analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

134
ANALISIS HUBUNGAN MALOKLUSI DENGAN KUALITAS HIDUP PADA REMAJA SMU KOTA MEDAN TAHUN 2007 T E S I S Oleh: OKTAVIA DEWI 047023017/AKK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 0 8 Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Transcript of analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Page 1: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

ANALISIS HUBUNGAN MALOKLUSI DENGAN KUALITAS HIDUP PADA REMAJA SMU

KOTA MEDAN TAHUN 2007

T E S I S

Oleh:

OKTAVIA DEWI 047023017/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 0 8

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 2: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

ANALISIS HUBUNGAN MALOKLUSI DENGAN KUALITAS HIDUP PADA REMAJA SMU

KOTA MEDAN TAHUN 2007

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

OKTAVIA DEWI 047023017/AKK

.

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 0 8

ABSTRAK

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 3: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Prevalensi maloklusi pada remaja di Indonesia masih tinggi, mulai dari tahun 1983 adalah 90% sampai tahun 2006 adalah 89%, sementara perilaku kesehatan gigi pada remaja khususnya tentang maloklusi masih belum cukup baik dan pelayanan kesehatan gigi belum optimal. Akibat yang ditimbulkan maloklusi bukan hanya mengganggu rasa sakit fisik saja bahkan perkembangan psikologis dan sosial yang secara keseluruhannya menganggu terhadap kualitas hidup remaja. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan maloklusi dengan kualitas hidup dan sampai seberapa besar maloklusi dapat mengganggu kualitas hidup pada remaja SMU di Kota Medan. Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan disain cross sectional. Populasi adalah remaja yang berstatus sebagai pelajar SMU di Kota Medan, dengan jumlah sample sebanyak 413 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan status maloklusi berdasarkan Handicapping Malocclusion Assesment Index ( HMA Index). Analisis statistik dilakukan dengan uji statistik chi square dan regresi logistik ganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi maloklusi pada remaja SMU di kota Medan masih tergolong tinggi yaitu 60,5% dengan kebutuhan perawatan ortodonti yaitu 23%. Ada hubungan yang signifikan antara maloklusi dengan dimensi keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis,ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis, ketidakmampuan sosial dan hambatan. Sebagai kesimpulan ada hubungan yang signifikan antara maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja SMU Kota Medan (p=0,003, PR = 3,227 dan CI 95%=3,061-20,425). Disarankan agar masalah maloklusi ditetapkan sebagai salah satu prioritas program kesehatan gigi dan mulut yang mengarahkan kegiatan kepada pelayanan promotif dan preventif.

Kata Kunci : Maloklusi, kualitas hidup.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 4: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

ABSTRACT

Malocclusion prevalence in adolescences in Indonesia is still high, from 1983 is 90% to 2006 is 89%, meanwhile the habit of dental health in adolescences especially malocclusion is not adequate and dental health service is not optimal. Whereas the causes with are present malocclusion not only to disturb physical pain even the development of psychologic of live in adolescences. The aim of the study was to know the relation of malocclusion of quality of live in senior high school adolescences in Medan city. This is analytic study with cross sectional design. The population were adolescences of senior high school student in Medan city with the total samples were 413 people. Data collection was performed with interview and examination of malocclusion status based on Handicapping Malocclusion Accesment Index (HMA Index). Statistical analysis was performed with statistical chi square test and double logistic regression. The result of this study showed that malocclusion prevalence in senior High School adolescences in Medan city is relatively high that is 60.5% with the need of orthodontic treatment that is 23%. There were relations among malocclusion with functional limitation, physical pain, psychological discomfort, physical disability, psychological disability, social disability and handicap. The conclusion there was relation between malocclusion with quality of live in Senior High School adolescences in Medan city (p=0.003, PR = 3.227 and CI 95%=3.061-20.425). It was suggested that malocclusion problem was estabilished as one of the priority programs of oral and dental health with directed the activity to preventive and promotive services. Key words : malocclusion, quality of live

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 5: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah atas rahmat dan ridho yang telah

diberikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan Tesis

dengan judul ”Analisis Hubungan Maloklusi dengan Kualitas Hidup pada Remaja SMU

Kota Medan tahun 2007”

Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian Tesis ini selain upaya penulis juga

tak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan

terima kasih yang tulus kepada :

1. Ibu Prof.Dr.Ir.Chairun Nisa,B.,Msc.,Direktur Sekolah Pascasarjana USU.

2. Bapak Dr.Drs.Surya Utama,MS., Ketua Program Studi Administrasi dan

Kebijakan Kesehatan, Sekolah Pasca sarjana USU.

3. Ibu Prof.Dr.drg.Nurmala Situmorang,Mkes., Ketua Komisi Pembimbing, yang

telah banyak memberikan dorongan, semangat dan mengarahkan penulis dalam

menyelesaikan penulisan Tesis ini.

4. Ibu Dra.Syarifah,MS., Anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak

memberikan dorongan, semangat dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

penulisan Tesis ini.

5. Ibu dr Arlinda Sari Wahyuni,Mkes., Anggota Komisi Pembimbing, yang telah banyak

memberikan dorongan, semangat dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan

penulisan Tesis ini.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 6: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

6. Ibu Dr.Dra.Ida Yustina,Msi., dan Bapak Dr.Drs.Kintoko Rochadi,Mkes., selaku

pembanding dan penguji yang juga telah memberikan masukan yang sangat berharga

untuk penyempurnaan tesis ini.

8. Seluruh Dosen dan Pegawai Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan.

9. Kepala Sekolah dan para guru SMUN 3, SMUN 4, SMU Harapan dan SMU Panca

Budi yang telah memberikan izin dan membantu penulis melaksanakan penelitian di

sekolah.

10. Dekan FKG USU yang telah memberikan izin penulis untuk mengikuti program

Magister.

11. Ketua Departemen dan seluruh staf IKGP/KGM yang telah banyak memberikan

dorongan, semangat dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan Tesis

ini.

12. Seluruh teman-teman mahasiswa Pascasarjana USU, yang telah memberikan

sumbang saran, dorongan serta kerjasam yang baik selama mengikuti pendidikan.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan sati persatu dalam pengantar ini.

Secara khusus penulis juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada

1. Ayahanda Drs.Nurhadi dan Ibunda (Alm) Rosmalini yang telah berperan sangat besar

dalam mendidik dan membesarkan penulis.

2. Suami dr.Dasril Efendi,SpPD dan anak-anak tercinta Reyhan,Fadel dan Cica yang

selalu memberikan dorongan dan kesabaran serta kasih sayang sehingga penulis dapat

menyelesaikan pendidikan dengan baik.

Akhir kata izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala

kekhilafan selama mengikuti pendidikan Program Studi Pascasarjana Ilmu Kesehatan

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 7: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Masyarakat USU ini dan semoga amalan-amalan yang telah diberikan kepada penulis

dapat diberikan balasan yang berlipat ganda oleh Allah SWT, Amin ya Robbal Alamin.

Medan, 28 November 2007

Penulis

(Oktavia Dewi)

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 8: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS

Nama : Oktavia Dewi

Tempat/Tanggal Lahir: Padang, 15 Oktober 1970

Alamat : Komp. Puri Tanjung Sari no 12 Pasar I Tanjung Sari

Medan

Agama : Islam

Suami : dr.Dasril Efendi, SpPD

Anak : 1. Muhammad Reyhan

2. Fadel Muhammad

3. Raisha Daseviana

B. RIWAYAT PENDIDIKAN :

1. SD PPSP IKIP Padang, 1977-1982

2. SMPN 7 Padang, 1982-1985

3. SMAN 2 Padang, 1985-1988

4. FKG USU Medan, 1988-1993

C. RIWAYAT PEKERJAAN :

1. Staf pengajar FKG Baiturahmah, tahun 1994-1995

2. PTT puskesmas, 1995-1998

3. Staf pengajar FKG USU, 1998 sampai sekarang

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 9: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ............................................................................................... i ABSTRAC ............................................................................................... ii KATA PENGANTAR .............................................................................. iii RIWAYAT HIDUP................................................................................... vi DAFTAR ISI ............................................................................................ vii DAFTAR TABEL...................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii PENDAHULUAN ................................................................................... 1

Latar Belakang ....................................................................... 1 Permasalahan ......................................................................... 7 Tujuan Penelitian ................................................................... 7

Hipotesis ................................................................................ 8 Manfaat Penelitian ................................................................. 9 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 10 Pengertian Maloklusi .............................................................

Penyebab Maloklusi ............................................................. 11 Akibat Maloklusi ................................................................... 13 Diagnosis Maloklusi ............................................................. 13 Hubungan Maloklusi dengan Kesehatan Mulut .................... 14 Indeks Maloklusi ............................................................... 15 Pengertian Remaja ........................................................... 19 Pembagian dan Batasan Usia Remaja ................................. . 20 Perkembangan Masa Remaja ................................................. 22 Perilaku Kesehatan ................................................. . 26 Kebutuhan ................................................................. 27 Perilaku pencarian Pengobatan .............................................. 27 Pendidikan Orang Tua ................................................ 30 Konsep Sehat ................................................... 32 Konsep Kualitas hidup ................................................... 32 Landasan Teori .................................................. 37 Kerangka Konsep ................................................... 40 METODE PENELITIAN ......................................................................... 42 Jenis Penelitian ....................................................................... 42 Lokasi Penelitian ..................................................................... 42 Waktu Penelitian .................................................................... 42 Populasi dan Sampel ............................................................... 43 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 45

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 10: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Variabel dan Definisi operasional ................................................ 46 Metode Pengukuran ................................................................... 48 Analisis data ................................................................................. 54 HASIL PENELITIAN ................................................................................... 57 Deskripsi Lokasi Penelitian ......................................................... 57 Karakteristik Responden ............................................................. 58 Gambaran Pertilaku Kesehatan Responden ................................ 59 Gambaran Maloklusi..................................................................... 62 Gambaran Kualitas Hidup ............................................................ 65 Hubungan Jenis Kelamin dengan Maloklusi ................ 67 Hubungan Sosiodemografi, Perilaku Kesehatan dan Maloklusi dengan Dimensi Kualitas Hidup ............................................................... 67 Uji Dimensi Kualitas Hidup ........................................................ 74 Uji Dimensi Keterbatasan Fungsi.................................................. 76 Uji Dimensi Rasa sakit Fisik ........................................................ 77 Uji Dimensi Ketidaknyamanan Psikis........................................... 79 Uji Dimensi Ketidakmampuan Fisik............................................. 80 Uji Dimensi Ketidakmampuan Psikis .......................................... 81 Uji Dimensi Ketidakmampuan Sosial .......................................... 83 Uji Dimensi Hambatan ................................................................. 84 Uji Kualitas Hidup ........................................................................ 86 PEMBAHASAN ............................................................................................. 89 Gambaran Sosiodemografi ............................................................. 89 Gambaran Maloklusi ............................................................. 89 Gambaran Perilaku Kesehatan ....................................................... 92 Gambaran Kualitas Hidup ............................................................. 93 Hubungan Sosiodemografi dengan Dimensi Kualitas Hidup ........ 94 Hubungan Perilaku Kesehatan dengan Dimensi Kualitas Hidup... 96 Hubungan Maloklusi dengan Dimensi Kualitas Hidup ................. 97 Hubungan Maloklusi dengan Kualitas Hidup ................................ 99 Keterbatasan Penelitian ................................................................. 100 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 102 Kesimpulan ...................................................................................... 102 Saran ............................................................................................... . 104 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 107

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 11: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 1. Oral Health Index Profile-49 ................................................... 35 2. Karakteristik responden .......................................................... 56 3. Persentase remaja SMU menurut pengetahuan kesehatan gigi 58 4. Persentase remaja SMU berdasarkan tingkat pengetahuan tentang maloklusi.................................................................... 58 5. Persentase distribusi sikap remaja SMU terhadap susunan gigi-geliginya.......................................................................... 59 6. Persentase remaja SMU berdasarkan sikap terhadap maloklusi 59 7. Persentase remaja SMU yang menerima pelayanan kesehatan gigi............................................................................................. 60 8. Distribusi maloklusi pada remajaSMU.................................... 60 9. Persentase ciri-ciri maloklusi................................................... 61 10. Persentasi kualitas hidup pada remaja SMU .......................... 63 11. Hubungan jenis kelamin dengan status maloklusi .................. 64 12. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi keterbatasan fungsi ...................... 65 13. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi rasa sakit fisik ................................ 66 14. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi ketidaknyamanan psikis ................. 67 15. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi ketidakmampuan fisik .................... 68 16. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi ketidakmampuan psikis ................. 69

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 12: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

17. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi ketidakmampuan sosial ......................................... 70 18. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi hambatan ................................................................ 71 19. Nilai p dan rasio prevalens variabel maloklusi, sosiodemografi dan perilaku kesehatan gigi terhadap dimensi kualitas hidup ................. 72 20. Persamaan regresi logistik ganda variabel sosiodemografi, perilaku, maloklusi terhadap dimensi keterbatasan fungsi .............................. 73 21. Uji interaksi maloklusi terhadap dimensi keterbatasan fungsi ......... 73 22. Persamaan akhir regresi logistik ganda maloklusi terhadap dimensi keterbatasan fungsi ........................................................................... 74 23. Nilai p dan rasio prevalens analisis multivaria regresi logistik ganda variabel sosiodemografi, perilaku dan maloklusi terhadap rasa sakit fisik ................................................................................................... 74 24. Uji interaksi variabel maloklusi dengan variabel sosiodemografi dan perilaku terhadap dimensi rasa sakit fisik................................... 75 24. Nilai p dan rasio prevalens analisis multivariat regresi logistik ganda variabel sosiodemografi, perilaku dam maloklusi terhadap ketidak- nyamanan psikis................................................................................ 76 25. Persamaan akhir regresi logistik ganda maloklusi terhadapdimensi ketidanyamanan psikis ...................................................................... 77 26. Nilai p dan rasio prevalens analisis multivariat regresi logistik ganda variabel sosiodemografi, perilaku dan maloklusi terhadap ketidak- mampuan fisik..................................................................................... 77 27. Uji interaksi variabel maloklusi dengan variabel sosiodemografi dan perilaku terhadap dimensi ketidakmampuan fisik ............................. 77 28. Nilai p dan rasio prevalens analisis multivariat regresi logistik ganda variabel sosiodemografi, perilaku dan maloklusi terhadap ketidak- mampuan psikis .................................................................................. 78 29. Uji interaksi variabel maloklusi dengan variabel sosiodemografi dan Perilaku terhadap dimensi ketidakmampuan psikis ........................... 79 30. Persamaan akhir regresi logistik ganda maloklusi terhadap dimensi

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 13: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

ketidakmampuan psikis ................................................................ 79 31. Nilai p dan rasio prevalens analisis multivariat regresi logistik ganda variabel sosiodemografi, perilaku dan maloklusi terhadap ketidak- mampuan sosial .................................................................................. 80 32. Uji interaksi variabel maloklusi dengan variabel sosiodemografi dan perilaku terhadap dimensi ketidakmampuan sosial............................. 80 33. Nilai p dan rasio prevalens analisis multivariat regresi logistik ganda variabel sosiodemografi, perilaku dan maloklusi terhadap hambatan.. 81 34. Uji interaksi variabel maloklusi dengan variabel sosiodemografi dan Perilaku terhadap dimensi hambatan .................................................. 82 35. Persamaan akhir regresi logistik ganda maloklusi terhadap dimensi Hambatan............................................................................................ 82 36. Nilai p dan rasio prevalens analisis multivariat regresi logistik ganda variabel sosiodemografi, perilaku dan maloklusi terhadap ketujuh dimensi kualitas hidup ...................................................................... 83 37. Uji interaksi variabel maloklusi dengan variabel model terhadap kualitas hidup...................................................................................... 83 38. Pemeriksaan variabel konfonder hubungan maloklusi dengan kualitas hidup ... ............................................................................................. 84 39. Persamaan akhir regresi logistik ganda maloklusi terhadap kualitas hidup................................................................................................... 84 40. Hasil penelitian prevalensi maloklusi................................................. 86

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 14: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004 yang dilaporkan oleh Departemen

Kesehatan RI menunjukkan secara umum bahwa diantara penyakit yang dikeluhkan dan

yang tidak dikeluhkan, prevalensi penyakit gigi dan mulut adalah yang tertinggi meliputi

60% penduduk. Gigi dan mulut merupakan investasi bagi kesehatan se-panjang hidup,

peranannya cukup besar dalam mempersiapkan zat makanan sebelum absorbsi nutrisi

pada saluran pencernaan, di samping fungsi estetis dan bicara. Berbagai penyakit maupun

kelainan gigi dan mulut dapat mempengaruhi berbagai fungsi rongga mulut, salah

satunya adalah kelainan susunan gigi atau yang disebut dengan maloklusi. Maloklusi

merupakan kelainan gigi yang menduduki urutan kedua setelah penyakit karies gigi.

