anemia akibat malnutrisi pada geriatri

38
BAB I PENDAHULUAN Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah. 1 Apabila oksigen dalam tubuh berkurang maka orang tersebut akan menjadi lemah, lesu dan tidak bergairah. Indikasinya penyakit ini bisa diketahui dengan memeriksa kelopak mata bawah bagian dalam, ujung kuku, tangan dan kaki, jari-jari tangan dan mukosa mulut. Seseorang dikatakan menderita anemia apabila konsentrasi hemoglobin pada orang tersebut lebih rendah dari nilai normal hemoglobin yang sesuai dengan jenis kelamin dan umur dari orang tersebut. 2 Oleh WHO telah ditetapkan batasan anemia yaitu untuk wanita apabila konsentrasi hemoglobinnya di bawah 12 gr/dL (7,5 mmol/L) dan untuk pria apabila konsentrasi hemoglobinnya di bawah 13 gr / dL (8,1 mmol / L). 3 Insidensi anemia bervariasi tetapi diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dimana prevalensi tertinggi berada di negara–negara sedang berkembang. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, prevalensi anemia pada tahun 1999-2005 di dunia masih tinggi dimana prevalensi pada balita 47,4%, anak 1

Transcript of anemia akibat malnutrisi pada geriatri

Page 1: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan

komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk

pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut

oksigen darah.1 Apabila oksigen dalam tubuh berkurang maka orang tersebut akan

menjadi lemah, lesu dan tidak bergairah. Indikasinya penyakit ini bisa diketahui dengan

memeriksa kelopak mata bawah bagian dalam, ujung kuku, tangan dan kaki, jari-jari

tangan dan mukosa mulut.

Seseorang dikatakan menderita anemia apabila konsentrasi hemoglobin pada

orang tersebut lebih rendah dari nilai normal hemoglobin yang sesuai dengan jenis

kelamin dan umur dari orang tersebut.2 Oleh WHO telah ditetapkan batasan anemia

yaitu untuk wanita apabila konsentrasi hemoglobinnya di bawah 12 gr/dL (7,5 mmol/L)

dan untuk pria apabila konsentrasi hemoglobinnya di bawah 13 gr / dL (8,1 mmol / L).3

Insidensi anemia bervariasi tetapi diperkirakan sekitar 30% penduduk dunia

menderita anemia, dimana prevalensi tertinggi berada di negara–negara sedang

berkembang. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, prevalensi

anemia pada tahun 1999-2005 di dunia masih tinggi dimana prevalensi pada balita

47,4%, anak usia sekolah 25,4%, wanita tidak hamil 30,2%, wanita hamil 41,8%, pada

lansia 23,9% dan terendah pada laki-laki 12,7%.

Anemia merupakan salah satu gejala sekunder dari sesuatu penyakit pada lansia.

Prevalensi anemia pada lansia adalah sekitar 8–44%, dengan prevalensi tertinggi pada

laki–laki usia 85 tahun atau lebih. Dari beberapa hasil studi lainnya dilaporkan bahwa

prevalensi anemia pada laki–laki lansia adalah 27–40% dan wanita lansia sekitar 16–

21%. Derajat anemia tersering pada lanjut usia adalah anemia ringan. Sebagai penyebab

tersering anemia pada orang–orang lansia adalah anemia penyakit kronik dengan

prevalensinya sekitar 35%, diikuti oleh anemia defisiensi besi sekitar 15%. Penyebab

lainnya yaitu defisiensi vitamin B12, defisiensi asam folat, perdarahan saluran cerna

dan sindroma mielodisplastik.4 

1

Page 2: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

Anemia pada lanjut usia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya sering

dianggap sebagai fenomena fisiologis yang mungkin disebabkan karena menurunnya

sekresi androgen pada laki-laki lanjut usia atau menurunnya ploriferasi stem sel seiring

dengan bertambahnya usia.2 Namun, beberapa penelitian menyimpulkan bahwa

meningkatnya prevalensi anemia pada lanjut usia menunjukkan terjadinya peningkatan

penyakit yang mendasari terjadinya anemia tersebut. Sehingga anggapan bahwa anemia

ringan pada lanjut usia merupakan fenomena fisiologis dapat menyebabkan lalainya

diagnosis penyakit yang mendasari anemia pada lanjut usia.

BAB II

2

Page 3: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANEMIA

2.1.1 Definisi anemia

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang

dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin.3 WHO telah

menggolongkan penetapan kadar normal hemoglobin dalam berbagai kelompok seperti

dibawah ini:

Tabel 1. Kadar hemoglobin normal.

Kelompok Hemoglobin (%)

Dewasa Wanita

Wanita hamil

Laki-laki

12

11

14

Anak-anak 6 bulan – 6 tahun

6 tahun – 14 tahun

11

12

2.1.2 Manifestasi klinik

Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan

manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada5:

(1) kecepatan timbulnya anemia

(2) umur individu

(3) mekanisme kompensasinya

(4) tingkat aktivitasnya

(5) keadaan penyakit yang mendasari, dan

(6) parahnya anemia tersebut.

Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih sedikit O2 yang

dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti

pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia.

Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan

(walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk

3

Page 4: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani

berat.

Mekanisme kompensasi bekerja melalui6:

(1) peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2 ke

jaringan-jaringan oleh sel darah merah

(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin

(3) mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan

(4) redistribusi aliran darah ke organ-organ vital

2.1.3 Etiologi6

a. Kelainan sel darah merah (SDM)

Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap

komponen ini bila mengalami kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri,

sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami

penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya kelainan yang dialami SDM

menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini

menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.

b. Kekurangan zat gizi

Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor

luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM

disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak

dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga

mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya

mengurangi penyulit yang terjadi.

c. Perdarahan

Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya

jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar

dan dalam waktu singkat ini jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena

kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha

akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah

darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.

d. Autoimun

4

Page 5: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan

menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini

sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi

terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh

sistem imun.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah:5,6

kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah

sakit kepala, dan mudah marah

tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi

pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh,

pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.

Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi

kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat

yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta

konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.

Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah

yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat.

Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat

diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah

jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat

menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan

bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan

manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus

(telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan

saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang

umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia,

nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).6

2.1.5 Klasifikasi anemia

a. Menurut Morfologi

5

Page 6: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran

sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga

klasifikasi besar.5,6

(1) Anemia normositik normokrom.

Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung

hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab

anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk

infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-

penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.

(2) Anemia makrositik normokrom.

Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi

normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh

gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada

defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab

agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.

(3) Anemia mikrositik hipokrom.

Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam

jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis

heme (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan

darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit

hemoglobin abnormal kongenital).

b. Menurut Etiologi

Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab utama yang

dipikirkan adalah5,6

(1) Meningkatnya kehilangan sel darah merah

Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan

atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau

akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan,

hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal

dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang

memperpendek hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan

6

Page 7: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu

adalah:

1. hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel

sabit

2. gangguan sintetis globin misalnya talasemia

3. gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter

4.defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).

Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga

disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan

respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan

diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon autoimun terdiri dari

pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di

namakan anemia hemolitik autoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah

pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau

pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus,

artritis reumatorid dan infeksi virus. Anemia hemolitik autoimun selanjutnya

diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –

antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.

Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan

nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia

hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada

keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah

tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran

darah oleh limpa.

Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang

hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan

penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah

dapat juga mengakibatkan hemolisis.

(2) Penurunan atau gangguan pembentukan sel

7

Page 8: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah

yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi

fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok

ini adalah:

(1) keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma;

obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan

(2) penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit

infeksi dan defiensi endokrin.

Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi

dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga

menimbulkan anemia. Untuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan

pertimbangan morfologis dan etiologi.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk menegakkan diagnosis anemia

adalah2,5:

1. Complete Blood Count (CBC)

A. Eritrosit

a. Hemoglobin (N ♀: 12-16 gr/dl ; ♂: 14-18 gr/dl)

b. Hematokrit (N ♀: 37-47% ; ♂: 42-52%)

B. Indeks eritrosit

a. Mean Cell Volume (MCV) = Hematokrit x 10

Jumlah eritrosit x 106

(N: 90 + 8 fl)

b. Mean Cell Hemoglobin (MCH) = Hemoglobin x 10

Jumlah eritrosit x 106

(N: 30 + 3 pg)

c. Mean Cell Hemoglobin Concentration (MCHC) = Hemoglobin x 10

Hematokrit

(N: 33 + 2%)

C. Leukosit (N : 4500 – 11.000/mm3)

D. Trombosit (N : 150.000 – 450.000/mm3)

2. Sediaan Apus Darah Tepi

8

Page 9: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

a. Ukuran sel

b. Anisositosis

c. Poikolisitosis

d. Polikromasia

3. Hitung Retikulosit ( N: 1-2%)

4. Persediaan Zat Besi

a. Kadar Fe serum ( N: 9-27μmol/liter )

b. Total Iron Binding Capacity ( N: 54-64 μmol/liter)

c. Feritin Serum ( N ♀: 30 μmol/liter ; ♂: 100 μmol/liter)

5. Pemeriksaan Sumsum Tulang

a. Aspirasi

- E/G ratio

- Morfologi sel

- Pewarnaan Fe

b. Biopsi

- Selularitas

- Morfologi

I. Pemeriksaan Complete Blood Count (CBC)

Kriteria apakah seseorang menderita anemia dapat dilihat dari kadar hemoglobin

dan hematokritnya. Selain itu, indeks eritrosit dapat digunakan untuk menilai

abnormalitas ukuran eritrosit dan defek sintesa hemoglobin.

Bila MCV < 80, maka disebut mikrositosis dan bila > 100 dapat disebut sebagai

makrositosis. Sedangkan MCH dan MCHC dapat menilai adanya defek dalam sintesa

hemoglobin (hipokromia).5

II. Sediaan Apus Darah Tepi

Sediaan apusan darah tepi akan memberikan informasi yang penting apakah ada

gangguan atau defek pada produksi sel darah merah. Istilah anisositosis menunjukkan

ukuran eritrosit yang bervariasi, sedangkan poikilositosis menunjukkan adanya bentuk

dari eritrosit yang beraneka ragam.5

III. Hitung Retikulosit

9

Page 10: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

Pemeriksaan ini merupakan skrining awal untuk membedakan etiologi anemia.

Normalnya, retikulosit adalah sel darah merah yang baru dilepas dari sumsum tulang.

Retikulosit mengandung residual RNA yang akan dimetabolisme dalam waktu 24-36

jam (waktu hidup retikulosit dalam sirkulasi). Kadar normal retikulosit 1-2% yang

menunjukkan penggantian harian sekitar 0,8-1% dari jumlah sel darah merah di

sirkulasi.2

Indeks retikulosit merupakan perhitungan dari produksi sel darah merah. Nilai

retikulosit akan disesuaikan dengan kadar hemoglobin dan hematokrit pasien

berdasarkan usia, gender, sarta koreksi lain bila ditemukan pelepasan retikulosit

prematur (polikromasia). Hal ini disebabkan karena waktu hidup dari retikulosit

prematur lebih panjang sehingga dapat menghasilkan nilai retikulosit yang seolah-olah

tinggi.

