Case Anestesi Umum

35
PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA PASIEN TUMOR RETROBULBAR SINISTRA Pembimbing : Dr.Satriyo Y Sasono Sp.An Dr.M.Gusno Rekozar Sp.An Dr. Diah Anissa, MSc, Sp.An Disusun oleh : Rini Rossellini Utami 030.08.209

description

Laporan kasus tumor retrobulbar

Transcript of Case Anestesi Umum

Page 1: Case Anestesi Umum

PENATALAKSANAAN ANESTESI UMUM PADA PASIEN TUMOR

RETROBULBAR SINISTRA

Pembimbing :

Dr.Satriyo Y Sasono Sp.An

Dr.M.Gusno Rekozar Sp.An

Dr. Diah Anissa, MSc, Sp.An

Disusun oleh :

Rini Rossellini Utami

030.08.209

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI

RUMAH SAKIT OTORITA BATAM

PERIODE 8 OKTOBER 2012 – 10 NOVEMBER 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 2: Case Anestesi Umum

LEMBAR PENGESAHAN

Kasus Ilmu Anestesi dengan judul :

PENATALAKSAAN ANESTESI UMUM PADA PASIEN TUMOR

RETROBULBAR SINISTRA

Nama : Rini Rossellini Utami

NIM : 030.08.209

Telah diterima dan disetujui oleh Dr.Satriyo Y .Sasono Sp.An

pada :

Hari :

Tanggal :

Sebagai salah satu syarat mengikuti dan menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Anestesi

Di Rumah Sakit Otorita Batam

Batam, Oktober 2012

..............................................

Dr. Satriyo Y. Sasono Sp.An

Page 3: Case Anestesi Umum

KATA PENGANTAR

Page 4: Case Anestesi Umum

DAFTAR ISI

Page 5: Case Anestesi Umum

BAB I

ILUSTRASI KASUS

Identitas

Nomor catatan medis : 31-87-45

Nama : Tn.A

Umur : 31 tahun

Pekerjaan : Karyawan

Alamat : Parit Baru

Status pernikahan : Belum menikah

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMA

Suku : Jawa

Tanggal masuk ruangan :

Pemeriksaan pre operasi

Anamnesis (dilakukan Auto anamnesis pada tanggal 12 Oktober 2012 pada jam 13.00 wib)

Keluhan Utama : Pasien mengeluhkan mata kirinya semakin

lama semkain terdorong keluar dari rongga mata.

Riwayat Penyakit sekarang : Pasien mengeluhkan mata kirinya yang

semakin lama semakin menonjol keluar dari rongga mata kirinya. Enam bulan

sebelumnya pasien mengakui adanya riwayat trauma pada mata kirinya.

Pasien mengaku dihantam dengan sikut temannya. Semenjak kejadian tersebut

pasien merasakan bola matanya mulai menonjol keluar. Tiga bulan terakhir

pasien mengeluhkan penglihatannya agak menurun.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat hipertensi dan diabetes melitus (-)

Riwayat Penyakit keluarga :

- Riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung dan asma (-)

Riwayat Kebiasaan :

- Riwayat konsumsi alcohol dan merokok (+)

Riwayat alergi :

Page 6: Case Anestesi Umum

- Riwayat alergi obat-obatan dan makanan (-)

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit berat

Kesadaran : compos mentis

Status gizi : TB 173cm

BB 72 kg

Tanda vital

Tekanan darah : 123/84 mmHg

Nadi : 87 x/mnt

Suhu : 36,8 C

Pernapasan : 24 x/mnt

Status Generalis

Kepala : Tampak normocephali

Mata : conjungtiva hiperemis +/+, sclera ikterik -/-

Leher : KGB dan tyirhoid tidak teraba membesar.

Thorax : Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)

Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, ronki -/-

Abdomen : Datar, supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-),

timpani, bising usus (+) normal.

Ekstremitas : Extremitas atas dan bawah dalam batas normal

Status lokalis oculi sinistra :

Inspeksi : bola mata kiri tampak menonjol keluar, sklera tampak hiperemis.

