Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

21
Defisiensi G6PD F1 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510 Pendahuluan Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan enzim pengkatalisis reaksi per tama jalur pentosa fosfat dan memberikan efek reduksi pada semua sel dalam bentuk NADPH (bentuk tereduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Senyawa NADPH memungkinkan sel-sel bertahan dari stress oksidatif yang dapat dipicu oleh beberapa bahan oksidan dan menyediakan glutathione dalam bentuk tereduksi. Penyakit ini merupakan penyakit enzimopati yang paling sering terjadi.Defisiensi G6PD merupakan kelainan X-linked dan memiliki polimorfisme yang tinggi dengan 300 variasi. 1 Anamnesis Identitas pasien Keluhan utama, apa saja yang dialami pasien. Keluhan tambahan: 1. Apakah terdapat ikterus (kuning) pada kulit dan sklera. 2. Apakah warna kencingnya coklat gelap hingga kehitaman. 3. Apakah gatal-gatal pada kulit. 4. Apakah ada nyeri perut atau perut makin lama makin membesar (pikirkan sudah terjadinya splenomegali). 5. Apakah ada nyeri pinggang (pikirkan sudah terjadinya gagal ginjal akut). 6. Apakah mual muntah, menggigil, demam. 1

description

g6pd

Transcript of Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

Page 1: Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

Defisiensi G6PD

F1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan

Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan enzim pengkatalisis reaksi per tama

jalur pentosa fosfat dan memberikan efek reduksi pada semua sel dalam bentuk NADPH (bentuk

tereduksi nicotinamide adenine dinucleotide phosphate). Senyawa NADPH memungkinkan sel-

sel bertahan dari stress oksidatif yang dapat dipicu oleh beberapa bahan oksidan dan

menyediakan glutathione dalam bentuk tereduksi. Penyakit ini merupakan penyakit enzimopati

yang paling sering terjadi.Defisiensi G6PD merupakan kelainan X-linked dan memiliki

polimorfisme yang tinggi dengan 300 variasi.1

Anamnesis

Identitas pasien Keluhan utama, apa saja yang dialami pasien. Keluhan tambahan:

1. Apakah terdapat ikterus (kuning) pada kulit dan sklera.2. Apakah warna kencingnya coklat gelap hingga kehitaman.3. Apakah gatal-gatal pada kulit.4. Apakah ada nyeri perut atau perut makin lama makin membesar (pikirkan sudah

terjadinya splenomegali).5. Apakah ada nyeri pinggang (pikirkan sudah terjadinya gagal ginjal akut). 6. Apakah mual muntah, menggigil, demam. 7. Apakah bayi mengantuk, tonus otot, kejang dan perubahan karakter menangis?

Riwayat penyakit dahulu:1. Apakah dulu pernah menderita penyakit infeksi seperti malaria, TBC, atau yang

lainnya.2. Apakah menderita diabetes ketoasidosis (penyakit diabetes ketoasidosis dapat

memicu terjadinya krisis hemolitik akut).3. Selain lemas, pucat, dan pingsan saat mencium kamfer apakah mengalami hal

yang serupa pada keadaan tertentu, misalnya sehabis makan fava bean/ broad bean (fava bean juga memicu krisis hemolitik akut).

Riwayat penyakit keluarga:

1

Page 2: Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

1. Apakah ada anggota keluarga yang mengalami hal serupa.2. Apakah ibu minum obat penambah darah? (Jika ibu menderita anemia, biasanya

anak juga menderita anemiadiagnosis banding).

Riwayat pengobatan:1. Sudah pernah berobat sebelumnya dan minum obat apa.2. Apakah sebelumnya pernah berpergian ke daerah endemis malaria (Papua) dan

minum obat antimalaria.3. Dulu saat anak sakit pernah mendapat obat-obatan apa saja (golongan

sulfonamida, aspirin).

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik meliputi penilaian:

1. Pemeriksaan fisik yaitu keadaan umum, tingkat kesadaran (sadar, delirium, somnolen, sopor/

stupor, koma), tanda-tanda vital: nadi, tensi, suhu, frekuensi pernapasan. Pada penderita

defisiensi G6PD didapatkan pasien pucat, takikardi, frekuensi pernapasan menurun bahkan

bisa sampai sesak nafas.2

2. Pemeriksaan bagian abdomen untuk melihat apakah ada pembesaran limpa dan juga

pemeriksaan pada mata untuk melihat apakah sklera tampak kuning. Dan juga perhatikan

warna konjungtiva, kuku, bibir, mukosa mulut, dan lipatan telapak tangan yang pucat.

