Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

64
1) Anemia Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah SDM, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. Anemia bukan merupakan diagnosa akhir dari suatu penyakit akan tetapi selalu merupakan salah satu gejala dari sesuatu penyakit dasar. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi yaitu : 1. Anemia normositik normokrom, di mana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. 2. Anemia makrositik normokrom, ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal (MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat

description

1) Anemia Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah SDM, kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. Anemia bukan merupakan diagnosa akhir dari suatu penyakit akan tetapi selalu merupakan salah satu gejala dari sesuatu penyakit dasar. Klasifikasi

Transcript of Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Page 1: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

1) Anemia

Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal jumlah SDM,

kuantitas hemoglobin, dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml

darah. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah

hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut oksigen

dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh. Anemia bukan merupakan diagnosa

akhir dari suatu penyakit akan tetapi selalu merupakan salah satu gejala dari sesuatu

penyakit dasar.

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi yaitu :

1. Anemia normositik normokrom, di mana ukuran dan bentuk sel-sel

darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah normal

(MCV dan MCHC normal atau normal rendah) tetapi individu menderita

anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut,

hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin,

gangguan ginjal, kegagalan sumsum dan penyakit-penyakit infiltratif

metastatik pada sumsum tulang.

2. Anemia makrositik normokrom, ukuran sel-sel darah merah lebih besar

dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal

(MCV meningkat; MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan

atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada

defisiensi B12 dan atau asam folat.

3. Anemia mikrositik hipokrom, Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti

mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV

rendah; MCHC rendah). Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi

sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan

sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin,

seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal congenital).

Klasifikasi anemia berdasarkan etiologinya adalah :

1. Anemia pasca perdarahan, akibat perdarahan massif seperti kecelakaan,

luka operasi persalinan dan sebagainya.

Page 2: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

MUTASI GEN G6PD

PENURUNAN AKTIVITAS G6PD

PENURUNAN KADAR NADPH

PENURUNAN REGENERASI GSH DARI GSSG OLEH GLUTATION REDUKTASE

OKSIDASI, PERUBAHAN STRUKTUR MEMBRAN

HEMOLISIS

2. Anemia hemolitik, akibat penghancuran eritrosit yang berlebihan.

Dibedakan menjadi 2 faktor :

1) Faktor intrasel, Misal talassemia, hemoglobinopatia (talassemia

HbE, sickle cell anemia), sferositos congenital, defisiensi enzim

eritrosit (G-6PD, piruvat kinase, glutation reduktase).

2) Faktor ekstrasel, misal intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis

(inkompabilitas golongan darah, reaksi hemolitik pada transfusi

darah).

3. Anemia defisiensi, karena kekurangan faktor pematangan eritrosit (besi,

asam folat, vitamin B12, protein, piridoksin, eritropoetin, dan sebagainya).

4. Anemia aplastik, disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh

sumsum tulang.

Pada pembahasan ini, akan diperjelas mengenai anemia yang disebabkan oleh

defisiensi enzim eritrosit G6PD.

Defisiensi G6PD

Enzim G6PD terdapat dalam sitoplasma, tersebar di seluruh sel dengan kadar

yang berbeda. Kadar enzim G6PD di dalam eritrosit relatif rendah bila dibandingkan

dengan kadar enzim G6PD pada sel tubuh yang lain. Enzim G6PD merupakan satu-

satunya enzim dalam sel eritrosit yang berfungsi memproduksi NADPH untuk

mereduksi GSSG menjadi GSH yang meredam H2O2, sehingga GSH berfungsi

mencegah kerusakan eritrosit dari kerusakan akibat oksidasi. Untuk mempertahankan

kadar GSH selalu cukup, diperlukan mekanisme pembentukan GSH dari GSSG

dengan bantuan enzim glutation reduktase (GSSGR) dan NADPH yang tergantung

aktivitas G6PD. Semakin tua usia eritrosit, aktifitas enzim G6PD juga semakin

berkurang.

Page 3: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Defisiensi G6PD adalah suatu penyakit dimana enzim G6PD hilang dari selaput

sel darah merah. Defisiensi enzim G6PD adalah kelainan genetik yang bersifat X

linked recessive. Gen penyandi G6PD terletak pada regio telomerik rantai panjang

kromosom X (band Xq28), sekitar 400 kb centromerik dari gen Faktor VIII. Panjang

gen G6PD 18.5 kb, terdiri dari 13 exon (exon pertama bersifat non coding) dan 12

intron. Exon koding ukurannya bervariasi antara 38 bp sampai 236 bp. Ukuran intron

kurang dari 1 kb, kecuali intron kedua mencapai panjang 11 kb.

Enzim G6PD ini membantu mengolah glukosa dan membantu menghasilkan

glutation untuk mencegah pecahnya sel. Hal yang bisa memicu penghancuran sel

darah merah adalah :

1) Demam

2) Infeksi virus atau bakteri

3) Krisis diabetes

4) Bahan tertentu (aspirin, kacang merah, vitamin K)

Klasifikasi defisiensi G6PD :

1. Varian G6PD yang defisiensi enzimnya sangat berat (aktivitas enzim

kurang dari 10% dari normal) dengan anemia hemolitik akut.

2. Klas II: varian G6PD yang defisiensi enzimnya cukup berat (aktivitas

enzim kurang dari 10% dari normal) namun tidak ada anemia hemolitik

kronis.

3. Klas III: varian G6PD dengan aktivitas enzimnya antara 10%-60% dari

normal dan anemi hemolitik terjadi bila terpapar bahan oksidan atau

infeksi.

4. Klas IV: varian G6PD yang tidak memberikan anemia hemolitik atau

penurunan aktivitas enzim G6PD

Page 4: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

5. Klas V: varian G6PD yang aktivitas enzimnya meningkat.

Varian klas IV dan klas V secara biologis, genetik dan antropologis tidak

didapat gejala klinik.

Manifestasi klinis pada defisiensi G6PD

1. Anemia Hemolitik

1) Anemia hemolitik akut akibat induksi obat

Sebagian besar manifestasi varian mutan gen G6PD yang

mengakibatkan defisiensi enzim G6PD kurang dari 60% dari normal,

terjadi setelah paparan obat atau bahan kimia yang memicu terjadi anemia

hemolitik akut.

2) Anemia hemolitik akut akibat infeksi

Infeksi bakteri dan virus seperti Hepatitis, Salmonella, Escherchia coli,

Streptoccus β hemolitikus dan Rickettsia, dapat menyebabkan anemia

hemolitik pada penderita defisiensi G6PD dan mekanisme terjadinya

hemolisis belum jelas. Salah satu sebab yang dapat menjelaskan hubungan

infeksi dengan hemolisis adalah akibat proses fagositosis.