Palpasi : nyeri tekan (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

(Pemeriksaan laboratorium tanggal 07/10/2012)

Hemoglobin : 15,8 g%

Leukosit : 9.800 mcL

Trombosit : 384.000 rb

Hematokrit : 45,9%

GDS : 103 mg/dl

Masa Pembekuan : 12 menit

Gol. Darah / Rh : A / +

Page 7: Case Anestesi Umum

Perencanaan anestesi :

Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan anestesi umum dengan endotracheal

tube non kinking no.7.

Kesimpulan :

ASA II

Intraoperasi

Status anestesi

o Diagnosa pre operasi : Tumor retrobulbar sinistra.

o Jenis operasi : Kraniotomi dekompresi, tumor removal.

o Rencana teknik anestesi : Anestesia umum dengan endotracheal tube

non kinking no.7.

o Status fisik: ASA II.

Persiapan alat

o (S) : Stetoskop dan laringoskop.

o (T) : endotracheal tube non kinking no.7.

o (A): Guedel.

o (T) : Plester.

o (I) : Mandrin atau stilet(tidak digunakan pada pasien ini).

o (C) : Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia.

o (S) : Suction untuk menyedot lendir, darah dll.

o Mesin anestesi.

o Monitor anestesi.

o Elektroda, EKG.

o Sfigmamometer digital.

o Oksimeter/saturasi.

o Balon/pump.

o Sungkup muka.

o Forceps Mcgill.

Page 8: Case Anestesi Umum

o Kasa gulung lembab.

o Infus set dan spuit 3cc, 5cc dan 10cc.

Persiapan obat

o Analgetik : Fentanyl.

o Sedativa : Sedacum, propofol, recofol.

o Antiemetik : Klirans.

o Muscle relaxant : Tramus.

o Antihipertensi : Catapres.

o Gas inhalasi : Isoflurane, N2O dan O2.

o Obat emergency : Sulfas atropin, ephedrine.

Keadaan selama pembedahan

Lama operasi : 149 menit (15.18-17.07 WIB)

Lama anestesi : 207 menit (14.00-17.27 WIB)

Jenis anestesi : Anestesi Umum dengan endotracheal tube non kinking no:7.

Posisi : Supine

Infus : NaCl 0,9% pada tangan kanan dan manitol pada kaki kiri.

Premedikasi : Klirans 4mg, fentanyl 75mcg dan sedacum 5mg pemberian secara intravena pada pukul 13.55 WIB.

Medikasi :

Pk 14.00 WIB :

Tramus 100mg.

Propofol 150mg.

Pk 15.18 WIB :

Fentanyl 50mcg.

Pk 15.30 WIB :

Recofol 50mg.

Pk 15.47 WIB :

Catapres 75mg.

Page 9: Case Anestesi Umum

Fentanyl 25mcg.

Cairan masuk :

- Diketahui :

- puasa dari jam 00.00 wib

- berat badan : 72 kg

- operasi besar

- Kebutuhan basal

- 4x10kgBB = 40

- 2x10kgBB = 20

- 1x52kgBB =52

Total : 112 cc/jam

- Puasa : 00.00 – 15.00 ( 15 jam )

- Lama puasa x kebutuhan basal= 15 jam x 112 cc/jam = 1680cc/jam

- Di ruangan sudah diberi cairan 500 ml

*Jadi kebutuhan cairan puasa sekarang = 1680 – 500 = 1180ml

EWL :

- Jenis operasi besar xBB = 8x72kg= 576cc

Pemberian cairan

o Jam 1 : 50% puasa + EWL + kebutuhan basal

50%x1680cc + 576cc + 112 cc/jam = 1528 cc

o Jam 2 : 25% puasa + EWL + kebutuhan basal

25%x1680cc + 576cc + 112 cc/jam = 1108 cc

Monitoring saat operasi

Jam TindakanTekanan

Darah(mmHg)Nadi (x/menit)

Pk 13.40 WIB Pasien masuk ke kamar operasi dan di pindahkan ke meja operasi

Pemasangan monitoring tekanan darah, nadi, saturasi oksigen dan

141/87 mmHg 80x/menit

SPO2 : 99%

Page 10: Case Anestesi Umum

elektroda EKG. Pemasangan

kateter folley no:..

