ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS IKAN TUNA ...repository.ub.ac.id/4043/1/Hamdania Hesti...
Transcript of ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS IKAN TUNA ...repository.ub.ac.id/4043/1/Hamdania Hesti...
ANALISIS SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS IKAN TUNA BERDASARKAN PERBEDAAN SUHU DAN
FREKUENSI PEMAKAIAN MINYAK PADA PENGGORENGAN VAKUM
SKRIPSI
Oleh :
HAMDANIA HESTI RIZKA FADLILAH NIM 125100601111027
JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
Analisis Sifat Fisik Dan Organoleptik Sosis Ikan Tuna Berdasarkan Perbedaan Suhu dan Frekuensi Pemakaian
Minyak Pada Penggorengan Vakum
SKRIPSI
Oleh : HAMDANIA HESTI RIZKA FADLILAH
NIM 125100601111027
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
JURUSAN KETEKNIKAN PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
iii
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul TA : Analisis Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Ikan Tuna Berdasarkan Perbedaan Suhu dan Frekuensi Pemakaian Minyak pada Penggorengan Vakum
Nama Mahasiswa : Hamdania Hesti Rizka Fadlilah
NIM : 125100601111027
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Program Studi : Teknologi Bioproses
Fakultas : Teknologi Pertanian
Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,
Dr.Ir. Anang Lastriyanto, M.Si Dr.Ir. Bambang Susilo, M.Sc.Agr NIP. 19621004 199002 1 001 NIP. 19620719 198701 1 001
Tanggal Persetujuan : Tanggal Persetujuan :
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Judul TA : Analisis Sifat Fisik dan Organoleptik
Sosis Ikan Tuna Berdasarkan Perbedaan
Suhu dan Frekuensi Pemakaian Minyak
Pada Penggorengan Vakum
Nama Mahasiswa : Hamdania Hesti Rizka Fadlilah
NIM : 125100601111027
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Program Studi : Teknologi Bioproses
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,
Dr.Ir. Anang Lastriyanto, M.Si Dr.Ir. Bambang Susilo, M.Sc.Agr
NIP. 19621004 199002 1 001 NIP. 19620719 198701 1 001
Dosen Penguji I, Ketua Jurusan,
Prof.Dr.Ir. Sumardi H.S, MS. La Choviya Hawa, STP. MP.Ph.D
NIP. 19540112 198002 1 001 NIP.19780307 200012 2 001
Tanggal Lulus TA :
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama Mahasiswa : Hamdania Hesti Rizka Fadlilah
NIM : 125100601111027
Jurusan : Keteknikan Pertanian
Program studi : Teknologi Bioproses
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul TA : Analisis Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Ikan Tuna Berdasarkan Perbedaan Suhu Dan Frekuensi Pemakaian Minyak Pada Penggorengan Vakum
Menyatakan bahwa,
TA dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut
di atas. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak
benar, penulis bersedia dituntut sesuai hukum yang berlaku.
Malang, 3 Agustus 2017
Pembuat Pernyataan,
Hamdania Hesti Rizka Fadlilah NIM 125100601111027
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Rembang, 29 Januari 1995 dari Ayah, Danuri (Alm) dan Ibu, Umi Hamtin Endang Utami. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang mana memiliki adik bernama Hamdania Rizki Dyah Puspita. Pendidikan yang telah ditempuh penulis antara lain : TK Dharma Wanita Rembang, SD Negeri 3 Waru Rembang lulus pada tahun 2006. Kemudian meneruskan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Rembang lulus pada tahun 2009, dan kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Rembang lulus pada tahun 2012. Penulis kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi melalui jalur PSB-Akademik di Jurusan Keteknikan Pertanian Minat Teknik Biproses, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Selama menempuh kuliah di Perguruan Tinggi, penulis aktif dalam organisasi antara lain : Staff di Departemen Komunitas Fotografi (Tustel), Staff di Departemen FLOTUS, Sekretaris Departemen Paduan Suara Mahasiswa FLOICE pada tahun 2013-2014, Sekretaris di Departemen Homeband FLOPI pada tahun 2014-2015. Selain itu, tergabung dalam tim Paduan Suara Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FLOICE), penulis mengikuti beberapa kompetisi Paduan Suara dan Vokal Grup, dan berhasil meraih penghargaan diantaranya: Juara 1 Lomba Paduan Suara Olimpiade Brawijaya 2013Juara 1 Lomba Vokal Grup GSC 2014 Universitas Negeri Malang, Juara 2 Brawijaya Choir Festival 2014, dan menjadi Juara Umum pada 1st Lanna International Choir Competition di Chiangmai, Thailand pada tahun 2016. Penulis mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) pada bulan Februari 2015 di PT. Petrokimia Gresik, Jawa Timur.
vii
Hamdania Hesti Rizka Fadlilah. 125100601111027. Analisis Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Ikan Tuna Berdasarkan Perbedaan Suhu dan Frekuensi Pemakaian Minyak pada Penggorengan Vakum. Skripsi. Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Anang Lastriyanto, M.Si dan Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc. Agr. Dosen Penguji : Prof. Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, MS.
RINGKASAN
Pengolahan ikan tuna menjadi sosis ikan tuna merupakan salah satu usaha untuk mengatasi kesulitan dalam penyimpanan dan pendistribusian ikan tuna segar. Namun jenis olahan makanan ini juga memiliki kekurangan yaitu produk ini harus disimpan pada suhu rendah. Maka perlu pengolahan lebih lanjut untuk menjadikan sosis ikan lebih tahan lama dalam kondisi suhu kamar serta kualitasnya terjaga, yaitu dengan cara menggorengnya dengan metode vakum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh suhu dan penggunaan minyak berulang terhadap karakteristik fisik dan organoleptik sosis ikan Tuna.
Penelitian ini memiliki dua variabel perlakuan yaitu suhu 100oC, 110oC, dan 120oC dan frekuensi pemakaian minyak sebanyak 10 kali. Analisa dilakukan untuk mengetahui kadar air, warna, tekstur, bulk density, solid density, porosity, kesetimbangan massa, serta uji organoleptik terhadap warna dan teksturnya. Analisa data dilakukan dengan menggunakan uji Annova dan uji lanjut Duncan.
Berdasarkan hasil penelitian, nilai kadar air keripik sosis ikan tuna tertinggi 6.86% dan terendah adalah 2.88%, nilai kekerasan tertinggi adalah 1006.3 gf dan terendah adalah 702.3
gf, rendemen tertinggi sebesar 27.56% dan terendah sebesar
24.96%, tingkat kesukaan terhadap warna tertinggi adalah 5.5 dan terendah 4.1, tingkat kesukaan terhadap tekstur tertinggi adalah 5.3 dan terendah adalah 4.5, dan nilai Bulk Density, Soild Density, dan
Porosity tertinggi masing-masing adalah 0.591 g/ml, 1.025 g/ml, dan 63.254 %dan terendah masing-masing adalah 0.294 g/ml, 0,901 g/ml,
dan 59,008 %. Perlakuan suhu penggorengan menunjukkan pengaruh nyata terhadap intensitas warna, sensoris warna, serta Bulk Density, Solid Density, dan Porositas. Sedangkan
viii
frekuensi pemakaian minyak menunjukkan pengaruh nyata pada intensitas warna b*, sensosris warna, solid density serta porositas. Perlakuan suhu dan frekuensi pemakaian minyak tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air, tekstur, kekerasan, serta rendemen.
Kata Kunci : Sosis Ikan Tuna, Vacuum Frying, Annova, Suhu, Frekuensi Minyak.
ix
Hamdania Hesti Rizka Fadlilah. 125100601111027. Physical Properties and Organoleptic of Vacuum Fried Tuna Fish Sausage with Difference Frying Temperature and Frequently Used Cooking Oil. Thesis Undergraduate. Supervisor : Dr. Ir. Anang Lastriyanto, M.Si and Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc. Agr. Examiner : Prof. Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, MS.
SUMMARY
Processing tuna fish into tuna fish sausage is an effort to overcome difficulties in storage and distribution of fresh tuna. However this type of processed food also has a weakness which is it should be stored at low temperatures. It is necessary need further processing to make fish sausage more durable in room temperature conditions and the maintained quality, that is by frying with vacuum method. This study aims to determine how the influence of temperature and the use of repetitive oil on physical and organoleptic characteristics of Tuna fish sausage.
This study had two treatment variabels which was the temperature with three temperature: 100oC, 110oC, and 120oC and 10 times frequency of cooking oil. The analysis performed to determine the water content, color, texture, bulk density, solid density, porosity, mass balance, and organoleptic test of color and texture. Data analysis was performed using Annova test and Duncan's advanced test.
Based on the results, the highest water content value was 6.86% and the lowest was 2.88%, the hisghest hardness value was 1006.3 gf and the lowest was 702.3 gf, the highest rendement was 27.56% and the lowest was 24.96%, the highest hedonic of color was 5.5 and the lowest was 4.1, the highest hedonic of texture was 5.3 and the lowest was 4.5, the highest value of Bulk Density, Solid Density, and Porosity were adalah
0.591 g/ml, 1.025 g/ml, dan 63.254 % and the lowest were 0.294
g/ml, 0,901 g/ml, dan 59,008 % . The frying temperature treatment showed a real effect on color intensity, color sensory and
x
texture sensory, as well as Bulk Density, Solid Density, and Porosity. While the frequently cooking oil used treatments showed a real effect on color intensity b*, sensory color and sensory texture, solid density and porosity. Treatment of temperature and frequency of cooking oil has no significant effect on water content, texture, hardness, and rendement.
Keywords : Tuna Fish Sausage, Vacuum Frying, Annova,
Temperature, Cooking Oil Frequency
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Tugas Akhir (TA) yang berjudul “Analisis Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Ikan Tuna Berdasarkan Perbedaan Suhu Dan Pemakaian Minyak Berulang Pada Penggorengan Vakum”
Dalam penyusunan laporan ini, tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, baik berupa dukungan moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Anang Lastriyanto, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Pertama yang telah memberikan pengarahan dan masukan dalam penyusunan proposal Tugas Akhir ini
2. Bapak Dr. Ir. Bambang Susilo, M.Sc.Agr. selaku Dosen Pembimbing Kedua yang telah memberikan masukan dan nasehat yang berharga demi kemajuan proposal ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Sumardi Hadi Sumarlan, Ms. Selaku dosen penguji
4. Ibu La Choviya Hawa, S.TP. MP. Ph.D. Selaku Ketua Jurusan Keteknikan Pertanian yang turut membantu arahan kepada penulis
5. Orangtua tercinta, Bapak Danuri (Alm) dan Ibu Umi Hamtin Endang Utami serta adik tercinta Ita, atas dukungan, doa, fasilitas, dan motivasi selama menempuh pendidikan kuliah ini.
6. Atiqa Nusaibah dan Ani Nurina Laili sebagai rekan penelitian Tugas Akhir
7. Seluruh sahabat dan teman organisasi yang tidak bisa sisebutkan satu-satu yang telah mendukung dan mendoakan, dan memotivasi selama proses pengerjaan tugas akhir.
8. Seluruh teman-teman TBP 2012 yang tidak bisa disebutkan satu-satu, atas doa dan motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan TA tepat waktu.