3) Anemia hemolisis akut akibat induksi keto asidosis diabetic

Keto asidosis diabetik juga dapat memicu anemia hemolitik pada

penderita defisiensi G6PD. Aktivitas G6PD lebih rendah 30% pada pasien

diabetes ketosis daripada kelompok control atau bahkan kelompok

diabetes tipe 2. Mekanisme hemolisis ini diduga diakibatkan oleh

perubahan pH, glukosa, dan piruvat dalam darah . Adanya infeksi

tersembunyi seringkali menjadi pemicu hemolisis akut dan asidosis

diabetik

4) Anemia Hemolitik akut karena Favism

Manifestasi klinik defisiensi enzim G6PD lainnya yang dapat

menyebabkan anemia hemolitik adalah anemia hemolitik yang disebabkan

konsumsi fava bean, Vicia faba. Penderita favisme selalu defisiensi enzim

G6PD namun tidak semua penderita defisiensi G6PD bisa menderita

favisme.

Page 5: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

5) Anemia hemolitik nonsferositik kongenital (Congenital

Nonspherocytic Hemolytic Anemia)

Anemia hemolitik nonsferositik congenital pada defisiensi G6PD

bersifat sporadic tanpa predileksi etnis tertentu. Biasanya terjadi

pembesaran limpa yang dapat menyebabkan hipersplenisme yang

membutuhkan splenektomi. Jarang terjadi hemoglobinuria karena

hemolisis yang terjadi berupa extravaskuler.

2. Hiperbilirubinemia neonatorum

Beberapa varian G6PD yang menyebabkan hemolisis akut pada masa

neonatus sering menimbulkan hiperbilirubinemia. Ikterus pada neonatus

mungkin muncul setelah 48 jam setelah lahir, sebagian mungkin mencapai

30-45 mg/dl. Sementara itu, penyebab pasti hiperbilirubinemia masih

belum diketahui.Beberapa penulis membuktikan bahwa pembentukan

glukoronat dalam hati berkurang pada bayi yang menderita defisiensi

G6PD dibanding dengan bayi normal. Gilman (1974) membuktikan bahwa

ikterus neonatorum pada defisiensi G6PD dapat disebabkan oleh karena

fungsi hati yang terganggu, maupun hemolisis akibat infeksi, atau terpapar

bahan oksidan sebagai pencetusnya.

3. Menifestasi non hematology

Manifestasinya berupa juvenile cataract pada lensa mata, bahkan bilateral

cataract ditemukan pada anak dengan defisiensi G6PD. Penyakit ini juga

dapat menyebabkan kejang otot, kelelahan pada otot, gangguan

kehamilan, katarak dan infeksi berulang. Defisiensi aktivitas G6PD pada

leukosit dan neutrofil dapat menyebabkan defek system imun yang

menyebabkan infeksi berulang dan terbentuk granuloma pada beberapa

kasus.

Keterkaitan dengan skenario :

Mrs. X menderita defisiensi G6PD yang kemungkinan merupakan jenis defisiensi

dengan aktifitas enzim antara 10-60% dari normal dan anemia hemolitik terjadinya

karena klasifikasi kedua, bahwa yg normal .

Page 6: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

II. Ikterus

Ikterus atau jaundice adalah perubahan warna kuning pada kulit, membrane

mukosa, sclera dan organ lain yang disebabkan oleh peningkatan kadar bilirubin di

dalam darah.

1. Ikterus dibagi menjadi 2 yaitu ikterus fisiologis dan ikterus patologis.

Ikterus fisiologis menurut Tarigan (2003) dan Callhon (1996) dalam Schwats

(2005) adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

Timbul pada hari kedua – ketiga

Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada

neonatus cukup bulan dan 10 mg % per hari pada kurang bulan

Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % perhari

Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg %

Ikterus hilang pada 10 hari pertama

Tidak mempunyai dasar patologis

2. Ikterus Pathologis/ hiperbilirubinemia

Suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah mencapai nilai

yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi

dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Ikterus yang

kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai

berikut :

a. Menurut Surasmi (2003) bila :

• Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran

• Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam

• Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 %

pada neonatus cukup bulan

• Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan

sepsis)

• Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,

sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas

darah.

Page 7: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

b. Menurut tarigan (2003), adalah :

Suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang

mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi

dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown

menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg % pada cukup

bulan, dan 15 mg % pada bayi yang kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg % dan

15 mg %.

Sedangkan kern ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan

bilirubin indirek pada otak. Kern Ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya

ditemukan pada neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20

mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak

bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf spatis

Berdasarkan penyebabnya, dapat digolongkan tiga jenis ikterus, yaitu:

Ikterus pre-hepatik

Terjadi penyimpangan pada tahap 1 sampai 3. Ikterus ini terjadi karena adanya

kerusakan sel darah merah atau intravaskuler hemolisis. Bilirubin yang tidak

terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak diekskresikan dalam urin

dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan urobilinogen.

Ikterus hepatik

Terjadi penyimpangan pada tahap 4 dan 5. Terjadi di dalam hati karena

penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk

bilirubin terkonjugasi. Disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau

kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel

hati. Gangguan konjugais bilirubin dapat pula disebabkan karena defisiensi enzim

glukuronil transferase sebagai katalisator.

Ikterus post-hepatik

Terjadi pada 4 tahap terakhir. Mekanismenya ialah terjadi penurunan sekresi

bilirubin terkonjugasi sehingga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi.

Bilirubin trekonjugasi yang larut dalam air akan diekskresikan ke dalam urin

(bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna

Page 8: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

feses menjadi pucat. Faktor penyebabnya antara lain : faktor fungsional maupun

obstruksi duktus choledocus, migrasi larva cacing melewati hati, dan lain sebagainya.

Hiperbilirubin

Menuru Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek atau bilirubin bebas yaitu

bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan

komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa

melewati sawar darah otak.

2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk atau bilirubin terikat yaitu bilirubin

larut dalam air dan tidak toksik untuk otak.

Etiologi hiperbilirubin antara lain :

6. Peningkatan produksi

Hemolisis, misalnya pada inkompalibilitas yang terjadi bila terdapat

ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan rhesus

dan ABO.

Perdarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran

Ikatan bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolic

yang terdapat pada bayi hipoksia atau asidosis

Defisiensi G6PD (Glukosa 6 Phostat Dehidrogenase)

Breast milk jaundice yang disebabkan oleh kekurangannya pregnan 3

(alfa), 20 (beta), diol (steroid)

Kurangnya enzim glukoronil transferase, sehingga kadar bilirubin

indirek meningkat misalnya pada BBLR

Kelainan congenital

7. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya

hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya

sulfadiazine.

8. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme

atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti

infeksi, toksoplasmasiss, syphilis.

Page 9: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

9. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ektra hepatic.

10. Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada ileus obstruktif.

Patofisiologi Defisiensi G6PD

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan

yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel

hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan

penghancuran eritrosit, polisitemia.

Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar

bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau

pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar

bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang

mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.

Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam

air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis

pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi

pada otak disebut Kern ikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada

syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari

20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya

tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudak melewati darah otak

apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :

a. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada

neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.

b. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan

opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis

serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan

displasia dentalis).

Page 10: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Sedangkan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik)

pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar

bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.

Berdasarkan pada penyebabnya maka manajemen bayi dengan hiperbilirubinemia

diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari hiperbilirubinemia.

