PEMBUATAN SOSIS
-
Upload
aditiaariefpradana -
Category
Documents
-
view
212 -
download
3
Transcript of PEMBUATAN SOSIS
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Produk pangan asal hewan merupakan salah satu sumber nutrisi penting bagi manusia.
Kandungan nutrisi yang ada dalam bahan pangan asal hewan (BPAH) tidak saja bermanfaat
bagi manusia, namun juga sangat digemari oleh mikroba penyebab untuk memenuhi kebutuhan
nutrisinya. Akibat adanya pertumbuhan mikroba pada BPAH menyebabkan BPAH tidak dapat
disimpan lama, untuk memperpanjang daya simpannya maka BPAH perlu diolah menjadi
produk olahan BPAH.Berbagai macam produk olahan BPAH telah dikenal baik yang berasal
dari olahan susu, telur maupun yang berasal dari daging. Beberapa produk olahan BPAH antara
lain adalah yoghurt, keju, susu pasteurisasi, susu bubuk, tepung telur, telur asin, telurpindang,
sosis, corned beef, nugget, bakwan dan masih banyak lagi.
Kemajuan pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat berdampak
pula pada produk-produk daging. Berbagai jenis olahan daging telah banyak beredar dalam
masyarakat seperti bakso, sosis, daging asap, abon dan lain-lain. Sosis merupakan salah satu
bahan makanan olahan yang cukup digemari karena praktis, dan rasanya yang enak. Dengan
berkembangnya pengetahuan dan teknologi, maka cara pengolahan sosis pun berkembang. Di
masyarakat, dikenal beberapa cara yang umum digunakan untuk membuat sosis. Berikut ini
akan dibahas salah satu cara pembuatan sosis yang tergolong baru dan mudah diterapkan saat
ini.
Makalah ini membahas tentang sosis daging sapi, yang saat ini sudah banyak dipasarkan
baik di supermarket maupun di pasar tradisional, bahkan juga dijajakan oleh pedagang sayur
keliling. Rasa, aroma dan kekenyaklan sosis pada umumnya dapat menggugah selera konsumen
dari kalangan orang tua, dewasa, terlebih lagi anak-anak. Bahan baku daging, bumbu serta cara
pembuatan sosis sangat menentukan kualitas sosis yang dihasilkan.
2. Masalah dan Batasannya
Sosis merupakan salah satu bahan olahan yang praktis dan cukup digemari di kalangan
anak-anak, sebagai “jajanan” yang bergizi tinggi. Namun, hanya sedikit orang yang dapat
membuat sosis, padahal cara pembuatan sosis dapat dibilang cukup mudah dengan penerapan
teknologi yang sederhana. Untuk itu dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai cara
pembuatan sosis dan teknologi yang digunakan.
3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberikan sedikit informasi mengenai
cara pembuatan sosis kepada masyarakat luas.
4. Landasan Teori
Daging
Daging merupakan sumber protein berkualitas tinggi, mengandung vitamin B dan
mineral, khususnya besi. Secara umum dapat dikatakan bahwa daging terdiri dari air dan bahan-
bahan padat. Bahan padat daging terdiri dari bahan – bahan yang mengandung nitrogen, mineral,
garam dan abu. Kurang lebih 20 % dari semua bahan padat dalam daging adalah protein.
(Sugiyono dan Muchtadi,1992).
Daging adalah sumber utama zat-zat makanan yang dibutuhkan untuk kesehatan manusia
yang mengkonsumsinya (Lawrie,1995). Menurut Forrest et al . (1975), nilai nutrisi daging yang
tinggi disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan
seimbang. Di samping kandungan proteinnya tinggi, daging juga mengandung air, lemak,
karbohidrat dan komponen organik (Soeparno,1994).
Sosis
Sosis adalah makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudian dihaluskan
dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang berupa usus hewan atau
pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak. Menurut Kramlich (1971), sosis adalah
makanan yang dibuat dari daging yang digiling dan dibumbui, umumnya dibentuk menjadi
bentuk yang simetris.