Maloklusi adalah salah satu kelainan dentofasial yang kebanyakan bersifat morfogenik

dan merupakan masalah di bidang kesehatan gigi dan akan terus menerus meningkat

sehingga penelitian–penelitian dibidang ilmu kedokteran gigi masih tetap diperlukan

(Dewanto, 1993).

Maloklusi adalah bentuk oklusi gigi yang menyimpang dari normal. Oklusi adalah

hubungan kontak antara gigi geligi bawah dengan gigi atas waktu mulut ditutup. Oklusi

dikatakan normal, jika susunan gigi dalam lengkung geligi teratur baik serta terdapat

hubungan yang harmonis antara gigi atas dengan gigi bawah, hubungan seimbang antara

gigi, tulang rahang terhadap tulang tengkorak dan otot sekitarnya yang dapat memberikan

keseimbangan fungsional sehingga memberikan estetika yang baik. Penyimpangan

tersebut berupa ciri–ciri maloklusi yang jumlah dan macamnya sangat bervariasi baik

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 15: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

pada tiap–tiap individu maupun sekelompok populasi. Ciri–ciri maloklusi di antaranya

adalah: gigi berjejal (crowdeed), gingsul (caninus ektopik), gigi tonggos (disto oklusi),

gigi cakil (mesio oklusi), gigitan menyilang (crossbite), gigi jarang (diastema).

Menurut penelitian Hong (2001) yang melakukan evaluasi terhadap perubahan

maloklusi selama 25 tahun dengan menggunakan indeks skor Harry L Draker California

Modification (HDL Cal Mod index) didapat bahwa terjadi penambahan yang signifikan

pada kasus–kasus crowdeed pada gigi anterior dalam hubungan labio-lingual .

Akhir–akhir ini perhatian pada penelitian kuantitatif tentang akibat-akibat penyakit

yang mempengaruhi fungsi, kenyamanan dan kemampuan untuk melakukan tugas sehari-

hari sedang ditingkatkan. Tindakan ini merupakan bagian dari promosi kesehatan

terutama dalam hubungan dengan ” hidup sehat sepanjang umur ” (healthy years of live).

Organisasi kesehatan sedunia (WHO) merumuskan konsep sehat bukan hanya dengan

tidak adanya penyakit dan kecacatan, melainkan juga mencakup keadaan sehat baik fisik,

mental maupun sosial. Hal ini menunjukkan adanya suatu status yang harus ditingkatkan.

Penelitian yang dilakukan hingga saat ini kebanyakan diarahkan pada akibat fisik yang

ditinggalkan oleh penyakit, seperti penelitian morbiditas sehingga konsep sehat WHO

tidak terukur. Penilaian menyeluruh terhadap hasil–hasil pelayanan kesehatan menjadi

tidak tergambar, karena hanya mengukur prevalensi dan keparahan penyakit sedangkan

gambaran fungsi, ketidaknyamanan secara psikis serta disabilitas tidak diperoleh. Telaah

mengenai pengaruh kesehatan gigi dan mulut terhadap kualitas hidup masih sedikit

dilakukan, sedangkan data prevalensi dan keparahan maloklusi yang bersifat klinis sudah

banyak tersedia namun belum dapat menggambarkan korelasi yang jelas antara maloklusi

dengan kualitas hidup (Situmorang, 2004).

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 16: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Konsep kualitas hidup yang dimaksud dalam uraian ini dikembangkan dari konsep

sehat WHO, yaitu respons individu dalam kehidupan sehari–hari terhadap fungsi fisik,

psikis dan sosial akibat adanya maloklusi pada remaja. Konsep ini tidak hanya

menekankan pada ada atau tidaknya penyakit tetapi juga menekankan pengukuran fungsi

fisik yang berhubungan dengan pengunyahan, tidak adanya rasa sakit dan

ketidaknyamanan , fungsi psikis seperti senyum dan daya tarik diri, fungsi sosial seperti

kepercayaan pada diri sendiri sehingga mampu mengerjakan pekerjaan normal sehari–

hari serta kepuasan terhadap kesehatan rongga mulut (Slade, 1994).

Menurut beberapa studi epidemiologi yang dilakukan pada remaja Amerika

Serikat dilaporkan 11% remaja umur 12–17 tahun mempunyai oklusi normal, 34,8%

mempunyai maloklusi ringan dan 25,2% mempunyai maloklusi yang berat sehingga

beberapa kasus memerlukan perawatan (Dewanto, 1993). Penelitian Gan-Gan (1997)

tentang maloklusi pada murid–murid SMP di wilayah Kotamadya Bandung me-

nunjukkan prevalensi maloklusi telah mencapai 90,79%. Keadaan ini mencakup

maloklusi berat 26,32%, maloklusi sedang 11,84% dan maloklusi ringan 11,84%. Hasil

penelitian ini juga menunjukkan lebih dari separuh (54,4%) yang mengalami maloklusi

mempunyai pengetahuan yang kurang tentang akibat maloklusi dan perawatannya.

Hasil penelitian Agusni (1998) pada anak Sekolah Dasar di Surabaya menunjukan

31% anak tidak memerlukan perawatan terhadap maloklusi, 45% memerlukan perawatan

ringan dan 24% sangat memerlukan perawatan karena keadaan maloklusinya tergolong

parah sehingga mengganggu kesehatan fisik dan kehidupan sosialnya. Di Kota Medan,

prevalensi maloklusi pada 4 Sekolah Menengah Umum bahkan telah mencapai 83%

(Marpaung, 2006).

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 17: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Maloklusi dapat mengakibatkan beberapa gangguan atau hambatan dalam diri

penderitanya . Dilihat dari segi fungsi, gigi crowdeed amat sulit dibersihkan dengan

menyikat gigi, kondisi ini dapat menyebabkan gigi berlubang (caries) dan penyakit gusi

(gingivitis) bahkan kerusakan jaringan pendukung gigi (periodontitis) sehingga gigi

menjadi goyang dan terpaksa harus dicabut. Dari segi rasa sakit fisik, maloklusi yang

berlebihan pada tulang penunjang dan jaringan gusi, kesulitan dalam

menggerakkanrahang (gangguan otot dan nyeri), gangguan sendi temporomandibular,

yang dapat menimbulkan sakit kepala kronis atau sakit pada wajah dan leher (Dewanto,

1993).

Dari segi hambatan sosial, maloklusi dapat mempengaruhi kejelasan bicara

seseorang. Apabila ciri maloklusinya berupa disto oklusi akan terjadi hambatan

pengucapan huruf p, b, dan m. Apabila ciri maloklusinya berupa mesio oklusi akan terjadi

hambatan mengucapkan huruf s, z, t dan n. Dari segi psikis, maloklusi dapat

mempengaruhi estetis dan penampilan seseorang. Penampilan wajah yang tidak menarik

mempunyai dampak yang tidak menguntungkan pada perkembangan psikologis

seseorang, apalagi pada saat usia masa remaja (Kustiawan,2003).

Masa remaja merupakan tahap penting dalam kurun kehidupan manusia karena

merupakan masa peralihan dari masa kanak–kanak ke masa dewasa, terjadi perubahan

fisik, mental dan psikososial yang cepat yang berdampak pada berbagai aspek

kehidupannya. Pada masa ini remaja lebih mementingkan daya tarik fisik dalam proses

sosialisasi (Sarwono, 2005). Beberapa penelitian yang melibatkan penampilan daya tarik

penampilan wajah menyatakan bahwa ” Anatomi adalah takdir dan kecantikan adalah

indah”. Kecantikan atau kesempurnaan fisik sangat didambakan oleh setiap remaja.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 18: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Remaja dapat merasa tidak puas terhadap penampilan wajahnya yang tidak hanya

menyebabkan mereka merasa tertekan tapi juga akan menurunkan fungsinya dalam

kehidupan sosial, keluarga, pekerjaan dan bahkan bisa menurunkan aktivitas belajar

karena sering tidak masuk sekolah akibat malu untuk bertemu orang lain atau merasa

dicemoohkan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya krisis ketidakpercayaan terhadap

diri sendiri sehingga untuk masa depan dalam hal mencari pekerjaan, remaja ini akan

mengalami hambatan, karena pada saat sekarang ini kebanyakan beberapa pekerjaan

membutuhkan penampilan fisik dan wajah yang menarik (Dewanto,1993). Bahkan untuk

kasus lebih jauh bisa terjadinya rasa putus asa yang parah sehingga remaja dapat

mengakhiri hidupnya. Menurut Dibiase (2001), remaja yang menderita maloklusi

merupakan korban penindasan (bullying) yang berupa ejekan dari teman sekolahnya

sehingga mereka akan terganggu psi-kososialnya.

Pada umumnya masyarakat lebih mengagumi atau menyanjung seseorang yang

mempunyai penampilan wajah yang menarik dan daya tarik itu dipandang sebagai

sesuatu yang berhubungan dengan status sosial, harga diri dan kedudukan sosial yang

sukses. Dalam hal ini penampilan yang kurang menarik dipandang sebagai sesuatu

masalah kesehatan yang berarti dan kelainan susunan geligi dapat mempengaruhi daya

tarik wajah yang berhubungan dengan kesehatan sosial (Dewanto, 1993).

Di Indonesia penelitian tentang kesehatan gigi dan mulut kebanyakan me-rupakan

penelitian tentang prevalensi dan keparahan karies, penyakit periodontal dan maloklusi

saja. Belum ada studi yang menggambarkan pengaruh maloklusi terhadap kualitas hidup,

sementara untuk karies dan penyakit periodontal telah dilakukan penelitian sebelumnya

di Kota Medan (Situmorang, 2004). Mengingat banyaknya masalah yang dapat

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 19: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

ditimbulkan akibat maloklusi pada remaja SMU, yang mementingkan penampilan estetis

dan perkembangan untuk kehidupan sosial dengan teman sebayanya dalam rangka

mencari identitas diri, maka diperlukan suatu penelitian analitik untuk mengetahui beban

dan akibat maloklusi yang bukan saja berupa informasi tentang prevalensi, keparahan dan

pengetahuan serta perilaku pencarian pengobatannya, melainkan untuk dapat mengetahui

pengaruhnya dalam kehidupan sehari–hari. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan

dalam penyusunan kebijakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Alasan-alasan

pentingnya dilakukan penelitian pengaruh maloklusi terhadap kualitas hidup adalah :

a. Tingginya prevalensi dan keparahan maloklusi dan akibat yang dapat dialami oleh

penderitanya terutama remaja SMU. Remaja yang menderita maloklusi akan

mengalami hambatan dalam perkembangan psikologis dan kehidupan sosial dengan

teman sebayanya.

b. Aspek kualitas hidup penting dalam menilai program kesehatan gigi dan mulut

apalagi pencegahan maloklusi belum termasuk salah satu program peningkatan

kesehatan gigi dan mulut dari Departemen Kesehatan RI, sementara pertemuan para

pakar kedokteran gigi di North Carolina, USA (1996) menekankan pentingnya

memasukkan aspek kualitas hidup dalam penilaian hasil program pelayanan

kesehatan gigi dan mulut.

Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian maka dapat dirumuskan

permasalahan penelitian sebagai berikut ; ” Apakah maloklusi mempunyai hubungan

dengan kualitas hidup remaja SMU dan seberapa besar hubungan tersebut ?

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 20: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tujuan Penelitian.

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui gambaran status sosiodemografi (jenis kelamin, pendidikan ibu,

pekerjaan orang tua) pada remaja SMU Kota Medan.

b. Mengetahui gambaran karakteristik perilaku kesehatan (pengetahuan, sikap dan

perilaku pencarian pengobatan/perawatan) tentang maloklusi pada remaja SMU Kota

Medan.

c. Mengetahui prevalensi maloklusi pada remaja SMU Kota Medan.

d. Mengetahui prevalensi maloklusi menurut kebutuhan perawatannya pada remaja

SMU Kota Medan.

e. Mengetahui tingkat keparahan maloklusi pada remaja SMU Kota Medan.

g. Menganalisis hubungan karakteristik sosiodemografi dengan dimensi kualitas hidup

h. Menganalisis hubungan perilaku kesehatan dengan dimensi kualitas hidup.

i. Menganalisis keluhan keterbatasan fungsi akibat maloklusi .

j. Menganalisis keluhan rasa sakit fisik akibat maloklusi.

k. Menganalisis keluhan ketidaknyamanan psikis akibat maloklusi.

l. Menganalisis keluhan disabilitas/ketidakmampuan fisik akibat maloklusi.

m. Menganalisis keluhan disabilitas / ketidakmampuan psikis akibat maloklusi.

n. Menganalisis keluhan disabilitas / ketidakmampuan sosial akibat maloklusi.

o. Menganalisis keluhan hambatan/handikap akibat maloklusi.

p. Menganalisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup.

1.4. Hipotesis.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 21: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Berdasarkan tujuan penelitian, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai

berikut : ”Ada hubungan maloklusi dengan kualitas hidup remaja SMU Kota Medan”.

Hipotesis diatas dijabarkan menjadi beberapa sub hipotesis yaitu:

a. Ada hubungan maloklusi dengan kualitas hidup dimensi keterbatasan fungsi.

b. Ada hubungan maloklusi dengan kualitas hidup dimensi rasa sakit fisik.

c. Ada hubungan maloklusi dengan kualitas hidup dimensi ketidaknyamanan psikis

d. Ada hubungan maloklusi dengan kualitas hidup dimensi ketidakmampuan fisik.

e. Ada hubungan maloklusi dengan kualitas hidup dimensi ketidakmampuan psikis.

f. Ada hubungan maloklusi dengan kualitas hidup dimensi ketidakmampuan sosial.

g. Ada hubungan maloklusi dengan kualitas hidup dimensi hambatan.

1.5. Manfaat Penelitian.

Berdasarkan tujuan penelitian maka manfaat penelitian adalah :

a. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pembuat kebijakan di lingkungan

Departemen Kesehatan khususnya bagian pelayanan kesehatan gigi di Puskesmas

dan Upaya Kesehatan Gigi di Sekolah untuk mengoptimalkan pelayanan

pencegahan maloklusi.

b. Sebagai pengembangan wawasan peneliti dalam bidang hubungan kesehatan gigi

dengan kualitas hidup khususnya hubungan maloklusi pada remaja dengan kualitas

hidup.

c. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti lain yang ingin melanjutkan penelitian ini.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 22: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Maloklusi

2.1.1. Pengertian maloklusi

Pengertian oklusi menurut Dewanto (1993) adalah berkontaknya permukaan oklusal

gigi geligi di rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi di rahang bawah pada saat

rahang atas dan rahang bawah menutup.

Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada rahang atas

(maksila) dan rahang bawah (mandibula) yang terjadi selama pergerakan mandibula dan

berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi terjadi karena

adanya interaksi antara dental system, skeletal system dan muscular system. Oklusi gigi

bukan merupakan keadaan yang statis selama mandibula bergerak, sehingga ada

bermacam macam bentuk oklusi misalnya : centrik, excentrix, habitual, supra-infra,

mesial, distal, lingual (Daniel, 2000).

Dikenal ada 2 macam istilah oklusi yaitu (Dewanto, 1993):

a Oklusi ideal yaitu suatu konsep teoritis oklusi yang sukar atau bahkan yang tak

mungkin terjadi pada manusia.

b. Oklusi normal yaitu suatu hubungan gigi geligi disatu rahang terhadap gigi geligi di

rahang lain apabila kedua rahang tersebut dikatupkan dan condylus mandibularis

berada pada fossa glenoidea.

Maloklusi adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar yang

diterima sebagai bentuk normal. Maloklusi juga berarti kelainan ketika gigi-geligi atas

dan bawah saling bertemu ketika menggigit atau mengunyah. Maloklusi dapat berupa

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 23: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

kondisi ”bad bite” atau sebagai kontak gigitan menyilang (crossbite), kontak gigitan

yang dalam (overbite), gigi berjejal (crowdeed), gigitan menyilang (scisor bite) atau

posisi gigi maju kedepan (protrusi). Hal ini dapat memberikan efek terhadap penampilan

estetis, berbicara atau kenyamanan dalam mengunyah makanan (Daniel, 2000). Dalam

penelitian ini maloklusi juga dapat diartikan dengan susunan gigi-geligi yang tidak

teratur.

