ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN, TINGKAT … · rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan...
Transcript of ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN, TINGKAT … · rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan...
i
ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN, TINGKAT KETERSEDIAAN, DAN DAYA TERIMA MENU MAKANAN KATERING SEKOLAH
MURNI MUTIA TRESNAWATI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
ii
ABSTRACT
MURNI MUTIA TRESNAWATI. Analysis Management, Availability Level, and Acceptance of School Meal Service Food. Under Direction of KATRIN ROOSITA and EDDY S. MUDJAJANTO. School age children are the national investment, so that they need optimal nutrition intake. School meal service is an alternative to overcome nutritional problems of school age children which should contribute about one third of total energy requirement per day. The aim of this study were (1) to analyze food service management at school catering, (2) to assess of hygiene and sanitation in food processing, (3) to evaluate energy and nutrients availability level from food school catering, and (4) to evaluate respondents acceptance of school meal. The cross sectional design was used in this study. The samples of this study were school meal services of Aliya (SDA) and Pertiwi (SDP) elementary school. The respondents of this study were students of fifth grader who consume school meal, catering employee, and headmaster. Food menu divided into monthly and daily. The menu of school meal services of SDA and SDP was produce in household kitchen. Menu planning at catering SDA was based on energy requirement (400-500 Calorie), while at catering SDP was not. In both school meal services, parents of the students were not involved in menu choice. Food service frequency at SDA was five times, while at SDP was four times a week. Food production was done during three and half hour in both school meal services. The period of food distribution to lunch time was 100 minutes at SDA, and 30-115 minutes at SDP. SDA did supervision at the lunch time, menu evaluation, and visit to catering periodically, while SDP did not. The average percentage of SDA employee school meal services who applied hygiene personal was 64.6%, while SDP employee was 53.8%. Average percentage of sanitation prerequisite that applied at catering SDA was 68%, while at catering SDP was 64%. Average energy availability level from food catering SDA and SDP were not yet fulfill one third energy requirement of students, but average energy availability level of monthly food catering SDP approach one third energy requirement (31.2%). The highest average percentage of acceptance toward food catering based on entire acceptance component was daily food menu catering SDP (57.5%). Keywords : management, availability level, acceptance, food catering.
iii
RINGKASAN
MURNI MUTIA TRESNAWATI. Analisis Sistem Pengelolaan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah. Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA dan EDDY S. MUDJAJANTO. Tujuan Umum penelitian adalah menganalisis sistem pengelolaan, tingkat ketersediaan, dan daya terima menu makanan katering sekolah. Tujuan Khusus penelitian ini adalah : (1) Menganalisis sistem penyelenggaraan makanan katering sekolah, (2) Mengetahui penerapan prinsip higiene dan sanitasi pengolahan makanan, (3) Menilai tingkat ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan yang disajikan pada penyelenggaraan makanan di sekolah, (4) Mengevaluasi daya terima responden terhadap menu makanan yang disediakan dalam penyelenggaraan makanan di sekolah. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di Kota Bogor dari bulan April sampai bulan Juni 2009. Contoh dalam penelitian ini adalah katering yang melakukan penyelenggaraan makanan di Sekolah Dasar (SD). Pemilihan SD untuk lokasi penelitian dilakukan secara simple random sampling. Kriteria SD tempat katering tersebut berada adalah : (1) terdaftar di Kota Bogor, (2) mengadakan penyelenggaraan makanan, (3) belum pernah dijadikan tempat penelitian sejenis, (4) bersedia dijadikan sebagai tempat penelitian, dan (5) menyediakan makanan untuk sekolah secara kontinyu. Katering yang terpilih adalah katering SDIT Aliya (SDA) dan SD Pertiwi (SDP).
Responden dalam penelitian ini adalah pengelola katering, pihak sekolah, dan siswa kelas 5 di SD yang terpilih. Kriteria responden yang diteliti di SDA dan SDP adalah siswa yang mengonsumsi makanan katering. Jumlah siswa kelas 5 SDA yang memenuhi kriteria tersebut sebanyak 42 orang pada hari pertama dan 33 orang pada hari kedua. Jumlah siswa kelas 5 SDP sebanyak 31 orang pada hari pertama dan 30 orang pada hari kedua. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer meliputi : (1) sistem pengelolaan penyelenggaraan makanan, (2) menu makanan katering, (3) karakteristik responden yang mencakup nama, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan aktifitas fisik (4) daya terima responden terhadap menu yang disajikan. Data sekunder meliputi karakteristik sekolah dan siklus menu makanan katering.
Data diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2008 dan SPSS 16 for Windows. Data penyelenggaraan makananan dianalisis secara deskriptif. Penilaian higiene dan sanitasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengamatan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715 tahun 2003. Data ketersediaan energi dan zat gizi dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
Katering SDA dan SDP menghasilkan menu makan siang lebih dari 100 porsi/hari untuk warga sekolah, mempekerjakan pegawai, dan menggunakan dapur rumah tangga. Keanggotaan katering di SDP dibedakan menjadi katering bulanan dan harian, sedangkan di SDA hanya bulanan. Manajemen penyelenggaraan makanan terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Dasar perencanaan menu di katering SDA didasarkan pada kebutuhan kalori (400-500 Kalori), sedangkan di katering SDP tidak. Siklus menu adalah satu bulan. Kedua katering tidak melibatkan orang tua dalam pemilihan menu, memiliki standar resep dan standar porsi, serta melakukan pendataan terhadap alergi makanan pada responden.
iv
Tujuan diadakannya penyelenggaraan makanan di SDA adalah menyediakan layanan paket makanan bagi anak dalam rangka menanamkan kemandirian dan menerapkan suasana kekeluargaan bagi anak, sedangkan di SDP adalah untuk memilih dan menyediakan makanan yang dapat mencukupi kebutuhan gizi anak. Manajer katering berperan hampir dalam seluruh aspek penyelenggaraan makanan. Keterlibatan pihak SDA dalam penyelenggaraan makanan lebih tinggi dibandingkan dengan pihak SDP. Katering SDP melakukan pembelian bahan makanan lebih sering daripada katering SDA. Produksi makanan dilakukan selama 3.5 jam di kedua katering. Tempat penyimpanan bahan makanan dibedakan menjadi tempat penyimpanan kering dan basah. Frekuensi penyelenggaraan makanan di SDA lima kali seminggu dan di SDP empat kali seminggu. Waktu makan siang di SDA adalah pukul 12.10 WIB, sedangkan di SDP pukul 11.00 WIB hingga 12.25 WIB. Rentang waktu pendistribusian makanan di sekolah dengan pelaksanaan makan siang adalah 100 menit di SDA dan 30-115 menit di SDP. Makan siang dilakukan secara bersama-sama di SDA, sedangkan di SDP tidak. Pihak SDA melakukan pengawasan pada saat bersama oleh wali kelas dan evaluasi menu oleh tata usaha. Pihak SDA mengunjungi katering setiap akhir semester. Pihak SDP tidak melakukan pengawasan pada saat makan bersama maupun pada saat produksi makanan. Pengawasan pada saat produksi makanan dilakukan oleh manajer kedua katering. Katering SDP tidak dapat melakukan evaluasi sisa makanan karena tempat penyajian makanan menggunakan Styrofoam yang langsung dibuang oleh anak setelah makan. Keluhan disampaikan melalui telepon.
Usia pengelola katering SDA dan SDP berkisar antara 15 hingga 57 tahun, tidak memiliki penyakit kronis, dan lama bekerja mulai dari satu bulan hingga 12 tahun. Persentase rata-rata pengelola katering SDA yang menerapkan prinsip higiene personal sebesar 64.6%, sedangkan pengelola katering SDP 53.8%. Persyaratan sanitasi yang diterapkan di dapur katering SDA adalah 68%, sedangkan katering SDP 64%.
Umur responden siswa kelas lima berkisar antara 10-13 tahun. Lebih dari 50% responden adalah laki-laki. Menu makanan yang banyak dikonsumsi oleh responden katering harian SDP adalah mie goreng dan ayam krispi. Tingkat ketersediaan energi makanan katering SDA kurang dari 1/3 dari kebutuhan energi total responden. Tingkat ketersediaan energi makanan katering bulanan SDP hari pertama memenuhi 1/3 kebutuhan energi hampir seluruh responden. Ketersediaan energi makanan katering harian SDP yang mencapai 1/3 kebutuhan energi adalah nasi dan ayam krispi. Rata-rata tingkat ketersediaan vitamin C makanan katering SDA lebih banyak berasal dari buah dan sayur yang disajikan setiap hari. Persentase rata-rata daya terima responden terhadap seluruh komponen daya terima makanan teringgi adalah makanan katering harian menu pilihan SDP (57.5%), makanan katering bulanan SDA 40.2%, dan makanan katering bulanan SDP 41.1%. Hal ini dikarenakan responden katering harian SDP memilih makanan sesuai dengan keinginannya.
Saran untuk katering sekolah SDIT Aliya adalah sebaiknya porsi makanan diperbanyak untuk meningkatkan sumbangan energi untuk contoh. Saran untuk katering SD Pertiwi adalah sebaiknya sayur dan buah disediakan setiap hari. Pelaksanaan makan siang sebaiknya dilakukan di satu tempat agar lebih teratur. Orang tua dan anak sebaiknya dilibatkan dalam pemilihan menu, agar makanan katering sesuai dengan makanan kesukaan anak. Penerapan higiene personal dan sanitasi jasa boga sebaiknya lebih diperhatikan oleh kedua katering agar menu makanan yang dihasilkan terjamin kebersihannya dan terhindar dari kemungkinan kontaminasi.
v
ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN, TINGKAT KETERSEDIAAN, DAN DAYA TERIMA MENU MAKANAN KATERING SEKOLAH
MURNI MUTIA TRESNAWATI
Skripsi Sebagai salah syarat untuk meperoleh gelar
Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2009
vi
Judul Skripsi : Analisis Sistem Pengelolaan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah.
Nama : Murni Mutia Tresnawati NIM : I14050757
Disetujui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Katrin Roosita, SP, M.Si Ir. Eddy Setyo Mudjajanto
NIP.19710201 199903 2 001 NIP. 19601119 198803 1 001
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS
NIP. 19621204 198903 2 002
Tanggal Lulus :
vii
PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Sistem Pengelolaan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu
Makanan Katering Sekolah” dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Katrin Roosita, SP, MSi dan Ir. Eddy S. Mudjajanto selaku dosen
pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu
dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, semangat, doa, dan
dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes selaku dosen pemandu seminar dan dosen
penguji skripsi atas masukan dan saran yang diberikan.
3. Dr. Yekti Hartati Effendi selaku dosen pembimbing akademik atas doa dan
bimbinganya selama ini.
4. Ketua Departemen Gizi Masyarakat beserta staf pendidik dan kependidikan
atas bimbingan, arahan, dan bantuannya selama penulis menjadi mahasiswi.
5. Bapak, Mamah, Fajar, Fauzy, Sabili dan seluruh keluarga besar H. Edjon
Ma’ruf atas doa, semangat, kasih sayang, dan keceriaan yang diberikan
kepada penulis.
6. Teman-teman yang terlibat dalam penelitian ini Sofya, Luthfi, Janwar, Adhis,
Echie, Yanni, Agnita, dan kokom atas bantuan dan kekompakannya. Teman-
teman kosan (Sarjul, Maya, Weni, dan Risma), Ibu Hj. Muhtar, dan Teh Heni
atas doa dan semangatnya.
7. Inda, Dias Hervi, Nur, Yulan, Jesa, Ardi, Dina, Rettha, Yanni, Martha, Deni,
Sarah, Esta, DENITE, Nien, Dede, Iwan, Nyits, Nca, Ima, Nur, Rama, chiko,
dona dan semua teman-teman GM 42, yang tidak bisa disebutkan satu
persatu atas kebersamaan, kekeluargaan, dan kekompakannya selama ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, September 2009
Murni Mutia Tresnawati
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Tasikmalaya pada tanggal 26 November 1987.
Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, puteri pasangan Syarif
dan Een Nurhendarsih. Pendidikan SMU ditempuh pada tahun 2002 sampai
2003 di SMA Al-Ma’soem Kabupaten Bandung dan tahun 2003 sampai 2005 di
SMAN 1 Ciwidey Kabupaten Bandung.
Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun
2006, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia IPB dengan Mayor Ilmu Gizi dan Minor Perkembangan
Anak.
Selama menjadi mahasiswa, penulis tercatat sebagai bendahara
HIMAGITA periode 2006/2007, staf divisi PSDM HIMAGIZI periode 2008/2009,
bendahara UKM Merpati Putih periode 2007/2008, redaktur pelaksana majalah
Emulsi periode 2008/2009, serta staf divisi Infokom Badan Konsultasi Gizi (BKG)
periode 2008/2009. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan acara yang
diselenggarakan oleh HIMAGIZI.
Penulis pernah menjadi juara tiga dalam lomba menulis cerita pendek
islami IPB pada tahun 2005. Pada tahun 2009, penulis menjadi ketua tim
Program Kreativitas Mahasiswa bidang kewirausahaan (PKMK) yang berjudul
“Starfruit Jelly Drink, Minuman Enak Sehat dan Terjangkau” yang didanai oleh
DIKTI. Penulis pernah menerima beasiswa Supersemar pada tahun 2006,
beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2007, dan beasiswa
Tanoto Foundation pada tahun 2008.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................. 2 Kegunaan Penelitian ............................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA
Pendidikan Sekolah Dasar ................................................................... 3 Karakteristik Anak Usia Sekolah ........................................................... 3 Makanan Anak Usia Sekolah .............................................................. 4 Penyelenggaraan Makanan Institusi ..................................................... 5 Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah ............................ 12 Higiene dan Sanitasi dalam Penyelenggaraan Makanan .................... 13 Higiene Personal dan Higiene Perlengkapan Karyawan ..................... 16 Penilaian Ketersediaan Pangan ......................................................... 17 Daya Terima Makanan ....................................................................... 18
KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................................. 19
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian .............................................. 21 Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh ................................................... 21 Jenis dan Cara Pengumpulan Data .................................................... 21 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 22 Definisi Operasional ........................................................................... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sekolah ......................................................................... 26 Katering Sekolah ................................................................................ 28 Manajemen Penyelenggaraan Makanan ............................................ 29
Perencanaan (Planning) ............................................................ 29 Pengorganisasian (Organizing) ................................................. 32 Pelaksanaan (Actuating) ........................................................... 33 Pengawasan (Controlling) ......................................................... 39
Penerapan Higiene dan Sanitasi Pengolahan Makanan ..................... 41 Karakteristik Responden .................................................................... 44 Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi .......................................... 45 Daya Terima Makanan ....................................................................... 51
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ........................................................................................ 59 Saran ................................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 61
LAMPIRAN .................................................................................................... 64
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Angka kecukupan vitamin dan mineral yang dianjurkan untuk anak usia
sekolah ........................................................................................................ 13
2 Jenis dan cara pengumpulan data ............................................................... 22
3 Perhitungan faktor aktivitas rata-rata 24 jam pria dan wanita usia 10-19
tahun ........................................................................................................... 23
4 Sebaran siswa SDA menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel,
dan jam sekolah per hari .............................................................................. 26
5 Sarana dan prasarana yang ada di SDA ...................................................... 26
6 Sebaran siswa SDP menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel,
dan jam sekolah per hari .............................................................................. 28
7 Sarana dan prasarana yang ada di SDP ...................................................... 28
8 Profil katering SDA dan SDP ....................................................................... 29
9 Tahapan perencanaan menu yang dilakukan oleh manajer katering
SDA dan SDP .............................................................................................. 30
10 Fungsi perencanaan di katering SDA dan SDP (menu bulanan) .................. 31
11 Fungsi pengorganisasian di katering SDA dan SDP .................................... 32
12 Fungsi pelaksanaan di katering SDA dan SDP ............................................ 34
13 Jenis, frekuensi pembelian, tempat membeli, dan cara membeli bahan
makanan di katering SDA ............................................................................ 34
14 Jenis, frekuensi pembelian, tempat membeli, dan cara membeli bahan
makanan di katering SDP ............................................................................ 35
15 Peralatan dapur yang digunakan di katering SDA dan SDP ......................... 37
16 Fungsi pelaksanaan di SDA dan SDP .......................................................... 38
17 Persentase pengelola katering SDA dan SDP yang menerapkan
higiene personal .......................................................................................... 42
18 Hasil penerapan sanitasi jasa boga yang dilaksanakan oleh katering
SDA dan SDP berdasarkan Kepmenkes R1 Nomor
715/MENKES/SK/V/2003 ............................................................................. 49
19 Sebaran responden menurut jenis kelamin dan jenis menu katering ............ 44
20 Sebaran responden menurut jenis menu yang dikonsumsi .......................... 44
21 Rata-rata berat badan, tinggi badan, faktor aktifitas, dan kebutuhan
energi responden SDA dan SDP pada hari ke-1 dan ke-2 .......................... 45
xi
22 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering bulanan SDA
dan SDP ...................................................................................................... 46
23 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering harian SDP ........ 46
24 Tingkat ketersediaan energi makanan terhadap kebutuhan energi
responden SDA dan SDP ............................................................................ 47
25 Rata-rata ketersediaan, kebutuhan, dan tingkat ketersediaan energi dan
zat gizi ......................................................................................................... 47
26 Sebaran responden SDA dan SDP yang menghabiskan, tidak
menghabiskan, dan menambah makanan katering ...................................... 51
27 Sebaran responden SDA dan SDP berdasarkan kebiasaan
menghabiskan menu makanan katering setiap hari ..................................... 52
28 Persentase alasan responden katering bulanan SDA dan SDP tidak
menghabiskan makanan katering setiap hari ............................................... 52
29 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap menu makanan
katering ........................................................................................................ 53
30 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap rasa makanan katering ..... 53
31 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap aroma makanan
katering ........................................................................................................ 54
32 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap tekstur makanan
katering ........................................................................................................ 54
33 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap suhu penyajian
makanan katering ........................................................................................ 55
34 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap warna makanan
katering ........................................................................................................ 56
35 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap variasi makanan
katering ........................................................................................................ 56
36 Kebosanan responden SDA dan SDP terhadap makanan katering .............. 57
37 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap kebersihan makanan
katering ........................................................................................................ 57
38 Persentase Persentase rata-rata daya terima responden terhadap
makanan katering berdasarkan komponenya pada hari ke-1 dan hari
ke-2 ............................................................................................................. 58
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 20
2 Bagan organisasi penyelenggaraan makan SDA ......................................... 33
3 Bagan organisasi penyelenggaraan makan SDP ......................................... 33
4 Dapur dan tempat penyimpanan bahan makanan katering SDA .................. 36
5 Dapur dan tempat penyimpanan bahan makanan katering SDP .................. 36
6 Tempat mencuci piring, tempat sampah, dan tempat menyimpan
peralatan di dapur katering SDA .................................................................. 43
7 Tempat mencuci piring, tempat sampah, dan tempat menyimpan
peralatan di dapur katering SDP .................................................................. 43
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Siklus menu katering SDA dan SDP ............................................................... 65
2 Tata tertib katering/snack yang ditetapkan oleh SDA ...................................... 66
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa. Tumbuh kembang anak
usia sekolah yang optimal antara lain dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas
asupan zat gizi diberikan dalam makanan. Makanan yang sehat adalah makanan
yang mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Makanan
seimbang diperoleh dari beragam makanan, baik bahan hewani maupun nabati
(Rositawaty 2007; Rusilanti 2007).
Penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan salah satu alternatif
yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan
dengan makanan pada anak usia sekolah. Di Amerika Serikat, program
penyelenggaraan makanan di sekolah (The National School Lunch Program)
sudah mulai dirintis sejak tahun 1946. Makanan yang disajikan dalam
penyelengggaraan makanan harus dapat menyumbangkan energi 1/3 dari total
kebutuhan energi anak (Mahan & Stump 2004). Selain kebutuhan energi, perlu
diperhatikan variasi makanan, kesukaan anak, dan jumlah makanan yang
disediakan.
Program penyelenggaraan makanan untuk anak usia sekolah di
Indonesia sudah mulai dilakukan terutama di sekolah dengan jumlah jam belajar
yang lebih panjang. Penambahan jam belajar membuat pihak sekolah harus
menyediakan makan siang bagi siswanya. Makanan yang disediakan dalam
program tersebut dapat berupa makan utama (meal) atau makanan selingan
(snack time). Makanan selingan (snack) biasanya diberikan 1.5 - 2 jam sebelum
makan utama (Marotz et al. 2005). Menurut Hanes et al. (1984), siswa yang
berpartisipasi dalam penyelenggaraan makanan di sekolah memperoleh intake
energi dan zat gizi yang lebih baik dari siswa yang tidak berpartisipasi dalam
penyelenggaraan makanan.
Kegiatan penyelenggaraan makanan di sekolah diharapkan dapat
menghilangkan kekhawatiran orang tua mengenai makanan yang dimakan
anaknya di sekolah. Selain itu kegiatan ini dapat menjadi media dalam
memperkenalkan berbagai jenis bahan makanan yang mungkin tidak disukai
anak ketika disajikan di rumah. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk
meneliti sistem pengelolaan penyelenggaraan makanan katering sekolah, tingkat
ketersediaan energi dan zat gizi, serta daya terima menu makanan yang
disajikan oleh katering sekolah.
2
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem
pengelolaan, tingkat ketersediaan, dan daya terima menu makanan katering
sekolah.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Menganalisis sistem penyelenggaraan makanan katering sekolah.
2. Mengetahui penerapan prinsip higiene dan sanitasi pengolahan makanan.
3. Menilai tingkat ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan yang
disajikan pada penyelenggaraan makanan di sekolah.
4. Mengevaluasi daya terima responden terhadap menu makanan yang
disediakan dalam penyelenggaraan makanan di sekolah.
Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah :
1. Bagi sekolah yang bersangkutan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi
bahan evaluasi untuk melaksanakan penyelenggaraan makanan yang
lebih baik.
2. Bagi pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi masukan dalam
menyusun kebijakan yang berhubungan dengan proses penyelenggaraan
makanan di sekolah.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Pendidikan Sekolah Dasar
Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan
nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas
2009). Jalur Pendidikan yang ada di Indonesia terdiri atas jalur pendidikan
formal, nonformal, dan informal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional, jenis pendidikan dasar di
Indonesia adalah Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI). SD berada di
bawah Departemen Pendidikan, terdiri dari SD negeri dan swasta, sedangkan MI
berada di bawah Departemen Agama. Menurut Achmadi dan Shobahiya (2009),
jam belajar SD lebih panjang dari Taman Kanak-Kanak (TK). Normalnya, siswa
masuk kelas pukul 07.00 dan keluar pukul 12.00. Sebagian SD ada yang
menambah jam belajarnya baik untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) maupun
kegiatan ekstrakurikuler, sehingga siswa pulang lebih lambat. Beberapa SD
unggulan kadang memperpanjang jam belajarnya hingga sore hari atau biasa
dikenal dengan full day school.
Sarana dan prasarana yang memadai diperlukan dalam rangka
menunjang kegiatan belajar dan mengajar di sekolah. Standar sarana dan
prasarana untuk SD/ MI diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Indonesia Nomor 24 tahun 2007. SD/MI sekurang-kurangnya memiliki ruang
kelas, ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru,
tempat beribadah, ruang UKS, jamban, gudang, ruang sirkulasi, serta tempat
bermain dan olahraga.
Karakteristik Anak Usia Sekolah
Menurut RSCM dan Persagi (1994), dalam bidang ilmu gizi dan
kesehatan, anak dikelompokkan menjadi usia prasekolah (1-6 tahun), anak usia
sekolah (7-12 tahun), dan remaja (13-18 tahun). Pada anak usia sekolah, gigi
geligi susu tanggal secara berangsur dan diganti dengan gigi permanen. Anak
4
sudah mulai aktif memillih makanan yang disukai. Kebutuhan energi lebih besar
dari anak usia prasekolah karena mereka lebih banyak melakukan aktivitas fisik,
misalnya berolah raga, bermain, atau membantu orang tua. Anak laki-laki lebih
banyak melakukan aktifitas fisik, sehingga membutuhkan energi yang lebih
banyak.
Golongan anak usia sekolah biasanya mempunyai banyak perhatian dan
aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan. Makan pagi
(sarapan) perlu diperhatikan untuk mencegah hipoglikemi dan supaya anak lebih
mudah menerima pelajaran. Keterbatasan waktu menyebabkan anak tidak
sarapan pagi. Padahal menurut Khomsan (2005), tidak sarapan pagi
menyebabkan kekosongan lambung selama 10-11 jam karena makanan terakhir
masuk ke tubuh adalah pada saat makan malam.
Anak usia sekolah senang dengan warna-warna yang menarik, sehingga
menyediakan makanan dengan yang bervariasi sangat penting. Akan tetapi
penggunaan zat pewarna sintetik yang berbahaya harus dihindari karena dapat
menyebabkan gangguan kesehatan anak (Marotz et al. 2005).
Makanan Anak Usia Sekolah
Moehji (1980) menyebutkan bahwa kebiasaan makan anak usia sekolah
mulai berubah. Hal ini dikarenakan anak mulai berinteraksi dengan orang-orang
di luar keluarganya dan lingkungan baru dalam hidupnya. Menurut Hidayat
(2007), anak sekolah kadang malas untuk makan dan lebih senang makan
bersama dengan teman sekolahnya. Frekuensi makan yang sesuai untuk anak
usia sekolah adalah lima kali waktu makan, yaitu tiga kali makan utama dan dua
kali makan selingan. Makan pagi adalah hal yang penting karena merupakan
sumber energi untuk melakukan berbagai kegiatan sepanjang hari. Menurut
Khomsan (2005), makanan sarapan pagi dapat menyumbangkan 25% dari
kebutuhan energi.
Menurut Jelliffe (1994), anak usia sekolah harus mendapatkan makanan
untuk mengatasi rasa lapar, seperti makanan kecil yang disediakan oleh para
orang tua maupun pihak sekolah. Menurut Khomsan (2005) makanan ringan
dapat menyumbangkan 5% dari kebutuhan energi dan 2% dari kebutuhan protein
anak sekolah. Setiap kali makan, umumnya seseorang dapat mengkonsumsi
400-500 Kalori.
Makanan yang dikonsumsi anak haruslah merupakan sumber zat gizi
yang baik dan diperlukan oleh mereka. Makanan seperti gula kurang baik bagi
5
anak-anak, karena makanan ini miskin zat gizi kecuali energi. Selain itu, jika
tertinggal dalam mulut cenderung mengundang tumbuhnya bakteri pada gigi dan
akhirnya menyebabkan kerusakan gigi (Nasoetion & Riyadi 1995). Untuk
menunjang pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, makanan untuk anak
usia sekolah harus mengandung zat gizi yang lengkap.
Penyelenggaraan Makananan Institusi
Penyelenggaraan makananan institusi merupakan suatu proses
menyelenggarakan makanan bagi kelompok individu yang biasanya
diselenggarakan di perusahaan dan industri, sekolah, universitas, asrama, rumah
sakit, akademi keperawatan, panti jompo, institusi khusus (lembaga
permasyarakatan, asrama atlet, dan asrama haji), childcare centre, dan akademi
militer. Penyelenggaraan makananan institusi dilaksanakan dalam jumlah besar
dengan jumlah 50 porsi atau lebih. Pendapat lain menyatakan bahwa
penyelenggaraan makananan institusi atau masal minimal 1000 porsi sekali
penyelenggaraan (Mukrie et.al 1990).
Menurut Wirakusumah et. al (1989), tujuan umum penyelenggaraan
makananan di sekolah adalah memperbaiki status gizi anak yang pergi ke
sekolah tanpa sarapan dan tanpa membawa bekal, meningkatkan kehadiran,
memperbaiki prestasi belajar, dan mendukung pendidikan gizi di sekolah. Untuk
mencapai tujuan tersebut, Mukrie (1990) menyebutkan institusi dituntut untuk
dapat menyediakan makanan yang baik, memberikan pelayanan yang cepat dan
menyenangkan, menyediakan menu seimbang dan bervariasi dengan harga
layak dan sesuai dengan pelayanan yang diberikan, serta memiliki standar
kebersihan yang baik.
Bentuk dan cara penyelenggaraan makanan di masing-masing negara
berbeda-beda. Di Jepang, menu yang disajikan pada penyelenggaraan makanan
berupa makanan lengkap dengan frekuensi pemberian makan minimal satu kali
dalam sehari (Moehji 1980). Hanes (1984) menyebutkan bentuk
penyelenggaraan makanan sekolah di Amerika Serikat adalah makan pagi
(school breakfast), makan siang (school lunch), dan susu (school milk program).
Pemberian susu untuk anak usia sekolah di Indonesia pernah dilakukan
melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT), namun dihentikan
sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah (Khomsan 2004). Kini
penyelenggaraan makanan di sekolah kembali berkembang seiring dengan
menjamurnya sekolah full day. Menurut Achmadi dan Shobahiya (2009),
6
penambahan jam belajar pada sekolah full day menyebabkan anak harus
membawa bekal ke sekolahnya agar tidak jajan sembarangan. Alternatif lain
yang dapat dilakukan adalah dengan mengikutsertakan anak pada
penyelenggaraan makananan di sekolah yang biasanya dikelola oleh katering.
Katering
Katering berasal dari kata to cater yang berarti menyiapkan dan
menyajikan makanan dan minuman untuk umum. Seseorang yang menyiapkan
makanan dan minuman tersebut caterer (Fadiati 1988). Menurut Pramudji (1996),
usaha katering adalah suatu usaha dalam bidang jasa boga yang memberikan
jasa pelayanan terhadap pemesanan makanan dan minuman untuk jamuan
makan.
Terdapat dua jenis katering, yaitu inside katering dan outside katering.
Inside katering adalah pelayanan pemesanan makanan dan minuman di tempat
makanan itu diolah, misalnya hotel, restoran, dan motel. Outside katering adalah
pelayanan pemesanan makanan dan minuman yang dibawa keluar dari tempat
makanan itu diolah ke tempat pemesan, misalnya pelayanan rantangan, resepsi
pernikahan, dan pesta ulang tahun.
Menurut Fadiati (1988), ditinjau dari jenis tempat usaha katering
dibedakan menjadi restoran hotel, restoran, katering transportasi, outside
katering service, katering rumah sakit, school meal service, katering panti
asuhan, katering panti jompo, dan katering lembaga permasyarakatan. Katering
school meal service adalah pelayanan makanan yang menyajikan hidangan
untuk anak-anak sekolah. .
Prinsip Manajemen dalam Penyelenggaraan Makanan
Manajemen dalam lingkungan pengelolaan makanan dapat diidentifikasi
sebagai suatu kesatuan dan pengetahuan yang sistematis berdasarkan prinsip-
prinsip umum dalam organisaisi (Uripi & Santoso 1995). Menurut Yuliati dan
Santoso (1995) fungsi manajemen dibagi menjadi empat, yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.
a. Perencanaan
Kegiatan perencanaan yang dilakukan manajer pada usaha
penyelenggaraan makananan dimulai dengan menentukan garis-garis besar
untuk memulai usaha. Pada dasarnya kegiatan perencanaan ini harus dapat
merumuskan apa dan bagaimana suatu pekerjaan akan dilakukan (Yuliati &
Santoso 1995).
7
Kegunaan dari perencanaan adalah :
1) Memberikan arah dan tujuan suatu organisasi.
2) Dapat dijadikan suatu standar kerja, karena suatu perencanaan yang
baik menjelaskan apa yang akan dilakukan.
3) Memberikan suatu kerangka pemersatu dalam pengambilan
keputusan dalam organisasi.
4) Memberikan peluang di masa depan.
Menurut Sullivan dan Atlas (1998), fungsi perencanaan dibedakan
menjadi perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang.
Perencanaan menu untuk waktu yang akan datang termasuk ke dalam
perencanaan jangka pendek, sedangkan perencanaan jangka panjang
meliputi perencanaan untuk 10 tahun ke depan.
Perencanaan Menu
Menu berasal dari bahasa Perancis Le Menu yang berarti daftar makanan
yang disajikan kepada tamu di ruang makan. Dalam lingkungan rumah
tangga, menu diartikan sebagai susunan makanan atau hidangan tertentu
(Arnawa & Astima 1995).
Pada dasarnya karakter hidangan yang disajikan sangat berhubungan
dengan waktu penghidangan makanan. Oleh karena itu, dikenal dengan
adanya beberapa menu sesuai dengan waktu penyajiannya, yaitu hidangan
makan pagi, hidangan makan siang, dan hidangan makan malam. Makan
pagi biasanya disajikan antara pukul 06.00-10.00 pagi. Hidangan makan
siang biasa disajikan pada pukul 12.00-15.00 siang, sedangkan hidangan
makan malam biasa disajikan pada pukul 19.00-23.00 malam (Arnawa &
Astima 1995).
Jenis menu yang biasa disajikan pada penyelenggaraan makanan di
sekolah adalah makan siang dan selingan (snack). Marotz et al. (2005)
menyebutkan dalam merencanakan menu harus diperhatikan berapa total
sumbangan energi dan zat gizi lainnya dalam menu. Kecukupan vitamin dan
mineral juga perlu diperhatikan. Makanan baru dan bergizi penting untuk
diperkenalkan pada anak, namun makanan yang disiapkan pun harus familiar
bagi anak. Untuk dapat merencanakan menu dengan benar, seorang
perencana menu sebaiknya berkonsultasi dengan orang tua untuk berbagi
informasi mengenai resep makanan yang disukai anak.
8
Marotz et al. (2005) juga menyebutkan kariteria lainnya yang harus
diperhatikan selain kecukupan gizi adalah penampakan fisik menu yang
disajikan. Menu harus disajikan semenarik mungkin untuk membangkitkan
selera dan kesukaan anak. Agar terselenggara suatu hidangan yang
memuaskan, maka penting untuk memperhatikan : 1) keterampilan dalam
memasak, 2) kemudahan penyelenggaraannya, 3) tenaga kerja dan waktu
yang tersedia, 4) peralatan yang tersedia, dan 5) waktu makan (Nasoetion &
Riyadi 1995).
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam perencanaan menu untuk
anak usia sekolah adalah sebagai berikut (Nasoetion & Riyadi 1995) :
1. Menentukan kebutuhan energi dan zat gizi anak usia sekolah.
2. Menentukan hidangan dengan memperhatikan variasi atau kombinasi
bahan makanan yang digunakan, rasa, rupa dan warna, bentuk, dan
konsistensi dari masing-masing hidangan, serta kesukaan atau
kegemaran anak.
3. Menentukan jenis serta jumlah bahan makanan yang akan dipilih untuk
diolah dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM),
sehingga dapat diketahui kandungan energi dan zat gizi yang terdapat
pada setiap jenis bahan makanan.
4. Pengolahan bahan makanan, meliputi persiapan, pemasakan, dan
penyajian makanan.
Pada perencanaan menu penting pula untuk menentukan siklus menu. Siklus
menu merupakan suatu paket menu yang digunakan untuk beberapa hari
dan kemudian diulang kembali (Endres et al. 2004). Penetapan siklus menu
ini dilakukan untuk mencegah kebosanan. Siklus menu umumnya
direncanakan pada waktu tertentu, biasanya 10-15 hari. Siklus menu
tergantung dari ketersediaan bahan makanan (Yuliati & Santoso 1995).
b. Pengorganisasian
Setelah menetapkan rencana, maka kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan organisasi adalah kegiatan pengorganisasian. Kegiatan
pengorganisasian meliputi identifikasi kegiatan dan tujuan dengan jelas,
pembagian tugas sesuai dengan keterampilan dan keahlian masing-masing,
serta pendelegasian tugas dan tanggung jawab dari atasan ke bawahan
sehingga masing-masing akan mendapatkan wewenang dan beban kerja
yang sesuai. Selain itu diperlukan pula penetapan koordinasi serta sistem
9
pengawasan untuk menjamin bahwa setiap orang menjalankan tugas secara
serentak untuk mencapai tujuan organisasi (Yuliati & Santoso 1995; Sullivan
& Atlas 1998).
Rumit atau sederhananya proses pengorganisasian tergantung dari besar
kecilnya pekerjaan yang harus dilakukan. Agar proses pengorganisasian
dapat berjalan lancar, maka perlu dibuat suatu bagan organisasi. Menurut
Fadiati (1988), organisasi personalia untuk pelayanan orang banyak pada
dasarnya meliputi bagian persiapan dan pengolahan hidangan, bagian
penyajian, dan bagian administrasi.
c. Pelaksanaan
Pelaksanaan meliputi berbagai kegiatan, yaitu pembelanjaan bahan
makanan, penerimaan dan penyimpanan, pengolahan, penyajian, distribusi
makanan, serta higiene dan sanitasi. Pelaksanaan penyelenggaraan
makanan di sekolah merupakan media pendidikan, maka perlu peran serta
orang tua dalam membina kebiasaan makan yang baik dan dapat diterapkan
di keluarganya (Yuliati & Santoso 1995).
Petugas pembelian bahan makanan harus memiliki pengetahuan tentang
prioritas kebutuhan, cara membeli, tempat membeli dan bagaimanan bahan
makanan tersebut ditangani setelah dibeli. Marotz et al. (2005) menyebutkan,
sebelum melakukan pembelian bahan makanan penting untuk mencatat
nama produk, harga pasar, kemasan produk, prosedur pemeriksaan produk,
satuan, dan jumlah produk yang akan dibeli. Standar resep sebaiknya dibuat
untuk mencagah pembelian bahan makanan yang berlebihan. Pembelian
bahan makanan beku sebaiknya dilakukan di akhir pembelian untuk
mencegah terjadinya proses thawing selama perjalanan.
Terdapat tiga prinsip utama dalam penerimaan bahan makanan yaitu
jumlah bahan yang diterima harus sesuai dengan yang tercantum dalam
faktur pembelian, mutu bahan makanan yang diterima harus sesuai dengan
spesifikasi bahan makanan yang diminta, dan harga bahan makanan harus
sesuai dengan kesepakatan awal (Fadiati 1988).
Kegiatan penyimpanan bahan makanan dimulai setelah barang pesanan
diterima. Menurt Endres et al. (2005), dalam menyimpan bahan makanan
penting untuk memeriksa dapur dan gudang untuk mencegah kehilangan
bahan makanan. Bahan makanan harus segera disimpan di tempat yang
sesuai dengan keadaannya bila tidak langsung diolah. Terdapat dua jenis
10
tempat penyimpanan bahan makanan, yaitu tempat penyimpanan kering dan
tempat penyimpanan basah. Dapur sebaiknya tidak terlalu penuh dengan
bahan makanan.
Tujuan pengolahan makanan perlu diperhatikan dalam proses
pengolahan. Proses pengolahan makanan sebaiknya dapat
mempertimbangkan nilai gizi makanan, memperbaiki daya cerna,
mengembangkan dan meningkatkan rasa, rupa, aroma dan tekstur, serta
membebaskan makanan dari mikroorganisme yang membahayakan (Yuliati &
Santoso 1995). Metode pengolahan yang baik dapat menjaga kualitas gizi
makanan serta mengontrol biaya produksi (Marotz et al. 2004).