Menurut SNI 01-3020-1995 sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran
daging halus (mengandung daging tidak kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau
tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan
dimasukan ke dalam selongsong sosis. Komponen daging yang sangat penting dalam pembuatan
sosis adalah protein. Protein daging berperan dalam peningkatan hancuran daging selama
pemasakan sehingga membentuk struktur produk yang kompak. Peran protein yang lain adalah
pembentukan emulsi daging, yaitu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi lemak
(Krimlich,1971).
Emulsi Sosis
Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi sua cairan atau
senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang
berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase diskontinu, dan cairan tempat
terdispersinya globula-globula tersebut disebut fase kontinu. Protein-protein daging yang terlarut
bertindak sebagai pengemulsi dengan membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel
yang terdispersi (Soeparno,1994).
Menurut Charley (1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian. Satu , fase terdispersi
yang terdiri dari partikel-partikel yang tidak dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya minyak,
meskipun tidak selalu. Fase kedua adalah fase kontinu. Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika
air dan minyak dicampur, keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang
jelas. Agar partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan zat
ketiga, yaitu molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas. Zat ini
dinamakan pengemulsi.
Kandungan protein yang tinggi akan meningkatkan kapasitas emulsi daging. Kapasitas
emulsi dari berbagai daging trimming menurun dengan menurunnya kandungan lean. Garam
mampu melarutkan lebih banyak protein sehingga lebih tersedia untuk emulsifikasi.Karena itu,
lemak yang lebih banyak bisa diemulsi dengan protein ynag lebih sedikit sehingga meningkatkan
efisiensi. Kapasitas emulsi dari protein larut dalam air lebih rendah dibandingkan dengan
kapasitas emulsi protein larut dalam garam (Wilson et al., 1981).
Air
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan macam
daging yang digunakan. Fungsi air adalah untuk meningkatkan keempukan dan juice (sari
minyak) daging, menggantikan sebagian air yang hilang selama proses pembuatan, melarutkan
protein yang mudah larut dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk
melarutkan protein larut garam, berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga
temperatur produk serta mempermudah penetrasi bahan-bahan curing (Soeparno,1994).
Kandungan air sosis bervariasi tergantung pada jumlah air yang ditambahkan dan macam daging
yang digunakan.
Menurut Kramlich (1971), pada proses pembuatan sosis biasanya ditambahkan air dalam
bentuk es sebanyak 20-30%. Penambahan es juga berfungsi untuk mencegah agar suhu adonan
tetap rendah selama penggilingan sehingga kestabilan emulsi dapat terjaga (Wilson etal., 1981).
Garam
Garam berfungsi untul memberikan citarasa dan sebagai pengawet. Penggunaan garam
bervariasi, umumnya 2-2.5 % karena adanya hubungan dengan penyakit darah tinggi,
penggunaan garam semakin dikurangi. Pada konsentrasi garam yang sama, sosis yang teksturnya
kasar nampaknya kurang asin bila dibandingkan dengan sosis yang halus teksturnya
(Kramlich,1971).
Menurut Soeparno (1994), garam merupakan bahan terpenting dalam curing, berfungsi
sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat meningkatkan tekanan osmotik
medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri terhambat pertumbuhannya. Wilson et al.(1981)
menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya
mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.
Sodium Trifosfat (STPP)
Penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering rata-rata 0.3 %.
Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama
pemasakan, pengalengan, atau penggorengan (Wilson et al.,1981). Menurut Soeparno (1994),
fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat air oleh protein daging, mereduksi
pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak
boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5 %.
Wilson et al. (1981) mengatakan bahwa fosfat yang digunakan dalam sistem pangan
menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan kekuatan ionik dan
memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi tersebut dipakai dalam produk daging untuk
meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan memperlambat oksidasi.
Lemak
Lemak berperan sebagai fase diskontinu pada emulsi sosis. Kadar lemak berpengaruh
pada keempukan da jus daging. Emulsi dari lemak sapi cenderung lebih stabil karena lemak sapi
mengandung lebih banyak asam lemak jenuh. Sosis masak harus mengandung lemak tidak lebih
dari 30 %. (Kramlich,1971).