Dengan menggunakan skor Treatment Priority Index (TPI), Kelly & Harvey

menginterpretasikan data United States Public Health Service (USPHS) untuk

menunjukan bahwa 11% remaja umur 12–17 tahun mempunyai oklusi normal, 34,8%

maloklusi ringan, 25,2% maloklusi nyata sehingga perlu dirawat. Dengan

membandingkan prevalensi berbagai komponen morfologi maloklusi anak umur 6–

11 tahun dengan remaja umur 12–17 tahun maka dapat diketahui hubungan umur dengan

perubahan maloklusi. Prevalensi tumpang gigit yang parah yang menyebabkan kerusakan

jaringan mukosa mulut meningkat dari 4% pada anak umur 6–11 tahun menjadi 9 % pada

remaja usia 12–17 tahun (Dewanto, 1993).

2.1.2. Penyebab maloklusi.

Maloklusi tidak disebabkan oleh satu faktor saja, ada beberapa faktor berbeda yang

merupakan penyebabnya yaitu, genetik dan lingkungan. Menurut Proffit (1998)

secara umum maloklusi disebabkan karena 2 faktor yaitu :

a. Faktor keadaan diluar gigi itu sendiri (ekstrinsik factor ) :

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 24: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

1. Herediter

2. Kelainan kongenital

3. Perkembangan dan pertumbuhan yang salah pada waktu prenatal dan postnatal

4. Penyakit–penyakit sistemik yang menyebabkan adanya kecenderungan kearah

maloklusi seperti: ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan metabolisme,

penyakit-penyakit infeksi, malnutrisi.

5. Kebiasaan jelek, sikap tubuh yang salah dan trauma.

b. Faktor–faktor pada gigi (intrinsik / lokal factor) :

1. Anomali jumlah gigi, terdiri dari adanya gigi berlebih (dens supernumerary teeth)

dan tidak adanya gigi (anondontia).

2. Anomali ukuran gigi.

3. Anomali bentuk gigi.

4. Frenulum labii yang tidak normal.

5. Kehilangan dini gigi desidui.

6. Persistensi gigi desidui.

7. Terlambatnya erupsi gigi permanen.

8. Jalan erupsi yang abnormal.

9. Ankilosis.

10. Karies gigi.

11. Restorasi yang tidak baik.

2.1.3. Akibat maloklusi

Menurut Daniel (2000), maloklusi dapat menyebabkan beberapa gangguan pada

penderitanya yaitu :

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 25: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

a. Masalah psikososial yang disebabkan karena gangguan estetis wajah.

b. Masalah dengan fungsi rongga mulut termasuk kesulitan dalam menggerakkan rahang

(gangguan otot dan nyeri), gangguan sendi temporomandibular, gangguan

pengunyahan, menelan dan berbicara.

c. Kemungkinan mendapatkan trauma yang lebih mudah, masalah penyakit periodontal

atau kehilangan gigi.

Dibiase (2001) menyatakan beberapa kasus maloklusi pada anak remaja sangat

berpengaruh terhadap psikolgis dan perkembangan sosial, yang disebabkan karena

penindasan (bullying) yang berupa ejekan dan hinaan dari teman sekolahnya. Pengalaman

psikis yang tidak menguntungkan dapat sangat menyakitkan hati sehingga remaja korban

penindasan tersebut akan menjadi sangat depresi.

2.1.4. Diagnosis Maloklusi

Maloklusi sering ditemui selama pemeriksaan oleh dokter gigi, dapat terlihat ketika

gigi berkontak pada saat menelan air ludah dan kepala ditengadahkan, dan jika ditemukan

adanya maloklusi maka pemakaian rontgen photo dapat dilakukan untuk pemeriksaan

lebih lanjut.

2.1.5. Hubungan maloklusi dengan kesehatan mulut

2.1.5.1. Hubungan maloklusi dengan gangguan fungsi mandibula. Mohlin menemukan

gejala subjektif disfungsi mandibula dari 12% sampai 15% populasi yang diteliti, dengan

prevalensi gejala klinis berkisar antara 18%–88% (Mc Lain & Proffit 1985). Dinyatakan

juga bahwa maloklusi Angle klas II mempunyai hubungan dengan gejala klinis terhadap

disfungsi mandibula. Ada juga beberapa bukti bahwa maloklusi merupakan predisposisi

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 26: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

terhadap kelainan fungsi gigi dan mulut pada orang dewasa. Helm dkk, melaporkan

adanya korelasi yang bermakna antara jarak gigit yang besar (>9mm) dan gigitan terbuka

anterior yang ditemukan pada remaja dengan ketidakpuasan kemampuan menggigit

setelah dewasa. Gigitan silang berhubungan dengan kesukaran berbicara atau

mengucapkan kata, hal ini disebabkan adanya gangguan dalam penutupan mandibula

(Dewanto,1993). Berdasarkan penelitian oleh Sadowsky & BeGole (1994) menyatakan

pada kelompok yang dirawat ortodonti mengalami masalah temporo mandibular joint

yang lebih rendah dibandingkan kelompok orang yang tidak dirawat.

2.1.5.2. Hubungan maloklusi dengan penyakit periodontal. Untuk kasus penyakit

periodontal yang ringan maloklusi bukan merupakan penyebab langsung yang utama,

karena yang utama penyebab penyakit periodontal adalah plak. Tapi keadaan gigi yang

berjejal dapat menyebabkan penumpukan plak akibat pembersihan gigi dan mulut yang

tidak adekuat sehingga dapat menimbulkan penyakit periodontal (Bhalajh, 1998).

2.1.5.3. Hubungan maloklusi dengan karies gigi. Sama halnya dengan penyakit

periodontal, maloklusi bukan merupakan penyebab utama dari karies gigi, karena yang

penyebab utama karies gigi adalah plak. Keadaan gigi yang berjejal dapat menyebabkan

penumpukan plak akibat pembersihan gigi dan mulut yang tidak adekuat sehingga dapat

menimbulkan karies (Bhalajh, 1998).

2.1.6. Indeks Maloklusi

Istilah indeks menurut Toung dan Striffler ialah nilai numerik yang menjelaskan

status relatif suatu populasi pada suatu skala bertingkat dengan batas atas dan batas

bawah yang jelas. Hal ini dirancang agar mampu memberi kesempatan dan fasilitas untuk

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 27: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

dibandingkan dengan populasi lain yang telah dikelompokkan dengan kriteria dan metode

yang sama (Agusni, 1998). Indeks maloklusi yang diperlukan ialah penilaian kuantitatif

dan objektif yang dapat memberikan batasan adanya penyimpangan dari oklusi ideal

yang masih dianggap normal, dan dapat memisahkan kasus–kasus abnormal menurut

tingkat keparahan dan kebutuhan masyarakat.

Jamison H.D dan Mc Millan R.S (Agusni, 1998) menyatakan indeks ortodonti ideal

yang dapat digunakan dalam studi epidemiologi memerlukan syarat–syarat tertentu, yaitu

:

a. Indeks sebaiknya sederhana, akurat, dapat dipercaya dan dapat ditiru.

b. Indeks harus objektif dalam pengukuran dan menghasilkan data kuantitatif

sehingga dapat dianalisis dengan metode statistik tertentu.

c. Indeks harus didesain untuk membedakan maloklusi yang merugikan dan tidak

merugikan.

d. Pemeriksaan yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan cepat oleh pemeriksa

walaupun tanpa instruksi khusus dalam diagnosis ortodonti.

e. Indeks sebaiknya dapat dimodifikasi untuk sekelompok data epidemiologi tentang

maloklusi dari segi prevalensi, insiden dan keparahan, contohnya frekuensi malposisi

dari masing–masing gigi.

f. Indeks sebaiknya dapat digunakan pada pasien atau model studi.

g. Indeks sebaiknya mengukur derajat keparahan maloklusi.

Beberapa indeks maloklusi secara kuantitatif dapat dikelompokan sebagai berikut:

a. Master dan Frankel

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 28: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Indeks ini digunakan untuk menghitung jumlah gigi yang berpindah atau berotasi

secara kualitatif (ada atau tidak ada).

b. Malalignment Index (Mal)

Indeks ini digunakan untuk menilai keparahan gigi yang tidak teratur. Ciri oklusi

yang dinilai ialah letak gigi yang berpindah atau berotasi secara kuantitatif. Gigi yang

berpindah dinilai apakah lebih kecil atau lebih besar dari 1,5 mm dan gigi yang berotasi

dinilai apakah berputar lebih kecil atau lebih besar dari 45o. Penilaian dilakukan dengan

bantuan sebuah penggaris plastik kecil.

c. Handicapping Labio Lingual Deviation Index (HLD Index).

Indeks ini ditujukan kepada subjek yang dipilih dengan maloklusi yang parah atau

berat dan adanya anomali wajah. Indeks ini dapat digunakan pada gigi permanen.

d. Occlusion Feature Index (OFI)

Ciri maloklusi yang dinilai adalah letak gigi berjejal, kelainan integritas tonjol gigi

posterior, tumpang gigit, jarak gigit. Keuntungannya metode ini sederhana dan objektif

serta tidak memerlukan perlatan diagnostik yang rumit, namun kurang praktis karena

dalam menilai integritas tonjol hanya dengan memeriksa hubungan gigi posterior atas dan

bawah sebelah kanan serta memerlukan latihan khusus dalam menentukan besarnya skor

penilaian gigi berjejal anterior bawah.

e. Maloklusion Severity Estimate oleh Grainger.

Pengukuran dan pemberian skor dibuat untuk menilai jarak gigit, tumpang gigit,

gigitan terbuka anterior, insisivus maksila yang tidak tumbuh, hubungan gigi molar satu

permanen, gigitan silang posterior dan pergeseran letak gigi.

f. Occlusal Index (OI)

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 29: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan normal oklusi.

Penilaiannya adalah umur gigi, relasi gigi molar, tumpang gigit, jarak gigit, gigitan silang

posterior, gigitan terbuka posterior, penyimpangan gigi, relasi gigi tengah dan adanya

gigi insisivus atas. Indeks ini dapat digunakan pada masa gigi susu, gigi bercampur dan

gigi permanen, namun bentuk penilaiannya rumit sehingga kurang praktis.

g. Treatment Priority Index (TPI)

Indeks ini merupakan modifikasi dari Malocclusion Severity Estimate untuk

menentukan prioritas perawatan bagi sekelompok populasi dan digunakan untuk tujuan

epidemiologi. Indeks dibuat untuk menilai jarak gigit, gigitan terbalik, tumpang gigit,

gigitan terbuka anterior, gigi insisivus agenesis, disto oklusi, mesio oklusi, gigitan silang

posterior dengan segmen gigi atas bukoversi, gigitan silang posterior dengan segmen gigi

atas linguoversi, malpopsisi gigi individual dan celah langit-langit. Penggunaan indeks ini

memerlukan bantuan sebuah penggaris pengukur.

h. Handicapping Malocclusion Assesment Index (HMA)

Salah satu indeks yang dianjurkan oleh para ahli yang telah mengevaluasi

penggunaan indeks–indeks yang dianjurkan adalah indeks HMA oleh Salzman. Indeks

HMA secara kuantitatif memberikan penilaian terhadap ciri–ciri oklusi dan cara

menentukan prioritas perawatan ortodonti menurut keparahan maloklusi yang dapat

dilihat pada besarnya skor yang tercatat pada lembar isian. Indeks ini digunakan untuk

mengukur kelainan gigi pada satu rahang, dan mengukur ciri maloklusi yang merupakan

kelainan dentofasial. Keuntungan penggunaan indeks ini adalah :

1). Mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi dan peka terhadap semua tingkatan

maloklusi.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 30: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

2). Penilaian renggang dan absen gigi posterior dicatat.

3). Jika metode dipelajari dengan baik, tidak diperlukan catatan lain dan skor

keparahan maloklusi dapat dikalkulasi dengan cepat.

Selain keuntungan diatas, indeks ini juga dapat memenuhi persyaratan indeks yang

dituliskan sebelumnya, diantaranya sederhana, objektif dalam pengukuran, dapat

mengukur tingkat keparahan maloklusi, dapat diperiksa langsung pada pasien dan tidak

menggunakan alat yang rumit. Kekurangan metode ini memerlukan latihan cara

pemeriksaan untuk menyamakan persepsi pada pemeriksa.

2.2. Remaja

2.2.1. Pengertian Remaja

Perkataan remaja merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu adolescence dan

berasal dari kata Latin, adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau

perkembangan menuju kematangan. Dalam arti yang lebih luas lagi, dikatakan bahwa

pengertian remaja mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Sarwono,

2005).

Rice (1996) cit Rochadi mendefinisikan remaja sebagai suatu periode antara

masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Pandangan serupa dikemukakan Lerner dan

Hultsch (1983) cit Rochadi menyatakan bahwa perkembangan remaja adalah periode

diantara rentang waktu dimana saat dianggap masa anak-anak menuju ke masa

dewasa. Dimasa remaja terjadi proses perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional.

Perubahan fisik dan perkembangan seksual yang terjadi secara cepat juga disertai

bertambahnya tuntutan masyarakat.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 31: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Pada tahun 1974, WHO memberikan defenisi tentang remaja yang lebih bersifat

konseptual. Dalam defenisi ini diungkapkan tiga kriteria yaitu biologis, psikologis dan

sosial ekonomi. Remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama

kali menunjukan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan

seksual. Remaja juga merupakan individu yang mengalami perkembangan psikologis dan

pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa serta terjadi peralihan dari

ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada yang relatif lebih mandiri (Sarwono,

2005).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan

masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa dan dalam prosesnya terjadi

perkembangan kematangan fisik, psikis dan sosial serta ber-tambahnya tuntutan

masyarakat.

2.2.2. Pembagian dan Batasan Usia Remaja

Berbagai batasan usia dan pembagian masa remaja yang telah dikemukakan para

ahli. Stone dan Church (1973) cit Rochadi membagi masa remaja menjadi remaja awal,

remaja akhir dan dewasa muda. Remaja awal adalah suatu periode dari mulainya masa

pubertas hingga kurang lebih satu tahun sesudah pubertas yaitu pada saat pola

fisiologis berfungsi dengan stabil. Remaja akhir adalah periode sesudahnya dari remaja

awal hingga usia yang dibolehkan untuk ikut pemilu, menyetir kendaraan atau saat mulai

masuk kuliah. Dewasa muda adalah periode dari permulaan kuliah hingga usia awal dua

puluhan.

Menurut Hurlock (1980) cit Rochadi secara umum masa remaja dibagi menjadi dua

bagian yaitu awal masa remaja dan akhir masa remaja. Awal masa remaja berlangsung

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 32: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

kira-kira dari 13 tahun hingga 16 tahun atau 17 tahun, dan akhir masa remaja bermula

dari usia 16 tahun atau 17 tahun hingga usia 18 tahun, yaitu usia matang secara hukum.

Santrock (2001) cit Rochadi juga membagi masa remaja menjadi dua bagian, yaitu

masa remaja awal dan masa remaja akhir. Hanya saja, dinyatakan usia remaja awal

sekitar 10-13 tahun dan usia remaja akhir berkisar antara 18-22 tahun. Mönks. (2001) cit

Rochadi beranggapan bahwa usia remaja berlangsung antara umur 12 tahun dan 21

tahun dan terbagi atas tiga bagian, yaitu masa remaja awal antara 12-15 tahun, masa

remaja pertengahan antara 15-18 tahun dan masa remaja akhir antara 18-21 tahun.

WHO menetapkan batas usia 10 sampai 20 tahun sebagai batasan usia remaja

dimana usia 10 sampai 14 tahun sebagai remaja awal dan usia 15 sampai 20 tahun

sebagai remaja akhir (Sarwono, 2005). Menurut Departemen Kesehatan (1997) masa

remaja di Indonesia dibagi menjadi 2 kelompok usia yaitu remaja awal (13–15 tahun)

dan usia remaja akhir (16–18 tahun).

Sarwono (2005) menyatakan banyak defenisi remaja berdasarkan aspek pandangan

yang berbeda. Dari segi hukum di Indonesia hanya mengenal anak–anak dan dewasa.

Hukum perdata misalnya memberikan batas usia 21 tahun (kurang dari 21 tahun asal

sudah menikah) untuk menyatakan kedewasaan seseorang. Disisi lain, hukum pidana

memberikan batasan 18 tahun sebagai usia dewasa

2.2.3. Perkembangan Masa Remaja

Berbagai perkembangan pada masa remaja dapat dilihat dari berbagai aspek.

Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut:

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 33: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

2.2.3.1. Perkembangan fisik. Perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja me-rupakan

gejala utama dari perkembangan remaja karena ada hubungannya dengan aspek lain dari

perkembangan remaja. Perubahan fisik terdiri atas dua bagian, yaitu :

a. Perubahan eksternal, yang meliputi perubahan tinggi badan, berat badan, proporsi

tubuh, perubahan organ seks dan ciri-ciri seks sekunder.

b. Perubahan internal, yang meliputi perubahan sistem pencernaan, sistem pere-daran

darah, sistem pernapasan, sistem endokrin dan jaringan tubuh.

Turner dan Helms (1995) cit Rochadi menyebutkan remaja mengalami

karakteristik yang primer dan sekunder. Karakteristik seks primer adalah karak-teristik

dari organ reproduksi sedangkan karakteristik seks sekunder adalah per-kembangan

secara non-genital. Apabila karakteristik seks primer dan sekunder seorang individu

telah matang maka ia memiliki kemampuan bereproduksi atau yang disebut dengan

pubertas. Masa pubertas dimulai saat kelenjar di bawah otak mengirim pesan pada

kelenjar seks untuk meningkatkan pengeluaran hormon. Hal-hal yang berhubungan

dengan pubertas adalah gen, kesehatan dan lingkungan (Papalia dan Olds, 1995 cit

Rochadi).

2.2.3.2. Perkembangan kognitif. Piaget dalam Turner dan Helms (1995) cit Rochadi

menyebutkan perkembangan kognitif remaja ke dalam tahap formal operasional yaitu

saat pemikirannya menjadi semakin rasional. Pada tahap ini remaja mulai

mengembangkan pemikiran yang bersifat abstrak, hipotesis serta mampu melihat

berbagai kemungkinan dalam pemecahan masalah yang dihadapi serta mulai

memikirkan bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya. Dikatakan Sulaeman

(1995) cit Rochadi bahwa pada masa remaja, seorang individu mengalami kematangan

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 34: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

secara intelektual dan cara berpikirnya mengalami perubahan serta mampu membentuk

konsep-konsep. Pada masa ini terjadi pertambahan dalam kemampuan menggeneralisasi,

pertambahan kemampuan-kemampuan berpikir tentang masa depan, mampu berpikir

tentang hal-hal atau ide-ide yang lebih luas dan pertambahan kemampuan untuk

berpikir dan berkomunikasi secara logis.

2.2.3.3. Perkembangan kepribadian. Pada tahap ini terjadi suatu konflik yang disebut

konflik identity versus role confusion (Erikson, 1964 cit. Rochadi). Dimasa ini remaja

sedang dalam proses pembentukan identitas diri yang merupakan masa dimana individu

berharap dapat mengatakan siapa dirinya saat ini dan apa yang dikehendakinya di masa

mendatang. Untuk membentuk identitas diri, remaja harus mengetahui dan

mengorganisasi kemampuan, keinginan, minat dan hasrat mereka sehingga mereka

mampu mengekspresikannya ke dalam konteks sosial. Freud dalam Turner dan

Helms (1995) mengatakan pada masa ini remaja berada pada tahap genital dalam

perkembangan kepribadiannya. Ciri-ciri yang mencolok dari tahap ini adalah adanya

sublimasi dari perasaan-perasaan oedipal melalui ekspresi libido, yaitu dengan cara

jatuh cinta dengan lawan jenis.

2.2.3.4. Perkembangan emosi. Secara tradisional, pada masa remaja dianggap sebagai

periode “badai dan tekanan”, yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi

sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Pada masa perkembangan emosi terjadi

ketidakstabilan emosi dimana individu mengalami perasaan-perasaan yang kontradiktif

sifatnya, seperti sinis terhadap orang lain maupun terhadap kejadian tertentu, benci,

perasaan cinta, apatis, peduli dan sebagainya (Rice, 1999). Meskipun emosi remaja

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 35: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

seringkali sangat kuat, tidak terkendali dan tampaknya irrasional tetapi pada umumnya

terjadi perbaikan perilaku emosional secara per-lahan.

2.2.3.5. Perkembangan sosial. Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit

adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Diterangkan Greenberger, (1975)

cit. Rochadi bahwa upaya yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan

meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial,

pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan ataupun

dukungan dan penolakan sosial serta seleksi pemimpin. Karena remaja lebih banyak

berada di luar rumah bersama teman-teman sebaya sebagai suatu kelompok, maka

pengaruh teman sebaya lebih besar daripada pengaruh keluarga.

2.2.3.6. Perkembangan moral. Pada masa ini remaja diharapkan mengganti konsep-

konsep moral yang telah ada pada masa kanak-kanak dengan prinsip moral yang

berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai

pedoman bagi perilakunya. Dalam diri seorang yang mempunyai moral yang matang

selalu ada rasa bersalah dan malu. Hanya saja rasa bersalah berperan lebih penting

daripada rasa malu dalam mengendalikan perilaku apabila pengendalian lahiriah tidak

ada. Dalam kondisi demikian, individu akan merasa bersalah apabila menyadari bahwa

perilakunya tidak memenuhi harapan sosial kelompoknya, sedangkan rasa malu timbul

bila ia sadar akan penilaian buruk kelompok terhadap perilakunya. Perilaku yang

dikendalikan rasa bersalah adalah perilaku yang dikendalikan dari dalam, sedangkan

perilaku yang dikendalikan oleh rasa malu adalah perilaku yang dikendalikan dari luar.

Masa remaja merupakan tahap penting dalam kurun kehidupan manusia karena

merupakan masa peralihan dari masa kanak–kanak kemasa dewasa. Pada masa ini terjadi

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 36: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

perubahan fisik, mental dan psikososial yang cepat yang berdampak pada berbagai aspek

kehidupannya. Pada masa ini mereka lebih mementingkan daya tarik fisik dalam proses

sosialisasi. Kecantikan atau kesempurnaan fisik sangat di-dambakan oleh setiap remaja.

Remaja dapat merasa tidak puas terhadap penampilan wajahnya yang tidak hanya

menyebabkan mereka merasa tertekan tapi juga akan menurunkan fungsinya dalam

kehidupan sosial, keluarga, pekerjaan dan bahkan bisa menurunkan aktifitas belajar

karena sering tidak masuk sekolah akibat malu untuk bertemu orang lain atau merasa

dicemoohkan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya krisis ketidakpercayaan terhadap

diri sendiri sehingga untuk masa depan dalam hal mencari pekerjaan, remaja ini akan

mengalami hambatan, karena pada saat sekarang ini kebanyakan beberapa pekerjaan

membutuhkan penampilan fisik dan wajah yang menarik.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 37: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

2.3. Perilaku kesehatan.

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri

yang mempunyai makna yang sangat luas antara lain mencakup berjalan, berbicara,

bereaksi, berfikir tanggap dan emosi. Perilaku juga berarti aktifitas organisme, baik yang

diamati secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Benyamin Bloom cit. Notoatmojo (2003), perilaku terdiri atas

pengetahuan, sikap dan tindakan.

a. Pengetahuan.

Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang diketahui manusia

tentang objek tertentu. Pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui

proses pengingatan atau pengenalan suatu informasi, ide atau fenomena yang diperoleh

sebelumnya. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera pendengaran

dan penglihatan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang.

b. Sikap

Sikap adalah kesiapan atau kesediaan untuk bertindak. Sikap belum merupakan

suatu tindakan atau aktifitas, tetapi merupakan suatu predisposisi untuk terjadinya suatu

perilaku. Alport menguraikan sikap menjadi tiga komponen yaitu; 1) Komponen kognisi,

yang berhubungan dengan keyakinan, ide dan konsep, 2) Komponen afeksi, yang

menyangkut kehidupan emosional seseorang dan komponen konasi, yang merupakan

kecendrungan bertingkah laku.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 38: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

c. Praktek atau Tindakan ( practice )

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan

sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi

yang memungkinkan antara lain fasilitas.

2.4. Kebutuhan dan perilaku pencarian pengobatan

2.4.1. Kebutuhan

Dalam konsep tentang kebutuhan, ada empat jenis kebutuhan yaitu:

a. Kebutuhan Normatif, merupakan kebutuhan yang ditetapkan oleh seseorang ahli

atau profesional sesuai dengan tolak ukur yang berlaku untuk kuantitas atau kualitas yang

ditetapkan berdasarkan standar sehingga menunjukkan kebutuhan itu ada. Kebutuhan

normatif ini dapat berbeda, sesuai dengan penelitian yang dipakai antara satu orang

dengan yang lainnya.

b. Kebutuhan yang dirasakan, merupakan kebutuhan yang diidentifikasikan orang-

orang sebagai apa yang mereka inginkan. Kebutuhan jenis ini dapat terbatas banyaknya

tergantung pada kesadaran dan pengetahuan orang tentang apa yang tersedia.

c. Kebutuhan yang dinyatakan, merupakan kebutuhan yang dirasakan dan telah diubah

menjadi permintaan yang terungkap (demand). Kebutuhan yang diungkapkan dapat

bertentangan dengan kebutuhan normatif oleh profesional.

d. Kebutuhan komparatif, jenis kebutuhan ini dapat dengan membandingkan

kelompok–kelompok individu yang sama, contohnya ada kelompok yang sudah

mendapat promosi kesehatan dan ada yang belum mendapatkan promosi kesehatan

kemudian ditetapkan sebagai kelompok yang memiliki kebutuhan.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 39: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Penilaian kebutuhan akan perawatan keadaan maloklusi memerlukan suatu

pengertian bahwa tanpa perawatan, maloklusi tersebut akan berakibat negatif, dan

keadaan negatif tadi tidak akan terjadi jika kondisi tersebut dirawat. Tuntutan akan

kebutuhan perawatan maloklusi ditentukan oleh gabungan dua faktor utama yaitu

kebutuhan yang timbul dari masyarakat dan profesional dan sumber ekonomi yang

tersedia untuk membiayai perawatan tersebut (Emilia, 2000).

2.4.2. Perilaku pencarian pengobatan

Perilaku pencarian pengobatan merupakan tindakan yang dilakukan seseorang saat

mengalami gejala sakit, yang selanjutnya mengambil keputusan apakah akan mencari

pengobatan profesional atau tidak. Perilaku pencarian pengobatan dapat dibedakan atas :

a. Tidak bertindak apa – apa

Tidak bertindak apa-apa kemungkinan karena individu merasa penyakitnya bisa

sembuh dengan sendirinya, atau menganggap tugas–tugas lain lebih penting daripada

pergi mencari pengobatan. Alasan lain kemungkinan karena individu mengganggap

penyakitnya adalah merupakan bagian dari hidupnya yang harus dijalani atau memang

karena tidak dapat berbuat sesuatu untuk mengubah situasi.

b. Bertindak mengobati sendiri.

Bertindak mengobati sendiri kemungkinan karena individu merasa bahwa

berdasarkan pengalaman-pengalaman lalu pengobatan sendiri sudah dapat

menyembuhkan penyakitnya.

c. Pengobatan tradisional.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 40: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Pengobatan tradisional antara lain pengobatan yang dilakukan oleh dukun.

d. Mencari pengobatan modern yang diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta.

Mencari pengobatan modern dilakukan pada puskesmas, rumah sakit, dokter praktek dan

balai pengobatan (Notoatmojo, 2003).

Dalam penelitian ini yang digunakan adalah konsep perilaku pencarian pengobatan

profesional akibat adanya kebutuhan yang dirasakan dan telah berubah menjadi

permintaan yang terungkap (demand). Seseorang mencari pengobatan tergantung dari

tingkat keparahan keadaan maloklusi yang dirasakannya. Apabila maloklusi dirasakan

sudah mengganggu aktifitas dan kehidupan sosial maka seseorang akan mencari

pengobatan sebaliknya jika tidak mengganggu kehidupannya maka dia tidak melakukan

tindakan apa–apa.

Anderson mengkategorikan faktor determinan dalam penggunaan pelayanan

kesehatan dalam tiga kategori utama yaitu :

a. Karakteristik predisposisi, ciri–ciri individu yang digolongkan dalam ciri-ciri

demografi (umur, jenis kelamin), struktur sosial (pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal)

dan kepercayaan kesehatan (Health belief )

b. Karakteristik pendukung (Enabling), yaitu pendapatan, asuransi kesehatan, fasilitas

pelayanan kesehatan.

c. Karakteristik kebutuhan (Need) yaitu kebutuhan yang dirasakan atau preceived

(subject assessment) dan evaluasi atau diagnosa klinis.

Model Anderson dapat diilustrasikan pada gambar dibawah ini.

Predisposing Enabling Need Health Services Use

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 41: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Demography Family resource Perceived

Social structure Communiy resources Evaluated

Health belief

Gambar 1. Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan Menurut Anderson (Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Notoatmodjo , 2003).

2.5. Pendidikan Orang Tua

Orang tua khususnya ibu adalah faktor yang sangat penting dalam mewariskan

status kesehatan bagi anak-anak mereka. Penelitian ini terkait dengan tingkat pendidikan

serta pekerjaan ibu karena ibu merupakan tokoh kunci dalam keluarga. Caldwel

mengemukakan bahwa posisi wanita sangat menentukan kesehatan keluarga. Bagi pasien

yang masih muda biasanya alasan mengenai tuntutan pelayanan kesehatan giginya

berasal dari anjuran yang diberikan oleh dokter gigi keluarga atau dokter gigi anak-anak

dan keikut-sertaan ibunya, selain didapat dari teman sebaya ataupun media massa.

Tingkat pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan

dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Berdasarkan UU No.2. RI tahun

1989 mengenai pendidikan, maka bagi seluruh bangsa Indonesia diberlakukan wajib

belajar 9 tahun, jadi anak-anak Indonesia diwajibkan mengikuti pendidikan sampai tamat

SLTP sebagai pendidikan dasar sehingga pendidikan dasar/rendah terdiri atas SD dan

SLTP, pendidikan menengah terdiri atas SMU dan pendidikan tinggi/akademi.

Menurut Barker (1978) klasifikasi pekerjaan terdiri atas lima kelas, yaitu:

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 42: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

a) Kelas 1 : Pekerjaan yang membutuhkan pendidikan tingkat tinggi seperti dokter,

jaksa, hakim, direktur bank, arsitektur, pengacara, direktur perusahaan, akuntan,

notaris, manager perusahaan dan pekerjaan yang setaranya.

b) Kelas 2 : Pekerjaan keahlian yang membutuhkan pendidikan menengah seperti guru,

perawat, bidan, apoteker, pemilik toko, pemilik salon, PNS, Pegawai swasta,

teknisi,polisi, tentara, pramugari dan pekerjaan yang setaranya.

c) Kelas 3 : Pekerjaan yang mempunyai pendidikan dasar seperti supir, tukang jahit,

pengrajin, montir, pelukis, penulis, pelayan toko, pelayan restoran, pelayan hotel,

penjaga kasir, penjual sayur, satpam, tukang parkir dan pekerjaan setaranya.

d) Kelas 4 : Pekerjaan yang tidak memerlukan pendidikan dasar seperti buruh,

pembersih jalan, pembantu rumah tangga, tukang cuci, pesuruh, buruh tani dan

pekerjaan yang setaranya.

e) Kelas 5 : Tidak bekerja.

2.6. Konsep Sehat

Sehat pada umumnya dinyatakan menurut model medis atau model patologis, yaitu

tidak adanya penyakit. Menurut Undang–Undang Kesehatan No.23 Tahun 1992

memberikan batasan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial

yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Hal ini

berarti kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental dan sosial saja,

tapi juga dapat diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau

menghasilkan secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki usia bekerja seperti anak–

anak, remaja dan usila, berlaku produktif secara sosial diartikan mempunyai kegiatan,

misalnya sekolah atau kuliah dan kegiatan pelayanan sosial bagi usila.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 43: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

WHO menyarankan agar status kesehatan penduduk diukur dalam 3 hal yaitu 1)

melihat ada tidaknya kelainan patofisiologis, 2) mengukur fungsi dan 3) penilaian

individu atas kesehatannya. Dengan demikian untuk menggambarkan status kesehatan

gigi dan mulut harus mencakup ada tidaknya penyakit, bagaimana status fungsi fisik

(pengunyahan), fungsi psikis (rasa malu), fungsi sosial (peranan sosial sehari–hari) dan

kepuasan terhadap kesehatannya. Dapat disimpulkan bahwa kesehatan ini perlu dicapai

untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang.

2.7. Konsep Kualitas Hidup

Pada umumnya kualitas dapat didefenisikan sebagai tingkatan dari kesenangan.

Kualitas hidup merupakan konsep yang lebih luas dari status kesehatan seseorang dan

kesehatan sosial. Tidak ada konsensus yang pasti untuk defenisi kualitas hidup ini.