Tarwotjo (1998) menyebutkan bahwa waktu yang digunakan untuk
menyelesaikan tugas mengolah makanan sangat tergantung dari keadaan
tempat, alat, tenaga, ketersediaan bahan yang akan diolah, serta cara kerja
dan keterampilan pegawai. Tarwotjo (1998) juga melanjutkan waktu yang
digunakan ibu-ibu untuk memasak setiap hari sekitar 2-4 jam, tergantung dari
jumlah dan jenis masakan yang diproduksi, tenaga, dan alat yang digunakan.
Proses penyajian dilakuakan setelah proses pengolahan selesai. Porsi
yang diberikan kepada anak sebaiknya disesuaikan dengan kebutuah gizi
dan jumlah yang biasa dikonsumsi di rumah (Marotz et al. 2004). Endres et
al. (2005) membagi pelayanan makanan untuk anak ke dalam beberapa
jenis, meliputi family style (prasmanan), modified family style, cafeteria style,
buffet style, picnic style (out door), dan big lunch. Jenis big lunch
menyediakan paket makanan dalam satu wadah dilengkapi dengan sendok
dan garpu.
Peralatan Dapur
Peranan alat dapur sangat penting dalam proses pengolahan makanan.
Tanpa adanya peralatan dapur yang lengkap, pengolahan makanan tidak
dapat berjalan dengan baik (Widyati 2001). Berdasarkan fungsinya, peralatan
dapur dapat dibagi menjadi alat persiapan dan alat pengolahan. Berdasarkan
ukuran dan pengoperasiannya, alat dapur dibagi menjadi peralatan dapur
besar, peralatan dapur kecil dan peralatan dapur bermesin.
Fungsi utama alat persiapan adalah untuk membantu memudahkan
menyiapkan bahan makanan yang akan diolah. Pengoperasian dapat secara
manual atau menggunakan energi listrik. Adapun yang termasuk jenis alat
persiapan adalah sebagai berikut :
11
1. Alat persiapan untuk daging, unggas, dan hasil laut. Contohnya meja
kerja, talenan, mesin pemotong tulang, mesin pengiris daging (slicer),
mesin penggiling daging (mincer), mesin pelunak daging (tendizer),
pisau ikan, pisau daging, dan gunting ikan.
2. Alat persiapan untuk sayuran. Contohnya meja kerja, talenan, pengupas
sayuran (vegetable peeler), dan pisau pemotong sayuran.
3. Alat persiapan untuk kue dan roti. Contohnya mixer, rolling pan, alat
pemuas adonan roti (proof box), cetakan kue, loyang, pastry brush,
spatula, dan pisau roti.
4. Alat persiapan untuk menghaluskan bumbu. Contohnya cobek dan
blender.
5. Alat persiapan lain. Contohnya wadah, pengocok telur, ballon whisker,
spiral whisker, ayakan (strainer), dan saringan untuk santan.
Alat pengolahan adalah alat-alat dapur yang langsung digunakan untuk
mengolah makanan, seperti kompor, oven, pengukus (steamer), dan
pemanggang (griller). Macam-macam panci dan wajan, diantaranya stock
pot, frying pan, omellete pan, souce pan, dan braise pan. Ukuran peralatan
tersebut bermacam-macam tergantung kebutuhan. Bahan-bahan peralatan
tersebut dapat terbuat dari stainless steel, alumunium, dan kaca tahan panas.
Alat pengaduk dapat berupa sendok sayur, sendok pengambil nasi, sothil,
spatula wood, iron spatula, dan serok yang terdapat dalam berbagai ukuran.
Bahan dasar peralatan tersebut terbuat dari stainless steel, alumunium tebal
dan kayu (Widyati 2001;Fadiati 1988).
Menurut Tarwotjo (1998) alat penghidang makanan adalah semua alat
yang digunakan untuk menghidangkan makanan di meja makan, sedangkan
alat makan dan minum adalah seperangkat alat yang biasanya diatur di atas
meja makan sebelum makanan dihidangkan. Alat makan terdiri dari alas
piring, piring kecil, sendok dan garpu, mangkuk air untuk cuci tangan, dan
serbet. Alat minum terdiri dari cangkir, sendok teh, dan gelas.
d. Pengawasan
Pengawasan adalah suatu teknik yang menentukan apakah perencanaan
kegiatan dapat dilaksanakan. Seorang manejer harus mengetahui apa yang
menjadi perencanaan, tujuan, dan standar. Pada dasarnya teknik-teknik
pengawasan adalah sama untuk berbagai hal.
12
Terdapat tiga proses dasar dalam pengawasan, yaitu penentuan standar,
pengukuran hasil kerja, dan tindakan koreksi. Penentuan standar harus
dilaksanakan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan evaluasi. Standar dapat
dilakukan melalui ruang, waktu, berat barang atau lainnya. Standarisasi perlu
ditentukan sebaik dan seketat mungkin. Setelah penentuan standar, dapat
dilakukan pengukuran hasil kerja, dengan demikian dapat diketahui apakah
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana. Jika diketahui ada
penyimpangan, maka dengan cepat perlu dilakukan koreksi. Tindakan
koreksi atas penyimpangan merupakan tahap akhir dari pengawasan (Uripi &
Santoso 1995).
Penilaian menu dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah tujuan
perencanaan menu tercapai, sumber daya sudah dilakukan secara efisien,
dan menu tersebut menarik. Setiap makanan harus konsisten dengan pola
menu yang ditetapkan termasuk kandungan gizi (Uripi & Santoso 1995).
Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah
Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang
diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi
menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tertentu, seperti
hamil dan menyusui (Muhilal & Muhilal 2004). Angka Kecukupan Gizi (AKG)
berbeda dengan angka kebutuhan gizi (dietary requirements). Almatsier (2004)
menyebutkan bahwa angka kebutuhan gizi (requirement) adalah banyaknya zat
gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang (individu), agar terhindar dari
munculnya gejala-gejala defisiensi. Nilai ini berbeda untuk setiap individu,
sehingga ada yang tinggi dan ada yang rendah.
Menurut Pudjiadi (1997), kebutuhan energi anak dipengaruhi oleh
metabolisme basal, umur, aktifitas fisik, suhu lingkungan dan kesehatannya.
Komponen utama yang menentukan kebutuhan energi adalah Angka
Metabolisme Basal (AMB) dan aktivitas fisik.
Menurut FAO/WHO/UNU (2001), kebutuhan energi diperoleh dengen
cara mengalikan AMB dengan PAL (physical activity level) dalam sehari. Menurut
Hardinsyah dan Martianto (1992), pada prinsipnya angka kebutuhan energi bagi
remaja (10-18 tahun) adalah penjumlahan antara Energi Kegiatan (EK) dengan
Energi Pertumbuhan (EP). Energi kegiatan dipertoleh dengan mengalikan AMB
dengan PAL. Energi pertumbuhan untuk anak usia 10-19 tahun adalah 1.9 kali
13
berat badan (kg). Rumus yang digunakan untuk menghitung AMB anak usia
sekolah usia 10-18 tahun adalah sebagai berikut :
Pria : AMB (Kalori/hari) = 17.686 (berat badan) + 658.2 Wanita : AMB (Kalori/hari) = 13.384 (berat badan) + 692.6 Kebutuhan Energi = (AMB X PAL rata-rata) + EP
Kebutuhan protein menurut Almatsier (2004) adalah 10-15% dari
kebutuhan energi total, kebutuhan lemak 10-25% dari kebutuhan energi total,
dan kebutuhan karbohidrat 60-75% dari kebutuhan energi total. Tabel 1
menunjukkan angka kebutukan zat gizi mikro, yaitu vitamin dan mineral menurut
Angka Kecukupan Gizi (AKG) Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG)
2004.
Tabel 1 Angka kecukupan vitamin dan mineral yang dianjurkan untuk anak usia sekolah
Golongan Umur
(tahun)
Berat Badan
(kg)
Tinggi Badan (cm)
Vit A
(gRE)
Vit B1 (mg)
Vit C (mg
Ca (mg)
Fe (mg)
Posfor (mg)
4-6 7-9
18 25
110 120
450 500
0.6 0.9
45 45
500 600
8 10
400 400
Pria 10-12
35
138
600
1.1
50
1000
13
1000
Wanita 10-12
38
145
600
1.1
50
1000
14
1000
Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi LIPI 2004
Mahan dan Stump (2004) menyebutkan bahwa selain energi dan zat gizi
makro (protein, lemak, karbohidrat), zat gizi mikro yang penting untuk
pertumbuhan anak usia sekolah adalah zat besi dan kalsium. Selain untuk
tumbuh kembang, zat gizi tersebut juga berperan dalam mencegah timbulnya
penyakit akibat kekurangan gizi.
Higiene dan Sanitasi dalam Penyelenggaraan Makanan
Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada
usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang
tersebut berada. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang
menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan dan hidup manusia
(Widyati dan Yuliarsih 2002). Dengan demikian sanitasi makanan adalah salah
satu usaha pencegahan dari penyakit yang menitikberatkan pada kegiatan dan
tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala macam bahaya
yang dapat merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi hingga
siap dikonsumsi (Uripi & Santoso 1995).
14
Menurut Purnawijayanti (2001), sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan
aseptik dalam persiapan, pengolahan dan penyajian makanan, pembersihan dan
sanitasi lingkungan kerja, serta kesehatan pekerja. Secara lebih terperinci
sanitasi meliputi pengawasan mutu bahan makanan mentah, penyimpanan
bahan, suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan dari lingkungan,
peralatan, dan pekerja pada semua tahapan proses. Sanitasi makanan tidak
dapat dipisahkan dari sanitasi lingkungan karena sanitasi makanan adalah usaha
untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat, dan
aman.
Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu
faktor fisik, kimia, dan mikrobiologis (Widyati & Yuliarsih 2002). Faktor fisik
adalah ruangan yang kurang mendapat pertukaran udara yang kurang lancar,
suhu yang panas atau lembab, dan lain-lain. Kerusakan makanan yang
disebabkan oleh faktor fisik dapat dihindari dengan memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Sanitasi Ruang Dapur
Sanitasi ruang dapur dipengaruhi oleh susunan dan konstruksi dapur.
Lantai dapur hendaknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak
licin, tidak menyerap minyak goreng atau bahan makanan lain yang
berlemak, dan tidak retak. Alat dan obat pembersih lantai diperlukan untuk
membersihkan lantai. Alat-alat tersebut antara lain sapu, sikat bertangkai,
ember, kain pel yang menggunakan tangkai, pembersih air yang terbuat dari
karet dan bertangkai, mesin penyikat lantai, dan mesin pengering lantai,
disinfektan, detergen, serta amoniak. Cairan atau bahan makanan yang
tumpah hendaknya segera dibersihkan. Pembersihan lantai secara
keseluruhan dilakukan setelah dapur selesai beroperasi, kecuali untuk dapur
tertentu yang bekerja selama 24 jam.
Dinding harus terbuat dari bahan yang kuat agar mudah dibersihkan.
Pada umumnya dinding terbuat dari keramik. Alat pembersihnya ialah sikat
bertangkai atau mesin penyikat bertangkai, mesin pengering bertangkai atau
kain pel, ember, detergen, dan disinfektan.
Langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan
sederhana desainnya. Cara membersihkannya adalah dengan sikat bulat
bertangkai panjang. Pembersihannya dilakukan satu hari dalam sebulan,
pada saat dapur tidak beroperasi.
15
Ventilasi yang baik berperan penting dalam penyelenggaraan makanan
dalam jumlah yang besar. Ventilasi yang baik ditandai dengan adanya
jendela, lubang angin, extractor fan, dan penghisap asap (exhauster hood)
yang diletakkan tergantung di langit-langit yang posisinya tepat berada di
atas pusat pengolahan. Jendela, pintu dan lubang angin sebaiknya dilapisi
dengan kawat kassa untuk menghindari lalat dan binatang lainnya masuk ke
dapur.
Cahaya yang baik juga sangat penting dalam penyelenggaraan
makananan. Ada dua macam cahaya, yaitu cahaya alam dam cahaya
buatan. Ruangan yang memiliki pencahayaan cukup umumnya tidak disukai
oleh kecoa, tikus, dan insekta lainnya. Saluran pembuangan air, baik air sisa
pencucian bahan makanan maupun pembuangan sisa makanan yang cair,
serta air kotor dari pencucian alat dapur dan alat saji sedapat mungkin
berjalan lancar (Widyati & Yuliarsih 2002).
2. Sanitasi pembuangan sampah
Sampah merupakan salah satu penyebab tercemarnya makanan.
Umumnya bak sampah terbuat dari plastik ringan lengkap dengan
penutupnya. Sebelum digunakan terlebih dahulu dilapisi dengan kantong
plastik sampah agar mudah diangkat, dibersihkan, dan bila sampah telah
penuh diganti dengan yang baru. Sampah yang terbungkus plastik tidak
terlalu banyak mengundang lalat dan bau dibanding dengan sampah dalam
keadaan terbuka (Fadiati 1988).
3. Sanitasi tempat penyimpanan bahan makanan
Bahan makanan yang akan disimpan harus berada dalam keadaan
bersih. Ruang penyimpanan sebaiknya dibersihkan secara rutin. Seandainya
ada bahan makanan yang busuk pada saat disimpan, maka sebaiknya
segera dibuang dan sebaiknya ruang penyimpanan disemprot dengan
disinfektan pada waktu-waktu tertentu (Fadiati 1988).
4. Sanitasi alat dapur
Bahan makanan atau makanan dapat terkontaminasi oleh alat-alat dapur
yang kotor. Oleh karena itu pencucian alat dapur juga harus diperhatikan.
Pencucian perlengkapan dapur dapat dilakukan dalan dua cara, yaitu secara
manual dan dengan menggunakan washing machine (Widyati & Yuliarsih
2002).
16
5. Sanitasi wilayah steward
Lemari dan rak penyimpanan alat-alat masak dalam gudang (stewarding
store room) perlu diawasi sehingga kemungkinan adanya kerusakan karena
berkarat dapat dihindari. Tempat cuci tangan sebaiknya berada di dekat
kamar mandi dilengkapi dengan sabun, serbet kertas, atau hand dryer
(Widyati & Yuliarsih 2002).
Selain faktor fisik, faktor kimia dan mikrobiologis pun berpengaruh
terhadap sanitasi. Faktor kimia yang mempengaruhi sanitasi dapat disebabkan
karena adanya pencemaran gas atau cairan yang merugikan kesehatan atau
adanya partikel-partikel yang beracun, obat penyemprot hama pada bahan
makanan, zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran
bahan makanan, zat pewarna, dan penggunaan wadah bekas obat-obat
pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Faktor mikrobiologis dapat
disebabkan oleh pencemaran bakteri, virus, jamur, dan parasit (Fadiati 1988).
Higiene Personal dan Higiene Perlengkapan Karyawan
Higiene petugas penyelenggara makanan adalah sikap bersih perilaku
petugas penyelenggara makanan agar makanan yang ditangani tidak tercemar
oleh petugas. Higiene personal terdiri dari pemeriksaan kesehatan, kebersihan
tangan dan jari tangan, kebersihan rambut, kebersihan hidung, kebersihan mulut
dan gigi, serta kebersihan telinga. Higiene perlengkapan karyawan terdiri dari
pakaian karyawan dan sepatu (Fadiati 1988).
Sebelum seseorang diterima menjadi karyawan, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan kesehatan untuk menghindari adanya penyakit menular yang dapat
mengkontaminasi makanan. Pakaian yang digunakan di dapur sebaiknya
pakaian khusus dan diganti setiap hari, karena pakaian merupakan salah satu
sumber bakteri. Pakaian yang digunakan di dapur sebaiknya dipilih dari bahan
yang berwarna terang, mudah menyerap keringat, tidak panas, dan tidak ketat,
sehingga tidak mengganggu pada waktu bekerja. Sepatu yang digunakan
sebaiknya memiliki hak pendek, tidak licin, ringan dan enak dipakai. Dengan
standar higiene personal yang tinggi seorang petugas dapat menyadari bahwa
yang dilakukannya adalah menyangkut kesehatan orang banyak dan mencegah
terjadinya keracunan makanan (Widyati & Yuliarsih 2002).
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715/MENKES/SK/V/2003
tentang cara pengolahan makanan menyebutkan bahwa semua kegiatan
pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak
17
langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan
dilakukan dengan :
1) Sarung tangan plastik sekali pakai
2) Penjepit makanan
3) Sendok garpu
Untuk melindungi pencemaran terhadap makanan digunakan :
1) Celemek
2) Penutup rambut
3) Sepatu dapur
Perilaku karyawan selama bekerja :
1) Tidak merokok
2) Tidak makan atau mengunyah
3) Tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias (polos).
4) Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya
5) Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil
6) Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar
7) Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar tempat
jasaboga
Penilaian Ketersediaan Pangan
Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), terdapat dua pengertian tentang
penilain konsumsi pangan. Pertama, penilaian terhadap kandungan energi dan
zat gizi dalam makanan (ketersediaan), dan kedua membandingkan kandungan
zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok dengan angka
kebutuhan gizi.
Lebih lanjut Hardinsyah dan Briawan (1994) menambahkan bahwa dalam
menghitung kandungan energi dan zat gizi pangan, sebaiknya dicatat informasi
tentang bentuk olahan pangan. Hal ini terkait dengan koreksi kandungan vitamin
dan mineral, terutama vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan mineral Fe karena
adanya kehilangan zat gizi selama pengolahan
Data aktual tentang jumlah makanan diperoleh dengan cara
penimbangan menggunakan timbangan makanan. Timbangan yang digunakan
adalah timbangan yang mempunyai kapasitas 1 kg dan 4 kg (Kusharto &
Sa’diyyah 2007). Penilaian terhadap kandungan energi dan zat gizi dari beragam
pangan merupakan penjumlahan masing-masing energi dan zat gizi pangan
komponennya (Hardinsyah & Briawan 1994).
18
Daya Terima Makanan
Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang
timbul dari makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman, perasa,
bahkan pendengar (Nasoetion 1980). Faktor utama yang mempengaruhi daya
penerimaan terhadap makanan adalah rangsangan cita rasa yang ditimbulkan
oleh makanan itu. Kualitas cita rasa mempunyai pengertian seberapa jauh daya
tarik makanan dapat menimbulkan selera seseorang (Nasoetion 1980).
Daya terima anak usia sekolah terhadap makanan dapat dilihat dari
jumlah makanan yang dihabiskan. Selain itu daya terima dapat juga dilihat dari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan terkait dengan penilaian
sensori. Daya terima terhadap makanan menunjukkan hasil penilaian seseorang
terhadap menu makanan. Penilaian anak usia sekolah terhadap suatu menu
berhubungan dengan beberapa karakteristik menu yaitu pola menu, warna dan
penampakan, terkstur, aroma, bentuk potongan, popularitas makanan, dan suhu
penyajian. Selain itu penilaian terhadap makanan juga dipengaruhi oleh
kesukaan (Uripi & Santoso 1995; Marotz 2005).
Marotz (2005) menyebutkan bahwa kualitas sensori sangat
mempengaruhi pilihan makanan pada anak. Warna merupakan komponen
sensori yang paling berpengaruh. Lebih lanjut Marotz menyebutkan bahwa
penting untuk memperkenalkan jenis-jenis makanan baru pada anak. Hal ini
dimaksudkan agar anak dapat mengenal berbagai jenis makanan. Faktor-faktor
yang secara tidak langsung mempengaruhi penilaian seseorang terhadap
makanan diantaranya suku bangsa, lingkungan hidup, kebudayaan, agama, serta
faktor fisiologis dan psikologis (Nasoetion 1980).
19
KERANGKA PEMIKIRAN
Makanan Anak Usia Sekolah (AUS) dapat berasal dari makanan yang
disediakan di rumah, makanan yang ada di sekolah dan makanan jajanan.
