Case Anestesi Umum-new

27
CASE ANESTESI UMUM Oleh : Ditra Putri Sandia (030. 09. 074) Silvani Ully Siahaan ( 030. 09. 236) Pembimbing : Dr. Sabur Nugraha, Sp.An Dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An

description

a

Transcript of Case Anestesi Umum-new

Page 1: Case Anestesi Umum-new

CASE

ANESTESI UMUM

Oleh :

Ditra Putri Sandia (030. 09. 074)

Silvani Ully Siahaan ( 030. 09. 236)

Pembimbing :

Dr. Sabur Nugraha, Sp.An

Dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESI

PERIODE 10 JUNI – 14 JULI 2013

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Page 2: Case Anestesi Umum-new

BAB I

ILUSTRASI KASUS

Identitas

Nomor catatan medis : 499442

Nama : An. Dicky Alviyan

Umur : 15 tahun

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Kerta Jaya, Jayamukti, Bianakan

Status pernikahan : Belum menikah

Agama : Islam

Pendidikan terakhir : SMP

Suku : Sunda

Tanggal masuk ruangan : 23 Juni 2013, Ruang Telagasari.

Pemeriksaan pre operasi

Anamnesis (dilakukan Auto anamnesis pada tanggal 24 Juni 2013, pada jam 07.30 WIB)

Keluhan Utama : Nyeri tenggorok bertambah parah sejak 2 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Sering merasa sesak nafas, rasa mengganjal, tidur

mengorok

Riwayat Penyakit sekarang :

Pasien datang ke Poli THT RSUD Karawang 2 hari SMRS dengan keluhan

nyeri tenggorokan. Nyeri tenggorokan sudah dirasakan Os semenjak duduk di

bangku TK, namun hilang timbul. Nyeri tenggorok bertambah parah sejak 2

hari SMRS. Os mengaku amandelnya makin lama makin membesar sejak saat

itu hingga saat ini. Selain itu, Os mengaku sering merasa sesak nafas. Sesak

nafas yang dirasakan tidak dipengaruhi oleh aktivitas maupun pencetus

ataupun alergi. Os menyangkal adanya sakit kepala, bersin-bersin dan batuk

saat ini. Nyeri tenggorokan serta sesak nafas dirasakan Os makin lama makin

memberat, sehingga Os memutuskan untuk berobat ke poli THT RSUD

Karawang. Setelah konsul di poli THT, Os direncanakan operasi pada tanggal

24 Juni 2013.

Page 3: Case Anestesi Umum-new

Riwayat penyakit Dahulu :

Riwayat rawat inap di rumah sakit disangkal oleh pasien. Riwayat operasi dan

anestesi sebelumnya juga disangkal oleh pasien. Pasien tidak memiliki riwayat

hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit paru, dan asma, serta

riwayat alergi obat dan makanan.

Riwayat Penyakit keluarga :

Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, alergi makanan dan obat-obatan

dalam keluarga juga disangkal oleh pasien.

Riwayat Kebiasaan :

Pasien tidak merokok, dan juga tidak mengkonsumsi alkohol maupun obat-

obatan terlarang. Tidak ada makanan yang menjadi pantangan bagi pasien.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Status gizi : BB 64 kg ; TB 160 cm

Tanda vital

Tekanan darah : 118/70 mmHg

Nadi : 89 x/mnt

Suhu : 36º C

Pernapasan : 20 x/mnt

Status Generalis

Kepala : normocephali, simetris, deformitas -

Mata : conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Mulut : trismus (-), dapat membuka mulut lebih dari 2 jari, oral higiene baik,

Mallampati I

Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar, gerakan maksimal (+)

Thorax : Jantung : BJ I-II regular, Murmur (-), Gallop (-)

Paru : SN vesikuler +/+, wheezing -/-, ronki -/-

Page 4: Case Anestesi Umum-new

Abdomen : Datar, supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), timpani, bising usus

(+) normal.