Bahan pengikat
Penambahan bahan pengikat bertujuan untuk meningkatkan stabilitas emulsi,
meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan citarasa, mengurangi pengerutan selama
pemasakan serta mengurangi biaya formulasi. Bahan pengikat adalah material bukan daging
yang dapat meningkatkan daya mengikat air daging dan emulsifikasi lemak. Bahan pengikat
mempunyai protein yang tinggi. Contoh dari bahan pengikat adalah tepung kedelai, isolat protein
kedelai serta skim bubuk. (Soeparno,1994).
Penyedap dan bumbu
Penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun kombinasi yang ditambahkan pada
pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada produk tersebut. Garam dan merica
merupakan bahan penyedap utama dalam pembuatan sosis (Soeparno, 1994). Bumbu adalah
suatu substansi tumbuhan aroatik yang telah dikeringkan dan biasanay sudah dalam bentuk
bubuk (Rust, 1987). Penambahn bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukkan untuk
menambah/meningkatkan flavor (Soeparno,1994). Selain menambah flavor, dalam beberapa hal
bumbu juga bersifat bakteriostatik dan antioksidan(Pearson dan Tauber, 1984 ).
Selongsong sosis
Selongsong sosis dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis. Selongsong sosis
dapat berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus selama penanganan dan
pengangkutan, serta sebagai media display selama diperdagangkan. Selongsong sosis harus
memiliki sifat kuat dan elastis (Pearson dan Tauber,1984). Menurut Kramlich (1971), ada lima
macam selongsong yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu:
1) selongsong yang terbuat dari usus hewan,
2) selongsong yang terbuat dari kolagen,
3) selongsong yang terbuat dari selulosa,
4) selongsong yang terbuat dari plastik,
5) selongsong yang terbuat dari logam.
Sosis memang jenis makanan yang lezat dan mudah diolah dengan berbagai resep sosis.
Aneka ragam variasi sosis dengan mudah dapat diperoleh baik di pasar modern maupun pasar
tradisional. Perbedaan jenis sosis terletak pada warna, bentuk, ukuran, cita rasa, bahkan bahan
dasar dan proses pembuatannya. Berdasarkan metode cara membuat Sosis, secara umum dibagi
menjadi 5, yaitu :
1. Fresh Sausage, yaitu sosis yang dibuat dari daging segar yang belum mengalami
pelayuan dan tidak dikuring. Penguringan adalah suatu cara pengolahan daging dengan
menambahkan beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit,
natrium-nitrat, gula, serta bumbu-bumbu. Proses pembuatan Sosis segar tidak
menggunakan proses pemasakan ataupun diasapi. Sosis jenis ini harus didinginkan dan
dimasak sebelum dimakan. Contohnya Fresh Beef sausage.
2. Fresh Smoke Sausage, yaitu Fresh Sausage yang diasap. Sosis ini juga harus didinginkan
dan dimasak sebelum dimakan. Contohnya adalah Mettwurst.
3. Dry sausage, adalah Fresh sausage yang dikeringkan.Sosis jenis ini biasanya dimakan
dalam kondisi dingin dan didiamkan dalam jangka waktu lama.
4. Cooked Sausage, dibuat dari daging segar yang kemudian dimasak / direbus. Sosis jenis
ini biasanya dimakan segera setelah dimasak atau apabila disimpan maka harus
dipanaskan terlebih dahulu sebelum dimakan. Contoh sosis jenis ini adalah sosis Veal,
Braunschweiger.
5. Cooked Smoked Sausages, sosis jenis ini hampir sama dengan Cooked Sausage, tetapi
setelah direbus maka sosis diasap atau diasap dahulu baru kemudian direbus. Sosis jenis
ini dapat dimakan panas atau dingin, tetapi harus disimpan dilemari pendingin,
Contohnya Wiener, Kielbasa atau Bologna.
Sedangkan menurut Dr. Ir. Joko Hermanianto, dosen Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan
IPB,sosis dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Sosis mentah (rohwurst), dibuat dari daging sapi mentah yang digiling (tanpa proses
pemasakan), kemudian ditambahkan kultur bakteri lactobacillus sehingga terjadi proses
fermentasi.
