ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN, TINGKAT … · rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan...

79
ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN, TINGKAT KETERSEDIAAN, DAN DAYA TERIMA MENU MAKANAN KATERING SEKOLAH MURNI MUTIA TRESNAWATI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Transcript of ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN, TINGKAT … · rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan...

i

ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN, TINGKAT KETERSEDIAAN, DAN DAYA TERIMA MENU MAKANAN KATERING SEKOLAH

MURNI MUTIA TRESNAWATI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

ii

ABSTRACT

MURNI MUTIA TRESNAWATI. Analysis Management, Availability Level, and Acceptance of School Meal Service Food. Under Direction of KATRIN ROOSITA and EDDY S. MUDJAJANTO. School age children are the national investment, so that they need optimal nutrition intake. School meal service is an alternative to overcome nutritional problems of school age children which should contribute about one third of total energy requirement per day. The aim of this study were (1) to analyze food service management at school catering, (2) to assess of hygiene and sanitation in food processing, (3) to evaluate energy and nutrients availability level from food school catering, and (4) to evaluate respondents acceptance of school meal. The cross sectional design was used in this study. The samples of this study were school meal services of Aliya (SDA) and Pertiwi (SDP) elementary school. The respondents of this study were students of fifth grader who consume school meal, catering employee, and headmaster. Food menu divided into monthly and daily. The menu of school meal services of SDA and SDP was produce in household kitchen. Menu planning at catering SDA was based on energy requirement (400-500 Calorie), while at catering SDP was not. In both school meal services, parents of the students were not involved in menu choice. Food service frequency at SDA was five times, while at SDP was four times a week. Food production was done during three and half hour in both school meal services. The period of food distribution to lunch time was 100 minutes at SDA, and 30-115 minutes at SDP. SDA did supervision at the lunch time, menu evaluation, and visit to catering periodically, while SDP did not. The average percentage of SDA employee school meal services who applied hygiene personal was 64.6%, while SDP employee was 53.8%. Average percentage of sanitation prerequisite that applied at catering SDA was 68%, while at catering SDP was 64%. Average energy availability level from food catering SDA and SDP were not yet fulfill one third energy requirement of students, but average energy availability level of monthly food catering SDP approach one third energy requirement (31.2%). The highest average percentage of acceptance toward food catering based on entire acceptance component was daily food menu catering SDP (57.5%). Keywords : management, availability level, acceptance, food catering.

iii

RINGKASAN

MURNI MUTIA TRESNAWATI. Analisis Sistem Pengelolaan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah. Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA dan EDDY S. MUDJAJANTO. Tujuan Umum penelitian adalah menganalisis sistem pengelolaan, tingkat ketersediaan, dan daya terima menu makanan katering sekolah. Tujuan Khusus penelitian ini adalah : (1) Menganalisis sistem penyelenggaraan makanan katering sekolah, (2) Mengetahui penerapan prinsip higiene dan sanitasi pengolahan makanan, (3) Menilai tingkat ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan yang disajikan pada penyelenggaraan makanan di sekolah, (4) Mengevaluasi daya terima responden terhadap menu makanan yang disediakan dalam penyelenggaraan makanan di sekolah. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di Kota Bogor dari bulan April sampai bulan Juni 2009. Contoh dalam penelitian ini adalah katering yang melakukan penyelenggaraan makanan di Sekolah Dasar (SD). Pemilihan SD untuk lokasi penelitian dilakukan secara simple random sampling. Kriteria SD tempat katering tersebut berada adalah : (1) terdaftar di Kota Bogor, (2) mengadakan penyelenggaraan makanan, (3) belum pernah dijadikan tempat penelitian sejenis, (4) bersedia dijadikan sebagai tempat penelitian, dan (5) menyediakan makanan untuk sekolah secara kontinyu. Katering yang terpilih adalah katering SDIT Aliya (SDA) dan SD Pertiwi (SDP).

Responden dalam penelitian ini adalah pengelola katering, pihak sekolah, dan siswa kelas 5 di SD yang terpilih. Kriteria responden yang diteliti di SDA dan SDP adalah siswa yang mengonsumsi makanan katering. Jumlah siswa kelas 5 SDA yang memenuhi kriteria tersebut sebanyak 42 orang pada hari pertama dan 33 orang pada hari kedua. Jumlah siswa kelas 5 SDP sebanyak 31 orang pada hari pertama dan 30 orang pada hari kedua. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer meliputi : (1) sistem pengelolaan penyelenggaraan makanan, (2) menu makanan katering, (3) karakteristik responden yang mencakup nama, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan aktifitas fisik (4) daya terima responden terhadap menu yang disajikan. Data sekunder meliputi karakteristik sekolah dan siklus menu makanan katering.

Data diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2008 dan SPSS 16 for Windows. Data penyelenggaraan makananan dianalisis secara deskriptif. Penilaian higiene dan sanitasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengamatan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715 tahun 2003. Data ketersediaan energi dan zat gizi dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).

Katering SDA dan SDP menghasilkan menu makan siang lebih dari 100 porsi/hari untuk warga sekolah, mempekerjakan pegawai, dan menggunakan dapur rumah tangga. Keanggotaan katering di SDP dibedakan menjadi katering bulanan dan harian, sedangkan di SDA hanya bulanan. Manajemen penyelenggaraan makanan terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Dasar perencanaan menu di katering SDA didasarkan pada kebutuhan kalori (400-500 Kalori), sedangkan di katering SDP tidak. Siklus menu adalah satu bulan. Kedua katering tidak melibatkan orang tua dalam pemilihan menu, memiliki standar resep dan standar porsi, serta melakukan pendataan terhadap alergi makanan pada responden.

iv

Tujuan diadakannya penyelenggaraan makanan di SDA adalah menyediakan layanan paket makanan bagi anak dalam rangka menanamkan kemandirian dan menerapkan suasana kekeluargaan bagi anak, sedangkan di SDP adalah untuk memilih dan menyediakan makanan yang dapat mencukupi kebutuhan gizi anak. Manajer katering berperan hampir dalam seluruh aspek penyelenggaraan makanan. Keterlibatan pihak SDA dalam penyelenggaraan makanan lebih tinggi dibandingkan dengan pihak SDP. Katering SDP melakukan pembelian bahan makanan lebih sering daripada katering SDA. Produksi makanan dilakukan selama 3.5 jam di kedua katering. Tempat penyimpanan bahan makanan dibedakan menjadi tempat penyimpanan kering dan basah. Frekuensi penyelenggaraan makanan di SDA lima kali seminggu dan di SDP empat kali seminggu. Waktu makan siang di SDA adalah pukul 12.10 WIB, sedangkan di SDP pukul 11.00 WIB hingga 12.25 WIB. Rentang waktu pendistribusian makanan di sekolah dengan pelaksanaan makan siang adalah 100 menit di SDA dan 30-115 menit di SDP. Makan siang dilakukan secara bersama-sama di SDA, sedangkan di SDP tidak. Pihak SDA melakukan pengawasan pada saat bersama oleh wali kelas dan evaluasi menu oleh tata usaha. Pihak SDA mengunjungi katering setiap akhir semester. Pihak SDP tidak melakukan pengawasan pada saat makan bersama maupun pada saat produksi makanan. Pengawasan pada saat produksi makanan dilakukan oleh manajer kedua katering. Katering SDP tidak dapat melakukan evaluasi sisa makanan karena tempat penyajian makanan menggunakan Styrofoam yang langsung dibuang oleh anak setelah makan. Keluhan disampaikan melalui telepon.

Usia pengelola katering SDA dan SDP berkisar antara 15 hingga 57 tahun, tidak memiliki penyakit kronis, dan lama bekerja mulai dari satu bulan hingga 12 tahun. Persentase rata-rata pengelola katering SDA yang menerapkan prinsip higiene personal sebesar 64.6%, sedangkan pengelola katering SDP 53.8%. Persyaratan sanitasi yang diterapkan di dapur katering SDA adalah 68%, sedangkan katering SDP 64%.

Umur responden siswa kelas lima berkisar antara 10-13 tahun. Lebih dari 50% responden adalah laki-laki. Menu makanan yang banyak dikonsumsi oleh responden katering harian SDP adalah mie goreng dan ayam krispi. Tingkat ketersediaan energi makanan katering SDA kurang dari 1/3 dari kebutuhan energi total responden. Tingkat ketersediaan energi makanan katering bulanan SDP hari pertama memenuhi 1/3 kebutuhan energi hampir seluruh responden. Ketersediaan energi makanan katering harian SDP yang mencapai 1/3 kebutuhan energi adalah nasi dan ayam krispi. Rata-rata tingkat ketersediaan vitamin C makanan katering SDA lebih banyak berasal dari buah dan sayur yang disajikan setiap hari. Persentase rata-rata daya terima responden terhadap seluruh komponen daya terima makanan teringgi adalah makanan katering harian menu pilihan SDP (57.5%), makanan katering bulanan SDA 40.2%, dan makanan katering bulanan SDP 41.1%. Hal ini dikarenakan responden katering harian SDP memilih makanan sesuai dengan keinginannya.

Saran untuk katering sekolah SDIT Aliya adalah sebaiknya porsi makanan diperbanyak untuk meningkatkan sumbangan energi untuk contoh. Saran untuk katering SD Pertiwi adalah sebaiknya sayur dan buah disediakan setiap hari. Pelaksanaan makan siang sebaiknya dilakukan di satu tempat agar lebih teratur. Orang tua dan anak sebaiknya dilibatkan dalam pemilihan menu, agar makanan katering sesuai dengan makanan kesukaan anak. Penerapan higiene personal dan sanitasi jasa boga sebaiknya lebih diperhatikan oleh kedua katering agar menu makanan yang dihasilkan terjamin kebersihannya dan terhindar dari kemungkinan kontaminasi.

v

ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN, TINGKAT KETERSEDIAAN, DAN DAYA TERIMA MENU MAKANAN KATERING SEKOLAH

MURNI MUTIA TRESNAWATI

Skripsi Sebagai salah syarat untuk meperoleh gelar

Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

vi

Judul Skripsi : Analisis Sistem Pengelolaan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah.

Nama : Murni Mutia Tresnawati NIM : I14050757

Disetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Katrin Roosita, SP, M.Si Ir. Eddy Setyo Mudjajanto

NIP.19710201 199903 2 001 NIP. 19601119 198803 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS

NIP. 19621204 198903 2 002

Tanggal Lulus :

vii

PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT karena atas

rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Sistem Pengelolaan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu

Makanan Katering Sekolah” dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Katrin Roosita, SP, MSi dan Ir. Eddy S. Mudjajanto selaku dosen

pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu

dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, semangat, doa, dan

dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes selaku dosen pemandu seminar dan dosen

penguji skripsi atas masukan dan saran yang diberikan.

3. Dr. Yekti Hartati Effendi selaku dosen pembimbing akademik atas doa dan

bimbinganya selama ini.

4. Ketua Departemen Gizi Masyarakat beserta staf pendidik dan kependidikan

atas bimbingan, arahan, dan bantuannya selama penulis menjadi mahasiswi.

5. Bapak, Mamah, Fajar, Fauzy, Sabili dan seluruh keluarga besar H. Edjon

Ma’ruf atas doa, semangat, kasih sayang, dan keceriaan yang diberikan

kepada penulis.

6. Teman-teman yang terlibat dalam penelitian ini Sofya, Luthfi, Janwar, Adhis,

Echie, Yanni, Agnita, dan kokom atas bantuan dan kekompakannya. Teman-

teman kosan (Sarjul, Maya, Weni, dan Risma), Ibu Hj. Muhtar, dan Teh Heni

atas doa dan semangatnya.

7. Inda, Dias Hervi, Nur, Yulan, Jesa, Ardi, Dina, Rettha, Yanni, Martha, Deni,

Sarah, Esta, DENITE, Nien, Dede, Iwan, Nyits, Nca, Ima, Nur, Rama, chiko,

dona dan semua teman-teman GM 42, yang tidak bisa disebutkan satu

persatu atas kebersamaan, kekeluargaan, dan kekompakannya selama ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, September 2009

Murni Mutia Tresnawati

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tasikmalaya pada tanggal 26 November 1987.

Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, puteri pasangan Syarif

dan Een Nurhendarsih. Pendidikan SMU ditempuh pada tahun 2002 sampai

2003 di SMA Al-Ma’soem Kabupaten Bandung dan tahun 2003 sampai 2005 di

SMAN 1 Ciwidey Kabupaten Bandung.

Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun

2006, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat,

Fakultas Ekologi Manusia IPB dengan Mayor Ilmu Gizi dan Minor Perkembangan

Anak.

Selama menjadi mahasiswa, penulis tercatat sebagai bendahara

HIMAGITA periode 2006/2007, staf divisi PSDM HIMAGIZI periode 2008/2009,

bendahara UKM Merpati Putih periode 2007/2008, redaktur pelaksana majalah

Emulsi periode 2008/2009, serta staf divisi Infokom Badan Konsultasi Gizi (BKG)

periode 2008/2009. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan acara yang

diselenggarakan oleh HIMAGIZI.

Penulis pernah menjadi juara tiga dalam lomba menulis cerita pendek

islami IPB pada tahun 2005. Pada tahun 2009, penulis menjadi ketua tim

Program Kreativitas Mahasiswa bidang kewirausahaan (PKMK) yang berjudul

“Starfruit Jelly Drink, Minuman Enak Sehat dan Terjangkau” yang didanai oleh

DIKTI. Penulis pernah menerima beasiswa Supersemar pada tahun 2006,

beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2007, dan beasiswa

Tanoto Foundation pada tahun 2008.

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .............................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii

PENDAHULUAN

Latar Belakang ..................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................. 2 Kegunaan Penelitian ............................................................................ 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pendidikan Sekolah Dasar ................................................................... 3 Karakteristik Anak Usia Sekolah ........................................................... 3 Makanan Anak Usia Sekolah .............................................................. 4 Penyelenggaraan Makanan Institusi ..................................................... 5 Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah ............................ 12 Higiene dan Sanitasi dalam Penyelenggaraan Makanan .................... 13 Higiene Personal dan Higiene Perlengkapan Karyawan ..................... 16 Penilaian Ketersediaan Pangan ......................................................... 17 Daya Terima Makanan ....................................................................... 18

KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................................. 19

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian .............................................. 21 Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh ................................................... 21 Jenis dan Cara Pengumpulan Data .................................................... 21 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 22 Definisi Operasional ........................................................................... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sekolah ......................................................................... 26 Katering Sekolah ................................................................................ 28 Manajemen Penyelenggaraan Makanan ............................................ 29

Perencanaan (Planning) ............................................................ 29 Pengorganisasian (Organizing) ................................................. 32 Pelaksanaan (Actuating) ........................................................... 33 Pengawasan (Controlling) ......................................................... 39

Penerapan Higiene dan Sanitasi Pengolahan Makanan ..................... 41 Karakteristik Responden .................................................................... 44 Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi .......................................... 45 Daya Terima Makanan ....................................................................... 51

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ........................................................................................ 59 Saran ................................................................................................. 59

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 61

LAMPIRAN .................................................................................................... 64

x

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Angka kecukupan vitamin dan mineral yang dianjurkan untuk anak usia

sekolah ........................................................................................................ 13

2 Jenis dan cara pengumpulan data ............................................................... 22

3 Perhitungan faktor aktivitas rata-rata 24 jam pria dan wanita usia 10-19

tahun ........................................................................................................... 23

4 Sebaran siswa SDA menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel,

dan jam sekolah per hari .............................................................................. 26

5 Sarana dan prasarana yang ada di SDA ...................................................... 26

6 Sebaran siswa SDP menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel,

dan jam sekolah per hari .............................................................................. 28

7 Sarana dan prasarana yang ada di SDP ...................................................... 28

8 Profil katering SDA dan SDP ....................................................................... 29

9 Tahapan perencanaan menu yang dilakukan oleh manajer katering

SDA dan SDP .............................................................................................. 30

10 Fungsi perencanaan di katering SDA dan SDP (menu bulanan) .................. 31

11 Fungsi pengorganisasian di katering SDA dan SDP .................................... 32

12 Fungsi pelaksanaan di katering SDA dan SDP ............................................ 34

13 Jenis, frekuensi pembelian, tempat membeli, dan cara membeli bahan

makanan di katering SDA ............................................................................ 34

14 Jenis, frekuensi pembelian, tempat membeli, dan cara membeli bahan

makanan di katering SDP ............................................................................ 35

15 Peralatan dapur yang digunakan di katering SDA dan SDP ......................... 37

16 Fungsi pelaksanaan di SDA dan SDP .......................................................... 38

17 Persentase pengelola katering SDA dan SDP yang menerapkan

higiene personal .......................................................................................... 42

18 Hasil penerapan sanitasi jasa boga yang dilaksanakan oleh katering

SDA dan SDP berdasarkan Kepmenkes R1 Nomor

715/MENKES/SK/V/2003 ............................................................................. 49

19 Sebaran responden menurut jenis kelamin dan jenis menu katering ............ 44

20 Sebaran responden menurut jenis menu yang dikonsumsi .......................... 44

21 Rata-rata berat badan, tinggi badan, faktor aktifitas, dan kebutuhan

energi responden SDA dan SDP pada hari ke-1 dan ke-2 .......................... 45

xi

22 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering bulanan SDA

dan SDP ...................................................................................................... 46

23 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering harian SDP ........ 46

24 Tingkat ketersediaan energi makanan terhadap kebutuhan energi

responden SDA dan SDP ............................................................................ 47

25 Rata-rata ketersediaan, kebutuhan, dan tingkat ketersediaan energi dan

zat gizi ......................................................................................................... 47

26 Sebaran responden SDA dan SDP yang menghabiskan, tidak

menghabiskan, dan menambah makanan katering ...................................... 51

27 Sebaran responden SDA dan SDP berdasarkan kebiasaan

menghabiskan menu makanan katering setiap hari ..................................... 52

28 Persentase alasan responden katering bulanan SDA dan SDP tidak

menghabiskan makanan katering setiap hari ............................................... 52

29 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap menu makanan

katering ........................................................................................................ 53

30 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap rasa makanan katering ..... 53

31 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap aroma makanan

katering ........................................................................................................ 54

32 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap tekstur makanan

katering ........................................................................................................ 54

33 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap suhu penyajian

makanan katering ........................................................................................ 55

34 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap warna makanan

katering ........................................................................................................ 56

35 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap variasi makanan

katering ........................................................................................................ 56

36 Kebosanan responden SDA dan SDP terhadap makanan katering .............. 57

37 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap kebersihan makanan

katering ........................................................................................................ 57

38 Persentase Persentase rata-rata daya terima responden terhadap

makanan katering berdasarkan komponenya pada hari ke-1 dan hari

ke-2 ............................................................................................................. 58

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 20

2 Bagan organisasi penyelenggaraan makan SDA ......................................... 33

3 Bagan organisasi penyelenggaraan makan SDP ......................................... 33

4 Dapur dan tempat penyimpanan bahan makanan katering SDA .................. 36

5 Dapur dan tempat penyimpanan bahan makanan katering SDP .................. 36

6 Tempat mencuci piring, tempat sampah, dan tempat menyimpan

peralatan di dapur katering SDA .................................................................. 43

7 Tempat mencuci piring, tempat sampah, dan tempat menyimpan

peralatan di dapur katering SDP .................................................................. 43

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Siklus menu katering SDA dan SDP ............................................................... 65

2 Tata tertib katering/snack yang ditetapkan oleh SDA ...................................... 66

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa. Tumbuh kembang anak

usia sekolah yang optimal antara lain dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas

asupan zat gizi diberikan dalam makanan. Makanan yang sehat adalah makanan

yang mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Makanan

seimbang diperoleh dari beragam makanan, baik bahan hewani maupun nabati

(Rositawaty 2007; Rusilanti 2007).

Penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan salah satu alternatif

yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan

dengan makanan pada anak usia sekolah. Di Amerika Serikat, program

penyelenggaraan makanan di sekolah (The National School Lunch Program)

sudah mulai dirintis sejak tahun 1946. Makanan yang disajikan dalam

penyelengggaraan makanan harus dapat menyumbangkan energi 1/3 dari total

kebutuhan energi anak (Mahan & Stump 2004). Selain kebutuhan energi, perlu

diperhatikan variasi makanan, kesukaan anak, dan jumlah makanan yang

disediakan.

Program penyelenggaraan makanan untuk anak usia sekolah di

Indonesia sudah mulai dilakukan terutama di sekolah dengan jumlah jam belajar

yang lebih panjang. Penambahan jam belajar membuat pihak sekolah harus

menyediakan makan siang bagi siswanya. Makanan yang disediakan dalam

program tersebut dapat berupa makan utama (meal) atau makanan selingan

(snack time). Makanan selingan (snack) biasanya diberikan 1.5 - 2 jam sebelum

makan utama (Marotz et al. 2005). Menurut Hanes et al. (1984), siswa yang

berpartisipasi dalam penyelenggaraan makanan di sekolah memperoleh intake

energi dan zat gizi yang lebih baik dari siswa yang tidak berpartisipasi dalam

penyelenggaraan makanan.

Kegiatan penyelenggaraan makanan di sekolah diharapkan dapat

menghilangkan kekhawatiran orang tua mengenai makanan yang dimakan

anaknya di sekolah. Selain itu kegiatan ini dapat menjadi media dalam

memperkenalkan berbagai jenis bahan makanan yang mungkin tidak disukai

anak ketika disajikan di rumah. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk

meneliti sistem pengelolaan penyelenggaraan makanan katering sekolah, tingkat

ketersediaan energi dan zat gizi, serta daya terima menu makanan yang

disajikan oleh katering sekolah.

2

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem

pengelolaan, tingkat ketersediaan, dan daya terima menu makanan katering

sekolah.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Menganalisis sistem penyelenggaraan makanan katering sekolah.

2. Mengetahui penerapan prinsip higiene dan sanitasi pengolahan makanan.

3. Menilai tingkat ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan yang

disajikan pada penyelenggaraan makanan di sekolah.

4. Mengevaluasi daya terima responden terhadap menu makanan yang

disediakan dalam penyelenggaraan makanan di sekolah.

Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah :

1. Bagi sekolah yang bersangkutan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi

bahan evaluasi untuk melaksanakan penyelenggaraan makanan yang

lebih baik.

2. Bagi pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi masukan dalam

menyusun kebijakan yang berhubungan dengan proses penyelenggaraan

makanan di sekolah.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Pendidikan Sekolah Dasar

Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan

nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas

2009). Jalur Pendidikan yang ada di Indonesia terdiri atas jalur pendidikan

formal, nonformal, dan informal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas

pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Menurut Departemen Pendidikan Nasional, jenis pendidikan dasar di

Indonesia adalah Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI). SD berada di

bawah Departemen Pendidikan, terdiri dari SD negeri dan swasta, sedangkan MI

berada di bawah Departemen Agama. Menurut Achmadi dan Shobahiya (2009),

jam belajar SD lebih panjang dari Taman Kanak-Kanak (TK). Normalnya, siswa

masuk kelas pukul 07.00 dan keluar pukul 12.00. Sebagian SD ada yang

menambah jam belajarnya baik untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) maupun

kegiatan ekstrakurikuler, sehingga siswa pulang lebih lambat. Beberapa SD

unggulan kadang memperpanjang jam belajarnya hingga sore hari atau biasa

dikenal dengan full day school.

Sarana dan prasarana yang memadai diperlukan dalam rangka

menunjang kegiatan belajar dan mengajar di sekolah. Standar sarana dan

prasarana untuk SD/ MI diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Indonesia Nomor 24 tahun 2007. SD/MI sekurang-kurangnya memiliki ruang

kelas, ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru,

tempat beribadah, ruang UKS, jamban, gudang, ruang sirkulasi, serta tempat

bermain dan olahraga.

Karakteristik Anak Usia Sekolah

Menurut RSCM dan Persagi (1994), dalam bidang ilmu gizi dan

kesehatan, anak dikelompokkan menjadi usia prasekolah (1-6 tahun), anak usia

sekolah (7-12 tahun), dan remaja (13-18 tahun). Pada anak usia sekolah, gigi

geligi susu tanggal secara berangsur dan diganti dengan gigi permanen. Anak

4

sudah mulai aktif memillih makanan yang disukai. Kebutuhan energi lebih besar

dari anak usia prasekolah karena mereka lebih banyak melakukan aktivitas fisik,

misalnya berolah raga, bermain, atau membantu orang tua. Anak laki-laki lebih

banyak melakukan aktifitas fisik, sehingga membutuhkan energi yang lebih

banyak.

Golongan anak usia sekolah biasanya mempunyai banyak perhatian dan

aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan. Makan pagi

(sarapan) perlu diperhatikan untuk mencegah hipoglikemi dan supaya anak lebih

mudah menerima pelajaran. Keterbatasan waktu menyebabkan anak tidak

sarapan pagi. Padahal menurut Khomsan (2005), tidak sarapan pagi

menyebabkan kekosongan lambung selama 10-11 jam karena makanan terakhir

masuk ke tubuh adalah pada saat makan malam.

Anak usia sekolah senang dengan warna-warna yang menarik, sehingga

menyediakan makanan dengan yang bervariasi sangat penting. Akan tetapi

penggunaan zat pewarna sintetik yang berbahaya harus dihindari karena dapat

menyebabkan gangguan kesehatan anak (Marotz et al. 2005).

Makanan Anak Usia Sekolah

Moehji (1980) menyebutkan bahwa kebiasaan makan anak usia sekolah

mulai berubah. Hal ini dikarenakan anak mulai berinteraksi dengan orang-orang

di luar keluarganya dan lingkungan baru dalam hidupnya. Menurut Hidayat

(2007), anak sekolah kadang malas untuk makan dan lebih senang makan

bersama dengan teman sekolahnya. Frekuensi makan yang sesuai untuk anak

usia sekolah adalah lima kali waktu makan, yaitu tiga kali makan utama dan dua

kali makan selingan. Makan pagi adalah hal yang penting karena merupakan

sumber energi untuk melakukan berbagai kegiatan sepanjang hari. Menurut

Khomsan (2005), makanan sarapan pagi dapat menyumbangkan 25% dari

kebutuhan energi.

Menurut Jelliffe (1994), anak usia sekolah harus mendapatkan makanan

untuk mengatasi rasa lapar, seperti makanan kecil yang disediakan oleh para

orang tua maupun pihak sekolah. Menurut Khomsan (2005) makanan ringan

dapat menyumbangkan 5% dari kebutuhan energi dan 2% dari kebutuhan protein

anak sekolah. Setiap kali makan, umumnya seseorang dapat mengkonsumsi

400-500 Kalori.

Makanan yang dikonsumsi anak haruslah merupakan sumber zat gizi

yang baik dan diperlukan oleh mereka. Makanan seperti gula kurang baik bagi

5

anak-anak, karena makanan ini miskin zat gizi kecuali energi. Selain itu, jika

tertinggal dalam mulut cenderung mengundang tumbuhnya bakteri pada gigi dan

akhirnya menyebabkan kerusakan gigi (Nasoetion & Riyadi 1995). Untuk

menunjang pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, makanan untuk anak

usia sekolah harus mengandung zat gizi yang lengkap.

Penyelenggaraan Makananan Institusi

Penyelenggaraan makananan institusi merupakan suatu proses

menyelenggarakan makanan bagi kelompok individu yang biasanya

diselenggarakan di perusahaan dan industri, sekolah, universitas, asrama, rumah

sakit, akademi keperawatan, panti jompo, institusi khusus (lembaga

permasyarakatan, asrama atlet, dan asrama haji), childcare centre, dan akademi

militer. Penyelenggaraan makananan institusi dilaksanakan dalam jumlah besar

dengan jumlah 50 porsi atau lebih. Pendapat lain menyatakan bahwa

penyelenggaraan makananan institusi atau masal minimal 1000 porsi sekali

penyelenggaraan (Mukrie et.al 1990).

Menurut Wirakusumah et. al (1989), tujuan umum penyelenggaraan

makananan di sekolah adalah memperbaiki status gizi anak yang pergi ke

sekolah tanpa sarapan dan tanpa membawa bekal, meningkatkan kehadiran,

memperbaiki prestasi belajar, dan mendukung pendidikan gizi di sekolah. Untuk

mencapai tujuan tersebut, Mukrie (1990) menyebutkan institusi dituntut untuk

dapat menyediakan makanan yang baik, memberikan pelayanan yang cepat dan

menyenangkan, menyediakan menu seimbang dan bervariasi dengan harga

layak dan sesuai dengan pelayanan yang diberikan, serta memiliki standar

kebersihan yang baik.

Bentuk dan cara penyelenggaraan makanan di masing-masing negara

berbeda-beda. Di Jepang, menu yang disajikan pada penyelenggaraan makanan

berupa makanan lengkap dengan frekuensi pemberian makan minimal satu kali

dalam sehari (Moehji 1980). Hanes (1984) menyebutkan bentuk

penyelenggaraan makanan sekolah di Amerika Serikat adalah makan pagi

(school breakfast), makan siang (school lunch), dan susu (school milk program).

Pemberian susu untuk anak usia sekolah di Indonesia pernah dilakukan

melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT), namun dihentikan

sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah (Khomsan 2004). Kini

penyelenggaraan makanan di sekolah kembali berkembang seiring dengan

menjamurnya sekolah full day. Menurut Achmadi dan Shobahiya (2009),

6

penambahan jam belajar pada sekolah full day menyebabkan anak harus

membawa bekal ke sekolahnya agar tidak jajan sembarangan. Alternatif lain

yang dapat dilakukan adalah dengan mengikutsertakan anak pada

penyelenggaraan makananan di sekolah yang biasanya dikelola oleh katering.

Katering

Katering berasal dari kata to cater yang berarti menyiapkan dan

menyajikan makanan dan minuman untuk umum. Seseorang yang menyiapkan

makanan dan minuman tersebut caterer (Fadiati 1988). Menurut Pramudji (1996),

usaha katering adalah suatu usaha dalam bidang jasa boga yang memberikan

jasa pelayanan terhadap pemesanan makanan dan minuman untuk jamuan

makan.

Terdapat dua jenis katering, yaitu inside katering dan outside katering.

Inside katering adalah pelayanan pemesanan makanan dan minuman di tempat

makanan itu diolah, misalnya hotel, restoran, dan motel. Outside katering adalah

pelayanan pemesanan makanan dan minuman yang dibawa keluar dari tempat

makanan itu diolah ke tempat pemesan, misalnya pelayanan rantangan, resepsi

pernikahan, dan pesta ulang tahun.

Menurut Fadiati (1988), ditinjau dari jenis tempat usaha katering

dibedakan menjadi restoran hotel, restoran, katering transportasi, outside

katering service, katering rumah sakit, school meal service, katering panti

asuhan, katering panti jompo, dan katering lembaga permasyarakatan. Katering

school meal service adalah pelayanan makanan yang menyajikan hidangan

untuk anak-anak sekolah. .

Prinsip Manajemen dalam Penyelenggaraan Makanan

Manajemen dalam lingkungan pengelolaan makanan dapat diidentifikasi

sebagai suatu kesatuan dan pengetahuan yang sistematis berdasarkan prinsip-

prinsip umum dalam organisaisi (Uripi & Santoso 1995). Menurut Yuliati dan

Santoso (1995) fungsi manajemen dibagi menjadi empat, yaitu perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.

a. Perencanaan

Kegiatan perencanaan yang dilakukan manajer pada usaha

penyelenggaraan makananan dimulai dengan menentukan garis-garis besar

untuk memulai usaha. Pada dasarnya kegiatan perencanaan ini harus dapat

merumuskan apa dan bagaimana suatu pekerjaan akan dilakukan (Yuliati &

Santoso 1995).

7

Kegunaan dari perencanaan adalah :

1) Memberikan arah dan tujuan suatu organisasi.

2) Dapat dijadikan suatu standar kerja, karena suatu perencanaan yang

baik menjelaskan apa yang akan dilakukan.

3) Memberikan suatu kerangka pemersatu dalam pengambilan

keputusan dalam organisasi.

4) Memberikan peluang di masa depan.

Menurut Sullivan dan Atlas (1998), fungsi perencanaan dibedakan

menjadi perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang.

Perencanaan menu untuk waktu yang akan datang termasuk ke dalam

perencanaan jangka pendek, sedangkan perencanaan jangka panjang

meliputi perencanaan untuk 10 tahun ke depan.

Perencanaan Menu

Menu berasal dari bahasa Perancis Le Menu yang berarti daftar makanan

yang disajikan kepada tamu di ruang makan. Dalam lingkungan rumah

tangga, menu diartikan sebagai susunan makanan atau hidangan tertentu

(Arnawa & Astima 1995).

Pada dasarnya karakter hidangan yang disajikan sangat berhubungan

dengan waktu penghidangan makanan. Oleh karena itu, dikenal dengan

adanya beberapa menu sesuai dengan waktu penyajiannya, yaitu hidangan

makan pagi, hidangan makan siang, dan hidangan makan malam. Makan

pagi biasanya disajikan antara pukul 06.00-10.00 pagi. Hidangan makan

siang biasa disajikan pada pukul 12.00-15.00 siang, sedangkan hidangan

makan malam biasa disajikan pada pukul 19.00-23.00 malam (Arnawa &

Astima 1995).

Jenis menu yang biasa disajikan pada penyelenggaraan makanan di

sekolah adalah makan siang dan selingan (snack). Marotz et al. (2005)

menyebutkan dalam merencanakan menu harus diperhatikan berapa total

sumbangan energi dan zat gizi lainnya dalam menu. Kecukupan vitamin dan

mineral juga perlu diperhatikan. Makanan baru dan bergizi penting untuk

diperkenalkan pada anak, namun makanan yang disiapkan pun harus familiar

bagi anak. Untuk dapat merencanakan menu dengan benar, seorang

perencana menu sebaiknya berkonsultasi dengan orang tua untuk berbagi

informasi mengenai resep makanan yang disukai anak.

8

Marotz et al. (2005) juga menyebutkan kariteria lainnya yang harus

diperhatikan selain kecukupan gizi adalah penampakan fisik menu yang

disajikan. Menu harus disajikan semenarik mungkin untuk membangkitkan

selera dan kesukaan anak. Agar terselenggara suatu hidangan yang

memuaskan, maka penting untuk memperhatikan : 1) keterampilan dalam

memasak, 2) kemudahan penyelenggaraannya, 3) tenaga kerja dan waktu

yang tersedia, 4) peralatan yang tersedia, dan 5) waktu makan (Nasoetion &

Riyadi 1995).

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam perencanaan menu untuk

anak usia sekolah adalah sebagai berikut (Nasoetion & Riyadi 1995) :

1. Menentukan kebutuhan energi dan zat gizi anak usia sekolah.

2. Menentukan hidangan dengan memperhatikan variasi atau kombinasi

bahan makanan yang digunakan, rasa, rupa dan warna, bentuk, dan

konsistensi dari masing-masing hidangan, serta kesukaan atau

kegemaran anak.

3. Menentukan jenis serta jumlah bahan makanan yang akan dipilih untuk

diolah dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM),

sehingga dapat diketahui kandungan energi dan zat gizi yang terdapat

pada setiap jenis bahan makanan.

4. Pengolahan bahan makanan, meliputi persiapan, pemasakan, dan

penyajian makanan.

Pada perencanaan menu penting pula untuk menentukan siklus menu. Siklus

menu merupakan suatu paket menu yang digunakan untuk beberapa hari

dan kemudian diulang kembali (Endres et al. 2004). Penetapan siklus menu

ini dilakukan untuk mencegah kebosanan. Siklus menu umumnya

direncanakan pada waktu tertentu, biasanya 10-15 hari. Siklus menu

tergantung dari ketersediaan bahan makanan (Yuliati & Santoso 1995).

b. Pengorganisasian

Setelah menetapkan rencana, maka kegiatan yang dilakukan untuk

mencapai tujuan organisasi adalah kegiatan pengorganisasian. Kegiatan

pengorganisasian meliputi identifikasi kegiatan dan tujuan dengan jelas,

pembagian tugas sesuai dengan keterampilan dan keahlian masing-masing,

serta pendelegasian tugas dan tanggung jawab dari atasan ke bawahan

sehingga masing-masing akan mendapatkan wewenang dan beban kerja

yang sesuai. Selain itu diperlukan pula penetapan koordinasi serta sistem

9

pengawasan untuk menjamin bahwa setiap orang menjalankan tugas secara

serentak untuk mencapai tujuan organisasi (Yuliati & Santoso 1995; Sullivan

& Atlas 1998).

Rumit atau sederhananya proses pengorganisasian tergantung dari besar

kecilnya pekerjaan yang harus dilakukan. Agar proses pengorganisasian

dapat berjalan lancar, maka perlu dibuat suatu bagan organisasi. Menurut

Fadiati (1988), organisasi personalia untuk pelayanan orang banyak pada

dasarnya meliputi bagian persiapan dan pengolahan hidangan, bagian

penyajian, dan bagian administrasi.

c. Pelaksanaan

Pelaksanaan meliputi berbagai kegiatan, yaitu pembelanjaan bahan

makanan, penerimaan dan penyimpanan, pengolahan, penyajian, distribusi

makanan, serta higiene dan sanitasi. Pelaksanaan penyelenggaraan

makanan di sekolah merupakan media pendidikan, maka perlu peran serta

orang tua dalam membina kebiasaan makan yang baik dan dapat diterapkan

di keluarganya (Yuliati & Santoso 1995).

Petugas pembelian bahan makanan harus memiliki pengetahuan tentang

prioritas kebutuhan, cara membeli, tempat membeli dan bagaimanan bahan

makanan tersebut ditangani setelah dibeli. Marotz et al. (2005) menyebutkan,

sebelum melakukan pembelian bahan makanan penting untuk mencatat

nama produk, harga pasar, kemasan produk, prosedur pemeriksaan produk,

satuan, dan jumlah produk yang akan dibeli. Standar resep sebaiknya dibuat

untuk mencagah pembelian bahan makanan yang berlebihan. Pembelian

bahan makanan beku sebaiknya dilakukan di akhir pembelian untuk

mencegah terjadinya proses thawing selama perjalanan.

Terdapat tiga prinsip utama dalam penerimaan bahan makanan yaitu

jumlah bahan yang diterima harus sesuai dengan yang tercantum dalam

faktur pembelian, mutu bahan makanan yang diterima harus sesuai dengan

spesifikasi bahan makanan yang diminta, dan harga bahan makanan harus

sesuai dengan kesepakatan awal (Fadiati 1988).

Kegiatan penyimpanan bahan makanan dimulai setelah barang pesanan

diterima. Menurt Endres et al. (2005), dalam menyimpan bahan makanan

penting untuk memeriksa dapur dan gudang untuk mencegah kehilangan

bahan makanan. Bahan makanan harus segera disimpan di tempat yang

sesuai dengan keadaannya bila tidak langsung diolah. Terdapat dua jenis

10

tempat penyimpanan bahan makanan, yaitu tempat penyimpanan kering dan

tempat penyimpanan basah. Dapur sebaiknya tidak terlalu penuh dengan

bahan makanan.

Tujuan pengolahan makanan perlu diperhatikan dalam proses

pengolahan. Proses pengolahan makanan sebaiknya dapat

mempertimbangkan nilai gizi makanan, memperbaiki daya cerna,

mengembangkan dan meningkatkan rasa, rupa, aroma dan tekstur, serta

membebaskan makanan dari mikroorganisme yang membahayakan (Yuliati &

Santoso 1995). Metode pengolahan yang baik dapat menjaga kualitas gizi

makanan serta mengontrol biaya produksi (Marotz et al. 2004).