Literatur menyatakan ada beberapa komponen yang terdapat dalam kualitas hidup yaitu

kemampuan fungsional (meliputi kehidupan sehari-hari, kemampuan untuk bekerja),

tingkat kualitas sosial dan interaksi dalam masyarakat, kesehatan psikologi, kesehatan

fisik dan kepuasan hidup (Bowling, 2001).

Mendola dan Peligrini (2002) menyatakan bahwa kualitas hidup adalah prestasi

individu dalam suatu situasi kesejahteraan sosial yang terbatas dalam kapasitas fisik. Shin

dan Johnson menyatakan bahwa kualitas hidup terdiri dari kepentingan seseorang untuk

memiliki kebahagiaan individu, kebutuhan, keinginan dan impian, keikutsertaan dalam

berbagai aktivitas dan kepuasan terhadap diri sendiri dan orang lain (Bowling, 2001).

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 44: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Dalam paradigma kesehatan masa kini, aspek kualitas hidup sebagai outcome dari

intervensi suatu program perlu diperhatikan. Campbell (1990) menyatakan bahwa aspek

kesehatan hanya merupakan salah satu domain dari 12 domains of life yang dapat

digunakan untuk mengukur kualitas hidup manusia seperti domain komunitas,

pendidikan, kehidupan keluarga, persahabatan, perumahan, pernikahan, kebangsaan,

rukun tetangga, diri sendiri, tingkat kehidupan dan pekerjaan (Rivani, 2004).

Pengukuran kualitas hidup yang berkaitan dengan kesehatan ternyata telah dimulai

dari tahun 1963 sampai sekarang ini, antara lain Health Utilities Index Mark 3 ( HUI-3)

dengan atribut : (1) vision, (2) hearing, (3) speech, (4) ambulation, (5) dexterity, (6)

emotion, (7) cognition & (8) pain dari Torrance 1972. Ada juga menurut Rosser Index

1982 yang disempurnakan oleh Centre for Health Economics, York University–York,

Inggris 1994 dengan EuroQol–5D yang mengarah pada pengukuran 5 status kesehatan

manusia yaitu (1) mobility, (2) self-care, (3) usual activities, (4) pain / discomfort & (5)

anxiety/ depression (Rivani, 2004).

Di Indonesia juga dikembangkan model pengukuran kualitas hidup manusia

Indonesia yang terkait dengan kesehatan yaitu Indonesia Health Related Quality of Live

(INA-HRQol), yang menghasilkan 12 atribut status kesehatan yang terdiri dari dua bagian

besar yang disebut atribut fisik (1) Mobilitas, (2) Aktifitas/kegiatan pribadi, (3)

Aktifitas/kegiatan umum/sosial, (4) Pandangan/penglihatan, (5) Pendengaran, (6)

Penciuman, (7) Rasa makanan, (8) Berbicara/komunikasi, (9) Pergerakan tangan, jari dan

kaki, (10) Rasa sakit ditambah dengan atribut non fisik yaitu : (1) Emosi dan (2) Ingatan

(Rivani 2004).

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 45: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Konsep kualitas hidup yang dimaksud dalam penulisan ini dikembangkan dari

konsep sehat WHO, yaitu respon individu dalam kehidupan sehari–hari terhadap fungsi

fisik, psikis, dan sosial akibat maloklusi yang dialami individu. Konsep ini menekankan

pentingnya pengukuran fungsi bukan hanya tidak adanya penyakit. Kualitas hidup diukur

dengan menggunakan skala indeks Oral Health Impact Profile (OHIP-49) dari Slade.

Indeks ini adalah salah satu instrumen yang mengukur persepsi masyarakat mengenai

dampak sosial dari kelainan rongga mulut. Pertanyaan yang terdapat dalam OHIP

sebanyak 49 pertanyaan yang dikelompokan dalam teori Locker. Dalam teori ini terdapat

7 dimensi yang merupakan dampak–dampak akibat kelainan gigi dan mulut yang

mempengaruhi kualitas hidup, yaitu: keterbatasan fungsi, rasa sakit fisik,

ketidaknyamanan psikologis, ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikologis,

ketidakmampuan sosial dan hambatan (handicap) (Slade, 1993). Alat ukur OHIP dapat

dilihat pada tabel 2.1. (tanda (*) tidak ditanyakan karena tidak berhubungan dengan

maloklusi dan usia remaja)

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 46: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 2.1. Oral Health Index Profile-49 (Slade, 1993)

No Dimensi Kualitas Hidup Butir Pertanyaan 1 Keterbatasan fungsi Sulit mengunyah

Sulit mengucapkan kata Menyadari ada yang salah pada gigi dan mulut Merasa wajah kurang menarik Nafas bau Makanan sangkut Tidak dapat mengecap dengan baik Pencernaan terganggu Gigi palsu tidak pas *

2 Rasa sakit Sakit yang sangat dimulut Sakit dirahang Sakit kepala Gigi ngilu Gigi sakit Gusi sakit Tidak nyaman mengunyah Gigi palsu tidak nyaman *

3 Ketidaknyamanan psikis Khawatir Merasa rendah diri Tegang Merasa sangat menderita Menyadari ada yang salah pada gigi dan mulut

4 Ketidakmampuan fisik Bicara tidak jelas Kata–kata salah dimengerti Tidak dapat merasakan enaknya makanan Tidak bisa menyikat gigi dengan baik Menghindari makanan tertentu Diet kurang memuaskan Menghindari tersenyum Terhenti makan karena sakit gigi

5 Ketidakmampuan psikis Tidur terganggu Merasa kesal Sulit merasa rileks Depresi (hidup tidak bergairah) Sulit berkonsentrasi Merasa malu

6 Ketidakmampuan sosial Menghindari keluar rumah Cepat marah Sulit bersama orang lain Mudah tersinggung Sulit mengerjakan pekerjaan sehari hari *

7 Hambatan Kesehatan memburuk Keuangan memburuk Tidak mampu beramah tamah Hidup terasa kurang memuaskan Sama sekali tidak dapat berfungsi* Tidak dapat bekerja / belajar dengan baik

2.3. Landasan Teori

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 47: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Maloklusi adalah kelainan susunan gigi geligi yang menyimpang dari bentuk

standar yang diterima sebagai bentuk normal pada rahang atas atau rahang bawah atau

saat kedua rahang tersebut saling bertemu pada saat menggigit, mengunyah ataupun

menelan. Ciri–ciri maloklusi diantaranya adalah kontak gigitan menyilang (crossbite),

kontak gigitan yang dalam (overbite), gigi berjejal (crowdeed), gigitan menyilang

(scisor bite) atau posisi gigi maju kedepan (protrusi). Maloklusi dapat disebabkan oleh

intrinsik dan ekstrinsik faktor. Intrinsik faktor yaitu maloklusi yang berasal dari keadaan

gigi itu sendiri seperti misalnya anomali jumlah, bentuk dan ukuran gigi, persistensi gigi

susu, karies gigi, sedangkan ekstrinsik faktor yaitu maloklusi yang berasal dari luar gigi

itu sendiri, misalnya herediter, kelainan kongenital, penyakit sistemik sehingga

menyebabkan perkembangan pertumbuhan yang salah, kebiasaan jelek dan adanya

trauma.

Maloklusi yang tidak dirawat sejak dini akan bertambah parah pada saat gigi

permanen telah tumbuh sempurna yaitu pada masa remaja. Usia masa remaja di

Indonesia berkisar 13 sampai dengan 18 tahun. Anak Sekolah Menengah Umum

termasuk dalam batasan usia remaja akhir, terjadi perubahan fisik, mental dan psikososial

yang cepat yang berdampak pada berbagai aspek kehidupannya. Pada masa ini mereka

lebih mementingkan daya tarik fisik, terutama wajah dalam proses sosialisasi. Remaja

dapat merasa tidak puas terhadap penampilan wajahnya yang tidak hanya membuat

mereka tertekan tapi juga menurunkan fungsinya dalam kehidupan sosial, keluarga, dan

bisa menurunkan aktifitas belajar. Dampak yang lebih parah adalah hilangnya semangat

hidup karena ejekan/hinaan teman dilingkungan sekolahnya.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 48: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Dampak diatas merupakan ancaman terhadap kualitas hidup seorang remaja dalam

menjalani hidup sehari–hari yang mungkin saja terjadi krisis ketidakpercayaan pada diri

sendiri. Ancaman maloklusi terhadap kualitas hidup remaja berbeda antara satu remaja

dengan remaja lainnya, hal ini juga dipengaruhi oleh adanya faktor sosiodemografis yang

berupa umur, jenis kelamin dan kelas sosial (pendidikan ibu, pekerjaan ayah dan

pendapatan keluarga). Selain itu perilaku kesehatan terutama kesehatan gigi tidak kalah

juga berperan dalam cara pandang remaja terhadap pengaruh maloklusi terhadap kualitas

hidupnya. Perilaku kesehatan gigi yang mempengaruhinya adalah pengetahuan remaja

terhadap maloklusi, sikap remaja yaitu keyakinan remaja terhadap keadaan maloklusinya

serta perilaku pencarian pengobatan/perawatan pada remaja yang merasakan suatu

kelainan yang dialaminya.

Dalam hal konsep perilaku pencarian pengobatan/perawatan, dalam penelitian ini

remaja mendapatkan dorongan untuk melakukan tindakan (mencari solusi sendiri,

pengobatan tradisional atau alternatif maupun tidak melakukan apa–apa). Dorongan yang

memicu remaja untuk bertindak dapat berasal dari media cetak/elektronik, lingkungan

teman sebaya, orang tua ataupun anjuran dari tenaga profesional seperti petugas

kesehatan. Pada gambar 2 menunjukan hubungan antara maloklusi dengan kualitas hidup.

Sosiodemografis : 1.umur 2.jenis kelamin 3.peer & reference

groups 4.kelas social

(pendidikan ibu, pekerjaan ayah dan pendapatankeluarga)

Pendorong untuk bertindak:

1. media cetak / elektronik

2. lingkungan teman sebaya

3. dorongan orang tua 4. anjuran tenaga profesional

Penyebab 1. Intrinsik factor 2. Ekstrinsik factor

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 49: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Gambar 2. Kerangka Teori Analisis Hubungan Maloklusi dengan Kualitas Hidup.

.

Maloklusi Melakukan Perawatan maloklusi

Ancaman thd kualitas hidup

1.keterbatasan fungsi 2.rasa sakit fisik 3.ketidaknyamanan

psikis 4.ketidakmampuan

fisik 5.ketidakmampuan

psikis 6.ketidakmampuan

sosial 7.hambatan

Perilaku Kesehatan

Gigi 1.Pengetahuan 2.Sikap (keyakinan) 3.Perilaku perawatan

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 50: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan kepustakaan maka dirumuskan kerangka

konsep penelitian sebagai berikut :

Gambar 3. Kerangka Konsep Hubungan Maloklusi dengan Kualitas Hidup

Kerangka konsep penelitian diturunkan dari kerangka teori yang bertujuan untuk

dapat mengetahui hubungan maloklusi dengan kualitas hidup. Status sosiodemografi

berhubungan dengan karakteristik perilaku kesehatan (pengetahuan, sikap dan perlaku

pencarian perawatan) dengan arti bahwa semakin tinggi status sosiodemografi maka

pengetahuan, sikap dan perilaku mencari perawatan akan kesehatan gigi lebih baik

dibandingkan dengan kelompok yang mempunyai status sosiodemografi yang rendah.

Pengetahuan berhubungan dengan persepsi kualitas hidup. Dalam penelitian ini status

sosiodemografi dan perilaku kesehatan bertindak sebagai variabel perancu/konfonder.

Status Maloklusi

Perilaku kesehatan

Pengetahuan Sikap (keyakinan) Perilaku perawatan

Kualitas Hidup.

Keterbatasan fungsi Rasa sakit fisik Ketidaknyamanan psikis Ketidakmampuan fisik Ketidakmampuan psikis Ketidakmampuan social Hambatan

Status Sosiodemografi

Jenis Kelamin Pendidikan ibu Pekerjaan orang tua

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 51: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Variabel bebas utama adalah maloklusi dan variabel terikat adalah kualitas hidup.

Untuk mengetahui hubungan maloklusi dengan kualitas hidup maka kontrol terhadap

variabel konfondernya harus dilakukan pada analisis data.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 52: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian.

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan disain cross sectional, yaitu

penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor independen terhadap faktor

dependen dengan menggunakan model observasi sekaligus pada suatu saat (Murti 1997).

Pada disain penelitian ini informasi mengenai maloklusi diperoleh secara bersamaan

dengan kualitas hidup.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian.

3.2.1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMU Kota Medan. Alasan untuk memilih daerah ini

adalah karena remaja Kota Medan merupakan kelompok referensi (reference group) bagi

para remaja Sumatera Utara.

3.2.2. Waktu penelitian

Penelitian ini dimulai dengan melakukan penelusuran pustaka dilanjutkan dengan

penelitian untuk mengumpulkan data, pengolahan data, analisis data, penyusunan laporan

penelitian, penulisan tesis, seminar hasil penelitian dan ujian komprehensif yang dimulai

dari bulan Januari 2006 sampai Desember 2007.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 53: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

3.3. Populasi dan sampel.

3.3.1.Populasi

Populasi adalah remaja yang berstatus pelajar siswa SMU Kota Medan yang

berjumlah 116.038 orang dari 18 SMU Negeri dan 138 SMU Swasta yang ada di Kota

Medan berdasarkan data pada Dinas Pendidikan Sumatera Utara tahun 2006. Alasan

dipilihnya anak SMU untuk mewakili remaja adalah karena usia anak SMU yang berkisar

antara 15 sampai 18 tahun merupakan remaja tahap akhir yang mulai mengembangkan

pemikiran bagaimana pandangan orang terhadap penampilan dan bersosialisasi dengan

teman sebaya. Mereka menghabiskan waktu sekitar tujuh jam sehari bahkan lebih di

sekolah. Ini berarti bahwa hampir separuh waktunya setiap hari dilewatkan di sekolah.

3.3.2. Sampel.

3.3.2.1. Besar sampel. Karena terbatasnya biaya, tenaga dan waktu maka dilakukan

pengambilan sampel. Besar sampel ditentukan dengan rumus beda proporsi pada populasi

(Lameshow, 2001 ) :

n = [ Z1 – α / 2 √ 2.P (1-P) + Z1 – β/ 2 √ P1 (1 -P1) + P2 (1-P2) ]2

(P1 - P2) 2

n = Jumlah sampel yang dibutuhkan Z

1 – α / 2 = nilai baku normal berdasarkan error type I (α=0,05) yang ditentukan =1, 96 .

Z 1 – β / 2 = nilai baku normal berdasarkan error type II (β=0,2) yang ditentukan

=0,84 Power of Study = 80% P1 = Proporsi tertinggi pada keluhan terhadap kualitas hidup yaitu makanan

sangkut = 66% (Situmorang, 2004 ) P2 = Proporsi yang diharapkan tidak lebih dari 15% dari P1 = 81% P = Proporsi rata – rata p1 dan p2. Berdasarkan penghitungan (lampiran 1) dengan menggunakan rumus di atas maka

diperoleh besar sampel minimal 134 sampel. Oleh karena metode sampel pada penelitian

ini adalah Stratified Cluster 2 tingkat respondennya dikelompokan atas 2 kelompok maka

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 54: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

jumlah sampel minimal dikalikan 2 menjadi 268. Karena yang diklaster adalah kelas

maka semua murid yang hadir pada kelas terpilih pada hari penelitian di jadikan sebagai

sampel sehingga besar sampel pada penelitian ini menjadi 413 orang.

3.3.2.2. Metode sampling menggunakan stratifikasi–kluster 2 tingkat. Satuan klaster

pada penelitian ini adalah kelas X, XI, dan XII pada tiap sekolah dan strata adalah

klasifikasi SMU negeri/swasta berdasarkan pembagian kecamatan Kota Medan. Secara

administratif Kota Medan terbagi atas 21 kecamatan yang digolongkan menjadi 2

kategori yaitu lingkar dalam dan lingkar luar. Lingkar dalam terdiri dari 10 kecamatan

yaitu Kecamatan Medan Baru, Medan Petisah, Medan Barat, Helvetia, Polonia, Medan

Area, Medan Kota, Medan Maimun, Medan Timur dan Medan Deli. Lingkar luar terdiri

dari 11 kecamatan yaitu Kecamatan Medan Tuntungan, Selayang, Sunggal, Johor,

Denai, Perjuangan, Amplas, Tembung, Marelan, Labuhan dan Belawan.