3. Level Bilirubin menurut Kramer

Kramer I: Daerah kepala (Bilirubin total ± 5 – 7 mg)

Kramer II: Daerah dada – pusat (Bilirubin total ± 7 – 10 mg)

Kramer III: Perut dibawah pusat - lutut (Bilirubin total ± 10 – 13 mg)

Kramer IV: Lengan sampai pergelangan tangan, tungkai bawah sampai pergelangan

kaki (Bilirubin total ± 13 – 17 mg%)

Kramer V: hingga telapak tangan dan telapak kaki (Bilirubin total >17 mg)

Pemeriksaan Penunjang

Anemia yang terjadi karena krisis hemolitik beragam dari moderat hingga sangat berat

dan biasanya normositik normokromik.Morfologi sel darah merah dari defisiensi G6PD normal

kecuali pada saat episode hemolitik.Perubahan morfologi selama episode hemolitik beragam

tergantung dari seberapa besar hemolisisnya. Pada beberapa pasien, perubahan tidak terlalu

tampak, namun pada individu lain yang dengan varian yang berat dapat terjadi anisocytosis,

2

Page 3: Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

poikilocytosis, spherocytosis dan schistocytosis. Bite cell dapat terlihat pada kasus jarang di

pasien yang mengalami hemolisis akibat obat, tapi bukan berarti tanda ini merupakan ciri khas

defisiensi G6PD. Heinz body tidak bisa dilihat dengan pewarnaan wright, namun harus

menggunakan pewarnaan supravital seperti crystal violet.Hitung retikulosit meningkat hingga

30% dari sel darah merah. Hemolisis intravaskluar yang terus menerus, level serum haptoglobin

menurun dan timbul hemoglobinemia dan hemoglobinuria. Bilirubin indirek juga meningkat.sel

darah putih meningkat dan hitung trombosit bervariasi.

Hitung asai aktivitas enzim G6PD dapat dilakukan untuk menetukan derajat defisiensi

dari G6PD, namun test screening biasanya lebih adekuat. Kedua test dinilai berdasarkan

pengurangan pyridine nukleotida yang teroksidasi. Pada kuatitatif assay, hemolisa darah pasien

dimasukkan ke dalam campuran reagen. Aktivitas enzim dihitung dengan melihat perubahan di

absorban di 340 nm. Prinsip screening test sama dengan test sebelumnya, kecuali daripada

menghitung absorban dari reduksi NADPH, tetapi dengan observasi visual dari flourensi

nukleotida yang tereduksi saat terktivasi dengan cahaya ultraviolet untuk mengevaluasi apakah

NADP telah tereduksi. Hal ini dilakukan dengan mencampurkan darah dengan reagen, kemudian

diletakkan di kertas penyaring dan mengobservasi kertas saring dibawah cahaya ultraviolet.

Karena retikulosit memiliki kadar G6PD yang lebih tinggi daripada eritrosit matur, tes

assay atau screening sebaiknya tidak dilakukan pada sampel yang diambil setelah mengalami

krisis hemmolisis berat, karena kadar G6PD dapat meningkat palsu akibat retikulosit. Tes

dilakukan setelah retikulosit dan hitung eritrosit sudah kembali normal.Pasien normal yang tidak

memiliki defisiensi G6PD diperkirakan memiliki aktivitas G6PD yang tinggi pada saat episode

retikulositosis.Sedangkan aktivitas yang normal bukan tinggi saat episode retikulositosis

merupakan tanda bahwa pasien mungkin defisiensi G6PD.3

Working Diagnosis

Diagnosis defisiensi G6PD dapat ditegakkan berdasarkan penilaian aktivitas enzim,secara

kuantitatif dengan analisa spektrofotometri dari produksi NADPH dari NADP serta tes Heinz

bodies.2 Pemeriksaan aktivitas enzim mungkin false negatif jika eritrosit tua akibat defisiensi G6PD

telah lisis. Oleh karena itu aktivitas enzim perlu diulang 2-3 bulan kemudian ketika ada sel-sel yang

tua sesudah krisis hemolitik berlalu. Selain itu pada kasus juga dikatahui bahwa adanya salah satu

pencetus yaitu paparan terhadap kapur barus.