Makanan anak di sekolah dapat berasal dari makanan jajanan di kantin atau
pedagang kaki lima, makanan bekal yang dibawa dari rumah, dan makanan yang
disediakan oleh sekolah melalui Penyelenggaraan makanan (PM). Masing-
masing makanan tersebut memiliki ketersediaan energi dan zat gizi yang
berbeda-beda.
Penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan suatu proses
menyediakan makanan bagi siswa yang diselenggarakan di sekolah.
Penyelenggaraan makanan di sekolah biasanya melibatkan katering. Dalam
pelaksanaannya proses penyelenggaraan makanan ini memerlukan prinsip-
prinsip manajemen agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut
Yulianti dan Santoso (1995) fungsi manajemen dalam penyelenggaraan
makanan dibagi menjadi empat, yaitu perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan.
Makanan yang disajikan dalam penyelengggaraan makan harus dapat
menyumbangkan energi 1/3 dari total kebutuhan energi anak (Mahan & Stump
2004). Penyajian menu makanan harus mempertimbangkan kesukaan anak,
selain mempertimbangakan ketersediaan energi dan zat gizi yang sesuai dengan
kebutuhan anak usia sekolah.
Daya terima terhadap menu makanan, meliputi penilaian sensori dapat
mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi anak. Jumlah makanan yang
dikonsumsi pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap konsumsi
energi dan zat gizi anak usia sekolah. makanan yang Ketersediaan energi dan
zat gizi dari penyelenggaraan makanan di sekolah memberikan kontribusi
terhadap konsumsi energi dan zat gizi total anak usia sekolah.
1
20
Konsumsi Energi dan zat gizi anak usia
sekolah
Makanan Anak
Usia Sekolah
Makanan di sekolah
Penyelenggaraan Makanan :
Makanan katering
Jumlah dan jenis makanan yang
disediakan katering
Daya terima
Rasa
Warna
Aroma
Tekstur
suhu penyajian
porsi
kebersihan
Jajanan (kantin, warung, pedagang kaki
lima)
Bekal
Ketersediaan energi dan zat gizi
dari makanan jajanan
Ketersediaan energi dan zat gizi dari bekal
makanan
Makanan di rumah
Ketersediaan energi dan zat gizi dari makanan di
rumah
Jumlah makanan katering yang dikonsumsi
Gambar 1 Kerangka Pemikiran.
= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti
Ketersediaan energi dan zat gizi
dari makanan katering
21
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena
pengambilan data dilakukan pada suatu waktu. Penelitian dilaksanakan di Kota
Bogor selama 3 bulan dari April sampai Juni 2009.
Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah katering yang melakukan
penyelenggaraan makanan di Sekolah Dasar (SD). Pemilihan SD untuk lokasi
penelitian dilakukan secara simple random sampling. Berdasarkan daftar SD
yang berasal dari Dinas Pendidikan Kota Bogor (tahun ajaran 2008/2009),
terdapat 289 SD dan hanya empat SD yang memenuhi seluruh kriteria. Setelah
itu dipilih dua SD dari empat SD yang memenuhi seluruh kriteria tersebut. Kedua
SD yang terpilih itu adalah SDIT Aliya (selanjutnya disebut SDA) dan SD Pertiwi
(selanjutnya disebut SDP). Kriteria SD tempat katering tersebut berada adalah :
(1) terdaftar di Kota Bogor, (2) mengadakan penyelenggaraan makanan, (3)
belum pernah dijadikan tempat penelitian sejenis, (4) bersedia dijadikan sebagai
tempat penelitian, dan (5) menyediakan makanan untuk sekolah secara kontinyu.
Responden dalam penelitian ini adalah pengelola katering, pihak sekolah,
dan siswa kelas lima di SD yang terpilih. Kriteria responden yang diteliti di SDA
dan SDP adalah mengonsumsi makanan katering pada hari pengamatan.
Jumlah siswa kelas lima SDA yang memenuhi kriteria tersebut sebanyak 42
orang pada hari pertama dan 33 orang pada hari kedua. Jumlah siswa kelas lima
SDP sebanyak 31 orang pada hari pertama dan 30 orang pada hari kedua.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer
meliputi : 1) sistem pengelolaan penyelenggaraan makanan, 2) menu makanan
katering, 3) karakteristik responden yang mencakup nama, umur, jenis kelamin,
berat badan, tinggi badan, serta aktifitas fisik. 4) daya terima responden terhadap
menu yang disajikan. Data sekunder meliputi karakteristik sekolah dan siklus
menu makanan katering. Siklus menu katering dapat dilihat pada Lampiran 1.
Data mengenai penyelenggaraan makanan diperoleh dengan melakukan
wawancara kepada pengelola katering dan pihak sekolah. Satu porsi makanan
ditimbang menggunakan timbangan digital untuk mengetahui jumlah dan
kontribusi makanan yang disediakan katering sekolah untuk anak SD. Data
22
aktifitas fisik diperoleh dengan cara pengisian kuesioner oleh responden
mengenai jenis aktifitas fisik 1x 24 jam. Data daya terima diperoleh dengan
memberikan kuesioner daya terima dan evaluasi menu kepada responden kelas
lima yang mengonsumsi makanan katering pada waktu pengamatan.
Data sekunder diperoleh dengan melakukan wawancara dengan kepala
sekolah. Data sekunder meliputi karakteristik sekolah, jumlah siswa, jam belajar,
serta sarana dan prasarana. Tabel 2 menunjukkan Jenis data, dan cara
pengumpulan data.
Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data
No Jenis Data Cara Pengumpulan Data Alat
1. Penyelenggaraan makanan (PM)
- Sistem pengelolaan PM - Tujuan PM - Jenis menu yang dihidangkan - Waktu dan frekuensi PM - Fasilitas fisik - Higiene dan sanitasi PM - Evaluasi menu (kandungan
gizi, rasa, variasi, harga)
Pengisian kuesioner, wawancara dan
pengamatan langsung
Kuesioner
2 Menu makanan katering
(berat makanan, cara pengolahan)
Penimbangan dan pengamatan
Timbangan makanan digital
3. Karakteristik responden
- Nama, umur, jenis kelamin, aktifitas fisik
- Berat badan, tinggi badan
Pengisian kuesioner dan
wawancara Pengukuran langsung
Kuesioner Timbangan
badan digital dan mikrotoise
5. Daya terima makanan
- Sisa makanan, porsi, pola menu
- Rasa, aroma, tekstur, suhu penyajian
- Warna, variasi, kebersihan makanan
Wawancara dan pengisian kuesioner
Kuesioner
6. Karakteristik sekolah
- Jumlah murid dan guru - jam belajar - Sarana dan prasarana
Pengisian kuesioner, wawancara, pengamatan
langsung
Kuesioner
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh diperiksa terlebih dahulu agar kelengkapannya
sesuai dengan tujuan penelitian. Pengolahan data meliputi beberapa tahap yaitu
pengeditan, pengkodean, pengentrian dan analisis. Data penyelenggaraan
makananan dianalisis secara deskriptif. Data kemudian dientri dengan
menggunakan Microsoft excel 2008 dan dianalisis menggunakan SPSS 16 for
Windows. Penilaian higiene dan sanitasi dilakukan dengan cara membandingkan
23
hasil pengamatan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
715/MENKES/SK/V/2003.
Data angka kebutuhan energi contoh dihitung dengan cara mengalikan
AMB (angka metabolisme basal) dengan faktor aktivitas (FA) rata-rata ditambah
dengan energi pertumbuhan. Angka kebutuhan energi responden dihitung
dengan rumus :
KE = (AMB x FA rata-rata) + EP
Keterangan : KE = kebutuhan Energi (Kalori) AMB = angka Metabolisme Basal anak usia 10-18 tahun (Pria : 17.686 (BB) + 658.2 Wanita : 13.384 (BB) + 692.6) FA = faktor Aktifitas EP = energi Pertumbuhan (Kalori) BB = berat Badan Ideal (Kg)
AMB diperoleh dengan menggunakan rumus FAO (2001), EP diperoleh
berdasarkan Hardinsyah dan Martianto (1992) yaitu 1.9 kali Berat Badan (BB).
Kebutuhan protein, karbohidrat, dan lemak diperoleh berdasarkan Almatsier
(2004), yaitu masing-masing 15%, 75%, dan 10% dari kebutuhan energi total,
dimana 1 gram protein, karbohidrat, dan lemak masing-masing adalah 4, 4, dan
9 Kalori. Perhitungan faktor aktifitas rata-rata dihitung berdasarkan Tabel 3.
Tabel 3 Perhitungan faktor aktivitas rata-rata 24 jam pria dan wanita usia 10-19 tahun
Jenis Aktivitas Waktu (jam)
Pria Wanita
a Tidur W1 (1.0x W1/24) (1.0x W1/24) b Sekolah W2 (1.6x W2/24) (1.5x W2/24) c Kegiatan ringan (duduk, berdiri,
kegiatan sosial, bermain ringan) W3 (1.6x W3/24) (1.5x W3/24)
d Kegiatan sedang (berjalan, pekerjaan rumah tangga, pekerjaan pertanian, bermain sedang)
W4 (2.5x W4/24) (2.2x W4/24)
e Kegiatan berat (mengangkat air, mencari kayu, pekerjaan pertanian, olah raga berat)
W5 (6.0x W5/24) (6.0x W5/24)
FA Rata-rata a+b+c+d+e a+b+c+d+e
Sumber : Dirangkum dari Hardinsyah dan Martianto (1992)
Angka kebutuhan zat gizi mikro responden didasarkan pada kecukupan
energi dan zat gizi menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG)
2004 menurut kelompok umur. Ketersediaan energi dan zat gizi dari menu
makanan yang disediakan SD dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi
Bahan Makanan (DKBM). Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), seringkali
dalam penilaian konsumsi pangan dijumpai makanan dalam keadaan olahan
24
atau masak. Jika terdapat jenis makanan yang tidak ditemukan dalam DKBM,
maka dapat digunakan DMM (Daftar Konversi Mentah Masak) yaitu daftar yang
memuat perbandingan berat bahan pangan dalam bentuk mentah dengan bentuk
yang sudah diolah atau dimasak. Untuk menaksir berat mentah dari bahan
makanan olahan (masak) adalah dengan menggunakan rumus berikut :
Keterangan :
Fj = faktor konversi mentah masak makanan j
BMj = berat bahan makanan j dalam bentuk mentah
BOj = berat bahan makanan j dalam bentuk masak (olahan)
Untuk menghitung ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan
digunakan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994) :
Keterangan :
KGij = kandungan zat gizi i dari bahan makanan j dengan berat B gram
Bj = berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g)
Gij = kandungan zat gizi i dalam 100 gram BDD bahan makanan j
BDDj = persen bahan makanan i yang dapat dimakan (% BDD)
Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan katering
sekolah dihitung dengan cara membandingkan ketersediaan energi dan zat gizi
makanan yang disediakan dengan angka kebutuhan energi dan kecukupan zat
gizi responden dalam sehari.
Definisi Operasional
Contoh adalah katering yang menyediakan menu makan siang untuk warga SD
terpilih.
Responden adalah siswa kelas lima SD terpilih yang mengonsumsi makanan
katering pada hari pengamatan.
Penyelenggaraan makanan sekolah adalah penyelenggaraan makanan
bersama yang dilakukan di sekolah berupa makan siang yang melibatkan
katering.
Manajemen penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan yang
terdiri dari perencanaan (menu), pengorganisasian (pembagian tugas),
pelaksanaan (frekuensi, waktu, tempat, orang), dan pengawasan (pada saat
penyajian dan makan bersama).
Fj = (BMj)/(BOj)
BMj = Fj x BOj
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
25
Katering sekolah adalah pelayanan pemesanan makanan untuk anak sekolah
dimana makanan tersebut diolah di tempat katering dan disajikan di sekolah.
Menu makan siang katering adalah susunan hidangan makanan yang
dikonsumsi responden mulai pukul 11.00 hingga 13.00 WIB..
Ketersediaan energi dan zat gizi makanan katering adalah jumlah energi dan
zat gizi dari makanan yang disediakan katering per porsi.
Angka kebutuhan energi responden adalah jumlah energi yang dibutuhkan
responden per hari berdasarkan berat badan, umur, jenis kelamin, dan
aktifitas fisik.
Angka kecukupan zat gizi responden adalah jumlah zat gizi yang harus
dipenuhi oleh responden per hari beradasarkan, umur, jenis kelamin, berat
badan, tinggi badan, dan kondisi fisiologis.
Aktifitas fisik responden adalah seluruh aktifitas yang dilakukan oleh
responden dalam sehari (24 jam).
Daya terima makanan adalah reaksi atau tanggapan responden terhadap
rangsangan yang timbul dari makanan melalui indra penglihatan,
penciuman, dan perasa.
Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi adalah persentase perbandingan
energi dan zat gizi dalam menu makanan yang disediakan terhadap
kebutuhan energi dan zat gizi responden.
26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sekolah
A. SDIT Aliya (SDA)
SDA berdiri pada tahun 2003 dengan jumlah siswa sebanyak 579 orang,
terdiri dari 305 laki-laki dan 275 perempuan. Jumlah guru di SDA sebanyak 53
orang terdiri dari 27 laki-laki dan 26 perempuan. Jumlah staf kependidikan
sebanyak 17 orang, terdiri dari 4 orang staf Tata Usaha (TU), 6 orang petugas
kebersihan, dan 6 orang petugas keamanan (security). Jam belajar per hari
berkisar antara tujuh hingga sembilan jam. Kegiatan belajar mengajar
diselenggarakan pada Hari Senin hingga Jumat. Tabel 4 menunjukkan sebaran
siswa SDA menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel, dan jam sekolah
per hari.
Tabel 4 Sebaran siswa SDA menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel, dan jam sekolah per hari
Kelas Jumlah siswa Jumlah kelas
paralel Jam sekolah
per hari L P
1 48 23 4 7 2 53 46 4 7 3 62 51 4 7-9 4 65 52 4 7-9 5 44 36 3 7-9 6 33 26 2 7
Terdapat tiga gedung utama yang ada di SDA. Masing-masing gedung
terdiri dari tiga laintai. SDA memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang cukup
lengkap. Sarana dan prasarana yang ada di SDA dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Sarana dan prasarana yang ada di SDA
No Sarana Prasarana Jumlah Kondisi
1 Ruang kelas 24 Baik 2 Ruang perpustakaan 1 Baik 3 Laboratorium IPA 1 Baik 4 Ruang Pimpinan 1 Baik 5 Ruang Guru 1 Baik 6 Tempat Ibadah 1 Baik 7 Ruang UKS 9 Baik 8 Jamban 10 Baik 9 Gudang 1 Baik 10 Ruang Sirkulasi/koridor 9 Baik 11 Tempat bermain/ olah raga 1 Baik 12 Laboratorium computer 1 Baik 13 Ruang Audio Video 2 Baik 14 Kantin 1 Baik 15 Koperasi 1 Baik
27
Fasilitas sarana dan prasarana pendidikan yang ada di SDA sudah
memenuhi ketentuan minimum sarana dan prasarana yang harus tersedia di
sebuah SD/MI menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun
2007. Fasilitas yang ada di ruang kelas adalah meja siswa, kursi siswa, dua buah
loker siswa, kursi guru, meja guru, whiteboard, jam dinding, kipas besar, lemari,
dan dua buah karpet besar. Jumlah meja dan kursi siswa yang ada di ruang
kelas disesuaikan dengan jumlah murid. Selain itu di depan ruang kelas juga
terdapat rak sepatu dan tong sampah. Tempat mencuci tangan tidak tersedia di
sekitar ruang kelas. Siswa mencuci tangan di toilet siswa yang terletak di
masing-masing lantai gedung.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007,
ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori, praktek yang tidak
memerlukan peralatan khusus. Banyak minimum ruang kelas sama dengan
banyak rombongan belajar atau kelas paralel. Kapasitas maksimum ruang kelas
adalah 28 peserta didik. Kapasitas peserta didik kelas lima di SDA berkisar
antara 26 hingga 28 siswa.
B. SD PERTIWI (SDP)
SDP berdiri pada tahun 1972 dengan jumlah siswa sebanyak 627 orang,
terdiri dari 298 laki-laki dan 329 perempuan. Jumlah guru di SDP sebanyak 29
orang terdiri dari 12 laki-laki dan 17 perempuan. Jumlah staf kependidikan
sebanyak 8 orang, terdiri dari 2 orang staf Tata Usaha (TU), 3 orang petugas
kebersihan, 2 orang petugas keamanan (security), dan 1 orang petugas
perpustakaan. Jam sekolah per hari berkisar antara tiga hingga tujuh jam. Pada
hari Jumat kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dari pukul 7.00 hingga pukul
10.00 WIB. Kegiatan belajar mengajar diselenggarakan pada Hari Senin hingga
Jumat atau selama lima hari. Kegiatan Keagamaan Taman Pendidikan Al-Quran
(TPA) dilaksanakan pada Hari Senin hingga Rabu pada pukul 13.00-14.00 WIB,
sedangkan kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan pada Hari Sabtu. Tabel 6
menunjukkan sebaran siswa SDP menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas
paralel, dan jam sekolah per hari.
Terdapat tiga gedung bangunan di SDP. Masing-masing gedung terdiri
dari dua lantai. Sarana dan prasarana yang terdapat di SDP cukup lengkap. Alat
bantu proses pembelajaran yang tersedia di SDP adalah televisi, infokus, OHP,
dan VCD.
28
Tabel 6 Sebaran siswa SDP menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel, dan jam sekolah per hari
Kelas Jumlah siswa Jumlah kelas
parallel Jam sekolah per
hari L P
1 52 61 5 3-5.5 2 55 52 3 3-5.5 3 52 59 3 3-6.5 4 45 51 3 3-7 5 51 48 3 3-7 6 43 58 3 3-7
Sarana dan prasarana yang ada di SDP dapat dilihat pada Tabel 7.
Fasilitas sarana dan prasarana pendidikan yang ada di SDP sudah memenuhi
ketentuan minimum sarana dan prasarana yang harus tersedia di sebuah SD/MI
menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007. Fasilitas
yang ada di ruang kelas adalah meja siswa, kursi siswa, meja guru, kursi guru,
whiteboard, blackboard, jam dinding, lemari, papan jadwal pelajaran, mading
kelas, alat permainan edukatif, televisi, alat kebersihan, dan kotak P3K.
Tabel 7 Sarana dan prasarana yang ada di SDP
No Sarana Prasarana Jumlah Kondisi
1 Ruang kelas 18 Baik 2 Ruang perpustakaan 1 Baik 3 Laboratorium IPA 1 Baik 4 Ruang Pimpinan 1 Baik 5 Ruang Guru 1 Baik 6 Tempat Ibadah 1 Baik 7 Ruang UKS 1 Baik 8 Jamban 2 Baik 9 Gudang 1 Baik 10 Ruang Sirkulasi/koridor 4 Baik
11 Tempat bermain/ olah raga
1 Baik
12 Laboratorium komputer 1 Baik 13 Laboratorium Bahasa 1 Baik 14 Kantin 1 Baik 15 Koperasi 1 Baik 16 Ruang Serbaguna 1 Baik 17 Ruang Musik 1 Baik
Jumlah meja dan kursi siswa yang ada di ruang kelas disesuaikan
dengan jumlah murid. Terdapat satu buah tong sampah di depan masing-masing
kelas. Tempat mencuci tangan tersedia di koridor kelas. Fasilitas ini
memudahkan siswa untuk mencuci tangan. Kapasitas peserta didik kelas lima di
SDP berkisar antara 31 hingga 34 siswa.