2. Sosis matang (brunchwurst), dibuat dari daging mentah digiling, diolah, lalu dimasak.
Sosis jenis Brunchwurst merupakan jenis sosis yang paling banyak beredar di Indonesia
3. Sosis masak (kochwurst), biasanya dibuat dari daging tetelan atau hati yang direbus,
diolah, dan dimasak lagi.
Tiap jenis sosis memiliki varian yang begitu beragam. Di Jerman, tercatat lebih dari 1500
jenis sosis dengan penamaan yang berbeda-beda, sesuai dengan bahan yang digunakan, jumlah
komposisi daging, serta selera. Hal ini berbeda dengan di Indonesia, yang belum memiliki
standarisasi. Walaupun berkiblat ke Jerman, resep sosis di Indonesia berbeda resep aslinya yang
hampir 100% menggunakan campuran daging atau lemak babi.
Dilihat dari jenis dagingnya, sosis digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu sosis sapi, sosis
ayam, dan sosis babi. Akhir-akhir ini daging kambing juga telah digunakan sebagai bahan baku
pembuatan sosis. Di Bali, terkenal sosis yang dibungkus dengan menggunakan casing usus babi,
yang dinamakan “urutan”.
Berdasarkan daerah pengembangannya, dikenal berbagai nama dagang (merek) sosis, contohnya
1. Salami Sausage, yang berasal dari daerah Salami. Sosis jenis ini dibuat dari daging
giling yang kadang-kadang dibiarkan tidak halus, sehingga bagian-bagian dagingnya
masih terlihat.
2. Bologna Sausage dari Bologna, merupakan sosis dengan tekstur yang lembut.
3. Frankfurter Sausage dari Frankfurt, dengan tekstur yang juga lembut. Sosis jenis ini
nantinya lebih populer dengan nama Wiener Sausage. Sedangkan di Amerika Serikat
orang mengenalnya dengan istilah Hot Dog.
Berdasarkan tingkat kehalusan penggilingan daging, sosis dibedakan atas sosis daging giling
dan sosis emulsi. Dalam sosis daging giling, daging tidak dihaluskan. Sehingga masih terlihat
serat-serat daging yang belum hancur dan menghasilkan tekstur yang khas. Sedangkan dalam
sosis emulsi, daging digiling halus sampai terbentuk emulsi dengan lemak yang ditambahkan.
II. PEMBAHASAN
A. Sosis
Sosis berasal dari bahasa latin yaitu “salsus” yang berarti digarami atau daging yang
disiapkan melalui penggaraman (Pearson dan Tauber, 1984). Sosis yang umum adalah produk
daging giling yang dimasukan kedalam selongsong (casing) sehingga mempunyai bentuk yang
spesifik (bulat panjang) dengan berbagai ukuran (Rust, 1987). Sejarah perkembangan sosis
berjalan lambat, dimulai dengan proses penggaraman yang sederhana dan pengeringan daging.
Hal ini dilakukan untuk mengawetkan daging segar yang tidak dikonsumsi dengan segera
(Kramlich, 1971).
Sosis merupakan makanan yang dibuat dari daging yang telah dicincang kemudia
dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan kedalam pembungkus buatan, dengan atau
tidak dimasak, dengan atau tanpa diasap (Hadiwiyoto, 19830). Menurut SNI 01-3020-1995 sosis
adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung daging tidak
kurang dari 75%) dengan tepung atau pati dengan atau tanpa penambahan bumbu-bumbu dan
bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis.
Pembuatan sosis merupakan suatu teknik produksi dan pengawetan makanan yang telah
dilakukan sejak sangat lama. Di banyak negara, sosis merupakan topping populer untuk pizza.
Sosis terdiri dari bermacam - macam tipe, ada sosis mentah dan juga sosis matang. Di Indonesia
terdapat berpuluh - puluh merk sosis, ada yang tipe premium dan ada tipe biasa, tergantung jenis
sosisnya dan secara umum dapat dilihat dari harganya.
Pearson dan Tauber (1984) menyatakan bahwa sosis dapat diklasifikasikan atas dasar keragaman
yang digunakan dalam perbedaan metode pengolahan yang dibutuhkan untuk memproduksi
setiap jenis sosis. Klasifikasi sosis terdiri atas:
1. Sosis segar, yaitu jenis sosis yang dibuat dari daging yang tidak dimasak, tidak dikuring,
umumnya daging babi segar dan terkadang daging sapi. Sosis jenis ini harus disimpan
pada lemari pendingin dan dimasak dahulu sebelum dihidangkan.
