Anastesi Intravena Total Pada Operasi Sinus

16

Click here to load reader

Transcript of Anastesi Intravena Total Pada Operasi Sinus

Page 1: Anastesi Intravena Total Pada Operasi Sinus

ANASTESI INTRAVENA TOTAL PADA OPERASI SINUS-NASAL

ENDOSKOPI

Kata kunci

Penyakit nasal – pengobatan pembedahan – operasi sinus endoskopi – anastesi total –

remifentanil – propofol

Kesimpulan

Tujuan dari percobaan yang diacak ini (64 pasien) adalah untuk meningkatkan

control perdarahan pada saat operasi sinusal endoskopi fungsional dalam hal

pencapaian hipotensi yang terkontrol baik dengan anastesi intravena total yang

menggunakan remifentanil dan propofol (27 pasien), atau anastesi inhalasi yang

menggunakan isoflurane dan fentanil (37 pasien). Parameter berikut ini dimonitor

sebelum pemberian anastesi (T0), kemudian setelah 15 menit (T1), dan 30 menit

(T2); sistolik, diastolic, dan tekanan arteri rata-rata; detak jantung; konsentrasi tele

exhaled carbon dioxide (Pet CO2) dan persentase saturasi hemoglobin perifer (SPO2);

perdarahan berdasarkan pada skala Fromme-Hoezart pada T2. Nilai tekanan arteri

rata-rata dipertahankan antara 60-70 mmHg disepanjang operasi. Pada T0, nilai

tekanan arteri sistolik, tekanan arteri diastolic dan tekanan arteri rata-rata terlihat

saling melampaui pada kedua kelompok. Kedua tipe anastesi efektif dalam

menurunkan nilai tekanan pada T0-T1 dan T1-T2 (p<0,0001). Tekanan arteri sistolik

pada T1 lebih rendah deangan penggunakan anastesi total secara intravena

dibandingkan dengan isoflurane dan fentanil (p=0.02). PetCo2 dan detak jantung

memperlihatkan kecenderungan mengalami penurunan yang tidak bergantung pada

jenis anastesi yang digunakan. Kesimpulannya, efek hipotensif dari anastesi total

intravena dan isofluran dan fentanil sama, tetapi hanya anastesi total intravena yang

efektif menurunkan perdarahan pada saat operasi sinusal endoskopi fungsional

Pendahuluan

Page 2: Anastesi Intravena Total Pada Operasi Sinus

Tujuan dari operasi sinusal endoskopi fungsional (FESS) adalah untuk

memperbaiki ddrainase dan aerasi sinus paranasal, serta mempertahankan mekanisme

klirens mukosiliar, dan berusaha untuk mempertahankan struktur anatomi yang

normal. Hasil yang sangat baik yang diperoleh telah menyebabkan FESS menjadi

teknik operasi endoskopi yang paling banyak digunakan. Akan tetapi, operasi ini

dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti selulitis orbita, fistula rhino-

liquoral, lesi pada nervus optikus di durameter, meningitis. Komplikasi-komplikasi

ini seringkali disebabkan oleh perdarahan yang besar yang dapat terjadi pada saat

operasi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan teknik pembedahan dengan

menurunkan angka kejadian komplikasi, ini penting untuk mendapatkan lapangan

operasi yang bebas dari darah untuk meningkatkan jarak penglihatan. Hal ini dapat

diperoleh dengan penggunaan anastesi local, dengan penggunaan vasokonstriktor

secara topical atau anastesi umum, yang berkaitan dengan hipotensi yang terkontrol.