Pengobatan mempunyai tujuan :

1. Menghilangkan anemia

2. Menghilangkan antibody maternal dan eritrosit teresensitisasi

3. Meningkatkan badan serum albumin

4. Menurunkan serum bilirubin

Metode terapi hiperbilirubinemia meliputi : fototerapi, transfuse pangganti, infuse

albumin dan therapi obat.

a. Fototherapi

Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti

untuk menurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas

yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the blue light spectrum)

akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin

dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika

cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua

isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh

darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan

albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di

ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersama feses tanpa proses konjugasi

oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat

dikeluarkan melalui urine.

Fototerapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar bilirubin,

tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan

anemia.

Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl.

Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi

dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk

Page 11: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pertama pada bayi resiko tinggi dan

berat badan lahir rendah.

b. Transfusi Pengganti

Transfusi pengganti atau imediat didindikasikan adanya faktor-faktor :

1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu

2. Penyakit hemolisis berat pada bayi baru lahir

3. Penyakit hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama

4. Kadar bilirubin direk labih besar 3,5 mg/dl di minggu pertama

5. Serum bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl pada 48 jam pertama

6. Hemoglobin kurang dari 12 gr/dl

7. Bayi pada resiko terjadi kern Ikterus

Transfusi pengganti digunkan untuk:

1. Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel

darah merah terhadap antibody maternal

2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang tersensitisasi (kepekaan)

3. Menghilangkan serum ilirubin

4. Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan

bilirubin

Pada Rh Inkomptabil itas diperlukan transfuse darah golongan O segera (kurang

dari 2 hari), Rh negative whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen

A dan antigen B. setiap 4 -8 jam kadar bilirubin harus di cek. Hemoglobin harus

diperiksa setiap hari sampai stabil

c. Therapi Obat

Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang

meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik

diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum

melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan

karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan

mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.

Page 12: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Keterkaitan dengan skenario :

Pada kasus ini, bayi laki-laki Mrs. X bukan hanya mengalami ikterus fisiologis,

melainkan sudah termasuk patologis karena ikterus tidak hilang pada 10 hari pertama

dengan sendirinya melainkan bayi harus mendapat transfusi tukar dan bayi memiliki

dasar patologis yaitu anemia hemolitik akibat adanya penyakit defisiensi G6PD. Bayi

mengalami hiperbilirubin hingga menimbulkan kern ikterus yang berarti kadar

bilirubin sudah mencapai lebih dari 20 mg/dl sehingga bilirubin indirek bisa

melengketkan diri di otak.

III. Exchanged Transfusion

Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang

dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang

dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982).

Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati

bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. juga membantu

mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis

lebih lanjut dan memperbaiki anemia.

Sakit kuning sering terjadi pada bayi yang baru lahir karena ketidakmampuan

untuk membersihkan bilirubin pada hati bayi dan kerusakan produk sel darah merah.

Yang paling sering digunakan untuk mengatasi penyakit ini adalah fluorescent light

(lampu neon) exposure, dimana bayi berada dibawah lampu selama beberapa jam

setiap hari. Lampu biru memecah bilirubin menjadi bentuk yang bisa diproses.

Jika setelah dilakukan terapi sinar tetapi keadaan bilirubin si bayi tetap tinggi,

maka diberi transfusi tukar darah jika kadar bilirubinnya sudah mencapai 20 mg/dl

pada hari kedua setelah bayi menguning, atau 25 mg/dl pada hari ketiga setelah

kuning. Tukar darah dilakukan agar darah yang teracuni dapat dibuang dan

diganti dengan darah lain sebelum racun di dalam darah menimbulkan

kerusakan pada sel saraf otak. Prosesnya tukar darah dilakukan secara bertahap, dan

bila sekali tukar darah sudah dapat menurunkan kadar bilirubinnya maka transfusi bisa

dihentikan. Tetapi bila masih tinggi maka proses transfusi perlu dilanjutkan.

Page 13: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Panduan untuk transfusi pertukaran meliputi:

Penyakit hemolitik pada bayi yang baru lahir (penyakit Rh)

Infeksi yang mengancam hidup

gangguan parah pada kimia tubuh

pengaruh obat-obatan

Polisitemia

Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar

1. Darah yang digunakan golongan O.

2. Gunakan darah baru. Kerjasama dengan dokter kandungan dan Bank Darah

adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi

tukar.

3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus

golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan

setelah kelahiran, dilakukan juga crossmatched terhadap bayi.

4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau

rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan

bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya

menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan

bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.

5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi

antigen tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.

Page 14: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched

terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.

7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) ----

160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%.

Teknik Transfusi Tukar

a. SIMPLE DOUBLE VOLUME. Push-Pull tehnique : jarum infus dipasang

melalui kateter vena umbilikalis/ vena saphena magna. Darah dikeluarkan dan

dimasukkan bergantian.

b. ISOVOLUMETRIC. Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui

arteri umbilikalis dan dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah yang

sama.

c. PARTIAL EXCHANGE TRANFUSION. Tranfusi tukar sebagian, dilakukan

biasanya pada bayi dengan polisitemia.

Di Indonesia, untuk kedaruratan, transfusi tukar pertama menggunakan

golongan darah O rhesus positif.

Tabel 2. Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum

UsiaBayi Cukup Bulan

SehatDengan Faktor Risiko

Hari mg/dL mg/dL

Hari ke-1 15 13

Hari ke-2 25 15

Hari ke-3 30 20

Hari ke-4 dan

seterusnya

30 20

Bila transfusi tukar memungkinkan untuk dilaksanakan di tempat atau bayi bisa

dirujuk secara cepat dan aman ke fasilitas lain, dan kadar bilirubin bayi telah

mencapai kadar di atas, sertakan contoh darah ibu dan bayi.

Page 15: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Tabel 3. Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

Berat Badan

(g)

Kadar

Bilirubin (mg/dl)

<> 10 - 12

1000 – 1500 12 - 15

1500 – 2000 15 - 18

2000 – 2500 18 - 20

Pada penyakit hemolitik segera dilakukan transfusi tukar apabila ada

indikasi:

a. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL

b. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan

terapi sinar

c. Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 – 13

gr/dL

d. Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol

secara adekuat dengan terapi sinar.

Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:

Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis

Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia

Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin

Perforasi pembuluh darah

Komplikasi tranfusi tukar :

Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis

Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung

Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis

Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih

Page 16: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis nekrotikan

Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia

Keterkaitan dengan skenario :

Anak laki-laki Mrs. X memang membutuhkan transfusi tukar untuk memperbaiki

kondisinya (memperbaiki anemia dan mencegah hemolisis lebih lanjut) karena salah satu

alasan seorang bayi memerlukan transfusi tukar adalah karena penyakit hemolitik setelah

lahir. Hal ini sesuai dengan kondisi bayi laki-laki Mrs. X yang menderita defisiensi

G6PD yang memunculkan anemia hemolitik.

IV.Obat

1. Hydralazine

Hydralazine adalah vasodilator perifer yang dipakai dalam bentuk garam

hidroklorida sebagai obat anti hipertensi. Hydralazine merelaksasi secara

langsung otot polos arterioral dengan mekanisme yang belum dapat dipastikan.

Salah satu kerjanya sama dengan kerja nitra organic dan natrium nitroprusid, yaitu

dengan melepaskan nitrogen oksida (NO) dan mengaktifkan guanilat siklase

dengan hasil aktif sefosforilisasi berbagai protein kontraktil dalam selotot polos.