2. Sosis asap tidak dimasak, yaitu sosis yang mempunyai karakteristik sama dengan sosis
segar, namun sosis ini diselesaikan dengan pengasapan untuk memberikan flavor dan
warna yang berbeda, serta harus dimasak dahulu sebelum dikonsumsi.
3. Sosis masak, yaitu sosis yang dipersiapkan dari satu atau lebih macam-macam daging
unggas. Sosis ini biasanya merupakan sosis dengan emulsi yang baik.
4. Sosis kering dan semi kering, merupakan sosis yang diproduksi melalui proses fermentasi
dengan persiapan paling rumit diantara semua jenis sosis. Perhatian penuh sangat
dibutuhkan pada setiap tahap proses pembuataannya, dan harus dilakukan selama
beberapa bulan di bawah kondisi suhu dan kelembabab yang terkontrol.
5. Sosis daging spesial, merupakan produk yang dibuat dari daging cacah yang biasanya
dimasak atau cendrung dibakar daripada diasap.
Sosis sapi banyak digemari masyarakat karena selain rasanya enak, bergizi dan memiliki
bentuk yang menarik. Menurut Kramlich (1971), sosis adalah makanan yang dibuat dari daging
yang telah dicincang kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam
pembungkus yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan atau tidak dimasak.
B. Tahap Pembuatan Sosis
Pada pembuatan sosis ada beberapa tahap yang harus dikerjakan, yaitu kyuring, pembuatan
adonan, pengisian selongsong, pengasapan, dan perebusan.
1. Kuring
Kuring adalah pemeraman daging dengan menambahkan garam, nitrat atau nitrir,
phosphate, sodium aritrobat, atau asam askorbat. Tahapannya, pertama daging dipotong
sebesar telapak tangan (10X10X2 cm). Kemudian diolesi garam dan campuran gula
(1%), garam kristal NaNO2 atau KNO2 (7,5 gram untuk 50 kg daging) dan sodium
aritrobat sebanyak 22,5 gram untuk 50 kg daging. Kuring dikerjakan pada suhu 2 – 4 0C
selama sehari semalam.
2. Pembuatan Adonan Pencincangan, pemberian bumbu-bumbu meliputi : garam, gula
pasir, bawang putih, merica, sendawa, penyedap rasa, Sodium Trifosfat (STPP), binding,
dan filling.
3. Casing
Selongsong pada umumnya terdiri dari usus sapi, kambing, domba, dan babi. Selongsong
dapat pula berupa bahan lain yang khusus dibuat untuk itu, seperti sellulosa, kolagen atau
plastik.
4. Perebusan
Tujuan perebusan adalah memberikan rasa dan aroma tertentu pada sosis, memberikan
warna yang lebih karena terbentuknya senyawa nitrosohemokhrom dan memperpanjang
daya simpan. Sosis yang telah diasapkan, direbus dalam ketel dengan suhu 70 -75 0C,
lama perebusan tegantung jenis sosis yang diproduksi.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Beberapa peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan sosis ini adalah yaitu squit, panci,
kukusan, kompor gas, baskom, timbangan duduk, blender atau gilingan daging, pisau, telenan,
benang, dan thermometer.
2. Bahan
Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah daging ayam 1 kg, tepung sagu 150 gram, susu
skim 100 gram, selongsong (casing) secukupnya. Sedangkan bumbu-bumbu yang dibutuhkan
diantaranya garam dapur 2,5 sendok makan, gula pasir 60 gram, lada atau merica 15 gram,
bawang putih 20 gram, sendawa 40 ml, lemak ayam 200 gram, minyak goreng 100 gram, cuka
40 ml, penyedap rasa 2 bungkus, jahe secukupnya, pala 5 gram, sodium trifosfat STPP 0,25
sendok makan, dan es batu 400 gram.
D. Proses Pembuatan Sosis
Sebelum membuat sosis, penting untuk mengetahui tahapan pembuatan dan alat serta bahan
yang dibutuhkan. Setelah mengetahui kedua hal tersebut, langkah selanjutnya adalah mengetahui
proses pembuatan sosis. proses pembuatan sosis adalah sebagai berikut.