xii
Penulis menyadari keterbatasan dan kemampuan dalam penyusunan proposal ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga berguna bagi penulis untuk menyempurnakan laporan praktek kerja lapang ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Malang, 3 Agustus 2017
Penulis,
Hamdania Hesti Rizka Fadlilah
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN.........................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................iv
RIWAYAT HIDUP........................................................................v
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR..............................vi
RINGKASAN..............................................................................vii
SUMMARY.................................................................................ix
KATA PENGANTAR..................................................................xi
DAFTAR ISI..............................................................................xiii
DAFTAR TABEL......................................................................xvii
DAFTAR GAMBAR..................................................................xix
DAFTAR LAMPIRAN................................................................xx
I. PENDAHULUAN...........................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................4
1.3 Tujuan Penelitian.................................................4
1.4 Manfaat Penelitian...............................................5
1.5 Batasan Masalah.................................................5
xiv
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Tuna.............................................................7
2.2 Sosis..................................................................10
2.2.1 Klasifikasi Sosis..........................................11
2.2.2 Emulsi.........................................................12
2.2.3 Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi...........13
2.3 Minyak Goreng..................................................14
2.4 Penggorengan Vakum.......................................17
2.5 Warna.................................................................20
2.6 Tekstur...............................................................21
2.7 Organoleptik.......................................................22
III. METODOLOGI PENELITIAN.....................................25
3.1 Waktu Pelaksanaan dan Tempat.......................25
3.2 Alat dan Bahan Penelitian..................................25
3.2.1 Alat..............................................................25
3.2.2 Bahan..........................................................27
3.3 Metode Penelitian..............................................28
3.4 Pelaksanaan Penelitian......................................29
3.4.1 Pembuatan Sosis Tuna...............................29
3.4.2 Perajangan dan Pengukusan......................30
3.4.3 Penimbangan dan Pengukuran...................31
3.4.4 Tahap Penggorengan Vakum.....................31
3.4.5 Penirisan Minyak.........................................32
3.4.6 Pengujian Sampel.......................................32
3.5 Diagram Alir.......................................................33
xv
3.5.1 Diagram Alir Penelitian Tahap 1.................33
3.5.2 Diagram Alir Penelitian Tahap 2.................34
3.6 Analisis Sampel..................................................35
3.6.1 Kadar Air.....................................................35
3.6.2 Densitas dan Porositas...............................36
3.6.3 Warna..........................................................38
3.6.4 Tekstur........................................................39
3.6.5 Mass Balance.............................................39
3.6.6 Uji Organoleptik..........................................40
3.7 Analisis Data......................................................40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................41
4.1 Kandungan Kadar Air.........................................41
4.2 Warna.................................................................44
4.2.1 Kecerahan (L).............................................45
4.2.2 Kemerahan (a*)...........................................47
4.2.3 Kekuningan (b*)..........................................50
4.3 Kekerasan..........................................................53
4.4 Rendemen..........................................................56
4.5 Uji Organoleptik Sosis Ikan Tuna.......................58
4.5.1 Sensoris Warna...........................................59
4.5.2 Sensoris Tekstur.........................................62
4.6 Bulk Density, Solid Density, dan Porosity.........64
4.6.1 Bulk Density................................................64
4.6.2 Solid Density...............................................67
4.6.3 Porosity.......................................................70
xvi
V. KESIMPULAN DAN SARAN.....................................75
5.1 Kesimpulan........................................................75
5.2 Saran.................................................................76
DAFTAR PUSTAKA.................................................................77
xvii
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
2.1 Komposisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna per
100g.................................................................................9
2.2 Produksi Ikan Tuna Tahun 1992-2001..........................10
2.3 Komposisi kimia bahan pengikat dan bahan pengisi.....14
2.4 Jumlah minyak yang terserap dalam makanan
gorengan.......................................................................16
3.1 Kombinasi perlakuan suhu dan frekuensi pemakaian
minyak...........................................................................29
4.1 Uji lanjut pengaruh suhu terhadap warna L sosis ikan
tuna................................................................................46
4.2 Uji lanjut pengaruh suhu terhadap warna a* sosis ikan
tuna................................................................................49
4.3 Uji lanjut pengaruh suhu terhadap warna b* sosis ikan
tuna................................................................................52
4.4 Uji lanjut pengaruh frekuensi pemakaian minyak
terhadap warna b* keripik sosis ikan tuna.....................52
4.5 Uji lanjut tingkat kesukaan terhadap warna sosis ikan
tuna................................................................................61
4.6 Uji lanjut pengaruh suhu terhadap Bulk Density sosis
ikan tuna........................................................................66
4.7 Uji Lanjut pengaruh suhu dan frekuensi pemakaian
minyak terhadap solid density sosis ikan tuna..............69
xviii
4.8 Uji Duncan 5% Interaksi perlakuan TM parameter
porositas........................................................................72
xix
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
2.1 Diagram Perspektif dan Skematik Vacuum Fryer..........18
3.1 Diagram alir penelitian tahap 1......................................33
3.2 Diagram alir penelitian tahap 2......................................34
4.1 Diagram hasil uji kadar air sosis ikan tuna....................41
4.2 Diagram hasil uji fisik warna L sosis ikan tuna..............44
4.3 Diagram hasil uji fisik warna a* sosis ikan tuna.............48
4.4 Diagram hasil uji fisik warna b* sosis ikan tuna.............51
4.5 Diagram hasil uji fisik tekstur sosis ikan tuna................54
4.6 Diagram hasil uji organoleptik terhadap warna sosis ikan
tuna................................................................................57
4.7 Diagram hasil uji organoleptik terhadap tekstur sosis ikan
tuna................................................................................59
4.8 Diagram pengukuran Bulk Density sosis ikan tuna.......62
4.9 Diagram pengukuran Solid Density sosis ikan tuna......65
4.10 Diagram hasil pengukuran porositas sosis ikan tuna....68
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Form uji organoleptik.....................................................85
2. Data hasil pengukuran kadar air sosis ikan tuna...........86
3. Data hasil analisis kadar air sosis ikan tuna..................88
4. Data hasil pengukuran Bulk Density, Solid Density, dan
Porosity .........................................................................89
5. Data hasil analisis Bulk Density, Solid Density, dan
Porosity ........................................................................91
6. Data hasil uji fisik tekstur sosis ikan tuna......................96
7. Data hasil analisis tekstur sosis ikan tuna....................98
8. Data hasil uji fisik warna sosis ikan tuna.......................99
9. Data hasil analisis warna sosis ikan tuna....................101
10. Analisa keseimbangan massa.....................................106
11. Data hasil perhitungan keseimbangan massa.............108
12. Data hasil uji organoleptik warna sosis ikan tuna........112
13. Data hasil uji organoleptik tekstur sosis ikan tuna.......113
14. Data hasil analisis sensoris warna sosis ikan tuna......114
15. Data hasil analisis sensoris tekstur sosis ikan tuna.....117
16. Dokumentasi penelitian...............................................119
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengukuran kesejahteraan masyarakat salah satunya
dapat melalui tingkat konsumsi energi dan protein. Menurut
Soedjana, dkk (1998), pemerintah berupaya meningkatkan
konsumsi protein hewani dengan meningkatkan konsumsi ikan
pada masyarakat melalui penerbitan pedoman umum Gerakan
Makan Ikan sebagai Sumber Protein Hewani (Gema Insani).
Tujuan dari Gema Insani ini adalah untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia sebagai pelaksanaan pembangunan.
Salah satu programnya adalah dengan adanya diversifikasi
pangan dan gizi melalui ketersediaan pangan dan gizi yang
berasal dari ikan.
Rendahnya konsumsi ikan oleh masyarakat antara lain
disebabkan karena daya beli yang rendah, kurangnya
pengetahuan pasca panen hasil perikanan, kurangnya
pengetahuan tentang gizi ikan terhadap kesehatan, rendahnya
ketersediaan ikan di daerah yang jauh dari sentra produksi ikan
atau kondisinya yang susah dijangkau oleh pendistribusi.
Mengingat terbatasnya waktu dan ruang untuk menyimpan dan
mendistribusikan ikan segar, maka perlu dilakukan pengolahan
ikan yang mana merupakan salah satu cara untuk
menyelamatkan hasil panen yang disertai dengan upaya
penerimaan konsumen melalui rasa, aroma, dan penampakan
2
produknya. Kegiatan diversifikasi dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif pemanfaatan hasil perikanan agar
mempunyai nilai ekonomis yang, selain itu bertujuan untuk
memperpanjang daya simpannya.
Banyaknya hasil dan ragamnya menjadikan ikan sebagai
produk olahan yang menjanjikan, salah satunya adalah
pembuatan sosis ikan. Saat ini, sosis yang sering dijumpai di
pasaran umumnya adalah sosis daging sapi dan ayam. Hal ini
membuktikan bahwa masih rendahnya pemanfaatan ikan
sebagai bahan baku produk yang banyak digemari oleh segala
kalangan ini. Namun, pengolahan ikan menjadi produk olahan
berupa sosis masih memiliki kekurangan yaitu untuk menjaga
kualitasnya produk harus disimpan dalam suhu rendah.
Sehingga apabila sosis ikan dibiarkan terlalu lama di suhu
kamar, produk olahan jenis ini akan mudah mengalami
kerusakan. Kerusakan yang terjadi diakibatkan karena sosis
memiliki kadar air yang relatif tinggi sehingga memungkinkan
mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang apabila produk
disimpan di suhu ruang.
Salah satu upaya untuk memperpanjang umur simpan
dan menambah nilai ekonomis sosis ikan yaitu dengan
mengolah sosis ikan menjadi sosis ikan kering. Sosis kering
saat ini belum banyak dijumpai di pasaran, namun mengingat
sosis adalah produk yang banyak diminati konsumen dari
berbagai kalangan, produk sosis ikan kering ini memiliki potensi
3
pemasaran yang cukup baik. Selain itu, olahan keripik sosis ikan
memiliki umur simpan yang lebih lama dibanding dengan sosis
ikan tanpa olahan lebih lanjut karena memiliki kadar air yang
rendah. Pengolahan sosis ikan menjadi sosis ikan segar perlu
adanya dukungan teknologi sehingga kualitas keripik yang
dihasilkan diterima oleh konsumen. Salah satu pengolahan
yang dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang baik dan
dapat meminimalisir perubahan yang tidak diinginkan selama
proses pengolahan yaitu dengan menggunakan metode
penggorengan vakum.
Pada prinsipnya, proses penggorengan vakum dilakukan
dengan menurunkan tekanan sehingga titik didih bahan menjadi
turun, dengan kata lain proses ini memerlukan suhu yang lebih
rendah dibandingkan dengan penggorengan konvensional untuk
menghasilkan produk yang diinginkan. Sehingga penggorengan
vakum ini mampu mempertahankan kualitas kualitas dari sosis
ikan seperti atribut sensoris serta kandungan yang terdapat
didalamnya. Mesin penggorengan vakum memerlukan cukup
banyak minyak goreng sesuai dengan kapasitas tabung untuk
mengoperasikannya. Untuk memaksimalkan pemakaian minyak
dan menekan biaya produksi, minyak yang dipakai menggoreng
bisa digunakan berkali kali namun dengan batasan yang masih
diperbolehkan. Maka dari itu perlu dilakukan penelitian
mengenai pengaruh frekuensi penggunaan minyak terhadap
4
kualitas keripik sosis ikan tuna yang dihasilkan pada
penggorengan vakum.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan
sebelumnya maka dapat dikemukakan beberapa permasalahan
sebagai berikut
1. Bagaimana pengaruh suhu terhadap perubahan
karakteristik fisik sosis ikan meliputi densitas, tekstur,
dan warnahasil dari penggorengan vakum?
2. Bagaimana pengaruh frekuensi pemakaian minyak
terhadap perubahan karakteristik fisik sosis ikan meliputi
densitas, tekstur, dan warna hasil penggorengan
vakum?
3. Bagaimana keseimbangan massa bahan baku selama
proses penggorengan vakum?
1.3 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Menganalisa pengaruh suhu terhadap perubahan
karakteristik fisik sosis ikan meliputi densitas, tekstur,
dan warnahasil dari penggorengan vakum
2. Menganalisa pengaruh frekuensi pemakaian minyak
terhadap perubahan karakteristik fisik sosis ikan meliputi
densitas, tekstur, dan warna hasil penggorengan vakum
5
3. Menganalisa keseimbangan massa bahan baku selama
proses penggorengan vakum
1.4 Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan informasi penelitian selanjutnya dn sebagai acuan untuk
mengetahui perubahan yang terjadi pada sosis ikan tuna
selama proses penggorengan vakum berdasarkan perbedaan
suhu dan frekuensi pemakaian minyak.
1.5 Batasan Masalah
Mengacu pada masalah yang dihadapi, maka masalah
yang dibatasi pada penelitian ini adalah
1. Penelitian ini hanya menganalisa sifat fisik sosis ikan
berdasarkan perbedaan suhu dan frekuensi penggunaan
minyak
2. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium
3. Penelitian ini tidak membahas perubahan kimia, rancang
bangun, analisis biaya dan ekonomi selama proses
penggorengan vakum
4. Penelitian ini tidak menganalisa umur simpan produk
maupun kualitas minyak
5. Peneltian ini tidak membahas analisa energi
6
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuna
Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scromboidae,
tubuhnya seperti cerutu, mempunyai dua sirip punggung, sirip
depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang.
Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip
punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip
perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari
penyokong menutup seluruh ujung hipural. Tubuh ikan tuna
tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap
pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip
tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran
berwarna gelap (Ditjen Perikanan, 2003).
Klasifikasi ikan tuna adalah sebagai berikut
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata Thunnus
Class : Teleostei
Sub Class : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Sub Ordo : Scombroidae
Genus : Thunnus
8
Species : - Thunnus alalunga (Albacora)
Thunnus albacores (Madidihang)
Thunnus macoyii (Tuna Sirip Biru)
Thunnus obesus (Tuna Mata
Besar)
Eutynnus affinis (Tongkol)
Katsuwonus pelamis (Cakalang)
Menurut Walfare (1972 yang diacu Maghfiroh, 2000),
ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan yang tinggi dan
lemak yan redah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 –
26,2 g/100 g daging. Disamping itu ikan tuna mengandung
mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A (retinol), dan
vitamin B (thiamin, riboflavin dan niasin). Komposisi nilai gizi
beberapa jenis ikan tuna dapat dilihat dalam Tabel 2.1 dan
produksi ikan tuna di indonesia disajikan dalam Tabel 2.2
9
Tabel 2.1 Komposisi nilai gizi beberapa jenis ikan tuna
(Thunnus sp) per 100g daging
Komposisi Jenis Ikan Tuna
Satuan Bluefin Skipjack Yellowfin
Energi 121,0 131,0 105,0 Kal
Protein 22,6 26,2 24,1 g
Lemak 2,7 2,1 0,1 g
Abu 1,2 1,3 1,2 g
Kalsium 8,0 8,0 9,0 mg
Fosfor 190,0 220,0 220,0 mg
Besi 2,7 4,0 1,1 mg
Sodium 90,0 52,0 78,0 mg
Retinol 10,0 10,0 5,0 mg
Thiamin 0,1 0,03 0,1 mg
Riboflavin 0,06 0,15 0,1 mg
Niasin 10,0 18,0 12,0 mg
Sumber : Departement of Health, Education and Walfare (1972
yang diacu Maghfiroh, 2000)
10
Tabel 2.2 Produksi ikan tuna tahun 1992-2001
Tahun Produksi (ton)
1992 90.451
1993 76.650
1994 89.330
1995 101.688
1996 115.549
1997 116.214
1998 168.122
1999 136.474
2000 163.241
2001 153.110
Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2003)
2.2 Sosis
Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin yaitu
salsus yang secara harfiah berarti daging yang disiapkan
melalui penggaraman, karena pada awal pembuatannya sosis
dibuat melalui penggaraman dan pengeringan daging. Proses
pembuatan sosis pada waktu itu dirasakan cukup karena
dimaksudkan untuk mengawetkan daging segar yang tidak
dapat dikonsumsi pada saat itu saja (Rust, 1987). Proses
pembuatan sosis saat ini tidak lagi sebatas memberikan garam
dan melakukan pengeringan pada daging, namun sekarang ini
11
sosis dibuat dari daging yang digiling dan diberikan bumbu dan
biasanya dibentuk menjadi bentuk yang simetris (Tauber, 1985).
Sosis merupakan emulsi minyak dalam air (oil in water
o/w). Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi cairan dalam
cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairan itu tidak berbaur
tetapiu saling antagonistik (Winarno, 1997)
2.2.1 Klasifikasi sosis
Berdasarkan metode pembuatannya, sosis
dikelompokkan ke dalam enam kelas, yaitu: sosis segar,
sosis tidak dimasak tapi diasap, sosis dimasak dan diasap,
sosis masak, sosis kering dan semi kering serta
difermentasi, dan sosis spesialis daging masak (Kramlich,
1971).