Tarwotjo (1998) menyebutkan bahwa waktu yang digunakan untuk

menyelesaikan tugas mengolah makanan sangat tergantung dari keadaan

tempat, alat, tenaga, ketersediaan bahan yang akan diolah, serta cara kerja

dan keterampilan pegawai. Tarwotjo (1998) juga melanjutkan waktu yang

digunakan ibu-ibu untuk memasak setiap hari sekitar 2-4 jam, tergantung dari

jumlah dan jenis masakan yang diproduksi, tenaga, dan alat yang digunakan.

Proses penyajian dilakuakan setelah proses pengolahan selesai. Porsi

yang diberikan kepada anak sebaiknya disesuaikan dengan kebutuah gizi

dan jumlah yang biasa dikonsumsi di rumah (Marotz et al. 2004). Endres et

al. (2005) membagi pelayanan makanan untuk anak ke dalam beberapa

jenis, meliputi family style (prasmanan), modified family style, cafeteria style,

buffet style, picnic style (out door), dan big lunch. Jenis big lunch

menyediakan paket makanan dalam satu wadah dilengkapi dengan sendok

dan garpu.

Peralatan Dapur

Peranan alat dapur sangat penting dalam proses pengolahan makanan.

Tanpa adanya peralatan dapur yang lengkap, pengolahan makanan tidak

dapat berjalan dengan baik (Widyati 2001). Berdasarkan fungsinya, peralatan

dapur dapat dibagi menjadi alat persiapan dan alat pengolahan. Berdasarkan

ukuran dan pengoperasiannya, alat dapur dibagi menjadi peralatan dapur

besar, peralatan dapur kecil dan peralatan dapur bermesin.

Fungsi utama alat persiapan adalah untuk membantu memudahkan

menyiapkan bahan makanan yang akan diolah. Pengoperasian dapat secara

manual atau menggunakan energi listrik. Adapun yang termasuk jenis alat

persiapan adalah sebagai berikut :

11

1. Alat persiapan untuk daging, unggas, dan hasil laut. Contohnya meja

kerja, talenan, mesin pemotong tulang, mesin pengiris daging (slicer),

mesin penggiling daging (mincer), mesin pelunak daging (tendizer),

pisau ikan, pisau daging, dan gunting ikan.

2. Alat persiapan untuk sayuran. Contohnya meja kerja, talenan, pengupas

sayuran (vegetable peeler), dan pisau pemotong sayuran.

3. Alat persiapan untuk kue dan roti. Contohnya mixer, rolling pan, alat

pemuas adonan roti (proof box), cetakan kue, loyang, pastry brush,

spatula, dan pisau roti.

4. Alat persiapan untuk menghaluskan bumbu. Contohnya cobek dan

blender.

5. Alat persiapan lain. Contohnya wadah, pengocok telur, ballon whisker,

spiral whisker, ayakan (strainer), dan saringan untuk santan.

Alat pengolahan adalah alat-alat dapur yang langsung digunakan untuk

mengolah makanan, seperti kompor, oven, pengukus (steamer), dan

pemanggang (griller). Macam-macam panci dan wajan, diantaranya stock

pot, frying pan, omellete pan, souce pan, dan braise pan. Ukuran peralatan

tersebut bermacam-macam tergantung kebutuhan. Bahan-bahan peralatan

tersebut dapat terbuat dari stainless steel, alumunium, dan kaca tahan panas.

Alat pengaduk dapat berupa sendok sayur, sendok pengambil nasi, sothil,

spatula wood, iron spatula, dan serok yang terdapat dalam berbagai ukuran.

Bahan dasar peralatan tersebut terbuat dari stainless steel, alumunium tebal

dan kayu (Widyati 2001;Fadiati 1988).

Menurut Tarwotjo (1998) alat penghidang makanan adalah semua alat

yang digunakan untuk menghidangkan makanan di meja makan, sedangkan

alat makan dan minum adalah seperangkat alat yang biasanya diatur di atas

meja makan sebelum makanan dihidangkan. Alat makan terdiri dari alas

piring, piring kecil, sendok dan garpu, mangkuk air untuk cuci tangan, dan

serbet. Alat minum terdiri dari cangkir, sendok teh, dan gelas.

d. Pengawasan

Pengawasan adalah suatu teknik yang menentukan apakah perencanaan

kegiatan dapat dilaksanakan. Seorang manejer harus mengetahui apa yang

menjadi perencanaan, tujuan, dan standar. Pada dasarnya teknik-teknik

pengawasan adalah sama untuk berbagai hal.

12

Terdapat tiga proses dasar dalam pengawasan, yaitu penentuan standar,

pengukuran hasil kerja, dan tindakan koreksi. Penentuan standar harus

dilaksanakan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan evaluasi. Standar dapat

dilakukan melalui ruang, waktu, berat barang atau lainnya. Standarisasi perlu

ditentukan sebaik dan seketat mungkin. Setelah penentuan standar, dapat

dilakukan pengukuran hasil kerja, dengan demikian dapat diketahui apakah

pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana. Jika diketahui ada

penyimpangan, maka dengan cepat perlu dilakukan koreksi. Tindakan

koreksi atas penyimpangan merupakan tahap akhir dari pengawasan (Uripi &

Santoso 1995).

Penilaian menu dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah tujuan

perencanaan menu tercapai, sumber daya sudah dilakukan secara efisien,

dan menu tersebut menarik. Setiap makanan harus konsisten dengan pola

menu yang ditetapkan termasuk kandungan gizi (Uripi & Santoso 1995).

Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah

Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang

diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi

menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tertentu, seperti

hamil dan menyusui (Muhilal & Muhilal 2004). Angka Kecukupan Gizi (AKG)

berbeda dengan angka kebutuhan gizi (dietary requirements). Almatsier (2004)

menyebutkan bahwa angka kebutuhan gizi (requirement) adalah banyaknya zat

gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang (individu), agar terhindar dari

munculnya gejala-gejala defisiensi. Nilai ini berbeda untuk setiap individu,

sehingga ada yang tinggi dan ada yang rendah.

Menurut Pudjiadi (1997), kebutuhan energi anak dipengaruhi oleh

metabolisme basal, umur, aktifitas fisik, suhu lingkungan dan kesehatannya.

Komponen utama yang menentukan kebutuhan energi adalah Angka

Metabolisme Basal (AMB) dan aktivitas fisik.

Menurut FAO/WHO/UNU (2001), kebutuhan energi diperoleh dengen

cara mengalikan AMB dengan PAL (physical activity level) dalam sehari. Menurut

Hardinsyah dan Martianto (1992), pada prinsipnya angka kebutuhan energi bagi

remaja (10-18 tahun) adalah penjumlahan antara Energi Kegiatan (EK) dengan

Energi Pertumbuhan (EP). Energi kegiatan dipertoleh dengan mengalikan AMB

dengan PAL. Energi pertumbuhan untuk anak usia 10-19 tahun adalah 1.9 kali

13

berat badan (kg). Rumus yang digunakan untuk menghitung AMB anak usia

sekolah usia 10-18 tahun adalah sebagai berikut :

Pria : AMB (Kalori/hari) = 17.686 (berat badan) + 658.2 Wanita : AMB (Kalori/hari) = 13.384 (berat badan) + 692.6 Kebutuhan Energi = (AMB X PAL rata-rata) + EP

Kebutuhan protein menurut Almatsier (2004) adalah 10-15% dari

kebutuhan energi total, kebutuhan lemak 10-25% dari kebutuhan energi total,

dan kebutuhan karbohidrat 60-75% dari kebutuhan energi total. Tabel 1

menunjukkan angka kebutukan zat gizi mikro, yaitu vitamin dan mineral menurut

Angka Kecukupan Gizi (AKG) Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG)

2004.

Tabel 1 Angka kecukupan vitamin dan mineral yang dianjurkan untuk anak usia sekolah

Golongan Umur

(tahun)

Berat Badan

(kg)

Tinggi Badan (cm)

Vit A

(gRE)

Vit B1 (mg)

Vit C (mg

Ca (mg)

Fe (mg)

Posfor (mg)

4-6 7-9

18 25

110 120

450 500

0.6 0.9

45 45

500 600

8 10

400 400

Pria 10-12

35

138

600

1.1

50

1000

13

1000

Wanita 10-12

38

145

600

1.1

50

1000

14

1000

Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi LIPI 2004

Mahan dan Stump (2004) menyebutkan bahwa selain energi dan zat gizi

makro (protein, lemak, karbohidrat), zat gizi mikro yang penting untuk

pertumbuhan anak usia sekolah adalah zat besi dan kalsium. Selain untuk

tumbuh kembang, zat gizi tersebut juga berperan dalam mencegah timbulnya

penyakit akibat kekurangan gizi.

Higiene dan Sanitasi dalam Penyelenggaraan Makanan

Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada

usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang

tersebut berada. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang

menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan dan hidup manusia

(Widyati dan Yuliarsih 2002). Dengan demikian sanitasi makanan adalah salah

satu usaha pencegahan dari penyakit yang menitikberatkan pada kegiatan dan

tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala macam bahaya

yang dapat merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi hingga

siap dikonsumsi (Uripi & Santoso 1995).

14

Menurut Purnawijayanti (2001), sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan

aseptik dalam persiapan, pengolahan dan penyajian makanan, pembersihan dan

sanitasi lingkungan kerja, serta kesehatan pekerja. Secara lebih terperinci

sanitasi meliputi pengawasan mutu bahan makanan mentah, penyimpanan

bahan, suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan dari lingkungan,

peralatan, dan pekerja pada semua tahapan proses. Sanitasi makanan tidak

dapat dipisahkan dari sanitasi lingkungan karena sanitasi makanan adalah usaha

untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat, dan

aman.

Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu

faktor fisik, kimia, dan mikrobiologis (Widyati & Yuliarsih 2002). Faktor fisik

adalah ruangan yang kurang mendapat pertukaran udara yang kurang lancar,

suhu yang panas atau lembab, dan lain-lain. Kerusakan makanan yang

disebabkan oleh faktor fisik dapat dihindari dengan memperhatikan beberapa hal

sebagai berikut :

1. Sanitasi Ruang Dapur

Sanitasi ruang dapur dipengaruhi oleh susunan dan konstruksi dapur.

Lantai dapur hendaknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak

licin, tidak menyerap minyak goreng atau bahan makanan lain yang

berlemak, dan tidak retak. Alat dan obat pembersih lantai diperlukan untuk

membersihkan lantai. Alat-alat tersebut antara lain sapu, sikat bertangkai,

ember, kain pel yang menggunakan tangkai, pembersih air yang terbuat dari

karet dan bertangkai, mesin penyikat lantai, dan mesin pengering lantai,

disinfektan, detergen, serta amoniak. Cairan atau bahan makanan yang

tumpah hendaknya segera dibersihkan. Pembersihan lantai secara

keseluruhan dilakukan setelah dapur selesai beroperasi, kecuali untuk dapur

tertentu yang bekerja selama 24 jam.

Dinding harus terbuat dari bahan yang kuat agar mudah dibersihkan.

Pada umumnya dinding terbuat dari keramik. Alat pembersihnya ialah sikat

bertangkai atau mesin penyikat bertangkai, mesin pengering bertangkai atau

kain pel, ember, detergen, dan disinfektan.

Langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan

sederhana desainnya. Cara membersihkannya adalah dengan sikat bulat

bertangkai panjang. Pembersihannya dilakukan satu hari dalam sebulan,

pada saat dapur tidak beroperasi.

15

Ventilasi yang baik berperan penting dalam penyelenggaraan makanan

dalam jumlah yang besar. Ventilasi yang baik ditandai dengan adanya

jendela, lubang angin, extractor fan, dan penghisap asap (exhauster hood)

yang diletakkan tergantung di langit-langit yang posisinya tepat berada di

atas pusat pengolahan. Jendela, pintu dan lubang angin sebaiknya dilapisi

dengan kawat kassa untuk menghindari lalat dan binatang lainnya masuk ke

dapur.

Cahaya yang baik juga sangat penting dalam penyelenggaraan

makananan. Ada dua macam cahaya, yaitu cahaya alam dam cahaya

buatan. Ruangan yang memiliki pencahayaan cukup umumnya tidak disukai

oleh kecoa, tikus, dan insekta lainnya. Saluran pembuangan air, baik air sisa

pencucian bahan makanan maupun pembuangan sisa makanan yang cair,

serta air kotor dari pencucian alat dapur dan alat saji sedapat mungkin

berjalan lancar (Widyati & Yuliarsih 2002).

2. Sanitasi pembuangan sampah

Sampah merupakan salah satu penyebab tercemarnya makanan.

Umumnya bak sampah terbuat dari plastik ringan lengkap dengan

penutupnya. Sebelum digunakan terlebih dahulu dilapisi dengan kantong

plastik sampah agar mudah diangkat, dibersihkan, dan bila sampah telah

penuh diganti dengan yang baru. Sampah yang terbungkus plastik tidak

terlalu banyak mengundang lalat dan bau dibanding dengan sampah dalam

keadaan terbuka (Fadiati 1988).

3. Sanitasi tempat penyimpanan bahan makanan

Bahan makanan yang akan disimpan harus berada dalam keadaan

bersih. Ruang penyimpanan sebaiknya dibersihkan secara rutin. Seandainya

ada bahan makanan yang busuk pada saat disimpan, maka sebaiknya

segera dibuang dan sebaiknya ruang penyimpanan disemprot dengan

disinfektan pada waktu-waktu tertentu (Fadiati 1988).

4. Sanitasi alat dapur

Bahan makanan atau makanan dapat terkontaminasi oleh alat-alat dapur

yang kotor. Oleh karena itu pencucian alat dapur juga harus diperhatikan.

Pencucian perlengkapan dapur dapat dilakukan dalan dua cara, yaitu secara

manual dan dengan menggunakan washing machine (Widyati & Yuliarsih

2002).

16

5. Sanitasi wilayah steward

Lemari dan rak penyimpanan alat-alat masak dalam gudang (stewarding

store room) perlu diawasi sehingga kemungkinan adanya kerusakan karena

berkarat dapat dihindari. Tempat cuci tangan sebaiknya berada di dekat

kamar mandi dilengkapi dengan sabun, serbet kertas, atau hand dryer

(Widyati & Yuliarsih 2002).

Selain faktor fisik, faktor kimia dan mikrobiologis pun berpengaruh

terhadap sanitasi. Faktor kimia yang mempengaruhi sanitasi dapat disebabkan

karena adanya pencemaran gas atau cairan yang merugikan kesehatan atau

adanya partikel-partikel yang beracun, obat penyemprot hama pada bahan

makanan, zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran

bahan makanan, zat pewarna, dan penggunaan wadah bekas obat-obat

pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Faktor mikrobiologis dapat

disebabkan oleh pencemaran bakteri, virus, jamur, dan parasit (Fadiati 1988).

Higiene Personal dan Higiene Perlengkapan Karyawan

Higiene petugas penyelenggara makanan adalah sikap bersih perilaku

petugas penyelenggara makanan agar makanan yang ditangani tidak tercemar

oleh petugas. Higiene personal terdiri dari pemeriksaan kesehatan, kebersihan

tangan dan jari tangan, kebersihan rambut, kebersihan hidung, kebersihan mulut

dan gigi, serta kebersihan telinga. Higiene perlengkapan karyawan terdiri dari

pakaian karyawan dan sepatu (Fadiati 1988).

Sebelum seseorang diterima menjadi karyawan, sebaiknya dilakukan

pemeriksaan kesehatan untuk menghindari adanya penyakit menular yang dapat

mengkontaminasi makanan. Pakaian yang digunakan di dapur sebaiknya

pakaian khusus dan diganti setiap hari, karena pakaian merupakan salah satu

sumber bakteri. Pakaian yang digunakan di dapur sebaiknya dipilih dari bahan

yang berwarna terang, mudah menyerap keringat, tidak panas, dan tidak ketat,

sehingga tidak mengganggu pada waktu bekerja. Sepatu yang digunakan

sebaiknya memiliki hak pendek, tidak licin, ringan dan enak dipakai. Dengan

standar higiene personal yang tinggi seorang petugas dapat menyadari bahwa

yang dilakukannya adalah menyangkut kesehatan orang banyak dan mencegah

terjadinya keracunan makanan (Widyati & Yuliarsih 2002).

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715/MENKES/SK/V/2003

tentang cara pengolahan makanan menyebutkan bahwa semua kegiatan

pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak

17

langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan

dilakukan dengan :

1) Sarung tangan plastik sekali pakai

2) Penjepit makanan

3) Sendok garpu

Untuk melindungi pencemaran terhadap makanan digunakan :

1) Celemek

2) Penutup rambut

3) Sepatu dapur

Perilaku karyawan selama bekerja :

1) Tidak merokok

2) Tidak makan atau mengunyah

3) Tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias (polos).

4) Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya

5) Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil

6) Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar

7) Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar tempat

jasaboga

Penilaian Ketersediaan Pangan

Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), terdapat dua pengertian tentang

penilain konsumsi pangan. Pertama, penilaian terhadap kandungan energi dan

zat gizi dalam makanan (ketersediaan), dan kedua membandingkan kandungan

zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok dengan angka

kebutuhan gizi.

Lebih lanjut Hardinsyah dan Briawan (1994) menambahkan bahwa dalam

menghitung kandungan energi dan zat gizi pangan, sebaiknya dicatat informasi

tentang bentuk olahan pangan. Hal ini terkait dengan koreksi kandungan vitamin

dan mineral, terutama vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan mineral Fe karena

adanya kehilangan zat gizi selama pengolahan

Data aktual tentang jumlah makanan diperoleh dengan cara

penimbangan menggunakan timbangan makanan. Timbangan yang digunakan

adalah timbangan yang mempunyai kapasitas 1 kg dan 4 kg (Kusharto &

Sa’diyyah 2007). Penilaian terhadap kandungan energi dan zat gizi dari beragam

pangan merupakan penjumlahan masing-masing energi dan zat gizi pangan

komponennya (Hardinsyah & Briawan 1994).

18

Daya Terima Makanan

Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang

timbul dari makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman, perasa,

bahkan pendengar (Nasoetion 1980). Faktor utama yang mempengaruhi daya

penerimaan terhadap makanan adalah rangsangan cita rasa yang ditimbulkan

oleh makanan itu. Kualitas cita rasa mempunyai pengertian seberapa jauh daya

tarik makanan dapat menimbulkan selera seseorang (Nasoetion 1980).

Daya terima anak usia sekolah terhadap makanan dapat dilihat dari

jumlah makanan yang dihabiskan. Selain itu daya terima dapat juga dilihat dari

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan terkait dengan penilaian

sensori. Daya terima terhadap makanan menunjukkan hasil penilaian seseorang

terhadap menu makanan. Penilaian anak usia sekolah terhadap suatu menu

berhubungan dengan beberapa karakteristik menu yaitu pola menu, warna dan

penampakan, terkstur, aroma, bentuk potongan, popularitas makanan, dan suhu

penyajian. Selain itu penilaian terhadap makanan juga dipengaruhi oleh

kesukaan (Uripi & Santoso 1995; Marotz 2005).

Marotz (2005) menyebutkan bahwa kualitas sensori sangat

mempengaruhi pilihan makanan pada anak. Warna merupakan komponen

sensori yang paling berpengaruh. Lebih lanjut Marotz menyebutkan bahwa

penting untuk memperkenalkan jenis-jenis makanan baru pada anak. Hal ini

dimaksudkan agar anak dapat mengenal berbagai jenis makanan. Faktor-faktor

yang secara tidak langsung mempengaruhi penilaian seseorang terhadap

makanan diantaranya suku bangsa, lingkungan hidup, kebudayaan, agama, serta

faktor fisiologis dan psikologis (Nasoetion 1980).