Ekstremitas : akral hangat +/+ , oedema -/-+/+ -/-

Status Lokalis : Orofaring

Inspeksi: tonsil tampak kemerahan, tonsil T3 – T3, detritus (-), kripta melebar

PEMERIKSAAN PENUNJANG

(Pemeriksaan laboratorium tanggal 20/06/2013)

Hemoglobin : 14,7 g%

Leukosit : 6700

Trombosit : 225000

Hematokrit : 44 %

Masa Perdarahan : 1,5 menit

Masa Pembekuan : 8 menit

Ureum : 20,8 mg/dl

Creatinin : 0,78 mg/dl

Gol. Darah / Rh : -

Perencanaan anestesi :

Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan anestesi umum dan dilakukan intubasi nasal

menggunakan ETT non kinking no. 28

Kesimpulan :

ASA I

Intraoperasi

Status anestesi

o Diagnosa pre operasi : Tonsilitis Kronis

o Jenis operasi : Tonsilektomi

o Rencana teknik anestesi : Anestesi Umum

o Status fisik: ASA I.

Keadaan selama pembedahan

Page 5: Case Anestesi Umum-new

Lama operasi : 25 menit (08.20 - 08.45 WIB)

Lama anestesi : 40 menit ( 08.15 - 08.55 WIB)

Jenis anestesi : Anestesi Umum dengan teknik intubasi nasal, ETT NK no. 28

Posisi : Supine

Infus : Asering, Ringer laktat pada tangan kiri

Premedikasi : Miloz (Midazolam) 3 mg, Fentanyl 60 mcg

Medikasi :Notrixum (atracurium bensylate) 20 mg, Propofol 100 mg, Asam

Traneksamat 250 mg, Neostigmin 0,5 mg

Cairan masuk : ± 500 cc Ringer Laktat

Cairan Keluar : ± 500 cc Perdarahan

Monitoring saat operasi

Jam(waktu)

Tindakan Tekanan darah(mmHg)

Nadi(x/menit)

08.10 Pasien masuk ke kamar operasi dan di pindahkan ke meja operasi

Pemasangan monitoring tekanan darah, nadi, saturasi oksigen.

Infus Asering terpasang pada tangan kiri

118/70 89SPO2: 100 %

08.15 Premedikasi dengan Miloz : 3 mg, Fentanyl 60 mcg

Medikasi Propofol 100 mg Notrixum 20 mg

Melakukan pemasangan ETT no.28 (intubasi nasal)

Pemberian Oksigen 2 liter/menit.

Pemberian N2O 2 liter/menit

Isofluran 2 vol %

118/70 89

SPO2 : 100 %

08.20 Dilakukan asepsis dan 112/68 93 x/mnt

Page 6: Case Anestesi Umum-new

antisepsis lapangan operasi

Operasi dimulai Infus RL terpasang ditangan kiri menggantikan asering

SPO2 : 100 %

08.25 Pasien masih dalam keadaan dioperasiPemberian Asam Traneksamat 250 mg

95/60 92 x/mntSPO2 : 99 %

08.30 Pasien masih dalam keadaan dioperasiPersediaan oksigen dari central tersisa sedikitDilakukan bagging secara manual, Pemberian N2O diturunkan 1l/menit

108/75 96 x/mntSPO2 : 98 %

08.40 Persediaan O2 dari central habis total, tetap dilakukan bagging secara manual, pemberian N2O dihentikan sementara

89/58 98 x/mntSPO2 : 98%

08.42 Persediaan O2 kembali terisi, pernafasan dikendalikan kembali, Pemberian N2O 2l/menitPemberian O2 2l/menit

92/60 95 x/mntSPO2 : 99 %

08.45 Operasi selesai dilakukan 96/58 82 x/mntSPO2 : 100 %

08.50 Pemberian Neostigmin 0,5 mgDilakukan tindakan ekstubasi, pemberian oksigen murni 8 L/menit

90/50 77 x/mntSPO2 :100 %

08.55 Pemberian oksigen dihentikan

90/50 82 x/mntSPO2 :100 %

Keadaan akhir pembedahan

Tekanan darah : 90/50 mmHg, Nadi : 82 x/m, Saturasi O2 : 100%

Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete)1 :