Sosis segar dibuat dari daging segar, dicacah,
dilumatkan atau digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu,
dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong serta
harus dimasak sebelum dimakan. Sosis masak dibuat dari
daging segar , bisa ditambahkan bahan-bahan lain atau
tidak, dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong,
tidak diasap dan setelah dibuat harus segera dimasak.
Sosis kering dan agak kering dibuat dari daging yang
ditambahkan bahan-bahan lain dan dikeringkan udara,
dapat diasap sebelum pengeringan serta dapat dikonsumsi
12
dalam keadaan dingin atau setelah dimasak (Soeparno
1998).
2.2.2 Emulsi
Emulsi merupakan suatu dispersi atau suspensi suatu
cairan dalam cairan lain, yang moleku-molekul kedua cairan
tersebut tidak saling berbaur tapi saling antagonistik. Air
dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur
tetapi saling ingin berpisah karena mempunyai berat jenis
yang berbeda. Pada emulsi biasanya terdapat tiga bagian
utama yaitu bagian terdispersi yang terdiri dari butir-butir
yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut
media pendispersi yang juga dikenal sebagai continous
phase, yang biasanya terdiri dari air, dan ketiga adalah
emulsifier yang berfungsi menjaga butir minyak tetap
tersuspensi di dalam air (Winarno, 1997).
Struktur dari emulsi adalah campuran dari bagian-
bagian daging halus yang tersebar sebagai emulsi lemak
dalam air (Pomeranz, 1991). Tiga tipe protein yang
berperan dlaam pembentukan emulsi sosis adalah: 1)
protein sarkoplasma yang larut dalam air, namun kurang
larut dalam larutan garam, 2) aktin dan Miosin yang sangat
larut dalam garam, namun tidak larut dalam air, 3) protein
lainnya misalnya mioglobin yang larut dalam air dan garam
(Wilson et al, 1981)
13
2.2.3 Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi
Bahan pengikat dan bahan pengisi adalah bahan
bukan daging yang ditambahkan ke dalam sosis dengan
tujuan untuk meningkatkan kestabilan emulsi, mengurangi
penyusutan selama pemasakan, memperbaiki sifat irisan,
memperbaiki cita rasa serta mengurangi biaya produksi
(Kramlich, 1971). Bahan pengisi yang ditambahkan ke
dalam pembuatan sosis terdiri dari tepung-tepungan yang
mempunyai kandungan pati yang tinggi, namun kandungan
proteinnya rendah. Bahan pengisi mempunyai kemampuan
untuk mengikat sejumlah besar air, namun kemampuan
emulsifikasinya rendah (Albert et al, 2001).
Bahan pengisi yang umum digunakan dalam
membuat sosis adalah tepung serealia, ekstrak pati, dan
sirup jagung atau padatannya. Kandungan pati dalam
bahan tersebut tinggi tetapi kadar proteinnya rendah,
sehingga mempunyai kemampuan untuk mengikat aor,
tetapi tidak berperan dalam mengemulsi lemak (Wilson et
al, 1981). Bahan pengikat pada sosis ikan adalah 5 – 10 %
dari berat bahan (Amano 1965 dalam Tanikawa 1971).
Bahan pengikat umumnya berupa susu, alginat, karagenan,
gelatin, dan sejenisnya. Penambahan gula dapat membantu
mempertahankan aroma dan mengurangi efek pengerasan
dari garam glukosa, jumlah penambahan sekitar 1%
(Khotimah dan Hartatie, 2013). Komposisi kimia beberapa
14
macam bahan pengikat dan pengisi dapat dilihat pada
Tabel 2.3
Tabel 2.3 Komposisi kimia bahan pengikat dan bahan
pengisi
Jenis bahan Air
(%)
Protein
(%)
Lemak
(%)
Abu
(%)
Karbohidrat
(%)
Pe
ng
ika
t
Susu
skim1) 3,00 38,00 1,00 7,00 51,00
Isolat
protein
kedelai2)
5,91 88,30 2,32 0,87 1,60
Pe
ng
isi
Tapioka3) 12,00 0,50 0,30 0,20
* 86,90
Maizena3
) 5,46 9,89 1,29 0,61 85,75
Sagu4) 10,20 0,31 0,25 0,18 89,06
Terigu5) 12,00 13,30 2,00 - 71,00
Sumber : 1) Ockerman (1983), 2)Christina (1996), 3) direktorat Gizi Depkes RI (1989), 4) Tasman (1981), 5) Sebrell dan Hagerty (1982), *Swinkels (1985)
2.3 Minyak Goreng
Menurut SNI 3741:2013 (BSN, 2013), minyak goreng
adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida yang
berasal dari bahan nabati dengan atau tanpa perubahan
15
kimiawi, termasuk hidrogenisasi, pendinginan dan telah melalui
proses rafinasi atau pemurnian yang digunakan untuk
menggoreng. Minyak goreng digunakan sebagai medium
penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai
kalori (Winarno, 2002).
Proses yang dilalui untuk menghasilkan minyak goreng
diantaranya meliputi: (1) Degumming, adalah proses pemisahan
getah atau lendir berupa fosfatida, air, protein, residu, dan
karbohidrat tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas, (2)
Netralisasi, adalah proses pemisahan asam lemak bebas dari
minyak dengan cara mereaksikannya dengan basa atauu
pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun, (3) Pemucatan,
adalah proses penghilangan zat-zat warna yang tidak disukai
dalam minyak, (4) Deodorisasi, adalah proses penghilangan bau
dan rasa yang tidak enak dalam minyak (Ketaren, 1986).
Menurut Rosell (2001), kualitas minyak, lemak, atau
mentega sangat berpengaruh terhadap kualitas produk pangan
hasil penggorengan dari minyak tersebut. Tabel 2.4
menunjukkan nilai minyak yang terserap pada berbagai produk
gorengan seperti bahan keripik segar menyerap minyak sekitar
10%, sedangkan untuk bahan yang dibekukan terlebih dahulu
menyerap minyak yang lebih sedikit yaitu sekitar 5%
16
Tabel 2.4 Jumlah Minyak yang Terserap dalam
Makanan Gorengan
Produk hasil penggorengan Jumlah minyak yang
terserap (%)
Frozen chips 5
Fresh chips 10
Battered food (fish/chicken) 15
Low-fat chips 20
Breaded food (fish/chicken) 15-20
Traditional potato crisps 35-40
Doughnuts 15-20
Sumber : Rosell, 2001
Mutu minyak sangat dipengaruhi oleh asam lemak yang
terkandung dalam minyak, karena asam lemak tersebut akan
mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan stabilitas minyak selama
proses penggorengan. Trigliserida dalam minyak atau lemak
mengandung asam lemak sekitar 94-96% asam lemak. Selain
asam lemak, stabilitas minyak goreng juga dipengaruhi oleh
derajat ketidakjenuhan asam lemak, penebaran ikatan rangkap
dari asam lemaknya, serta bahan-bahan yang dapat
mempercepat atau memperlambat terjadinya proses kerusakan
minyak goreng yang terdapat secara alami atau yang sengaja
ditambahkan (Winarno, 2002).
17
2.4 Penggorengan Vakum
Penggorengan vakum merupakan salah satu metode
yang dapat dilakukan untuk menggoreng bahan dengan tetap
mempertahankan kualitas bahan tersebut. Sistem
penggorengan hampa dilakukan dengan melakukan
pengendalian tekanan di dalam ruang penggorengan
memungkinkan pengendalian suhu penggorengan di bawah
suhu pendidihan air dalam tekanan udara normal. Minyak
goreng sebagai media pindah panas dapat diperlambat
kerusakannya dan dapat dilakukan berulang karena suhu
operasi penggorengan rendah yaitu sebesar 85oC (Lastriyanto
et al, 1998).
Vacuum Frying adalah mesin penggorengan hampa
udara. Prinsip utama kerja alat ini adalah melakukan
penggorengan pada kondisi vakum yaitu pada tekanan 65-70
cmHg (dibawah tekanan atmosfer normal). Kondisi vakum ini
menyebabkan penurunan titik minyak sehingga dapat
mencegah terjadinya perubahan rasa, aroma, dan warna bahan
makanan (Massinai dkk., 2005).
Pada penggorengan konvensional, temperatur
penggorengan biasanya lebih dari 160-190oC, kadang-kadang
tempperaturnya dapat mencapai 205oC. Waktu proses
penggorengan akan lebih singkat jika temperatur penggorengan
yang digunakan tinggi. Jika penggorengan dalam tekanan
18
atmosfer menggunakan suhu rendah, produk yang dihasilkan
akan memiliki warna yang pucat, terjadi kehilangan rasa dan
penyerapan minyak yang terlalu tinggi. Proses penggorengan
vakum yang menggunakan pompa water jet bisa dilakukan pada
tekanan maksimal 10 kPa, pada suhu 85-90oC, dengan waktu
penggorengan sekitar 60-100 menit. Tekanan yang digunakan
dalam poenggorengan vakum harus dibawah 6,65 kPa (Garayo,
2002). Gambar perspektif dan skematik Vacuum fryer dapat
dilihat pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 Diagram Perspektif dan Skematik Vacuum Fryer
Sumber : Lastriyanto, 2013
19
9. Pipa hisap
10. Water jet
11. Pompa sirkulasi
12. Pipa air pendingin (air
masuk)
13. Pipa air pendingin (air
keluar)
14. Chasis
15. LPG regulator gas
16. LPG
Keterangan Gambar 2.2
2.5 Densitas
Salah satu sifat fisika dari suatu benda adalah densitas
atau rapat massa. Densitas bahan merupakan suatu parameter
yang dapat memberikan informasi keadaan fisika dan kimia
suatu bahan (Suyatno, 2008). Densitas dapat didefinisikan
sebagai massa per unit volume, dengan dimensi
(mass)/(length)3 . satuan SI untuk densitas adalah kg/m3.
Densitas menentukan bagaimana komposisi dari produk. Bahan
yang lebih kompak akan memberikan densitas yang lebih tinggi.
Terdapat tiga jenis densitas makanan yaitu densitas padatan,
densitas partikel, dan bulk density. Nilai densitas dari masing –
masing jenis berbeda tergantung dari bagaimana jarak pori –
pori yang ada dalam bahan pangan (Singh et al.,2000)
1. Kompor
2. Tabung penggorengan
3. Pegangan pengaduk
4. Thermo controller
5. Reservoir kondensat
6. Tekanan Gauge
7. Keranjang (di dalam tabung
penggoreng)
8. Kondensor
20
Menurut Svoboda (2004), Densitas bahan merupakan
suatu parameter yang dapat memberikan informasi keadaan
fisika dan kimia bahan. Dalam laboratorium riset, pengukuran
densitas bahan sampel menjadi tahapan yang sangat penting
karena densitas bahan merupakan representasi dari populasi
sampel. Densitas padatan dari sebagian bahan dalam makanan
seperti glukosa dengan nilai densitas sebesar 1560 kg/m3,
densitas air sebesar 1000 kg/m3, densitas pati sebesar 1500
kg/m3, dan lain-lain. Sedangkan untuk bulk density dari bahan
pangan seperti kelapa dengan dnsitas sebesar 320-352 kg/m3,
densitas jagung sebesar 448 kg/m3, dan lain-lain (Singh et al.,
2014).
2.5 Warna
Salah satu parameter penting yang mempengaruhi
kualitas bahan pangan adalah warna. Karena warna dapat
menjadi indikator kesegaran dan kematangan bahan. Warna
alami dari sosis ikan merupakan sifat khas yang disukai oleh
konsumen. Untuk mempertahankan warna alami sosis ikan agar
tidak banyak mengalami perubahan selama proses
penggorengan, perlu diperhatikan perubahan karakteristik
bahan baku dan pengendalian proses, agar warna sosis ikan
yang dihasilkan setelah penggorengan sesuai dengan yang
diinginkan. Kualitas bahan baku yang berpengaruh terhadap
kualitas warna produk selama proses penggorengan secara
21
vakum meliputi: kadar air dan kadar sukrosa (Jamaluddin et al.,
2011).
2.6 Tekstur
Tekstur adalah salah satu atribut yang berpengaruh
pada kualitas produk makanan. Tekstur makanan dapat
ditentukan dari analisis instrumental dan dari evaluasi sensoris.
Penentuan tekstur dengan analisis instrumental mudah
dilakukan, sederhana dan juga membutuhkan waaktu yang
singkat dibandingkan dengan evaluasi sensori. Alat yang biasa
digunakan yaitu Texture Analyzer. Hardness adalah salah satu
dari beberapa parameter tekstur, dapat ditentukan dengan
memberikan gaya tekan sampai terjadi keretakan (Granda,
2005)
Tekstur merupakan sifat sensori yang penting dari
makanan dan juga merupakan parameter kritis untuk kualitas
produk hasil penggorengan vakum. Tekstur sosis ikan hasil
penggorengan vakum dipengaruhi oleh berat jenis, total
padatan, kadar pati, ukuran partikel, permukaan area, dan juga
komposisi bahan. Tekstur akan mengalami perubahan selama
proses penggorengan meliputi perubahan fisik, kimia, dan juga
strukturnya. Perubahan ini diakibatkan karena adanya
perpindahan panas dan massa dengan adanya reaksi kimia
antara bahan dan media penggorengnya. Sosis ikan hasil
penggorengan vakum yang baik ditentukan oleh kerenyahannya
22
shingga sosis harus memiliki tekstur yang renyah. Untuk
menghasilkan kualitas produk yang bagus hal yang perlu
diperhatikan yaitu kualitas dari bahan baku dan parameter
teknologi yang digunakan untuk proses produksi (Setyawan et
al., 2013)
2.7 Organoleptik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang
didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan
sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau
pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya
rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda
tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental
(sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus).
Reaksi ataukesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan
dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai
atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan
(Wagiyono, 2003).
Penilaian dengan indra menjadi bidang ilmu setelah
prosedur penilaian dibakukan., dirasionalkan, dihubungkan
dengan penilaian secara obyektif, analisa data menjadi lebih
sistematis, demikian pula metode statistik digunakan dalam
analisa serta pengambilan keputusan. Uji organoleptik sangat
banyak digunakan untuk menilai mutu dalam industri hasil
pertanian lainnya. Kadang – kadang penilaian dapat memberi
23
hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian
dengan indra bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif
(Susiwi, 2009).