19

KERANGKA PEMIKIRAN

Makanan Anak Usia Sekolah (AUS) dapat berasal dari makanan yang

disediakan di rumah, makanan yang ada di sekolah dan makanan jajanan.

Makanan anak di sekolah dapat berasal dari makanan jajanan di kantin atau

pedagang kaki lima, makanan bekal yang dibawa dari rumah, dan makanan yang

disediakan oleh sekolah melalui Penyelenggaraan makanan (PM). Masing-

masing makanan tersebut memiliki ketersediaan energi dan zat gizi yang

berbeda-beda.

Penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan suatu proses

menyediakan makanan bagi siswa yang diselenggarakan di sekolah.

Penyelenggaraan makanan di sekolah biasanya melibatkan katering. Dalam

pelaksanaannya proses penyelenggaraan makanan ini memerlukan prinsip-

prinsip manajemen agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut

Yulianti dan Santoso (1995) fungsi manajemen dalam penyelenggaraan

makanan dibagi menjadi empat, yaitu perencanaan, pengorganisasian,

pelaksanaan, dan pengawasan.

Makanan yang disajikan dalam penyelengggaraan makan harus dapat

menyumbangkan energi 1/3 dari total kebutuhan energi anak (Mahan & Stump

2004). Penyajian menu makanan harus mempertimbangkan kesukaan anak,

selain mempertimbangakan ketersediaan energi dan zat gizi yang sesuai dengan

kebutuhan anak usia sekolah.

Daya terima terhadap menu makanan, meliputi penilaian sensori dapat

mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi anak. Jumlah makanan yang

dikonsumsi pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap konsumsi

energi dan zat gizi anak usia sekolah. makanan yang Ketersediaan energi dan

zat gizi dari penyelenggaraan makanan di sekolah memberikan kontribusi

terhadap konsumsi energi dan zat gizi total anak usia sekolah.

1

20

Konsumsi Energi dan zat gizi anak usia

sekolah

Makanan Anak

Usia Sekolah

Makanan di sekolah

Penyelenggaraan Makanan :

Makanan katering

Jumlah dan jenis makanan yang

disediakan katering

Daya terima

Rasa

Warna

Aroma

Tekstur

suhu penyajian

porsi

kebersihan

Jajanan (kantin, warung, pedagang kaki

lima)

Bekal

Ketersediaan energi dan zat gizi

dari makanan jajanan

Ketersediaan energi dan zat gizi dari bekal

makanan

Makanan di rumah

Ketersediaan energi dan zat gizi dari makanan di

rumah

Jumlah makanan katering yang dikonsumsi

Gambar 1 Kerangka Pemikiran.

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti

Ketersediaan energi dan zat gizi

dari makanan katering

21

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena

pengambilan data dilakukan pada suatu waktu. Penelitian dilaksanakan di Kota

Bogor selama 3 bulan dari April sampai Juni 2009.

Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah katering yang melakukan

penyelenggaraan makanan di Sekolah Dasar (SD). Pemilihan SD untuk lokasi

penelitian dilakukan secara simple random sampling. Berdasarkan daftar SD

yang berasal dari Dinas Pendidikan Kota Bogor (tahun ajaran 2008/2009),

terdapat 289 SD dan hanya empat SD yang memenuhi seluruh kriteria. Setelah

itu dipilih dua SD dari empat SD yang memenuhi seluruh kriteria tersebut. Kedua

SD yang terpilih itu adalah SDIT Aliya (selanjutnya disebut SDA) dan SD Pertiwi

(selanjutnya disebut SDP). Kriteria SD tempat katering tersebut berada adalah :

(1) terdaftar di Kota Bogor, (2) mengadakan penyelenggaraan makanan, (3)

belum pernah dijadikan tempat penelitian sejenis, (4) bersedia dijadikan sebagai

tempat penelitian, dan (5) menyediakan makanan untuk sekolah secara kontinyu.

Responden dalam penelitian ini adalah pengelola katering, pihak sekolah,

dan siswa kelas lima di SD yang terpilih. Kriteria responden yang diteliti di SDA

dan SDP adalah mengonsumsi makanan katering pada hari pengamatan.

Jumlah siswa kelas lima SDA yang memenuhi kriteria tersebut sebanyak 42

orang pada hari pertama dan 33 orang pada hari kedua. Jumlah siswa kelas lima

SDP sebanyak 31 orang pada hari pertama dan 30 orang pada hari kedua.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer

meliputi : 1) sistem pengelolaan penyelenggaraan makanan, 2) menu makanan

katering, 3) karakteristik responden yang mencakup nama, umur, jenis kelamin,

berat badan, tinggi badan, serta aktifitas fisik. 4) daya terima responden terhadap

menu yang disajikan. Data sekunder meliputi karakteristik sekolah dan siklus

menu makanan katering. Siklus menu katering dapat dilihat pada Lampiran 1.

Data mengenai penyelenggaraan makanan diperoleh dengan melakukan

wawancara kepada pengelola katering dan pihak sekolah. Satu porsi makanan

ditimbang menggunakan timbangan digital untuk mengetahui jumlah dan

kontribusi makanan yang disediakan katering sekolah untuk anak SD. Data

22

aktifitas fisik diperoleh dengan cara pengisian kuesioner oleh responden

mengenai jenis aktifitas fisik 1x 24 jam. Data daya terima diperoleh dengan

memberikan kuesioner daya terima dan evaluasi menu kepada responden kelas

lima yang mengonsumsi makanan katering pada waktu pengamatan.

Data sekunder diperoleh dengan melakukan wawancara dengan kepala

sekolah. Data sekunder meliputi karakteristik sekolah, jumlah siswa, jam belajar,

serta sarana dan prasarana. Tabel 2 menunjukkan Jenis data, dan cara

pengumpulan data.

Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data

No Jenis Data Cara Pengumpulan Data Alat

1. Penyelenggaraan makanan (PM)

- Sistem pengelolaan PM - Tujuan PM - Jenis menu yang dihidangkan - Waktu dan frekuensi PM - Fasilitas fisik - Higiene dan sanitasi PM - Evaluasi menu (kandungan

gizi, rasa, variasi, harga)

Pengisian kuesioner, wawancara dan

pengamatan langsung

Kuesioner

2 Menu makanan katering

(berat makanan, cara pengolahan)

Penimbangan dan pengamatan

Timbangan makanan digital

3. Karakteristik responden

- Nama, umur, jenis kelamin, aktifitas fisik

- Berat badan, tinggi badan

Pengisian kuesioner dan

wawancara Pengukuran langsung

Kuesioner Timbangan

badan digital dan mikrotoise

5. Daya terima makanan

- Sisa makanan, porsi, pola menu

- Rasa, aroma, tekstur, suhu penyajian

- Warna, variasi, kebersihan makanan

Wawancara dan pengisian kuesioner

Kuesioner

6. Karakteristik sekolah

- Jumlah murid dan guru - jam belajar - Sarana dan prasarana

Pengisian kuesioner, wawancara, pengamatan

langsung

Kuesioner

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh diperiksa terlebih dahulu agar kelengkapannya

sesuai dengan tujuan penelitian. Pengolahan data meliputi beberapa tahap yaitu

pengeditan, pengkodean, pengentrian dan analisis. Data penyelenggaraan

makananan dianalisis secara deskriptif. Data kemudian dientri dengan

menggunakan Microsoft excel 2008 dan dianalisis menggunakan SPSS 16 for

Windows. Penilaian higiene dan sanitasi dilakukan dengan cara membandingkan

23

hasil pengamatan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

715/MENKES/SK/V/2003.

Data angka kebutuhan energi contoh dihitung dengan cara mengalikan

AMB (angka metabolisme basal) dengan faktor aktivitas (FA) rata-rata ditambah

dengan energi pertumbuhan. Angka kebutuhan energi responden dihitung

dengan rumus :

KE = (AMB x FA rata-rata) + EP

Keterangan : KE = kebutuhan Energi (Kalori) AMB = angka Metabolisme Basal anak usia 10-18 tahun (Pria : 17.686 (BB) + 658.2 Wanita : 13.384 (BB) + 692.6) FA = faktor Aktifitas EP = energi Pertumbuhan (Kalori) BB = berat Badan Ideal (Kg)

AMB diperoleh dengan menggunakan rumus FAO (2001), EP diperoleh

berdasarkan Hardinsyah dan Martianto (1992) yaitu 1.9 kali Berat Badan (BB).

Kebutuhan protein, karbohidrat, dan lemak diperoleh berdasarkan Almatsier

(2004), yaitu masing-masing 15%, 75%, dan 10% dari kebutuhan energi total,

dimana 1 gram protein, karbohidrat, dan lemak masing-masing adalah 4, 4, dan

9 Kalori. Perhitungan faktor aktifitas rata-rata dihitung berdasarkan Tabel 3.

Tabel 3 Perhitungan faktor aktivitas rata-rata 24 jam pria dan wanita usia 10-19 tahun

Jenis Aktivitas Waktu (jam)

Pria Wanita

a Tidur W1 (1.0x W1/24) (1.0x W1/24) b Sekolah W2 (1.6x W2/24) (1.5x W2/24) c Kegiatan ringan (duduk, berdiri,

kegiatan sosial, bermain ringan) W3 (1.6x W3/24) (1.5x W3/24)

d Kegiatan sedang (berjalan, pekerjaan rumah tangga, pekerjaan pertanian, bermain sedang)

W4 (2.5x W4/24) (2.2x W4/24)

e Kegiatan berat (mengangkat air, mencari kayu, pekerjaan pertanian, olah raga berat)

W5 (6.0x W5/24) (6.0x W5/24)

FA Rata-rata a+b+c+d+e a+b+c+d+e

Sumber : Dirangkum dari Hardinsyah dan Martianto (1992)

Angka kebutuhan zat gizi mikro responden didasarkan pada kecukupan

energi dan zat gizi menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG)

2004 menurut kelompok umur. Ketersediaan energi dan zat gizi dari menu

makanan yang disediakan SD dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi

Bahan Makanan (DKBM). Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), seringkali

dalam penilaian konsumsi pangan dijumpai makanan dalam keadaan olahan

24

atau masak. Jika terdapat jenis makanan yang tidak ditemukan dalam DKBM,

maka dapat digunakan DMM (Daftar Konversi Mentah Masak) yaitu daftar yang

memuat perbandingan berat bahan pangan dalam bentuk mentah dengan bentuk

yang sudah diolah atau dimasak. Untuk menaksir berat mentah dari bahan

makanan olahan (masak) adalah dengan menggunakan rumus berikut :

Keterangan :

Fj = faktor konversi mentah masak makanan j

BMj = berat bahan makanan j dalam bentuk mentah

BOj = berat bahan makanan j dalam bentuk masak (olahan)

Untuk menghitung ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan

digunakan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994) :

Keterangan :

KGij = kandungan zat gizi i dari bahan makanan j dengan berat B gram

Bj = berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g)

Gij = kandungan zat gizi i dalam 100 gram BDD bahan makanan j

BDDj = persen bahan makanan i yang dapat dimakan (% BDD)

Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan katering

sekolah dihitung dengan cara membandingkan ketersediaan energi dan zat gizi

makanan yang disediakan dengan angka kebutuhan energi dan kecukupan zat

gizi responden dalam sehari.

Definisi Operasional

Contoh adalah katering yang menyediakan menu makan siang untuk warga SD

terpilih.

Responden adalah siswa kelas lima SD terpilih yang mengonsumsi makanan

katering pada hari pengamatan.

Penyelenggaraan makanan sekolah adalah penyelenggaraan makanan

bersama yang dilakukan di sekolah berupa makan siang yang melibatkan

katering.

Manajemen penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan yang

terdiri dari perencanaan (menu), pengorganisasian (pembagian tugas),

pelaksanaan (frekuensi, waktu, tempat, orang), dan pengawasan (pada saat

penyajian dan makan bersama).

Fj = (BMj)/(BOj)

BMj = Fj x BOj

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

25

Katering sekolah adalah pelayanan pemesanan makanan untuk anak sekolah

dimana makanan tersebut diolah di tempat katering dan disajikan di sekolah.

Menu makan siang katering adalah susunan hidangan makanan yang

dikonsumsi responden mulai pukul 11.00 hingga 13.00 WIB..

Ketersediaan energi dan zat gizi makanan katering adalah jumlah energi dan

zat gizi dari makanan yang disediakan katering per porsi.

Angka kebutuhan energi responden adalah jumlah energi yang dibutuhkan

responden per hari berdasarkan berat badan, umur, jenis kelamin, dan

aktifitas fisik.

Angka kecukupan zat gizi responden adalah jumlah zat gizi yang harus

dipenuhi oleh responden per hari beradasarkan, umur, jenis kelamin, berat

badan, tinggi badan, dan kondisi fisiologis.

Aktifitas fisik responden adalah seluruh aktifitas yang dilakukan oleh

responden dalam sehari (24 jam).

Daya terima makanan adalah reaksi atau tanggapan responden terhadap

rangsangan yang timbul dari makanan melalui indra penglihatan,

penciuman, dan perasa.

Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi adalah persentase perbandingan

energi dan zat gizi dalam menu makanan yang disediakan terhadap

kebutuhan energi dan zat gizi responden.

26

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sekolah

A. SDIT Aliya (SDA)

SDA berdiri pada tahun 2003 dengan jumlah siswa sebanyak 579 orang,

terdiri dari 305 laki-laki dan 275 perempuan. Jumlah guru di SDA sebanyak 53

orang terdiri dari 27 laki-laki dan 26 perempuan. Jumlah staf kependidikan

sebanyak 17 orang, terdiri dari 4 orang staf Tata Usaha (TU), 6 orang petugas

kebersihan, dan 6 orang petugas keamanan (security). Jam belajar per hari

berkisar antara tujuh hingga sembilan jam. Kegiatan belajar mengajar

diselenggarakan pada Hari Senin hingga Jumat. Tabel 4 menunjukkan sebaran

siswa SDA menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel, dan jam sekolah

per hari.

Tabel 4 Sebaran siswa SDA menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel, dan jam sekolah per hari

Kelas Jumlah siswa Jumlah kelas

paralel Jam sekolah

per hari L P

1 48 23 4 7 2 53 46 4 7 3 62 51 4 7-9 4 65 52 4 7-9 5 44 36 3 7-9 6 33 26 2 7

Terdapat tiga gedung utama yang ada di SDA. Masing-masing gedung

terdiri dari tiga laintai. SDA memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang cukup

lengkap. Sarana dan prasarana yang ada di SDA dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Sarana dan prasarana yang ada di SDA

No Sarana Prasarana Jumlah Kondisi

1 Ruang kelas 24 Baik 2 Ruang perpustakaan 1 Baik 3 Laboratorium IPA 1 Baik 4 Ruang Pimpinan 1 Baik 5 Ruang Guru 1 Baik 6 Tempat Ibadah 1 Baik 7 Ruang UKS 9 Baik 8 Jamban 10 Baik 9 Gudang 1 Baik 10 Ruang Sirkulasi/koridor 9 Baik 11 Tempat bermain/ olah raga 1 Baik 12 Laboratorium computer 1 Baik 13 Ruang Audio Video 2 Baik 14 Kantin 1 Baik 15 Koperasi 1 Baik

27

Fasilitas sarana dan prasarana pendidikan yang ada di SDA sudah

memenuhi ketentuan minimum sarana dan prasarana yang harus tersedia di

sebuah SD/MI menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun

2007. Fasilitas yang ada di ruang kelas adalah meja siswa, kursi siswa, dua buah

loker siswa, kursi guru, meja guru, whiteboard, jam dinding, kipas besar, lemari,

dan dua buah karpet besar. Jumlah meja dan kursi siswa yang ada di ruang

kelas disesuaikan dengan jumlah murid. Selain itu di depan ruang kelas juga

terdapat rak sepatu dan tong sampah. Tempat mencuci tangan tidak tersedia di

sekitar ruang kelas. Siswa mencuci tangan di toilet siswa yang terletak di

masing-masing lantai gedung.

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007,

ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori, praktek yang tidak

memerlukan peralatan khusus. Banyak minimum ruang kelas sama dengan

banyak rombongan belajar atau kelas paralel. Kapasitas maksimum ruang kelas

adalah 28 peserta didik. Kapasitas peserta didik kelas lima di SDA berkisar

antara 26 hingga 28 siswa.

B. SD PERTIWI (SDP)

SDP berdiri pada tahun 1972 dengan jumlah siswa sebanyak 627 orang,

terdiri dari 298 laki-laki dan 329 perempuan. Jumlah guru di SDP sebanyak 29

orang terdiri dari 12 laki-laki dan 17 perempuan. Jumlah staf kependidikan

sebanyak 8 orang, terdiri dari 2 orang staf Tata Usaha (TU), 3 orang petugas

kebersihan, 2 orang petugas keamanan (security), dan 1 orang petugas

perpustakaan. Jam sekolah per hari berkisar antara tiga hingga tujuh jam. Pada

hari Jumat kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dari pukul 7.00 hingga pukul

10.00 WIB. Kegiatan belajar mengajar diselenggarakan pada Hari Senin hingga

Jumat atau selama lima hari. Kegiatan Keagamaan Taman Pendidikan Al-Quran

(TPA) dilaksanakan pada Hari Senin hingga Rabu pada pukul 13.00-14.00 WIB,

sedangkan kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan pada Hari Sabtu. Tabel 6

menunjukkan sebaran siswa SDP menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas

paralel, dan jam sekolah per hari.

Terdapat tiga gedung bangunan di SDP. Masing-masing gedung terdiri

dari dua lantai. Sarana dan prasarana yang terdapat di SDP cukup lengkap. Alat

bantu proses pembelajaran yang tersedia di SDP adalah televisi, infokus, OHP,

dan VCD.

28

Tabel 6 Sebaran siswa SDP menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel, dan jam sekolah per hari

Kelas Jumlah siswa Jumlah kelas

parallel Jam sekolah per

hari L P

1 52 61 5 3-5.5 2 55 52 3 3-5.5 3 52 59 3 3-6.5 4 45 51 3 3-7 5 51 48 3 3-7 6 43 58 3 3-7

Sarana dan prasarana yang ada di SDP dapat dilihat pada Tabel 7.

Fasilitas sarana dan prasarana pendidikan yang ada di SDP sudah memenuhi

ketentuan minimum sarana dan prasarana yang harus tersedia di sebuah SD/MI

menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007. Fasilitas

yang ada di ruang kelas adalah meja siswa, kursi siswa, meja guru, kursi guru,

whiteboard, blackboard, jam dinding, lemari, papan jadwal pelajaran, mading

kelas, alat permainan edukatif, televisi, alat kebersihan, dan kotak P3K.

Tabel 7 Sarana dan prasarana yang ada di SDP

No Sarana Prasarana Jumlah Kondisi

1 Ruang kelas 18 Baik 2 Ruang perpustakaan 1 Baik 3 Laboratorium IPA 1 Baik 4 Ruang Pimpinan 1 Baik 5 Ruang Guru 1 Baik 6 Tempat Ibadah 1 Baik 7 Ruang UKS 1 Baik 8 Jamban 2 Baik 9 Gudang 1 Baik 10 Ruang Sirkulasi/koridor 4 Baik

11 Tempat bermain/ olah raga

1 Baik

12 Laboratorium komputer 1 Baik 13 Laboratorium Bahasa 1 Baik 14 Kantin 1 Baik 15 Koperasi 1 Baik 16 Ruang Serbaguna 1 Baik 17 Ruang Musik 1 Baik

Jumlah meja dan kursi siswa yang ada di ruang kelas disesuaikan

dengan jumlah murid. Terdapat satu buah tong sampah di depan masing-masing

kelas. Tempat mencuci tangan tersedia di koridor kelas. Fasilitas ini

memudahkan siswa untuk mencuci tangan. Kapasitas peserta didik kelas lima di

SDP berkisar antara 31 hingga 34 siswa.