1. Bersihkan daging, pisahkan dari tulangnya lalu diiris halus.
Daging
Daging merupakan sumber protein berkualitas tinggi, mengandung vitamin B dan
mineral, khususnya besi. Menurut Forrest et al . (1975), nilai nutrisi daging yang tinggi
disebabkan karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap dan
seimbang. Di samping kandungan proteinnya tinggi, daging juga mengandung air, lemak,
karbohidrat dan komponen organik (Soeparno,1994).
2. Giling daging, garam, setengah bagian es, sendawa, dan Sodium Trifosfat (STPP) di dalam
blender atau food processor.
a. Garam
Menurut Soeparno (1994), garam merupakan bahan terpenting dalam curing,
berfungsi sebagai pengawet, penambah aroma dan citarasa. Garam dapat meningkatkan
tekanan osmotik medium pada konsentrasi 2 %, sejumlah bakteri terhambat
pertumbuhannya. Wilson et al.(1981) menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat
kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada
sosis sekitar 1-5%.
b. Es
Menurut Kramlich (1971), penambahan es biasanya sebanyak 20-30%. Es juga
berfungsi untuk mencegah agar suhu adonan tetap rendah selama penggilingan sehingga
kestabilan emulsi dapat terjaga (Wilson etal., 1981).
c. Sendawa
Pemakaian sendawa diperlukan untuk mencegah pertumbuhan bakteri klostridium
yang dapat mengakibatkan keracunan makanan. Selain itu, sendawa juga berfungsi
melembutkan daging, dan mempertahankan warna sosis tetap merah.
d. Sodium Trifosfat (STPP)
Menurut Soeparno (1994), fungsi fosfat adalah untuk meningkatkan daya mengikat
air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging dan menghambat ketengikan. Jumlah
penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5% dan produk akhir harus
mengandung fosfat kurang dari 0.5 %.
3. Masukkan lemak, tepung sagu, susu skim, bumbu, dan sisa es ke dalam blender, lalu giling
kembali sambil ditambahkan minyak goreng.
a. Lemak
Lemak berperan sebagai fase diskontinu pada emulsi sosis. Kadar lemak
berpengaruh pada keempukan dan jus (sari minyak) daging. Emulsi dari lemak sapi
cenderung lebih stabil karena lemak sapi mengandung lebih banyak asam lemak jenuh.
Sosis masak harus mengandung lemak tidak lebih dari 30 % (Kramlich,1971).
b. Bahan Pengisi
Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan produk
olahan daging yang harus mempunyai kemampuan mengikat sejumlah air. Tepung sagu
merupakan salah satu bahan pengisi. Penambahan tepung sagu ke dalam produk olahan
daging berfungsi sebagai binding, shaping, dan extender serta berperan untuk
mengurangi biaya produksi dalam pengolahan produk olahan daging. Dapat juga
digunakan tepung beras atau tepung tapioka sebagai pengganti, namun mungkin akan
mempengaruhi rasa.
c. Bahan Pengikat
Penambahan bahan pengikat bertujuan untuk meningkatkan stabilitas emulsi,
meningkatkan daya mengikat air, meningkatkan citarasa, mengurangi pengerutan selama
pemasakan serta mengurangi biaya formulasi. Bahan pengikat adalah material bukan
daging yang dapat meningkatkan daya mengikat air daging dan emulsifikasi lemak.
Bahan pengikat mempunyai protein yang tinggi. Contoh dari bahan pengikat adalah
tepung kedelai, isolat protein kedelai serta susu skim (Soeparno,1994).
d. Bumbu
Bumbu adalah suatu substansi tumbuhan aroatik yang telah dikeringkan dan
biasanya sudah dalam bentuk bubuk (Rust, 1987). Penambahan bumbu pada pembuatan
sosis terutama ditujukan untuk menambah atau meningkatkan flavor (Soeparno,1994).
Selain menambah flavor, dalam beberapa hal bumbu juga bersifat bakteriostatik dan
antioksidan (Pearson dan Tauber, 1984 ).