24
25
III . METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu Pelaksanaan dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2016
hingga Mei 2016 di Laboratorium Pengolahan Pangan dan Hasil
Pertanian Jurusan Keteknikan Pertanian, Laboratorium
Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya, dan
Laboratorium Teknik Kimia Politeknik Negeri Malang.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam proses penelitian ini,
diantaranya adalah
1. Vacuum Fryer
Digunakan sebagai tempat penggorengan sosis ikan
secara vakum menggunakan minyak goreng kelpa sawit.
Vacuum Frying yang digunakan adalah tipe water jet
dengan kapasitas tabung 10 liter.
2. Spinner
Spinner digunakan untuk meniriskan minyak dari keripik
sosis ikan yang sudah selesai digoreng.
26
3. Oven
Digunakan untuk mengeringkan bahan guna menghitung
nilai kadar air yang terdapat pada bahan.
4. Cawan
Digunakan sebagai wadah sampel yang akan di oven
5. Colour Reader
Merupakan alat yang digunakan untuk pengujian warna
produk yang sudah jadi.
6. Timbangan Digital
Digunakan untuk mengukur berat sampel bahan yang
akan digunakan untuk penelitian
7. Gelas ukur
Untuk mengukur volume sampel
8. Wadah Sampel
Digunakan untuk menampung bahan hasil
penggorengan vakum
9. Perajang
Untuk merajang bahan yang akan digunakan untuk
penelitian
10. Texture Analyzer
Sebagai alat yang digunakan untuk mengukur tekstur
atau kekerasan keripik sosis ikan
11. Piknometer’
Digunakan untuk mengukur densitas padatan keripik
sosis ikan
27
12. Penjepit
Digunakan untuk mengambil keripik darii keranjang
setelah proses penggorengan
13. Stopwatch
Digunakan untuk mengukur waktu yang diperlukan
selama proses penggorengan berlangsung
14. Freezer
Untuk membekukan bahan sebelum proses
penggorengan
15. Sealer
Digunakan untuk mengemas sampel
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan selama proses penelitian ini antara
lain,
1. Minyak Goreng Kelapa Sawit
Minyak goreng kelapa sawit yang digunakan merupakan
minyak goreng kelapa sawit yang diperoleh dari
supermarket dnegan merk “Fortune” sebagai bahan
perlakuan untuk menggorekan sosis ikan tuna dengan
metode vakum. Volume minyak yang diguakan dalam
sekali penggorengan adalah sebanyak 9 liter.
28
2. Sosis ikan Tuna
Sosis yang dipakai digunakan sebagai komoditas bahan
untuk penggorengan vakum dengan berat 900 g dalam
satu kali penggorengan.
3.3 Metode penelitian
Metode pelaksanaan yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu menggunakan metode Rancangan Percobaan Acak
Kelompok Faktoriqal (RAK-Faktorial) dengan dua faktor, yaitu
perbedaan suhu penggorengan dan frekuensi penggunaan
minyak. Dilakukan 10 kali frekuensi penggorengan
menggunakan minyak yang sama dan bahan sosis ikan tuna
yang berbeda setiap penggorengan. Variabel penelitian yang
digunakan meliputi suhu penggorengan 100oC; 110oC; 120oC
dengan tekanan penggorengan 70cmHg. Massa sosis dan
minyak goreng memiliki rasio 1:18, bahan digoreng dengan
Vacuum Frying secara kontinyu sebanyak 10 kali penggorengan
dan diambil 3 sampel penggorengan. Untuk keseluruhan proses
penggorengan dilakukan tiga kali pengulangan. Dari perlakuan
tersebut diperoleh 9 kali kombinasi perlakuan sebagai berikut
Faktor I: Suhu Penggorengan (T)
- T1 : 100oC - T2 : 110oC - T3 : 120oC
29
Faktor II: Frekuensi Penggunaan Minyak (M)
- M1 : Jelantah penggorengan pertama - M5 : Jelantah penggorengan ke lima - M10 : jelantah penggorengan ke sepuluh
Secara rinci kombinasi perlakuan frekuensi pemakaian minyak
dan suhu penggorengan ini dapat dilihat di tabel 3.1
Tabel 3.1 Kombinasi perlakuan suhu dan frekuensi pemakaian
minyak
MinyakBerulang Suhu
T1 T2 T3
M1 M1T1 M1T2 M1T3
M5 M5T1 M5T2 M5T3
M10 M10T1 M10T2 M10T3
Catatan : kombinasi perlakuan pada tabel masing-masing dilakukan 3 kali
pengulangan
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Sosis ikan Tuna
Ikan tuna segar dihilangkan bagian-bagian yang tidak
digunakan seperti isi perut, sirip ekor, serta daging bagian perut,
kemudian dilakukan pemisahan dari tulang atau duri serta kulit
(Filleting Skinless). setelah itu digiling ,menggunakan Food
Processor untuk mendapatkan daging ikan lumat. Selama
penggilingan, suhu ikan dijaga agar tetap dingin, dengan cara
30
mengisi es batu yang sudah dilapisi plastik kedalam baskom
tempat menampung hasil ikan gilingan untuk menjaga kualitas
daging lumat dari terjadinya denaturasi protein aktomiosin oleh
panas yang timbul dari gesekan antara daging yang digiling
dengan mesin penggiling.
Langkah selanjutnya dilakukan pencampuran garam dan
gula untuk membentuk gel dari daging, minyak, tepung tapioka,
bawang putih, serta air es kemudian diaduk hingga rata. Proses
pengadukan dilakukan hingga terbentuk adonan yang homogen,
kemudian adonan dimasukkan dalam selongsong dan diikat
menggunakan tali. Sosis yang telah terbentuk kemudian dikukus
dengan menggunakan steam selama 20 menit dengan suhu 90-
100oC. Setelah itu sosis diangkat dan didinginkan.
3.4.2 Perajangan dan pengukusan
Sosis ikan yang sudah jadi kemudian dirajang dengan
ketebalan 2 cm. Perajangan ini dilakukan untuk mempermudah
proses penggorengan dan juga agar diperoleh bentuk irisan
yang seragam. Perajangan dilakukan dengan pisau dan ukuran
panjanya sosis diatur 2 cm. Hasil irisan yang tidak sesuai
kemudian dipisahkan. Sosis yang telah dirajang kemudian
dikukus.
31
3.4.3 Penimbangan dan Pengukuran
Penimbangan dilakukan dengan menggunakan
timbangan digital yang bertujuan untuk memperoleh data massa
awal dan massa akhir bahan. Data yang telah diperoleh akan
digunakan untuk menghitung kadar air bahan sosis ikan dan
Mass Balance. Penimbangan massa awal sosis ikan sebanyak
500 g.
3.4.4 Tahap Penggorengan Vakum
Penggorengan vakum dillakukan dengan menggunakan
media minyak goreng sebanyak 9 liter dan 500 gram irisan sosis
ikan setiap penggorengannya. Penggorengan dilakukan pada
tekanan -70cmHg dengan pengaturan suhu sebesar 100oC,
110oC, dan 120oC. Tahap penggorengan vakum adalah sebagai
berikut
1. Tabung penggoreng di sisi minyak goreng sebanyak + 9
liter, sesuai kapasitas tabung penggorengan. Pengisisan
minyak goreng hingga keranjang terendam oleh minyak.
2. Mesin dan kompor dihidupkan dan di atur suhunya.
3. Setelah suhu mencapai perlakuan yang diinginkan
(100oC, 110oC, 120oC), bahan dimasukkan ke dalam
keranjang penggorengan. Posisi keranjang berada di
atas (tidak terendam oleh minyak), selanjutnya tabung
penggoreng dan kran tabung ditutup agar kondisi tabung
menjadi vakum.
32
4. Jarum penunjuk tekanan menunjuk pada angka -70
cmHg (vakum), keranjang penggoreng diturunkan pada
posisi terendam minyak. Bahan digoreng hingga kondisi
minyak dalam keadaan tenang (tidak lagi muncul
gelembung). Setelah itu proses penggorengan selesai,
posisi keranjang dipindahkan ke atas (tidak terendam
minyak), dan kompor serta listrik dimatikan.
5. Kran pada tabung penggoreng dibuka hingga jarum
pada penunjuk tekanan menunjuk pada angka 0.
6. Penutup tabung penggoreng dibuka , bahan diangkat
dari keranjang dan diletakkan di spinner.
3.4.5 Penirisan Minyak
Sosis ikan yang telah digoreng kemudian dimasukkan ke
dalam spinner, hal ini dilakukan untuk mengurangi kadar minyak
yang terdapat pada sosis ikan kering. Penirisan dalam spinner
dilakukan selama 3 menit dengan kecepatan 800rpm. Setelah
proses penirisan selesai, sosis ikan kering yang telah diperoleh
kemudian ditimbang untuk memperoleh data massa akhir dan
dilakukan pengujian sampel.
3.4.6 Pengujian Sampel
Sosis yang telah digoreng kemudian diuji sifat fisiknya
seperti perubahan tekstur, warna, densitas, serta porositas.
Pengujian sampel dilakukan pada sampel sebelum proses
33
penggorengan dan sampel yang dihasilkan dari proses
penggorengan ke satu, lima, dan sepuluh.
3.5 Diagram Alir
3.5.1 Diagram Alir Penelitian Tahap 1
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahap 1
Penggilingan
Mulai
Penyiangan
Pemfiletan
Daging
lumat
Pencampuran
dpembungkusan
Pengukusan
Sosis
ikan
tuna
Selesai
Ikan Tuna
Tulang dan
duri ikan
Tepung tapioka,
minyak masak, air es, garam, gula, bawang
putih
Pendinginan
34
3.5.2 Diagram alir Penelitian Tahap 2
Gambar 3.2 Diagram Alir Penelitian Tahap 2
Mulai
Perajangan
Pengukusan
Penimbangan
sebanyak 500 g
Penggorengan vakum pada tekanan
-70cmHg dengan perlakuan suhu
(oC) : 100, 120, 120
Penirisan minyak selama 3 menit
dengan kecepatan 800 rpm
Sosis goreng
Selesai
Sosis ikan
Minyak goreng
10 lt
Analisa Kadar
air awal sosis ikan
Analisa Kadar air
akhir sosis ikan,
tekstur, Densitas,
Warna, Mass
balance
35
3.6 Analisis Sampel
3.6.1 Kadar Air
Analisa kadar air dilakukan dengan menggunakan
metode oven. Prinsipnya adalah menguapkan molekul air (H2O)
bebas yang ada dalam sampel. Kemudian sampel ditimbang
sampai didapat bobot konstan yang diasumsikan semua air
yang terkandung dalam sampel sudah diuapkan. Selisih bobot
sebelum dan sesudah pengeringan merupakan banyaknya air
yang diuapkan. Prosedur analisa kadar air sebagai berikut :
Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30
menit pada suhu 100 – 105oC, kemudian didinginkan di dalam
desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A).
Sampel ditimbang sebanyak 10 g dalam cawan yang sudah
dikeringkan (B) kemudian dioven pada suhu 100 – 105oC
selama 6 jam lalu didinginkan di dalam desikator selama 30
menit dan ditimbang (C). Kadar air dihitung dengan rumus
berikut
36
3.6.2 Densitas dan Porositas
Bulk Density
Pengukuran Bulk Density dilakukan dengan
menggunakan metode Nurmalasari et. al (2016). Densitas
diukur dengan menggunakan pasir ukuran 20-40 mesh yang
telah dibersihkan diukur volumenya menggunakan gelas ukur
100ml sampai volume tertentu. Pasir ini kemudian dikeluarkan
dan digunakan dalam pengukuan volume sampel. Sampel
sebelumnya ditimbang dan dicatat, setelah itu dimasukkan ke
dalam gelas ukur 100 ml dan dituangi pasir bersih yang telah
diukur volumenya sehingga demua sampel tertutup pasir tanpa
meninggalkan rongga diantaranya. Pasir serta sampel dalam
gelas ukur kemudian diukur volumenya. Densitas dapat dihitung
dengan rumus berikut
Densitas (g/ml)
Keterangan
o X : berat sampel sosis
o VA : volume pasir + sosis (ml)
o VB : Volume pasir (ml)
37
Solid Density
Pengukuran Solid Density dilakukan berdasarkan
metode yang digunakan oleh Wardani et. al (2013). Volume
padatan diukur dengan piknometer yang menggunakan Toluene
sebagai media fluidanya. Keripik sosis yang akan di ukur di
tumbuk terlebih dahulu dengan mortar kemudian diayak dengan
ayakan mesh 20. Serbuk keripik kemudian ditimbang massanya
dengan neraca ohauss. Lalu ditimbang massa piknometer
dengan fluida. Selanjutnya ditimbang massa piknometer dan
sampel. Tahap selanjutnya sampel beserta fluida dimasukkan
ke dalam piknometer dan ditimbang massa totalnya. Densitas
padatan, ρs (kg/m3), dihitung dengan membagi berat sampel
dengan volume padatan
Keterangan
o ρ : Densitas (g/ml) o m1 : massa piknometer o m2 : massa piknometer + toluena o m3 : massa piknometer + bahan o m4 : massa piknometer + bahan + toluena
38
Porositas
Nilai porositas digunakan untuk mengetahui besaran
pori pada bahan, yang merupakan bentuk dari sebagai fraksi
volume udara atau fraksi void dalam sampel. Porositas
dihitung dengan membagi volume total dengan selisih
volume total dan volume solid sosis tuna yang diperoleh dari
pengukuran solid density. Porositas dapat dihitung dengan
rumus berikut
Keterangan :
ɸ : Porositas
Va : Volume Total (cm3)
Vb : Volume padatan (cm3)
3.6.3 Warna
Warna diukur pada 18 sampel sosis ikan yang telah
dihasilkan dari proses penggorengan. Yaitu pada frekuensi
penggorengan ke-1, ke-5, dan ke-10. Pengukuran warna
dilakukan pada 3 titik yang berbeda pada permukaan sosis ikan
yang kemudian dicari rata-ratanya. Warna diukur dengan
menggunakan colour reader dan warna dinyatakan dalam nilai
L* indikasi kecerahan (0-100) dengan 0 hitam dan 100 putih, a*
pada koordinat (+) merah atau pada koordinat (-) hijau, dan b*
39
pada koordinat (+) kuning atau padakoordinat (-) biru. Batas nilai
a* dan b* +80 atau -80.