Infus NaCl 0,9% terpasang pada tangan kanan

Pk. 13.55 WIB Pre medikasi dengan klirans 4mg, fentanyl : 75mcg dan sedacum 5mg.

139/87 mmHg 90x/menit

SPO2 : 100%

Pk. 14.00WIB Induksi obat secara intravena dengan : tramus 50mg dan propofol 150mg.

Pemberian Oksigen 5 liter/menit.

Pemberian N2O 5 liter/menit

Isofluran 0,4 vol %

115/78 mmHg 60x/menit

SPO2 : 100%

Pk. 14.05 WIB Melakukan pemasangan ett non kinking no:7

Menghubungkan ett dengan mesin anestesi

Cek suara nafas kiri dan kanan dengan stetoskop

Fiksasi ett dengan plester

Memasang konektor antara ett dengan mesin anestesi yang telah dibuka N20/O2 dan isoflurane

Isoflurane dinaikan

112/73 mmHg 60x/mnt

SPO2 : 100%

Page 11: Case Anestesi Umum

menjadi 1,5 vol%

Pk. 15.18 WIB Maintenance obat secara intravena dengan : fentanyl 50mcg.

Dilakukan asepsis dan antisepsis lapangan operasi

Operasi dimulai

99/69 mmHg 79x/menit

SPO2 : 100%

Pk. 15.30 WIB Maintenance obat secara intravena dengan : recofol 50 mg

Volume isoflurane dinaikan menjadi 2 vol%

Pasien masih dalam keadaan operasi

109/73 mmHg 69x/menit

SPO2 : 99%

Pk. 15.45 WIB Pasien masih dalam keadaan operasi

150/110 mmHg 110x/menit

SPO2 : 99%

Pk. 15.47 WIB Maintenance obat secara intravena dengan : fentanyl 25 mcg

Pemberian catapres i.v dgn dosis 75 mg

Pasien masih dalam keadaan operasi

109/78 mmHg 86x/menit

SPO2 : 99%

Pk. 15.56 WIB Volume isoflurane dinaikan menjadi 2,5 vol%

Pasien masih dalam keadaan operasi

108/80 mmHg 93x/menit

SPO2 : 99%

Pk. 16.06 WIB Volume isoflurane

99/70 mmHg 93x/menit

Page 12: Case Anestesi Umum

diturunkan menjadi 2 vol%

Pasien masih dalam keadaan operasi

SPO2 : 99%

Pk 16.12 WIB Volume isoflurane diturunkan menjadi 1 vol%

Pasien masih dalam keadaan operasi

95/78 mmHg 89x/menit

SPO2 : 99%

Pk. 16.44 WIB Volume isoflurane diturunkan menjadi 0,8 vol%

Pasien masih dalam keadaan operasi

88/69 mmHg 95x/menit

SPO2 : 99%

Pk. 17.07 WIB Operasi selesai 88/69 mmHg 96x/menit

SPO2 : 99%

Pk. 17.14 WIB Isoflurane stop 100/74 mmHg 96x/menit

SPO2 : 99%

Keadaan akhir pembedahan

Tekanan darah : 100/74 mmHg, Nadi : 96x/menit, Saturasi O2 : 99%

Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) :

Nilai 2 1 0Kesadaran Sadar, orientasi

baikDapat dibangunkan

Tak dapat dibangunkan

Warna Merah muda (pink) tanpa O2,

SaO2 > 92 %

Pucat atau kehitaman perlu O2

agar SaO2 > 90%

Sianosis dengan O2

SaO2 tetap < 90%

Aktivitas 4 ekstremitas bergerak

2 ekstremitas bergerak

Tak ada ekstremitas bergerak

Respirasi Dapat napas dalamBatuk

Napas dangkalSesak napas

Apnu atau obstruksi

Kardiovaskular Tekanan darah berubah 20 %

Berubah 20-30 % Berubah > 50 %

Page 13: Case Anestesi Umum

Total = 8 Pasien tetap dipantau di ruang pemulihan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANESTESIA UMUM

Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran yang bersifat pulih kembali (reversible). Pada pasien yang

dilakukan anestesi dapat dianggap berada dalam keadaan ketidaksadaran yang

terkontrol dan reversible. Anestesi memungkinkan pasien untuk mentolerir tindakan

pembedahan. Komponen anestesia yang ideal terdiri hipnotik, analgesia, dan

relaksasi.