Katering Sekolah
Menurut Kepmenkes RI Nomor 715/MENKES/SK/V/2003, katering SDA
dan SDP termasuk golongan jasa boga A2, dimana jumlah menu yang dihasilkan
29
per hari adalah 100-500 porsi, menggunakan dapur rumah tangga, dan
mempekerjakan tenaga karja. Kedua katering menyediakan menu makan siang
untuk warga sekolah, karyawan swasta, dan pesanan. Profil masing-masing
katering dapat dilihat pada Tabel 8.
Katering SDP lebih lama melayani makan siang sekolah daripada
katering SDA. Jarak SDA ke katering lebih jauh daripada jarak SDP ke katering.
Jumlah porsi yang dihasilkan katering SDA untuk sekolah lebih banyak. Seluruh
peserta katering SDA merupakan peserta katering bulanan. Perserta katering
bulanan SDP mendapatkan menu yang telah ditetapkan oleh pihak katering.
Paket menu bulanan ditawarkan pada orang tua murid pada awal bulan.
Tabel 8 Profil katering SDA dan SDP
No Profil katering Katering
SDA SDP
1 Tahun bergabung dengan sekolah
2003 2009
2 Jarak dari sekolah (km) 5 2 3 Jumlah porsi/hari (porsi) 200-250 250 4 Jumlah porsi untuk SD (porsi) 192 145 5 Total pegawai (orang) 6 6 6 Jumlah pegawai pengolah
makanan (orang) 5 3
7 Keanggotaan katering Bulanan Harian dan bulanan 8 Periode keanggotaan 3 bulan 1 bulan 9 Penyajian menu makanan Rantangan Rantangan, prasmanan
Siswa katering harian SDP terdiri dari siswa katering menu lengkap dan
siswa katering menu pilihan. Siswa yang mengikuti katering harian menu lengkap
mendapat menu makan siang yang sama dengan menu siswa katering bulanan,
namun jika mereka tidak suka dengan menu pada hari tersebut diperbolehkan
untuk memilih menu yang lain. Siswa yang terdaftar sebagai anggota katering
harian menu pilihan adalah siswa yang bebas membeli makanan di tempat
katering sesuai keinginan dan pembayaran dilakukan secara langsung.
Manajemen Penyelenggaraan Makanan
Penerapan fungsi manajemen diperlukan untuk mengadakan suatu
penyelenggaraan makanan yang baik. Menurut Yuliati dan Santoso (1995),
fungsi manajemen dalam penyelenggaraan makan institusi dikelompokan
menjadi empat bagian, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controlling).
Perencanaan (planning)
Menurut Nasoetion dan Riyadi (1995), tahapan perencanaan menu
meliputi menetapkan kebutuhan energi dan zat gizi, menentukan hidangan menu
30
makanan, memilih dan membeli bahan makanan yang baik, dan mengolah
bahan makanan menjadi menu makan siang. Tahapan perencanaan menu yang
dilakukan oleh manajer katering SDA dan SDP dapat dilihat pada Tabel 9.
Tahapan perencanaan menu yang dilakukan oleh manajer katering SDA
telah sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nasoetion dan Riyadi (1995).
Manajer katering memperhatikan keragaman makanan yang disajikan meliputi
makanan utama (nasi), lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Pemilihan
buah disesuaikan dengan ketersediaan buah-buahan di pasar. Jeli atau agar-
agar digunakan sebagai pengganti buah jika buah tidak tersedia.
Tabel 9 Tahapan perencanaan menu yang dilakukan oleh manajer katering SDA dan SDP
No Tahapan Perencanaan Menu SDA SDP
1 Menetapkan kebutuhan energi dan zat gizi anak
√ -
2 Menentukan hidangan menu makanan √ √ 3 Memilih dan membeli bahan makanan
yang baik √ √
4 Mengolah bahan makanan menjadi menu makan siang
√ √
Keterangan : √ = ya - = Tidak
Tahapan perencanaan menu yang dilakukan oleh manajer katering SDP
tidak didasarkan pada kebutuhan kalori anak, tetapi didasarkan pada prinsip
makanan beragam. Satu paket menu yang direncanakan berupa makanan pokok
(nasi, kentang), lauk (daging, ayam, ikan, telur), gorengan, sop/tumisan sayuran,
dan buah. Buah dan sayur tidak selalu disertakan dalam menu makan siang
setiap hari. Katering terkadang menyediakan jeli sebagai pengganti buah.
Kesulitan yang dialami oleh manajer dalam merencanakan menu adalah
sulitnya menyesuaikan antara menu yang telah direncanakan dengan kesukaan
anak. Pada dasarnya menu direncanakan berdasarkan prinsip keragaman
makanan misalnya selalu menyertakan sayur dalam menu makan siang, namun
banyak siswa yang tidak menghabiskan makanannya tersebut bahkan ada yang
menukarnya dengan menu yang lain seperti ayam krispi atau spaghetti.
Perencanaan menu dan biaya untuk makanan katering bulanan
didasarkan pada ketetapan biaya yang telah disepakati oleh pihak sekolah dan
katering. Penetapan harga untuk makanan katering harian menu pilihan SDP
dilakukan oleh manajer katering. Perencanaan menu diserahkan sepenuhnya
kepada pihak katering. Fungsi perencanaan yang dilakukan oleh katering SDA
dan SDP dapat dilihat pada Tabel 10.
31
Tabel 10 Fungsi perencanaan di katering SDA dan SDP (menu bulanan)
No Fungsi Perencanaan Katering
SDA SDP
1 Dasar perencanaan menu 400-500 Kal Makanan beragam 2 Siklus menu 1 bulan 1 bulan 3 Harga makanan bulanan (Rp) 5500 7500 4 Standar resep dan porsi Ada Ada 5 Keterlibatan orang tua Tidak ada Tidak ada 6 Pendataan alergi makanan Ya Ya
Harga makanan katering bulanan SDA lebih rendah daripada SDP. Harga
menu makanan katering harian SDP tergantung dari lauknya Harga nasi per
porsi adalah Rp. 1500, sedangkan harga lauknya berkisar antara Rp. 2500-6000
per porsi. Lauk yang dijual di stand katering diantaranya telur balado, ayam
serundeng, ayam krispi, ati ampela, kentang balado, dan rending daging. Harga
makanan jajanan, seperti spaghetti, mie goreng, kwetiaw goreng, dan chicken
strip berkisar antara Rp. 2000-5000 per porsi. Menu favorit di stand katering SDP
adalah ayam krispi dan spaghetti.
Perencanaan menu di katering SDA didasarkan pada kebutuhan gizi
anak, sedangkan di SDP tidak. Menu makanan favorit di SDP akan mengalami
pengulangan yang lebih sering. Menu untuk siswa dan guru berbeda di kedua
sekolah. Menu makan siang baik di katering SDA maupun SDP tidak selalu
berdasarkan siklus menu tetapi disesuaikan dengan ketersediaan bahan
makanan di dapur katering dan di pasar.
Orang tua siswa tidak dilibatkan dalam perencanaan menu baik di SDA
maupun di SDP. Menurut Marotz et al. (2005), seorang perencana menu
sebaiknya berkonsultasi dengan orang tua untuk berbagi informasi mengenai
resep makanan yang disukai anak. Walaupun tidak melibatkan orang tua, pihak
katering SDA tetap memperhatikan makanan kesukaan anak. Salah satu cara
yang dilakukan untuk mengetahui makanan yang disukai anak adalah dengan
mendatangi siswa dan menanyakan secara langsung apa makanan yang
diinginkan oleh anak.
Anak yang memiliki alergi terhadap makanan tertentu mendapatkan menu
yang berbeda. Standar resep dan standar porsi ditetapkan oleh pihak katering
untuk mencegah pembelian bahan makanan yang berlebihan. Siklus menu yang
direncanakan oleh pihak katering adalah satu bulan, dan siklus menu akan
terulang pada bulan selanjutnya.
Menu makanan katering SDA dan SDP tidak dilengkapi dengan air
minum. Air minum tersedia di setiap koridor kelas SDA, sedangkan di SDP tidak.
32
Sebanyak 81.8% responden siswa SDA selalu membawa minum setiap hari dan
18.2% kadang-kadang membawa minum. Sebanyak 59.6% responden siswa
SDP selalu membawa minum setiap hari dan 38.3% kadang-kadang membawa
minum.
Pengorganisasian (organizing)
Kegiatan pengorganisasian meliputi identifikasi kegiatan dan tujuan yang
jelas, pembagian tugas, serta pendelegasian tugas dari atasan ke bawahan
(Yuliati dan Santoso 1995; Sullivan & Atlas 1998). Tujuan diadakannya
penyelenggaraan makan siang di SDA adalah menyediakan layanan paket
makanan bagi anak dalam rangka menanamkan kemandirian dan menerapkan
suasana kekeluargaan bagi anak. Tujuan diadakannya penyelenggaraan
makanan di SDP adalah untuk memilih dan menyediakan makanan yang dapat
mencukupi kebutuhan gizi anak.
Pembagian tugas yang dilakukan oleh SDA dan SDP meliputi
perencanaan menu, penetapan biaya, pembelian dan penerimaan bahan
makanan, pengolahan bahan makanan, pemorsian dan penyajian,
pendistribusian makanan, pengawasan, evaluasi menu, serta petugas pencucian
peralatan makan dan kebersihan. Fungsi pengorganisasian yang dilakukan
katering SDA dan SDP disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Fungsi pengorganisasian di katering SDA dan SDP
No Pembagian Tugas Pelaksana
SDA SDP
1. Perencanaan menu Manajer Katering Manajer katering 2. Penetapan biaya Manajer katering dan
Tata Usaha (TU) Manajer katering dan kepala sekolah
3. Pembelian dan penerimaan bahan makanan
Manajer dan pegawai Katering
Manajer dan pegawai Katering
4. Pengolahan bahan makanan Manajer dan pegawai katering
Manajer dan pegawai Katering
5. Pemorsian dan penyajian makanan
Pegawai katering Pegawai katering
6. Distribusi makanan dari tempat katering ke sekolah
Sopir katering Sopir katering
7. Distribusi makanan di sekolah
Petugas kebersihan Pegawai katering
8. Pengawas makan bersama Wali kelas - 9. Evaluasi Menu Tata Usaha dan
Manajer katering Manajer katering
10. Petugas cuci peralatan makan dan kebersihan
Pegawai katering Pegawai katering
Manajer katering berperan hampir dalam seluruh aspek penyelenggaraan
makanan. Keterlibatan pihak SDA dalam penyelenggaraan makanan lebih tinggi
33
dibandingkan dengan pihak SDP. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan sekolah
dalam melakukan pengawasan pada saat makan bersama, melakukan evaluasi
menu, dan mengunjungi katering setiap akhir semester untuk mengawasi proses
produksi makanan.Bagan organisasi penyelenggaraan makanan SDA dan SDP
dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
Gambar 2 Bagan organisasi penyelenggaraan makan SDA
Gambar 3 Bagan organisasi penyelenggaraan makan SDP
Pelaksanaan (actuating)
Pelaksanaan Di Katering
Pelaksanaan di katering SDA dan SDP dimulai dari proses pembelian
bahan makanan hingga pendistribusian makanan dari katering ke sekolah.
Jumlah makanan yang akan dibeli didasarkan pada standar resep yang telah
ditetapkan. Fungsi pelaksanaan di katering SDA dan SDP dapat dilihat pada
Tabel 12. Frekuensi pembelian bahan makanan di katering SDP lebih sering dari
pada SDA. Pihak SDP jarang menyimpan bahan makanan lebih dari 3 hari
kecuali untuk pangan hewani yang dibekukan. Tempat membeli BM disesuaikan
dengan kedekatan dapur katering dengan pasar.
Yayasa
n
Tata Usaha
(TU)
Pegawai Pegawai Pegawai
Manajer
Katering
Petugas
kebersihan
Kepala sekolah
Wakil Kepala
Sekolah
Pegawai Pegawai Pegawai
Manajer
Katering
Petugas
kebersihan
Kepala sekolah
34
Tabel 12 Fungsi pelaksanaan di katering SDA dan SDP
Pelaksanaan SDA SDP
Frekuensi Pembelian Bahan Makanan (BM)
- BM Kering - BM Basah
5x/mg 1x/hr – 2x/bn
1x/hr 1x/hr – 3x/mg
Tempat pembelian BM P. Bogor, P. Laladon, warung
P. Bogor, P. Jambu Dua, Tajur
Cara membeli BM Langsung dan tidak langsung
Langsung dan tidak langsung
Tempat penyimpanan kering Lemari Lantai, rak, meja Tempat penyimpanan basah Lemari es Lemari es, box freezer Tampat penyajian makanan Kotak makan plastik Styroform Waktu produksi makanan 6.30-10.00 WIB 4.30 – 8.00 WIB Waktu distribusi makanan 10.30 WIB 8.00 – 10.30 WIB
Produksi makanan di katering SDA dan SDP dilakukan selama 3.5 jam.
Menurut Tarwotjo (1998), waktu yang digunakan ibu-ibu untuk memasak setiap
hari sekitar 2-4 jam tergantung dari jumlah dan jenis makanan yang diproduksi,
tenaga kerja, dan alat yang digunakan. Pembelian bahan makanan secara rinci
yang dilakukan oleh katering SDA dan SDP dapat dilihat pada Tabel 13 dan
Tabel 14.
Tabel 13 Jenis, frekuensi pembelian, tempat membeli, dan cara membeli bahan makanan di katering SDA
No. Jenis Bahan
Makanan Frekuensi Pembelian (hari/minggu/bulan)
Tempat Membeli Cara Membeli
1. Beras 5x/minggu Pasar Bogor L 2. Bumbu,
minyak, gula 5x/minggu Pasar Bogor L
3. Daging 2x/bulan Pasar Laladon TL 4. Ayam 1x/minggu Pasar Laladon TL 5. Telur 1x/minggu Koperasi Aliya TL 6. Ikan basah 1x/minggu PT. Mutiara
Sejahtera, warung L, TL
7 Pangan Nabati 1x/hari Warung L 8. Sayur 5x/minggu Pasar Bogor L 9. Buah 5x/minggu Pasar Bogor L
Katering SDA biasa melakukan pembelian bahan makanan di pasar
Bogor dan pasar Laladon. Katering SDA juga menjalin kerjasama rekanan
dengan pihak lain dalam pembelian telur dan ikan basah. Pembelian daging
hanya dilakukan dua kali sebulan. Hal ini dikarenakan daging dapat bertahan
lebih dari satu bulan jika disimpan dalam keadaan beku (Fadiati 1988).
Penerimaan bahan makanan dilakukan oleh manajer katering. Kedua
manajer katering selalu memeriksa jumlah bahan makanan, mutu bahan
makanan, serta harga bahan makanan yang sudah dibeli/dipesan. Terdapat dua
35
jenis tempat menyimpan bahan makanan, yaitu tempat penyimpanan kering dan
tempat penyimpanan basah.
Tabel 14 Jenis, frekuensi pembelian, tempat membeli, dan cara membeli bahan makanan di katering SDP
No. Jenis Bahan
Makanan Frekuensi Pembelian (hari/minggu/bulan)
Tempat Membeli Cara Membeli
1. Beras 1x/hari Pasar Bogor L 2. Bumbu, minyak,
gula 1x/hari Pasar Bogor L
3. Daging 3x/minggu Pasar Bogor/supermarket
L
4. Ayam 3x/minggu Katulampa TL 5. Telur 1x/hari Pasar Bogor TL 6. Ikan basah 1-2x/minggu Tajur TL 7 Pangan Nabati 2-3 kali/minggu Pasar Bogor L 8. Sayur 1x/hari Pasar Bogor/pasar
jambu dua L
9. Buah 1x/hari Pasar Bogor/pasar jambu dua
L
Keterangan : L = langsung TL = tidak langsung
Tempat penyimpanan kering di katering SDA digunakan untuk
menyimpan bumbu, tepung terigu, gula, minyak, gula, kecap, dan bahan kering
lainya. Tempat penyimpanan basah digunakan untuk menyimpan pangan
hewani, pangan nabati, kaldu, sayur dan buah. Tempat menyimpan bahan
makanan basah adalah lemari es. Tempat menyimpan beras adalah lemari
khusus beras.
Di katering SDP, telur disimpan di peti kayu yang diletakkan di lantai.
Penyimpanan bahan makanan disatukan dengan tempat menyimpan alat-alat
dapur. Tidak ada tempat penyimpanan khusus untuk beras. Tempat
penyimpanan basah adalah lemari es dan box freezer. Lemari es terisi penuh
oleh wadah dan bahan makanan, sehingga terlihat menumpuk.
Meja kerja tidak terdapat di dapur katering SDA, sedangkan di katering
SDP terdapat 2 buah meja kerja yang bentuknya memanjang dilapisi keramik.
Proses persiapan seperti pemotongan bahan makanan di katering SDA
dilakukan di lantai dapur, sedangkan di katering SDP dilakukan di lantai ruangan
samping dapur. Ruangan tersebut terdiri dari satu buah kamar mandi, tempat
mencuci piring, dan tempat tidur karyawan di bagian atasnya. Meja kerja tidak
digunakan sebagai tempat persiapan bahan makanan karena terisi penuh oleh
peralatan dapur seperti magic jar dan wadah air.
36
Pengolahan bahan makanan di katering SDA dan SDP dilakukan di dapur
rumah manajer katering. Ukuran dapur katering SDA adalah 10m x 3m,
sedangkan katering SDP 5m x 3m. Peralatan dapur yang digunakan dalam
pengolahan makanan dapat dilihat pada Tabel 15.
Alat yang digunakan sebagai wadah penyajian di katering SDA adalah
tempat makan plastik/rantangan dilengkapi dengan sendok dan garpu. Tempat
makan ditempeli label nama anak yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan
makanan di sekolah. Pemorsian bahan makanan dilakukan oleh petugas tetap
sehingga petugas tersebut sudah terbiasa melakukan pembagian porsi untuk
masing-masing anak.
Alat yang digunakan sebagai wadah penyajian di SDP adalah styroform
dilengkapi dengan sendok plastik (sendok bebek). Wadah penyajian untuk
makanan katering harian adalah plastik dan styroform. Pemberian nama pada
tempat makan anak dilakukan langsung di sekolah oleh petugas penjaga stand
makanan katering. Pemorsian bahan makanan tidak dilakukan oleh petugas
tetap. Menurut manajer katering SDP, sebelum digunakan styroform, pihak
ketering menggunakan rantangan sebagai tempat penyajian. Rantangan yang
disediakan sering tidak kembali karena dibawa oleh anak ke rumah, sehingga
Gambar 4 Dapur dan tempat penyimpanan bahan makanan katering SDA
Gambar 5 Dapur dan tempat penyimpanan bahan makanan katering SDP
37
merugikan katering. Penggunaan styroform dinilai lebih praktis dan ekonomis
oleh manajer katering SDP.
Tabel 15 Peralatan dapur yang digunakan di katering SDA dan SDP
Peralatan Dapur Katering SDA Katering SDP
Persiapan Pisau Talenan Pengupas sayuran Baskom Cobek Blender Nampan Saringan
Pengolahan Kompor Oven Wajan Presto -
Pengukus Panci Sodet Saringan minyak Centong Teflon Cetakan -
Penyajian Baskom besar Wadah nasi Corong Plastik Rantangan -
Styroform - Sendok logam -
Garpu logam -
Sendok plastik -
Distribusi makanan dari tempat katering ke sekolah dilakukan dengan
menggunakan mobil pribadi manajer katering. Pendistribusian makanan di SDA
dilakukan pada pukul 10.30 WIB. Setelah sampai di sekolah, makanan
didistribusikan oleh petugas kebersihan atau penanggung jawab masing-masing
gedung. Pendistribusian makanan di sekolah dilakukan pada pukul 11.30 WIB.