Anastesi umum intravena total (TIVA), dengan remifentanil dan propofol

(REM/PRO), seharusnya menjadi teknik yang paling efektif untuk mendapatkan

penurunan perdarahan. Remifentanil, sebagai molekul yang menyerupai morfin,

bekerja pada reseptor tertentu yang terletak didalam neuroaksis menghasilkan

keadaan analgesia, sedasi dan rasa mengantuk. Pada system kardiovaskular, molekul

ini menyebabkan bradikardi sinusal yang disebabkan oleh hiperstimulasi vagal dan

hipotensi yang bergantung pada dosis. Propofol adalah hipnotik intravena yang tidak

memiliki sifat analgesic dan digunakan untuk menginduksi dan mempertahankan

narcosis. Dan juga obat ini menyebabkan penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP)

dengan menurunkan resistensi pembuluh darah perifer dan sedikit menurunkan

cardiac output (CO), dengan variasi detak jantung (HR) yang tidak signifikan. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan control perdarahan pada lapangan

operasi selama FESS dengan menggunakan TIVA dan untuk membandingkan efek,

pada MAP yang sama, dengan anastesi inhalasi yang digunakan sebelumnya.

Bahan dan Metode

Page 3: Anastesi Intravena Total Pada Operasi Sinus

Sebelum dilakukan penelitian, persetujuan tertulis untuk melakukan operasi

harus diperoleh, dari kandidat pasien untuk pengobatan ini, serta persetujuan untuk

pemberian secara acak salah satu dari kedua jenis anastesi (INA atau TIVA). Yang

termasuk dalam penelitian ini adalah sebanyak 64 pasien (41 pria, 23 wanita)

dimasukkan rumah sakit untuk mendapatkan operasi sinusal endoskopi karena

sinusitis kronis sederhana atau sinusitis kronis dengan polyposis. Pasien dibagi

menjadi 3 kelompok sebagai berikut: a) eithmoidektomi anterior (reseksi ujung

prosessus uncinate membuka bulla) dan/atau middle hiatal anthrostomy; b) A +

eithmoidektomi posterior dengan membuka lamina media turbinate dan/atau

sphenoidektomi; c) A + B + eithmoidektomi anterior yang membuka lamina media

turbinate dan/atau membuka frontal recess (tabel 1).

Pada kelompok “INA”, 10 berada pada kelas ASA (American Society of

Anasthesiologist) 1, dan 27 ASA 2, sementara itu pada kelompok “TIVA”, 7 berada

di kelas ASA 1, 20 berasda di kelas ASA 2 (tabel 2). Ke-27 pasien dalam kelompok

TIVA mendapatkan remifentanil dan propofol (REM/PRO) dalam infuse IV secara

terus menerus dengan menggunakan pompa infuse tertentu, sementara ke-37 yang

lain (kelompok INA) diberikan anastesi inhalasi yang berimbang dengan

menggunakan fentanil, sebagai sebuah analgesic dan isofluran (ISO) sebagai

hipnotik. Semua psien diberikan pre medikasi dengan menggunakan atropine (0,007

mg/kg), midazolam (0,05 mg/kg). sekitar dua menit, setelah pre-medikasi, anastesi

umum dimulai dengan memberikan propofol (1-2 mg/kg) dan fentanil (2 µg/kg) pada

kelompok INA. Pada kelompok TIVA, anastesi dimulai dengan memberikan

remifentanil secara bolus (1 µg/kg) yang diikuti dengan memberikan propofol (1-2

mg/kg). untuk mempermudah intubasi, suksinilkolin (1 mg/kg) diberikan pada kedua

kelompok. Ketika intubasi telah selesai dilakukan, ventilasi dijamin oleh respirator

otomatis yang memberikan campuran udara dan oksigen pada kadar 40% dan

paralisis otot dipertahankan dengan memberikan vecorunoium secara bolus (1 mg/kg)

yang diikuti oleh dosis pemeliharaan sebesar 10-20 mg. Anastesi dipertahankan

Page 4: Anastesi Intravena Total Pada Operasi Sinus

dengan pemberoan remifentanil dan propofol melalui infuse dengan kecepatan lambat

dengan menggunakan pompa infuse tertentu yang sebelumnya telah disiapkan dengan

dua suntikan yang mengandung 2 mg remifentanil dalam 40 cc larutan fisiologis dan

50 cc propofol. Kecepatan pemberian adalah sebesar 38-155 ml/jam untuk

remifentanil dan 35-45 ml/jam untuk propofol pada pasien di kelompok TIVA (ASA

1) dan 35-44 ml/jam remifentanil dan 32-40 ml/jam propofol pada pasien di kelompoj