Indikasi anestesi umum:

- Infant & anak usia muda

- Dewasa yang memilih anestesi umum

- Pembedahannya luas / ekstensif

- Penderita sakit mental

- Pembedahan lama

- Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan

- Riwayat penderita toksik/ alergi obat anestesi lokal

- Penderita dengan pengobatan antikoagulan

Metode anestesia umum dibagi menjadi 3, antara lain:

1. Parenteral (IM atau IV) biasanya diberikan untuk tindakan singkat.

2. Perektal (untuk anak- anak, terutama untuk induksi anestesi atau tindakan singkat)

3. Inhalasi dengan menggunakan gas atau agen volatil

Sebelum dilakukan anestesia, perlu untuk dilakukan penilaian dan persiapan

pra anestesi, tujuan utama kunjungan pra anestesi ialah untuk mengurangi angka

kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan. Penilaian dan persiapan pra anestesi meliputi anamnesis, pemeriksaan

Page 14: Case Anestesi Umum

fisik, pemeriksaan laboraturium, penentuan status fisik, masukan oral, dan

premedikasi.

Anamnesis

Perlu di anamnesa mengenai riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat

anestesia sebelumnya, ini sangat penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang

perlu mendapat perhatian khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-

gatal atau sesak napas pasca bedah, sehingga kita dapat merancang anestesia

berikutnya dengan baik. Kita harus pandai-pandai memilah apakah cerita pasien

termasuk alergi atau efek samping obat.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum seperti

inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.

Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat

penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi.

Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan intubasi.

Pemeriksaan Laboratorium

Uji laboratorium dilakukan atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan

penyakit yang sedang dicurigai, misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa

perdarahan, dan masa pembekuan) dan urinalisis.

Klasifikasi Status Fisik

Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang

ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi

fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping anestesia tidak

dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.

Klasifikasi ASA Deskripsi pasien

Kelas I Pasien normal dan sehat fisik dan

mental.

Kelas II Pasien dengan penyakit sistemik ringan

dan tidak ada keterbatasan fungsional.

Page 15: Case Anestesi Umum

Kelas III Pasien dengan penyakit sistemik

sedang hingga berat yang

menyebabkan keterbatasan fungsi.

Kelas IV Pasien dengan penyakit sistemik berat

yang mengancam hidup dan

menyebabkan keterbatasan fungsi.

Kelas V Pasien yang tidak dapat

hidup/bertahan dalam 24 jam dengan

atau tanpa operasi.

Kelas E Bila operasi dilakukan darurat/cito.

Premedikasi

Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan

tujuan untuk melancarkan induksi dan rumatan, meredakan kecemasan dan ketakutan,

memperlancar induksi anestesia, mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus,

meminimalkan jumlah obat anestetik, mengurangi mual-muntah pasca bedah,

menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung, mengurangi refleks yang

membahayakan. Membina hubungan baik dengan pasien dapat membangun

kepercayaan dan menentramkan hati pasien.

Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :

1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasa

pada orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop

ASI). Pada operasi darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan

NGT untuk dekompresi lambung.

2. Pengosongan kandung kemih, kateterisasi bila perlu.

3. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi).

4. Saluran napas dibersihkan dari lendir.

5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan aksesoris lainnya supaya

tidak mengganggu pemeriksaan.

6. Pemeriksaan fisik ulang.

Page 16: Case Anestesi Umum

Tatalaksana jalan nafas

Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya

pengendalian jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. Pada pasien tidak

sadar atau dalam keadaan anestesia, tonus otot jalan nafas atas, otot genioglossus

hilang, sehingga lidah akan menyumbat hipofaring dan menyebabkan pbstruksi jalan

nafsas baik total ataupun parsial. Keadaan ini dapat diatasi dengan beberapa cara,

misalnya manuver tripel jalan nafas, pemasangan alat jalan nafas faring (pharyngeal

airway), pemasangan alat jalan nafas sungkup laring (laryngeal mask airway),

pemasangan pipa trakea (endotrachealjn tube). Obstruksi juga dapat disebabkan oleh

spasme laring pada saat anestesia ringan dan mendapat rangsangan nyeri atau

rangsangan oleh sekret.

Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubangatau

pipa melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan napas bagianatasatau trakhea. Pada

intinya, Intubasi Endotrakea adalah tindakan memasukkan pipaendotrakha ke dalam

trakea sehingga jalan napas bebas hambatan dan napas mudahdibantu dan dikendalikan..

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakea adalah untuk membersihkan

saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan napas agar tetap baik,mencegah

aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi.

Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakea adalah untuk

membersihkan saluran trakeobronkial,   mempertahankan jalan nafas agar tetap baik,

mencegah aspirasi serta mempemudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien

operasi. Pada dasarnya tujuan intubasi endotrakea, untuk memudahkan pemberian

anestesia, mempertahankan jalan napas agar tetap bebas serta mempertahankan

kelancaran pernapasan, mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung(pada

keadaan tidak sadar, lambung penuh, tidak ada refleks batuk), mempermudah

pengisapan sekret trakeobronkial, pemakaian ventilasi mekanis yang lama, mengatasi

obstruksi laring akut.

Indikasi intubasi endotrakea menurut Giselle tahun 2002 antara lain keadaan

oksigenasi yang tidak adekuat(karena menurunnya tekanan oksigen arteri dll) yang

tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal, keadaan

ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri,

kebutuhan untuk mengontrol atau mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai

Page 17: Case Anestesi Umum

bronkial toilet, menyelenggarakan proteksi pada pasien dengan keadaan gawat.

Sumber lain mengenai indikasi intubasi menurut (anonim 1986) indikasi intubasi

endotrakea antara lain :

Menjaga jalan nafas agar tetap bebas pada keadaan – keadaan yang

sulit.

Operasi-operasi di daerah kepala, leher, mulut, hidung dan

tenggorokan.

Operasi abdominal untuk menjamin pernapasan yang tenang dan tidak

ada ketegangan.

Operasi intralokal, agar jalan nafas selalu paten, suction dilakukan

dengan mudah, mempermudah respirasi kontrol dan mempermudah

pengontrolan tekanan inrapulmonal.

Untuk mencegah kontaminasi trakea, misalnya pada pasien obstruksi

intestinal.

Pada pasien yang mudah timbul laringospasme.

Trakeostomi.

Pada pasien dengan fiksasi vocal chords.

Indikasi intubasi nonsurgical diantaranya :

Asfiksia neonatorum berat.

Resusitasi penderita.

Obstruksi laring berat.

Penderita tidak sadar lebih dari 24 jam.

Penderita dengan ateletaksis paru.

Post operasi respiratory insufisiensi.

Beberapa kontraindikasi untuk dilakukan intubasi endotrakea antara lain,

beberapa keadaan trauma jalan napas dan obstruksi yang tidak memungkinkan untuk

Page 18: Case Anestesi Umum

dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy, paa

beberapa kasus trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra

servikal, sehingga sulit untuk dilakukan intubasi.

Adapun beberapa hal yang menjadi penyulit untuk dilakukan intubasi

endotracheal, diantaranya :

Leher pendek berotot.

Mandibula menonjol.

Mkasila/gigi depan menonjol.

Uvula tak terlihat(mallampati 3 atau 4).

Gerak sendi temporo-mandibular terbatas.

Gerak vertebra servikal terbatas.

Gambaran klasik posisi pasien untuk dilakukan intubasi dengan memposisikan

leher pasien dalam keadaan fleksi ringan sedangkan kepala dalam keadaan ekstensi.

Ini disebut sebagai sniffing in the air position. Kesalahan yang umum adalah

mengekstensikan kepala dan leher.