3

Page 4: Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

Diagnosis Diferensial

1. Anemia hemolitik drug induced

Ada beberapa mekanisme yang menyebabkan hemolisis karena obat yaitu:

hapten/penyerapan obat yang melibatkan antibodi tergantung obat, pembentukan kompleks

ternary (mekanisme kompleks imun tipe innocent bystander), induksi autoantibodi yang bereaksi

terhadap eritrosit tanpa ada lagi obat pemicu, serta oksidasi hemoglobin.4

Pada mekanisme hapten/absorpsi obat, obat akan melapisi eritrosit dengan kuat. Antibodi

terhadap obat akan dibentuk dan bereaksi dengan obat pada permukaan eritrosit. Eritrosit yang

teropsonisasi oleh obattersebut akan dirusak di limpa. Antibodi ini bila dipisahkan dari eritrosit

hanya bereaksi dengan reagen yang mengandung eritrosit berlapis obat yang sama (misal

penisilin).4

Mekanisme pembentukan kompleks ternary melibatkan obat atau metabolit obat, tempat

ikatan obat permukaan sel target, antibodi, dan aktifasi komplemen.Antibodi melekat pada

neoantigen yang terdiri dari ikatan obat dan eritrosit. Ikatan obat dan sel target tersebut lemah,

dan antibodi akan membuat stabil dengan melekat pada obat ataupun membran eritrosit.

Beberapa antibodi tersebut memiliki spesifisitas terhadap antigen golongan darah tertentu seperti

Rh, Kell, Kidd, atau I/i. Pemeriksaan Coomb biasanya positif.Setelah aktivasi komplemen terjadi

hemolisis intravaskuler, hemoglobinemia, dan hemoglobinuria.Mekanisme ini terjadi pada

hemolisis akibat obat kinin, kuinidin, sulfonamida, sulfonylurea, dan thiazide.4

Banyak obat menginduksi pembentukan autoantibodi terhadap eritrosit autolog, seperti

contoh methyldopa. Methyldopa yang bersirkulasi dalam plasma akan menginduksi autoantibodi

spesifik terhadap antigen Rh pada permukaan sel darah merah. Jadi yang melekat pada

permukaan sel darah merah adalah autoantibodi, obat tidak melekat. Mekanisme bagaimana

induksi formasi autoantibodi ini tidak diketahui.4

Sel darah merah bisa mengalami trauma oksidatif. Oleh karena hemoglobin mengikat

oksigen maka bisa mengalami oksidasi dan mengalami kerusakan akibat zat oksidatif.Eritrosit

yang tua makin mudah mengalami trauma oksidatif. Tanda hemolisis karena proses oksidasi

adalah dengan ditemukannya methemeglobin, sulfhemoglobin, dan Heinz bodies, blister cell,

bites cell dan eccentrocytes. Contoh obat yang menyebabkan hemolisis oksidatif ini adalah

nitrofurantoin, phenazopyridin, aminosalicylic acid.4

4

Page 5: Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

Pasien yang mendapat terapi sefalosporin biasanya tes Coomb positif karena absorpsi

nonimunologis, immunoglobulin, komplemen, albumin, fibrinogen dan plasma protein lain pada

membran eritrosit.4

Gambaran klinis: riwayat pemakaian obat tertentu positif. Pasien yang timbul hemolisis

melalui mekanisme hapten atau autoantibodi biasanya bermanifestasi sebagai hemolisis ringan

sampai sedang. Bila kompleks ternary yang berperan maka hemolis akan terjadi secara berat,

mendadak dan disertai gagal ginjal. Bila pasien sudah pernah terpapar obat tersebut, maka

hemolisis sudah dapat terjadi pada pemaparan dengan dosis tunggal.4

Laboratorium: anemia, retikulosis, MCV tinggi, tes Coomb positif. Leukopenia,

trombositopenia, hemoglobinemia, hemoglobinuria sering terjadi pada hemolisis yang

diperantarai kompleks ternary.4

2. Sferositosis herediter

Sferositosis herediter (SH) merupakan sebuah penyakit anemia hemolitik yang memiliki

ciri anemia, jaundice, splenomegali, dan responsif terhadap splenektomi.6 Dimana dalam gejala

klinis dapat terlihat gejala dari asimptomatik sampai ke anemia hemolitik.Gambaran yang khas

dari penyakit ini adalah gambar sferosit yang tercipta karena hilangnya bagian membran karena

abnormalitas osmotik dari eritrosit.