TIVA (ASA 2). Kecepatan ini digunakan berdasarkan respon hemodinamik, yang

bertujuan untuk mempertahankan nilai MAP pada kisaran 60-70 mmHg. Terapi

cairan sebesar 4 ml/kg/jam dipertahankan pada kedua kelompok dengan larutan

fisiologis 0,9% yang dapat digantikan dengan ringer laktat. Pada kelompok INA,

anastesi dipertahankan dengan ISO 1-2% dalam campuran udara dan oksigen sebesar

40% yang dihirup. Konsentrasi alveolar minimum (MAC) anastesi yang mengandung

halogen berhasil digunakan hingga mencapai nilai target tekanan rata-rata pada

kisaran 60-70 mmHg. Monitoring kardiovaskular dilakukan oleh elektrokardiogram

(EKG) yang berkelanjutan, pencatatan tekanan arteri, pencatatan sinyal capnograf

(PetCO2) dan pengukuran melalui photo-plethysmography saturasi perifer dalam

oksigen (SPO2). Kedua kelompok dimonitor sebelum induksi anastesi (T0), setelah

pemindahan nasal pledget, yaitu 15 menit setelah induksi anastesi (T1), dan akhirnya,

30 menit setelah induksi anastesi, yaitu ketika nilai MAP menetap, dalam kisaran 60-

70 mmHg (T2), untuk parameter berikut ini: sistolik (SAP), diastolic (DAP), dan

tekanan arteri rata-rata (MAP); detak jantung (HR); PetCO2 dan SPO2. Untuk

drainase vena yang lebih mudah, pasien ditempatkan pada posisi supine atau condong

(anti-tredelenburg) dengan sekitar 250. Segera setelah intubasi nasotrakea, pasien,

pada kedua kelompok, menjalani packing of the nasal cavity dengan adrenaline

soaked pledget (1:1000) yang bertujuan untuk mendapatkan kontraksi mukosa

maksimum sehingga memberikan jarak pandang yang lebih baik pada sepanjang

kavum nasal. Sebelum insersi ke kavum nasal, cairan dipindahkan dari pledgets dan

kemudian, dibawah panduan andoskopik, secara hati-hati digunakan pada mukosa

nasal. Meatus media dipenuhi dengan kapas yang dimasukkan dengan menggunakan

Page 5: Anastesi Intravena Total Pada Operasi Sinus

forsep auricular yang kecil. Hiatus semilunaris dan resessus spheno-ethmoidal

dipenuhi dengan cara yang sama. Setelah 5 menit, pledget dipindahkan. Kemudian

anastesi local tambahan diberikan, biasanya dengan menggunakan injeksi dibawah

mukosa prosesus uncinate, pada tingkat kepala middle turbinate dan bagian inferior

bulla. Penting untuk memberikan injeksi pada titik insersi di middle turbinate, karena,

pada titik ini, mungkin untuk memblok pembuluh darah dan serabut saraf yang

berasal dari arteri dan saraf ethmoidal anterior. Pada sebagian besar kasus, 1-1,5 ml

infiltrasi submukosa sudah mencukupi, dimana digunakan carbocaine dengan

adrenalin 1:1000. Setelah 15 menit, setelah memindahkan pledget, parameter yang

telah disebutkan diatas dinilai (T1). Kemudian 30 menit setelah induksi anastesi,

yaitu , jika nilai MAP tercapai dan stabil, dalam kisaran 60-70 mmHg (T2), ahli

bedah, tidak mengetahui obat yang digunaka, megevaluasi kualitas lapangan operasi

dengan menggunakan fromme et al, skala yang diadaptasi oleh Boezart et al. (tabel

III).