Hydralazin diabsorpsi dengan baik dan dengan cepat di metabolisme dihati

selama first-pass, sehingga ketersediaan hayati hidralazin rendah (rata-rata 25%)

dan bervariasi diantara penderita.

Hydralazine dapat menyebabkan retensi natrium dan air bila tidak diberikan

bersama diuretic, sakit kepala, takikardia, iskemia miokard pada penderita PJK

(biladiberikan bersama β bloker bdan diuretic), meningkatkan kecepatan ejeksi

ventrikel kiri (kontraindikasi pada penderita aneurisma aorta discending),

gangguan saluran cerna, kulit, bahkan dapat menyebakan sindrom lupus.

Page 17: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Dosis biasanya berkisar dari 40-200 mg/hari. Dosis yang lebih tinggi dipilih

dimana terdapat kemungkinan kecil perkembangan sindrom lupus erithematosus .

Walaupun dosis ini memberikan vasodilatasi yang kuat dan diberikan bila

diperlukan. Pemberian dosis 2 atau 3 kali sehari menghasilkan kontrol tekanan

yang baik.

2. Aspilat

Aspilat dan aspirin mempunyai bahan aktif yang sama yaitu acetol atau asam

asetil-salisilat yang merupakan obat bersifat oksidan. Yang membedakan

keduanya yakni dosis. Aspirin 500 mg, sedangkan aspilat 100mg. Asam asetil-

salisilat adalah penghambat kerja dari enzim siklo-oksigenase. Dalam platelet

darah, penghabatan enzim tersebut mencegah terbentuknya tromboksan A2, yakni

senyawa yang berfungsi sebagai vasokonstriktor yang menyebabkan penimbunan

platelet dan kemungkinan besar menyebabkan pembekuan darah. Indikasinya

sebagai pengobatan dan pencegahan proses pembekuan dalam pembuluh darah

(agregasi platelet) seperti pada infark miokard akut dan paska stroke.

Efek sampingnya, iritasi lambung, mual, muntah. Pemakaian jangka panjang

dapt menyebabkan pendarahan lambung, tukak lambung.

Dosisnya, Setiap tablet mengandung 80 mg. 1-2 tablet/hari.

3. Simvastatin

Simvastatin adalah senyawa antilipermic derivat asam mevinat yang

mempunyai mekanisme kerja menghambat 3-hidroksi-3-metil-glutaril-koenzim A

Page 18: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

(HMG-CoA) reduktase yang mempunyai fungsi sebagai katalis dalam

pembentukan kolesterol.

HMG-CoA reduktase bertanggung jawab terhadap perubahan HMG-CoA

menjadi asam mevalonat. Penghambatan terhadap HMG- CoA reduktase

menyebabkan penurunan sintesa kolesterol dan meningkatkan jumlah reseptor

Low density Lipoprotein (LDL) yang terdapat dalam membran sel hati dan

jaringan ekstrahepatik sehingga menyebabkan banyak LDL yang hilang dalam

plasma. Simvastatin cenderung mengurangi jumlah trigliserida dan meningkatkan

High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol.

Simvastatin dapat menurukan kadar kolesterol total dan LDL pada penderita

hiperkolesterolemia primer, serta meningkatkan kadar HDL.

Penderita harus melakukan diet pengurangan kolesterol baku sebelum dan

selama memulai pengobatan dengan simvastatin. Dosis awal 10 mg/hari pada

malam hari. Pada pasien dengan hiperkolesterolemia ringan sampai sedang 5

mg/hari. Pengaturan dosis dilakukan dengan interval tidak kurang dari 4 minggu

sampai maksimal 40 mg/hari.

Efek sampingnya Sakit kepala, konstipasi, nausea, flatulen, diare, dispepsia,

sakit perut, fatigue, nyeri dada dan angina. Astenia, miopathy, ruam kulit,

rhabdomyolisis, hepatitis, angioneurotik edema terisolasi.

Keterkaitan dengan scenario :

Page 19: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Dokter memberikan obat tersebut kepada Mrs. X karena kolestrolnya tinggi yang

dapat berakibat pada arterosklerosis. Hydaralazine berguna sebagai vasodilator pembuluh

darah sehingga tidak tersumbat akibat hipertensi. Aspilet digunakan sebagai antiplatelet

yang berfungsi mencegah terbentuknya thrombus pada pembuluh darah yang diakibatkan

oleh kolesterol yang tinggi. Simvastatin juga berfungsi untuk menurunkan kadar

kolesterol yang buruk. Aspilet yang bersifat oksidan dapat memicu munculnya

manifestasi berupa anemia hemolitik pada defisiensi G6PD.

V. Interpretasi Hasil Laboratorium

Hal yang Diuji Nilai Normal Hasil Keterangan

HemoglobinPerempuan:

12-16 g/dl7 g/dl

Anemia (bermacam tipe)

Perdarahan

Defisiensi eritopoietin

Lead poisoning

Malnutrisi

Defisiensi nutrisi besi, folat, vitamin

B12, vitamin B6

Overhydration

Destruksi eritrosit

Total Cholesterol200–239 mg/dl

315 mg/dl

Biliary cirrhosis

Hiperlipidemia

Diet tinggi-lemak

Hipotiroidisme

Sindrom nefrotik

Diabetes tak terkontrol

Fasting Blood

Sugar70–115 mg/dl 120 mg/dl

Diabetes mellitus

Infark miokardiak

Aterosklerosis

Hiperkolesterolemia

Hiperlipidemia

Total Bilirubin Dewasa: 3,5 mg/dl Crigler-Najjar syndrome

Page 20: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

0,3-1,9 mg/dl

Bayi:

11-12 mg/dl

15 dan 20

mg/dl

Erythroblastosis fetalis

Gilbert's disease

Healing of a large hematoma

(bruise or bleeding under the skin)

Hemolytic anemia

Hemolytic disease of the newborn

Hepatitis

Physiological jaundice (normal in

newborns)

Sickle cell anemia

Transfusion reaction

Pernicious anemia

Indirect Bilirubin 0,2-0,7 mg/dl 3 mg/dl

Direct Bilirubin 0,1-0.4 mg/dl 5 mg/dl

Jika terjadi peningkatan maka:

Bile duct obstruction

Cirrhosis

Dubin-Johnson syndrome (very

rare)

Hepatitis

Intrahepatic cholestasis (buildup of

bile in the liver) due to any cause

Urine

Urobilinogen< 2 mg/dl 10 mg/dl

Urobilinogen meninggi dijumpai pada :

destruksi hemoglobin berlebihan

(ikterik hemolitika atau anemia

hemolitik oleh sebab apapun)

kerusakan parenkim hepar (toksik

hepar

hepatitis infeksiosa

sirosis hepar(keganasan hepar)

penyakit jantung dengan bendungan

kronik

obstruksi usus

mononukleosis infeksiosa

anemia sel sabit.

Page 21: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Berdasarkan hasil uji laboratorium, didapatkan hasil :

1. Hemoglobin Mrs. X rendah mencirikan adanya anemia yang kemungkinan

disebabkan destruksi eritrosit.