RI = (% retikulosit x kadar hematokrit/45%) x (1/ faktor koreksi)

Faktor koreksi untuk:

Ht 35% : 1,5

Ht 25% : 2,0

Ht 15% : 2,5

Keterangan: RI < 2-2,5% : produksi atau pematangan eritrosit yang tidak adekuat

RI > 2,5% : penghancuran eritrosit yang berlebihan

IV. Persediaan dan Penyimpanan Zat Besi

Saturasi transferin didapatkan dari pembagian kadar Fe serum dengan TIBC

dikali 100 (N: 25-50%). Pada pengukuran kadar Fe plasma dan persen saturasi

transferin, terdapat suatu variasi diurnal dengan puncaknya pada pk 09.00 dan pk.10.00.

Serum feritin digunakan untuk menilai cadangan total besi tubuh. Namun, feritin juga

merupakan suatu reaktan fase akut, dan pada keadaan inflamasi baik akut maupun

kronis, kadarnya dapat meningkat.2,5

V. Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai apakah ada gangguan pada sumsum

tulang misalnya myelofibrosis, gangguan pematangan, atau penyakit infiltratif.

Peningkatan atau penurunan perbandingan dari suatu kelompok sel (myeloid atau

eritroid) dapat ditemukan dari hitung jenis sel-sel berinti pada sumsum tulang (ratio

eritroid dan granuloid).5

10

Page 11: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

2.2 GIZI PADA USIA LANJUT

2.2.1 Perubahan anatomi dan fisiologi

Menua (aging) merupakan proses normal yang dimulai sejak konsepsi dan

berakhir saat kematian. Selama periode pertumbuhan, proses anabolisme melampaui

proses katabolisme. Pada saat tubuh sudah mencapai tingkat kematangan fisiologik,

kecepatan katabolisme atau proses degenerasi lebih besar daripada kecepatan proses

regenerasi sel (anabolisme). Akibat yang timbul adalah hilangnya sel-sel yang

berdampak dalam bentuk penurunan efisiensi dan gangguan fungsi organ. Dengan

demikian menua ditandai dengan kehilangan secara progresif lean body mass (jaringan

aktif tubuh) dan perubahan-perubahan di semua sistem di dalam tubuh manusia.7

Berikut ini adalah perubahan fisiologik yang berhubungan dan mempengaruhi status

gizi lansia.

2.2.2 Indera

Indera pengecap, pencium dan penglihatan menurun yang akan secara langsung

dan tak langsung mempengaruhi nafsu makan dan asuapan makanan. Papila pengecap

mulai mengalami atrofi pada usia 50 tahun, dari jumlah 245 pada anak menjadi hanya

88 pada usia 74-85 tahun. Terjadi penurunan sensitifitas terhadap rasa manis dan asin.

Selain itu muncul glossodyna atau nyeri pada lidah.7

2.2.3 Saluran cerna/digestif

Terjadi perubahan-perubahan pada kemampuan digesti dan absorbsi yang terjadi

sebagai akibat hilangnya opioid endogen dan efek berlebihan dari kolesistokin.4,7 Akibat

yang muncul adalah anoreksia.

Penyakit periodonsia dan gigi palsu yang tidak tepat akan makin memberikan rasa

sakit dan tak nyaman saat mengunyah. Selain itu sekresi ludah juga menurun hingga

terjadi gangguan pengunyahan dan penelanan.

Hipoklorhidria yang terjadi oleh karena berkurangnya sel-sel parietal mukosa

lambung akan mengakibatkan penurunan absorpsi kalsium dan non-hem-iron.

Terjadi pula overgrowth bakteri yang akan menurunkan bioavailability B12,

malabsorbsi lemak, fungsi asam empedu yang menurun dan diare. Selain itu terjadi

penurunan motilitas usus, hiungga terjadi konstipasi.

11

Page 12: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

2.2.4 Metabolisme

Pada lansia dapat terjadi penurunan toleransi glukosa yang akan mengakibatkan

kenaikan glukosa di dalam plasma sekitar 1,5 mg/dl untuk tiap dekade umur.7 Hal ini

terjadi mungkin karena penurunan produksi insulin atau karena respon jaringan terhadp

insulin yng menurun.

Metabolisme basal (BM) menurun sekitar 20% antara usia 30-90 tahun. Hal ini

terjadi karena berkurangnya lean body mass pada lansia.

2.2.5 Ginjal

Fungsi ginjal menurun sekitar 50 % antara usia 30-80 tahun. Reaksi respon asam

basa terhadap perubahan-perubahan metabolik melambat. Pembuangan sisa-sia

metabolisme protein dan elektolit yang harus dilakukan ginjal akan merupakan beban

tersendiri.

2.2.6 Fungsi jaringan

Pada usia sekitar 75 tahun, maka prosentsenya fungsi jaringan yang tertinggal

adalah 82 % untuk cairan/air tubuh, 56% glomerulus, 63 % serat syaraf, 36 % taste buds

dan 56 % berat otak.7

(1) Gangguan Gizi

Gangguan gizi yang dapat muncul pada usia lanjut dapat berbentuk gizi kurang

maupun gizi lebih. Gangguan ini dapat menyebabkan munculnya penyakit atau terjadi

sebagi akibat adanya penyakit tertentu. Oleh karena itu langkah pertama yang harus

dilakukan adalah menetukan terlebih dahulu ada tidaknya gangguan gizi, mengevaluasi

faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan gizi serta merencakan bagaimana

gangguan gizi tersebut dapat diperbaiki.

(2) Metabolisme Energi

Produksi energi untuk tiap m2 luas tubuh menurun secara progresif dengan

bertambahnya usia. Rata-rata penurunanya dalah 12 kal/m2/jam untuk tiap tahun antara

usia 20 – 90 tahun. Penurunan ini terjadi oleh karena berkurangnya jaringan aktif

(metabolizing tissue) sejalan dengan bertambahnya usia.

Produksi energi ini merupakan produksi untuk metabolisme basal ditambah

dengan energi untuk aktifitas. Kebutuhan energi untuk aktivitas menurun lebih besar

daripada untuk metabolisme basal, terutama pada lansia.