SH disebabkan oleh suatu kekurangan dari suatu protein yang disebut ankyrin.

Ankyrinadalah protein-protein selaput sel (diperkirakan saling menghubungkan secara integral

protein-protein dengan kerangka selaput yang berdasarkan spectrin).Ankyrin dari sel-sel darah

merah (erythrocytic ankyrin) disebut ankyrin-R atau ankyrin-1. Ia direpresentasikan oleh simbol

ANK1.

Gen-gen SH yang untuk ANK1 telah dipetakan pada kromosom 8 dansecara khususpada

kromosom band 8p11.2. SH diwariskan sebagai suatu ciri yang dominan, jadi jika seseorang

dengan SH reproduksi, anak-anak mereka (tidak peduli apakah ia seorang anak laki atau anak

perempuan) mempunyai suatu kemungkinan sebesar 50:50 mendapat SH.

Sferositosis herediter ini sendiri juga berlaku sebagai autosomal dominan.Lebih 25% dari

pasien ini mendemonstrasikan penurunan autosomoal non-dominan, dan keluarga dari pasien

memiliki riwayat darah yang normal.Pada kasus-kasus ini, sferositosis herediter dapat terjadi

karena de novo mutation. Pada yang lain, dikarenakan diturunkan oleh autosomal resesif, yang

biasanya gangguan pada bagian alpha-spectin atau protein 4.2 genes.

5

Page 6: Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

Pada SH sel-sel darah merah adalah lebih kecil, lebih bulat, dan lebih mudah rusak

daripada yang normal.Sel-sel darah merah ini mempunyai suatu bentuk yang berbentuk bola

daripada berbentuk lempeng cekung ganda (biconcave-disk shape) dari sel-sel darah merah yang

normal. Sel-sel darah merah yang gemuk bulat ini (spherocytes) adalah secara osmotik mudah

rusak dan kurang fleksibel daripada sel-sel darah merah normal dan cenderung untuk

menyangkut pada pembuluh darah yang sempit, terutama di limpa,dan disana mereka mengalami

hemolisis menjurus pada hemolitik anemia.

Penyumbatan limpa dengan sel-sel darah merah hampir tanpa kecuali

menyebabkansplenomegali.Pemecahan sel-sel darah merah melepaskan hemoglobin dan bagian

heme memberikan kenaikkan pada bilirubin, pigmen dari jaundice.Kelebihan bilirubin menjurus

pada pembentukan batu-batu empedu (gallstones), bahkan pada masa kanak-kanak.Seringkali

juga ada kelebihan beban dari zat besi (iron) yang disebabkan oleh penghancuran yang

berlebihan sel-sel merah yang kaya zat besi.

SH adalah paling umum pada orang-orang keturunan Eropa utara. Ia seringkali timbul

pada masa kecil atau awal masa kanak-kanak, menyebabkan anemia dan jaundice. Sumsum

tulang harus bekerja ekstra keras untuk membuat lebih banyak sel-sel darah merah. Jadi, jika

dalam perjalanan suatu penyakit virus yang biasa, sumsum tulang berhenti membuat sel-sel

darah merah, anemia dapat dengan cepat menjadi berat.Ini diistilahkan sebagai suatu krisis

aplastik.

Studi-studi laboratorium menunjukan bukti tidak hanya banyaknya spherocytes namun

juga jumlah-jumlah yang meningkat dari reticulocytes (sel-sel darah merah yang muda),

hiperbilirubinemia (tingkat-tingkat darah yang meningkat dari pigmen bilirubin yang membuat

kuning karena pemecahan dari sel-sel darah merah) dan kerusakan osmotik yang mudah dari sel-

sel darah merah yang meningkat.5

Epidemiologi

Defisiensi G6PD tersebar luas di seluruh dunia, baik beriklim tropis dan subtropis

(Afrika, Eropa selatan, timur tengah, Asia Tenggara dan Oceania) dan dimanapun orang yang

bermigrasi dari daerah tersebut. Di Amerika paling sering ditemukan pada laki-laki kulit hitam.