Nilai 2 1 0Kesadaran Sadar, orientasi

baikDapat dibangunkan

Tak dapat dibangunkan

Warna Merah muda (pink) tanpa O2,

SaO2 > 92 %

Pucat atau kehitaman perlu O2

agar SaO2 > 90%

Sianosis dengan O2 SaO2 tetap < 90%

Page 7: Case Anestesi Umum-new

Aktivitas 4 ekstremitas bergerak

2 ekstremitas bergerak

Tak ada ekstremitas bergerak

Respirasi Dapat napas dalamBatuk

Napas dangkalSesak napas

Apnu atau obstruksi

Kardiovaskular Tekanan darah berubah 20 %

Berubah 20-30 % Berubah > 50 %

Total = 8 Pasien tetap dipantau di ruang pemulihan

Page 8: Case Anestesi Umum-new

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TONSILITIS

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin

Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat dalam rongga

mulut, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil

pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil).

Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi

pada semua umur, terutama pada anak.2

I. Tonsilitis Akut

1. Tonsilitis viral

Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai nyeri

tenggorok. Penyebab paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus influenzae

merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Terapi yang dapat diberikan yaitu

istirahat, minum cukup, analgetika, antivirus bila gejala berat.

2. Tonsilitis bakterial

Dapat disebabkan oleh kuman grup A Streptokokus β hemolitikus yang dikenal

sebagai strept throat, pneumokokus, streptokokus viridan dan streptokokus piogenes.

Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang

berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus

merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati dan epitel yang terlepas. Secara

klinis, detritus ini mengisi kriptus tonsil dan tampak sebagai bercak kuning.

Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila

bercak ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.

Bercak detritus ini dapat melebar sehingga membentuk pseudomembran yang

menutupi tonsil.

Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri

tenggorok dan nyeri saat menelan, demam dengan suhu yang tinggi, rasa lesu, nyeri

pada sendi-sendi, tidak nafsu makan, nyeri pada telinga. Nyeri pada teliga ini krn

nyeri alih melalui saraf n.glosofaringeus (n.IX). pada pemeriksaan, didapatkan tonsil

membesar, hiperemis, dan terdapat deritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh

Page 9: Case Anestesi Umum-new

membran semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan. Dapat

diberikan antibiotika spektrum lebar yaitu penisilin, eritromisin, dan antipiretik, serta

obat kumur yang mengandung desinfektan.

II. Tonsilitis Membranosa

1. Tonsilitis difteri

Frekuensi penyakit ini sudah menurun sejak keberhasilan imunisasi pada bayi dan

anak. Penyebab tonsilitis difteri adalah kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman

yang termasuk Gram positif yang terdapat di saluran napas atas yaitu hidung, faring,

dan laring. Sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi

tertinggi pada usia 2-5 tahun.

Gambaran klinis dibagi menjadi 3 golongan, yaitu gejala umum seperti subfebris,

nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, nyeri menelan. Kemudian

gejala lokal berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang semakin

meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring, laring, trakea, bronkus dan bersatu

membentuk membran semu yang dapat menyumbat saluran napas. Membran ini

melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat mudah berdarah, bila

perkembangan penyakit berjalan terus maka kelenjar limfa leher akan membesar

sehingga menyerupai leher sapi (bull neck). Gambaran klinik terakhir yaitu gejala

akibat eksotoksin yang menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung

dapat menimbulkan miokarditis sampai decompensatio cordis, mengenai saraf kranial

yang menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan, pada ginjal

menyebabkan albuminuria.

Terapi yang dapat diberikan yaitu anti difteri serum (ADS) yang diberikan segera

tanpa menunggu hasil kultur. Pemberian antibiotika penisilin atau eritromisisn dalam

14 hari. Kortikosteroid, antipiretik juga dapat diberikan. Karena penyakit ini menular

maka pasien perlu diisolasi dan perawatan harus istirahat di tempat tidur selama 2-3

minggu.

2. Tonsilitis septik

Penyebabnya yaitu Streptokokus hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi

sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena susu sapi di Indonesia dimasak dahulu

sebelum dikonsumsi, maka penyakit ini jarang ditemukan.