Kota Medan terdiri dari 156 SMU negeri / swasta yang dapat dikelompokkan atas

104 SMU negeri/swasta yang berada dilingkar dalam dan 52 SMU negeri/swasta yang

berada di lingkar luar (Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, 2006).

Pengelompokan ini berdasarkan perbedaan jenis informasi dan status sosial remaja SMU

Kota Medan yang nantinya akan berpengaruh terhadap pengukuran kualitas hidup.

Pengambilan sampel dilakukan dengan 2 tahap. Tahap pertama, dari semua SMU

negeri dan swasta dipilih 2 SMU negeri/swasta dari lingkar luar dan 2 SMU

negeri/swasta dari lingkar dalam secara acak. SMU yang terpilih untuk lingkar dalam

adalah SMUN 4 di Kecamatan Medan Petisah, SMU swasta Harapan di Kecamatan

Medan baru. Untuk lingkar luar SMU yang terpilih adalah SMUN 3 di Kecamatan Medan

labuhan dan SMU swasta Panca Budi di Kecamatan Sunggal.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 55: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tahap kedua adalah memilih kelas pada SMU terpilih secara acak (kelas X, XI dan

XII), karena tiap tingkatan kelas terdiri dari kelas paralel maka dilakukan pemilihan kelas

yaitu untuk SMU yang berada di lingkar dalam yaitu SMUN 4 terpilih kelas X7, XIIPA3

dan XIIIPS2 serta SMU Swasta Harapan yaitu kelas X3, XIIPS3 dan XIIIPA3 . Untuk SMU

yang berada dilingkar luar terpilih SMUN 3 Medan dengan kelas X1, XIIPS1 dan XIIIPS1

serta SMU Swasta Panca Budi Medan dengan kelas X2, XIIPA1 dan XIIIPA3. Agar diperoleh

data yang akurat tentang keluhan yang dirasakan oleh karena adanya maloklusi, maka

siswa yang terpilih sebagai sampel adalah siswa yang sehat secara fisik dengan arti tidak

menderita cacat jasmani.

3.4. Metode dan Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di sekolah responden dengan metode wawancara dan

pemeriksaan status maloklusi. Wawancara menggunakan kuesioner terstruktur berisi

pertanyaan mengenai status sosiodemografi, karakteristik perilaku kesehatan gigi dan

penilaian responden tentang kualitas hidup. Pengumpulan data dilapangan dilakukan

oleh peneliti dibantu enam orang mahasiswa Kedokteran Gigi USU yang sedang

menjalani kepaniteraan klinik dibagian Kesehatan Gigi Masyarakat. Agar tidak terjadinya

kesalahan pengukuran maka kepada pengumpul data dilakukan pelatihan dan kalibrasi

sehingga diperoleh persepsi dan interpretasi yang sama dan konsisten. Setelah data

dikumpul maka dilakukan editing, dibuat struktur data, file data, data entry dan dianalisis

dengan bantuan perangkat lunak pogram komputer.

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 56: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Berdasarkan variabel penelitian, maka dapat dirumuskan beberapa defenisi

operasional penelitian sebagai berikut :

a. Jenis kelamin adalah pria atau wanita yang dapat mempengaruhi persepsi pada

remaja SMU terhadap keadaan maloklusi yang berdampak pada perbedaan tingkatan

kualitas hidupnya.

b. Pendidikan ibu adalah pendidikan terakhir ibu yang diambil melalui jalur sekolah

secara formal terdiri atas: tidak sekolah/tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat

SMU, tamat perguruan tinggi/akademi.

c. Pekerjaan orang tua, terutama pekerjaan ayah, jika ayahnya sudah tidak ada maka

diambil pekerjaan ibu, dan apabila ayah dan ibu juga sudah tidak ada maka diambil

pekerjaan wali yang menanggung hidup responden. Terdiri atas lima klasifikasi

berdasarkan tingkat pendidikan yaitu :

1). Kelas 1 : pekerjaan yang membutuhkan pendidikan tingkat tinggi seperti dokter,

jaksa, hakim, direktur bank, arsitektur, pengacara, direktur perusahaan, akuntan,

notaris, manager perusahaan dan pekerjaan yang setara.

2). Kelas 2 : pekerjaan keahlian yang membutuhkan pendidikan menengah seperti

guru, perawat, bidan, apoteker, pemilik toko, pemilik salon, PNS, pegawai swasta,

teknisi, polisi, tentara, pramugari dan pekerjaan yang setara.

3). Kelas 3 : pekerjaan yang mempunyai pendidikan dasar seperti supir, tukang jahit,

pengrajin, montir, pelukis, penulis, pelayan toko, pelayan restoran, pelayan hotel,

penjaga kasir, penjual sayur, satpam, tukang parkir dan pekerjaan setara.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 57: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

4). Kelas 4 : pekerjaan yang tidak memerlukan pendidikan dasar seperti buruh,

pembersih jalan, pembantu rumah tangga, tukang cuci, pesuruh, buruh tani dan

pekerjaan yang setara.

5). Kelas 5 : tidak bekerja.

d. Pengetahuan adalah segala informasi yang diketahui remaja tentang maloklusi

yaitu berupa : macam kelainan gigi, arti kelainan susunan gigi, ciri ciri maloklusi, dan

adanya perawatan maloklusi.

e. Sikap adalah keyakinan responden terhadap masalah, akibat dan keinginan untuk

merawat maloklusinya.

f. Perilaku perawatan adalah tindakan responden untuk melakukan perawatan

maloklusi ke dokter gigi selama satu tahun terakhir.

g. Maloklusi adalah kelainan susunan gigi dari bentuk oklusi yang dianggap

menyimpang dari bentuk standar yang diterima sebagai bentuk normal. Maloklusi pada

penelitian ini adalah maloklusi yang membutuhkan perawatan berdasarkan kriteria HMA

indeks.

h. Kualitas hidup adalah respons terhadap gejala yang dialami remaja SMU akibat

maloklusi dalam kehidupan sehari–harinya selama satu tahun terakhir terhadap

keterbatasan fungsi fisik, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik,

ketidakmampuan psikis, ketidakmampuan sosial dan hambatan

3.5. Metode Pengukuran

3.5.1. Status maloklusi

Status maloklusi diukur dengan menggunakan indeks HMA, yaitu menggunakan

suatu lembar isian dan digunakan untuk melengkapi cara menentukan prioritas perawatan

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 58: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

ortodonti menurut keparahan maloklusi yang dapat dilihat pada besarnya skor yang

tercatat pada lembar isian tersebut. Metode ini dipilih karena mempunyai taraf

kepercayaan yang tinggi dan peka terhadap semua tingkatan maloklusi serta tidak

memerlukan alat khusus penilaian maloklusi.

Cara penilaian :

a. Penyimpangan gigi dalam satu rahang ( Intra arch deviation )

1). Segmen Anterior

Setiap gigi anterior rahang atas yang terlibat diberi skor 2, dan setiap gigi anterior

rahang bawah diberi skor 1.

a). Gigi absen (missing)

Gigi yang tidak terdapat dalam mulut, termasuk jika tinggal akar (radix).

b). Gigi berjejal (crowdeed )

Gigi yang berjejal karena kurang tempat sehingga untuk mengatur perlu

menggeser gigi lain yang ada dalam rahang. Gigi yang sudah dinilai rotasi

maka tidak boleh dinilai berjejal.

c). Gigi rotasi (rotation)

Gigi yang letaknya berputar tetapi cukup tempat untuk mengaturnya dalam

lengkung rahang. Gigi yang sudah diberi skor rotasi tidak boleh diberi skor

berjejal atau renggang

d). Gigi renggang (spacing), yaitu :

(1). Renggang terbuka (open spacing), yaitu celah yang terdapat diantara gigi

sehingga terlihat papil interdental. Pemberian skor adalah jumlah papila yang

nampak, bukan giginya.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 59: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

(2). Renggang tertutup ( closed spacing ), yaitu penutupan ruang sebagian

sehingga tidak memungkinkan gigi untuk erupsi penuh tanpa menggeser gigi

lainnya dalam lengkung rahang yang sama, yang diberi skor adalah giginya.

2). Segmen posterior

Setiap gigi yang terlibat diberi skor 1.

a). Absen: cara penilaian seperti segmen anterior. Dicatat jumlah gigi yang

tidak ada dalam rongga mulut, termasuk radiks.

b). Berjejal: penilaian seperti pada segmen anterior.

c). Rotasi: penilaian seperti pada segmen anterior.

d). Renggang yaitu :

(1). Renggang terbuka, yaitu celah interproksimal yang menampakan papila

disebelah mesial dan distal sebuah gigi.

(2). Renggang tertutup: penilaian seperti pada segmen anterior.

b. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi (inter

arch deviation).

Penilaian dilakukan dengan cara menengadahkan kepala kebelakang sejauh

mungkin dan mulut terbuka lebar untuk mendapat oklusi terminal. Lidah digerakkan

keatas dan ke belakang mengenai palatum dan dengan cepat gigi-gigi dioklusikan

sebelum kepala tertunduk kembali. Untuk melihat dengan jelas oklusi gigi dalam mulut

digunakan kaca mulut.

1). Segmen Anterior

Untuk setiap gigi rahang atas yang terlibat diberi skor 2

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 60: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

a). Jarak gigit, penilaian jarak gigit ialah bila gigi insisivus atas labioversi sehingga

gigi insisivus bawah pada waktu oklusi mengenai mukosa palatum. Apabila gigi

insisivus atas tidal labioversi maka kelainan itu hanya diskor sebagai kelainan

tumpang gigit.

b). Tumpang gigit, penilaian tumpang gigit ialah apabila pada waktu oklusi, gigi

insisivus atas mengenai mukosa gingiva gigi insisivus bawah, sedang gigi bawah

tersebut mengenai mukosa palatum. Jika insisivus atas labioversi maka kelainan

tumpang gigit juga jarak gigit.

c). Gigitan silang, yaitu apabila gigi insisivus atas pada waktu oklusi disebelah

lingual gigi insisivus bawah.

d). Gigitan terbuka, yaitu apabila waktu oklusi gigi depan atas dan bawah tidak

berkontak.

2). Segmen posterior

Untuk setiap gigi yang terlibat diberi skor 1.

a). Kelainan anteroposterior, yaitu kelainan oklusi dimana pada waktu oklusi gigi

kaninus, premolar pertama dan premolar kedua serta gigi molar pertama bawah

berada disebelah distal atau mesial gigi antagonisnya. Kelainan tersebut diskor

bila terdapat satu tonjol atau lebih dari gigi molar, premolar dan kaninus beroklusi

di daerah interproksimal lebih ke mesial atau ke distal dari posisi normal.

b). Gigitan silang, yaitu bila pada waktu oklusi terdapat gigi pada segmen bukal yang

posisinya lebih ke lingual atau bukal diluar kontak oklusi terhadap gigi

antagonisnya.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 61: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

c). Gigitan terbuka, yaitu bila pada waktu oklusi terdapat celah antara gigi posterior

atas dan bawah. Hubungan tonjol lawan tonjol tidak termasuk gigitan terbuka.

Setiap ciri maloklusi yang berupa kelainan dentofasial diberi skor 8. Ciri-ciri

tersebut yaitu: celah bibir dan celah mulut, bibir bawah terletak dipalatal gigi insisivus

atas,gangguan oklusal (oklusal interference), gangguan fungsi rahang (functional jaw

limitation), asimetri muka/wajah, gangguan bicara (speech impairment).

Indikator kebutuhan perawatan berdasarkan kriteria tingkat keparahan maloklusi

menunjukan keparaham maloklusi berkisar antara :

a. Skor 0 – 4 : variasi oklusi normal

b. Skor 5 – 9 : maloklusi ringan, tidak perlu perawatan

c. Skor 10-14 : maloklusi ringan, kasus tertentu memerlukan perawatan

d. Skor 15 – 19 : maloklusi berat, memerlukan perawatan

e. Skor ≥ 20 : maloklusi berat, sangat memerlukan perawatan.

3.6.2. Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan responden, dilakukan dengan pemberian nilai (skoring)

pada tiap-tiap soal pengetahuan. Soal nomor 6 dan 7 tidak dimasukan dalam perhitungan

karena merupakan pertanyaan pembuka.Diberikan nilai 1 untuk jawaban yang benar dan

nilai 0 untuk jawaban yang salah. Setelah diperoleh nilai semua responden, kemudian

dicari nilai rata-rata (mean) dan simpangan deviasi. Kategori tinggi ditentukan untuk

nilai-nilai yang berada atau diatas hasil penjumlahan mean dengan simpangan deviasi.

3.6.3. Sikap

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 62: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Soal untuk mengetahui sikap responden terdiri atas 5 pertanyaan, jawaban ya diberi

nilai 2 dan jawaban tidak diberi nilai 1. Cutt of point adalah 7,5 sehingga diatas nilai

tersebut termasuk kategori baik.

3.6.4. Kualitas Hidup

Pengukuran kualitas hidup menggunakan skala indeks Oral health Impact Profile

(OHIP-49) dari Slade GD, dengan lima skala likert. Pada analisis data bivariat dan

multivariat dilakukan pengkategorian yaitu terbagi atas 2 kategori: sering dan tidak

sering. OHIP-49 terdiri dari tujuh dimensi: dimensi keterbatasan fungsi (cutt of point =

24), rasa sakit (cutt of point = 15), ketidaknyamanan psikis (cutt of point = 12),

ketidakmampuan fisik (cutt of point = 15), ketidakmampuan psikis (cutt of point = 18),

ketidakmampuan sosial (cutt of point = 15) dan handikap (cutt of point = 15). Jika angka

skor berada lebih dari cutt of point maka dimasukkan dalam kategori sering mengalami

gangguan dan jika skor sama atau rendah dari nilai cutt of point maka dimasukkan dalam

kategori tidak sering mengalami gangguan pada masing-masing dimensi kualitas hidup.

Penggunaan alat ukur ini telah diuji dilakukan uji coba terhadap 50 orang remaja SMU.

Ternyata terbukti validitasnya dan reabilitasnya. Uji reabilitas menghasilkan nilai Alfa

Cronbach, s sebagai berikut:

a. Keterbatasan fungsi mempunyai nilai 0,96.

b. Rasa sakit fisik mempunyai nilai 0,89.

c. Ketidaknyamanan psikis mempunyai nilai 0,94.

d. Ketidakmampuan fisik mempunyai nilai 0,93.

e. Ketidakmampuan psikis mempunyai nilai 0,75.

f. Ketidakmampuan sosial mempunyai nilai 0,96.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 63: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

g. Hambatan mempunyai nilai 0,96.

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan secara bertahap yaitu :

a.Analisis data univariat

Analisis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari data

variabel bebas terhadap maloklusi. Diperoleh prevalensi maloklusi, persentase maloklusi

berdasarkan kebutuhan perawatannya, tingkat keparahannya, jenis kelamin, pendidikan

ibu, pekerjaan orang tua dan persentase karakteristik perilaku kesehatan remaja

(pengetahuan, sikap dan tindakan melakukan perawatan) serta persentase keluhan–

keluhan kualitas hidup pada remaja SMU Kota Medan.

b. Analisis bivariat

Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan dua variabel. Uji statistik yang

dipakai adalah uji korelasi pearson Chi-Square dengan hipotesis nol adalah tidak ada

hubungan antara dua variabel dengan α ditentukan 0,05. Apabila nilai probabilitas yang

diperoleh lebih kecil daripada α = 0,05 maka kemungkinan hipotesis nol ditolak , artinya

ada hubungan antara dua variabel. Dari analisis ini dapat diperoleh hubungan antara

status sosiodemografi, perilaku kesehatan remaja dan maloklusi dengan kualitas hidup.

Dari hasil analisis bivariat ini dipilih variabel yang masuk ke dalam analisis multivariat

c. Analisis multivariat

Analis ini dilakukan untuk melihat besarnya hubungan antara variabel maloklusi

terhadap kualitas hidup. Penghitungan ini dilakukan dengan regresi logistik ganda,

sehingga didapat hubungan yang murni antara variabel bebas dan variabel terikat tanpa

adanya variabel konfonder, serta seberapa besar hubungan antara variabel tersebut.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 64: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tahapan analisis multivariat yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

1). Melakukan analisis pada model univariat pada setiap variabel dengan tujuan untuk

melakukan estimasi masing-masing variabel bebas dalam hubungannya dengan

maloklusi.

2). Melakukan pemilihan variabel yang bisa dimasukkan dalam model. Variabel yang

signifikan adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25.