2. Total kolesterol Mrs. X tinggi ditambahkan dengan hipertensi yang tinggi

mencirikan adanya kesempatan bagi Mrs. X untuk yang nantinya dapat menjadi

penderita PJK.Oleh karena itu diberikan obat simvastatin untuk mereduksi

3. Fasting Blood Sugar Mrs. rendah. Hal ini dapat menandakan akan adanya diabetes

mellitus, atau aterosklerosis. Menurut kadar kolesterol total dan LDL pada

penderita hiperkolesterolemia primer, serta meningkatkan kadar HDL.

4. Total Bilirubin keduanya (Mrs. X dan anak laki-lakinya) lebih tinggi dari pada nilai

normal mencirikan adanya anemia hemolitik.

5. Urin urobilinogen lebih tinggi dibandingkan nilai normal yang mencirikan

destruksi hemoglobin berlebihan atau anemia hemolitik dengan sebab apapun.

1. Hemofilia

Hemofilia adalah penyakit yang diturunkan secara X-linked recessive dan

bersifat herediter dimana terjadi kelainan darah yang disebabkan kelainan

Page 22: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

koagulasi (pembekuan darah) karena defisiensi atau tidak adanya faktor

pembekuan plasma sehingga darah sukar membeku.

Klasifikasi

Klasifikasi Hemofilia berdasarkan penyebabnya, yaitu:

a. Hemofilia A atau hemofilia klasik (80%), yang ditemukan adanya

defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor antihemofilia VIII.

b. Hemofilia B atau penyakit Christmas (20%), yang ditemukan adanya

defisiensi atau tidak adanya aktivitas faktor IX.

Sedangkan klasifikasi hemofilia berdasarkan kadar faktor pembekuan di

dalam tubuh, yaitu:

a. Berat, dengan kadar aktivitas faktor kurang dari 1%.

b. Sedang, dengan kadar aktivitas faktor di antara 1-5%.

c. Ringan, dengan kadar aktivitas faktor 5% atau lebih.

Etiologi

Etiologi hemofilia dibedakan berdasarkan jenis hemofilia. Hemofilia A

disebabkan oleh mutasi gen faktor VIII/ invers gen 28q kromosom X dan

hemofilia B disebabkan oleh mutasi gen faktor IX pada gen 27 kromosom X.

Patofisiologi

Patofisiologi hemofilia dimulai dari mutasi gen faktor VIII atau gen faktor

IX pada kromosom X. Mutasi menyebabkan terjadi defisiensi atau tidak adanya

faktor pembekuan plasma dalam tubuh seseorang, akibatnya ketika penderita

Page 23: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

mengalami luka, proses pembekuan darah tidak dapat berlangsung secara normal

dan sempurna yang menyebabkan keadaan darah yang sukar membeku.

Gejala

Gejala hemofilia antara lain,:

a. bercak merah di kulit, disebabkan adanya perdarahan di bawah kulit.

Permukaan kulit yang tipis membuat titik-titik darah dari perdarahan

tersebut tampak sebagai bercak-bercak berwarna merah di kulit.

b. Hematuria, urine mengandung darah.

c. bengkak pada persendian, disebabkan adanya akumulasi perdarahan

pada bagian sendi yang timbul karena adanya trauma pada daerah

tersebut.

d. Memar, disebabkan adanya kelainan perdarahan di bawah kulit. Darah

yang terus keluar dari pembuluh darah yang terluka berkumpul pada

jaringan subkutan, tidak mengalir, dan kekurangan oksigen sehingga

berwarna biru.

e. perdarahan pada gigi, mulut dan jaringan lunak

f. perdarahan tidak berhenti setelah ½ jam

g. pada keadaan tertentu terdapat perdarahan intracranial.

Diagnosis

Diagnosis hemofilia meliputi 3 tahap, yaitu:

Page 24: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

a. Anamnesis, ditanyakan daftar riwayat kesehatan keluarga yang

berkaitan dengan hemofilia, riwayat kehamilan dan riwayat kematian

neonatal dini.

b. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan CT (masa pembekuan yang

memanjang), masa protrombin yang normal dan masa tromboplastin

yang memanjang (APTT), masa pembekuan troboplastin abnormal,

perdarahan yang sukar berhenti (hemarthrosis) dan pemeriksaan

subkutan/intramiucular untuk mengetahui adanya hematom.

c. Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan kadar faktor pembekuan yaitu

faktor VIII dan faktor IX, diagnosis molekuler dengan memeriksa

petanda gen hemofilia pada kromosom yang dapat juga digunakan

untuk pemeriksaan prenatal, pemeriksaan intracranial karena penyebab

utama kematian, analisis gen dengan DNA probe yaitu dengan mencari

lokus poliformik pada kromosom X.

Pola Penurunan Hemofilia

Pola penurunan hemofilia ini memperlihatkan keadaan jika seorang laki-

laki hemofilia memiliki seorang anak dari seorang wanita normal. Kemungkinan

Pria Hemofilia x Wanita normal (XhY) (XX)

Anak laki-laki normal Anak perempuan carrier(XY) (XXh)

Page 25: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

yang terjadi, semua anak perempuan akan menjadi carrier hemofilia karena

membawa sifat hemofilia dari ayah(Xh) dan semua anak laki-laki tidak akan

terkena hemofilia karena mendapat kromosom Y dari ayah dan X dari ibu.

atau

Pola penurunan hemofilia ini memperlihatkan keadaan jika seorang laki-

laki normal memiliki seorang anak dari seorang wanita carrier. Kemungkinan

yang terjadi, 25% anak perempuan akan menjadi carrier jika mendapat

kromosom Xh dari ibu dan 25% anak perempuan akan normal karena mendapat

kromosom X dari ibu dan ayah. Pada anak laki-laki, 25% anak laki-laki akan

hemofilia karena membawa sifat hemofilia dari ibu (Xh) dan 25% anak laki-laki

akan normal karena mendapat kromosom Y dari ayah dan X dari ibu.

Pada kondisi tertentu sebanyak 30% seorang anak hemofilia akan lahir

dari pada sebuah keluarga tanpa adanya garis keturunan hemofilia. Hal ini

disebabkan adanya mutasi gen baru saat terjadinya pembuahan pada sang ibu.

Selain adanya mutasi sel telur ibu, dapat pula disebabkan oleh perubahan

struktur sel sperma ayah.

Pria normal x Wanita carrier (XY) (XXh)

Anak Anak Anak Anak laki-laki laki-laki perempuan perempuannormal hemofilia normal carrier(XY) (XhY) (XX) (XXh)

Page 26: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Diagnosis Banding

Diagnosis banding terdekat antara hemofilia A dan hemofilia B adalah

penyakit von Willebrand. Penyakit von Willebrand adalah penyakit darah

menurun akibat jumlah atau fungsi faktor von Willebrand (vWF) yang

abnormal. Fungsi utama dari faktor von Willebrand adalah sebagai perekat

antara platelet dan pembuluh darah yang luka. Selain itu vWF juga berfungsi

sebagai pembawa faktor VIII dan pencegah terjadinya proteolisis pada faktor

VIII. Apabila tidak terdapat vWF, maka hanya 10% faktor VIII yang tersisa.

Perbandingan Hemofilia A, Hemofilia B dan Penyakit von Willebrand.