Diperkirakan setidaknya terdapat 400 juta orang yang memiliki gen defisiensi G6PD. Prevalensi

6

Page 7: Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

dari daerah yang sering ditemukan kelainan ini dapat berkisar antara 5-20%. Biasanya prevalensi

ini berkolerasi dengan distribusi malaria.

Biasanya penderita gangguan defisiensi G6PD asimtomatik. Pasien yang simtomatik

dapat ditemukan dengan neonatal jaundice dan anemia hemolitik akut. Kern ikterus adalah

komplikasi yang jarang pada neonatal jaundice, tapi dapat terjadi pada beberapa populasi dan

berakibat fatal. Beberapa mekanisme yang berkontribusi pada hiperbilirubinemia pada defisiensi

G6PD seperti defek pada uridine diphosphoglucoronate-glucoronosyltransferase, enzim yang

berpengaruh pada sindrom Gilbert.

Episode akut anemia hemolitik dapat terjadi karena adanya stress oksidan yang diinduksi

oleh eksposure pada beberapa jenis obat atau bahan kimia (termasuk beberapa obat anestesi),

infeksi ketoasidosis atau memakan fava bean (kacang koro).

Defisiensi G6PD mempengaruhi semua suku.Prevalensi terbesarnya pada orang Afrika,

Asia dan Mediteranian. Keparahan dari kelainan ini beragam tergantung dari ras.Variasi dengan

defisiensi paling parah biasanya ditemukan pada populasi mediterania. Populasi di Afrika

memiliki keparahan hemolisis yang sedang karena jumlah enzim yang lebih tinggi.

Defisiensi G6PD adalah penyakit keturunan x-linked yang mempengaruhi terutama pada

laki-laki. Wanita dapat terkena apabila homozigot dan terjadi pada populasi dengan frekuensi

defisiensi G6PD cukup tinggi.Wanita yang heterozigot dapat menglami manifestasi klinis

sebagai akibat dari inaktivasi kromosom x, gene mosaicism atau hemizygosity.

Etiologi

Sel darah merah membutuhkan suplai energi secara terus menerus untuk

mempertahankan bentuk, volume, kelenturan (fleksibilitas), dan regulasi pompa natrium-

kaliumnya. Energi ini diperoleh dari glukosa melalui dua jalur metabolisme yaitu, 80% dari

proses glikolisis anaerobik (jalur Emden-Meyerhof)dan 20% proses glikolisis aerobik (jalur

Pentosa Fosfat). Peran enzim G6PD dalam mempertahankan keutuhan sel darah merah serta

menghindarkan kejadian hemolitik, terletak pada fungsinya dalam jalurpentosa fosfat.

Gen G6PD memiliki panjang 18 kb terdiri 13 ekson dan 12 intron yang tersebar pada

daerahseluas lebih 100 kb pada ujung terminal lengan panjang kromosom X dan membentuk

enzim yang terdiri dari 515 asam amino.1Defisiensi G6PD terjadi akibat mutasi gen G6PD yaitu

7

Page 8: Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

pada Xq28, suatu penyakit yang diturunkan secara X-linked resesif.Laki-laki hanya mempunyai

1 kromosom X, sehingga jika terjadi mutasi maka defisiensi G6PD akan muncul atau

bermanifes.2 Wanita mempunyai 2 kromosomX, sehingga jika terdapat 1 gen yang abnormal

karena mutasi, pasangan atau alel-nya dapat “menutupi” kekurangannya tersebut, sehingga

defisiensi G6PDbisa bermanifes namun dapat pula tidak.2 Defisiensi G6PD meliputi

berbagaimutasi gen G6PD yang berbeda-beda dan tidak bereaksi sama, hal inimenjelaskan

mengapa individu defisiensi G6PD menunjukkan reaksi berbedadengan faktor pencetus yang

sama.