3). Pembuatan model hubungan variabel bebas dengan maloklusi yang akan dimasukkan

dalam model adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,05.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 65: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Bab 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan yang secara administratif terbagi atas 2

wilayah yaitu wilayah lingkar luar yang terdiri dari 10 kecamatan dan lingkar dalam

yang terdiri dari 11 kecamatan. Pada masing-masing wilayah diambil 2 (dua) sekolah

yang dipilih secara simple random sampling dengan jumlah sampel keseluruhan 413

responden. Sekolah yang terpilih sebagai sampel yaitu:

a. Lingkar Dalam, yang terdiri atas:

1). SMUN no 4 Medan di Kecamatan Medan Petisah, terdiri atas 3 kelas yaitu kelas

X,XI dan XII. Karena tiap tingkatan kelas terdiri dari kelas paralel maka yang

terpilih sebagai sampel adalah kelas X7 sebanyak 41 orang, kelas XIIPA 3 sebanyak

34 orang dan kelas XIIIPS 2 sebanyak 27 orang.

2). SMU Swasta Harapan di Kecamatan Medan Baru

Kelas yang terpilih sebagai sampel adalah kelas X3 sebanyak 29 orang, kelas

XIIPS 3 sebanyak 34 orang dan kelas XIIIPA 3 sebanyak 39 orang.

b. Lingkar Luar yang terdiri atas:

1). SMUN no 3 Medan yang terletak di Kecamatan Medan Labuhan

Kelas yang terpilih sebagai sampel adalah kelas X1 sebanyak 40 orang, kelas

XIIPA 7 sebanyak 39 orang dan kelas XIIIPS 1 sebanyak 40 orang.

2). SMUN Swasta Panca Budi Medan yang terletak di Kecamatan Medan Sunggal.

Kelas yang terpilih sebagai sampel adalah kelas X2 sebanyak 36 orang, kelas

XIIPA 1 sebanyak 17 orang dan kelas XIIIPS 1 sebanyak 36 orang.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 66: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Pengumpulan data dilakukan selama 1 bulan pada sekolah-sekolah yang terpilih

menjadi sampel.

4.2. Gambaran responden

4.2.1. Karakteristik responden

Dari 413 responden yang dijadikan subjek penelitian, dapat di gambarkan keadaan

sosiodemografinya sebagai berikut :

Tabel 4.1. Karakteristik Responden

Tabel 4.1. menunjukkan persentase remaja laki-laki dan perempuan hampir sama.

Persentase tingkat pendidikan ibu responden yang paling tinggi adalah tamat SMU

sebanyak 200 orang (48,4%) dan yang terendah adalah tidak tamat SD sebanyak 6 orang

(1,5%). Pekerjaan orang tua responden dibagi dalam lima klasifikasi. Persentase tertinggi

adalah responden yang pekerjaan orang tuanya dalam klasifikasi 2 (pekerjaan yang

Karakteristik n Persentase

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

214 199 413

51,8 48,2 100

Pendidikan Ibu Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMU Perguruan Tinggi Total

6 8 49 200 150 413

1,5 1,9 11,9 48,4 36,3 100

Pekerjaan Orang Tua Klasifikasi 1 Klasifikasi 2 Klasifikasi 3 Klasifikasi 4 Klasifikasi 5 Total

162 230 14 7 0 413

39,0 56,0 3,4 1,6

0 100

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 67: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

membutuhkan pendidikan menengah) sebanyak 230 orang (56%), dan yang terendah

adalah responden yang pekerjaan orang tuanya dalam klasifikasi 4 (pekerjaan yang tidak

memerlukan pendidikan dasar) sebanyak 7 orang (1,7%) serta tidak ada responden yang

mempunyai orang tua yang tidak bekerja.

4.2.2. Gambaran perilaku kesehatan responden

Perilaku kesehatan responden dinilai dari 3 hal yaitu pengetahuan, sikap tentang

keyakinan akan keadaan susunan geliginya dan tindakan responden untuk melakukan

perawatan maloklusi.

Pada Tabel 4.2. terlihat gambaran pengetahuan responden bahwa remaja SMU lebih

banyak mengetahui arti dari kelainan susunan gigi/maloklusi (60,3%) dan dapat

mengetahui ciri–ciri maloklusi (59,3%) sedangkan pengetahuan tentang setiap orang

dapat mengalami maloklusi dan perawatan maloklusi hanya sepertiga responden yang

mengetahuinya yaitu sebanyak 37,5% dan 31,2%.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 68: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 4.2. Persentase Remaja SMU menurut Pengetahuan Kesehatan Gigi di Kota Medan Tahun 2007 (N=413)

Pengetahuan n %

Arti pentingnya gigi 389 94,1 Macam-macam penyakit gigi 312 75,5 Arti kelainan susunan gigi dalam rongga mulut 249 60,3 Ciri-ciri maloklusi 245 59,3 Penyebab maloklusi 225 54,4 Maloklusi dapat dirawat 222 53,7 Gangguan akibat maloklusi 219 53,0 Tempat perawatan maloklusi 182 44,1 Siapa yang dapat mengalami maloklusi 155 37,5 Jenis perawatan maloklusi 129 31,2

Berdasarkan defenisi operasional, pengetahuan dibagi atas 2 kategori yaitu tinggi

dan rendah. Pada tabel 4.3 dapat dilihat responden yang mempunyai pengetahuan tentang

maloklusi yang tinggi adalah 84,3%.

Tabel 4.3. Persentase Remaja SMU berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang Maloklusi

Pengetahuan

n Persentase

Baik Kurang Total

348 65 413

84,3 15,7 100

Pada Tabel 4.4. terlihat gambaran sikap yang merupakan keyakinan responden

terhadap keadaan susunan gigi geliginya dan keinginan untuk melakukan pe-rawatannya.

Tabel 4.4. Persentase Distribusi Sikap Remaja SMU terhadap Susunan Gigi Geliginya di Kota Medan Tahun 2007 (N=413)

Sikap mengenai susunan gigi geligi n %

Yakin kelainan susunan gigi dapat dicegah dan diatasi dengan 320 77,5

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 69: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

melakukan perawatan Yakin keinginan merawat susunan gigi dari diri sendiri 284 68,8 Yakin kelainan susunan gigi dapat mengganggu pergaulan 281 68,0 Yakin kelainan susunan gigi ingin dirawat 265 64,2 Yakin ada yang salah dengan susunan gigi 260 63,0

Berdasarkan defenisi operasional, sikap dibagi atas 2 kategori yaitu baik dan

kurang. Pada Tabel 4.5 dapat dilihat responden yang mempunyai keyakinan mengenai

susunan gigi geliginya yang termasuk kategori baik adalah 82,6%

Tabel 4.5. Persentase Remaja SMU berdasarkan Tingkat Keyakinan terhadap Maloklusi

Keyakinan

n Persentase

Baik Kurang Total

341 72 413

82,6 17,4 100

Pada Tabel 4.6 terlihat gambaran pernah atau tidaknya menerima pelayanan

kesehatan gigi, ternyata sebanyak 243 orang (58,8%) responden menyatakan pernah

mendapatkan perawatan kesehatan gigi selain perawatan kelainan susunan gigi

(ortodonsi) dalam 1 tahun terakhir, sedangkan dari 250 responden yang mengalami

maloklusi, yang sudah pernah mendapatkan perawatan ortodonsi hanya sebanyak 37

orang (14,8%).

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 70: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 4.6. Persentase Remaja SMU yang Menerima Pelayanan Kesehatan Gigi di Kota Medan Tahun 2007

Tindakan dalam 1 tahun terakhir

N %

Melakukan kunjungan ke pelayanan kesehatan gigi dalam 1 thn terakhir

243

58,8

Melakukan perawatan kelainan susunan gigi 37

14,8

4.2.3. Gambaran maloklusi pada responden

Pada Tabel 4.7 dapat dilihat persentase maloklusi sebanyak 60,5%, tapi berdasarkan

yang membutuhkan perawatan adalah 23%. Selanjutnya untuk analisis hubungan variabel

maloklusi dengan seluruh variabel bebas lainnya peneliti menggunakan persentase

maloklusi yang membutuhkan perawatan sebanyak 23%.

Tabel 4.7. Distribusi Maloklusi pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

Maloklusi n %

Normal 163 39,5 Ringan, tidak perlu perawatan 155 37,5 Ringan , perlu perawatan kasus tertentu 51 12,3 Berat memerlukan perawatan 35 8,5 Sangat berat, sangat memerlukan perawatan Total

9 413

2,2 100

Pada Tabel 4.8. dapat dilihat persentase ciri-ciri maloklusi yang terbanyak adalah

gigi berjejal untuk segmen anterior rahang bawah (41,89%) dan rahang atas (30,75%)

serta kehilangan gigi untuk segmen posterior rahang bawah (22,52%) dan rahang atas

(7,99%). Maloklusi terbanyak pada hubungan anteroposterior adalah kelainan jarak

gigit/overjet (35,59%) pada bagian anterior serta gigitan terbuka gigi caninus

(22,27).Kelainan dentofasial persentasenya tidak mencapai 1%.

4.2.4. Gambaran kualitas hidup responden

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 71: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kualitas hidup remaja SMU di Kota

Medan yang di nilai dari 7 dimensi. Pada Tabel 4.9 dapat dilihat dari 413 responden,

dimensi keterbatasan fungsi keluhan terbanyak adalah makanan sangkut sebanyak 145

orang (35,1%), dimensi rasa sakit fisik keluhan terbanyak adalah sakit gigi sebanyak 266

orang (64,41%), dimensi ketidaknyamanan psikis keluhan terbanyak adalah sadar ada

masalah pada gigi sebanyak 171 orang (41,4%), dimensi ketidakmampuan fisik keluhan

terbanyak adalah takut tersenyum sebanyak 174 orang (42,13%), dimensi

ketidakmampuan psikis keluhan terbanyak adalah merasa malu sebanyak 180 orang

(43,58%), dimensi ketidakmampuan sosial keluhan terbanyak adalah mudah tersinggung

sebanyak 195 orang (47,22%), dan dimensi hambatan keluhan terbanyak adalah tidak

dapat belajar dengan baik sebanyak 86 orang (20,82%).

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 72: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 4.8. Persentase Ciri–Ciri Maloklusi pada Remaja SMU di Kota Medan

Ciri–ciri maloklusi n % I. Kelainan gigi dalam satu rahang a. Rahang Atas Anterior

Gigi berjejal 127 30,75 Renggang terbuka 56 13,56 Gigi rotasi 20 4,84 Gigi dicabut 10 2,42 Renggang tertutup 2 0,48

b. Rahang Atas Posterior Gigi dicabut 33 7,99 Renggang terbuka 18 4,36 Gigi berjejal 15 3,63 Renggang tertutup 4 0,97 Gigi rotasi 3 0,72

c. Rahang Bawah anterior Gigi berjejal 173 41,89 Renggang terbuka 38 9,20 Gigi rotasi 8 5,59 Gigi dicabut 2 0,48 Renggang tertutup 1 0,24

d. Rahang Bawah Posterior Gigi dicabut 93 22,52 Gigi berjejal 88 21,31 Renggang tertutup 23 5,57 Renggang terbuka 13 3,14 Gigi rotasi 11

2,66

II. Kelainan Hubungan Gigi Dalam Keadaan Oklusi Segmen Anterior

Jarak gigit (overjet) 147 35,59 Gigitan terbuka (openbite) 53 12,83 Gigitan silang (crossbite) 52 12,59 Tumpang gigit (overbite) 30

7,26

II. Kelainan Hubungan Gigi Dalam Keadaan Oklusi Segmen Posterior

Gigitan terbuka gigi caninus 92 22,27 Gigitan terbuka gigi premolar 1 56 13,56 Gigitan terbuka gigi premolar 2 36 8,72 Gigitan silang gigi caninus 14 3,39 Gigitan silang gigi premolar 2 10 2,42 Gigitan terbuka gigi molar 1 10 2,42 Gigitan silang premolar 1 8 1,94 Gigitan silang gigi molar 1 0

0

III. Kelainan Dentofacial Gangguan fungsi rahang 3 0,72 Celah bibir dan celah mulut 1 0,24 Gangguan Oklusi 1 0,24 Bibir bawah terletak di palatal gigi insisivus bawah 0 0

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 73: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 4.9. Persentase Kualitas Hidup pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

Kualitas hidup

n %

I. Keterbatasan fungsi Makanan sangkut 145 35,1 Melihat ada yang salah pada gigi 123 29,8 Merasa wajah kurang menarik 110 26,6 Merasa nafas bau 74 17,9 Tidak mampu mngecap dengan baik 71 17,2 Sulit mengucapkan kata-kata 55 13,3 Pencernaan terganggu 52 12,6 Sulit menguyah 49 11,8 II. Rasa sakit fisik Sakit gigi 266 64,41 Sakit kepala 228 55,21 Tidak enak mengunyah 183 44,31 Sakit pada gusi 134 32,45 Sakit pada sendi rahang 84 20,34 III. Ketidaknyaman psikis Sadar ada masalah pada gigi 171 41,40 Merasa kuatir 168 40,68 Rendah diri 146 35,35 Ketegangan 118 28,57 IV. Ketidakmampuan fisik Takut tersenyum 174 42,13 Sulit menyikat gigi 168 40,68 Sulit berbicara 61 14,77 Kata-kata salah di mengerti orang lain 30 7,26 Tidak dapat merasakan enaknya makanan 28 6,78 V. Ketidakmampuan psikis Merasa malu 180 43,58 Merasa kesal 151 36,56 Merasa susah berkonsentrasi 102 24,70 Terganggu tidur 82 19,85 Merasa tidak santai 62 15,01 Merasa tertekan dan putus asa 19 4,60 VI. Ketidakmampuan sosial Mudah tersinggung 195 47,22 Cepat marah 203 49,15 Sulit melakukan pekerjaan sehari-hari 176 42,62 Sulit bergaul 173 41,89 Malas keluar rumah 69 16,71 VII. Hambatan Tidak dapat belajar dengan baik 86 20,82 Hidup terasa tidak enak 80 19,37 Tidak mampu beramah tamah 71 17,19 Orang tua membayar mahal 60 14,53 Kesehatan secara umum memburuk 18 4,36

4.3. Hubungan antara Variabel–Variabel Bebas dan Variabel Terikat

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 74: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Dalam analisis bivariat di lakukan uji hubungan antara variabel bebas dengan

variabel terikat dan hubungan variabel konfonder dengan variabel bebas dan variabel

terikat dengan uji Chi-Square. Suatu variabel di katakan mempunyai hubungan yang

bermakna jika nilai p yang di peroleh < 0,05.

4.3.1. Hubungan jenis kelamin dengan maloklusi

Pada tabel 4.10. dapat dilihat hasil analisis hubungan variabel jenis kelamin dengan

maloklusi menunjukkan bahwa dari 95 orang yang mengalami maloklusi persentase laki-

laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu sebanyak 26,6%. Namun secara statistik tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin responden dengan status

maloklusi pada responden (p = 0,079).

Tabel. 4.10. Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Maloklusi pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

Maloklusi Tidak

Malokusi

Sosiodemografi

n % n %

Nilai p Rasio Preva lens

Selang Kepercayaan

95%

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total

57 38 95

26,6 19,1 23

157 161 318

73,4 80,1 77,0

0,079

0,650

0,0408 – 1,036

4.3.2. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan kualitas hidup.

a. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan kualiatas hidup dimensi keterbatasan fungsi Pada Tabel 4.11. dapat dilihat bahwa variabel yang berhubungan dengan kualitas

hidup dimensi keterbatasan fungsi adalah pendidikan ibu (p=0,042), pekerjaan orang tua

(p = 0,015), keyakinan (p=0,001) dan status maloklusi (p=0,001).

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 75: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 4.11. Hubungan Sosiodemografi, Perilaku Kesehatan dan Status Maloklusi dengan Dimensi Keterbatasan Fungsi pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun

2007

Dimensi Keterbatasan Fungsi

Sering mengalami

keterbatasan fungsi

Tidak sering mengalami

keterbatasan fungsi

Variabel

n % n %

Nilai p

Rasio Pre

valens

Selang Kepercaya

an 95%

SosioDemografi Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki

26 30

13,1 14

173 184

86,9 86

0,886

0,992

0,524-1,621

Pendidikan Ibu Rendah Tinggi

14 42

22,6 12

48 309

77,4 88

0,042*

2,139

1,087-4,209

Pekerjaan Orang Tua Rendah Tinggi

7 49

33,3 12,5

14 343

66,7 87,5

0,015*

3,5

1,346 - 9,09

Perilaku Kesehatan Pengetahuan Rendah Tinggi

12 44

18,5 12,6

53 304

81,5 87,4

0,235

1,564

0,775-3,156

Keyakinan Rendah Tinggi

20 36

27,8 10,6

52 305

72,2 89,4

0,001*

3,529

1,752-6,062

Tindakan Tidak pernah

perawatan Pernah perawatan

53 3

14,1 8,1

323 34

85,9 91,9

0,45

1,86

0,551-6,272

Status Maloklusi Maloklusi Tidak maloklusi

24 32

25,3 10,1

71 286

74,7 89,9

0,001*

3,021

1,675-5,448

b. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi rasa sakit fisik. Pada Tabel 4.12. dapat dilihat bahwa variabel yang berhubungan dengan kualitas

hidup dimensi rasa sakit fisik adalah keyakinan terhadap susunan gigi geliginya (p =

0,021) dan status maloklusi (p=0,017).