3.6.4 Tekstur
Pengujian tekstur dilakukan dengan menggunakan
metode Jamaluddin (2011). Tegangan dan regangan sampel
diukur menggunakan texture analyzer Brookfield CT 03 dengan
cara sampel diletakkan tegak lurus (tegangan normal) di atas
landasan penekan kemudian alat uji dioperasikan. Penekanan
dilakukan untuk mengukur gaya sampai mencapai nilai
maksimum atau sampai sampel menjadi pecah. Tegangan dan
regangan didefinisikan sama dengan kekerasan dan
kerenyahan. Tegangan adalah perbandingan gaya dengan luas
penampang bahan, sedangkan regangan adalah perbandingan
perubahan panjang dengan panjang awal bahan. Hasil dari nilai
kekerasan pada sosis ikan tuna dinyatakan dalam gram force.
3.6.5 Mass Balance
Analisa Mass Balance dilakukan dengan penimbangan
bahan awal dan akhir setiap tahapan proses. Selain itu diukur
kadar air, komponen air, kadar minyak, serta komponen minyak
sosis ikan sebelum digoreng dan sosis ikan hasil penggorengan.
Data yang sudah diperoleh kemudian dihitung untuk mencari
rendemen dari penggorengan sosis ikan tuna. Data-data
tersebut kemudian digunakan untuk mengetahui keseimbangan
40
massa bahan selama proses penggorengan vakum, kemudian
diplot pada gambar neraca massa.
3.6 6 Uji Organoleptik
Pengujian yang dillakukan adalah dengan uji hedonik
yang dilakukan dalam pengujian sosis ikan tuna, yaitu salah
satu uji hedonik yang menggunakan garis sebagai parameter
penilaiannya, jumlah panelis yang digunakan adalah 20 orang
panelis terlatih. Prinsip uji skalar adalah panelis diberikan 9
sampel sosis ikan berdasarkan kombinasi perlakuan perbedaan
suhu dan pemakaian minyak berulang, kemudian diminta untuk
memberikan penilaian terhadap warna dan tekstur dan
penerimaan keseluruhan dengan memberikan tanda silang oada
garis skalar yang tersedia. Skor garis skalar antara 3 (sangat
tidak suka sekali) dan 9 (sangat suka sekali).
3.7 Analisis Data
Pengolahan data dilakukan secara bertahap mulai dari
data terkumpul di lapangan sampai siap untuk dianalisis. Data
diperoleh dari pengujian sampel yang diambil dari
penggorengan satu, lima, dan sepuluh. Data yang telah
diperoleh dari analisa fisik maupun organoleptik ditabulasikan,
kemudian dianalisis. Data dianalisis dengan menggunakan
ragam dari Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial.
Pengolahan data hedonik dilakukan dengan pendekatan uji one
way anova dengan uji lanjut adalah Uji Duncan.
41
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kandungan Kadar Air
Kadar air pada suatu produk pangan menjadi parameter
penting karena berkaitan dengan kualitas produk tersebut.
Semakin rendah kadar air maka semakin lama daya umur
simpan produk, karena ketiadaan air yang terkandung dalam
suatu produk akan menghambat pertumbuhan mikroba yang
dapat merusak produk pangan. Kadar air yang diukur pada
penelitian ini merupakan jumlah kandungan air dalam bahan.
Pengamatan ini dilakukan dengan metode thermogravimetri. Di
bawah ini hasil skor hasil uji kadar air pada keripik sosis ikan
tuna ditunjukkan pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Diagram Hasil Uji Kadar Air Sosis Ikan Tuna
0
20
40
60
80
100 110 120
Kad
ar A
ir (
%)
Suhu (oC)
Sosis Segar
Frekuensi minyak ke-1
Frekuensi minyak ke-5
Frekuensi minyak ke-10
42
Pada Gambar 4.1 terlihat bahwa keripik sosis ikan tuna
mengalami selisih yang cukup banyak antara kadar air sosis
ikan tuna segar dengan sosis ikan tuna setelah dilakukan
penggorengan vakum. Sosis ikan tuna sebelum digoreng secara
vakum memiliki kadar air 69.85%. Pada penggorengan dengan
suhu 100oC, penurunan kadar air paling banyak terjadi pada
perlakuan penggorengan dengan frekuensi minyak pertama,
yaitu dengan kadar air sebesar 3.94% sedangkan penurunan
kadar air paling sedikit terjadi pada frekuensi pemakaian minyak
ke-10, yaitu dengan kadar air sebesar 6.86%. Pada
penggorengan sosis ikan tuna pada suhu 110oC, penurunan
kadar air terbanyak terjadi pada penggorengan sosis dengan
frekuensi minyak ke-5, dengan kadar air sebesar 3.27% dan
penurunan kadar air paling sedikit terjadi pada penggorengan
sosis dengan frekuensi pemakaian minyak ke-10, dengan kadar
air sebesar 5.66%. Sedangkan pada penggorengan dengan
suhu 120oC, penurunan kadar air terbanyak terjadi pada
penggorengan dengan frekuensi minyak ke-5, dengan kadar air
2.88% dan penurunan kadar air paling sedikit terjadi pada
penggorengan dengan frekuensi minyak ke-10, dengan kadar
air 4.23%. Keseluruhan hasil dapat dilihat pada Lampiran 2.
Seperti yang disampaikan oleh Ketaren (2005), bahwa
jika bahan pangan yang segar digoreng, maka kulit bagian luar
dapat mengkerut. Kulit atau kerak tersebut dihasilkan akibat
proses dehidrasi bagian luar bahan pangan pada waktu
menggoreng. Selama proses menggoreng berlangsung,
43
sebagian minyak masuk ke dalam bagian kerak dan bagian luar
hingga outer zone dan mengisi ruang kosong yang mulanya diisi
air. Menurut Brown (2000), pada produk bahan kering misalnya
keripik, kadar air merupakan karakteristik kritis yang
mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap keripik karena
menentukan tekstur (kerenyahan) keripik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kandungan kadar air
pada keripik sosis ikan tuna hasil penelitian lebih kecil daripada
sosis ikan tuna yang belum dilakukan penggorengan dengan
metode vakum. Hal ini dikarenakan kadar air pada sosis ikan
tuna segar memiliki kemampuan pengikatan air yang rendah
sehingga menyebabkan tingkat kehilangan air selama
pemasakan, sehingga kadar air dari sosis ikan tuna yang telah
dilakukan penggorengan menjadi rendah. Hal ini didukung oleh
Rompis (1998) bahwa kadar air sosis dapat dipengaruhi oleh
jumlah pati atau tepung dan jumlah air es yang ditambahkan
dalam pembuatan sosis. Berbeda dengan keripik sosis ikan tuna
yang memiliki kadar air lebih rendah karena mengalami proses
penurunan kadar air ketika dilakukan penggorengan dengan
metode vakum, sehingga menyebabkan keripik sosis ikan tuna
menjadi renyah.
Hasil analisis sidik ragam ANOVA terhadap kadar air
(Lampiran 3) menunjukan bahwa interaksi perlakuan tidak
berbeda nyata atau interaksi perlakuan tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap kadar Air yang dihasilkan. Pada tabel
44
tersebut dapat dilihat bahwa F hitung perlakuan suhu juga lebih
kecil dari pada F Tabel 5% (1.47<3.55) sehingga tersebut tidak
berbeda nyata atau tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
Kadar Air. Adapun F hitung frekuensi pemakaian minyak juga
lebih kecil dari pada F tabel 5% (3.00<3.55) sehingga frekuensi
minyak tidak berbeda nyata atau tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap Kadar Air. Karena tidak ada perlakuan yang
berbeda nyata maka tidak perlu dilakukan uji lanjut
menggunakan uji Duncan taraf 5%.
4.2 Warna
Warna merupakan salah satu faktor utama yang menjadi
pertimbangan konsumen dalam menilai suatu makanan.
Perubahan warna dapat juga mempengaruhi tingkat penerimaan
produk pangan. Menurut Arpah (2001), perubahan warna
menunjukkan juag perubahan nilai gizi pada beberapa jenis
produk pangan, sehingga perubahan warna dijadikan indikator
untuk menunjukkan tingkat nilai gizi maksimum yang diterima.
Pengukuran kecerahan warna dijadikan indikator untuk
menunjukkan tingkat nilai gizi maksimum yang diterima,
pengukuran kecerahan warna secara objektif dinyatakan dalam
L.
45
4.2.1 Kecerahan (L)
Nilai L menunjukkan kecerahan warna, dengan kisaran
mulai 0 sampai 100 dengan pengertian makin tinggi nilai L
berarti warna produk semakin putih dan sebaliknya. Perbedaan
kecerahan warna pada sosis ikan tuna yang digoreng secara
vakum dapat dilihat pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Diagram Hasil Uji Fisik Warna L Sosis Ikan Tuna
Hasil pengamatan derajat keripik sosis ikan tuna berkisar
antara 48,483-59,2 seperti terlihat pada gambar 4.2 Nilai
kecerahan tertinggi terlihat pada perlakuan suhu 100oC dan
pada frekuensi pemakaian minyak pertama yaitu sebesar 59,2.
Sedangkan pada nilai kecerahan terendah terdapat pada
perlakuan suhu 120oC dan pada frekuensi pemakaian minyak
ke-5 yaitu sebesar 48,483.
0
10
20
30
40
50
60
70
100 110 120
Nila
i L
Suhu (◦C)
Sosis Segar
Frekuensi Minyak ke-1
Frekuensi Minyak ke-5
Frekuensi Minyak ke-10
46
Hasil uji ragam menunjukan bahwa perlakuan suhu lebih
besar dari pada tabel 1% (10.79>6.01) sehingga perlakuan suhu
berbeda sangat nyata atau memberikan pengaruh sangat nyata
terhadap nilai kecerahan. Adapun frekuensi pemakaian minyak
menunjukkan hasil tidak berbeda nyata atau tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap kecerahan. Karena hanya perlakuan
suhu yang berbeda nyata, maka uji lanjut dengan
menggunakan uji Duncan 5% hanya dilakukan pada perlakuan
suhu dengan hasil tertera pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Uji Lanjut Pengaruh Suhu Terhadap Warna L Keripik Sosis Ikan Tuna
Perlakuan Warna L
Suhu 100oC 56.972b
Suhu 110oC 51.533a
Suhu 120oC 50.056a
Hasil Uji Lanjut Jarak Berganda Duncan (UJBD)
menunjukkan bahwa perlakuan keripik sosis pada suhu 100oC
memberikan pengaruh nyata terhadap keripik sosis yang
dihasilkan pada penggorengan vakum dengan suhu 110oC dan
120oC. Sedangkan pada suhu 110oC tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap nilai intensitas warna a* keripik apel
pada perlakuan suhu 120oC namun memberikan pengaruh
nyata dengan suhu 100 oC.
47
Perubahan warna derajat kecerahan pada keripik sosis
ikan tuna cenderung mengalami penurunan dengan naiknya
suhu penggorengan. Menurut Jamaluddin et al., (2011)
perubahan warna L disebabkan oleh suhu dan tekanan vakum,
semakin tinggi suhu dan tekanan vakum rendah maka semakin
gelap warna produk yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena
pada penggorengan dengan suhu tinggidan tekanan vakum
rendah, bagian permukaan padatan lebih cepat menerima
panas dibandingkan dengan penggorengan dengan suhu
rendah dan tekanan vakum yang lebih tinggi. Perubahan warna
L juga disebabkan karena adanya reaksi Maillard. Reaksi
maillard cepat terjadi pada suhu tinggi dan tekanan vakum
rendah dibandingkan dengan penggorengan pada suhu rendah
dan tekanan vakum yang lebih tinggi.
4.2.2 Kemerahan (a*)
Nilai a* merupakan warna kemerahan yang terdapat pada
bahan yang di uji. Pada keripik sosis ikan tuna yang memiliki
penampakan warna kecoklatan, warna kemerahan
mempengaruhi intensitas warna coklat pada keripik sosis.
Semakin tinggi nilai a* maka semakin dominan warna merah.
Dari hasil pengukuran dengan menggunakan Color Reader
dapat dilihat nilai a* pada tiap perlakuan seperti pada Gambar
4.3
48
Gambar 4.3 Diagram Hasil Uji Fisik Warna a* Keripik Sosis
Ikan Tuna
Nilai kemerahan (a*) pada keripik sosis ikan tuna berkisar
antara 2,4-5,783 seperti terlihat pada gambar 4.3. Nilai
kemerahan tertinggi terlihat pada perlakuan suhu 120oC dan
pada frekuensi pemakaian minyak ke-5 yaitu sebesar 5,783.
Sedangkan pada nilai kecerahan terendah terdapat pada
perlakuan suhu 100oC dan pada frekuensi pemakaian minyak
pertama yaitu sebesar 2,4
Hasil uji ragam di atas menunjukan bahwa interaksi
perlakuan suhu dan frekuensi pemakaian minyak tidak berbeda
nyata atau interaksi perlakuan tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap Warna a*. Kemudian untuk perlakuan suhu
lebih besar dari pada F Tabel 1% (13.52>6.01) sehingga
perlakuan suhu berbeda sangat nyata atau memberikan
0
1
2
3
4
5
6
7
8
100 110 120
Nila
i a*
Suhu (◦C)
Sosis Segar
Frekuensi Minyak ke-1
Frekuensi Minyak ke-5
Frekuensi Minyak ke-10
49
pengaruh nyata terhadap Warna a*. Adapun frekuensi
pemakaian minyak lebih kecil dari pada F tabel 5% (3.31 <3.55)
sehingga frekuensi pemakaian minyak tidak berbeda nyata
atau tidak memberikan pengaruh nyata terhadap Warna a*.