3. Angina Plaut Vincent (stomatitits ulsero membranosa)

Page 10: Case Anestesi Umum-new

Penyebabnya yaitu bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada

penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejalanya yaitu

demam fsampai suhu 39oC, nyeri kepala, badan lemah, kadang terdapat gangguan

pencernaan, nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada

pemeriksaan biasa didapatkan mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran

putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi, serta prosesus alveolaris,

mulut berbau dan kelenjar submandibula membesar.

Terapi yang dapat diberikan yaitu antibiotika spektrum lebar selama 1 minggu,

memperbaikin higiene mulut, pemberian vitamin C dan vitamin B kompleks.

4. Penyakit kelainan darah

a. Leukemia akut, gejala yang sering timbul berupa epistaksis, perdarahan di

mukosa mulut, gusi, dan di bawah kulit tampak bercak kebiruan. Tonsil membengkak

ditutupi membran semu tetapi tidak hiperemis dan rasa nyeri yang hebat di tenggorok.

b. Angina agranulositosis, penyebabnya yaitu keracunan obat golongan

amidopirin, sulfa, dan arsen. Didapatkan ulkus di mukosa mulut dan faring, sekitar

ulkus tampak gejala radang. Ulkus ini juga didapatkan di genitalia dan saluran cerna.

c. Infeksi mononukleosis, terdapat tonsilofaringitis ulsero membranosa bilateral.

Membran semua yang menutupi ulkus mudah diangkat tanpa menimbulkan

perdarahan. Terdapat pembesaran KGB leher, ketiak, regioinguinal. Gambaran darah

khas yaitu terdapat leukosit mononukleus dalam jumlah besar.

III. Tonsilitis Kronis

Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis adalah rangsangan menahun dari

rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan

fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama,

tetapi kadang berubah menjadi golongan Gram negatif. Karena proses radang

berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis,

sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang

akan mengalami pengerutan sehingga kripti melebar. Proses berjalan terus sehingga

menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan perlektaan dengan jaringan

sekitar. Pada anak, proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa

submandibula.

Pada pemeriksaan didapatkan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata,

kriptus melebar dan beberapa kripti berisi detritus. Ada rasa mengganjal di tenggorok,

dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau. Terapi lokal ditujukan pada higiene

Page 11: Case Anestesi Umum-new

mulut dengan berkumur atau obat hisap. Komplikasi yang dapat timbul yaitu berupa

rinitis kronis, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh

dapat terjadi secara hematogen maupun limfogen, berupa endokarditis, artritis,

miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, furunkulosis.

B. TONSILEKTOMI

Menurut American Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery (AAO-

HNS) tahun 1995, indikasi tonsilektomi terbagi menjadi:

1. Indikasi absolut

- Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas, disfagia

berat, gangguan tidur, terdapat komplikasi kardiopulmonal

- Abses peritonsil yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan

drainase, kecuali jika dilakukan fase akut

- Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam

- Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk peemeriksaan patologi

2. Indikasi relatif

- Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan

pengobatan medik yang adekuat

- Halitosis akibat tonsilitis kroik yang tidak ada respon terhadap pengobatan

medik

- Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak

membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap β-

laktamase

Kontraindikasi untuk tonsilektomi, yaitu riwayat penyakit perdarahan, resiko

anestesi yang buruk atau riwayat penyakit yang tidak terkontrol, anemia, infeksi

akut.

. C. TATALAKSANA ANESTESI PADA TONSILEKTOMI

1. Masalah yang dapat timbul saat anestesi, yaitu ancaman sumbatan jalan napas,

perdarahan, ancaman refleks vagal, dan penderita umumnya anak usia sekolah.3

2. Pelaksanaan anestesi:

a. Evaluasi : penilaian status pasien, evaluasi status generalis dengan pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi

b. Persiapan praoperatif : persiapan rutin dan khusus

Page 12: Case Anestesi Umum-new

c. Premedikasi, diberikan secara intramuskular 30-45 menit pra induksi dengan :

Petidin : 0,50-1,00 mg/kgBB atau Fentanil 1-2 µg/kgBB

Atropin : 0,01-0,02 mg/kgBB

d. Induksi

- Dengan penthotal (dosis 3-5 mg/kgBB) atau propofol (dosis 2-3 mg/kgBB

intravena)