Gambar 1. Lokasi gen G6PD pada kromosom X.2

Pemeriksaan PCR(polymerase chain reaction) dapat membantu mengidentifikasi adanya

mutasi.Saat ini telah diketahui lebih 40 mutasi yang tersebar sepanjang pada seluruhpengkode

gen, masing-masing berbeda-beda dan mempunyai ciri khas tersendiri. Telah dilaporkan lebih

400 varian G6PD, dengan disertai penampilan klinis dan atau fenotif yang beragam.1 Varian

tersebut dibedakan berdasaraktifitas enzim residual, mobilisasi elektroforetik, afinitas dan analog

substrat,stabilisasi terhadap panas dan pH optimum.WHO membuat klasifikasi berdasarkan

varian yang ditemukan di setiapnegara, subtitusi nukleotid dan subtitusi asam amino yaitu:1

Kelas I: Anemia hemolitik non sferositosis. Merupakan jenis defisiensi enzim G6PD

yang jarang ditemukan.Kelompok ini mempunyai kelainan fungsional yang berat

(varianHarilaou). Sel darah merah tidak mampu mempertahankan diri darioksidan

endogen, sehingga terjadi hemolisis kronik. Adanyapemaparan dengan faktor

pencetus akan menyebabkan terjadinyaeksaserbasi anemia hemolitik akut.

8

Page 9: Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

Kelas II: defisiensi berat (aktifitas residual G6PD 1-10%).Kelompok defisiensi enzim

G6PD berat (varian G6PD Mediteranian).Pemaparan dengan faktor pencetus

(eksogen) akan menimbulkanhemolisis akut dan proses tersebut akan terus berlanjut

selama masihterdapat pemaparan dengan faktor pencetus. Hal ini

disebabkanrendahnya aktivitas enzim G6PD baik pada sel darah merah yang

tuamaupun muda.

Kelas III: defisiensi sedang (aktifitas residual G6PD, 10-60%).Kelompok defisensi

enzim G6PD ringan (varian G6PD A, G6PD-canton). Pada kelompok ini, hemolisis

yang timbul akibat pemaparan dengan faktor pencetus akan berhenti dengan

sendirinya walaupun pemaparan masih terus berlanjut. Hal ini disebabkan aktivitas

enzim G6PD pada sel darah merah yang muda masih cukup tinggi untuk menahan

oksidan dan hanya sel darah merah yang tua saja yang mengalami hemolisis.

Kelas IV: normal (aktifitas residual G6PD 60-150%).Kelompok yang tidak

mengalami gejala-gejala defisiensi G6PD.

Kelas V: aktivitas meningkat (aktifitas residual G6PD, >150).2,3

Manifestasi Klinis

Kebanyakan orang dengan defisiensi G6PD tidak menimbulkan gejala sepanjang

hidupnya, namun penderita memiliki risiko yang meningkat untuk timbulnya neonatal jaundice

(NNJ) dan risiko menderita anemia hemolitik anemia saat terpapar oleh berbagai agen

oksidatif.Neonatal jaundice yang berhubungan dengan defisiensi G6PD sangat jarang muncul

setelah lahir. insiden tertinggi munculnya gejala anatara hari ke 2 sampai 3 dan pada

kebanyakan kasus anemianya tidak berat. Namun, NNJ dapat menjadi berat pada beberapa bayi

dengan defisiensi G6PD, terutama yang berasosiasi dengan prematuritas, infeksi dan faktor

lingkungan (seperti bola kampher untuk pakaian pada bayi) dan juga risiko NNJ berat meningkat

dengan adanya mutasi monoalel atau bialel pada gen uridyl transferase. Jika tidak ditangani

dengan dengan baik, NNJ yang disertai defisiensi G6PD dapat mengakibatkan kern ikterus dan

menyebapkan kerusakan neurologis permanen.

Anemia hemolitik akut(AHA) dapat timbul karena tiga pencetus yang pertama adalah

kacang koro (zat oksidan vicine, divicine, convicine dan isouramil), infeksi dan obat-obatan.