Perbandingan Hemofilia A Hemofilia B Penyakit von

Willebrand

Pewarisan X-linked X-linked Autosomal dominan

Defisiensi faktor VIII IX FvW dan VIII : AHF

Lokasi utama Otot, sendi Otot, sendi Mokokutaneus,

perdarahan pasca

trauma

Hitung trombosit Normal Normal Normal

Waktu perdarahan Normal Normal Memanjang

PT Normal Normal Normal

APTT Memanjang Memanjang Memanjang

Faktor VIII : C Rendah Normal Rendah

FvW Normal Normal Rendah

Faktor IX Normal Rendah Normal

Tes Ristosetin Normal Normal Negatif

Page 27: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Pengobatan, Prognosis dan Komplikasi

Pengobatan hemofilia dilakukan dengan memberikan rekombinan faktor

VIII dan faktor IX, transfusi plasma beku segar dan pemberian obat (DDAVP)

secara intravena. Prognosis hemofilia, dengan memberikan rekombinan maka

pasien akan dapat hidup sampai berumur 11 tahun. Komplikasi hemofilia adalah

hemartrosis (perdarahan sendi) pada jaringan lunak, otot dan sendi, hematoma

subkutan, epitaksis, hematuria, dan shock hipovolemik.

Hubungan dengan Skenario :

Berdasarkan gejala-gejala yang dialami oleh Rizky, ia dapat didiagnosis

menderita kelainan koagulasi. Rizky berulang kali mengalami memar, bengkak-

bengkak pada pergelangan tangan dan bercak-bercak merah dikarenakan

benturan ringan. Terakhir ia jatuh dan darah tidak berhenti setelah keesokan

harinya. Gejala-gejala ini menandakan adanya kelainan darah yang disebabkan

kelainan koagulasi pada tubuh Rizky. Dugaan bahwa Rizky menderita hemofilia

sebagai penyakit keturunan, diperkuat dengan kondisi pamannya yang

meninggal dalam usia sangat muda (4 tahun) yang dikarenakan darah yang tidak

berhenti. Hal ini menandakan hanya anak laki-laki dari keluarga Mariana yang

terkena kelainan koagulasi. Ini berarti bahwa penyakit ini diturunkan secara X–

linked(anak perempuan menjadi carrier dan anak laki-laki terkena penyakit) dan

bukan autosomal dominan pada penyakit von Willebrand (anak laki-laki dan

perempuan bisa menderita penyakit).

Page 28: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

2. Darah

Struktur dan fungsi darah

Fungsi darah antara lain adalah :

a. Transportasi, seperti gas (O2 dan CO2), produk sisa metabolisme,

hormon, enzim, nutrien, protein plasma (berhubungan dengan antibodi

dan hemostasis), dan sel-sel darah.

b. Menjaga suhu tubuh

c. Mengontrol pH antara 6,8 sampai 7,4 agar tidak merusak sel.

d. Menghilangkan racun dari tubuh

e. Regulasi cairan elektrolit tubuh.

Darah tersusun atas plasma (55%) dan sel darah (45%) yang terdiri atas 99%

eritrosit, dan 1% leukosit dan trombosit.

Komponen Struktur FungsiPlasma Terdiri atas 90-92 air,

berwarna kekuning-kuningan, terdiri atas :- Zat larutan termasuk

elektrolit- Protein plasma darah

(albumin, globulin, fibrinogen)

- Hormon

- Medium tempat sel darah bertransportasi ke seluruh tubuh

- Menjaga suhu tubuh optimum

- Mengontrol pH darah dan jaringan tubuh

- Menjaga keseimbangan ideal elektrolit di darah dan jaringan tubuh

Eritrosit - Eritrosit muda masih memiliki nukleus tetapi eritrosit matang tidak memiliki nukleus lagi.

- Mengandung hemoglobin yang dapat bergabung dengan oksigen membentuk oksihemoglobin

- Eritrosit dipecah oleh limpa menjadi bilinubin,

Membawa oksigen

Page 29: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

biliviridin dan zat besi. Zat besi ditransportasikan oleh darah menuju hati untuk pembentukan eritrosit kembali dan dua komponen lain membentuk empedu.

- Daur hidup 120 hari- Terdapat 4,5-5,8 juta

eritrosit/mikroliter darah sehat.

Leukosit Dibentuk di red bone marrow, jaringan limfatik, limpa, nodus limfa dan timus.Ada beberapa tipe:- Granular seperti, neutrofil,

eosinofil, dan basofil- Agranular seperti, monosit

dan limfosit.

Bagian utama dari sistem imun

Trombosit Trombosit adalah keping darah yang berbentuk piringan, dibentuk di sumsum tulang, berdiameter 2-4 mikrometer, mempunyai banyak granula tetapi tidak mempunyai nukleus, daur hidup 5-9 hari dan terdapat sekitar 150.000-400.000 trombosit/mikroliter darah

Untuk memfasilitasi pembekuan darah yang bertujuan untuk mencegah kehilangan cairan tubuh.

Klasifikasi golongan darah

Tipe darah adalah klasifikasi darah berdasarkanada tidaknya zat antigen

yang diturunkan pada permukaan sel darah merah. Antigen ini dapat berupa

protein, karbohidrat glikoprotein atau glikolipid, tergantung pada sistem

golongan darah.

Ada 2 jenis klasifikasi golongan darah yang penting dalam transfusi darah

manusia:

a. Sistem Klasifikasi ABO

Page 30: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Dua antigen, tipe A dan B, terdapat pada permukaan sel darah pada

sejumlah besar manusia. Antigen ini juga disebut aglutinogen karena

seringkali menyebabkan aglutinasi sel darah.

Fenotif Genotif Aglutinogen Aglutinin

A IAIA atau IAIO A Anti-B

B IBIB atau IBIO B Anti-A

AB IAIB A danB -

O IOIO - Anti A dan Anti-B

b. Sistem Klasifikasi Rhesus

Terdapat enam tipe antigen Rh yang umum, setiap tipe disebut faktor

Rh. Tipe- tipe ini ditandai dengan C, D, E, c, d, dan e. Orang yang

memiliki antigen C, tidak memiliki antigen c, begitu pula sebaliknya.

Sedangkan tipe antigen D lebih antigenik dari yang lainnya dan lebih

sering dijumpai. Orang yang memiliki antigen D berarti Rh positif dan

yang tidak memilikinya disebut Rh negatif.

Hubungan dengan skenario :

Berdasarkan golongan darah yang dimiliki oleh Sudiro (AB), Mariana (O),

Rizky (A) dan Taufik (A) maka kemungkinan penurunan golongan darah Rizky

adalah sebagai berikut :

Sudiro x MarianaIAIB IOIO

IAIO IBIO

Rizky

Page 31: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Jika Taufik bergolongan darah A homozigot.

Jika Taufik bergolongan darah A heterozigot.

