Sedang = 6 ml / kgBB/jam
Berat = 8 ml / kgBB/jam.
Bila terjadi perdarahan selama operasi, di mana perdarahan kurang dari 10 % EBV
maka cukup digantikan dengan cairan kristaloid sebanyak 3 kali volume darah yang hilang.
Apabila perdarahan lebih dari 10 % maka dapat dipertimbangkan pemberian plasma /
koloid / dekstran dengan dosis 1-2 kali darah yang hilang.
c. Setelah operasi
Pemberian cairan pasca operasi ditentukan berdasarkan defisit cairan selama
operasi ditambah kebutuhan sehari-hari pasien1.
9. Pemulihan
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang
biasanya dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room yaitu ruangan untuk observasi
pasien pasca atau anestesi. Ruang pulih sadar merupakan batu loncatan sebelum pasien
dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif di ICU. Dengan
demikian pasien pasca operasi atau anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang
disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.