12

Page 13: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

(3) Kecukupan Zat-Zat Gizi

Tiap Negara mempunyai standar/baku untuk kebutuhan zat-zat gizi dengan

menggunakan standar FAO/WHO sebagai acuan utamanya. Indonesia memiliki Daftar

Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (KGA) untuk energi dan zat-zat gizi lainnya yang

diperbaharui tiap 5 tahun melalui Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Berikut ini

contoh KGA untuk lansia yang dikeluarkan oleh Depkes RI dan Negara Inggris.8

Tabel 2. Asupan yang dianjurkan

Laki-laki Perempuan

Inggris Indonesia Inggris Indonesia

Usia 75 + 60 + 75 + 60 +

Energi (Kal) 2100 2200 1900 1850

Protein (gram) 53 62 48 54

Zat besi (mgram) 10 13 10 14

Kalsium (mgram) 500 500 500 500

Vit. C (mgram) 30 60 30 60

Apabila dijabarkan dalam porsi makanan/ukuran rumah tangga, maka KGA

lansia untuk Indonesia adalah seperti dalam Tabel 3.

Tabel 3. Kecukupan makan satu hari (usia 60 tahun ke atas)

13

Jenis bahan makan Laki-laki Perempuan

Nasi 3 x 200 gram 2 x 200 gram

(3 x 1,5 gls blimbing) (2 x 1,5 gls blimbing)

Lauk daging/ikan, 1,5 x 50 gram 2 x 50 gram

- tempe 5 x 25 gram ( 1pt kecil ) 4 x 25 gram ( 1 pt kecil )

- tahu 5 x 50 gram 4 x 50 gram

Sayur 1,5 x 100 gram 1,5 x 100 gram

( 1,5 x 1 gls penuh sayur)

Buah 2 x 100 gram

( 1 pt sedang )

2 x 100 gram

( 1 pt sedang )

Page 14: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

2.2.7 Keadaan Gizi Lansia

Lansia seperti juga tahapan-tahapan usia yang lain dapat mengalami baik keadaan

gizi lebih maupan kekurangan gizi. Boedhi-Darmoyo (1995) melaporkan bahwa lansia

di Indonesia yang dalam keadaan kurang gizi ada 3,4 %, BB kurang 28,3 %, BB ideal

berjumlah 42,4 %, BB lebih ada 6,7 % dan obesitas sebanyak 3,4 %. Temuan proporsi

lansia yang kurang gizi di Indonesia pada tahun 1994 tersebut tak banyak berbeda

dengan temuan di Inggris pada tahun1972 dan 1979 yakni sebanyak 3 %. Setelah di

follow up ternyata lansia di Inggris yang menjadi kurang gizi meningkat 2 kali lipat

lima tahun kemudian Selanjutnya Wichaidit (1995) melaporkan bahwa ada 10-60 %

lansia di Thailand yang menderita anemia dan 80-90 % lansia mengkonsumsi kalsium

kurang dari 2/3 dari kecukupan yang dianjurkan.

Terjadi kekurangan gizi pada lansia oleh karena sebab-sebab yang bersifat primer

maupun sekunder. Sebab-sebab primer meliputi ketidaktahuan isolasi sosial, hidup

seorang diri, baru kehilangan pasangan hidup, gangguan fisik, gangguan indrera,

gangguan mental, kemiskinan dan iatrogenik. Sebab-sebab sekunder meliputi gangguan

nafsu makan/selera, gangguan mengunyah, malabsorpsi, obat-obatan, peningkatan

kebutuhan zat gizi serta alkoholisme. Ketidaktahuan dapat dibawa sejak kecil atau

disebabkan olah pendidikan yang sangat terbatas. Isolasi sosial terjadi pada lansia yang

hidup sendirian, yang kehilangan gairah hidup dan tidak ada keinginan untuk masak.

Gangguan fisik terjai pada lansia yang mengalami hemiparese/hemiplegia, artritis dan

ganggun mata. Gangguan mental terjadi pada lansia yang dement dan mengalami

depresi. Kondisi iatrogenik dapat terjadi pada lansia yang mendapat diet lambung untuk

jangka waktu lama, hingga terjadi kekurangan vitamin C. selanjutnya gangguan selera,

megunyah dan malabsorbsi terjadi sebagi akibat penurunan fungsi alat pencernaan dan

pancaindera, sebagai akibat penyakit berat tertentu, pasca operasi, ikemik dinding perut

dan sensitifitas yang meningkat terhadap bahan makanan tertentu seperti lombok,

santan, lemak dan tepung ber ’gluten’(misalnya ketan). Kebutuhan yang meningkat

terjadi pada lansia yang mengalami keseimbangan nitrogen negatif dan katabolisme

protien yang terjadi pada mereka yang harus berbaring di tempat tidur untuk jangka

waktu lma dan yang mengalami panas yang tinggi.

Kondisi kekurangan gizi pada lansia dapat terbentuk KKP(kurang kalori protein)

kronik, baik ringan sedang maupun berat. Keadaan ini dapat dilihat dengan mudah

melalui penampilan umum, yakni adanya kekurusan dan rendahnya BB seorang lansia

14

Page 15: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

dibanding dengan baku yang ada. Kekurangan zat gizi laing yang banyak muncul

adalah defisiensi besi dalam bentuk anemia gizi, defisiensi B1 dan B12.3,4

Kelebihan gizi pada lansia biasanya berhubungan dengan afluency denga ngaya

hidup pada usia sekitar 50 tahun. Dengan kondisi ekonomi yang membaik dan

tersedianya berbagai makanan siap sji yang enak dan kaya energi. Utamany sumber

lemak, terjadi asupan makan dan zat-zat gizi melebihi kebutuhan tubuh. Keadaan

kelbihan gizi yang dimulai pada awal usia 50 tahun-an ini akan membawa lansia pada

keadaan obesitas dan dapat pula disertai dengan munculnya berbagai penyakit

metabolisme seperti diabetes mellitus dan dislipidemia. Penyakit-penyakit tersebut akan

memerlukan pengelolaan dietetik khusus yang mungkin harus dijalani sepanjang usia

yang masih tersisa.