Dari kemungkinan-kemungkinan ini, maka penentuan ayah kandung

Rizky belum bisa tepat, karena baik Sudiro maupun Taufik memiliki peluang

untuk menjadi ayah kandung Rizky. Untuk lebih akurat, maka sebaiknya

dilakukan tes DNA.

Taufik x MarianaIAIA IOIO

IAIO Rizky

Taufik x MarianaIAIO IOIO

IAIO IOIO

Rizky

Page 32: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Mekanisme pembekuan darah (koagulasi)

Perdarahan

adalah keluarnya

darah dari salurannya

yang normal

(arteri, vena atau

kapiler) ke dalam

ruangan

ekstravaskulus oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah.

Mekanisme pembekuan darah secara umum adalah:

a. Sebagai respon atas rupturnya pembuluh darah atau rusaknya sel darah

itu sendiri, rangkaian reaksi kimiawi yang kompleks terjadi dalam

darah yang melibatkan lebih dari selusin faktor pembekuan darah, hasil

akhirnya adalah terbentuk suatu kompleks substansi teraktivasi yang

secara kolektif disebut aktivator protrombin.

b. Aktivator protrombin mengatalisis perubahan protrombin menjadi

trombin.

c. Trombin bekerja sebagai enzim untuk mengubah fibrinogen menjadi

benang fibrin yang merangkai trombosit, sel darah dan plasma untuk

membentuk bekuan.

Pembekuan darah dalam jalur ekstrinsik dan jalur intrisik ini melibatkan berbagai

faktor pembekuan, antara lain:

Page 33: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Faktor SinonimI Fibrinogen:prekursor fibrin(protein terpolimerasi)II Protrombin:prekursor enzim proteolitik trombin dan mungkin

akselator lain pada konversi protrombin III Tromboplastin,aktivatr lipoprotein jaringan pada protrombinIV Kalsium:diperlukan untuk aktidfasi protrombin dan

pembekuan fibrinV Akselerator plasma globulin:suatu faktor plasma yang

mempercepat konversi protrombin menjadi trombinVII Akselerator konversi protrombin serum:suatu faktor serum

yang mempercepat konversi protrombin VIII Globulin antihemolitik serum:suatu faktor plasma yang

berkaiatan dengan faktor III trombosit dan faktor christmas (IX);mengaktivasi protrombin

IX Faktor chriastmas:faktor serum yang berkaitan dengan faktor trombosit III dan VIII AHG:mengaktifasi protrombin

X Faktor stuart-power;suatu faktor plasma dan serum,akselrator konversi protrombin

XI Pendahulu tromboplastin plasma(PTA):suatu faktor plasma yang diaktivasi oleh faktor XII akselerator pembentukan trombin

XII Faktor hageman:suatu faktor plasma;mengaktivasi PTAXIII Faktor penstabil fibrin:faktor plasma:menghasilkan bekuan

fibrin yang lebih kuat yang tidak larut dalam ureaFaktor fletcher(prakalikrein):faktor pengaktivasi –kontakFaktor fitzgerald(kininogen berat molekul tinggi):faktor pengaktifasi kontakTrombosit

Aktifator protrombin dapat dibentuk melalui dua cara yaitu jalur ekstrinsik

(dimulai dari trauma pada dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya) dan

jalur intrinsik (berawal di dalam darah sendiri).

a. Jalur ekstrinsik

Page 34: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Dimulai dari trauma dinding pembuluh darah atau jaringan

ekstravaskular sehingga kontak dengan darah, menimbulkan langkah-

langkah berikut.

1) Pelepasan faktor jaringan/ tromboplastin jaringan yang terdiri

dari fosfolipid ditambah kompleks lipoprotein sebagai enzim

proteolitik.

2) Aktivasi Faktor X-peranan faktor jaringan dan Faktor VIII,

kompleks lipoprotein dari faktor jaringan bersatu dengan

Faktor VII ditambah dengan ion Ca, faktor ini bekerja sebagai

enzim terhadap faktor X untuk membentuk faktor X

teraktivasi.

3) Efek dari Faktor X yang teraktivasi (Xa) dalam membentuk

aktivator protrombin-peranan faktor V. Faktor X teraktivasi

akan berikatan dengn fosfolipid jaringan dari faktor jaringan

atau dengan fosfolipid tambahan dari trombosit, juga dengan

faktor V untuk membentuk senyawa aktivator protrombin,

dengan adanya ion Ca, ia memecah protrombin menjadi

trombin.

b. Jalur intrinsik

1) Pengaktifan Faktor XII dan pelepasan fosfolipid trombosit

oleh darah yang terkena trauma

2) Pengaktifan Faktor XI oleh Faktor XII yang teraktivasi.

Page 35: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

3) Pengaktifan Faktor IX oleh Faktor XI yang teraktivasi.

4) Pengaktifan Faktor X-peranan faktor VIII

5) Kerja Faktor X teraktivasi dalam pembentukan aktivator

protrombin-peranan faktor V.

3. Hukum Mendel

Menurut Mendel, prinsip-prinsip penurunan genetik adalah:

a. Hukum Segregasi (Law of Segregation)

Masing-masing dari dua faktor yang diturunkan (alel) oleh orang tua

akan memisah dan menjadi gamet yang terpisah, dari diploid menjadi

haploid selama proses meiosis.

b. Hukum Penggabungan Bebas (Law of Independent Assortment)

Selama proses pembentukan gamet, alel-alel berbeda yang telah

bersegregasi dengan bebas akan bergabung secara bebas membentuk

genotif dengan kombinasi-kombinasi alel yang berbeda.

Tahap-tahap pembelahan sel meiotik

Terdiri dari dua proses yaitu meiosis 1, pemisahan kromosom homolog

dan meiosis II, pemisahan kromatid saudara.

a. Meiosis I

Terdiri dari 5 tahapan yaitu :

Page 36: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

1) Interfase I, setiap kromosom bereplikasi, setiap kromosom

hasilnya adalah dua kromatid saudara yang identik dan melekat

pada sentomernya.

2) Profase I, lebih komplek dibandingkan dengan cara mitosis.

Kromosom mulai memadat. Dalam proses sinaps, kromosom

homolog muncul secara bersamaan sebagai suatu pasangan.

Kromatid kromosom homolog saling silang menyilang membantu

kromosom tetap terikat dinamakan kiasmata. Sementara itu

komponen seluler mempersiapkan pembelahan nukleus dengan

cara mirip pada mitosis., sentrosom bergerak menjauh dan

gelendong mikrotubula terbentuk, selubung nukleus dan nukleoli

menyebar. Akhirnya gelendong mikrotubula menangkap

kinetokor yang terbentuk pada kromosom dan kromosom mulai

bergerak ke pelat metafase.

3) Metafase I, kromosom tersusun pada pelat metafase, masih dalam

pasanagn homolog.

4) Anafase I, alat gelendong menggerakkan kromosom ke arah

kutub, tetapi kromatid saudara tetap pada sentromernya dan

bergerak bersama menuju kutub yang sama. Kromosom homolog

bergerak ke arah kutub yang berlawanan.

Meiosis II

1) Telofase I dan Sitokinesis

Page 37: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Aparatus gelendong terus memisahkan pasangan kromosom

sampai mencapai kutub sel. Kini tiap kutub memiliki satu set

kromosom haploid tetapi setiap kromosom tetap memiliki

kromatid saudara. dengan 2 kromatid Sitokinesis terjadi secara

simultan dengan telofase I, membentuk dua sel anak.