- Suksinilkholin (dosis 1-2 mg/kgBB intravena) untuk fasilitas intubasi

- Laringoskopi dan intubasi endotrakea

e. Pemeliharaan anestesi

- Buat posisi ekstensi kepala-leher untuk memudahkan manipulasi operator

dalam rongga mulut

- Pemeliharaan dengan N2O : O2 = 60% : 40% dan halotan atau isofluran

atau enfluran dengan dosis antara 1-2 vol% selanjutnya disesuaikan

- Pola nafas spontan atau dibantu

3. Pemantauan selama anestesi dilakukan sesuai dengan standar pemantauan intra

operatif

4. Terapi cairan diberikan cairan pemeliharaan

5. Pemulihan anestesi

- Pada akhir operasi, dibersihkan rongga mulut dari bekuan darah luka

operasi, selanjutnya pabila diperlukan isap lendir yang ada dalam pipa

endotrakea

- Ekstubasi pipa ndotrakea dilakukan pada stadium anestesi, selanjutnya

hentikan aliran obat anestesi dan berikan O2 100% selama 3-5 menit

melalui sungkup muka nafas spontan.

6. Pasca bedah

- Pasien dirawat di ruang pemulihan untuk menunggu proses pemulihan

anestesi sesuai dengan tatalaksanan pasca anestesi

- Perhatikan khusus pada periode ini adalah pencegahan batuk dan risisko

perdarahan ulang luka operasi, karena perdarahan ulang luka operasi dapat

menimbulkan sumbatan jalan napas, mengakibatkan anemia, syok.

Perdarahan tersebut dapat tertelan sehingga perdarahan absolut sulit

dinilai

- Pasien dikirim kembali ke ruangan setelah memenuhi kriteria pemulihan

7. Operasi ulang pasca tonsilektomi

Page 13: Case Anestesi Umum-new

a. Indikasinya adalah apabila masih terdapat perdarahan aktidf pada luka operasi.

b. Masalah yang mungkin dihadapi, yaitu anemia, hipotensi sampai syok, lambung

penuh berisi bekuan darah atau minuman, psikologis pasien dan keluarga,

dianggap kasus gawat darurat.

c. Evaluasi ditujukan pada masalah-masalah di atas.

d. Persiapan: apabila tersedia cukup waktu maka lakukan koreksi terhadap masalah-

masalah yang timbul, seperti memberikan penjelanan kepada pasien dan keluarga

bahwa terjadi penyulit yag harus segera ditangani, terapi cairan dan transfusi

darah, pasang pipa nasogastrik untuk mengeluarkan isi lambung, kalau dianggap

perlu maka diberikan premedikasi untuk menenangkan pasien, oksigenasi adekuat,

menyiapkan alat isap yang siap pakai.

e. Tata laksana anestesi

- Pasang alat pantau yang diperlukan

- Induksi dilakukan dengan teknik induksi cepat, dilanjutkan pemasangan

pipa endotrakea

- Waspadai kemungkinan terjadi aspirasi dan refleks vagal saat induksi

- Pemeliharaan dilakukan dengan obat anestesi inhalasi dan bila perlu

diberikan obat pelumpuh oto selanjutnya lakukan nafas kendali

- Setelah perdarahan selesai ditangani dan tindakan operasi dianggap

selesai, pemberian anestesi dihentikan

- Ekstubasi pipa endotrakeal dilakukan setelah pasien bernafas spontan

adekuat, sadar, jalan nafas bersih

- Pasca anestesi dilakukan perawatan sesuai tata laksana seperti di atas.

Page 14: Case Anestesi Umum-new

BAB III

ANALISA KASUS

Seorang pasien anak laki – laki berusia 15 tahun datang ke poli THT RSUD

Karawang pada tanggal 21 Juni 2013 dengan kesadaran compos mentis, keadaan umum

tampak sakit ringan, mengeluh nyeri tenggorokan. Tanda vital berupa tekanan darah, nafas,

suhu dan nadi dalam batas normal. Pada pemeriksaan fisiki didapatkan status generalis dalam

batas normal sedangkan pada status lokalis orofaring didapatkan tonsil kemerahan, bengkak,

T3-T3 tidak ada detritus, kripta melebar. Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan

kelainan.