2.2.8 Penentuan Status Gizi

Status gizi pada lansia dapat dinilai dengan cara-cara yang baku bagi berbagai

tahapan umur yakni penilaian secara langsung dan tak langsung. Penilaian secara

langsungdilakukan melaui pemeriksaan klinik, antropometrik, biokimia dan biofisik.9

Di dalam melakukan pemeriksaan klinik perlu dibedakan tiga kelompok gejala

yaitu: (1) tanda-tanda yang dianggap mempunyai nilai dalam pemeriksaan gizi; (2)

gejala-gejala yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut; (3) gejala-gejala yang tidak

berhubungan dengan gizi. Tanda-tanda yang masuk ke tiga kategori dapat ditemukan di

berbagai organ seperti rambut, lidah, konjungtiva, bibir, kulit, hati, limpa dan

sebagainya.

Pemeriksaan antropometrik adalah pengukuran variasi berbagai dimensi fisik dan

komposisi tubuh secara umum pada berbagai tahapan umur dan derajat kesehatan.

Pemgukuran yang dilakukan meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan

tebal lemak di bawah kulit. Semua hasil pengukuran tersebut harus dikontrol terhadap

umur dan jenis kelami. Dalam melakukan interpretasi, digunakan berbagai bahan baku

(standard) internasional maupun nasional seperti baku WHO, NCHC, Havard, dan

sebagainya. Perlu ditekankan disini bahwa pemeriksaan tinggi badan pada lansia dapat

memberikan nilai kesalahan yang cukup bermakna oleh karena telah terjadinya

osteoporosis pada lansia yang akan berakibat pada kompresi tulang-tulang columna

vertebral. Untuk itu para ahli sepakat bahwa sebagai gantinya tinggi badan dapat

dipakai panjang rentang tangan (armspan) dalam penentuan indeks massa tubuh (BMI)

15

Page 16: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

Ternyata korelasi koefisien antara BMI dengan BMA (body mass-armspan) cukup

tinggi yaitu 0,83 dan 0,81 untuk wanita dan untuk pria dengan nilai p-0,001.

Pemeriksaan biokimia dapat dilakukan terhadap berbagai jaringan tubuh, namun

yang paling lazim, mudah dan praktis adalah darah dan urine. Zat-zat gii tertentu dapat

dievaluasi statusnya melalui pemeriksaan biokimiawi seoerti vitamin A, besi, iodium

protein dan sebagainya.

Pemeriksaan biofisik dilakuakan misalnya terhadap tulang untuk menilai derajat

osteoporosis, jantung untuk kecurigaan beri-beri dan smear terhadap mukosa organ

tertentu.

2.2.9 Nutrisi Enteral dan Parenteral

Pada keadaan tertentu, terkadang diperlukan pemberian makan secara

enteral maupun parenteral bagi lansia, terutama yang mengalami perawatan di

rumah sakit. Aspen (American Society for Parenteral and Enteral Nutrition) Board

of Directors telah membuat pedoman umum pada tahun 1993. Pedomannya

adalah sebagai berikut8:

NUTRISI ENTERAL

1. Dukungan nutrisi enteral melalui tube feeding hendaknya dipakai pada

pasien yang akan atau telah mengalami malnutrisi, atau pada pasien yang

oral feeding-nya tak dapat memepertahankan status gizinya.

2. Pada pasien yang akan mengalami home care, mereka dan perawat yang

menjagantya harus dididik tentang prosedur yang diperlukan dan diberi

tahu tentang komplikasi yang dapat terjadi.

3. Program nutrisinya harus dengan pemenuhan kebutuhan pola hidup di

rumah.

4. Disamping perawat/anggota keluarga yang terlatih, masih diperlukan

pemantauan berkala oleh tenga yang memiliki pengetahuan tentang

potensi resiko infeksi, mekanik, metabolik dari tube feeding.

16

Page 17: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

NURISI PARENTERAL

1. Calon penerima dukungan nutrisi parenteral adalah mereka yang telah

malnutrisi atau berpotensi mengalami malnutrisi namun tidak bisa

mencerna atau tidak dapat menyerap nutrien yang diberikan secara oral.

2. Peripheral parenteral nutrition (PPN) diindikasikan untuk dukunga nitrisi

partial atau total sampai dengan 2 minggu.

3. Total parenteral nutrition (TPN) diberikan bilan nutrisi parenteral

didindikasikan lebih dari 2 minggu atau jalan masuk perifer terbatas.

2.2.10 Pedoman Umum Gizi Seimbang untuk Lansia

Khusus untuk Indonesia, Departemen Kesehatan telah menerbitkan Pedman

Umum Gizi Seimbang (PUGS) (DepKes, 1995) yang berisi 13 pesan dasar gizi

seimbang bagi lansia dengan dasar PUGS dan dengan memepertimbangkan

pengurangan berbagai resiko pentyakit degenerasi yang dihadapi para lansia.8

1. Makanlah aneka ragam makanan

2. Makanlah sumber karbohidrat kompleks (serealia dan umbi)

3. Batasi minyak dan lemak secar berlebihan

4. Makanlah sumber zat besi secara bergantian antara sumber hewani dan

nabati.

5. Minumlah air yang bersih, aman, dan cukup jumlahnya dan telah didihkan.

6. Kurangi konsumsi makanan jajanan dan minuman yang tinggi gula murni

dan lemak.