Karena hanya perlakuan suhu yang berbeda nyata, maka uji
lanjut dengan menggunakan uji Duncan 5% hanya dilakukan
pada perlakuan suhu dengan hasil sebagai berikut
Tabel 4.2 Uji Lanjut Pengaruh Suhu Terhadap Warna a* Keripik Sosis Ikan Tuna
Perlakuan Warna a*
Suhu 100oC 3.128a
Suhu 110oC 4.967b
Suhu 120oC 5.861b
Hasil Uji Lanjut Jarak Berganda Duncan (UJBD)
menunjukkan bahwa perlakuan keripik sosis pada suhu 100oC
memberikan pengaruh nyata terhadap keripik sosis yang
dihasilkan pada penggorengan vakum dengan suhu 110oC dan
120oC. Sedangkan pada suhu 110oC tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap nilai intensitas warna a* keripik apel
pada perlakuan suhu 120oC namun memberikan pengaruh
nyata dengan suhu 100 oC.
Perubahan warna derajat kemerahan pada keripik sosis
ikan tuna ini cenderung mengalami kenaikan pada setiap
perlakuan suhu penggorengan. Semakin tinggi suhu
50
penggorengan maka semakin besar pula nilai intensitas warna
kemerahan keripik sosis yang dihasilkan. Perubahan warna a*
dipengaruhi oleh penguapan air bebas pada keripik sosis ikan
tuna. Peningkatan warna a* keripik sosis dapat disebabkan
karena reaksi pencoklatan non enzimatis selama proses
pemanasan. Menurut Maity (2014), peningkatan nilai a* pada
keripik nangka dipengaruhi oleh lama penggorengan dan suhu
penggorengan, peningkatan nilai a* terjadi secara cepat pada
suhu diatas 100 oC. Perubahan nilai a* menunjukkan
perkembangan warna dari kuning kecoklatan menjadi coklat tua
yang dipengaruhi oleh reaksi pencoklatan
4.2.3 Kekuningan (b*)
Seperti halnya warna kemerahan (a*), warna b* atau
warna kekuningan juga merupakan warna pembentuk unsur
kecoklatan pada keripik sosis. Semakin tinggi nilai b* maka
semakin dominan warna kuning pada produk. Hasil pengukuran
warna b* pada keripik sosis ikan tuna dapat dilihat pada
Gambar 4.4
51
Gambar 4.4 Diagram Hasil Uji Fisik Warna b* Keripik Sosis
Ikan Tuna
Nilai kekuningan (b*) pada keripik sosis ikan tuna
berkisar antara 34,833-39,617 seperti terlihat pada gambar 4.4.
Nilai b* tertinggi terlihat pada perlakuan suhu 120oC dan pada
frekuensi pemakaian minyak ke-10 yaitu sebesar 39,617.
Sedangkan pada nilai kecerahan terendah terdapat pada
perlakuan suhu 110oC dan pada frekuensi pemakaian minyak
pertama yaitu sebesar 34,833
Hasil uji ragam menunjukan bahwa perlakuan suhu
penggorengan memberikan pengaruh nyata terhadap intensitas
warna kekuningan (b*) keripik sosis ikan tuna. Demikian pula
frekuensi pemakaian minyak memberikan pengaruh nyata
terhadap intensitas warna kekuningan (b*) keripik sosis ikan
tuna. Karena kedua perlakuan memberikan pengaruh nyata,
0
10
20
30
40
50
100 110 120
Nila
i b*
Suhu (◦C)
Sosis Segar
Frekuensi Minyak ke-1
Frekuensi Minyak ke-5
Frekuensi Minyak ke-10
52
maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan 5%
pada kedua perlakuan dengan hasil sebagai berikut
Tabel 4.3 Uji Lanjut Pengaruh Suhu Terhadap Warna b* Keripik Sosis Ikan Tuna
Perlakuan Warna b*
Suhu 100oC 37.400a
Suhu 110oC 37.189a
Suhu 120oC 39.044b
Hasil Uji Lanjut Jarak Berganda Duncan (UJBD)
menunjukkan bahwa perlakuan keripik sosis pada suhu 120oC
memberikan pengaruh nyata terhadap keripik sosis yang
dihasilkan pada penggorengan vakum dengan suhu 100oC dan
110oC. Sedangkan pada suhu 100oC tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap nilai intensitas warna b* keripik apel
pada perlakuan suhu 110oC.
Tabel 4.4 Uji Lanjut Pengaruh Pengulangan Minyak Terhadap
Warna b* Keripik Sosis Ikan Tuna
Perlakuan Rata-Rata
Frekuensi Minyak ke-1 36.450a
Frekuensi Minyak ke-5 37.956b
Frekuensi Minyak ke-10 39.228ab
53
Hasil Uji Lanjut Jarak Berganda Duncan (UJBD)
menunjukkan bahwa frekuensi pemakaian minyak ke-1 dan ke-
10 tidak memberikan pengaruh nyata, namun frekuensi
pemakaian minyak ke-1 memberikan pengaruh nyata dengan
frekuensi pemakaian minyak ke-5 dan sebaliknya. Sedangkan
frekuensi pemakaian minyak ke-10 tidak memberikan pengaruh
nyata dengan perlakuan minyak ke-1 dan ke-5.
4.3 Kekerasan
Tekstur menjadi parameter penting dalam menilai
kualitas dari suatu produk pangan. Pada produk sosis tuna yang
digoreng secara vakum, tekstur yang berkaitan adalah tingkat
kerenyahan. Perbedaan perlakuan suhu dan frekuensi
pemakaian minyak menjadikan tekstur dari produk sosis tuna ini
berbeda di setiap perlakuannya. Pengukuran kerenyahan
dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer.
Kerenyahan diukur pada sampel dengan perbedaan perlakuan
penggorengan yaitu pada suhu 100, 110, dan 120, dengan
frekuensi minyak pertama, frekuensi minyak ke-5 dan frekuensi
minyak ke-10.
Sampel ditekan oleh suatu silinder pada Texture Analyzer
yang disebut Probe berdiameter 2 mm. Setiap tekanan yang
diberikan menghasilkan kurva yang menunjukkan profil tekstur
dari produk tersebut. Penentuan penilaian kerenyahan sosis
ikan tuna dengan metode ini melalui cara pembacaan puncak
54
(peak) pertama yang terbentuk pada grafik yang dinyatakan
dalam satuan gramforce (gf). Semakin tinggi nilai gramforce
yang dihasilkan maka akan semakin berkurang tingkat
kerenyahannya. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.5
yaitu grafik perbandingan nilai kerenyahan yang menggunakan
uji fisik
Gambar 4.5 Diagram Hasil Uji Tekstur Sosis Ikan Tuna
Pada gambar 4.5 Dapat dilihat bahwa tekstur sosis ikan
tuna segar sangat berbeda dengan sosis ikan tuna setelah
digoreng secara vakum. Pada suhu 100oC, sosis dengan tingkat
kekerasan tertinggi terjadi pada perlakuan penggorengan pada
frekuensi minyak pertama, yaitu sebesar 994.93 gf sedangkan
sosis dengan tingkat kekerasan terendah terjadi pada frekuensi
minyak ke-5, yaitu sebesar 951,43 gf. Pada suhu 110oC, sosis
dengan tingkat kekerasan tertinggi terjadi pada frekuensi minyak
0
200
400
600
800
1000
1200
100 110 120
Ke
kera
san
(gf
)
Suhu (◦C)
Sosis Segar
Frekuensi Minyak ke-1
Frekuensi Minyak ke-5
Frekuensi Minyak ke-10
55
pertama, yaitu sebesar 978,43 gf, sedangkan tingkat kekerasan
terendah terjadi pada frekuensi minyak ke-5, yaitu sebesar
702,3 gf. pada suhu 120oC, sosis dengan tingkat kekerasan
tertinggi terjadi pada frekuensi minyak pertama, yakni sebesar
1006,3 gf, dan tingkat kekerasan terendah terjadi pada frekuensi
minyak ke-10, yakni sebesar 736,86 gf. Keseluruhan hasil dapat
dilihat pada Lampiran 6.
Dari hasil uji fisik menggunakan Texture Analyzer, sosis
yang digoreng secara vakum memiliki tingkat kekerasan
terendah pada penggorengan dengan suhu 120oC, atau dengan
kata lain penggorengan pada suhu 120oC menghasilkan sosis
dengan tekstur yang paling renyah. Walaupun begitu, sosis ikan
tuna segar mempunyai nilai kekerasan yang sangat rendah
tetapi tidak bisa dikatakan renyah karena pada sosis ikan tuna
segar tidak terjadi proses dehidrasi bahan dari proses
penggorengan. Sedangkan suatu produk pangan olahan
dikatakan renyah apabila bahan tersebut memiliki kadar air yang
sangat rendah sehingga merubah tekstur dari bahan awal
sebelum dilakukan proses penggorengan. Seperti yang
disampaikan oleh Brown (2000), pada produk bahan kering
misalnya keripik, kadar air merupakan karakteristik kritis yang
mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap keripik karena
menentukan tekstur (kerenyahan) keripik. Semakin tinggi nilai
gramforce maka semakin alot produk tersebut. Pada suhu
rendah proses penggorengan tidak mengakibatkan sosis
56
terdehidrasi dengan baik layaknya pada penggorengan dengan
suhu yang lebih tinggi. Hal ini yang memungkinkan sosis yang di
goreng pada suhu rendah memiliki tekstur yang kurang renyah.
Hasil uji ragam yang terlampir pada Lampiran 7
menunjukkan bahwa perlakuan suhu maupun frekuensi
pemakaian minyak terhadap penggorengan sosis ikan tuna tidak
berbeda nyata terhadap tekstur. Karena kedua perlakuan tidak
berbeda nyata maka tidak dibutuhkan uji lanjut menggunakan uji
Duncan taraf 5% terhadap dua perlakuan tersebut.
4.4 Rendemen
Perhitungan rendemen pada proses pembuatan keripik
sosis ikan tuna bertujuan untuk mengetahui perbandingan
antara sosis yang digoreng dengan metode vakum dengan
produk akhir berupa keripik sosis ikan tuna. Rendemen dapat
diketahui dari perhitungan kesetimbangan massa pada
penggorengan sosis ikan tuna. Tingkat perubahan rendemen
keripik dapat dilihat pada Gambar 4.6
57
Gambar 4.5 Diagram Hasil Perhitungan Rendemen Keripik
Sosis Ikan Tuna
Uji rendemen dilakukan dengan melakukan perhitungan
kesetimbangan massa sosis ikan tuna selama proses
penggorengan vakum. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran
11 pada diagram 4.5 dapat dilihat bahwa nilai rendemen keripik
sosis ikan tuna berada pada kisaran 24,96%-27,56%.
Rendemen tertinggi terjadi pada perlakuan suhu 100 pada
frekuensi pemakaian minyak ke-10, yaitu sebesar 27,56%.
Sedangkan rendemen terendah terjadi pada perlakuan suhu
120 pada frekuensi pemakaian minyak ke-5, yaitu sebesar
24,96%.
Hasil uji ragam yang terlampir pada Lampiran 10
menunjukkan bahwa perlakuan suhu terhadap penggorengan
sosis ikan tuna tidak berbeda nyata terhadap rendemen.
22
23
24
25
26
27
28
29
100 110 120
Re
nd
em
en
(%
)
Suhu (◦C)
Frekuensi Minyak ke-1
Frekuensi Minyak ke-5
Frekuensi Minyak ke-10
58
Sedangkan frekuensi pemakaian minyak juga menunjukkan
bahwa tidak adanya pengaruh nyata terhadap rendemen.
Karena tidak ada perlakuan yang berbeda nyata maka tidak
perlu dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan taraf 5%.
4.5 Uji Organoleptik Keripik Sosis Ikan Tuna
Pengujian organoleptik pada keripik sosis ikan tuna
dianalisis dengan menggunakan uji hedonik. Pengujian uji
hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan
kesukaan atau ketidaksukaan panelis terhadap produk keripik
sosis ikan tuna. Sampel keripik sosis ikan tuna diambil dari
penyimpanan yaitu didalam kemasan aluminium foil dan
disimpan pada suhu ruang untuk diuji oleh panelis.
Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih
sebanyak 20 orang mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Brawijaya. Sampel dinilai oleh panelis, kemudian
dinilai tingkat kesukaannya terhadap aroma dan rasa
menggunakan tujuh skala numerik yaitu (1) amat tidak suka, (2)
tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5) agak suka, (6)
suka, dan (7) amat suka. Dapat dilihat pada Lampiran 13
merupakan keseluruhan hasil uji organoleptik secara
keseluruhan.