Katering Sekolah

Menurut Kepmenkes RI Nomor 715/MENKES/SK/V/2003, katering SDA

dan SDP termasuk golongan jasa boga A2, dimana jumlah menu yang dihasilkan

29

per hari adalah 100-500 porsi, menggunakan dapur rumah tangga, dan

mempekerjakan tenaga karja. Kedua katering menyediakan menu makan siang

untuk warga sekolah, karyawan swasta, dan pesanan. Profil masing-masing

katering dapat dilihat pada Tabel 8.

Katering SDP lebih lama melayani makan siang sekolah daripada

katering SDA. Jarak SDA ke katering lebih jauh daripada jarak SDP ke katering.

Jumlah porsi yang dihasilkan katering SDA untuk sekolah lebih banyak. Seluruh

peserta katering SDA merupakan peserta katering bulanan. Perserta katering

bulanan SDP mendapatkan menu yang telah ditetapkan oleh pihak katering.

Paket menu bulanan ditawarkan pada orang tua murid pada awal bulan.

Tabel 8 Profil katering SDA dan SDP

No Profil katering Katering

SDA SDP

1 Tahun bergabung dengan sekolah

2003 2009

2 Jarak dari sekolah (km) 5 2 3 Jumlah porsi/hari (porsi) 200-250 250 4 Jumlah porsi untuk SD (porsi) 192 145 5 Total pegawai (orang) 6 6 6 Jumlah pegawai pengolah

makanan (orang) 5 3

7 Keanggotaan katering Bulanan Harian dan bulanan 8 Periode keanggotaan 3 bulan 1 bulan 9 Penyajian menu makanan Rantangan Rantangan, prasmanan

Siswa katering harian SDP terdiri dari siswa katering menu lengkap dan

siswa katering menu pilihan. Siswa yang mengikuti katering harian menu lengkap

mendapat menu makan siang yang sama dengan menu siswa katering bulanan,

namun jika mereka tidak suka dengan menu pada hari tersebut diperbolehkan

untuk memilih menu yang lain. Siswa yang terdaftar sebagai anggota katering

harian menu pilihan adalah siswa yang bebas membeli makanan di tempat

katering sesuai keinginan dan pembayaran dilakukan secara langsung.

Manajemen Penyelenggaraan Makanan

Penerapan fungsi manajemen diperlukan untuk mengadakan suatu

penyelenggaraan makanan yang baik. Menurut Yuliati dan Santoso (1995),

fungsi manajemen dalam penyelenggaraan makan institusi dikelompokan

menjadi empat bagian, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian

(organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controlling).

Perencanaan (planning)

Menurut Nasoetion dan Riyadi (1995), tahapan perencanaan menu

meliputi menetapkan kebutuhan energi dan zat gizi, menentukan hidangan menu

30

makanan, memilih dan membeli bahan makanan yang baik, dan mengolah

bahan makanan menjadi menu makan siang. Tahapan perencanaan menu yang

dilakukan oleh manajer katering SDA dan SDP dapat dilihat pada Tabel 9.

Tahapan perencanaan menu yang dilakukan oleh manajer katering SDA

telah sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nasoetion dan Riyadi (1995).

Manajer katering memperhatikan keragaman makanan yang disajikan meliputi

makanan utama (nasi), lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Pemilihan

buah disesuaikan dengan ketersediaan buah-buahan di pasar. Jeli atau agar-

agar digunakan sebagai pengganti buah jika buah tidak tersedia.

Tabel 9 Tahapan perencanaan menu yang dilakukan oleh manajer katering SDA dan SDP

No Tahapan Perencanaan Menu SDA SDP

1 Menetapkan kebutuhan energi dan zat gizi anak

√ -

2 Menentukan hidangan menu makanan √ √ 3 Memilih dan membeli bahan makanan

yang baik √ √

4 Mengolah bahan makanan menjadi menu makan siang

√ √

Keterangan : √ = ya - = Tidak

Tahapan perencanaan menu yang dilakukan oleh manajer katering SDP

tidak didasarkan pada kebutuhan kalori anak, tetapi didasarkan pada prinsip

makanan beragam. Satu paket menu yang direncanakan berupa makanan pokok

(nasi, kentang), lauk (daging, ayam, ikan, telur), gorengan, sop/tumisan sayuran,

dan buah. Buah dan sayur tidak selalu disertakan dalam menu makan siang

setiap hari. Katering terkadang menyediakan jeli sebagai pengganti buah.

Kesulitan yang dialami oleh manajer dalam merencanakan menu adalah

sulitnya menyesuaikan antara menu yang telah direncanakan dengan kesukaan

anak. Pada dasarnya menu direncanakan berdasarkan prinsip keragaman

makanan misalnya selalu menyertakan sayur dalam menu makan siang, namun

banyak siswa yang tidak menghabiskan makanannya tersebut bahkan ada yang

menukarnya dengan menu yang lain seperti ayam krispi atau spaghetti.

Perencanaan menu dan biaya untuk makanan katering bulanan

didasarkan pada ketetapan biaya yang telah disepakati oleh pihak sekolah dan

katering. Penetapan harga untuk makanan katering harian menu pilihan SDP

dilakukan oleh manajer katering. Perencanaan menu diserahkan sepenuhnya

kepada pihak katering. Fungsi perencanaan yang dilakukan oleh katering SDA

dan SDP dapat dilihat pada Tabel 10.

31

Tabel 10 Fungsi perencanaan di katering SDA dan SDP (menu bulanan)

No Fungsi Perencanaan Katering

SDA SDP

1 Dasar perencanaan menu 400-500 Kal Makanan beragam 2 Siklus menu 1 bulan 1 bulan 3 Harga makanan bulanan (Rp) 5500 7500 4 Standar resep dan porsi Ada Ada 5 Keterlibatan orang tua Tidak ada Tidak ada 6 Pendataan alergi makanan Ya Ya

Harga makanan katering bulanan SDA lebih rendah daripada SDP. Harga

menu makanan katering harian SDP tergantung dari lauknya Harga nasi per

porsi adalah Rp. 1500, sedangkan harga lauknya berkisar antara Rp. 2500-6000

per porsi. Lauk yang dijual di stand katering diantaranya telur balado, ayam

serundeng, ayam krispi, ati ampela, kentang balado, dan rending daging. Harga

makanan jajanan, seperti spaghetti, mie goreng, kwetiaw goreng, dan chicken

strip berkisar antara Rp. 2000-5000 per porsi. Menu favorit di stand katering SDP

adalah ayam krispi dan spaghetti.

Perencanaan menu di katering SDA didasarkan pada kebutuhan gizi

anak, sedangkan di SDP tidak. Menu makanan favorit di SDP akan mengalami

pengulangan yang lebih sering. Menu untuk siswa dan guru berbeda di kedua

sekolah. Menu makan siang baik di katering SDA maupun SDP tidak selalu

berdasarkan siklus menu tetapi disesuaikan dengan ketersediaan bahan

makanan di dapur katering dan di pasar.

Orang tua siswa tidak dilibatkan dalam perencanaan menu baik di SDA

maupun di SDP. Menurut Marotz et al. (2005), seorang perencana menu

sebaiknya berkonsultasi dengan orang tua untuk berbagi informasi mengenai

resep makanan yang disukai anak. Walaupun tidak melibatkan orang tua, pihak

katering SDA tetap memperhatikan makanan kesukaan anak. Salah satu cara

yang dilakukan untuk mengetahui makanan yang disukai anak adalah dengan

mendatangi siswa dan menanyakan secara langsung apa makanan yang

diinginkan oleh anak.

Anak yang memiliki alergi terhadap makanan tertentu mendapatkan menu

yang berbeda. Standar resep dan standar porsi ditetapkan oleh pihak katering

untuk mencegah pembelian bahan makanan yang berlebihan. Siklus menu yang

direncanakan oleh pihak katering adalah satu bulan, dan siklus menu akan

terulang pada bulan selanjutnya.

Menu makanan katering SDA dan SDP tidak dilengkapi dengan air

minum. Air minum tersedia di setiap koridor kelas SDA, sedangkan di SDP tidak.

32

Sebanyak 81.8% responden siswa SDA selalu membawa minum setiap hari dan

18.2% kadang-kadang membawa minum. Sebanyak 59.6% responden siswa

SDP selalu membawa minum setiap hari dan 38.3% kadang-kadang membawa

minum.

Pengorganisasian (organizing)

Kegiatan pengorganisasian meliputi identifikasi kegiatan dan tujuan yang

jelas, pembagian tugas, serta pendelegasian tugas dari atasan ke bawahan

(Yuliati dan Santoso 1995; Sullivan & Atlas 1998). Tujuan diadakannya

penyelenggaraan makan siang di SDA adalah menyediakan layanan paket

makanan bagi anak dalam rangka menanamkan kemandirian dan menerapkan

suasana kekeluargaan bagi anak. Tujuan diadakannya penyelenggaraan

makanan di SDP adalah untuk memilih dan menyediakan makanan yang dapat

mencukupi kebutuhan gizi anak.

Pembagian tugas yang dilakukan oleh SDA dan SDP meliputi

perencanaan menu, penetapan biaya, pembelian dan penerimaan bahan

makanan, pengolahan bahan makanan, pemorsian dan penyajian,

pendistribusian makanan, pengawasan, evaluasi menu, serta petugas pencucian

peralatan makan dan kebersihan. Fungsi pengorganisasian yang dilakukan

katering SDA dan SDP disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Fungsi pengorganisasian di katering SDA dan SDP

No Pembagian Tugas Pelaksana

SDA SDP

1. Perencanaan menu Manajer Katering Manajer katering 2. Penetapan biaya Manajer katering dan

Tata Usaha (TU) Manajer katering dan kepala sekolah

3. Pembelian dan penerimaan bahan makanan

Manajer dan pegawai Katering

Manajer dan pegawai Katering

4. Pengolahan bahan makanan Manajer dan pegawai katering

Manajer dan pegawai Katering

5. Pemorsian dan penyajian makanan

Pegawai katering Pegawai katering

6. Distribusi makanan dari tempat katering ke sekolah

Sopir katering Sopir katering

7. Distribusi makanan di sekolah

Petugas kebersihan Pegawai katering

8. Pengawas makan bersama Wali kelas - 9. Evaluasi Menu Tata Usaha dan

Manajer katering Manajer katering

10. Petugas cuci peralatan makan dan kebersihan

Pegawai katering Pegawai katering

Manajer katering berperan hampir dalam seluruh aspek penyelenggaraan

makanan. Keterlibatan pihak SDA dalam penyelenggaraan makanan lebih tinggi

33

dibandingkan dengan pihak SDP. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan sekolah

dalam melakukan pengawasan pada saat makan bersama, melakukan evaluasi

menu, dan mengunjungi katering setiap akhir semester untuk mengawasi proses

produksi makanan.Bagan organisasi penyelenggaraan makanan SDA dan SDP

dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 2 Bagan organisasi penyelenggaraan makan SDA

Gambar 3 Bagan organisasi penyelenggaraan makan SDP

Pelaksanaan (actuating)

Pelaksanaan Di Katering

Pelaksanaan di katering SDA dan SDP dimulai dari proses pembelian

bahan makanan hingga pendistribusian makanan dari katering ke sekolah.

Jumlah makanan yang akan dibeli didasarkan pada standar resep yang telah

ditetapkan. Fungsi pelaksanaan di katering SDA dan SDP dapat dilihat pada

Tabel 12. Frekuensi pembelian bahan makanan di katering SDP lebih sering dari

pada SDA. Pihak SDP jarang menyimpan bahan makanan lebih dari 3 hari

kecuali untuk pangan hewani yang dibekukan. Tempat membeli BM disesuaikan

dengan kedekatan dapur katering dengan pasar.

Yayasa

n

Tata Usaha

(TU)

Pegawai Pegawai Pegawai

Manajer

Katering

Petugas

kebersihan

Kepala sekolah

Wakil Kepala

Sekolah

Pegawai Pegawai Pegawai

Manajer

Katering

Petugas

kebersihan

Kepala sekolah

34

Tabel 12 Fungsi pelaksanaan di katering SDA dan SDP

Pelaksanaan SDA SDP

Frekuensi Pembelian Bahan Makanan (BM)

- BM Kering - BM Basah

5x/mg 1x/hr – 2x/bn

1x/hr 1x/hr – 3x/mg

Tempat pembelian BM P. Bogor, P. Laladon, warung

P. Bogor, P. Jambu Dua, Tajur

Cara membeli BM Langsung dan tidak langsung

Langsung dan tidak langsung

Tempat penyimpanan kering Lemari Lantai, rak, meja Tempat penyimpanan basah Lemari es Lemari es, box freezer Tampat penyajian makanan Kotak makan plastik Styroform Waktu produksi makanan 6.30-10.00 WIB 4.30 – 8.00 WIB Waktu distribusi makanan 10.30 WIB 8.00 – 10.30 WIB

Produksi makanan di katering SDA dan SDP dilakukan selama 3.5 jam.

Menurut Tarwotjo (1998), waktu yang digunakan ibu-ibu untuk memasak setiap

hari sekitar 2-4 jam tergantung dari jumlah dan jenis makanan yang diproduksi,

tenaga kerja, dan alat yang digunakan. Pembelian bahan makanan secara rinci

yang dilakukan oleh katering SDA dan SDP dapat dilihat pada Tabel 13 dan

Tabel 14.

Tabel 13 Jenis, frekuensi pembelian, tempat membeli, dan cara membeli bahan makanan di katering SDA

No. Jenis Bahan

Makanan Frekuensi Pembelian (hari/minggu/bulan)

Tempat Membeli Cara Membeli

1. Beras 5x/minggu Pasar Bogor L 2. Bumbu,

minyak, gula 5x/minggu Pasar Bogor L

3. Daging 2x/bulan Pasar Laladon TL 4. Ayam 1x/minggu Pasar Laladon TL 5. Telur 1x/minggu Koperasi Aliya TL 6. Ikan basah 1x/minggu PT. Mutiara

Sejahtera, warung L, TL

7 Pangan Nabati 1x/hari Warung L 8. Sayur 5x/minggu Pasar Bogor L 9. Buah 5x/minggu Pasar Bogor L

Katering SDA biasa melakukan pembelian bahan makanan di pasar

Bogor dan pasar Laladon. Katering SDA juga menjalin kerjasama rekanan

dengan pihak lain dalam pembelian telur dan ikan basah. Pembelian daging

hanya dilakukan dua kali sebulan. Hal ini dikarenakan daging dapat bertahan

lebih dari satu bulan jika disimpan dalam keadaan beku (Fadiati 1988).

Penerimaan bahan makanan dilakukan oleh manajer katering. Kedua

manajer katering selalu memeriksa jumlah bahan makanan, mutu bahan

makanan, serta harga bahan makanan yang sudah dibeli/dipesan. Terdapat dua

35

jenis tempat menyimpan bahan makanan, yaitu tempat penyimpanan kering dan

tempat penyimpanan basah.

Tabel 14 Jenis, frekuensi pembelian, tempat membeli, dan cara membeli bahan makanan di katering SDP

No. Jenis Bahan

Makanan Frekuensi Pembelian (hari/minggu/bulan)

Tempat Membeli Cara Membeli

1. Beras 1x/hari Pasar Bogor L 2. Bumbu, minyak,

gula 1x/hari Pasar Bogor L

3. Daging 3x/minggu Pasar Bogor/supermarket

L

4. Ayam 3x/minggu Katulampa TL 5. Telur 1x/hari Pasar Bogor TL 6. Ikan basah 1-2x/minggu Tajur TL 7 Pangan Nabati 2-3 kali/minggu Pasar Bogor L 8. Sayur 1x/hari Pasar Bogor/pasar

jambu dua L

9. Buah 1x/hari Pasar Bogor/pasar jambu dua

L

Keterangan : L = langsung TL = tidak langsung

Tempat penyimpanan kering di katering SDA digunakan untuk

menyimpan bumbu, tepung terigu, gula, minyak, gula, kecap, dan bahan kering

lainya. Tempat penyimpanan basah digunakan untuk menyimpan pangan

hewani, pangan nabati, kaldu, sayur dan buah. Tempat menyimpan bahan

makanan basah adalah lemari es. Tempat menyimpan beras adalah lemari

khusus beras.

Di katering SDP, telur disimpan di peti kayu yang diletakkan di lantai.

Penyimpanan bahan makanan disatukan dengan tempat menyimpan alat-alat

dapur. Tidak ada tempat penyimpanan khusus untuk beras. Tempat

penyimpanan basah adalah lemari es dan box freezer. Lemari es terisi penuh

oleh wadah dan bahan makanan, sehingga terlihat menumpuk.

Meja kerja tidak terdapat di dapur katering SDA, sedangkan di katering

SDP terdapat 2 buah meja kerja yang bentuknya memanjang dilapisi keramik.

Proses persiapan seperti pemotongan bahan makanan di katering SDA

dilakukan di lantai dapur, sedangkan di katering SDP dilakukan di lantai ruangan

samping dapur. Ruangan tersebut terdiri dari satu buah kamar mandi, tempat

mencuci piring, dan tempat tidur karyawan di bagian atasnya. Meja kerja tidak

digunakan sebagai tempat persiapan bahan makanan karena terisi penuh oleh

peralatan dapur seperti magic jar dan wadah air.

36

Pengolahan bahan makanan di katering SDA dan SDP dilakukan di dapur

rumah manajer katering. Ukuran dapur katering SDA adalah 10m x 3m,

sedangkan katering SDP 5m x 3m. Peralatan dapur yang digunakan dalam

pengolahan makanan dapat dilihat pada Tabel 15.

Alat yang digunakan sebagai wadah penyajian di katering SDA adalah

tempat makan plastik/rantangan dilengkapi dengan sendok dan garpu. Tempat

makan ditempeli label nama anak yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan

makanan di sekolah. Pemorsian bahan makanan dilakukan oleh petugas tetap

sehingga petugas tersebut sudah terbiasa melakukan pembagian porsi untuk

masing-masing anak.

Alat yang digunakan sebagai wadah penyajian di SDP adalah styroform

dilengkapi dengan sendok plastik (sendok bebek). Wadah penyajian untuk

makanan katering harian adalah plastik dan styroform. Pemberian nama pada

tempat makan anak dilakukan langsung di sekolah oleh petugas penjaga stand

makanan katering. Pemorsian bahan makanan tidak dilakukan oleh petugas

tetap. Menurut manajer katering SDP, sebelum digunakan styroform, pihak

ketering menggunakan rantangan sebagai tempat penyajian. Rantangan yang

disediakan sering tidak kembali karena dibawa oleh anak ke rumah, sehingga

Gambar 4 Dapur dan tempat penyimpanan bahan makanan katering SDA

Gambar 5 Dapur dan tempat penyimpanan bahan makanan katering SDP

37

merugikan katering. Penggunaan styroform dinilai lebih praktis dan ekonomis

oleh manajer katering SDP.

Tabel 15 Peralatan dapur yang digunakan di katering SDA dan SDP

Peralatan Dapur Katering SDA Katering SDP

Persiapan Pisau Talenan Pengupas sayuran Baskom Cobek Blender Nampan Saringan

Pengolahan Kompor Oven Wajan Presto -

Pengukus Panci Sodet Saringan minyak Centong Teflon Cetakan -

Penyajian Baskom besar Wadah nasi Corong Plastik Rantangan -

Styroform - Sendok logam -

Garpu logam -

Sendok plastik -

Distribusi makanan dari tempat katering ke sekolah dilakukan dengan

menggunakan mobil pribadi manajer katering. Pendistribusian makanan di SDA

dilakukan pada pukul 10.30 WIB. Setelah sampai di sekolah, makanan

didistribusikan oleh petugas kebersihan atau penanggung jawab masing-masing

gedung. Pendistribusian makanan di sekolah dilakukan pada pukul 11.30 WIB.