Setelah jam makan siang, petugas kebersihan kembali mengumpulkan tempat
makanan untuk diambil oleh petugas katering pada pukul 13.30 WIB.
Distribusi makanan katering harian dari tempat katering ke sekolah di
SDP dilakukan pada pukul 8.00-10.00 WIB. Pendistribusian makanan katering
bulanan dilaksanakan pada pukul 10.30 WIB. Makanan disimpan di stand
katering sekolah untuk diambil oleh masing-masing anak, sehingga pada saat
38
pengambilan makanan menjadi kurang tertib. Setelah jam makan siang, wadah
makanan tidak dikumpulkan karena dapat langsung dibuang.
Pelaksanaan Di Sekolah
Fungsi pelaksanaan di SDA dan SDP dimulai dari pendistribusian
makanan di sekolah hingga waktu makan siang selesai. Frekuensi
penyelenggaraan makan siang di SDA ditentukan oleh pihak sekolah, yaitu
setiap hari Senin sampai Jumat. Frekuensi penyelenggaraan makan siang di
SDP ditentukan oleh pihak sekolah selama empat hari dalam seminggu, yaitu
pada hari Senin sampai Kamis. Pada hari Jumat tidak dilakukan
penyelenggaraan makan siang karena jam belajar mengajar lebih pendek, yaitu
hanya sampai pukul 10.00 WIB. Walaupun begitu, pihak katering SDP tetap
menyediakan makanan di stand kantin pada hari Jumat. Fungsi pelaksanaan
yang dilakukan oleh SDA dan SDp dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Fungsi pelaksanaan di SDA dan SDP
Pelaksanaan SDA SDP
Hari pelaksanaan PM Senin – Jumat Senin – Kamis Waktu distribusi makanan 11.30 WIB 11.00 dan 12.25 WIB Waktu makan siang 12.10 WIB 11.00 dan 12.25 WIB Ruangan makan siang Koridor kelas Kantin, kelas, koridor Pemimpin doa Satu orang siswa Masing-masing siswa Pendamping makan siang Wali kelas -
Waktu pelaksanaan makan siang bersama di SDA yaitu pada istirahat
kedua pukul 12.10 WIB. Pada saat makan siang, anak dikelompukan menjadi
dua, yaitu putra dan putri. Pada saat kelompok putra makan, kelompok putri
melaksanakan solat dzuhur dan sebaliknya. Makan siang didistribusikan oleh
petugas kebersihan dan disimpan di depan kelas. Sebelum dan setelah jam
makan siang petugas kebersihan mengepel lantai koridor kelas. Anak dapat
langsung mengambil tempat makan yang telah diberi nama pada saat jadwal
makan siang.
Makan siang di SDP tidak dilakukan secara bersama-sama karena SDP
tidak mempunyai ruangan khusus untuk makan siang. Anak dapat mengambil
makan siang mulai pukul 11.00 WIB pada saat istirahat kedua. Anak dapat
makan di kantin sekolah, di kelas, atau di koridor kelas. Pada saat makan siang,
wali kelas tidak melakukan pengawasan dan tidak makan bersama dengan anak.
Menurut kepala sekolah SDP anak sudah cukup mandiri dan tidak perlu diawasi
lagi ketika makan. Selang waktu antara pendistribusian makanan dengan waktu
makan siang di SDA adalah 100 menit dan 30-115 menit di SDP.
39
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, 29.5% responden siswa SDA dan
72% responden SDP selalu mencuci tangannya sebelum dan setelah makan.
Sisanya menjawab kadang-kadang. Terdapat tempat mencuci tangan di depan
kelas dilengkapi dengan sabun cuci tangan di SDP.
Kegiatan makan bersama di SDA dimulai dengan melakukan doa
bersama dan dipimpin oleh salah seorang siswa secara bergiliran. Wali kelas
mendampingi anak saat makan siang. Sabun cair (hand wash) tersedia di dalam
ruangan kelas untuk cuci tangan anak. Di masing-masing koridor kelas juga telah
tersedia galon air untuk minum anak. Walaupun sabun cair telah tersedia di
masing-masing kelas, masih ada anak yang tidak mencuci tangan sebelum
makan dengan alasan makan menggunakan sendok dan garpu. Menurut wali
kelas, terkadang ada anak yang membawa sabun cuci tangan sendiri. Setelah
selesai makan, anak mencuci tangannya dan menyimpan tempat makannya
kembali di depan kelas.
Pada saat makan bersama di SDA, anak yang membawa bekal dari
rumah ikut makan bersama dengan anak yang mengikuti katering. Terkadang
anak saling mencoba makanan masing-masing. Suasana pada saat makan
bersama sangat tertib dan menyenangkan. Menurut Hidayat (2007), anak
sekolah lebih senang makan bersama dengan temannya. Anak yang membawa
bekal di SDP makan di kelas masing-masing.
Pengawasan (controlling)
Pengawasan makan bersama di SDA dilakukan oleh wali kelas.
Pengawasan pada saat pengolahan tidak selalu dilakukan oleh pihak sekolah
karena proses pengolahan dilakukan di dapur katering. Pihak sekolah melakukan
pengawasan (supervisor) pada saat pengolahan makanan kepada pihak katering
enam bulan sekali, yaitu pada saat akhir semester. Pengawasan selama proses
pengolahan setiap harinya dilakukan oleh manajer katering. Selain itu setiap
akhir semester juga dilakukan rapat kerja yang dihadiri oleh pihak yayasan SDA,
kepala sekolah, seluruh guru, komite sekolah dan manajer katering. Rapat kerja
salah satunya membahas kinerja katering dalam memberikan pelayanan
terhadap anak, guru, dan staf kependidikan.
Pengawasan tidak dilakukan pada saat makan siang di SDP. Pihak
sekolah tidak melakukan pengawasan ataupun kunjungan secera rutin ke tempat
pengolahan makanan. Pihak sekolah pernah melakukan kunjungan ke katering
40
dan memberikan penyuluhan bekerjasama dengan Puskesmas setempat pada
pedagang kantin dan pihak katering mengenai keamanan pangan.
Menurut Uripi dan Santoso (1995), terdapat tiga proses dasar dalam
pengawasan, yaitu penentuan standar, pengukuran hasil kerja, dan tindakan
koreksi. Uripi dan Santoso juga melanjutkan penilaian menu dilakukan dengan
tujuan mengetahui apakah tujuan perencanaan menu sudah tercapai dan menu
tersebut menarik.
Standar pelaksanaan pengolahan makanan telah ditetapkan oleh manajer
kedua katering, namun tidak secara tertulis. manajer katering memberikan
penjelasan kepada pegawai bagaimana cara mengolah makanan yang benar,
mulai dari persiapan hingga penyajian, serta higiene dan sanitasi makanan.
Pegawai sudah terbiasa dan mengerti mengenai tahapan yang harus dilakukan
selama proses pengolahan.
Terdapat peraturan tertulis yang dibuat oleh pihak sekolah SDA
mengenai tata tertib yang harus diikuti oleh pihak katering (Lampiran 2). Tata
tertib tersebut diantaranya mengatur tentang standar menu yang sebaiknya
disediakan oleh pihak katering. Pihak SDP tidak menetapkan peraturan secara
tertulis mengenai tata tertib yang harus diikuti oleh pihak katering. Pihak sekolah
SDP memberikan arahan kepada pedagang kantin dan pihak katering mengenai
makanan yang sehat untuk anak.
Pengukuran hasil kerja dapat dilihat dari ada tidaknya protes/keluhan dari
anak, sekolah, atau orang tua siswa. Menurut manajer katering dan pihak
sekolah SDA maupun SDP, katering jarang mendapatkan complain dari pihak
manapun karena menu yang disajikan sudah bervariasi. Jika terdapat complain,
maka dengan segera pihak katering akan melakukan tindakan koreksi.
Penilaian menu di SDA dilakukan setiap hari oleh staf Tata Usaha (TU)
untuk mengetahui kualitas menu, terutama dalam hal rasa. Jika terdapat salah
satu makanan yang kurang enak, pihak sekolah akan segera menghubungi dan
memberi terguran kepada pihak katering. Jika terdapat makanan yang
kualitasnya kurang baik, misalnya basi, maka pihak katering harus mengganti
makanan tersebut pada hari yang sama untuk semua anak. Evaluasi menu
dilakukan oleh pihak katering dengan cara melihat sisa makanan pada
rantangan. Jika terdapat banyak sisa makanan di rantangan, maka menu hari itu
dinilai kurang menarik bagi anak.
41
Pihak SDP tidak melakukan penilaian atau evaluasi menu. Evaluasi
dilakukan oleh pihak katering dalam hal rasa, namun katering tidak dapat
melakukan evaluasi terhadap sisa makanan karena makanan yang tersisa
langsung dibuang oleh anak.
Penerapan Higiene dan Sanitasi Pengolahan Makanan
Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada
usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang
tersebut berada. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang
menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan dan hidup manusia
(Widyati dan Yuliarsih 2002).
Jumlah pengelola katering yang terlibat langsung dalam pengolahan
makanan adalah lima orang di katering SDA dan tiga orang di katering SDP. Usia
pengelola katering SDA dan SDP berkisar antara 15 hingga 57 tahun, tidak
memiliki penyakit kronis, dan lama bekerja sekitar satu bulan hingga 12 tahun.
Persentase pengelola katering SDA dan SDP yang menerapkan higiene personal
dapat dilihat pada Tabel 17.
Persentase rata-rata pengelola katering SDA yang menerapkan prinsip
higiene personal adalah 64.6%, sedangkan di SDP 53.8%. Keseluruhan
pengelola di kedua katering tidak menggunakan celemek, sarung tangan,
pelindung kepala, dan alas kaki pada saat proses produksi makanan. Alasan
pegawai tidak menggunakan alas kaki di katering SDA adalah karena lantai
dapur bersih dan selalu dibersihkan sebelum proses produksi berlangsung.
Alasan pegawai tidak menggunakan celemek adalah karena merasa repot dan
panas pada saat mengolah makanan. Sarung tangan plastik digunakan pada
saat mengolah bumbu-bumbu tertentu seperti kunyit dan cabai. Alasan pegawai
mengunyah makanan pada saat memasak adalah mencicipi rasa makanan
tersebut.
Sebelum dan setelah melakukan produksi makanan dapur katering SDA
dibersihkan dengan cara disapu dan dipel. Dinding terbuat dari tembok. Bagian
dinding yang terkena cipratan air dan minyak dilapisi dengan keramik. Ventilasi
dapur hanya berasal dari satu sumber, tetapi pintu dapur selalu terbuka sehingga
udara di dapur tidak pengap. Pencahayaan buatan dilakukan untuk menambah
pencahayaan dan menghindari kecelakaan kerja.
Dapur katering SDP dibersihkan hanya satu kali dalam sehari, yaitu
setelah proses pengolahan makanan selesai sekitar pukul 21.00 WIB. Tidak
42
terdapat ventilasi yang cukup di dapur. Aliran udara di ruangan dapur kurang
lancar sehingga terasa panas. Dinding dilapisi dengan keramik setinggi 1.5 m.
Sumber cahaya yang digunakan adalah cahaya buatan dengan menggunakan
satu buah lampu neon. Ruangan dapur tampak padat oleh alat-alat dapur.
Tabel 17 Persentase pengelola katering SDA dan SDP yang menerapkan higiene personal
No Perilaku Katering SDA Katering SDP
n % n %
1 Memakai pakaian cerah 5 100 2 67 2 Menggunakan penjepit makanan 5 100 2 67 3 Memakai sarung tangan 0 0 0 0 4 Mengganti pakaian setiap hari 5 100 2 67 5 Memakai pelindung kepala 0 0 0 0 6 Memakai pakaian yang nyaman di badan 5 100 3 100 7 Menggunakan alas kaki yang tidak licin 0 0 1 33 8 Menggunakan celemek 0 0 0 0 9 Tidak merokok selama pengolahan makanan 5 100 3 100 10 Tidak makan/mengunyah selama
pengolahan 4 80 1 33
11 Tidak memakai aksesoris 3 60 1 33 12 Berkuku pendek 5 100 3 100 13 Mencuci tangan dengan sabun sebelum
bekerja dan setelah keluar kamar mandi 5 100 3 100
Rata-rata 64.6 53.8
(Dirangkum dari Kepmenkes RI No 715/MENKES/SK/V/ 2003)
Sampah organik dan anorganik tidak dipisahkan di kedua katering. Di
katering SDA, semua jenis sampah dikumpulkan dalam satu plastik besar
(trashbag) tanpa tutup. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002), sampah harus
ditampung dalam bak sampah yang terbuat dari plastik ringan lengkap dengan
penutupnya untuk menghindari lalat. Sampah dibuang setiap hari sehingga tidak
menumpuk dan mengundang penyakit. Terdapat empat buah tempat sampah
plastik di katering SDP. Tempat sampah terbuat dari plastik, diletakkan di dekat
tempat produksi sampah, namun tidak dilengkapi tutup.
Pencucian peralatan dapur di kedua katering dilakukan secara manual.
Pencucian wadah makanan di katering SDA langsung dilakukan ketika wadah
diantarkan dari sekolah. Peralatan makanan yang telah dibersihkan dijaga
kebersihannya dengan cara ditutupi terpal sehingga terhindar dari kontaminasi
tikus dan kecoa. Keseluruhan bahan makanan disimpan di tempat tertutup atau
didalam lemari, kecuali beberapa jenis buah-buahan seperti semangka dan
pisang. Terdapat lemari tempat menyimpan peralatan dapur. Peralatan dapur
yang berukuran besar dan tidak dapat disimpan di lemari disimpan di gudang.
43
Kondisi gudang peralatan bersih dan memiliki pencahayaan yang cukup. Tempat
mencuci tangan tidak terpisah dengan bak cuci piring.
Pencucian wadah tempat penyajian makanan di stand kantin SDP dan
alat-alat masak dilakukan di dapur katering. Peralatan yang telah dicuci dan
dikeringkan disimpan di beberapa tempat. Perlatan besar di simpan di bawah
meja kerja dan digantung di dinding, sedangkan peralatannya kecil seperti
spatula, pisau disimpan di wadah plastik dan di rak yang ditempel di dinding.
Tempat menyimpan peralatan tidak tertutup. Terdapat gudang peralatan dapur di
samping rumah manajer katering yang memiliki pencahayaan yang cukup baik.
Tempat mencuci tangan merangkap dengan tempat mencuci bahan makanan.
Persyaratan sanitasi jasa boga yang diterapkan di dapur katering SDA
adalah 68%, sedangkan di katering SDP 64%. Delapan dari 25 persyaratan
sanitasi tidak dipenuhi oleh katering SDA. Sembilan dari 25 persyaratan sanitasi
tidak dipenuhi oleh pihak katering SDP. Permukaan dinding yang terkena
percikan air di dapur katering dilapisi oleh keramik setinggi satu meter. Jendela
dan lubang ventilasi katering SDA tidak dilengkapi dengan kassa. Terdapat dua
jenis pencahayaan di dapur katering SDA, yaitu pencahayaan alami dan
pencahayaan buatan dengan menggunakan satu buah lampu neon. Hanya
terdapat satu buah lampu neon sebagai sumber pencahayaan buatan di dapur
katering SDP. Tidak terdapat alat pembuangan asap dan tempat mencuci tangan
(washtafel) di dapur kedua katering. Tabel 18 menunjukkan Hasil penerapan
Gambar 6 Tempat mencuci piring, tempat sampah, dan tempat menyimpan
peralatan di dapur katering SDA
Gambar 7 Tempat mencuci piring, tempat sampah, dan tempat menyimpan
peralatan di dapur katering SDP
44
sanitasi jasa boga yang dilaksanakan oleh katering SDA dan SDP berdasarkan
Kepmenkes R1 Nomor 715/MENKES/SK/V/2003.
Karakteristik Responden
Umur responden berkisar antara 10 hingga 13 tahun. Tabel 19
menunjukkan sebaran responden menurut jenis kelamin dan jenis menu katering.
Tabel 19 Sebaran responden menurut jenis kelamin dan jenis menu katering
Jenis Menu Katering Jenis
kelamin SDA SDP
Hari 1 Hari 2 Hari 1 Hari 2
Katering bulanan Pria 27 19 13 11 Wanita 15 14 3 1 Jumlah 42 33 16 12
Katering harian Pria 0 0 7 8 Wanita 0 0 8 10 Jumlah 0 0 15 18
Total 42 33 31 30
Lebih dari 50% responden adalah pria. sedangkan Tabel 20 menunjukkan
sebaran responden berdasarkan jenis menu katering dan menu makanan yang
dikonsumsi pada hari pengamatan.
Tabel 20 Sebaran responden menurut jenis menu yang dikonsumsi
Hari Ke
Jenis Menu Ketering Menu Makan Siang Jumlah
n %
1 Katering bulanan SDA Nasi, ayam tepung, bihun goreng, sayur sop, pepaya
42 100
Jumlah 42 100 Katering bulanan SDP Nasi goreng bungkus telur
dadar, nugget, semangka, kerupuk.
16 100
Jumlah 16 100 Katering harian menu pilihan SDP
Nasi dan ayam krispi 1 6.7 Nasi dan kentang balado 1 6.7 Mie goreng 10 66.7 Nasi goreng 2 13.3 Spaghetti 1 6.7
Jumlah 15 100
2
Katering bulanan SDA Nasi, ayam suwir, tempe orek, sayur sop, semangka
33 100
Jumlah 33 100
Katering bulanan SDP Kentang goreng, udang goreng tepung
12 100
Jumlah 12 100
Katering harian menu pilihan SDP
Nasi dan ayam krispi 2 11.1
Nasi dan semur ati ampela 1 5.6
Mie goreng 2 11.1
Chicken stip 3 16.7
Nasi goreng 4 22.2
Spaghetti 1 5.6
Ayam krispi 5 27.8
Jumlah 18 100
45
Pada hari pertama, persentase responden yang mengonsumsi makanan
katering bulanan SDP lebih besar (52%) daripada yang mengonsumsi makanan
katering harian (48%), sedangkan pada hari kedua sebaliknya. Menu makanan
katering harian SDP yang paling banyak dikonsumsi adalah mie goreng dan
ayam krispi.
Tabel 21 menunjukkan rata-rata berat badan, tinggi badan, faktor aktifitas
dan kebutuhan energi responden SDA dan SDP pada hari ke-1 dan ke-2. Rata-
rata kebutuhan energi tertinggi adalah responden katering bulanan SDP. Rata-
rata berat badan dan tinggi badan tertinggi adalah responden SDA.
Tabel 21 Rata-rata berat badan, tinggi badan, faktor aktifitas, dan kebutuhan energi responden SDA dan SDP pada hari ke-1 dan ke-2
Rata-rata Responden
SDA KB SDP KH SDP
Berat badan (Kg) 35.5 35.1 33.6 Tinggi badan (cm) 146.9 143.5 141 Faktor aktifitas 1.6 1.7 1.7 Kebutuhan energi (Kalori) 2089 2269 2030
Keterangan : KB = katering bulanan KH = katering harian
Tingkat Katersediaan Energi dan Zat Gizi
Katering SDA menyediakan menu makan siang katering berupa makanan
lengkap yang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati,
sayur/tumisan, dan buah. Katering SDP menyediakan beberapa menu, yaitu
menu makanan katering bulanan berupa makanan lengkap dan menu makanan
katering harian. Tabel 22 menunjukkan ketersediaan energi dan zat gizi menu
makanan katering bulanan SDA dan SDP.