Hasil

Parameter yang diikutsertakan, dalam penelitian ini, adalah nilai rata-rata

SAP, DAP, MAP, HR, dan PetCO2, pada saat T0, T1, T2, dalam kedua kelompok,

yaitu, INA dan TIVA. Analisa statistic dengan student test untuk data yang tidak

berpasangan (tabel IV) memperlihatkan bahwa perbedaan pada T0 tidak signifikan

secara statistic sehingga menunjukkan bahwa kedua kelompok dimulai dengan nilai

rata-rata yang setara dari variable yang diikutsertakan. Untuk mengevaluasi arti dari

perbedaan diantara nilai rata-rata parameter, pada kelompok TIVA dan INA,

digunakan one-way ANOVA, sambil mengevaluasi arti dari perbedaan parameter

yang diikutsertakan diantara kedua kelompok, dalam hal waktu (dalam) atau dalam

hal waktu dan jenis anastesi yang digunakan (interaksi), two-way ANOVA untuk

pengukuran berulang digunakan (tabel V). Yang jelas, MAP, DAP dan SAP,

meskipun dimulai dengan nilai yang sama, menunjukkan perbedaan dalam hal waktu,

dengan penurunan yang lebih nyata pada nilai parameter pada saat T1 dalam

Page 6: Anastesi Intravena Total Pada Operasi Sinus

kelompok TIVA (sebagai akibat dari efek antagonis kalsium dari propofol)

dibandingkan dengan kelompok INA, tetapi kemudia kembali ke nilai tekanan yang

sama pada T2. Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis anastesi mempengaruhi

perbedaan dalam waktu parameter tekanan dipertimbangkan, tetapi tidak

mempengaruhi HR, PetCO2, dan SPO2, kecenderungan dimana tidak bergantung pada

jenis anastesi yang digunakan. Tingkat perdarahan, dievaluasi oleh skala Fromme et

al, diadaptasi oleh Boezart et al, secara keseluruhan, 3,05 ± 0,57 untuk pasien dalam

kelompok INA dan 2,48 ± 0,51 untuk pasien dalam kelompok TIVA. Pada MAP

yang sama, nilai untuk perdarahan, pada T2, lebih tinggi untuk pasien INA (tabel VI).

Akibatnya, dalam hal perdarahan, berbeda secara signifikan pada sampel yang

dipelajari, bahkan jika jumlah pasien dalam kelompok TIVA dan INA berbeda (tabel

VII). Tidak terdapat komplikasi yang parah pada kasus ini. Pada parameter yang

dievaluasi dalam penelitian ini, tidak ada perbedaan statistical yang ditemukan

diantara kelompok A, B dan C, pada saat T0 dan T2, untuk anastesi TIVA dan INA

(p> 0,05).

Diskusi

Selama beberapa tahun terakhir, teknik endoskopi digunakan untuk tujuan

diagnostic, dibandingkan dengan prosedur visualisasi yang ada saat ini, terutama

computerized tomography, telah terbukti dapat memberikan alat yang ideal dan

sekarang menjadi, hampir diseluruh dunia, menjadi standar diagnostic, pada

munculnya infeksi pada sinus paranasal. Selain sebagai pendekatan diagnostic,

prosedur pembedahan endoskopi telah berkembang secara spesifik untuk area yang

terletak di titik kunci dari dinding nasal lateral. Setelah operasi yang relative terbatas,

yang terdiri dari reseksi prosesus uncinate, antrostomi hiatal media, membuka bulla,

dari lamina media turbinate, pada ethmoid posterior, spheinodektomi dan/atau

pembukaan resesus frontalis, bahkan perubahan yang besar pada mukosa dalam sinus

paranasal yang lebih besar mundur mengalami regresi tanpa melakukan operasi diatas

mereka, sehingga pemulihan dapat tercapai setelah teknik pembedahan dengan

Page 7: Anastesi Intravena Total Pada Operasi Sinus

menurunkan tramatisme dan mempertahankan mukosa. Sejauh ini perhatian

mengenai kerugian dari jenis operasi ini, yang berguna jika disebutkan: selulitis

orbita, fistula rhino-liquoral, lesi di nervus optikus lesi di duramater, meningitis.