Setelah jam makan siang, petugas kebersihan kembali mengumpulkan tempat

makanan untuk diambil oleh petugas katering pada pukul 13.30 WIB.

Distribusi makanan katering harian dari tempat katering ke sekolah di

SDP dilakukan pada pukul 8.00-10.00 WIB. Pendistribusian makanan katering

bulanan dilaksanakan pada pukul 10.30 WIB. Makanan disimpan di stand

katering sekolah untuk diambil oleh masing-masing anak, sehingga pada saat

38

pengambilan makanan menjadi kurang tertib. Setelah jam makan siang, wadah

makanan tidak dikumpulkan karena dapat langsung dibuang.

Pelaksanaan Di Sekolah

Fungsi pelaksanaan di SDA dan SDP dimulai dari pendistribusian

makanan di sekolah hingga waktu makan siang selesai. Frekuensi

penyelenggaraan makan siang di SDA ditentukan oleh pihak sekolah, yaitu

setiap hari Senin sampai Jumat. Frekuensi penyelenggaraan makan siang di

SDP ditentukan oleh pihak sekolah selama empat hari dalam seminggu, yaitu

pada hari Senin sampai Kamis. Pada hari Jumat tidak dilakukan

penyelenggaraan makan siang karena jam belajar mengajar lebih pendek, yaitu

hanya sampai pukul 10.00 WIB. Walaupun begitu, pihak katering SDP tetap

menyediakan makanan di stand kantin pada hari Jumat. Fungsi pelaksanaan

yang dilakukan oleh SDA dan SDp dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Fungsi pelaksanaan di SDA dan SDP

Pelaksanaan SDA SDP

Hari pelaksanaan PM Senin – Jumat Senin – Kamis Waktu distribusi makanan 11.30 WIB 11.00 dan 12.25 WIB Waktu makan siang 12.10 WIB 11.00 dan 12.25 WIB Ruangan makan siang Koridor kelas Kantin, kelas, koridor Pemimpin doa Satu orang siswa Masing-masing siswa Pendamping makan siang Wali kelas -

Waktu pelaksanaan makan siang bersama di SDA yaitu pada istirahat

kedua pukul 12.10 WIB. Pada saat makan siang, anak dikelompukan menjadi

dua, yaitu putra dan putri. Pada saat kelompok putra makan, kelompok putri

melaksanakan solat dzuhur dan sebaliknya. Makan siang didistribusikan oleh

petugas kebersihan dan disimpan di depan kelas. Sebelum dan setelah jam

makan siang petugas kebersihan mengepel lantai koridor kelas. Anak dapat

langsung mengambil tempat makan yang telah diberi nama pada saat jadwal

makan siang.

Makan siang di SDP tidak dilakukan secara bersama-sama karena SDP

tidak mempunyai ruangan khusus untuk makan siang. Anak dapat mengambil

makan siang mulai pukul 11.00 WIB pada saat istirahat kedua. Anak dapat

makan di kantin sekolah, di kelas, atau di koridor kelas. Pada saat makan siang,

wali kelas tidak melakukan pengawasan dan tidak makan bersama dengan anak.

Menurut kepala sekolah SDP anak sudah cukup mandiri dan tidak perlu diawasi

lagi ketika makan. Selang waktu antara pendistribusian makanan dengan waktu

makan siang di SDA adalah 100 menit dan 30-115 menit di SDP.

39

Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, 29.5% responden siswa SDA dan

72% responden SDP selalu mencuci tangannya sebelum dan setelah makan.

Sisanya menjawab kadang-kadang. Terdapat tempat mencuci tangan di depan

kelas dilengkapi dengan sabun cuci tangan di SDP.

Kegiatan makan bersama di SDA dimulai dengan melakukan doa

bersama dan dipimpin oleh salah seorang siswa secara bergiliran. Wali kelas

mendampingi anak saat makan siang. Sabun cair (hand wash) tersedia di dalam

ruangan kelas untuk cuci tangan anak. Di masing-masing koridor kelas juga telah

tersedia galon air untuk minum anak. Walaupun sabun cair telah tersedia di

masing-masing kelas, masih ada anak yang tidak mencuci tangan sebelum

makan dengan alasan makan menggunakan sendok dan garpu. Menurut wali

kelas, terkadang ada anak yang membawa sabun cuci tangan sendiri. Setelah

selesai makan, anak mencuci tangannya dan menyimpan tempat makannya

kembali di depan kelas.

Pada saat makan bersama di SDA, anak yang membawa bekal dari

rumah ikut makan bersama dengan anak yang mengikuti katering. Terkadang

anak saling mencoba makanan masing-masing. Suasana pada saat makan

bersama sangat tertib dan menyenangkan. Menurut Hidayat (2007), anak

sekolah lebih senang makan bersama dengan temannya. Anak yang membawa

bekal di SDP makan di kelas masing-masing.

Pengawasan (controlling)

Pengawasan makan bersama di SDA dilakukan oleh wali kelas.

Pengawasan pada saat pengolahan tidak selalu dilakukan oleh pihak sekolah

karena proses pengolahan dilakukan di dapur katering. Pihak sekolah melakukan

pengawasan (supervisor) pada saat pengolahan makanan kepada pihak katering

enam bulan sekali, yaitu pada saat akhir semester. Pengawasan selama proses

pengolahan setiap harinya dilakukan oleh manajer katering. Selain itu setiap

akhir semester juga dilakukan rapat kerja yang dihadiri oleh pihak yayasan SDA,

kepala sekolah, seluruh guru, komite sekolah dan manajer katering. Rapat kerja

salah satunya membahas kinerja katering dalam memberikan pelayanan

terhadap anak, guru, dan staf kependidikan.

Pengawasan tidak dilakukan pada saat makan siang di SDP. Pihak

sekolah tidak melakukan pengawasan ataupun kunjungan secera rutin ke tempat

pengolahan makanan. Pihak sekolah pernah melakukan kunjungan ke katering

40

dan memberikan penyuluhan bekerjasama dengan Puskesmas setempat pada

pedagang kantin dan pihak katering mengenai keamanan pangan.

Menurut Uripi dan Santoso (1995), terdapat tiga proses dasar dalam

pengawasan, yaitu penentuan standar, pengukuran hasil kerja, dan tindakan

koreksi. Uripi dan Santoso juga melanjutkan penilaian menu dilakukan dengan

tujuan mengetahui apakah tujuan perencanaan menu sudah tercapai dan menu

tersebut menarik.

Standar pelaksanaan pengolahan makanan telah ditetapkan oleh manajer

kedua katering, namun tidak secara tertulis. manajer katering memberikan

penjelasan kepada pegawai bagaimana cara mengolah makanan yang benar,

mulai dari persiapan hingga penyajian, serta higiene dan sanitasi makanan.

Pegawai sudah terbiasa dan mengerti mengenai tahapan yang harus dilakukan

selama proses pengolahan.

Terdapat peraturan tertulis yang dibuat oleh pihak sekolah SDA

mengenai tata tertib yang harus diikuti oleh pihak katering (Lampiran 2). Tata

tertib tersebut diantaranya mengatur tentang standar menu yang sebaiknya

disediakan oleh pihak katering. Pihak SDP tidak menetapkan peraturan secara

tertulis mengenai tata tertib yang harus diikuti oleh pihak katering. Pihak sekolah

SDP memberikan arahan kepada pedagang kantin dan pihak katering mengenai

makanan yang sehat untuk anak.

Pengukuran hasil kerja dapat dilihat dari ada tidaknya protes/keluhan dari

anak, sekolah, atau orang tua siswa. Menurut manajer katering dan pihak

sekolah SDA maupun SDP, katering jarang mendapatkan complain dari pihak

manapun karena menu yang disajikan sudah bervariasi. Jika terdapat complain,

maka dengan segera pihak katering akan melakukan tindakan koreksi.

Penilaian menu di SDA dilakukan setiap hari oleh staf Tata Usaha (TU)

untuk mengetahui kualitas menu, terutama dalam hal rasa. Jika terdapat salah

satu makanan yang kurang enak, pihak sekolah akan segera menghubungi dan

memberi terguran kepada pihak katering. Jika terdapat makanan yang

kualitasnya kurang baik, misalnya basi, maka pihak katering harus mengganti

makanan tersebut pada hari yang sama untuk semua anak. Evaluasi menu

dilakukan oleh pihak katering dengan cara melihat sisa makanan pada

rantangan. Jika terdapat banyak sisa makanan di rantangan, maka menu hari itu

dinilai kurang menarik bagi anak.

41

Pihak SDP tidak melakukan penilaian atau evaluasi menu. Evaluasi

dilakukan oleh pihak katering dalam hal rasa, namun katering tidak dapat

melakukan evaluasi terhadap sisa makanan karena makanan yang tersisa

langsung dibuang oleh anak.

Penerapan Higiene dan Sanitasi Pengolahan Makanan

Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada

usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang

tersebut berada. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang

menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan dan hidup manusia

(Widyati dan Yuliarsih 2002).

Jumlah pengelola katering yang terlibat langsung dalam pengolahan

makanan adalah lima orang di katering SDA dan tiga orang di katering SDP. Usia

pengelola katering SDA dan SDP berkisar antara 15 hingga 57 tahun, tidak

memiliki penyakit kronis, dan lama bekerja sekitar satu bulan hingga 12 tahun.

Persentase pengelola katering SDA dan SDP yang menerapkan higiene personal

dapat dilihat pada Tabel 17.

Persentase rata-rata pengelola katering SDA yang menerapkan prinsip

higiene personal adalah 64.6%, sedangkan di SDP 53.8%. Keseluruhan

pengelola di kedua katering tidak menggunakan celemek, sarung tangan,

pelindung kepala, dan alas kaki pada saat proses produksi makanan. Alasan

pegawai tidak menggunakan alas kaki di katering SDA adalah karena lantai

dapur bersih dan selalu dibersihkan sebelum proses produksi berlangsung.

Alasan pegawai tidak menggunakan celemek adalah karena merasa repot dan

panas pada saat mengolah makanan. Sarung tangan plastik digunakan pada

saat mengolah bumbu-bumbu tertentu seperti kunyit dan cabai. Alasan pegawai

mengunyah makanan pada saat memasak adalah mencicipi rasa makanan

tersebut.

Sebelum dan setelah melakukan produksi makanan dapur katering SDA

dibersihkan dengan cara disapu dan dipel. Dinding terbuat dari tembok. Bagian

dinding yang terkena cipratan air dan minyak dilapisi dengan keramik. Ventilasi

dapur hanya berasal dari satu sumber, tetapi pintu dapur selalu terbuka sehingga

udara di dapur tidak pengap. Pencahayaan buatan dilakukan untuk menambah

pencahayaan dan menghindari kecelakaan kerja.

Dapur katering SDP dibersihkan hanya satu kali dalam sehari, yaitu

setelah proses pengolahan makanan selesai sekitar pukul 21.00 WIB. Tidak

42

terdapat ventilasi yang cukup di dapur. Aliran udara di ruangan dapur kurang

lancar sehingga terasa panas. Dinding dilapisi dengan keramik setinggi 1.5 m.

Sumber cahaya yang digunakan adalah cahaya buatan dengan menggunakan

satu buah lampu neon. Ruangan dapur tampak padat oleh alat-alat dapur.

Tabel 17 Persentase pengelola katering SDA dan SDP yang menerapkan higiene personal

No Perilaku Katering SDA Katering SDP

n % n %

1 Memakai pakaian cerah 5 100 2 67 2 Menggunakan penjepit makanan 5 100 2 67 3 Memakai sarung tangan 0 0 0 0 4 Mengganti pakaian setiap hari 5 100 2 67 5 Memakai pelindung kepala 0 0 0 0 6 Memakai pakaian yang nyaman di badan 5 100 3 100 7 Menggunakan alas kaki yang tidak licin 0 0 1 33 8 Menggunakan celemek 0 0 0 0 9 Tidak merokok selama pengolahan makanan 5 100 3 100 10 Tidak makan/mengunyah selama

pengolahan 4 80 1 33

11 Tidak memakai aksesoris 3 60 1 33 12 Berkuku pendek 5 100 3 100 13 Mencuci tangan dengan sabun sebelum

bekerja dan setelah keluar kamar mandi 5 100 3 100

Rata-rata 64.6 53.8

(Dirangkum dari Kepmenkes RI No 715/MENKES/SK/V/ 2003)

Sampah organik dan anorganik tidak dipisahkan di kedua katering. Di

katering SDA, semua jenis sampah dikumpulkan dalam satu plastik besar

(trashbag) tanpa tutup. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002), sampah harus

ditampung dalam bak sampah yang terbuat dari plastik ringan lengkap dengan

penutupnya untuk menghindari lalat. Sampah dibuang setiap hari sehingga tidak

menumpuk dan mengundang penyakit. Terdapat empat buah tempat sampah

plastik di katering SDP. Tempat sampah terbuat dari plastik, diletakkan di dekat

tempat produksi sampah, namun tidak dilengkapi tutup.

Pencucian peralatan dapur di kedua katering dilakukan secara manual.

Pencucian wadah makanan di katering SDA langsung dilakukan ketika wadah

diantarkan dari sekolah. Peralatan makanan yang telah dibersihkan dijaga

kebersihannya dengan cara ditutupi terpal sehingga terhindar dari kontaminasi

tikus dan kecoa. Keseluruhan bahan makanan disimpan di tempat tertutup atau

didalam lemari, kecuali beberapa jenis buah-buahan seperti semangka dan

pisang. Terdapat lemari tempat menyimpan peralatan dapur. Peralatan dapur

yang berukuran besar dan tidak dapat disimpan di lemari disimpan di gudang.

43

Kondisi gudang peralatan bersih dan memiliki pencahayaan yang cukup. Tempat

mencuci tangan tidak terpisah dengan bak cuci piring.

Pencucian wadah tempat penyajian makanan di stand kantin SDP dan

alat-alat masak dilakukan di dapur katering. Peralatan yang telah dicuci dan

dikeringkan disimpan di beberapa tempat. Perlatan besar di simpan di bawah

meja kerja dan digantung di dinding, sedangkan peralatannya kecil seperti

spatula, pisau disimpan di wadah plastik dan di rak yang ditempel di dinding.

Tempat menyimpan peralatan tidak tertutup. Terdapat gudang peralatan dapur di

samping rumah manajer katering yang memiliki pencahayaan yang cukup baik.

Tempat mencuci tangan merangkap dengan tempat mencuci bahan makanan.

Persyaratan sanitasi jasa boga yang diterapkan di dapur katering SDA

adalah 68%, sedangkan di katering SDP 64%. Delapan dari 25 persyaratan

sanitasi tidak dipenuhi oleh katering SDA. Sembilan dari 25 persyaratan sanitasi

tidak dipenuhi oleh pihak katering SDP. Permukaan dinding yang terkena

percikan air di dapur katering dilapisi oleh keramik setinggi satu meter. Jendela

dan lubang ventilasi katering SDA tidak dilengkapi dengan kassa. Terdapat dua

jenis pencahayaan di dapur katering SDA, yaitu pencahayaan alami dan

pencahayaan buatan dengan menggunakan satu buah lampu neon. Hanya

terdapat satu buah lampu neon sebagai sumber pencahayaan buatan di dapur

katering SDP. Tidak terdapat alat pembuangan asap dan tempat mencuci tangan

(washtafel) di dapur kedua katering. Tabel 18 menunjukkan Hasil penerapan

Gambar 6 Tempat mencuci piring, tempat sampah, dan tempat menyimpan

peralatan di dapur katering SDA

Gambar 7 Tempat mencuci piring, tempat sampah, dan tempat menyimpan

peralatan di dapur katering SDP

44

sanitasi jasa boga yang dilaksanakan oleh katering SDA dan SDP berdasarkan

Kepmenkes R1 Nomor 715/MENKES/SK/V/2003.

Karakteristik Responden

Umur responden berkisar antara 10 hingga 13 tahun. Tabel 19

menunjukkan sebaran responden menurut jenis kelamin dan jenis menu katering.

Tabel 19 Sebaran responden menurut jenis kelamin dan jenis menu katering

Jenis Menu Katering Jenis

kelamin SDA SDP

Hari 1 Hari 2 Hari 1 Hari 2

Katering bulanan Pria 27 19 13 11 Wanita 15 14 3 1 Jumlah 42 33 16 12

Katering harian Pria 0 0 7 8 Wanita 0 0 8 10 Jumlah 0 0 15 18

Total 42 33 31 30

Lebih dari 50% responden adalah pria. sedangkan Tabel 20 menunjukkan

sebaran responden berdasarkan jenis menu katering dan menu makanan yang

dikonsumsi pada hari pengamatan.

Tabel 20 Sebaran responden menurut jenis menu yang dikonsumsi

Hari Ke

Jenis Menu Ketering Menu Makan Siang Jumlah

n %

1 Katering bulanan SDA Nasi, ayam tepung, bihun goreng, sayur sop, pepaya

42 100

Jumlah 42 100 Katering bulanan SDP Nasi goreng bungkus telur

dadar, nugget, semangka, kerupuk.

16 100

Jumlah 16 100 Katering harian menu pilihan SDP

Nasi dan ayam krispi 1 6.7 Nasi dan kentang balado 1 6.7 Mie goreng 10 66.7 Nasi goreng 2 13.3 Spaghetti 1 6.7

Jumlah 15 100

2

Katering bulanan SDA Nasi, ayam suwir, tempe orek, sayur sop, semangka

33 100

Jumlah 33 100

Katering bulanan SDP Kentang goreng, udang goreng tepung

12 100

Jumlah 12 100

Katering harian menu pilihan SDP

Nasi dan ayam krispi 2 11.1

Nasi dan semur ati ampela 1 5.6

Mie goreng 2 11.1

Chicken stip 3 16.7

Nasi goreng 4 22.2

Spaghetti 1 5.6

Ayam krispi 5 27.8

Jumlah 18 100

45

Pada hari pertama, persentase responden yang mengonsumsi makanan

katering bulanan SDP lebih besar (52%) daripada yang mengonsumsi makanan

katering harian (48%), sedangkan pada hari kedua sebaliknya. Menu makanan

katering harian SDP yang paling banyak dikonsumsi adalah mie goreng dan

ayam krispi.

Tabel 21 menunjukkan rata-rata berat badan, tinggi badan, faktor aktifitas

dan kebutuhan energi responden SDA dan SDP pada hari ke-1 dan ke-2. Rata-

rata kebutuhan energi tertinggi adalah responden katering bulanan SDP. Rata-

rata berat badan dan tinggi badan tertinggi adalah responden SDA.

Tabel 21 Rata-rata berat badan, tinggi badan, faktor aktifitas, dan kebutuhan energi responden SDA dan SDP pada hari ke-1 dan ke-2

Rata-rata Responden

SDA KB SDP KH SDP

Berat badan (Kg) 35.5 35.1 33.6 Tinggi badan (cm) 146.9 143.5 141 Faktor aktifitas 1.6 1.7 1.7 Kebutuhan energi (Kalori) 2089 2269 2030

Keterangan : KB = katering bulanan KH = katering harian

Tingkat Katersediaan Energi dan Zat Gizi

Katering SDA menyediakan menu makan siang katering berupa makanan

lengkap yang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati,

sayur/tumisan, dan buah. Katering SDP menyediakan beberapa menu, yaitu

menu makanan katering bulanan berupa makanan lengkap dan menu makanan

katering harian. Tabel 22 menunjukkan ketersediaan energi dan zat gizi menu

makanan katering bulanan SDA dan SDP.