Ketersediaan energi, protein, lemak, zat besi, dan fosfor makanan
katering SDA pada hari kedua lebih besar daripada hari pertama. Ketersediaan
energi dan zat gizi selain zat besi dan fosfor makanan katering bulanan SDP
pada hari pertama lebih besar dari pada hari kedua. Ketersediaan energi,
protein, lemak, zat besi, dan fosfor makanan katering SDA pada hari kedua lebih
besar daripada hari pertama. Ketersediaan energi dan zat gizi selain zat besi dan
fosfor makanan katering bulanan SDP pada hari pertama lebih besar dari pada
hari kedua.
Rata-rata ketersediaan vitamin A dan vitamin C SDA lebih besar daripada
SDP. Ketersediaan vitamin C SDA yang lebih besar berasal dari buah yang
selalu disajikan setiap hari.
46
Tabel 22 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering bulanan SDA dan SDP
SD Menu
Hari ke
Ketersediaan energi dan zat gizi E
(Kal) P (g)
L (g)
KH (g)
Vit A
(g)
Vit B1 (mg)
Vit C (mg)
Ca (mg)
Fe (mg)
P (mg)
SDA
11)
489 12.8 18.8 65.9 732 0.28 46 47 2.5 140
22)
539 17.7 26.0 58.0 681 0.22 4 29 6.1 174 Rata-rata 514 15.2 22.4 62.0 706 0.25 25 38 4.3 157
SDP 1
3) 872 20.7 27.8 85.2 691 0.47 11 96 3.4 232
24)
484 20.6 23.9 45.9 502 0.11 2 113 8.3 209 Rata-rata 678 20.6 25.8 65.6 596 0.29 7 104 5.9 221
Keterangan : 1) Nasi, ayam goreng tepung, bihun goreng telur, sayur sop, papaya 2) Nasi, ayam suwir, tempe orek, sayur sop, semangka
3) Nasi goreng, Telur dadar, Nugget ayam, Kerupuk, semangka 4) Udang goreng tepung, Kentang goreng, Saos tomat
Rata-rata ketersediaan energi menu makan siang katering SDA (514 Kal)
dan SDP (678 Kal) telah sesuai dengan pernyataan Khomsan (2004), yaitu
setiap kali makan, umumnya seseorang dapat mengkonsumsi 400-500 Kalori.
Tabel 23 memperlihatkan ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan
katering harian SDP.
Tabel 23 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering harian SDP
Menu
Ketersediaan energi dan zat gizi
E (Kal)
P (g)
L (g)
KH (g)
Vit A
(g)
Vit B1 (mg)
Vit C (mg)
Ca (mg)
Fe (mg)
P (mg)
Mie goreng 327 6.8 15.9 38.5 71 0.15 8 21 1.7 37 Chicken strip 365 9.0 24.3 27.4 469 0.09 2 11 1.9 115 Nasi Goreng 369 5 5.6 38.3 12 0.20 2 5 1.1 25 Spaghetti 249 13.9 5.5 36.1 75 0.53 1 200 7.3 112 Kwetiaw goreng
175 4.1 8.6 20.2 471 0.04 7 23 2.6 40
Kentang balado
259 3.5 14.0 30.1 38 0.08 5 8 1.9 56
Ayam serundeng
545 22.0 50.0 0.5 1630 0.10 0 17 1.9 838
Semur ati ampela
53 9.0 1.4 5.4 0 0.22 0 142 30.5 5418
Rending daging sapi
140 7.8 11.5 1.2 405 0.03 0 13 1.4 74
Nasi putih 285 3.4 0.2 65.0 1738 0.08 0 8 0.8 35 Ayam krispi 586 23.7 52.5 3.1 552 0.11 0 19 2.0 260 Telur balado 125 6.3 10.7 0.3 495 0.06 0 27 1.3 89
Rata-rata 283 10.0 17.7 20.7 495 0.13 2 44 4.8 643
Rata-rata ketersediaan energi makanan katering harian SDP tidak
mencapai 50% dari ketersediaan energi makanan katering bulanan SDP. Hal ini
karena porsi menu makanan katering harian SDP lebih kecil daripada menu
makanan katering bulanannya. Komposisi makanan makanan katering harian
tidak selengkap makanan katering bulanan. Menu makanan katering harian
hanya terdiri dari makanan pokok dan lauk hewani saja.
47
Frekuensi makan rata-rata responden SDA dan SDP adalah tiga kali
makan utama dan dua kali makan selingan. Menurut Sizer dan Whitney (2008),
makanan selingan (snack food) sebaiknya tidak lebih dari 200 Kalori atau sekitar
10% dari kebutuhan energi responden, sehingga dalam sehari selingan
menyumbangkan energi 20%. Sisanya 80% diperoleh dari makan pagi, siang,
dan malam dengan perbandingan 1:2:2. Dari perhitungan tersebut persentase
kebutuhan energi yang direkomendasikan untuk makan siang adalah 32% atau
1/3 dari kebutuhan energi total. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mahan dan
Stump (2004), yaitu makanan yang disajikan dalam penyelenggaraan makanan
sebaiknya menyumbangkan energi 1/3 dari kebutuhan energi total. Tabel 24
menunjukkan tingkat ketersediaan energi makanan katering terhadap kebutuhan
energi responden SDA dan SDP.
Tabel 24 Tingkat ketersediaan energi makanan terhadap kebutuhan energi responden SDA dan SDP
Jenis menu katering
Energi SDA SDP
Hari 1 Hari 2 Hari 1 Hari 2 n % n % n % n %
Katering bulanan
1/3 0 0 1 3.0 15 93.8 0 0
<1/3 42 100 32 97.0 1 6.2 12 100
Katering harian 1/3 - - - - 1 6.7 2 11.1
<1/3 - - - - 14 93.3 16 88.9
Berdasarkan Tabel 24, tingkat ketersediaan energi makanan katering
SDA belum memenuhi 1/3 kebutuhan energi responden. Tingkat ketersedian
makanan katering bulanan SDP pada hari pertama memenuhi syarat kebutuhan
hampir seluruh responden. Ketersediaan energi makanan katering harian SDP
yang mencapai 1/3 kebutuhan energi adalah nasi dan ayam krispi.
Tabel 25 Rata-rata ketersediaan, kebutuhan, dan tingkat ketersediaan energi dan zat gizi
Energi dan Zat Gizi
SDA Katering Bulanan SDP Katering Harian SDP
Ket Keb TK (%) Ket Keb TK (%) Ket Keb TK (%)
Energi (Kal) 514 2089 25.0 678 2269 31.2 425 2030 21.3 Protein (g) 15.2 78.3 19.7 20.6 85.1 24.8 11.5 76.1 15.1 KH (g) 62.0 391.7 16.1 65.6 425.4 16.1 37.9 380.7 10.3 Lemak (g) 22.4 23.2 97.6 25.8 25.2 105.2 22.0 22.6 97.4
Vit A (g) 706 596 120.7 596 599 100.7 471 560 82.6
Vit B1 (mg) 0.25 1.09 23.4 0.29 1.10 27.3 0.18 1.03 17.6 Vit C (mg) 25 50 51.2 7 50 13.4 4 47 8.8 Kalsium (mg) 38 993 3.9 104 998 10.5 32 934 3.5 Zat besi (mg) 4.3 13.3 32.7 5.9 13.1 44.6 2.9 12.6 23.2 Posfor (mg) 157 994 16.1 221 998 22.3 252 934 26.9
Keterangan : Ket = ketersediaan Keb = kebutuhan TK = tingkat ketersediaan
48
Perbandingan rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi makanan
katering, kebutuhan energi dan zar gizi responden, serta tingkat ketersediaan
dapat dilihat pada Tabel 25. Rata-rata tingkat ketersediaan energi makanan
tertinggi adalah makanan katering bulanan SDP (31.2%). Rata-rata tingkat
ketersedian zat gizi makanan katering SDA dan SDP yang telah memenuhi 1/3
kebutuhan adalah lemak dan vitamin A.
49
Tabel 18 Hasil penerapan sanitasi jasa boga yang dilaksanakan oleh katering SDA dan SDP berdasarkan Kepmenkes R1 Nomor
715/MENKES/SK/V/2003
No Fasilitas Syarat Katering SDA Katering SDP
1. Dapur dan Tempat Penyajian :
- Lantai
a. Bahan: tegel, porselen, keramik b. Kondisi : lantai rapat air, halus, kelandaian cukup, tidak licin dan mudah
dibersihkan c. Luas: Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2 (dua)
meter persegi untuk setiap orang bekerja.
- Dinding a. Permukaan dinding sebelah dalam halus, kering / tidak menyerap air dan mudah dibersihkan.
b. Bila permukaan dinding kena percikan air, maka setinggi 2 (dua) meter dari lantai dilapisi bahan kedap air yang permukaannya halus, tidak menahan debu dan berwarna terang.
-
-
- Langit-langit a. Bidang langit-langit harus menutup atap bangunan. b. Permukaan langit-langit tempat makanan dibuat, disimpan, diwadahi dan
tempat pencucian alat makanan maupun tempat cuci tangan dibuat dari bahan yang permukaannya rata mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan berwarna terang.
c. Tinggi langit-langit tidak kurang 2,4 meter diatas lantai.
- Pintu dan
jendela a. Pintu-pintu pada bangunan yang dipergunakan untuk memasak harus
membuka ke arah luar. b. Jendela, pintu dan lubang ventilasi dimana makanan diolah dilengkapi
kassa yang dapat dibuka dan dipasang.
-
- Intensitas cahaya
a. Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif.
b. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya sedemikian sehingga sejauh mungkin menghindarkan bayangan.
-
- Ventilasi udara
a. Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman.
b. Sejauh mungkin ventilasi harus cukup (+ 20% dari luas lantai) c. Pembuangan asap dapur harus dilengkapi dengan alat pembuangan
-
- -
47
50
No Fasilitas Syarat Katering SDA Katering SDP
asap yang membantu pengeluaran asap dapur sehingga tidak mengotori ruangan.
- -
2. Letak dapur a. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, peterasan dan kamar mandi.
b. Ruang pengolahan makanan harus dipisahkan dengan dinding pemisah yang memisahkan tempat pengolahan makanan dengan ruangan lain.
3. Tempat cuci peralatan a. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih / deterjen. b. Peralatan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung
dari kemungkinan pencemaran tikus dan hewan lainnya
-
4. Tempat cuci tangan a.Terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering.
- -
5. Rak peralatan Terlindung dari kemungkinan pencemaran oleh tikus dan hewan lainnya. - - 6. Kamar mandi a. Jumlah harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1 (satu) buah untuk 1
– 10 orang dengan penambahan 1 (satu) buah setiap 20 orang. b. Kamar toilet dilengkapi dengan pintu yang dapat menutup sempurna,
dinding rapat air, dipelihara secara fisik dan kebersihannya, serta tidak pernah ada kotoran di lubang WC.
-
7. Tempat Sampah a. Tempat-tempat sampah seperti kantong plastik / kertas, bak sampah tertutup harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat menghindari kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah
b. Bak sampah tersedia cukup memadai dan diberi tutup, dipelihara kebersihannya, tidak dapat dijamah lalat, tikus atau hewan lainnya. Dibersihkan sesering mungkin dan setiap hari dikosongkan dari sampah.
-
-
Keterangan : = memenuhi syarat - = tidak memenuhi syarat
48
51
Daya Terima Makanan
Daya terima terhadap makanan menunjukkan hasil penilaian seseorang
terhadap menu makanan. Daya terima makanan dapat dilihat dari jumlah
makanan yang dihabiskan oleh responden. Tabel 26 menunjukkan sebaran
responden SDA dan SDP yang menghabiskan, tidak menghabiskan, dan
menambah makanan katering pada hari pengamatan.
Tabel 26 Sebaran responden SDA dan SDP yang menghabiskan, tidak menghabiskan, dan menambah makanan katering
Responden Makanan yang
dikonsumsi
Hari ke Rata-rata
Hari 1 Hari 2 n % n % %
SDA
Habis 14 33.3 15 45.5 39.4 Tidak 25 59.5 18 54.5 57
Menambah 3 7.1 0 0 3.6 Jumlah 42 100 33 100 100
KB SDP
Habis 9 56.2 8 66.7 61.5
Tidak 7 43.8 4 33.3 38.6
Menambah 0 0 0 0 0
Jumlah 16 100 12 100 100
KH SDP
Habis 15 100 18 100 100 Tidak 0 0 0 0 0
Menambah 0 0 0 0 0 Jumlah 15 100 18 100 100
Keterangan : KB = katering bulanan KH = katering harian
Lebih dari 50% responden SDA tidak menghabiskan makanan. Pada hari
pertama, terdapat 7.1% responden yang menambah nasi, sedangkan pada hari
kedua tidak terdapat responden yang menambah makanan. Jenis makanan yang
tidak dihabiskan responden SDA pada hari pertama adalah buah (16%), sayur
(52%), serta kombinasi antara nasi, lauk, sayur, dan buah (32%). Jenis makanan
yang tidak dihabiskan responden pada hari kedua adalah sayur (55.56%), buah
(16.67%), dan kombinasi antara nasi, lauk, sayur, dan buah (27.78%).
Lebih dari 30% responden katering bulanan SDP tidak menghabiskan
makanan. Pada hari pertama, makanan katering bulanan yang tidak digabiskan
oleh responden adalah nasi goreng (42.9%) dan semangka (57.1%). Pada hari
kedua, makanan katering bulanan yang tidak dihabiskan oleh responden adalah
kentang goreng (75%) dan udang goreng tepung (25%). Seluruh responden
katering harian menghabiskan makanan katering baik pada hari pertama maupun
kedua.
Tabel 27 menunjukkan sebaran responden SDA dan SDP berdasarkan
kebiasaan menghabiskan menu makanan katering setiap hari. Alasan responden
52
katering bulanan SDA dan SDP tidak menghabiskan menu makan siang setiap
hari dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 27 Sebaran responden SDA dan SDP berdasarkan kebiasaan menghabiskan menu makanan katering setiap hari
Responden Kebiasaan
menghabiskan makanan setiap hari
Hari ke Rata-rata
Hari 1 Hari 2 n % n % %
SDA Ya 24 57.1 17 51.5 54.3
Tidak 18 42.9 16 48.5 45.7 Jumlah 42 100 33 100 100
KB SDP Ya 10 62.5 6 50 56.25
Tidak 6 37.5 6 50 43.75 Jumlah 16 100 12 100 100
KH SDP Ya 12 80 15 83.3 81.65
Tidak 3 20 3 16.7 18.35 Jumlah 15 100 18 100 100
Persentase rata-rata tertinggi responden yang selalu menghabiskan
makanan katering setiap hari adalah responden katering harian SDP (100%).
Responden katering harian SDP selalu meghabiskan makanan setiap hari
karena memilih sendiri makanan yang disukai. Menurut Mahan dan Stump
(2004), anak usia sekolah sebaiknya diberi kebebasan dalam memilih makanan.
Tabel 28 Persentase alasan responden katering bulanan SDA dan SDP tidak menghabiskan makanan katering setiap hari
Alasan Responden SDA Responden SDP
Hari 1 (%) Hari 2 (%) Hari 1 (%) Hari 2 (%)
Tidak suka menunya 38.9 43.8 0 0 Tidak selera 11.1 12.5 0 0 Kenyang 16.7 12.5 55.6 44.4 Kurang enak 22.2 31.3 22.2 22.2 Terlalu banyak 5.6 0 0 0 Tidak sempat 5.6 0 0 0 Membawa bekal 0 0 11.1 11.1 Kurang hangat 0 0 11.1 11.1
Total 100 100 100 100
Lebih dari 38% responden SDA tidak menghabiskan makanan katering
setiap hari dengan alasan tidak suka menunya. Lebih dari 44% responden
katering bulanan SDP setiap hari dengan alasan kenyang.
Porsi menu makan siang yang disajikan dapat mempengaruhi sisa
makanan yang tidak dihabiskan oleh responden. Tabel 29 menunjukkan daya
terima responden SDA dan SDP terhadap porsi makanan katering.
53
Tabel 29 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap menu makanan katering
Responden Porsi Hari ke
Rata-rata Hari 1 Hari 2
n % n % %
SDA
Cukup 33 78.6 22 66.7 72.7 Terlalu banyak 4 9.5 3 9.1 9.3 Kurang banyak 5 11.9 8 24.2 18.1
Jumlah 42 100 33 100 100.0
KB SDP
Cukup 15 93.8 12 100 96.9 Terlalu banyak 1 6.2 0 0 3.1 Kurang banyak 0 0 0 0 0
Jumlah 16 100 12 100 100
KH SDP
Cukup 13 86.7 15 83.3 85 Terlalu banyak 0 0 1 5.6 2.8 Kurang banyak 2 13.3 2 11.1 12.2
Jumlah 15 100 18 100 100
Lebih dari 70% responden SDA dan SDP menyatakan bahwa porsi
makanan katering cukup, artinya tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit.
Persentase rata-rata tertinggi responden yang menjawab cukup adalah
responden katering bulanan SDP.
Daya terima responden terhadap rasa, aroma, dan tekstur menu makanan
Penilaian anak usia sekolah terhadap suatu menu berhubungan dengan
beberapa karakteristik menu yaitu siklus menu, warna, penampakan, terkstur,
aroma, bentuk potongan, popularitas makanan, dan suhu penyajian. Selain itu
penilaian terhadap makanan juga dipengaruhi oleh kesukaan (Uripi & Santoso
1995; Marotz 2005). Tabel 30 menunjukkan daya terima responden SDA dan
SDP terhadap rasa makanan.
Tabel 30 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap rasa makanan katering
Responden Rasa Hari ke
Rata-rata Hari 1 Hari 2
n % n % %
SDA
Enak 22 52.4 19 57.6 55 Biasa 18 42.9 14 42.4 42.7
Tidak enak 2 4.8 0 0 2.4 Jumlah 42 100 33 100 100
KB SDP
Enak 9 56.25 3 25 40.6 Biasa 6 37.5 6 50 43.8
Tidak enak 1 6.25 3 25 15.6 Jumlah 16 100 12 100 100
KH SDP
Enak 10 66.7 9 50 58.4 Biasa 5 33.3 9 50 41.7
Tidak enak 0 0 0 0 0 Jumlah 15 100 18 100 100
Lebih dari 40% responden SDA dan SDP menyatakan makanan katering
enak. Persentase rata-rata tertinggi responden yang menyatakan enak terhadap
54
rasa makanan katering adalah responden katering harian SDP. Persentase
responden katering bulanan SDP yang menjawab enak pada hari pertama lebih
besar daripada hari kedua. Tabel 31 menunjukkan daya terima responden SDA
dan SDP terhadap aroma makanan.
Tabel 31 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap aroma makanan katering
Responden Aroma Hari ke
Rata-rata Hari 1 Hari 2
n % n % %
SDA Mengundang selera 21 50 13 39.4 44.7
Tidak beraroma 21 50 20 60.6 55.3 Jumlah 42 100 33 100 100
KB SDP Mengundang selera 8 50 6 50 50
Tidak beraroma 8 50 6 50 50 Jumlah 16 100 12 100 100
KH SDP Mengundang selera 14 93.3 13 72.2 82.8
Tidak beraroma 1 6.7 5 27.8 17.3 Jumlah 15 100 18 100 100
Berdasarkan Tabel 31 lebih dari 40% responden SDA dan SDP
menyatakan aroma makanan mengundang selera. Persentase rata-rata tertinggi
responden yang menjawab mengundang selera adalah responden katering
harian SDP. Lebih dari 49% responden katering bulanan SDA dan SDP
menyatakan rasa makanan tidak beraroma.
Menurut Winarno (2002), tekstur dan konsistensi suatu bahan makanan
akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh makanan tersebut. Daya
terima responden terhadap tekstur makanan disajikan pada Tabel 32, sedangkan
daya terima terhadap suhu penyajian disajikan pada Tabel 33.