7. Perbanyak frekuensi makanhewani laut dalam menu harian.

8. Gunakanlah garam berodium, namaun batasilah penggunaan garam secar

berlebihan, kurangi konsumsi makanan dengan pengawet

2.3 ANEMIA PADA LANJUT USIA

Anemia merupakan salah satu gejala sekunder dari sesuatu penyakit pada lansia.

Prevalensi anemia pada lansia adalah sekitar 8–44%, dengan prevalensi tertinggi pada

laki–laki usia 85 tahun atau lebih. Dari beberapa hasil studi lainnya dilaporkan bahwa

prevalensi anemia pada laki–laki lansia adalah 27–40% dan wanita lansia sekitar 16–

21%. 

17

Page 18: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

Anemia pada lanjut usia yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya sering dianggap

sebagai fenomena fisiologis yang mungkin disebabkan karena menurunnya sekresi

androgen pada laki-laki lanjut usia atau menurunnya ploriferasi stem sel seiring dengan

bertambahnya usia. Namun, beberapa penelitian menyimpulkan bahwa meningkatnya

prevalensi anemia pada lanjut usia menunjukkan terjadinya peningkatan penyakit yang

mendasari terjadinya anemia tersebut.2,3,4

2.3.1 Etiologi

Dari beberapa penelitian diperkirakan sepertiga penderita anemia mengalami

defisiensi besi, sepertiga dengan inflamasi kronis, penyakit ginjal kronik maupun

keduanya, sedangkan sepertiga lainnya tidak dapat dijelaskan.2,4

Tabel 4. Etiologies of Anemia in Noninstitutionalized Persons 65 Years and Older

Etiology Subtype Percentage of anemia

Nutritional Iron deficiency 16.6Folate deficiency 6.4Vitamin B12 deficiency 5.9Iron deficiency plus folate or vitamin B12 deficiency, or all three 3.4Folate and vitamin B12 deficiencies 2.0

Chronic disease Anemia of chronic inflammation 19.7Renal insufficiency 8.2Renal insufficiency and anemia of chronic inflammation 4.3

Unexplained — 33.6

2.3.2 Diagnosis

Anemia sering memiliki onset berbahaya pada orang tua. Meskipun penurunan

akut pada hemoglobin akan menyebabkan gejala penurunan volume, seperti pusing,

onset lambat anemia dapat ditoleransi dengan lebih baik, dengan gejala berkembang

sebagai mekanisme kompensasi gagal.4 Orang tua tidak dapat meningkatkan denyut

jantung dan cardiac output sama mudahnya seperti orang muda, dengan dyspnea,

kelelahan, dan kebingungan menjadi lebih umum sebagai memburuk anemia. Sudah ada

penyakit jantung, seperti penyakit arteri koroner dan gagal jantung kongestif, sering

menjadi lebih gejala sebagai tingkat hemoglobin menurun.

18

Page 19: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

Ada beberapa tanda-tanda pada pemeriksaan fisik yang spesifik untuk anemia

ringan atau sedang. Konjungtiva pucat biasanya ditemukan ketika tingkat hemoglobin

turun di bawah 9 g per dL (90 g per L). Pada orang dengan penyakit kronis, dokter

mungkin mengabaikan gejala anemia atau atribut terhadap proses penyakit yang

mendasari. Dengan demikian, penting untuk memiliki indeks kecurigaan yang tinggi

ketika orang tua hadir bahkan dengan gejala halus penurunan hitung darah lengkap atau

point-of-perawatan pengukuran hematokrit cepat akan mengkonfirmasi diagnosis dari

anemia.4

Tambahan riwayat dan temuan pemeriksaan fisik seringkali memperjelas

etiologi anemia. Pertanyaan harus mencakup tanda-tanda dan gejala yang berhubungan

dengan kehilangan darah, seperti gangguan pencernaan kronis atau tinja gelap sugestif

perdarahan gastrointestinal, urin gelap sugestif hematuria, dan operasi baru-baru ini.

Riwayat diet adalah penting, dengan diet vegan yang ketat meningkatkan risiko vitamin

B12 deficiency. Konsumsi alkohol berat meningkatkan risiko kekurangan folat dan

pendarahan dari penyakit ulkus peptikum dan varises. Penyakit peradangan kronis dan

penyakit ginjal kronis yang berhubungan dengan anemia. Sebuah sejarah lama

pertimbangan anemia waran gangguan keluarga, seperti thalassemia dan spherocytosis

turun-temurun. 2,4

Pengobatan harus ditinjau ulang, dengan memperhatikan hal-hal yang

meningkatkan risiko perdarahan (misalnya, nonsteroidal anti-inflammatory drugs,

warfarin. Sebuah tinjauan seksama sistem dapat mengidentifikasi tanda-tanda yang

mengkhawatirkan seperti imobilitas terakhir, anoreksia, dan keringat malam.Berat

badan, limfadenopati, dan nyeri tulang lokal adalah tanda-tanda dari penyakit serius dan

pertimbangan keganasan dan infeksi kronis.

Setelah anemia dikonfirmasi, hitung darah lengkap sangat membantu. Jika

perdarahan atau anemia defisiensi zat besi secara klinis dicurigai, pengukuran ferritin

serum juga dibenarkan. Mean corpuscular volume (MCV) digunakan untuk

membedakan anemia mikrositik, normositik, dan makrositik.2,4,5

(1) Anemia Mikrositik

Anemia mikrositik biasanya disebabkan oleh defisiensi besi. Feritin adalah

penanda penyimpanan besi, dan tingkat feritin bawah 35 ng per mL (78,64 pmol per L)

19

Page 20: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

menandakan adanya anemia defisiensi besi. Tingkat feritin meningkat dengan penyakit

akut dan peradangan, dan pada beberapa orang dengan anemia defisiensi besi dan

proses inflamasi akut, tingkat feritin mungkin meningkat palsu. Batasan nilai 45 ng per

mL (101.11 pmol per L) memiliki sensitivitas yang lebih tinggi pada orang dewasa

yang lebih tua.