Komplikasi seringkali muncul karena perdarahan dalam jumlah besar yang terjadi

selama operasi. Untuk menurunkan komplikasi, oleh karena itu, penting bahwa

lapangan operasi dapat terbebas dari darah untuk meningkatkan ketajaman

penglihatan. Karena alasan ini, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kualitas

lapangan operasi selama FESS dengan menggunakan anastesi TIVA yang

dibandingkan dengan INA. Diakhir penelitian, kami mengeksploitasi sifat

farmakologis remifentanil dan propofol (REM/PRO) yang diberikan dalam infuse iv

yang berkelanjutan melalui pompa infuse tertentu. Propofol (12-6 diiso-profilfenolo)

adalah sebuah anastesi iv dalam emulsi 1% minyak kedelai yang sangat mudah larut

dalam lemak, dapat berjalan dengan cepat dari darah ke jaringan, dengan waktu paruh

distribusi antara 2-4’ (T 1/2 = 1,8-8,3 menit); penurunan yang cepat dalam darah

dapat membuat pasien bangun kembali dengan cepat, karena eliminasi waktu paruh

ada dalam kisaran 36 dan 60 menit (T ½ B). Telah dilaporkan bahwa, pada induksi,

propofol menyebabkan penurunan MAP rata-rata dengan menurunkan resistensi

pembuluh darah perifer dan sedikit menurunkan cardiac output (CO), tanpa

perbedaan yang signifikan pada HR. Sebuah penelitian mengenai efek propofol pada

sel endotel aorta bovine menunjukkan bahwa hubungan manifestasi klinis, hipotensi

dan/atau bradikardi, dapat disebabkan oleh inhibisi pelepasan kalsium intraseluler

(efek kalsium antagonis). Kinetic propofol masih tetap tidak berubah pada pasien

dengan penyakit hepar yang parah atau gagal ginjal dan juga dapat digunakan pada

pasien yang menjalani pengobatan dengan beta bloker atau dengan defek katup.

Karena propofol adalah agen hipnotik, obat ini tidak memiliki efek analgetik dan oleh

karena itu harus digunakan dengan analgesic kuat, seperti remifentanil, sebua agonis

opioid yang kuat dari reseptor µ. Dibandingkan dengan opioid yang sama lainnya

seperti fentanil atau alfentanil, remifentanil tampaknya dapat memberikan stabilitas

hemodinamik yang lebih besar selama operasi dan mempertahankan perfusi serebral

Page 8: Anastesi Intravena Total Pada Operasi Sinus

agar tidak berubah. Pada saat yang sama, obat ini tampaknya dapat menyebabkan

hipotensi ringan. Remifentanil adalah sebuah opioid dari kelas anilidopiperidinic

yang berinteraksi secara selektif dengan reseptor µ. Sifat farmakokinetik tertentu

membedakannya dari opioid sintesis yang lain (fentanil, alfentanil, sufentanil):

remifentanil cepat dimetabolisme oleh plasma yang tidak spesifik dan jaringan

esterase. Jenis metabolism ini mempunyai eliminasinya sangat cepat dan, oleh karena

itu, efeknya dapat menghilang dengan cepat tanpa memperhatikan durasi pemberian.

Pada saat onset, remifentanil sama cepatnya dengan alfentanil, tetapi pasien dapat

pulih dengan cepat dan tanpa efek yang buruk. Lagipula, karena responnya dapat

diramalkan, dosis dapat dengan mudah ditingkatkan. Karena efeknya menghilang

dengan cepat setelah operasi, obat ini juga akan menurun dengan cepat setelah

pemberian dihentikan: oleh karena itu, penting untuk memulai pengobatan analgesi

pasca operasi yang adekuat sebelum operasi benar-benar dihentikan. Efek samping

remifentanil sama dengan opioat yang lain, tetapi, karena obat ini dengan cepat

dieliminasi dari tubuhm efeknya juga hilang dengan cepat. Efek samping yang

dilaporkan adalah sebagai berikut: kaku otot, nausea dan muntah pasca operasi,

depresi pernapasan, gatal, sakit kepala, vertigo, hipotensi, sinus bradikardi yang

disebabkan oleh hiperstimulasi vagal. Lagi pula, efek hipotensi dari remifentanil

bergantung pada dosis. Pada anastesi inhalasi yang berimbang, anastesi ini dilakukan

dengan menggunakan fentanil sebagai analgesic dan isofluran (ISO) sebagai hipnotik