Page 19: Case Anestesi Umum

Persiapan Alat Intubasi

Alat – alat yang dipergunakan dalam suatu tindakan intubasi endotrakhea terdiri dari :

a. Laringoskop

Laringoskop adalah suatu alat digunakan untuk melihat laring secara langsung

sehingga pipa trakea dapat masuk dengan baik dan benar. Secara garis besar

ada 2 macam laringoskop, yaitu :

1) Bilah, daun (blade) lurus (macintosh) untuk bayi-anak-dewasa.

2) Bilah lengkung (miller, magill) untuk anak besar-dewasa.

Gambar laringoskop

b. Pipa endotrakea

Pipa endotrakea biasanya terbuat dari karet atau plastik. Pipa plastik yang

sekali pakai dan lebih tidak mengiritasi mukosa trakea. Untuk operasi tertentu

misalnya di kepala dan leher dibutuhkan pipa endotrakea yang tidak bisa

ditekuk yang mempunyai spiral nylon atau besi. Untuk mencegah kebocoran

jalan nafas, pipa endotrakea biasanya mempunyai balon (cuff) pada ujung

distalnya. Terdapat dua jenis balon, yaitu balon volume besar dan volume

kecil.

Page 20: Case Anestesi Umum

Balon volume kecil cenderung bertekanan tinggi pada sel-sel mukosa dan

mengurangi aliran darah kapiler sehingga dapat menyebabkan ischemia. Balon

volume besar melingkupi daerah mukosa yang lebih luas dengan tekanan yang

lebih rendah dibandingkan volume kecil.

Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak – anak karena bagian

tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa

dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit jalan nafas pada orang

dewasa adalah trakea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan

diameter internal untuk laki –laki berkisar 8,00-9,00 mm dan perempuan 7,5-

8,5 mm. Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk 20-23 cm. Untuk anak

yang lebih kecil dapat memperkirakan dengan melihat besar jari

kelingkingnya.

Gambar pipa endotrakea

c. Plester

Plester digunanakan untuk memfiksasi pipa endotrakea setelah tindakan

intubasi.

d. Stilet dan forcep intubasi

Page 21: Case Anestesi Umum

Stilet biasa digunakan untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakea sebagai

alat bantu insersi pipa. Forcep intubasi (mcgill) digunakan untuk

memanipulasi pipa endotrakea nasal atau pipa nasogastri melalui orofaring.

e. Alat pengisap (suction)

Langkah - Langkah Intubasi

1) Siapkan alat dan pasien.

2) Cuci tangan.

3) Pakai masker penutup hidung dan mulut serta sarung tangan.

4) Atur posisi pasien, kepala ekstensi, leher fleksi.

5) Tangan kanan memegang kedua bibir lalu buka mulut pasien, tangan kiri

memegang laringoskop. Masukan blade daria arah kanan mulut sambil

membawa bagian lidah ke arah kiri sampai terlihat uvula dan epiglotis.

6) Darti arah luar tekan tulang rawan thyroid untuk membantu terbukanya

epiglotis.

7) Masukkan endotrkheal tube dengan arah miring ke kanan dan setelah masuk

putar ke arah tengah.

8) Isi balon endotrakeal dengan spuit kosong.

9) Sambungkan endotrakeal dengan ventilator bag.

10) Dengarkan bunyi nafas pada dada kiri dan kanan dengan menggunakan

stetoskop.

11) Fiksasi dengan menggunakan plester.

Obat – obatan Untuk Intubasi

a) Sedativa

- Pentothal 25mg/cc dosis 4-5 mg/kgbb

- Dormicum 1mg/cc dosis 0,6 mg/kgbb

Page 22: Case Anestesi Umum

- Diprivan 10mg/cc dosis 1-2mg/kgbb

b) Relaksasi otot

- Tracurium 0,5-0,6 mg/kgbb

- Norcuron 0,1 mg/kgbb

c) Obat – obatan emergency

- Sulfas atropine

- Ephedrine

- Adrenalin

- Lidokain 2%

Komplikasi

Beberapa komplikasi daripada intubasi endotracheal yang harus diwaspadai

baik selama intubasi dan selama ekstubasi. Komplikasi yang dapat terjadi selama

intubasi, antara lain :

Trauma gigi-geligi.

Laserasi bibir, gusi dan faring.

Merangsang saraf simpatis (hipertensi-takikardi).