59
4.5.1 Sensoris Warna
Warna merupakan faktor yang sangat penting dalam
menentukan keputusan akhir diterima atau tidaknya suatu
produk pangan oleh konsumen (Rahmayuni., et al, 2013). Uji
hedonik terhadap warna meliputi tampilan produk dengan warna
kecoklatan seperti apa yang paling disukai oleh panelis. Hal ini
berkaitan dengan penerimaan konsumen terhadap bentuk visual
keripik sosis. Hasil uji organoleptik terhadap warna sosis ikan
tuna dapat dilihat pada diagram berikut
Gambar 4.6 Diagram Hasil Uji Organoleptik terhadap
Warna Keripik Sosis Ikan Tuna
Pada Gambar 4.6 pada suhu 100oC tingkat kesukaan
tertinggi panelis terhadap warna keripik sosis terjadi pada
perlakuan penggorengan pada frekuensi pemakaian minyak ke
0
1
2
3
4
5
6
7
Suhu 100 Suhu 110 Suhu 120
Tin
gkat
Ke
suka
an W
arn
a
Suhu Penggorengan (oC)
Frekuensi Minyak ke-1
Frekuensi Minyak ke-5
Frekuensi Minyak ke-10
60
5, yaitu sebesar 5,65 sedangkan sosis dengan tingkat kesukaan
terendah terjadi pada frekuensi pemakaian minyak ke 10, yaitu
sebesar 5,1. Pada suhu 110oC, sosis dengan tingkat kesukaan
tertinggi terjadi pada frekuensi pemakaian minyak ke 10, yaitu
sebesar 5,2, sedangkan tingkat kesukaan terendah terjadi pada
frekuensi pemakaian minyak pertama, yaitu sebesar 5,05. pada
suhu 120oC, sosis dengan tingkat kesukaan tertinggi terjadi
pada frekuensi pemakaian minyak ke 10, yakni sebesar 5, dan
tingkat kesukaan terendah terjadi pada frekuensi pemakaian
minyak pertama, yakni sebesar 4,1. Keseluruhan hasil dapat
dilihat pada Lampiran 13
Analisis ragam (annova) uji organoleptik telah melibatkan
unsur sensoris manusia sehingga taraf ketelitian harus tinggi
yaitu 99% atau dengan tingkat kesalahan 1%. Berdasarkan uji
ragam di atas dapat dilihat bahwa perlakuan suhu dan frekuensi
minyak berbeda nyata atau memberikan pengaruh nyata
terhadap warna. Karena kedua perlakuan tersebut berbeda
nyata, selanjutnya dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji
Duncan taraf 5% untuk mengetahui perlakuan mana saja yang
berbeda nyata (perbandingan tiap perlakuan). Adapaun hasil uji
Duncan taraf 5% perlakuan terhadap Warna adalah sebagai
berikut
61
Tabel 4.5 Uji Lanjut Tingkat Kesukaan terhadap Warna
Keripik Sosis Ikan Tuna
Perlakuan Tingkat Kesukaan Warna
T1M1 5.45c
T1M5 5.65c
T1M10 5.1bc
T2M1 5.05bc
T2M5 5.1bc
T2M10 5.2bc
T3M1 4.1a
T3M5 4.65ab
T3M10 5bc
Uji Duncan yang terlampir pada Lampiran 14 menyatakan
bahwa perlakuan yang diikuti oleh simbol/huruf yang sama tidak
berbeda nyata, sedangkan perlakuan yang diikuti oleh huruf
yang berbeda, berbeda nyata berdasarkan uji Duncan taraf 5%.
Berdasarkan hasil uji di atas dapat disimpulkan bahwa
Perlakuan T1M1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan T1M5,
T1M10, T2M1, T2M5, T2M10, dan T3M10. Namun berbeda
nyata dengan perlakuan T3M1 dan T3M begitu pula sebaliknya.
Sedangkan perlakuan T3M1 berbeda nyata pada hampir
seluruh perlakuan yang lain kecuali perlakuan T3M5 begitu pula
sebaliknya.
62
4.5.2 Sensoris Tekstur
Tekstur merupakan parameter penting untuk menentukan
kualitas keripik sosis ikan tuna. Uji organoleptik tekstur
dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan panelis
terhadap parameter yang diujikan. Menurut Amertaningtyas
(2010), Hilangnya sifat renyah maupun keras bahan pangan
merupakan penyebab utama penolakan konsumen terhadap
makanan kering. Dengan menggunakan uji hedonik, dapat
diketahui perlakuan penggorengan mana yang menghasilkan
produk dengan tekstur atau kerenyahan yang memiliki tingkat
kesukaan tertinggi. Hasil uji hedonik dapa dilihat pada Gambar
4.7
Gambar 4.7 Diagram Hasil Uji Organoleptik terhadap Tekstur
Sosis Ikan Tuna
0
1
2
3
4
5
6
Suhu 100 Suhu 110 Suhu 120
Tin
gkat
Ke
suka
an T
eks
tur
Suhu Penggorengan (oC)
Frekuensi Minyak ke-1
Frekuensi Minyak ke-5
Frekuensi Minyak ke-10
63
Pada Gambar 4.7 pada suhu 100oC tingkat kesukaan
tertinggi panelis terhadap tekstur keripik sosis terjadi pada
perlakuan penggorengan pada frekuensi pemakaian minyak ke
10, yaitu sebesar 5,3 sedangkan sosis dengan tingkat kesukaan
terendah terjadi pada frekuensi pemakaian minyak pertama,
yaitu sebesar 4,95. Pada suhu 110oC, sosis dengan tingkat
kesukaan tertinggi terjadi pada frekuensi pemakaian minyak ke
10, yaitu sebesar 5,3, sedangkan tingkat kesukaan terendah
terjadi pada frekuensi pemakaian minyak pertama, yaitu
sebesar 5,1. pada suhu 120oC, sosis dengan tingkat kesukaan
tertinggi terjadi pada frekuensi pemakaian minyak ke 10, yakni
sebesar 5,25, dan tingkat kesukaan terendah terjadi pada
frekuensi pemakaian minyak ke 5, yakni sebesar 4,35.
Keseluruhan hasil dapat dilihat pada Lampiran 13
Analisis ragam (annova) uji organoleptik diatas telah
melibatkan unsur sensoris manusia sehingga taraf ketelitian
harus tinggi yaitu 99% atau dengan tingkat kesalahan 1%.
Berdasarkan uji ragam di atas dapat dilihat perlakuan suhu dan
frekuensi pemakaian minyak tidak berbeda nyata atau tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap tekstur. Karena
perlakuan tidak berbeda nyata, maka tidak perlu dilakukan uji
lanjut dengan uji Duncan.
64
4.6 Bulk Density, Solid Density, dan Porosity
Salah satu sifat fisis bahan yang cukup dominan dan
dapat dikenali serta memiliki efek yang dapat dipelajari adalah
sifat densitas dan porositas bahan. Keduanya merupakan sifat
fisis yang pasti ditemui pada keripik sosis ikan tuna. Perbedaan
nilai kepadatan setiap bahan yang disebabkan oleh komponen
penyusunnya akan menyisakan celah celah kosong diantara
rapat serbuk penyusun bahan tersebut. Tingkat kerapatan
rongga inilah yang mempengaruhi tingkat kekerasan atau
tekstur pada keripik sosis. Besar kecilnya nilai densitas maupun
porositas menentukan baik tidaknya kualitas keripik sosis ikan
tuna.
4.6.1 Bulk Density
Pengukuran Bulk Density dilakukan dengan cara
memasukkan pasir kedalam gelas ukur hingga volume tertentu,
kemudian memasukkan keripik sosis ke dalam gelas ukur dan
menimbunnya kembali dengan pasir yang telah terukur
volumenya. Hasil perhitungan densitas didapatkan dari
pembagian antara massa keripik sosis dengan selisih volume
pasir sebelum dan sesudah bahan ditimbun. Hasil pengukuran
Bulk density dapat dilihat pada Gambar 4.8
65
Gambar 4.8 Diagram Hasil Pengukuran Bulk Density Sosis Ikan
Tuna
Pada gambar 4.8 Dapat dilihat bahwa pada suhu 100oC,
sosis dengan tingkat nilai densitas tertinggi terjadi ada
perlakuan penggorengan pada frekuensi pemakaian minyak ke
10, yaitu sebesar 0,492 g/ml, sedangkan sosis dengan nilai
densitas terendah terjadi pada frekuensi pemakaian minyak ke
5, yaitu sebesar 0,294 g/ml. Pada suhu 110oC, sosis dengan
nilai densitas tertinggi terjadi pada frekuensi pemakaian minyak
pertama, yaitu sebesar 0,469 g/ml, sedangkan nilai densitas
terendah terjadi pada frekuensi pemakaian minyak ke-10, yaitu
sebesar 0,348 g/ml. pada suhu 120oC, sosis dengan nilai
densitas tertinggi terjadi pada frekuensi pemakaian minyak ke
10, yakni sebesar 0,591 g/ml, dan nilai densitas terendah terjadi
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
100 110 120
Bu
lk D
en
sity
(g/
ml)
Suhu (oC)
Frekuensi Minyak ke-1
Frekuensi Minyak ke-5
Frekuensi Minyak ke-10
66
pada frekuensi pemakaian minyak pertama, yakni sebesar
0,383 g/ml. Keseluruhan hasil dapat dilihat pada Lampiran 4.
Hasil uji ragam Anova menunjukan bahwa perlakuan suhu
memberikan pengaruh nyata terhadap Bulk Density, sedangkan
perlakuan pengulangan minyak memberikan pengaruh tidak
nyata atau tidak berpengaruh nyata terhadap Bulk Density.
Karena hanya perlakuan suhu yang berbeda nyata, maka uji
lanjut dengan menggunakan uji Duncan 5% hanya dilakukan
pada perlakuan suhu dengan hasil yang tertera pada Tabel 4.6
Tabel 4.6 Uji Lanjut Bulk Density Terhadap Temperatur
Sosis Ikan Tuna
Perlakuan Bulk Density
T1 0.398a
T2 0.398a
T3 0.455b
Uji Duncan menyatakan bahwa perlakuan yang diikuti oleh
simbol/huruf yang sama tidak berbeda nyata, sedangkan
perlakuan yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan taraf 5%. Berdasarkan hasil uji di atas
dapat disimpulkan Perlakuan T1 dan T2 tidak berbeda nyata
karena sama-sama diikuti oleh huruf a. Perlakuan T1 berbeda
nyata dengan perlakuan T3 dan sebaliknya.Perlakuan T3
berbeda nyata dengan perlakuan T1 dan T2 karena diikuti oleh
huruf yang berbeda
67
Menurut Haryanto., et al (2001) suhu penggorengan
menyebabkan kenaikan nyata terhadap nilai densitas keripik.
Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk menggoreng maka
semakin tinggi nilai densitas keripik tersebut. Densitas pada
keripik berkaitan dengan tingkat kekerasan keripik tersebut.
Semakin rendah kekerasannya maka keripik semakin renyah.
4.6.2 Solid Density
Solid Density merupakan densitas bahan padat tidak
termasuk pori yang berisi udara. Pengukuran Solid Density
dilakukan dengan menggunakan piknometer 25 ml dengan
menggunakan toluena sebagai fluidanya. Sampel yang mana
berupa keripik sosis sebelumnya dihancurkan terlebih dahulu
dalam ukuran yang cukup kecil untuk dapat dimasukkan ke
dalam piknometer dan untuk meyakinkan bahwa tidak ada pori
yang tertutup. Hasil pengukuran Solid Density dengan
menggunakan piknometer dapat dilihat pada Gambar 4.9
68
Gambar 4.9 Diagram Hasil Pengukuran Solid Density Sosis
Ikan Tuna
Pada gambar diatas Dapat dilihat bahwa pada suhu
100oC, sosis dengan tingkat nilai solid density tertinggi terjadi
pada perlakuan penggorengan pada frekuensi pemakaian
minyak ke-10, yaitu sebesar 1,025 g/ml, sedangkan sosis
dengan nilai solid density terendah terjadi pada pengulangan
minyak ke-5, yaitu sebesar 0,959 g/ml. Pada suhu 110oC, sosis
dengan nilai solid density tertinggi terjadi pada frekuensi
pemakaian minyak pertama, yaitu sebesar 0,977 g/ml,
sedangkan tingkat solid density terendah terjadi pada frekuensi
pemakaian minyak ke-5, yaitu sebesar 0,956 g/ml. pada suhu
120oC, sosis dengan nilai solid density tertinggi terjadi pada
frekuensi pemakaian minyak pertama dan ke-5, yakni sebesar
0,993 g/ml, dan nilai solid density terendah terjadi pada
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1
1,2
100 110 120
Solid
Den
sity
(g/
ml)
Suhu (oC)
Frekuensi Minyak ke-1
Frekuensi Minyak ke-5
Frekuensi Minyak ke-10
69
pengulangan minyak ke-10, yakni sebesar 0,901 g/ml.
Keseluruhan hasil dapat dilihat pada Lampiran 4.
Hasil uji ragam Anova menunjukan bahwa perlakuan suhu
memberikan pengaruh nyata terhadap Solid Density, sedangkan
frekuensi pemakaian minyak juga memberikan pengaruh nyata
terhadap Solid Density. Karena kedua perlakuan pengulangan
memperlihatkan perbedaan nyata, maka uji lanjut dengan
menggunakan uji Duncan 5% dilakukan pada perlakuan suhu
dan frekuensi pemakaian minyak dengan hasil yang tertera
pada Tabel 4.7
Tabel 4.7 Uji Lanjut Solid Density Terhadap Pengulangan
Minyak Sosis Ikan Tuna
Perlakuan Solid Density
T1M1 0,976c
T1M5 0,959b
T1M10 1,025d
T2M1 0,977c
T2M5 0,956b
T2M10 0,969bc
T3M1 0,980cd
T3M5 0,993d
T3M10 0,901a
Uji Duncan menyatakan bahwa perlakuan yang diikuti oleh
simbol/huruf yang sama tidak berbeda nyata, sedangkan
perlakuan yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan taraf 5%. Berdasarkan hasil uji di atas
70
dapat disimpulkan bahwa perlakuan T1M1, T2M1, T2M10, dan
T3M1 tidak berbeda nyata satu sama lain, namun berbeda
nyata dengan T1M5, T1M10, T2M5, T3M5 dan T3M10.
Perlakuan T1M5, T2M5, dan T2M10 tidak saling berbeda nyata
namun berbeda nyata dengan perlakuan yang lain. Perlakuan
T1M10, T3M1, dan T3M5 tidak berbeda nyata, namun berbeda
nyata dengan perlakuan yang lain. Sedangkan perlakuan
T3M10 berbeda nyata dengan semua perlakuan yang lain.
Besarnya nilai Solid Density pada keripik sosis ikan tuna
sejalan dengan nilai Bulk Density. Nilai solid density lebih besar
dibanding bulk density terjadi karena solid density diukur
dengan memadatkan sejumlah tepung yang dimasukkan ke
dalam wadah sampai volume tertentu (Gilang et al., 2013). Hal
ini menyebabkan terisinya ruang-ruang kosong diantara partikel-
partikel bahan (pada pengukuran bulk density) yang dapat
tertampung dalam volume ruang yang sama akan lebih banyak.
Semakin besar selisih antara solid density dan bulk density
menunjukkan bahwa keripik sosis ikan tuna akan semakin sulit
menempati ruang karena memiliki tekstur yang berongga
didalamnya.