9

Page 10: Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

Secara khas, serangan anemia hemolitik dimulai dengan malaise, kelemahan dan sakit pada perut

atau lumbal. Setelah interval beberapa jam hingga 2-3 hari, timbul jaundice dan kadang urin

menjadi gelap karena hemoglobinuria. Onset dapat terjadi secara tiba-tiba , terutama favism pada

anak-anak. Anemia yang timbul beragam dari sedang hingga sangat berat.Pada pemeriksaan

didapatkan sel darah merah dengan normositik dan normokromik, hal ini disebapkan karena

hemolisis intravascular yang sebagian. Oleh karena itu, anemia ini disertai hemoglobinemia,

hemoglobinuria, kadar LDH yang tinggi dan kadar yang rendah atau tidak ada haptoglobin

plasma. Pada film darah menunjukan anisocytosis, polychromasia dan spherosit.Ciri khas

ditemukannya poikilosit, sel darah merah dengan persebaran hemoglobin yang tidak merata dan

sel darah merah yang tampak bagiannya tergigit. Tes klasik yang sekarang jarang dipakai,

pewarnaan supravital dengan metal violet yang apabila dilakukan dengan benar dapat

menunjukan Heinz bodies, yang terdiri dari denaturasi hemoglobin presipitat dan diaggap

merupakan tanda kerusakan oksidatif sel darah merah. LDH dan bilirubin yang tidak

terkonjunggasi, menandakan adanya ekstravaskular hemolisis.Ancaman yang paling serius dari

AHA pada orang dewasa adalah terjdinya gagal ginjal akut. Setelah ancaman anemia akut

berakhir dan tidak ditemukan komorbiditas, maka pasien AHA dengan defisiensi G6PD dapat

pulih total.3,6

Patofisiologi

Enzim G6PD merupakan bagian dari pentose monophospate shunt. Enzim ini

mengkatalase oksidasi dari glukosa 6 fosfat dan mereduksi NADP+ menjadi NADPH. NADPH

mempertahankan glutation dalam keadaan bentuk tereduksi, yang bertugas sebagai scavenger

hasil metabolit oksidatif yang berbahaya.

Pentose monophospate shunt merupakan satu-satunya sumber NADPH di sel darah

merah. Karena itu sel darah merah bergantung pada aktivitas G6PD untuk menghasilkan

NADPH untuk perlindungan. Selain itu, sel darah merah lebih rentan terhadap stress oksidatif

daripada sel lain. Pada orang dengan defisiensi G6PD, stress oksidatif dapat mendenaturasi

hemoglobin dan menyebabkan hemolisis intrabaskular. Hemoglobin yang denaturasi dapat

dilihat sebagai Heinz bodies di sediaan hapus darah tepi dengan pewarnaan supravital.

10

Page 11: Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

Gen G6PD merupakan gen x-linked resesif dan mempunyai arti penting. Pertama, laki-

laki hanya memiliki satu gen G6PD, sehingga laki-laki pasti memiliki gen G6PD yang normal

atau defisien. Lain halnya dengan perempuan yang memiliki 2 gen G6PD, yang bisa normal atau

defisien (homozigot) atau intermediet (heterozigot). Sebagai hasil dari kejadian inaktivasi

kromosom x, wanita heterozigot memiliki gen mozaik.3,6

Obat Risiko Terjadi Besar Risiko mungkin Masih diragukan

Antimalarials Primaquine Chloroquine Quinine

Dapsone/chlorproguanil*

Sulphonamides/sulphones

Sulfamethoxazole Sulfasalazine Sulfisoxazole

Others Sulfadimidine Sulfadiazine

Dapsone

Antibacterial/antibiotics Cotrimoxazole Ciprofloxacin Chloramphenicol

Nalidixic acid Norfloxacin p-Aminosalicylic acid

Nitrofurantoin

Niridazole

Antipyretic/analgesics Acetanilide Acetylsalicylic acid high dose (>3 g/d)

Acetylsalicylic acid (<3 g/d)

Phenazopyridine Acetaminophen

Phenacetin

Other Naphthalene Vitamin K analogues Doxorubicin

Methylene blue Ascorbic acid >1 g Probenecid

RasburicaseTabel 1. Obat yang dapat mencetuskan AHA pada defeisiensi G6PD6

Tatalaksana

Terapi untuk pasien dengan defisiensi G6PD meliputi pencegahan manifestasi umum dari

anemia hemolitik dan neonatal jaundice.Kebanyakan episode hemolitik, terutama pada individu

dengan G6PD-a- self limited. Pasien dengan tipe berat seperti G6PD-mediteranian, harus lebih

berhati-hati dan bila diperlukan dapat diberikan transfuse darah. Karena hiperbilirubinemia pada

neonatus tidak dapat dicegah, maka harus dilakukan pencarian pada populasi yang beresiko

11

Page 12: Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

tinggi dan dirawat segera mungkin. Pencegahan dari anemia hemolitik akut sulit, karena adanya

banyak pencetusnya, akan tetapi pada beberapa kasus AHA dapat dicegah seperti menghindari

memakan kacang fava di keluarga yang memiliki riwayat sensitivitas terhadap kacang ini.