Dari poli THT, pasien dianjurkan untuk menjalani operasi tonsilektomi. Pasien

menyetujui dan menandatangani surat izin operasi. Setelah dikonsulkan kepada dokter

spesialis penyakit dalam dan spesialis anestesi, operasi tersebut disetujui untuk dilaksanakan

pada tanggal 24 Juni 2013. Kesimpulan status fisik pasien yang didapatkan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang adalah ASA I.

Operasi dilakukan pada tanggal 24 Juni 2013 pukul 08.20 sedangkan anestesi dimulai

pada pukul 08.15. anestesi diawali dengan memberikan obat premedikasi Miloz 3 mg

selanjutnya diberikan obat medikasi yaitu Fentanyl 60 mcg, propofol 100 mg, dan notrixum

20 mg. asam traneksamat 250mg, neostigmin 0,5 mg serta diberikan anestesi inhalasi berupa

campuran N20 2 l/ menit & O2 2 l/m serta isoflurane 2 vol%. Anesthesia dilakukan secara

umum dengan suntikan secara intra vena dan inhalasi sesuai indikasinya

Midazolam atau miloz sering digunakan sebagai pre medikasi pada pasien pediatrik

sebagai sedasi dan induksi anestesia. Onset of actionnya cepat dengan peak 3-5 menit.

Duration of action dari Miloz ialah dapat bertahan 2 – 6 jam. Untuk dosis dewasa, miloz

dengan pengenceran memiliki dosis 3mg/cc, apabila tidak diencerkan, memiliki dosis

5mg/cc.

Sebagai suatu analgesik, fentanil 75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan

morfin. Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi. efek

depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB analgesianya

hanya berlangsung 30 menit.

Page 15: Case Anestesi Umum-new

Untuk medikasi diberikan Propofol merupakan derivate fenol yang banyak digunakan

sebagai anastesi intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang dripivan. Dosis sedasinya 2

– 3 mg/kgBB. Sebaiknya menyuntikkan obat anastesi ini pada vena besar karena dapat

menimbulkan nyeri.

. Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat pemutusan benang

fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan pengobatan pendarahan yang

disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan angiodema hereditas. Dosis injeksi intravena

perlahan : 0.5 -1 g atau 10 mg/kgBB

Neostigmin merupakan antidot untuk obat muscle relaxant, berguna untuk

mempercepat pemulihannya. Neostigmin merupakan obat antikolinesterase yang berkhasiat

menghambat kerja enzim kolinesterase untuk menghidrolisis asetilkolin. Akumulasi

asetilkolin pada hubungan saraf otot akan berkompetisi dengan obat pelumpuh otot non

depolarisasi. Neostigmin bisa diberikan secara bertahap mulai dengan dosis 0,5 mg intravena,

selanjutnya dapat diulang sampai dosis total 5 mg. Neostigmin dapat diberikan bersama-sama

dengan sulfas atropin dengan dosis 1-1,5 mg.

Isofluran merupakan eter berhalogen berbau tajam dan mudah terbakar. Keuntungan

isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin serta induksi dan

masa pulih anestesi cepat. Namun harga obat ini mahal. Dosis induksi 3 – 3,5 % dalam

oksigen atau campuran N2 dan O2.

Berdasarkan teori, untuk memfasilitasi intubasi dapat diberikan suksinilkolin, namun

saat pelaksanaan operasi kemarin, menggunakan notrixum sebagai muscle relaxant nya

karena notrixum merupakan muscle relaxant jangka sedang-panjang dengan durasi kerja 40-

45 menit. Sedangkan suksinilkolin yang merupakan muscle relaxant jangka pendek memiliki

durasi kerja 10-15 menit.