yang sifat dan hemodinamiknya sama dengan propofol. Memang, telah diperlihatkan

bahwa ISO dan propofol menyebabkan penurunan resistensi arterial total, dan

memiliki efek inotropik negative yang signifikan. Pada penelitian ini, ISO dipilih

juga karena, dari berbagai macam jenis halogenik yang tersedia, ISO adalah obat

yang jarang menyebabkan masalah pada ritme jika dikaitkan dengan vosokonstriktor

local. Meskipun menggunakan adrenalin sebagai anastesi topical, yang memberikan

keuntungan lapangan pembedahan yang bebas dari darah, telah diperlihatkan bahwa,

walaupun terdapat penyerapan adrenalin sistemik, efek samping (alfa-

simpatomimetik) sangat jarang terjadi karena, dengan perkecualian pada kokain, kerja

Page 9: Anastesi Intravena Total Pada Operasi Sinus

dari anastesi local, yang menghasilkan vasodilatasi dengan bekerja secara langsung

pada otot pembuluh darah, yang berdampingan dengan sedikit penurunan cardiac

output (CO) dan resistensi pembuluh darah perifer yang disebabkan oleh propofol,

mereka membedakan efek simpatomimetik dari adrenalin. ISO juga memiliki efek

vasodilator, seperti yang diperlihatkan pada penelitian yang dilakukan pleh Testa et

al, yang mengevaluasi perbedaan dalam mikrosirkulasi dengan menggunakan

photopletismography pada tingkat kulit dan otot. Data hemodinamik dalam tabel V

dan digambarkan dalam gambar 1 menunjukkan penurunan DAP, SAP dan MAP

yang lebih signifikan pada kelompmpok TIVA dibandingkan dengan kelompok INA

pada T1. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian lain yang

bertujuan menentukan efektifitas anastesi intravena total (TIVA) dengan

menggunakan remifentanil dan propofol dan dengan karakteristik farmakologis

mereka. Walaupun, pada T2, nilai SAP, DAP dan MAP dalam kelompok INA dan

TIVA sama. Akan tetapi, hanya dalam kelompok TIVA terdapat kondisi pembedahan

yang baik, dalam hal kualitas lapangan pembedahan (tabel VI, VII). Hal ini dapat

disebabkan oleh karakteristik ISO yang menyebabkan penurunan tekanan arterial

sistemik, dengan menurunkan resistensi vascular terutama pada kulit dan otot, yang

dapat menyebabkan perdarahan yang lebih parah dalam lapangan operasi yang

diamati, oleh ahli bedah, pada pasien dalam kelompok INA yang menjalani operasi

nasal endoskopik. Dengan memperhatikan kecepatan detak jantung rata-rata, PetCO2,

dan SPO2 perbedaan antara nilai rata-rata dalam kedua kelompok tidaklah signifikan

karena variable ini tidak terpengaruh, dalam cara yang sama, oleh kedua jenis

anastesi yang digunakan.

Kesimpulan

Penelitian ini memperlihatkan bahwa keduanya TIVA dan INA dapat

digunakan dengan aman untuk mengendalikan hipotensi. Akan tetapi, berkenaan

dengan FESS, hanya TIVA yang efektif dalam menciptakan keadaan pembedahan

yang baik, dalam hal kualitas lapangan operasi, karena sifat antagonis kalsium

Page 10: Anastesi Intravena Total Pada Operasi Sinus

propofol memungkinkan selektif vasodilatasi pada area arteri. Jenis anastesi ini telah

terbukti menjadi alat yang valid, untuk ahli bedah, karena peningkatgan visualisasi

struktur sinus-hidung, terutama disebabkan oleh berkurangnya perdarahan pada

lapangan operasi, menurunkan resiko operasi nasal endoskopi. Lagi pula, penting

untuk mengevaluasi tidak hanya kualitas lapangan operasi tetapi juga waktu untuk

membangunkan pasien, mual dan muntah pasca operasi sebelum pengenalan TIVA,

untuk penggunaan rutin, meskipun membutuhkan biaya yang lebih tinggi.