Anemia defisiensi besi sering disebabkan oleh perdarahan gastrointestinal dan

memerlukan penyelidikan lebih lanjut pada sebagian penderita lanjut usia. Kehadiran

anemia defisiensi besi meningkat secara nyata pada kemungkinan keganasan

gastrointestinal, terutama pada orang usia lebih dari 65 tahun.3,4 Bahkan pada pasien

asimtomatik, lebih dari satu setengah yang ditemukan memiliki lesi perdarahan dengan

evaluasi endoskopi dan kolonoskopi dengan esophagogastroduodenoscopy. Usia lanjut,

rendahnya MCV (60 fL atau kurang), dan hasil positif tes darah okultisme tinja

dikaitkan dengan tingkat perdarahan gastrointestinal yang lebih tinggi. Meskipun

bermanfaat mendiagnosis potensi keganasan dan keadaan patologi lain, penting untuk

diingat bahwa risiko perforasi dengan kolonoskopi meningkat seiring dengan usia,

komorbiditas yang signifikan, obstruksi, dan tindakan invasif.

(2) Anemia Normositik

Anemia normositik memiliki diagnosis diferensial yang luas. Meskipun anemi

normositik banyak merupakan sekunder untuk penyakit kronis, termasuk penyakit

ginjal kronis, penting untuk menyingkirkan kemungkinan anemia kekurangan gizi dan

hemolisis. Peripheral blood smear, jumlah retikulosit, dan vitamin B12 dan tingkat folat

harus diperiksa. Banyak pasien dengan vitamin B12 atau kekurangan folat memiliki

MCV normal. 4,5

Jika indeks retikulosit (jumlah kali tingkat hematokrit retikulosit, dibagi dengan

tingkat hematokrit normal) lebih besar dari 2 persen, hemolisis dan tes konfirmasi

selanjutnya harus dipertimbangkan. Sebuah hasil positif tes Coombs langsung sangat

mendukung anemia hemolitik autoimun. Anemia hemolitik autoimun, kedua jenis

antibodi hangat dan dingin, dapat mengancam nyawa jika tidak diobati, namun

memiliki hasil yang baik dengan immunosupresif. Penyebab lain retikulositosis

termasuk kehilangan darah dan hipersplenisme. Kebanyakan orang dengan anemia

memiliki jumlah retikulosit rendah, yang menunjukkan bahwa sumsum tulang tidak

20

Page 21: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

memproduksi sel darah merah yang memadai. Jika vitamin B12 dan tingkat folat yang

memadai, pasien harus dievaluasi untuk anemia defisiensi zat besi dan penyakit ginjal. 

Banyak orang tua memiliki anemia dengan campuran lebih dari satu 

etiologi. Tingkat transferin reseptor larut biasanya meningkat menjadi 2,5 mg per L

(29,5 nmol per L) atau lebih besar dari anemia defisiensi besi. Nilai 1,5 atau kurang

menunjukkan anemia penyakit kronis dan lebih besar dari 1,5 mendukung defisiensi

besi dengan penyakit kronis.4

(3) Anemia Makrositik

Anemia makrositik dapat disebabkan oleh terapi obat, alkoholisme, penyakit

hati, hipotiroidisme, kekurangan vitamin B12, atau kekuragan asam folat. Jumlah

retikulosit yang tinggi menunjukkan hemolisis, hipersplenisme, atau kehilangan darah

akut. Ketika jumlah retikulosit rendah, langkah berikutnya adalah untuk mendapatkan

vitamin B12 serum dan kadar folat. Jika vitamin B12 atau tingkat folat ada pada batas

rendah, homosistein serum (untuk mengkonfirmasi defisiensi folat) dan tingkat asam

methylmalonic (untuk mengkonfirmasi defisiensi vitamin B12) harus

diperoleh. Tingkat normal homosistein dan asam methylmalonic hamper dapat

menyingkirkan defisiensi folat dan vitamin B12.4,5

Sebuah darah abnormal hasil smear perifer pada pasien dengan anemia

menjamin pertimbangan yang kuat untuk sindrom myelodysplastic dan keganasan,

khususnya myeloma multiple. Anemia makrositik dikaitkan dengan sindrom

myelodysplastic dan kondisi myeloproliferative. Dalam kasus tersebut, biopsi sumsum

tulang harus dipertimbangkan jika temuan berpotensi akan mempengaruhi pengobatan. 

2.3.3 Penatalaksanaan

Pada anemia defisiensi besi, dosis biasa adalah pengganti ferrous sulfat, 325 mg

(65 mg elemental zat besi) per hari, atau ferrous glukonat, 325 mg (38 mg elemental zat

besi) per hari. Dosis rendah terapi besi, dengan 15 mg besi elemental per hari sebagai

ferrous glukonate cair, efektif mengoreksi hemoglobin dan konsentrasi feritin dengan

sedikit efek samping gastrointestinal dibandingkan dosis tinggi besi. Pengobatan

biasanya berlangsung selama enam bulan untuk memenuhi persediaan besi.3,4 Bagi

orang-orang yang gagal untuk merespon terapi zat besi oral, pengobatan parenteral

dengan besi dekstran atau sukrosa besi. Dosis tinggi terapi oral (cyanocobalamin, 1