Intubasi bromkus.

Intubasi esofagus.

Aspirasi.

Spasme bronkus.

Komplikasi yang dapat terjadi selama ekstubasi, antara lain :

Spasme laring.

Aspirasi.

Page 23: Case Anestesi Umum

Gangguan fonasi.

Edema glotis-subglotis.

Infeksi laring, faring, trakea.

2.2 TUMOR RETROBULBAR

Definisi

Tumor orbita adalah tumor yang menyerang rongga orbita (temoat bola mata) sehingga merusak jaringan lunak mata seperti : otot mata, saraf mata dan kelenjar air mata. Bedasarkan posisinya tumor mata dikelompokan sebagai berikut :

1. tumor external : tumor yang tumbuh di bagian luar mata.

2. tumor intraokuler : tumor yang tumbuh di dalam bola mata.

3. tumor retrobulbar : tumor yang tumbuh di belakang bola mata.

Apabila ada masa tumor yang mengisi rongga mata maka bola mata akan terdorong ke arah luar (proptosis).

Klasifikasi

Klasifikasi tumor berdasarkan sifatnya menurut Sidarta, Ilyas(2002), tumor mata dibedakan menjadi 3 menurut sifatnya :

1. Tumor primer, biasanya tumor jinak pada orbita dengan gejala – gejala seperti gangguan pergeakan bola mata, gangguan penglihatan, gangguan lapang pandang, pembendungan darah dalam orbita, adanya perubahan fundus mata.

2. Tumor sekunder, tumor yang berasal dengan tempat – tempat yang berhubungan dengan rongga orbita dan terjadi perluasan tumor ke dalam rongga orbita, misalnya sinus, rongga otak atau kelopak mata.

3. Tumor metastasis, tumor ysng menyebar atau bermetastasis ke organ lain.

Etiologi

1. mutasi gen

2. malformasi kongenital

3. kelainan metabolisme

4. penyakit vaskuler

Page 24: Case Anestesi Umum

5. inflamasi intraokuler

6. trauma

Manifestasi klinis

1. nyeri orbital

2. proptosis

3. pembengkakan kelopak

4. penurunan ketajaman penglihatan

Page 25: Case Anestesi Umum

BAB III

KESIMPULAN

Tumor orbita retrobulbar adalah tumor yang menyerang rongga orbita

sehingga merusak jaringan lunak mata yang tumbuh di belakang mata.

Pasien tergolong ASA II berdasarkan laboratorium abnormal.

Pada operasi ini, digunakan anastesi umum dengan pemasangan pipa

endotakeal dengan nafas kendali. Pemilihan teknik anestesi ini bertujuan untuk

memastikan jalan nafas agar selalu berada dalam kondisi terbuka dan mendapatkan

ventilasi yang adekuat selama operasi, serta mencegah terjadinya aspirasi atau

regurgitasi yang dapat menjadi penyulit semasa operasi.

Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruang recovery room.

Pasien segera diperiksa nilai kesadarannya menggunakan Aldrette score. Penilaian

tersebut mencakup penilaian terhadap kesadaran, warna kulit, aktivitas,

kardiovaskuler dan respirasi. Pasien ini mendapat nilai 8/10 yang berarti pasien dapat

dipindahkan ke ruang perawatan.

Hasil tindakan anestesi yang baik didapatkan dengan persiapan yang baik dan

tepat dengan dimulainya praanestesi, premedikasi, pemilihan teknik anestesi,

pemilihan obat-obatan anestesi serta melakukan pengawasan tanda-tanda vital selama

operasi dan tindakan pasca operasi.

Page 26: Case Anestesi Umum

DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi

kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.

2. Longnecker David E, Murphy Frank L. Introduction to Anesthesia. 9thEd. Philladelphia : Department of Anesthesia at the Hospital of The University of Pennsylvania; 1997.

3. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi. Jakarta:

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989.

4. Omoigui S. Buku Saku Obat-Obatan Anestesia. Edisi ke 2. Jakarta : ECG;

1997.

5. Laringoskopi dan Intubasi. Accesed at:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23760/4/Chapter%20II.pdf.

Accesed on October 24th 2012.