Favism adalah penyakit yang cukup berbahaya dan fatal sebelum adanya layanan

transfuse darah. Pencegahan penyakit yang disebapkan induksi oleh obat dapat dicegah dengan

menggunakan obat alternative yang mungkin.Pada beberapa kasus dimana obat yang dapat

menginduksi harus dipakai, pengcualian pada tipe G6PD-A-, dosis dapat diturunkan untuk

mengurangi hemolisis hingga batas paling aman.Hemolisis diinduksi oleh infeksi sulit untuk

dicegah tetapi dapat dideteksi lebih awal pada saat episode penyakit dan ditangani bila

diperlukan.

Ikterus neonatorum akibat defi siensi G6PD diterapi seperti ikterus neonatorum kausa

lain. Jika kadar bilirubin tidak terkonjugasi melebihi 150 nmol/L diberi fototerapi untuk

mencegah kerusakan saraf. Jika kadarnya >300 nmol/L, transfusi darah mungkin diperlukan.

Pasien anemia hemolitik nonsferosis kongenital terkadang mengalami anemia terkompensasi

yang tidak memerlukan transfusi darah kecuali jika ada eksaserbasi akibat stres oksidatif yang

dapat memperburuk anemianya.Pasien anemia hemolitik non-sferosis kongenital biasanya

mengalami splenomegali tetapi tindakan splenektomi jarang memberi keuntungan.Batu empedu

juga merupakan komplikasi akibat hemolisis karena defisiensi G6PD.

Prognosis

Defisiensi G6PD tampaknya tidak mempengaruhi angka harapan hidup, kualitas hidup

atau aktivitas individu.Sebagian besar individu dengan defisiensi G6PD tidak memerlukan

pengobatan.

Komplikasi

Karena gejala klinis dari defisiensi G6PD adalah hemaglobinuria maka hati-hati akan

terjadinya gagal ginjal akut.

Dapat terjadi kernikterus yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek

pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus

merah, dan nukleus di dasar ventrikel IV karena kurangnya albumin.Gejala klinis pada

12

Page 13: Blok 27 F1 Defisiensi G6PD

permulaanya tidak jelas tapi dapat disebutkan ialah mata yang berputar, letargi, kejang, tak mau

menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus.

Kesimpulan

Defisiensi G6PD merupakan kelainan X-lingked yang resesif. Hal ini menyebapkan

berkurangnya produksi dari enzim G6PD yang berfungsi sebagai penghasil NADPH di dalam sel

darah merah untuk mencegah kerusakan sel darah merah dari oksidan. Kekurang dari enzim ini

dapat tidak bergejala hingga anemia hemolitik akut (AHA) dan pada bayi dapat timbul kern

ikterus tergantung dari varian. Apabila menderita gangguan ini penting untuk mengetahui

pencetus yang dapat menyebapkan AHA seperti fava bean, obat-obatan, infeksi dan bahan kimia

seperti kapur barus.

Daftar Pustaka

1. Kurniawan LB. Skrining, diagnosis dan aspek klinis defisiensi glukosa 6 fosfat

dehidrogenase. CDK-222. Vol 41 no 11.2014.

2. CappelliniMD, Fiorelli G. Glucosa-6-phosphate dehidrogenase deficiency. Lancet371;

2008.hal.64-74.

3. Rodak BF, Fritsma GA, Keohane EM. Hematology: clinical principle and applications.

Missouri: Elsevier sauders.2012.h.328-31.

4. Lichtman MA,Beutler E, Kipps TJ, Williams WJ. Drug induced hemolytic anemia.

WilliamsManual of Hematology. 6thEdition. McGraw Hill; 2003.p.137-42.

5. Thomas AT. Hereditary Spherocytes. In Lee GR, Foerster J, Lukens J. Wintrobe’s

Clinical Hematology. 10thEdition.Williams Lipppincott &Wilkins; 2002.p.1233-1255.

6. Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrison’s principles of internal

medicine. 18th edition. USA: McGraw-Hill Companies.2012.

13