Tabel 32 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap tekstur makanan katering
Responden Tekstur Hari ke
Rata-rata Hari 1 Hari 2
n % n % %
SDA
Sesuai 34 81 28 84.8 82.9 Terlalu keras 7 16.7 5 15.2 15.95
Terlalu lembek 1 2.4 0 0 1.2 Jumlah 42 100 33 100 100
KB SDP
Sesuai 12 75.0 6 50 62.5 Terlalu keras 3 18.8 2 16.7 17.75
Terlalu lembek 1 6.2 4 33.3 19.75 Jumlah 16 100 12 100 100
KH SDP
Sesuai 15 100 17 94.4 97.2 Terlalu keras 0 0 1 5.6 2.8
Terlalu lembek 0 0 0 0 0 Jumlah 15 100 18 100 100
55
Persentase rata-rata tertinggi responden yang menjawab tekstur
makanan sesuai adalah responden katering harian SDP, responden SDA, dan
yang terendah adalah responden katering bulanan SDP. Responden katering
bulanan SDA dan SDP yang menyatakan tekstur makanan terlalu keras pada
hari pertama lebih besar daripada hari kedua.
Tabel 33 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap suhu penyajian makanan katering
Responden Suhu Penyajian Hari ke
Rata-rata Hari 1 Hari 2
n % n % %
SDA
Sesuai 13 31 7 21 26 Kurang hangat 29 69 26 78 73.5 Terlalu panas 0 0 0 0 0
Jumlah 42 100 33 100 100
KB SDP
Sesuai 8 50 5 41.7 45.9 Kurang hangat 8 50 7 58.3 54.2 Terlalu panas 0 0 0 0 0
Jumlah 16 100 12 100 100
KH SDP
Sesuai 9 60 8 44.4 52.2 Kurang hangat 6 40 9 50 45 Terlalu panas 0 0 1 5.6 2.8
Jumlah 15 100 18 100 100
Lebih dari 50% responden katering bulanan SDA dan SDP menyatakan
makanan katering kurang hangat. Hal ini disebabkan jarak waktu antara
pendistribusian makanan ke sekolah dengan pelaksanaan makan siang yang
terlalu panjang, yaitu 100 menit di SDA dan 30-115 menit di SDP.
Daya terima responden terhadap warna, variasi, dan kebersihan makanan
Menurut Marotz (2005), warna merupakan komponen sensori yang paling
berpengaruh. Anak usia sekolah senang dengan warna-warna yang menarik,
sehingga menyediakan makanan yang memiliki warna yang bervariasi sangat
penting. Daya terima responden SDA dan SDP terhadap warna makanan
disajikan pada Tabel 34.
Persentase rata-rata responden SDA dan SDP yang menyatakan suka
terhadap warna makanan katering kurang dari 25%. Sebagian besar (>50%)
responden SDA dan SDP menjawab biasa. Hal ini dapat menunjukkan bahwa
warna makanan katering SDA dan SDP masih belum menarik bagi responden.
Warna yang menarik diperoleh dari kombinasi warna makanan dalam menu.
Tidak terdapat responden katering harian SDP yang menjawab tidak suka.
56
Tabel 34 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap warna makanan katering
Responden Warna Hari ke
Rata-rata Hari 1 Hari 2
n % n % %
SDA
Suka 9 21.4 4 12.1 16.8 Biasa 29 69 25 75.8 72.4
Tidak suka 4 9.5 4 12.1 10.8 Jumlah 42 100 33 100 100
KB SDP
Suka 5 31.2 2 16.7 24 Biasa 8 50 8 66.7 58.4
Tidak suka 3 18.8 2 16.7 17.8 Jumlah 16 100 12 100 100
KH SDP
Suka 4 26.7 2 11.1 18.9 Biasa 11 73.3 16 88.9 81.1
Tidak suka 0 0 0 0 0 Jumlah 15 100 18 100 100
Tabel 35 menunjukkan daya terima responden SDA dan SDP terhadap
variasi makanan katering. Menu makanan katering harian SDP lebih bervariasi
daripada menu makanan katering bulanan. Lebih dari 55% responden SDA dan
SDP menyatakan makanan katering cukup bervariasi.
Tabel 35 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap variasi makanan katering
Responden Variasi Makanan Hari ke
Rata-rata Hari 1 Hari 2
n % n % %
SDA
Bervariasi 15 37.5 6 18.2 27.9 Cukup bervariasi 22 52.4 20 60.6 56.5 Kurang bervariasi 5 11.9 7 21.2 16.6
Jumlah 42 100 33 100 100
KB SDP
Bervariasi 3 18.8 2 16.7 17.8 Cukup bervariasi 13 81.2 8 66.7 74.0 Kurang bervariasi 0 0 2 16.7 8.4
Jumlah 16 100 12 100 100
KH SDP
Bervariasi 1 6.7 4 22.2 14.5 Cukup bervariasi 11 73.3 12 66.7 70.0 Kurang bervariasi 3 20 2 11.1 15.6
Jumlah 15 100 18 100 100
Tabel 36 menunjukkan kebosanan responden terhadap makanan
katering. Persentase rata-rata tertinggi responden yang menjawab bosan
terhadap makanan katering adalah responden SDA (13.2%). Sebagian besar
(>50%) responden SDA dan SDP menjawab biasa. Lebih dari 20% responden
SDA dan SDP menyatakan tidak bosan terhadap makanan katering.
Walaupun lebih dari 50% responden menyatakan makanan katering telah
bervariasi, namun responden tetap saja bosan. Hal ini disebabkan variasi menu
yang dilakukan oleh katering hanya sebatas pada cara pengolahan makanan,
namun bahan makanan yang digunakan tetap sama.
57
Tabel 36 Kebosanan responden SDA dan SDP terhadap makanan katering
Responden
Kebosanan terhadap makanan
Hari ke Rata-rata
Hari 1 Hari 2 n % n % %
SDA
Bosan 6 14.3 4 12.1 13.2 Biasa 23 54.8 25 75.8 65.3
Tidak bosan 13 31 4 12.1 21.6 Jumlah 42 100 33 100 100
KB SDP
Bosan 0 0 1 8.3 4.2 Biasa 13 81.2 8 66.7 74.0
Tidak bosan 3 18.8 3 25 21.9 Jumlah 16 100 12 100 100
KH SDP
Bosan 1 6.7 2 11.1 8.9 Biasa 9 60 12 66.7 63.4
Tidak bosan 5 33.3 4 22.2 27.8 Jumlah 15 100 18 100 100
Tabel 37 menunjukkan daya terima responden SDA dan SDP terhadap
kebersihan makanan katering. Persentase rata-rata tertinggi responden yang
menjawab bersih adalah responden katering harian SDP. Persentase responden
SDA dan SDP yang menjawab bersih pada hari pertama lebih besar daripada
hari kedua.
Tabel 37 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap kebersihan makanan katering
Responden Kebersihan Makanan
Hari ke Rata-rata Hari 1 Hari 2
n % n % %
SDA
Bersih 12 28.6 8 24.2 26.4 Cukup bersih 28 66.7 22 66.7 66.7 Kurang bersih 2 4.8 3 9.1 7
Jumlah 42 100 33 100 100.0
KB SDP
Bersih 6 37.5 3 25 31.3 Cukup bersih 10 62.5 8 66.7 64.6 Kurang bersih 0 0 1 8.3 4.2
Jumlah 16 100 12 100 100
KH SDP
Bersih 9 60 9 50 55 Cukup bersih 6 40 9 50 45 Kurang bersih 0 0 0 0 0
Jumlah 15 100 18 100 100
Marotz (2005) menyebutkan bahwa penting untuk memperkenalkan jenis-
jenis makanan baru pada anak. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat mengenal
berbagai jenis makanan. Sebanyak 19% responden SDA pada hari pertama dan
12.1% responden pada hari kedua menyatakan pernah memakan makanan baru
yang disajikan katering dan belum pernah mencoba makanan tersebut
sebelumnya. Sebanyak 12.5% dan 8.3% responden katering bulanan SDP pada
hari pertama dan kedua menyatakan pernah memakan makanan baru serta
58
sebanyak 26.7% responden katerin harian SDP pada hari pertama dan 33.3%
hari kedua menyatakan pernah memakan makanan baru yang disajikan katering.
Kebersihan makanan pada saat disajikan penting untuk diperhatikan. Hal
ini terkait dengan keamanan pangan dan pencegahan keracunan makanan.
Persentase daya terima responden terhadap makanan katering secara
keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 38.
Tabel 38 Persentase rata-rata daya terima responden terhadap makanan katering berdasarkan komponenya pada hari ke-1 dan hari ke-2
Komponen Daya Terima Makanan Persentase rata-rata daya terima makanan SDA (%) KB SDP (%) KH SDP (%)
Kebiasaan menghabiskan makanan (Ya)
54.3 56.3 81.7
Porsi (Sesuai) 72.2 96.9 85.0 Rasa (Enak) 55.0 40.6 58.4 Aroma (mengundang selera) 44.7 50.0 82.8 Tekstur (sesuai) 82.9 62.5 97.2 Suhu penyajian (sesuai) 26.0 45.9 52.2 Warna (suka) 16.8 24.0 18.9 Variasi makanan (bervariasi) 27.9 17.8 14.5 Kebosanan (tidak bosan) 21.6 20.5 27.8 Kebersihan (bersih) 15.4 31.3 55.0 Kesukaan (suka) 37.7 29.2 68.4 Kepuasan (puas) 28.6 18.8 48.9
Rata-rata 40.2 41.1 57.5
Persentase rata-rata daya terima responden terhadap seluruh komponen
daya terima makanan teringgi adalah makanan katering harian SDP (57.5%). Hal
ini karena responden katering harian SDP bebas memilih makanan sesuai
dengan keinginannya.
59
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Sistem penyelenggaraan makanan sekolah di katering SDA dan SDP
sudah berjalan dengan baik, namun ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan,
diantaranya keterlibatan orang tua dalam pemilihan menu makanan katering.
Jarak waktu antara pendistribusian makanan ke sekolah dan waktu pelaksanaan
makan siang di kedua sekolah terlalu panjang sehingga makanan yang tersaji
menjadi kurang hangat. Persentase rata-rata pengelola katering SDA dan SDP
yang menerapkan prinsip higiene personal lebih dari 50%, sedangkan
persentase persyaratan sanitasi jasa boga yang diterapkan di dapur katering
SDA dan SDP lebih dari 60%.
Rata-rata tingkat ketersediaan energi makanan katering SDA dan SDP
belum mencapai 1/3 kebutuhan energi responden, namun rata-rata tingkat
ketersediaan makanan katering bulanan SDP hampir mendekati (31.2%).
Ketersediaan energi makanan katering harian SDP yang mencapai 1/3
kebutuhan energi adalah nasi dan ayam krispi.
Rata-rata tingkat ketersediaan vitamin C makanan katering SDA lebih
banyak berasal dari buah dan sayur yang disajikan setiap hari. Persentase rata-
rata daya terima responden terhadap seluruh komponen daya terima makanan
teringgi adalah makanan katering harian menu pilihan SDP (57.5%). Hal ini
karena responden katering harian SDP memilih makanan sesuai dengan
keinginannya.
Saran
Saran untuk katering sekolah SDIT Aliya adalah, sebaiknya jumlah
makanan per porsi ditingkatkan. Standar makanan per porsi yang disarankan
adalah dua centing nasi (150g), satu potong lauk hewani (50g), satu potong lauk
nabati (50g), satu porsi sayuran (50g tanpa kuah), dan satu potong buah (50g).
Hal ini sangat berpengaruh terhadap sumbangan energi untuk contoh.
Saran untuk katering SD Pertiwi adalah sebaiknya sayur dan buah
disediakan setiap hari baik sebagai menu makanan katering bulanan maupun
menu makanan katering harian untuk meningkatkan konstribusi vitamin larut air
dan serat. Pelaksanaan makan siang sebaiknya dilakukan secara bersama-sama
di satu tempat dan dalam satu waktu agar pelaksanaan makan siang lebih
teratur.
60
Kebutuhan gizi untuk anak usia sekolah sebaiknya disosialisasikan
kepada pihak katering agar katering dapat menyajikan hidangan sesuai dengan
kbutuhan gizi anak. Orang tua dan anak sebaiknya dilibatkan dalam menentukan
pilihan menu, agar makanan katering sesuai dengan makanan kesukaan anak.
Evaluasi menu sebaiknya dilakukan oleh kedua dengan cara memberikan
angket/form daya terima makanan secara berkala. Jenis bahan makanan yang
digunakan sebaiknya lebih bervariasi agar anak tidak merasa bosan.
Waktu pendistribusian makanan sebaiknya tidak terlalu jauh dari
pelaksanaan makan siang, agar makanan tersaji dalam keadaan hangat.
Penerapan higiene personal dan sanitasi jasa boga sebaiknya ditingkatkan oleh
pengelola kedua katering agar menu makanan yang dihasilkan terjamin
kebersihannya dan terhindar dari kemungkinan kontaminasi.
61
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Shobahiya M. 2009. Sistem pendidikan studi antara Indonesia dan Jepang. http://eprints.ums.ac.id/928/1/Artikel_Ishraqi5.rtf.html [12 Februari 2009]
Almatsier S, editor. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia.
Arnawa IGPP dan Astina ING. 1995. Tata Hidangan. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Nonteknik II.
Depdiknas. 2009. Sistem pendidikan nasional. http://www. Depdiknas.go.id.html [12 Februari 2009].
Endres JB, Rockwell RE, Mense CG. 2004. Food Nutrition and The Young Child 4th Edition. New Jersey : Paerson Education, Inc Upper Saddle River.
Fadiati A. 1988. Pengelolaan Usaha Boga (katering management). Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.
FAO. 2001. Human Energi Requirement: Report of a Joint FAO/WHO/UNU Expert Consultation. Food and Nutrition Technical Report Series No. 1. Roma.
Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia IPB.
Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Hidayat AAA. 2007. Siapa Bilang Anak Sehat Pasti Cerdas. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
Hanes S, Vermeersch J, Gale S. 1984. The national evaluation of school nutrition programs: program impact on dietary intake. The American Journal of Clinical Nutrition 1984;40:390-413.
Khomsan A. 2005. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan 2. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Kusharto CM, Sa’diyyah NY. 2007. Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Mahan LK, Stump SE. 2004. Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy 11th Edition. USA : Elsevier.
Marotz LR, Cross MZ, Rush JM. 2005. Health, Safety, and Nutrition for Young Child 6th Edition. USA : The Thompson Coorporation.
62
Menteri Kesehatan. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang persyaratan higiene dan sanitasi jasa boga. http://www.depkes.go.id. [12 Februari 2009].
Menteri Pendidikan Nasional. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomo5 50 tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah. http://www.depdiknas.go.id. [12 Februari 2009]
Moehji S. 1980. Ilmu Gizi Jilid 2. Jakarta : Bhratara Karya Aksara.
Muhilal, Hardinsyah. 2004. Penentuan Kebutuhan Gizi dan Kesepakatan Harmonisasi di Asia Tenggara. Di dalam : Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding Widya Karya Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta : Organisasi di Bidang Pangan dan Gizi. hlm 301-303.
Mukrie NA et al. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta : Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat bekerja sama dengan Akademi Gizi Depkes RI.
Nasoetion A, Riyadi H. 1995. Gizi Terapan. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Nonteknik II.
Nasoetion, A. 1980. Penilaian Citarasa I. Bogor : Departemen Ilmu Kesejahteraan Keluarga Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pamudji D. 1996. Petunjuk Praktis Usaha Katering. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Purnawijayanti HA. 2001. Higiene, Sanitasi, dan Keselamatan Kerja Dalam Pengolahan Pangan. Yogyakarta : Kanisius.
Rositawaty S. 2007. 25 Kiat Sehat Bugar. Bandung : PT. Karya Kita.
Rusilanti. 2007. Sehat Dengan Jus Buah. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka.
RSCM dan Persagi. 1994. Penuntun Diit Anak. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sizer FS, Whitney E. 2008. Nutrition Concept and Controversies. USA : The Thomson Corporation.
Sullivan CF, Atlas C. 1998. Health Care Food Service Sistems Management 3rd edition. USA : Jones & Bartlett Publishers.
Tarwotjo CS. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Uripi V, Santoso H. 1995. Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
63
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Nonteknik II.
Widyati R, Yuliarsih. 2002. Higiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan. Jakarta: PT. Grasindo.
Widyati R. 2001. Pengetahuan Dasar Pengolahan Makanan Indonesia. Jakarta : PT. Grasindo.
Wirakusumah ES, Santoso H, Roetidjo D, Retnaningsih. 1989. Diktat Manajemen Gizi Institusi. Bogor : Jurusan GMSK Faperta IPB.
Yuliati LN, Santoso H. 1995. Manajemen Gizi Institusi. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Nonteknik II.
65
Lampiran 1 Siklus menu katering SDA dan SDP
Siklus Menu Katering SDA Bulan April 2009
Minggu Ke Senin Selasa Rabu Kamis Jumat
1
Nasi Krecek
Semur telur Bakwan sayur Sop sayuran
Buah
Nasi Rolade Capcay
Bihun goreng buah
Nasi Sop jagung Mie goreng
Sosis buah
Nasi Ayam tepung
Sayur kari Buah
Nasi Ayam suwir
Tempe balado Sop sayuran
buah
2
Nasi Nugget
Tumis jamur Tempe kecap
buah
Nasi Semur daging
Macaroni tumis Tahu buah
Nasi Perkedel
Telur Soto buah
Nasi ikan pesmol
Urab Tahu tauco
Buah
Nasi Sayur asem
Ayam goreng Tempe goreng
buah
3
Nasi Acar timun
Ikan terbang Pepes tahu
Buah
Nasi Daging semur
Mie goreng Buah
Nasi Telur balado Buncis gule
Tempe tepung buah
Nasi Tahu kare Sayur toge
Pepes tongkol Buah
Nasi Ikan teri
Sayur kate Tehu pepes
Buah
4 Nasi Telur bumbu bali
Tumis buncis Bakwan jagung
Buah
Nasi Bistik daging
Capcay Kering kentang
buah
Nasi Ayam goreng
tepung Bihun goreng
Sayur sop Buah
Libur Nasi Ayam suwir Tempe orek Sayur sop
Buah
Siklus Menu Katering SDP Bulan Mei 2009
Minggu Ke Senin Selasa Rabu Kamis
1
Nasi Gulai ayam
Tumis kc. Panjang Bakwan sayur
Kerupuk Buah
Nasi Ikan balado Gado-gado Gorengan Kerupuk
Buah
Nasi Dendeng ragi
Sop sayur Gorengan Kerupuk
Buah
Nasi Opor ayam
Gulai daun singkong Gorengan Kerupuk
Buah
2
Nasi Paru goreng
Lodeh Ikan asin Kerupuk
Buah
Nasi pepes Ayam kremes
Tempe cabe ijo Sambal lalab
Buah
Nasi Soto betawi
Perkedel Gorengan Emping Buah
Nasi Teri balado Sayur asem
Goreng oncom Sambel lalab
3
Nasi Pepes ayam
Sambal gadok Bakwan rebon
Kerupuk Buah
Nasi Ikan asem manis
Sop jagung Tempe kering
Kerupuk Buah
Nasi Rollade
Cap cay kuah Gorengan Kerupuk
Buah
Nasi Chicken teriyaki
Tumis toge Balado terung
Kerupuk Buah
4
Nasi Rending telur Cak kangkung
Cumi Gorengan Kerupuk
Buah
Nasi Semur ayam
Sambal goreng kentang Buncis
Gorengan Kerupuk
Buah
- -