Ketersediaan energi, protein, lemak, zat besi, dan fosfor makanan

katering SDA pada hari kedua lebih besar daripada hari pertama. Ketersediaan

energi dan zat gizi selain zat besi dan fosfor makanan katering bulanan SDP

pada hari pertama lebih besar dari pada hari kedua. Ketersediaan energi,

protein, lemak, zat besi, dan fosfor makanan katering SDA pada hari kedua lebih

besar daripada hari pertama. Ketersediaan energi dan zat gizi selain zat besi dan

fosfor makanan katering bulanan SDP pada hari pertama lebih besar dari pada

hari kedua.

Rata-rata ketersediaan vitamin A dan vitamin C SDA lebih besar daripada

SDP. Ketersediaan vitamin C SDA yang lebih besar berasal dari buah yang

selalu disajikan setiap hari.

46

Tabel 22 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering bulanan SDA dan SDP

SD Menu

Hari ke

Ketersediaan energi dan zat gizi E

(Kal) P (g)

L (g)

KH (g)

Vit A

(g)

Vit B1 (mg)

Vit C (mg)

Ca (mg)

Fe (mg)

P (mg)

SDA

11)

489 12.8 18.8 65.9 732 0.28 46 47 2.5 140

22)

539 17.7 26.0 58.0 681 0.22 4 29 6.1 174 Rata-rata 514 15.2 22.4 62.0 706 0.25 25 38 4.3 157

SDP 1

3) 872 20.7 27.8 85.2 691 0.47 11 96 3.4 232

24)

484 20.6 23.9 45.9 502 0.11 2 113 8.3 209 Rata-rata 678 20.6 25.8 65.6 596 0.29 7 104 5.9 221

Keterangan : 1) Nasi, ayam goreng tepung, bihun goreng telur, sayur sop, papaya 2) Nasi, ayam suwir, tempe orek, sayur sop, semangka

3) Nasi goreng, Telur dadar, Nugget ayam, Kerupuk, semangka 4) Udang goreng tepung, Kentang goreng, Saos tomat

Rata-rata ketersediaan energi menu makan siang katering SDA (514 Kal)

dan SDP (678 Kal) telah sesuai dengan pernyataan Khomsan (2004), yaitu

setiap kali makan, umumnya seseorang dapat mengkonsumsi 400-500 Kalori.

Tabel 23 memperlihatkan ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan

katering harian SDP.

Tabel 23 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering harian SDP

Menu

Ketersediaan energi dan zat gizi

E (Kal)

P (g)

L (g)

KH (g)

Vit A

(g)

Vit B1 (mg)

Vit C (mg)

Ca (mg)

Fe (mg)

P (mg)

Mie goreng 327 6.8 15.9 38.5 71 0.15 8 21 1.7 37 Chicken strip 365 9.0 24.3 27.4 469 0.09 2 11 1.9 115 Nasi Goreng 369 5 5.6 38.3 12 0.20 2 5 1.1 25 Spaghetti 249 13.9 5.5 36.1 75 0.53 1 200 7.3 112 Kwetiaw goreng

175 4.1 8.6 20.2 471 0.04 7 23 2.6 40

Kentang balado

259 3.5 14.0 30.1 38 0.08 5 8 1.9 56

Ayam serundeng

545 22.0 50.0 0.5 1630 0.10 0 17 1.9 838

Semur ati ampela

53 9.0 1.4 5.4 0 0.22 0 142 30.5 5418

Rending daging sapi

140 7.8 11.5 1.2 405 0.03 0 13 1.4 74

Nasi putih 285 3.4 0.2 65.0 1738 0.08 0 8 0.8 35 Ayam krispi 586 23.7 52.5 3.1 552 0.11 0 19 2.0 260 Telur balado 125 6.3 10.7 0.3 495 0.06 0 27 1.3 89

Rata-rata 283 10.0 17.7 20.7 495 0.13 2 44 4.8 643

Rata-rata ketersediaan energi makanan katering harian SDP tidak

mencapai 50% dari ketersediaan energi makanan katering bulanan SDP. Hal ini

karena porsi menu makanan katering harian SDP lebih kecil daripada menu

makanan katering bulanannya. Komposisi makanan makanan katering harian

tidak selengkap makanan katering bulanan. Menu makanan katering harian

hanya terdiri dari makanan pokok dan lauk hewani saja.

47

Frekuensi makan rata-rata responden SDA dan SDP adalah tiga kali

makan utama dan dua kali makan selingan. Menurut Sizer dan Whitney (2008),

makanan selingan (snack food) sebaiknya tidak lebih dari 200 Kalori atau sekitar

10% dari kebutuhan energi responden, sehingga dalam sehari selingan

menyumbangkan energi 20%. Sisanya 80% diperoleh dari makan pagi, siang,

dan malam dengan perbandingan 1:2:2. Dari perhitungan tersebut persentase

kebutuhan energi yang direkomendasikan untuk makan siang adalah 32% atau

1/3 dari kebutuhan energi total. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mahan dan

Stump (2004), yaitu makanan yang disajikan dalam penyelenggaraan makanan

sebaiknya menyumbangkan energi 1/3 dari kebutuhan energi total. Tabel 24

menunjukkan tingkat ketersediaan energi makanan katering terhadap kebutuhan

energi responden SDA dan SDP.

Tabel 24 Tingkat ketersediaan energi makanan terhadap kebutuhan energi responden SDA dan SDP

Jenis menu katering

Energi SDA SDP

Hari 1 Hari 2 Hari 1 Hari 2 n % n % n % n %

Katering bulanan

1/3 0 0 1 3.0 15 93.8 0 0

<1/3 42 100 32 97.0 1 6.2 12 100

Katering harian 1/3 - - - - 1 6.7 2 11.1

<1/3 - - - - 14 93.3 16 88.9

Berdasarkan Tabel 24, tingkat ketersediaan energi makanan katering

SDA belum memenuhi 1/3 kebutuhan energi responden. Tingkat ketersedian

makanan katering bulanan SDP pada hari pertama memenuhi syarat kebutuhan

hampir seluruh responden. Ketersediaan energi makanan katering harian SDP

yang mencapai 1/3 kebutuhan energi adalah nasi dan ayam krispi.

Tabel 25 Rata-rata ketersediaan, kebutuhan, dan tingkat ketersediaan energi dan zat gizi

Energi dan Zat Gizi

SDA Katering Bulanan SDP Katering Harian SDP

Ket Keb TK (%) Ket Keb TK (%) Ket Keb TK (%)

Energi (Kal) 514 2089 25.0 678 2269 31.2 425 2030 21.3 Protein (g) 15.2 78.3 19.7 20.6 85.1 24.8 11.5 76.1 15.1 KH (g) 62.0 391.7 16.1 65.6 425.4 16.1 37.9 380.7 10.3 Lemak (g) 22.4 23.2 97.6 25.8 25.2 105.2 22.0 22.6 97.4

Vit A (g) 706 596 120.7 596 599 100.7 471 560 82.6

Vit B1 (mg) 0.25 1.09 23.4 0.29 1.10 27.3 0.18 1.03 17.6 Vit C (mg) 25 50 51.2 7 50 13.4 4 47 8.8 Kalsium (mg) 38 993 3.9 104 998 10.5 32 934 3.5 Zat besi (mg) 4.3 13.3 32.7 5.9 13.1 44.6 2.9 12.6 23.2 Posfor (mg) 157 994 16.1 221 998 22.3 252 934 26.9

Keterangan : Ket = ketersediaan Keb = kebutuhan TK = tingkat ketersediaan

48

Perbandingan rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi makanan

katering, kebutuhan energi dan zar gizi responden, serta tingkat ketersediaan

dapat dilihat pada Tabel 25. Rata-rata tingkat ketersediaan energi makanan

tertinggi adalah makanan katering bulanan SDP (31.2%). Rata-rata tingkat

ketersedian zat gizi makanan katering SDA dan SDP yang telah memenuhi 1/3

kebutuhan adalah lemak dan vitamin A.

49

Tabel 18 Hasil penerapan sanitasi jasa boga yang dilaksanakan oleh katering SDA dan SDP berdasarkan Kepmenkes R1 Nomor

715/MENKES/SK/V/2003

No Fasilitas Syarat Katering SDA Katering SDP

1. Dapur dan Tempat Penyajian :

- Lantai

a. Bahan: tegel, porselen, keramik b. Kondisi : lantai rapat air, halus, kelandaian cukup, tidak licin dan mudah

dibersihkan c. Luas: Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2 (dua)

meter persegi untuk setiap orang bekerja.

- Dinding a. Permukaan dinding sebelah dalam halus, kering / tidak menyerap air dan mudah dibersihkan.

b. Bila permukaan dinding kena percikan air, maka setinggi 2 (dua) meter dari lantai dilapisi bahan kedap air yang permukaannya halus, tidak menahan debu dan berwarna terang.

-

-

- Langit-langit a. Bidang langit-langit harus menutup atap bangunan. b. Permukaan langit-langit tempat makanan dibuat, disimpan, diwadahi dan

tempat pencucian alat makanan maupun tempat cuci tangan dibuat dari bahan yang permukaannya rata mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan berwarna terang.

c. Tinggi langit-langit tidak kurang 2,4 meter diatas lantai.

- Pintu dan

jendela a. Pintu-pintu pada bangunan yang dipergunakan untuk memasak harus

membuka ke arah luar. b. Jendela, pintu dan lubang ventilasi dimana makanan diolah dilengkapi

kassa yang dapat dibuka dan dipasang.

-

- Intensitas cahaya

a. Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif.

b. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya sedemikian sehingga sejauh mungkin menghindarkan bayangan.

-

- Ventilasi udara

a. Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman.

b. Sejauh mungkin ventilasi harus cukup (+ 20% dari luas lantai) c. Pembuangan asap dapur harus dilengkapi dengan alat pembuangan

-

- -

47

50

No Fasilitas Syarat Katering SDA Katering SDP

asap yang membantu pengeluaran asap dapur sehingga tidak mengotori ruangan.

- -

2. Letak dapur a. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, peterasan dan kamar mandi.

b. Ruang pengolahan makanan harus dipisahkan dengan dinding pemisah yang memisahkan tempat pengolahan makanan dengan ruangan lain.

3. Tempat cuci peralatan a. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih / deterjen. b. Peralatan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung

dari kemungkinan pencemaran tikus dan hewan lainnya

-

4. Tempat cuci tangan a.Terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering.

- -

5. Rak peralatan Terlindung dari kemungkinan pencemaran oleh tikus dan hewan lainnya. - - 6. Kamar mandi a. Jumlah harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1 (satu) buah untuk 1

– 10 orang dengan penambahan 1 (satu) buah setiap 20 orang. b. Kamar toilet dilengkapi dengan pintu yang dapat menutup sempurna,

dinding rapat air, dipelihara secara fisik dan kebersihannya, serta tidak pernah ada kotoran di lubang WC.

-

7. Tempat Sampah a. Tempat-tempat sampah seperti kantong plastik / kertas, bak sampah tertutup harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat menghindari kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah

b. Bak sampah tersedia cukup memadai dan diberi tutup, dipelihara kebersihannya, tidak dapat dijamah lalat, tikus atau hewan lainnya. Dibersihkan sesering mungkin dan setiap hari dikosongkan dari sampah.

-

-

Keterangan : = memenuhi syarat - = tidak memenuhi syarat

48

51

Daya Terima Makanan

Daya terima terhadap makanan menunjukkan hasil penilaian seseorang

terhadap menu makanan. Daya terima makanan dapat dilihat dari jumlah

makanan yang dihabiskan oleh responden. Tabel 26 menunjukkan sebaran

responden SDA dan SDP yang menghabiskan, tidak menghabiskan, dan

menambah makanan katering pada hari pengamatan.

Tabel 26 Sebaran responden SDA dan SDP yang menghabiskan, tidak menghabiskan, dan menambah makanan katering

Responden Makanan yang

dikonsumsi

Hari ke Rata-rata

Hari 1 Hari 2 n % n % %

SDA

Habis 14 33.3 15 45.5 39.4 Tidak 25 59.5 18 54.5 57

Menambah 3 7.1 0 0 3.6 Jumlah 42 100 33 100 100

KB SDP

Habis 9 56.2 8 66.7 61.5

Tidak 7 43.8 4 33.3 38.6

Menambah 0 0 0 0 0

Jumlah 16 100 12 100 100

KH SDP

Habis 15 100 18 100 100 Tidak 0 0 0 0 0

Menambah 0 0 0 0 0 Jumlah 15 100 18 100 100

Keterangan : KB = katering bulanan KH = katering harian

Lebih dari 50% responden SDA tidak menghabiskan makanan. Pada hari

pertama, terdapat 7.1% responden yang menambah nasi, sedangkan pada hari

kedua tidak terdapat responden yang menambah makanan. Jenis makanan yang

tidak dihabiskan responden SDA pada hari pertama adalah buah (16%), sayur

(52%), serta kombinasi antara nasi, lauk, sayur, dan buah (32%). Jenis makanan

yang tidak dihabiskan responden pada hari kedua adalah sayur (55.56%), buah

(16.67%), dan kombinasi antara nasi, lauk, sayur, dan buah (27.78%).

Lebih dari 30% responden katering bulanan SDP tidak menghabiskan

makanan. Pada hari pertama, makanan katering bulanan yang tidak digabiskan

oleh responden adalah nasi goreng (42.9%) dan semangka (57.1%). Pada hari

kedua, makanan katering bulanan yang tidak dihabiskan oleh responden adalah

kentang goreng (75%) dan udang goreng tepung (25%). Seluruh responden

katering harian menghabiskan makanan katering baik pada hari pertama maupun

kedua.

Tabel 27 menunjukkan sebaran responden SDA dan SDP berdasarkan

kebiasaan menghabiskan menu makanan katering setiap hari. Alasan responden

52

katering bulanan SDA dan SDP tidak menghabiskan menu makan siang setiap

hari dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 27 Sebaran responden SDA dan SDP berdasarkan kebiasaan menghabiskan menu makanan katering setiap hari

Responden Kebiasaan

menghabiskan makanan setiap hari

Hari ke Rata-rata

Hari 1 Hari 2 n % n % %

SDA Ya 24 57.1 17 51.5 54.3

Tidak 18 42.9 16 48.5 45.7 Jumlah 42 100 33 100 100

KB SDP Ya 10 62.5 6 50 56.25

Tidak 6 37.5 6 50 43.75 Jumlah 16 100 12 100 100

KH SDP Ya 12 80 15 83.3 81.65

Tidak 3 20 3 16.7 18.35 Jumlah 15 100 18 100 100

Persentase rata-rata tertinggi responden yang selalu menghabiskan

makanan katering setiap hari adalah responden katering harian SDP (100%).

Responden katering harian SDP selalu meghabiskan makanan setiap hari

karena memilih sendiri makanan yang disukai. Menurut Mahan dan Stump

(2004), anak usia sekolah sebaiknya diberi kebebasan dalam memilih makanan.

Tabel 28 Persentase alasan responden katering bulanan SDA dan SDP tidak menghabiskan makanan katering setiap hari

Alasan Responden SDA Responden SDP

Hari 1 (%) Hari 2 (%) Hari 1 (%) Hari 2 (%)

Tidak suka menunya 38.9 43.8 0 0 Tidak selera 11.1 12.5 0 0 Kenyang 16.7 12.5 55.6 44.4 Kurang enak 22.2 31.3 22.2 22.2 Terlalu banyak 5.6 0 0 0 Tidak sempat 5.6 0 0 0 Membawa bekal 0 0 11.1 11.1 Kurang hangat 0 0 11.1 11.1

Total 100 100 100 100

Lebih dari 38% responden SDA tidak menghabiskan makanan katering

setiap hari dengan alasan tidak suka menunya. Lebih dari 44% responden

katering bulanan SDP setiap hari dengan alasan kenyang.

Porsi menu makan siang yang disajikan dapat mempengaruhi sisa

makanan yang tidak dihabiskan oleh responden. Tabel 29 menunjukkan daya

terima responden SDA dan SDP terhadap porsi makanan katering.

53

Tabel 29 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap menu makanan katering

Responden Porsi Hari ke

Rata-rata Hari 1 Hari 2

n % n % %

SDA

Cukup 33 78.6 22 66.7 72.7 Terlalu banyak 4 9.5 3 9.1 9.3 Kurang banyak 5 11.9 8 24.2 18.1

Jumlah 42 100 33 100 100.0

KB SDP

Cukup 15 93.8 12 100 96.9 Terlalu banyak 1 6.2 0 0 3.1 Kurang banyak 0 0 0 0 0

Jumlah 16 100 12 100 100

KH SDP

Cukup 13 86.7 15 83.3 85 Terlalu banyak 0 0 1 5.6 2.8 Kurang banyak 2 13.3 2 11.1 12.2

Jumlah 15 100 18 100 100

Lebih dari 70% responden SDA dan SDP menyatakan bahwa porsi

makanan katering cukup, artinya tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit.

Persentase rata-rata tertinggi responden yang menjawab cukup adalah

responden katering bulanan SDP.

Daya terima responden terhadap rasa, aroma, dan tekstur menu makanan

Penilaian anak usia sekolah terhadap suatu menu berhubungan dengan

beberapa karakteristik menu yaitu siklus menu, warna, penampakan, terkstur,

aroma, bentuk potongan, popularitas makanan, dan suhu penyajian. Selain itu

penilaian terhadap makanan juga dipengaruhi oleh kesukaan (Uripi & Santoso

1995; Marotz 2005). Tabel 30 menunjukkan daya terima responden SDA dan

SDP terhadap rasa makanan.

Tabel 30 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap rasa makanan katering

Responden Rasa Hari ke

Rata-rata Hari 1 Hari 2

n % n % %

SDA

Enak 22 52.4 19 57.6 55 Biasa 18 42.9 14 42.4 42.7

Tidak enak 2 4.8 0 0 2.4 Jumlah 42 100 33 100 100

KB SDP

Enak 9 56.25 3 25 40.6 Biasa 6 37.5 6 50 43.8

Tidak enak 1 6.25 3 25 15.6 Jumlah 16 100 12 100 100

KH SDP

Enak 10 66.7 9 50 58.4 Biasa 5 33.3 9 50 41.7

Tidak enak 0 0 0 0 0 Jumlah 15 100 18 100 100

Lebih dari 40% responden SDA dan SDP menyatakan makanan katering

enak. Persentase rata-rata tertinggi responden yang menyatakan enak terhadap

54

rasa makanan katering adalah responden katering harian SDP. Persentase

responden katering bulanan SDP yang menjawab enak pada hari pertama lebih

besar daripada hari kedua. Tabel 31 menunjukkan daya terima responden SDA

dan SDP terhadap aroma makanan.

Tabel 31 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap aroma makanan katering

Responden Aroma Hari ke

Rata-rata Hari 1 Hari 2

n % n % %

SDA Mengundang selera 21 50 13 39.4 44.7

Tidak beraroma 21 50 20 60.6 55.3 Jumlah 42 100 33 100 100

KB SDP Mengundang selera 8 50 6 50 50

Tidak beraroma 8 50 6 50 50 Jumlah 16 100 12 100 100

KH SDP Mengundang selera 14 93.3 13 72.2 82.8

Tidak beraroma 1 6.7 5 27.8 17.3 Jumlah 15 100 18 100 100

Berdasarkan Tabel 31 lebih dari 40% responden SDA dan SDP

menyatakan aroma makanan mengundang selera. Persentase rata-rata tertinggi

responden yang menjawab mengundang selera adalah responden katering

harian SDP. Lebih dari 49% responden katering bulanan SDA dan SDP

menyatakan rasa makanan tidak beraroma.

Menurut Winarno (2002), tekstur dan konsistensi suatu bahan makanan

akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh makanan tersebut. Daya

terima responden terhadap tekstur makanan disajikan pada Tabel 32, sedangkan

daya terima terhadap suhu penyajian disajikan pada Tabel 33.