4.6.3 Porosity
Porositas merupakan sifat fisik yang penting untuk
menyatakan karakteristik tekstur dan kualitas keripik sosis ikan
tuna. Porositas didefinisikan sebagai fraksi volume udara atau
71
fraksi void dalam sampel, sehingga untuk menghitungnya perlu
diukur terlebih dahulu bulk volume dari sampel keripik sosis
dengan volumenya ketika void sudah dihancurkan dengan
tekanan. Hasil uji porositas keripik sosis ikan tuna dapat dlihat
pada Gambar 4.10
Gambar 4.10 Diagram Hasil Pengukuran Porositas Sosis
Ikan Tuna
Pada Gambar 4.10 Dapat dilihat bahwa pada suhu 100oC,
sosis dengan tingkat nilai porositas tertinggi terjadi pada
perlakuan penggorengan frekuensi pemakaian minyak ke 5,
yaitu sebesar 62,999 %, sedangkan sosis dengan tingkat
porositas terendah terjadi pada frekuensi minyak pertama, yaitu
sebesar 59,008 %. Pada suhu 110oC, sosis dengan nilai
porositas tertinggi terjadi pada frekuensi pemakaian minyak ke
5, yaitu sebesar 63,254 %, sedangkan tingkat porositas
50
52
54
56
58
60
62
64
66
68
100 110 120
Po
rosi
tas
(%)
Suhu (oC)
Frekuensi Minyak ke-1
Frekuensi Minyak ke-5
Frekuensi Minyak ke-10
72
terendah terjadi pada frekuensi pemakaian minyak pertama,
yaitu sebesar 60,081 %. pada suhu 120oC, sosis dengan nilai
porositas tertinggi terjadi pada frekuensi pemakaian minyak ke
5, yakni sebesar 62,828 %, dan nilai porositas terendah terjadi
pada frekuensi pemakaian minyak pertama, yakni sebesar
59,501 %. Keseluruhan hasil dapat dilihat pada Lampiran 4.
Hasil uji ragam Anova menunjukan bahwa perlakuan suhu
memberikan pengaruh nyata terhadap Porosity, sedangkan
frekuensi pemakaian minyak juga memberikan pengaruh nyata
terhadap Porosity. Karena kedua perlakuan berbeda nyata,
maka uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan 5% dilakukan
pada perlakuan suhu dan frekuensi pemakaian minyak dengan
hasil yang tertera pada Tabel 4.8
Tabel 4.8 Uji Duncan 5% Interaksi Perlakuan TM parameter
Porositas
Perlakuan Porositas
T1M1 59.006a
T3M1 59.372b
T3M10 59.526c
T2M1 60.296d
T1M10 60.817e
T2M10 61.078f
T3M5 62.819g
T1M5 62.988h
T2M5 63.254i
73
Uji Duncan menyatakan bahwa perlakuan yang diikuti oleh
simbol/huruf yang sama tidak berbeda nyata, sedangkan
perlakuan yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata
berdasarkan uji Duncan taraf 5%. Berdasarkan hasil uji di atas
dapat disimpulkan bahwa seluruh perlakuan berbeda nyata satu
dengan yang lain karena seluruhnya diikuti oleh huruf yang
berbeda.
74
75
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Perlakuan suhu penggorengan yang digunakan yaitu 100,
110, dan 120 menunjukkan pengaruh nyata terhadap intensitas
warna L a* b*, sensoris warna, Bulk Density, Solid Density dan
Porosity keripik sosis ikan tuna. Semakin tinggi suhu yang
digunakan maka semakin besar nilai intensitas warna, Bulk
density, serta Solid Density sosis ikan tuna. Perlakuan suhu
tidak berpengaruh terhadap kadar, rendemen, serta sensoris
tekstur keripik sosis ikan tuna.
Perlakuan frekuensi pemakaian minyak yang diambil
pada pengulangan minyak pertama, ke-5 dan ke-10
menunjukkan pengaruh nyata pada intensitas warna b*,
sensoris warna, Solid Density serta Porosity keripik sosis ikan
tuna. Perlakuan frekuensi pemakaian minyak tidak berpengaruh
terhadap kadar air, intensitas warna L dan a*, rendemen,
sensoris tekstur serta Bulk Density keripik sosis ikan tuna.
Kesetimbangan massa keripik sosis ikan tuna selama
proses penggorengan vakum meliputi massa awal sosis segar
yang dimasukkan ke penggorengan yaitu sebesar 500 gram,
dengan kadar air sosis segar yakni sebesar 69,85%. Minyak
yang ditambahkan adalah sebesar 9000 gram. Selama proses
penggorengan, terjadi penurunan kadar air atau dehidrasi pada
76
sosis ikan tuna sehingga keripik sosis yang dihasilkan memiliki
berat rata-rata 286,44 gram dan kadar air rata-rata 4,4%.
Kesetimbangan massa diperoleh dari massa awal sosis segar
ditambah massa komponen minyak yang terserap selama
proses penggorengan yaitu dengan nilai kesetimbangan massa
tertinggi sebesar 634.085 gram dengan rendemen akhir
sebesar 24,956%, dan kesetimbangan massa terendah
sebesar 610,18 gram dengan rendemen akhir 26,793%.
5.2 Saran
1. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi minyak terhadap
karakteristik fisik, kesetimbangan massa, serta
organoleptik sebaiknya dilakukan lebih dari 10 kali
frekuensi penggorengan dengan pengambilan sampel
sebanyak 5.
2. Perlu dikaji lebih lanjut mengenai umur simpan keripik
sosis ikan tuna sehingga penurunan mutu selama
penyimpanan dan massa berlaku produk dapat
ditentukan.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memahami
komposisi dan struktur bahan baku terhadap absorpsi
minyak selama proses penggorengan vakum.
77
DAFTAR PUSTAKA
Albert E. D. 2001. Principle of Meat Science . W.H. Freeman
and Co., San Francisco
Amertaningtyas D, Masdiana C. P, Manik E. S, Khothibul U. A.
2010. Kualitas Organoleptik (Kerenyahan dan Rasa)
Kerupuk Rambak Kulit Kelinci pada Teknik Buang
Bulu yang Berbeda. Di dalam: Katz EE, Labuza
TP. Effect of Water activity on the Sensori Crispiness
and Mechanical Deformation of Food Product. J Food
Science.49:403- 408.
Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa
Produk Pangan. Institut Pertanian Bogor.
Brown, A. 2000. Understanding Food: Principles and
Preparation. Wadsworth Inc, Belmon.
BSN (Badan Standarisasi Nasional). 2013. Minyak Goreng.
21744 SNI 3741: 2013. -
http://ndb.nal.usda.gov/ndb/food/show/. Tanggal
Akses: 10/02/2016
Christina, M. A. 1996. Pengaruh Penggunaan Isolat Protein
Kedele Yang Termodifikasi Secara Enzimatik
Terhadap Mutu Sponge Cake Dan Minuman [Skripsi].
78
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1989. Daftar
Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara.
Jakarta.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2003. Nemipterus
nemathophorus.
http://www.pelabuahnperikanan.co.id. [12 Februari
2016].
Garayo, J., dan R. G. Moriera. 2002. Vacuum Frying of Potato
Chips. Kournal of Food Engineering 55, pp. 181-191.
Gilang, Retna., Affandi, Dian R., Ishartani, Dwi. 2013.
Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Koro Pedang
(Canavalia ensiformis) dengan Variasi Perlakuan
Pendahuluan. Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No. 3.
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Haryanto, Bambang., Purwadaria, Hadi K. Perubahan Warna,
Tekstur, Densitas, dan Komposisi sebagai Parameter
Tingkat Ketuaan Buah Mangga Arumanis. 10.22146/
Agritech. 1645. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
79
Ibarz, Albert., G. V. Barbosa-Canovas. 2010. Food Preservation
Technology Series: Introduction to Food Process
Engineering. CRC Press.
Jamaludin, Suardy, Siswanto, L. Suriana. 2011. The Influence of
Temperature and Vacuum Pressure on Water
Vaporization, Volume Changes and Density Ratio of
Fruit Chips During Vacuum Frying. Jurnal Teknologi
Pertanian vol.12 no. 2. Makassar.
Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press
Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak
Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Halaman 284.
Khotimah, K., E. S. Hartatie. 2013. Kualitas Fisika dan Kimia
Sosis Ayam dengan Penggunaan Labu Merah
(Cucurbita moschata) sebagai Alternatif Pengganti
Pewarna dan Antioksidan. Jurusan Peternakan,
Fakultas Pertanian dan Peternakan. Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang
Kramlich, W. E. 1971. Sausage Product. Di Dalam J.F. Price
dan B.S Schweigert (eds). The Science of Meat and
Meat Product. p. 485. W. H. Freeman and Company,
San Francisco
80
Lastriyanto, A. 1998. Mesin Penggoreng Hampa Sistem Water –
jet Kajian Teknis, Ekonomis dan Model Penerapan
pada Industri Kecil. Teknik Pertanian UB. Malang
Lastriyanto A, Soeparman R, Soenoko, Sumardi. 2013. Analysis
Frying Constant of Pineapples Vacuum Frying. World
Applied Sciences journal 23 (11): 1465-1470. ISSN
1818-4952.
Macel-Dekker. New York. Amano. K 1965 dalam Tanikawa
1971. 1965. Fish Sausage Manufacturing. Di dalam
Borgstorm, G. Editor. Fish as Food Volume III .
Academic Press. New York.
Maghfiroh I. 2000. Pengaruh penambahan bahan pengikat
terhadap karakteristik nugget dari ikan patin (
Pangasius pangasius ) [Skripsi]. Program Studi
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Maity, P. 2014. Heteroglycan of an Edible Mushroom Entoloma
Lividoalbum : Structural Characteriztion and Study of
its Protective Role for Human Lymphocytes.
Carbohydrate Polymers 114, 157 – 165.
Massiani,R.. 2005. Pengolahan Sekundder Buah – Buahan
Menggunakan Vacuum Frying. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian. Kalimantan Tengah.
81
Nurmalasari, Muthia., Diajeng A., Yuli S., Amalia, Nurul.,
Zaenuri M. 2016. Analisa Densitas dan Porositas
Batuan dan Serbuk. Jurusan Fisika, Fakultas MIPA,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue, 10th Ed.
Dept. of Animal Science. The Ohio State University
and the Ohio Agricultural Reserch and Development
Center. Ohio.
Pomeranz, Y. 1991. Fungtional Properties of Food Components.
Second Edition. Departement of Food Science and
Human Nutrition. Washington University. Academic
Press, Inc. Washington.
Rahmayuni, Idama, Nathania, Wahyuningtyas., Dianka. 2013.
Uji Kesukaan Hasil Jadi Kue Brownies Menggunakan
Tepung Terigu dan Tepung Beras. Unspecified
Thesis, BINUS.
Rompis, J. E. G. 1998. Pengaruh Kombinasi Bahan Pengikat
dan Bahan Pengisi Terhadap Sifat Fisik, Kimia, Serta
Palatabilitas Sosis Sapi. (Tesis). Program Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rosell, J. B. 2001. Frying. Woodhead Publishing Limited,
Abington Hall, Abington. Cambridge, England
82
Rust, R. E. 1987. Sausage Product. In : The Science of Meat
and Meat Product, 3rd Ed. J.F. Price and B.S.
Schweigert (Ed.). Food and Nutrition Press, Inc., West
Port Conecticut.
Sahin, Serpil.,G. S. Servet. 2005. Physical Properties of Food.
Food Science Text Series
Sebrel W. H, J. J. Hagerty. 1982. Makanan dan Gizi.
Terjemahan: Tim Penerjemah Tira Pustaka. Jakarta:
Tira Pustaka.
Setyawan, Dwi A, Sugiyarto, Solichatun, Susilowati A. 2013.
Review: Physical, Physical Chemistries, chemical and
Sensorial Characteristic of Several Fruits and
Vegetables Chips Produced by Low-Temperature of
Vacuum Frying Machine. Journal Bioscience vol. 5,
no. 2, pp. 86-103.
Singh R, Paul, Dennis R. 2014. Introduction to Food
Engineering 5th Edition. USA: Elsevier Inc.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Sucipto, D. A, saroja G, Nuriyah L. 2013. Pengukuran Densitas
Bahan Organik Berskala Milli-liter (mL) dengan
Metode Levitasi Magneto-Archimedes Menggunakan
83
Sumber Magnet Tunggal. Jurusan Fisika FMIPA
Universitas Brawijaya. Malang
Susiwi, S. 2009. Penilaian Organoleptik dalam Regulasi
Pangan. Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Suyatno. 2008. Menghitung Besar Sampel Penelitian. FKM
Undip Semarang. http://www.suyatno.blog.undip.ac.id.
Akses tanggal 15 februari 2016
Svoboda, J. 2004. Physical Separation in Science and
Engineering. Vol. 13. No. 3–4. pp 127–139.
Swinkels J. J. M.1985. Sources of Strach, It’s Chemistry and
Physics. in : Van Beynum, g.M.A. and J.A. Roels
(Eds). 1985. Strach Conversion Technology
Tanikawa E. 1971. Marine Product in Japan. Koseisha.
Koseikaku. Tokyo.
Tasman A. 1981. Mempelajari Pembuatan Biscuit dari
Campuran Tepung Sagu dan Kedelai.[Skripsi].
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Tauber. 1985. Sausage. Didalam Disroisier Nw (Ed). Element of
Food Technology . Westport. The AVI Publishing Co.
Connecticut
84
Wagiyono, 2003. Menguji Kesukaan Secara Organoleptik.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional.
Wardani, Eva. W.B., Lutfi, Mustofa., Nugroho, Wahyunanto.
2013. Identifikasi Sifat Fisik Buah Nangka (Artocarpus
heterophyllus). Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis
dan Biosistem Vol. 1 No.3. Jurusan Keteknikan
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Brawijaya. Malang.
Wilson, N. R. P, Dyett E. J, Hughes R. B, Jones C. R. V. 1981.
Meat and Meat Product ; Factor Affeecting Quality
Control. Applied Science Publishers, London and New
Jersey.
Winarno F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia.
Jakarta.
Winarno, F, G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.