21

Page 22: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

sampai 2 mg per hari) untuk mengobati kekurangan vitamin B12 efektif dan ditoleransi

dengan baik. Anemia defisiensi folat harus diterapi dengan asam folat, 1 mg per

hari. Pengobatan yang efektif anemia gizi ditandai oleh retikulositosis dalam waktu satu

minggu, diikuti dengan peningkatan lebih bertahap di tingkat hemoglobin.5

Pengobatan anemia penyakit kronis, anemia penyakit ginjal kronis, dan anemia

yangtidak diketahui penyebabnya akan lebih sulit. Pengobatan awal dan lebih disukai

adalah Pengelolaan yang optimal dari penyakit kronis akan meminimalkan peradangan

dan mengurangi penekanan sumsum tulang.4 Kebanyakan anemi pada orang tua yang

ringan dan tidak memerlukan intervensi lebih lanjut. Ketika anemia berat (kadar

hemoglobin kurang dari 10 g per dL [100 g per L]), gejala yang mengetahui pengobatan

tambahan sering berkembang. Dua pilihan untuk mengobati anemia berat adalah

transfusi darah dan Erythropoiesis-stimulating agents, yang keduanya memiliki

keterbatasan yang signifikan. Transfusi darah memberikan bantuan langsung dari gejala

umum, termasuk dispnea, kelelahan, dan 

pusing.  Risiko transfusi meliputi volume overload, kelebihan zat besi, infeksi, dan

reaksi akutuntuk memperbaiki gangguan yang mendasarinya. 

Erythropoiesis-stimulating agent telah disetujui untuk pengobatan anemia

penyakit kronis dalam situasi terbatas, tetapi penggunaannya masih kontroversial.

Erythropoietin diproduksi terutama oleh ginjal dan merangsang produksi sel darah

merah di sumsum tulang. Dua percobaan acak baru-baru ini penggunaan

Erythropoiesis-stimulating agents pada orang dengan penyakit ginjal kronis dan anemia

menemukan bahwa peningkatan kadar hemoglobin dengan target 13,5 g g per dL (135 g

per L) atau 13 per dL mengakibatkan peningkatan tingkat kematian dan kejadian

kardiovaskular. Tujuan dari pengobatan dengan pemberian obat perangsang

erythropoiesis untuk penyakit ginjal kronis adalah menghindari transfusi dan

mempertahankan tingkat hemoglobin agar tidak jauh di bawah 12 g per dL. Meskipun

beberapa penelitian telah menunjukkan manfaat sederhana Erythropoiesis-stimulating

agent spada orang dengan kanker dan anemia, beberapa telah menemukan penurunan

kelangsungan hidup dengan agents. Untuk kemoterapi terkait anemia, Erythropoiesis-

stimulating agents direkomendasikan pada tingkat hemoglobin yang turun di bawah 10

g per dL untuk menghindari transfusi.

22

Page 23: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

Bagi kebanyakan orang dengan anemia penyakit kronis atau anemia yang tidak

dapat dijelaskan, ada sedikit bukti bahwa mengoreksi tingkat hemoglobin dapat

mengurangi morbiditas dan mortalitas, atau meningkatkan kualitas hidup. Pada pasien

ini, anemia dapat menjadi penanda penurunan kelemahan dan fisiologis. Oleh karena

itu, adalah bijaksana untuk membatasi erythropoiesis-stimulating agents untuk

pengobatan anemia parah yang terkait dengan penyakit ginjal kronis dan indikasi lain

yang disetujui, kecuali pasien merupakan bagian dari uji klinis untuk mengevaluasi

erythropoiesis-stimulating agents.

23

Page 24: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

BAB III

KESIMPULAN

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah

kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin.

Menurut WHO, batasan anemia yaitu untuk wanita apabila konsentrasi hemoglobinnya

di bawah 12 gr/dL (7,5 mmol/L) dan untuk pria apabila konsentrasi hemoglobinnya di

bawah 13 gr / dL (8,1 mmol / L).

Pada aging process, saat tubuh sudah mencapai tingkat kematangan fisiologik,

kecepatan katabolisme atau proses degenerasi lebih besar daripada kecepatan proses

regenerasi sel (anabolisme). Akibat yang timbul adalah hilangnya sel-sel yang

berdampak dalam bentuk penurunan efisiensi dan gangguan fungsi organ. Dengan

demikian menua ditandai dengan kehilangan secara progresif lean body mass (jaringan

aktif tubuh) dan perubahan-perubahan di semua sistem di dalam tubuh manusia.

Dari beberapa penelitian diperkirakan sepertiga penderita anemia mengalami

defisiensi besi, sepertiga dengan inflamasi kronis, penyakit ginjal kronik maupun

keduanya, sedangkan sepertiga lainnya tidak dapat dijelaskan. Anemia defisiensi besi

sering disebabkan oleh perdarahan gastrointestinal dan memerlukan penyelidikan lebih

lanjut pada sebagian penderita lanjut usia.

Diagnosis anemia dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan klinik, dan

pemeriksaan penunjang. Pada lanjut usia, teman klinis dan hasil laboratorium yang

didapat memiliki batasan yang berbeda dengan dewasa muda. Hal ini disebabkan oleh

berkurangnya kemampuan kompensasi pada lanjut usia. Oleh karena itu, semua jenis

anemia pada lanjut usia harus ditatalaksana sesuai dengan klasifikasi anemia itu sendiri.

24

Page 25: anemia akibat malnutrisi pada geriatri

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaushansky K, et all. 2001. Williams Hematology, Eight Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. United States.

2. Adamko DJ, et all. 2009. Wintrobe’s Clinical Hematology 12th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia

3. Kurniawan I. Iron deficiency anemia in the elderly. Med J Indones Vol. 20, No. 1, Februari 2011, pp 71-77

4. Bross MH, et all. Anemia in Older Persons. Am Fam Physician. 2010;82(5):480-487.

5. Bakta IM. 2003. Hematologi Klinik Ringkas. EGC. Jakarta.

6. Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson. 2002. Patofisiologi, Jilid1. EGC. Jakarta

7. Van Dern cammen JM, Rai GS, An. Manual Geriatric Medicine. New York, 19398 ; 159 – 173.

8. Departemen Kesehatan RI. 2000. Panduan 13 Dasar Gizi Seimbang. Departemen Kesehatan. Jakarta.

25