Indikasi dilakukannya intubasi nasal pada pasien ini adalah untuk menjaga jalan nafas

yang bebas dalam keadaan-keadaan yang sulit, misalnya pada operasi di daerah kepala

(contohnya, tonsilektomi seperti pada kasus) menggunakan intubasi nasal karena pada kasus

seperti ini sangatlah sulit untuk menggunakan face mask tanpa mengganggu pekerjaan ahli

bedah.4

Pemberian Cairan5

Page 16: Case Anestesi Umum-new

Kebutuhan cairan basal (BB = 64 kg)

4 x 10 kg = 40

2 x 10 kg = 20

1 x 44 kg = 44

104 ml/jam

EWL (Estimation water loss) / Kebutuhan cairan intraoperasi (operasi sedang)

5 x 64 kg = 320 ml/jam

Kebutuhan cairan saat puasa dari pukul 24.00 – 08.00 (8 jam)

8 x 104 ml/jam = 832 ml

Di ruangan sudah diberi cairan 700 ml

Jadi kebutuhan cairan puasa sekarang = 832 – 700= 132 ml

Pemberian cairan:

- Pada jam pertama operasi

: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% x kebutuhan cairan puasa

: 104 + 320 + 416 = 840 ml

- Pada jam kedua operasi

: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan puasa

: 104 + 320 + 208 = 632 ml

- Pada jam ketiga operasi

: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan puasa

: 104 + 320 + 208 = 632 ml

- Pada jam keempat operasi

: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi

: 104 + 320 = 424 ml

Kebutuhan cairan selama operasi : (30 menit )

½ Jam I = ½ x 840 = 420 ml

Cairan yang masuk selama operasi (30 menit)

± 500 cc Ringer Laktat

Allowed Blood Loss

20 % x EBV = 20 % x (75 x 64) = 960 ml

Berdasarkan nilai Ht :

Ht Pasien – Ht target x EBV

Ht Pasien

Page 17: Case Anestesi Umum-new

[44 – (3x8)] x (75x64) = 2.182 cc

44

Jumlah cairan keluar

= darah di kassa sedang 5 buah + botol suction

= 5x20 ml + 400 ml

= 500 ml maka tidak perlu dilakukan transfusi darah

Kebutuhan cairan selama operasi + cairan yang harus diberikan sebagai pengganti

perdarahan = 420 ml + 500 ml = 920 ml.

Cairan yang harus diganti di ruang pemulihan

= 920 ml – 500 ml = 420 ml

Page 18: Case Anestesi Umum-new

Kesimpulan

Pasien, laki-laki berusia 15 tahun datang ke poli THT RSUD Karawang dengan keluhan nyeri tenggorokan. Selain itu Os juga merasa sering sesak nafas, ada rasa mengganjal, dan sering mengorok jika tidur.

Menurut dokter THT, dan juga setelah melakukan konsultasi kepada dokter penyakit dalam dan juga anestesi. Rencana operasi pada tanggal 24 Juni 2013 disetujui. Anestesi yang digunakan adalah anestesi umum dengan intubasi nasal, berlangsung selama 40 menit. Sedangkan, tonsilektominya berlangsung selama 25 menit. Keadaan pasien pasca anestesi dan operasi baik, aldrete skor menunjukkan angka 8. Rencana terapi post operatif yang diberikan oleh dokter THT adalah Brondcen dan kaltrofen.

Page 19: Case Anestesi Umum-new

Daftar Pustaka

1. Diakses dari http://www.anesthesia-analgesia.org/content/49/6/924.full.pdf

2. Soepardi E, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti R. Tonsilitis. In : buku ajar ilmu kesehatan telinga, hidung, tenggorok, kepala & leher. Jakarta : badan penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia. 2012.p.199-202

3. Mangku G, Senapathi TGA. Buku ajar ilmu anestesia dan reaminasi : Tatalaksana anestesi dan reaminasi pada operasi tonsilektomi. Jakarta : Indeks. 2009. P.171-3

4. Gisele de Azevedo Prazeres, MD., (2002), Orotracheal Intubation, http://www.medstudents.com/orotrachealintubation/medicalprocedures.html

5. Latief AS. Petunjuk praktis anestesiologi : terapi cairan pada pembedahan. Ed. Kedua. Bagian anestesiologi FKUI/RSCM, Jakarta.