4. Dinginkan adonan yang telah halus selama 10 menit, lalu masukkan ke dalam squit atau
stuffers yang bagian ujungnya telah dipasang casing.
Selongsong sosis (casing)
Selongsong sosis (casing) dipakai untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis
berfungsi sebagai cetakan selama pengolahan, pembungkus selama penanganan dan
pengangkutan, serta sebagai media display selama diperdagangkan. Selongsong sosis
harus memiliki sifat kuat dan elastis (Pearson dan Tauber,1984). Menurut Kramlich
(1971), ada lima macam selongsong yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis, yaitu
selongsong yang terbuat dari usus hewan, selongsong yang terbuat dari kolagen,
selongsong yang terbuat dari selulosa, selongsong yang terbuat dari plastik, dan
selongsong yang terbuat dari logam.
5. Masukkan adonan ke dalam casing, lalu ikat ujung casing menggunakan benang.
6. Rebus casing berisi adonan pada suhu 600C selama 45 menit.
Tujuan perebusan adalah memberikan rasa dan aroma tertentu pada sosis,
memberikan warna yang lebih karena terbentuknya senyawa nitrosohemokrom yang
stabil. Nitrosohemokrom ini menghasilkan warna merah muda yang merupakan warna
utama daging kuring, perebusan juga dapat memperpanjang daya simpan.
7. Perebusan dilakukan dalam panci yang berisi air dan kontrol dengan termometer. Usahakan
suhu tetap stabil selama 45 menit.
8. Sosis yang telah masak bisa dihidangkan untuk dikonsumsi.
Bahasan :
Proses pembuatan diawali dengan penggilingan daging beserta bahan-bahan yang
ditambahkan seperti lemak, garam, STPP, dan es batu. Bahan-bahan tersebut sebaiknya
digiling dengan menggunakan food processor agar lembut dan terjadi proses emulsifikasi
pada adonan.
Emulsifikasi yang terjadi dalam proses ini mengikatkan hubungan antara lemak
dengan air sehingga protein dapat menjalankan tugasnya sebagai pengemulsi yang dapat
menyatukan partikel-partikel yang tidak dapat saling larut. Hal ini didukung oleh Charley
(1982), emulsi terdiri atas tiga fase atau bagian.
1. Fase pertama adalah fase terdispersi yang terdiri dari partikel-partikel yang tidak
dapat larut. Pada makanan, zat ini biasanya minyak, meskipun tidak selalu.
2. Fase kedua adalah fase kontinyu. Pada makanan, zat ini biasanya air. Jika air dan
minyak dicampur, keduanya akan langsung memisah dan dan terlihat garis pemisah yang
jelas.
3. Agar partikel-partikel salah satu cairan tersuspensi dalam cairan lainnya, dibutuhkan
zat ketiga, yaitu molekul – molekul yang mempunyai afinitas untuk kedua cairan diatas.
Pada adonan sosis yang banyak mengandung kadar air di dalamnya, pembuatan sosis
dapat disiasati dengan menambahkan protein yang dapat diambil dari tepung berprotein tinggi
atau susu skim. Fungsinya adalah meningkatkan daya emulsi untuk mengikat air dan
lemak.Penambahan es batu bertujuan untuk menjaga suhu adonan agar tidak terlalu panas akibat
gaya gesek yang terjadi selama pengggilingan. Sehingga protein yang ada dalam daging tidak
terdenaturasi. Es pada adonan ini berfungsi untuk mengempukkan sosis, karena kadar air akan
meningkat.
Hal ini didukung dengan pernyaataan Soeparno (1994), fungsi air adalah untuk
meningkatkan keempukan dan juice (sari minyak) daging, melarutkan protein yang mudah larut
dalam air, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein larut garam,
berperan sebagai fase kontinu dari emulsi daging, menjaga temperatur produk serta
mempermudah penetrasi bahan-bahan kuring. Penambahan es batu dilakukan secara bertahap
dengan total penambahan 400 gram (40%). Menurut Kramlich (1971), pada proses pembuatan
sosis biasanya ditambahkan air dalam bentuk es sebanyak 20-30%.