Tabel 32 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap tekstur makanan katering

Responden Tekstur Hari ke

Rata-rata Hari 1 Hari 2

n % n % %

SDA

Sesuai 34 81 28 84.8 82.9 Terlalu keras 7 16.7 5 15.2 15.95

Terlalu lembek 1 2.4 0 0 1.2 Jumlah 42 100 33 100 100

KB SDP

Sesuai 12 75.0 6 50 62.5 Terlalu keras 3 18.8 2 16.7 17.75

Terlalu lembek 1 6.2 4 33.3 19.75 Jumlah 16 100 12 100 100

KH SDP

Sesuai 15 100 17 94.4 97.2 Terlalu keras 0 0 1 5.6 2.8

Terlalu lembek 0 0 0 0 0 Jumlah 15 100 18 100 100

55

Persentase rata-rata tertinggi responden yang menjawab tekstur

makanan sesuai adalah responden katering harian SDP, responden SDA, dan

yang terendah adalah responden katering bulanan SDP. Responden katering

bulanan SDA dan SDP yang menyatakan tekstur makanan terlalu keras pada

hari pertama lebih besar daripada hari kedua.

Tabel 33 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap suhu penyajian makanan katering

Responden Suhu Penyajian Hari ke

Rata-rata Hari 1 Hari 2

n % n % %

SDA

Sesuai 13 31 7 21 26 Kurang hangat 29 69 26 78 73.5 Terlalu panas 0 0 0 0 0

Jumlah 42 100 33 100 100

KB SDP

Sesuai 8 50 5 41.7 45.9 Kurang hangat 8 50 7 58.3 54.2 Terlalu panas 0 0 0 0 0

Jumlah 16 100 12 100 100

KH SDP

Sesuai 9 60 8 44.4 52.2 Kurang hangat 6 40 9 50 45 Terlalu panas 0 0 1 5.6 2.8

Jumlah 15 100 18 100 100

Lebih dari 50% responden katering bulanan SDA dan SDP menyatakan

makanan katering kurang hangat. Hal ini disebabkan jarak waktu antara

pendistribusian makanan ke sekolah dengan pelaksanaan makan siang yang

terlalu panjang, yaitu 100 menit di SDA dan 30-115 menit di SDP.

Daya terima responden terhadap warna, variasi, dan kebersihan makanan

Menurut Marotz (2005), warna merupakan komponen sensori yang paling

berpengaruh. Anak usia sekolah senang dengan warna-warna yang menarik,

sehingga menyediakan makanan yang memiliki warna yang bervariasi sangat

penting. Daya terima responden SDA dan SDP terhadap warna makanan

disajikan pada Tabel 34.

Persentase rata-rata responden SDA dan SDP yang menyatakan suka

terhadap warna makanan katering kurang dari 25%. Sebagian besar (>50%)

responden SDA dan SDP menjawab biasa. Hal ini dapat menunjukkan bahwa

warna makanan katering SDA dan SDP masih belum menarik bagi responden.

Warna yang menarik diperoleh dari kombinasi warna makanan dalam menu.

Tidak terdapat responden katering harian SDP yang menjawab tidak suka.

56

Tabel 34 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap warna makanan katering

Responden Warna Hari ke

Rata-rata Hari 1 Hari 2

n % n % %

SDA

Suka 9 21.4 4 12.1 16.8 Biasa 29 69 25 75.8 72.4

Tidak suka 4 9.5 4 12.1 10.8 Jumlah 42 100 33 100 100

KB SDP

Suka 5 31.2 2 16.7 24 Biasa 8 50 8 66.7 58.4

Tidak suka 3 18.8 2 16.7 17.8 Jumlah 16 100 12 100 100

KH SDP

Suka 4 26.7 2 11.1 18.9 Biasa 11 73.3 16 88.9 81.1

Tidak suka 0 0 0 0 0 Jumlah 15 100 18 100 100

Tabel 35 menunjukkan daya terima responden SDA dan SDP terhadap

variasi makanan katering. Menu makanan katering harian SDP lebih bervariasi

daripada menu makanan katering bulanan. Lebih dari 55% responden SDA dan

SDP menyatakan makanan katering cukup bervariasi.

Tabel 35 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap variasi makanan katering

Responden Variasi Makanan Hari ke

Rata-rata Hari 1 Hari 2

n % n % %

SDA

Bervariasi 15 37.5 6 18.2 27.9 Cukup bervariasi 22 52.4 20 60.6 56.5 Kurang bervariasi 5 11.9 7 21.2 16.6

Jumlah 42 100 33 100 100

KB SDP

Bervariasi 3 18.8 2 16.7 17.8 Cukup bervariasi 13 81.2 8 66.7 74.0 Kurang bervariasi 0 0 2 16.7 8.4

Jumlah 16 100 12 100 100

KH SDP

Bervariasi 1 6.7 4 22.2 14.5 Cukup bervariasi 11 73.3 12 66.7 70.0 Kurang bervariasi 3 20 2 11.1 15.6

Jumlah 15 100 18 100 100

Tabel 36 menunjukkan kebosanan responden terhadap makanan

katering. Persentase rata-rata tertinggi responden yang menjawab bosan

terhadap makanan katering adalah responden SDA (13.2%). Sebagian besar

(>50%) responden SDA dan SDP menjawab biasa. Lebih dari 20% responden

SDA dan SDP menyatakan tidak bosan terhadap makanan katering.

Walaupun lebih dari 50% responden menyatakan makanan katering telah

bervariasi, namun responden tetap saja bosan. Hal ini disebabkan variasi menu

yang dilakukan oleh katering hanya sebatas pada cara pengolahan makanan,

namun bahan makanan yang digunakan tetap sama.

57

Tabel 36 Kebosanan responden SDA dan SDP terhadap makanan katering

Responden

Kebosanan terhadap makanan

Hari ke Rata-rata

Hari 1 Hari 2 n % n % %

SDA

Bosan 6 14.3 4 12.1 13.2 Biasa 23 54.8 25 75.8 65.3

Tidak bosan 13 31 4 12.1 21.6 Jumlah 42 100 33 100 100

KB SDP

Bosan 0 0 1 8.3 4.2 Biasa 13 81.2 8 66.7 74.0

Tidak bosan 3 18.8 3 25 21.9 Jumlah 16 100 12 100 100

KH SDP

Bosan 1 6.7 2 11.1 8.9 Biasa 9 60 12 66.7 63.4

Tidak bosan 5 33.3 4 22.2 27.8 Jumlah 15 100 18 100 100

Tabel 37 menunjukkan daya terima responden SDA dan SDP terhadap

kebersihan makanan katering. Persentase rata-rata tertinggi responden yang

menjawab bersih adalah responden katering harian SDP. Persentase responden

SDA dan SDP yang menjawab bersih pada hari pertama lebih besar daripada

hari kedua.

Tabel 37 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap kebersihan makanan katering

Responden Kebersihan Makanan

Hari ke Rata-rata Hari 1 Hari 2

n % n % %

SDA

Bersih 12 28.6 8 24.2 26.4 Cukup bersih 28 66.7 22 66.7 66.7 Kurang bersih 2 4.8 3 9.1 7

Jumlah 42 100 33 100 100.0

KB SDP

Bersih 6 37.5 3 25 31.3 Cukup bersih 10 62.5 8 66.7 64.6 Kurang bersih 0 0 1 8.3 4.2

Jumlah 16 100 12 100 100

KH SDP

Bersih 9 60 9 50 55 Cukup bersih 6 40 9 50 45 Kurang bersih 0 0 0 0 0

Jumlah 15 100 18 100 100

Marotz (2005) menyebutkan bahwa penting untuk memperkenalkan jenis-

jenis makanan baru pada anak. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat mengenal

berbagai jenis makanan. Sebanyak 19% responden SDA pada hari pertama dan

12.1% responden pada hari kedua menyatakan pernah memakan makanan baru

yang disajikan katering dan belum pernah mencoba makanan tersebut

sebelumnya. Sebanyak 12.5% dan 8.3% responden katering bulanan SDP pada

hari pertama dan kedua menyatakan pernah memakan makanan baru serta

58

sebanyak 26.7% responden katerin harian SDP pada hari pertama dan 33.3%

hari kedua menyatakan pernah memakan makanan baru yang disajikan katering.

Kebersihan makanan pada saat disajikan penting untuk diperhatikan. Hal

ini terkait dengan keamanan pangan dan pencegahan keracunan makanan.

Persentase daya terima responden terhadap makanan katering secara

keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 38.

Tabel 38 Persentase rata-rata daya terima responden terhadap makanan katering berdasarkan komponenya pada hari ke-1 dan hari ke-2

Komponen Daya Terima Makanan Persentase rata-rata daya terima makanan SDA (%) KB SDP (%) KH SDP (%)

Kebiasaan menghabiskan makanan (Ya)

54.3 56.3 81.7

Porsi (Sesuai) 72.2 96.9 85.0 Rasa (Enak) 55.0 40.6 58.4 Aroma (mengundang selera) 44.7 50.0 82.8 Tekstur (sesuai) 82.9 62.5 97.2 Suhu penyajian (sesuai) 26.0 45.9 52.2 Warna (suka) 16.8 24.0 18.9 Variasi makanan (bervariasi) 27.9 17.8 14.5 Kebosanan (tidak bosan) 21.6 20.5 27.8 Kebersihan (bersih) 15.4 31.3 55.0 Kesukaan (suka) 37.7 29.2 68.4 Kepuasan (puas) 28.6 18.8 48.9

Rata-rata 40.2 41.1 57.5

Persentase rata-rata daya terima responden terhadap seluruh komponen

daya terima makanan teringgi adalah makanan katering harian SDP (57.5%). Hal

ini karena responden katering harian SDP bebas memilih makanan sesuai

dengan keinginannya.

59

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sistem penyelenggaraan makanan sekolah di katering SDA dan SDP

sudah berjalan dengan baik, namun ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan,

diantaranya keterlibatan orang tua dalam pemilihan menu makanan katering.

Jarak waktu antara pendistribusian makanan ke sekolah dan waktu pelaksanaan

makan siang di kedua sekolah terlalu panjang sehingga makanan yang tersaji

menjadi kurang hangat. Persentase rata-rata pengelola katering SDA dan SDP

yang menerapkan prinsip higiene personal lebih dari 50%, sedangkan

persentase persyaratan sanitasi jasa boga yang diterapkan di dapur katering

SDA dan SDP lebih dari 60%.

Rata-rata tingkat ketersediaan energi makanan katering SDA dan SDP

belum mencapai 1/3 kebutuhan energi responden, namun rata-rata tingkat

ketersediaan makanan katering bulanan SDP hampir mendekati (31.2%).

Ketersediaan energi makanan katering harian SDP yang mencapai 1/3

kebutuhan energi adalah nasi dan ayam krispi.

Rata-rata tingkat ketersediaan vitamin C makanan katering SDA lebih

banyak berasal dari buah dan sayur yang disajikan setiap hari. Persentase rata-

rata daya terima responden terhadap seluruh komponen daya terima makanan

teringgi adalah makanan katering harian menu pilihan SDP (57.5%). Hal ini

karena responden katering harian SDP memilih makanan sesuai dengan

keinginannya.

Saran

Saran untuk katering sekolah SDIT Aliya adalah, sebaiknya jumlah

makanan per porsi ditingkatkan. Standar makanan per porsi yang disarankan

adalah dua centing nasi (150g), satu potong lauk hewani (50g), satu potong lauk

nabati (50g), satu porsi sayuran (50g tanpa kuah), dan satu potong buah (50g).

Hal ini sangat berpengaruh terhadap sumbangan energi untuk contoh.

Saran untuk katering SD Pertiwi adalah sebaiknya sayur dan buah

disediakan setiap hari baik sebagai menu makanan katering bulanan maupun

menu makanan katering harian untuk meningkatkan konstribusi vitamin larut air

dan serat. Pelaksanaan makan siang sebaiknya dilakukan secara bersama-sama

di satu tempat dan dalam satu waktu agar pelaksanaan makan siang lebih

teratur.

60

Kebutuhan gizi untuk anak usia sekolah sebaiknya disosialisasikan

kepada pihak katering agar katering dapat menyajikan hidangan sesuai dengan

kbutuhan gizi anak. Orang tua dan anak sebaiknya dilibatkan dalam menentukan

pilihan menu, agar makanan katering sesuai dengan makanan kesukaan anak.

Evaluasi menu sebaiknya dilakukan oleh kedua dengan cara memberikan

angket/form daya terima makanan secara berkala. Jenis bahan makanan yang

digunakan sebaiknya lebih bervariasi agar anak tidak merasa bosan.

Waktu pendistribusian makanan sebaiknya tidak terlalu jauh dari

pelaksanaan makan siang, agar makanan tersaji dalam keadaan hangat.

Penerapan higiene personal dan sanitasi jasa boga sebaiknya ditingkatkan oleh

pengelola kedua katering agar menu makanan yang dihasilkan terjamin

kebersihannya dan terhindar dari kemungkinan kontaminasi.

61

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Shobahiya M. 2009. Sistem pendidikan studi antara Indonesia dan Jepang. http://eprints.ums.ac.id/928/1/Artikel_Ishraqi5.rtf.html [12 Februari 2009]

Almatsier S, editor. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia.

Arnawa IGPP dan Astina ING. 1995. Tata Hidangan. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Nonteknik II.

Depdiknas. 2009. Sistem pendidikan nasional. http://www. Depdiknas.go.id.html [12 Februari 2009].

Endres JB, Rockwell RE, Mense CG. 2004. Food Nutrition and The Young Child 4th Edition. New Jersey : Paerson Education, Inc Upper Saddle River.

Fadiati A. 1988. Pengelolaan Usaha Boga (katering management). Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

FAO. 2001. Human Energi Requirement: Report of a Joint FAO/WHO/UNU Expert Consultation. Food and Nutrition Technical Report Series No. 1. Roma.

Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia IPB.

Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Hidayat AAA. 2007. Siapa Bilang Anak Sehat Pasti Cerdas. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.

Hanes S, Vermeersch J, Gale S. 1984. The national evaluation of school nutrition programs: program impact on dietary intake. The American Journal of Clinical Nutrition 1984;40:390-413.

Khomsan A. 2005. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan 2. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Kusharto CM, Sa’diyyah NY. 2007. Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Mahan LK, Stump SE. 2004. Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy 11th Edition. USA : Elsevier.

Marotz LR, Cross MZ, Rush JM. 2005. Health, Safety, and Nutrition for Young Child 6th Edition. USA : The Thompson Coorporation.

62

Menteri Kesehatan. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang persyaratan higiene dan sanitasi jasa boga. http://www.depkes.go.id. [12 Februari 2009].

Menteri Pendidikan Nasional. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomo5 50 tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah. http://www.depdiknas.go.id. [12 Februari 2009]

Moehji S. 1980. Ilmu Gizi Jilid 2. Jakarta : Bhratara Karya Aksara.

Muhilal, Hardinsyah. 2004. Penentuan Kebutuhan Gizi dan Kesepakatan Harmonisasi di Asia Tenggara. Di dalam : Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding Widya Karya Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta : Organisasi di Bidang Pangan dan Gizi. hlm 301-303.

Mukrie NA et al. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta : Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat bekerja sama dengan Akademi Gizi Depkes RI.

Nasoetion A, Riyadi H. 1995. Gizi Terapan. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Nonteknik II.

Nasoetion, A. 1980. Penilaian Citarasa I. Bogor : Departemen Ilmu Kesejahteraan Keluarga Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Pamudji D. 1996. Petunjuk Praktis Usaha Katering. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Purnawijayanti HA. 2001. Higiene, Sanitasi, dan Keselamatan Kerja Dalam Pengolahan Pangan. Yogyakarta : Kanisius.

Rositawaty S. 2007. 25 Kiat Sehat Bugar. Bandung : PT. Karya Kita.

Rusilanti. 2007. Sehat Dengan Jus Buah. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka.

RSCM dan Persagi. 1994. Penuntun Diit Anak. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sizer FS, Whitney E. 2008. Nutrition Concept and Controversies. USA : The Thomson Corporation.

Sullivan CF, Atlas C. 1998. Health Care Food Service Sistems Management 3rd edition. USA : Jones & Bartlett Publishers.

Tarwotjo CS. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Uripi V, Santoso H. 1995. Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

63

Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Nonteknik II.

Widyati R, Yuliarsih. 2002. Higiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan. Jakarta: PT. Grasindo.

Widyati R. 2001. Pengetahuan Dasar Pengolahan Makanan Indonesia. Jakarta : PT. Grasindo.

Wirakusumah ES, Santoso H, Roetidjo D, Retnaningsih. 1989. Diktat Manajemen Gizi Institusi. Bogor : Jurusan GMSK Faperta IPB.

Yuliati LN, Santoso H. 1995. Manajemen Gizi Institusi. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Nonteknik II.

64

65

Lampiran 1 Siklus menu katering SDA dan SDP

Siklus Menu Katering SDA Bulan April 2009

Minggu Ke Senin Selasa Rabu Kamis Jumat

1

Nasi Krecek

Semur telur Bakwan sayur Sop sayuran

Buah

Nasi Rolade Capcay

Bihun goreng buah

Nasi Sop jagung Mie goreng

Sosis buah

Nasi Ayam tepung

Sayur kari Buah

Nasi Ayam suwir

Tempe balado Sop sayuran

buah

2

Nasi Nugget

Tumis jamur Tempe kecap

buah

Nasi Semur daging

Macaroni tumis Tahu buah

Nasi Perkedel

Telur Soto buah

Nasi ikan pesmol

Urab Tahu tauco

Buah

Nasi Sayur asem

Ayam goreng Tempe goreng

buah

3

Nasi Acar timun

Ikan terbang Pepes tahu

Buah

Nasi Daging semur

Mie goreng Buah

Nasi Telur balado Buncis gule

Tempe tepung buah

Nasi Tahu kare Sayur toge

Pepes tongkol Buah

Nasi Ikan teri

Sayur kate Tehu pepes

Buah

4 Nasi Telur bumbu bali

Tumis buncis Bakwan jagung

Buah

Nasi Bistik daging

Capcay Kering kentang

buah

Nasi Ayam goreng

tepung Bihun goreng

Sayur sop Buah

Libur Nasi Ayam suwir Tempe orek Sayur sop

Buah

Siklus Menu Katering SDP Bulan Mei 2009

Minggu Ke Senin Selasa Rabu Kamis

1

Nasi Gulai ayam

Tumis kc. Panjang Bakwan sayur

Kerupuk Buah

Nasi Ikan balado Gado-gado Gorengan Kerupuk

Buah

Nasi Dendeng ragi

Sop sayur Gorengan Kerupuk

Buah

Nasi Opor ayam

Gulai daun singkong Gorengan Kerupuk

Buah

2

Nasi Paru goreng

Lodeh Ikan asin Kerupuk

Buah

Nasi pepes Ayam kremes

Tempe cabe ijo Sambal lalab

Buah

Nasi Soto betawi

Perkedel Gorengan Emping Buah

Nasi Teri balado Sayur asem

Goreng oncom Sambel lalab

3

Nasi Pepes ayam

Sambal gadok Bakwan rebon

Kerupuk Buah

Nasi Ikan asem manis

Sop jagung Tempe kering

Kerupuk Buah

Nasi Rollade

Cap cay kuah Gorengan Kerupuk

Buah

Nasi Chicken teriyaki

Tumis toge Balado terung

Kerupuk Buah

4

Nasi Rending telur Cak kangkung

Cumi Gorengan Kerupuk

Buah

Nasi Semur ayam

Sambal goreng kentang Buncis

Gorengan Kerupuk

Buah

- -

66

Lampiran 2 Tata tertib katering/snack yang ditetapkan oleh SDA