2) Profase II

Aparatus gelendong terbentuk dan kromosom berkembang ke arah

pelat metafase II.

3) Metafase II

Kromosom ditempatkan pada pelat metafase dengan kinetokor

kromatid saudara dari masing-masing kromosom menunjuk ke

arah-arah yang berlawanan.

4) Anafase II

Sentromer kromatid saudara akhirnya berpisah dan kromatid

saudara dari masing-masing pasangan, kini merupakan kromosom

individual.

5) Telofase II dan sitokinesis

Nuklei terbentuk pada kutub sel yang berlawanan dan sitokinesis

terjadi. Pada akhirnya, terdapat 4 sel anak, masing-masing dengan

jumlah haploid dari kromosom yang tidak direplikasi.

Penyakit keturunan adalah kelainan herediter dalam kromosom atau gen

dari salah satu atau kedua orang tua.

Page 38: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Jenis penyakit keturunan adalah :

a. Kelainan autosom, kelainan yang disebabkan oleh ekspresi dari

beberapa gen dalam kromosom somatik.

1) Kelainan autosom dominan, alel dominan akan menentukan

kelainan jika alel dominan homozigot ataupun heterozigot.

Contoh :

Achondroplasia (D), kerdil

Polydactyly (P), jari lebih

Brachidactyly (B), jari pendek

Piebald Spotting, bercak melanin

Thalasemia, kelainan darah, mayor-minor, normal

Katarak (K), selaput putih di kornea

Retinal Aplasia (Ra), buta

2) Kelainan autosom resesif, alel resesif akan menentukan kelainan

jika alel resesif homozigot.

Contoh :

Albinisme (aa), terkait dengan produksi melanin yang

sangat sedikit atau tidak ada sama sekali sehingga penderita

memiliki rambut yang putih dan kulit pucat.

PKU (Phenylkhetonuria) (pp), kelainan yang disebabkan

mutasi gen yang mengkode phenyl alanin hidroksilase yang

mengkonversi asam amino menjadi tirosin. Penderita

Page 39: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

biasanya mengalami mental retardasi dan kekurangan

pigmen kulit dan rambut.

Anemia Sel Sabit, sel darah merah berbentuk sel sabit

sehingga hemoglobin tidak sempurna mengangkut oksigen

yang mengakibatkan penurunan suplai oksigen ke organ2

vital dalam tubuh.

b. Kelainan genosom, kelainan yang disebabkan ekspresi beberapa gen

pada kromosom sex.

1) Kelainan genosom X-linked, kelainan yang tertaut pada kromosom

X

a) Dominan, alel dominan yang menentukan timbulnya

kelainan jika dalam bentuk homozigot ataupun heterozigot.

Contoh : penyakit cry-du-cat

b) Resesif, alel resesif yang menentukan timbulnya kelainan

jika dalam bentuk homozigot.

Contoh : buta warna, muscular distrophy, dan

hemofilia

2) Kelainan genosom Y-linked, kelainan yang tertaut pada kromosom

Y

Contoh : telinga berambut.

4. Pemeriksaan DNA

Page 40: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Tes Maternitas adalah tes DNA untuk menentukan apakah seorang wanita

adalah ibu biologis dari seorang anak. Tes ini membandingkan pola DNA anak

dengan terduga ibu untuk menentukan kecocokan DNA anak yang diwariskan

dari terduga ibu. Identifikasi DNA dilakukan dengan membandingkan DNA

mitokondria ibu dengan anak. Karena DNA mitokondria hanya diwariskan

secara maternal pada anaknya, bila polanya sama maka keduanya memiliki garis

maternal yang sama. Jika tidak sama maka 100% bukan berasal dari satu garis

keturunan ibu.

Tes paternitas adalah tes DNA untuk menentukan apakah seorang pria

adalah ayah biologis dari seorang anak. Tes paternitas membandingkan pola

DNA anak dengan terduga ayah untuk memeriksa bukti pewarisan DNA yang

menunjukan kepastian adanya hubungan biologis. Tes ini dilakukan dengan

menggunakan marka STR (Short Tandem Repeat) yaitu lokus DNA yang

tersusun atas pengulangan 2-6 basa. DNA diambil dari kromosom somatik.

Dalam inti sel, terdapat area yang disebut STR (Short Tandem Repeat) yang

tidak mengkode untuk melakukan sesuatu tetapi memiliki sifat yang unik karena

berbeda pada setiap orang.

Seseorang dapat dikatakan memiliki hubungan darah jika terdapat 16

pasang STR yang sama dengan keluarganya. Bagian tubuh yang dapat diambil

untuk melakukan tes ini adalah rambut, air liur, sperma, cairan vagina, darah dan

jaringan tubuh lainnya.

Hubungan dengan skenario :

Page 41: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

Untuk menentukan kepastian ayah kandung Rizky, maka sebaiknya

menggunakan tes DNA jenis tes paternitas. Melalui tes ini, dapat dilihat

hubungn Ryzky dengan Sudiro atau Taufik. Hasilnya sangat bagus.

5. Konsultasi Genetik

Konsultasi Genetik adalah memberikan nasehat atau konsultasi genetis

kepada seorang pasien atau keluarganya, berdasarkan hasil observasi atau

pemeriksaan silsilah keluarganya (pedigree), laboratoris dan klinis.

Tujuan :

a. Agar sesorang yang akan menikah mendapatkan keturunan yang

diharapkan tidak cacat atau memiliki penyakit keturunan.

b. Jika sudah terlanjur memiliki anak cacat atau penyakit keturunan,

dinasehatkan untuk bersiap-siap menghadapi kemungkinan itu lagi

atau dilarang untuk punya anak lagi.

c. Mencegah atau mengobati suatu penyakit keturunan yang diterima dari

leluhur.

d. Terhadap janin atau bayi yang baru lahir kemudian diperiksa mengidap

cacat bawaan atau penyakit keturunan, memberikan nasehat bagaimana

cara menghadapi kelahirannya atau mengasuhnya kelak.

e. Mencari jalan keluar perselisihan keluarga atau warisan yang

berhubungan denagn sifat genetis.

f. Penderita Hemofilia mendapat jaminan untuk mendapatkan perawatan.

Penderita harus tergabung dalam anggota dokter keluarga. Jika

Page 42: Anemia, defisiensi G6PD, hemofilia

penderita berasal dari keluarga kurang mampu maka sebaiknya

mengambil Askeskin dan jika penderita berasal dari keluarga mampu

maka sebaiknya mengambil Askes komersil. Hal ini dimaksudkan agar

penderita selalu terjamin dalam masa perawatannya karena perawatan

untuk penderita Hemofilia relatif mahal dan terbatas.

Hubungan dengan skenario :

Rizky terlahir dalam keadaan mengidap penyakit hemofilia. Oleh karena

itu, orang tua harus berkomitmen untuk menjaga dan merawatnya. Demikian

juga dalam hal pengobatan, Rizky harus didukung penuh dalam masa

perawatannya.