Bahan lain yang ditambahkan dalam pembuatan sosis ini adalah garam. Garam yang
digunakan sebanyak + 3,9%. Garam berfungsi untuk mempercepat kelarutan protein otot dan
meningkatkan daya mengikat air. Selain itu, garam juga berkontribusi langsung terhadap citarasa
sosis dan bahan pengawet yang mencegah pertumbuhan bakteri. Wilson et al. (1981)
menjelaskan bahwa larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya
mengikat airnya. Konsentrasi optimum pada sosis sekitar 1-5%.
Sodium Trifospat (STTP) ini berguna untuk mengenyalkan sosis yang karena dapat
meningkatkan daya mengikat air pada daging dalam proses emulsifikasi. Uraian ini didukung
oleh Wilson et al. (1981) yang mengatakan bahwa fosfat yang digunakan dalam sistem pangan
menampilkan fungsi-fungsi kimia yaitu mengontrol pH, meningkatkan kekuatan ionik dan
memisahkan ion logam. Fungsi-fungsi tersebut dipakai dalam produk daging untuk
meningkatkan daya mengikat air, emulsifikasi dan memperlambat oksidasi.
Proses penggilingan sosis ditambahkan dengan bumbu-bumbu lain seperti susu skim,
bawang putih, pala, merica, jahe, dan penyedap rasa. Bahan tambahan tersebut berfungsi untuk
memberikan flavor yang enak dalam sosis serta dapat juga berfungsi sebagai bahan pengawet
makanan yang dapat mencegah pertumbuhan bakteri.
Tepung sagu yang ditambahkan dalam adonan sosis berfungsi sebagai bahan pengisi
yang berpengaruh kecil terhadap emulsifikasi. Penambahan tepung sagu ini dapat membantu
meningkatkan daya mengikat air selama proses pengolahan. Penambahan tepung sagu akan
berpengaruh terhadap rasa daging yang ada dalam sosis, semakin tinggi tepung yang
ditambahkan maka semakin tinggi jumlah atau volume adonan tetapi akan semakin rendah rasa
daging dalam sosis. Kandungan utama tepung sagu adalah pati. Pati mempunyai rasa yang tidak
manis, tidak larut dalam air dingin, tetapi didalam air panas dapat membentuk sol atau gel yang
bersifat kental.
Kemudian adonan dapat dikemas menggunakan selongsong sosis. Selongsong yang
digunakan dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan. Adonan dimasukkan ke dalam squit atau
stuffers kemudian ditekan hingga adonan masuk selongsong lalu diikat.Proses pengemasan yang
sudah selesai kemudian dilanjutkan dengan proses pemasakan sosis. Sosis yang dibuat dimasak
selama 45 menit pada suhu 60oC. Pemanasan dengan suhu rendah ini bertujuan meminimalkan
potensi pecah dan melelehnya selongsong karena pemanasan. Pemanasan tersebut sebaiknya
menggunakan api kecil saja dan tidak boleh dibiarkan hingga air rebusan mendidih.
III. PENUTUP
III.1 Simpulan
Dari keseluruhan isi makalah ini, dapat disimpulkan bahwa cara pembuatan sosis cukup
mudah, yaitu dengan menggiling daging, menggiling bumbu, mencampurnya, memasukkan
dalam casing, kemudian merebusnya.
III.2 Saran
Pada makalah ini, cara pembuatan sosis yang disajikan adalah cara pembuatan sosis yang
paling umum dan dengan proses pengolahan terbaru. Bila suatu saat ada cara yang lebih baru
dalam pembuatan sosis, misalnya penggunaan pengenyal lain yang lebih aman, mungkin dapat
ditambahkan dalam makalah selanjutnya, agar makalah yang dibuat dapat lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
http://bataviase.co.id/
http://bertani.wordpress.com/2010/10/27/pembuatan-sosis/#comment-36
http://duniasapi.com/id/makanan/1475-jenis-resep-sosis.html
http://en.wordpress.com/tag/tinjauan-pustaka-sosis/
http://fastasqi.wordpress.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Sosis
http://pelitaku.sabda.org/jenis_jenis_tulisan/memahami_struktur_karya_tulis_
ilmiah/
http://www.dalimunthe.com/search/label/info%20buat%20kamu