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 76: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 4.12. Hubungan Sosiodemografi, Perilaku Kesehatan dan Status Maloklusi dengan Dimensi Rasa Sakit Fisik pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

Dimensi Rasa Sakit Fisik

Sering mengalami rasa sakit

Tidak sering

mengalami rasa sakit

Variabel

n % n %

Nilai p

Rasio Preva lens

Selang Keperca-

yaan 95%

SosioDemografi Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki

49 43

24,6 20,1

150 171

75,4 79,9

0,288

1,299

0,816-2,067

Pendidikan Ibu Rendah Tinggi

18 74

29 21,1

44 277

71 78,9

0,186

1,526

0,833-2,795

Pekerjaan Orang Tua Rendah Tinggi

7 85

33,3 21,7

14 307

66,7 87,5

0,278

1,806

0,706-4,616

Perilaku Kesehatan Pengetahuan Rendah Tinggi

10 82

15,4 23,6

55 266

84,6 76,4

0,193

0,59

0,288-1,209

Keyakinan Rendah Tinggi

36 56

50 16,4

36 285

50 83,6

0,021*

2,528

1,204-5,307

Tindakan Tidak pernah

perawatan Pernah perawatan

87 5

23,1 13,5

289 32

76,9 86,5

0,217

1,927

0,729-5,095

Status Maloklusi Maloklusi Tidak maloklusi

30 62

31,6 19,5

65 256

68,4 80,5

0,017*

1,906

1,140-3,186

c. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi ketidaknyamanan psikis. Pada Tabel 4.13. dapat dilihat bahwa variabel yang berhubungan dengan kualitas

hidup dimensi ketidaknyamanan psikis adalah jenis kelamin (p=0,039), pendidikan ibu

(p=0,015), pekerjaan orang tua (p=0,031), keyakinan terhadap susunan gigi geliginya (p

= 0,021 ) dan status maloklusi (p=0,013).

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 77: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 4.13. Hubungan Sosiodemografi, Perilaku Kesehatan dan Status Maloklusi dengan Dimensi Ketidaknyamanan Psikis pada Remaja SMU di Kota Medan

Tahun 2007

Dimensi Ketidaknyamanan Psikis

Sering mengalami

ketidaknyamanan psikis

Tidak Sering mengalami

ketidaknyamanan psikis

Variabel

n % n %

Nilai p

Rasio Pre

valens

Selang Keperca-

yaan 95%

SosioDemografi Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki

24 13

12,1 6,1

175 201

87,9 93,9

0,039*

2,120

1,048-4,29

Pendidikan Ibu Rendah Tinggi

11 26

17,7 7,4

51 324

82,3 92,6

0,015*

2,688

1,252-5,772

Pekerjaan Orang Tua Rendah Tinggi

5

32

23,8 8,2

16 360

76,2 91,8

0,031*

3,516

1,209-10,22

Perilaku Kesehatan Pengetahuan Rendah Tinggi

11 26

16,9 7,5

54 322

83,1 92,5

0,129

2,253

1,178-5,403

Keyakinan Rendah Tinggi

12 25

16,7 7,3

60 316

83,3 92,7

0,021*

2,526

1,204-5,307

Tindakan Tidak pernah

perawatan Pernah perawatan

35 2

9,3 5,4

341 35

90,7 94,6

0,559

1,796

0,414-7,789

Status Maloklusi Maloklusi Tidak maloklusi

15 22

15,8 6,9

80 296

84,2 93,1

0,013*

2,523

1,252-5,086

d. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi ketidakmampuan fisik. Pada Tabel 4.14. dapat dilihat bahwa variabel yang berhubungan dengan kualitas

hidup dimensi rasa sakit fisik adalah pekerjaan orang tua (p=0,023), pengetahuan

(p=0,005), keyakinan terhadap susunan gigi geliginya (p = 0,001) dan status maloklusi

(nilai p=0,001).

Tabel 4.14. Hubungan Sosiodemografi, Perilaku Kesehatan dan Status Maloklusi dengan Dimensi Ketidakmampuan Fisik pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun

2007

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 78: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Dimensi Ketidakmampuan Fisik

Sering mengalami

ketidakmampuan fisik

Tidak Sering mengalami

ketidakmampuan fisik

Variabel

n % n %

Nilai p

Rasio Pre

valens

Selang Keperca

yaan 95%

SosioDemografi Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki

14 9

7 4,2

185 205

93 95,8

0,883

1,724

0,729-4,076

Pendidikan Ibu Rendah Tinggi

5

18

8,1 5,1

57 333

91,9 94,9

0,366

1,618

0,578-4,531

Pekerjaan Orang Tua Rendah Tinggi

4

19

19 4,8

17 373

81

95,2

0,023*

4,619

1,416-15,07

Perilaku Kesehatan Pengetahuan Rendah Tinggi

9 14

13,8 4

56 334

86,2 96

0,005*

3,839

1,584-9,280

Keyakinan Rendah Tinggi

13 10

18,1 2,9

59 331

81,9 97,1

0,001*

7,293

3,056-17,40

Tindakan Tidak pernah

perawatan Pernah perawatan

22 1

5,9 2,7

354 36

94,1 97,3

0,709

2,237

0,293-17,09

Status Maloklusi Maloklusi Tidak maloklusi

13 10

13,7 3,1

82 308

86,3 96,9

0,001*

4,883

2,067-11,53

e. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi ketidakmampuan psikis Pada Tabel 4.15. dapat dilihat bahwa variabel yang berhubungan dengan kualitas

hidup dimensi ketidakmampuan psikis adalah jenis kelamin (p=0,027), pendidikan ibu

(p=0,001), pekerjaan orang tua (p=0,008), pengetahuan (p=0,004), keyakinan terhadap

susunan gigi geliginya (p= 0,001) dan status maloklusi (p=0,015).

Tabel 4.15. Hubungan Sosiodemografi, Perilaku Kesehatan dan Status Maloklusi dengan Dimensi Ketidakmampuan Psikis pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun

2007

Dimensi Ketidakmampuan Psikis

Variabel Sering mengalami

ketidakmampuan

Tidak Sering mengalami

ketidakmampuan

Nilai p

Rasio Pre

valens

Selang Keperca

yaan 95%

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 79: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

psikis psikis n % n %

SosioDemografi Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki

25 13

12,6 6,1

174 201

87,4 93,9

0,027*

2,221

1,103-4,475

Pendidikan Ibu Rendah Tinggi

19 19

30,6 5,4

43 332

69,4 94,6

0,001*

7,698

3,781-15,67

Pekerjaan Orang Tua Rendah Tinggi

6

32

28,6 8,2

15 360

71,4 91,8

0,008*

4,5

1,633-12,39

Perilaku Kesehatan Pengetahuan Rendah Tinggi

13 25

20 7,2

52 323

80 92,8

0,004*

3,23

1,554-6,712

Keyakinan Rendah Tinggi

16 22

22,2 6,5

56 319

77,8 93,5

0,001*

4,143

2,049-8,375

Tindakan Tidak pernah

perawatan Pernah perawatan

35 3

9,3 8,1

341 34

90,7 91,9

1,00

1,163

0,340-3,982

Status Maloklusi Maloklusi Tidak maloklusi

15 23

15,8 7,2

80 295

84,2 92,8

0,015*

2,405

2,067-11,53

f. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi ketidakmampuan sosial Pada Tabel 4.16. dapat dilihat bahwa variabel yang berhubungan dengan kualitas

hidup dimensi ketidakmampuan sosial adalah adalah jenis kelamin (p=0,039),

pendidikan ibu (p=0,007), dan status maloklusi (p=0,023).

Tabel 4.16. Hubungan Sosiodemografi, Perilaku Kesehatan dan Status Maloklusi dengan Dimensi Ketidakmampuan Sosial pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun

2007

Dimensi Ketidakmampuan Sosial

Sering mengalami

ketidakmampuan sosial

Tidak Sering mengalami

ketidakmampuan sosial

Variabel

n % n %

Nilai p Rasio Pre

valens

Selang kepercayaan

95%

SosioDemografi Jenis Kelamin Perempuan

33

16,6

166

83,4

0,039*

1,928

1,066-3,488

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 80: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Laki-laki 20 9,3 194 90,7

Pendidikan Ibu Rendah Tinggi

15 38

24,2 10,8

47 312

75,8 89,2

0,007*

2,26

1,339-5,130

Pekerjaan Orang Tua Rendah Tinggi

5 48

23,8 12,2

16 344

76,2 87,8

0,169

2,24

0,785-6,39

Perilaku Kesehatan Pengetahuan Rendah Tinggi

13 40

20 11,5

52 308

80 88,5

0,069

1,925

0,964-3,843

Keyakinan Rendah Tinggi

13 40

18,1 11,7

59 301

81,9 88,3

0,173

1,658

0,836-3,29

Tindakan Tidak pernah perawatan Pernah perawatan

48 5

12,8 13,5

328 32

87,2 86,5

0,801

0,937

0,348-2,521

Status Maloklusi Maloklusi Tidak maloklusi

19 34

20 10,7

76 284

80 89,3

0,023*

2,088

1,128-3,866

g. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi hambatan. Pada Tabel 4.17. dapat dilihat bahwa variabel yang berhubungan dengan kualitas

hidup dimensi hambatan adalah pendidikan ibu (p=0,099), pekerjaan orang tua

(p=0,014), pengetahuan responden (p=0,001) dan status maloklusi (p=0,001).

Tabel 4.17. Hubungan Sosiodemografi, Perilaku Kesehatan dan Status Maloklusi dengan Dimensi Hambatan pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

Dimensi Hambatan Sering

mengalami hambatan

Tidak Sering mengalami hambatan

Variabel

n % n %

Nilai p

Rasio Pre

valens

Selang Keperca

yaan 95%

SosioDemografi Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki

12 8

6 3,7

187 206

94 96,3

0,36

1,652

0,661-4,131

Pendidikan Ibu Rendah Tinggi

6

14

9,7 4

56 336

90,3 96

0,099*

2,571

0,949-6,971

Pekerjaan Orang Tua Rendah Tinggi

4

16

19 4,1

17 376

81

95,9

0,014*

5,529

1,668-18,333

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 81: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Perilaku Kesehatan Pengetahuan Rendah Tinggi

12 8

18,5 2,3

53 340

81,5 97,7

0,001*

9,623

3,758-24,64

Keyakinan Rendah Tinggi

5

15

6,9 4,4

67 336

17 83

0,365

1,622

0,57-4,615

Tindakan Tidak pernah perawatan Pernah perawatan

18 2

4,8 5,4

358 35

95,2 94,6

0,697

0,880

0,196-3,949

Status Maloklusi Maloklusi Tidak maloklusi

11 9

11,6 2,8

84 309

88,4 97,2

0,001*

4,496

1,804-11,20

4.4. Uji Dimensi Kualitas Hidup.

Uji dimensi kualitas hidup dilakukan analisis multivariat yang menggunakan regresi

logistik ganda. Variabel yang mempunyai nilai p< 0,25 dalam analisis bivariat dapat di

jadikan model pada analisis multivariat. Analisis dilakukan antara variabel bebas dan

variabel konfonder terhadap dimensi kualitas hidup. Selanjutnya di lakukan uji interaksi

antara variabel bebas dengan variabel konfonder dalam mempengaruhi variabel terikat.

Langkah berikutnya adalah dengan memeriksa indeks konfonder dalam persamaan akhir.

Tabel 4.18. Nilai p dan Rasio Prevalens Variabel Maloklusi, Sosiodemografi dan Perilaku Kesehatan Gigi terhadap Dimensi Kualitas Hidup pada Remaja SMU di Kota Medan

Tahun 2007

Variabel

Keter batasan Fungsi

Rasa Sakit

Ketidak Nyamanan

Keter batasan Fisik

Keter batasan Psikis

Keter batasan Sosial

Hambatan

Jenis Kelamin

p =0.777* RP=0.992

p =0.269* RP=1.299

p =0.032 RP=2.12

p =0.269 RP=1.724

p =0.028 RP=2.22

p =0.022 RP=1.928

p =0.277* RP=1.652

Pendidikan

p=0.090

RP=0.186

p=0.203 RP=0.015

p=0.052 RP=2.688

p=0.396* RP=1.618

p=0.003 RP=7.698

p=0.009 RP=2.260

p=0.087 RP=2.571

Pekerjaan

p=0.015 RP=3.500

p =0.232 RP=1.806

p =0.036 RP=3.516

p =0.025 RP=4.619

p =0.009 RP=4.500

p =0.158 RP=2.240

p =0.014 RP=2.571

Pengetahuan

p =0.235 RP=1.564

p =0.132 RP=0.590

p =0.024 RP=0.029

p =0.005 RP=3.839

p =0.003 RP=3.230

p =0.074 RP=1.925

p =0.001 RP=9.623

Keyakinan

p =0.001

RP=3.2593

p =0.001 RP=5.009

p =0.019 RP=7.293

p =0.001 RP=1.658

p=0.001 RP=4.143

p =0.161 RP=1.658

p =0.383* RP=1.6221

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 82: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tindakan

p =0.317 RP = 1,860

p =0.187 RP=1.925

p=0.434* RP=1.794

p =0.438 RP=2.237

p =0.810* RP=1.163

p =0.897 RP=0.937

p =0.867* RP=0.880

Maloklusi

p=0.001 RP=3.021

p =0.016 RP=1.906

p =0.012 RP=2.523

p =0.001 RP=4.883

p =0.017 RP=2.405

p =0.023 RP=2.088

p=0.001 RP=4.496

* variabel tidak masuk dalam model multivariat

4.4.1. Uji dimensi keterbatasan fungsi

Pada Tabel 4.19 variabel yang masuk kedalam model multivariat adalah

pendidikan, pekerjaan , pengetahuan, keyakinan dan maloklusi.

Tabel 4.19. Persamaan Regresi Logistik Ganda Variabel Sosiodemografi, Perilaku, Kejadian Maloklusi terhadap Dimensi Keterbatasan Fungsi pada Remaja SMU di

Kota Medan Tahun 2007

No Variabel

Rasio prevalens

Selang kepercayaan 95%

Nilai p

1 Pendidikan ibu 1,770 0,864 -3,624 0,118 2 Pekerjaan orang tua 2,251 0,811 – 6,247 0,119 3 Pengetahuan 1,357 0,633 -2,912 0,433 4 Keyakinan 2,841 1,487 -5,427 0,002 5 Maloklusi 2,267 1,202 -4,276 0,011

Pemeriksaan adanya interaksi antara variabel diatas dilakukan uji interaksi pada

variabel-variabel yang diduga mempunyai interaksi yaitu maloklusi dengan pengetahuan

dan maloklusi dengan keyakinan. Selanjutnya variabel interaksi dengan nilai p yang

paling tinggi secara berturut dikeluarkan dari persamaan regresi logistik ganda uji

interaksi.

Tabel 4.20. Uji Interaksi Maloklusi terhadap Dimensi Keterbatasan Fungsi pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 83: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Hasil uji interaksi, hanya dengan variabel keyakinan yang mempunyai efek

interaksi pada p<0,05. Pada persamaan akhir regresi logistik ganda, variabel yang masuk

dalam persamaan regresi logistik ganda adalah variabel maloklusi dan keyakinan. Setelah

dilakukan pemeriksaan indeks konfonder ternyata perbedaan rasio prevalens maloklusi

tanpa variabel keyakinan dan rasio prevalens maloklusi dengan variabel keyakinan adalah

24,41% . Berarti keyakinan merupakan konfonder dalam hubungan maloklusi dengan

keterbatasan fungsi.

Dari persamaan akhir regresi logistik ganda maloklusi terhadap dimensi

keterbatasan fungsi dapat dibuktikan bahwa kelompok yang mengalami maloklusi

mempunyai resiko lebih sering mengalami keterbatasan fungsi sebanyak 2,3 kali

dibandingkan dengan yang tidak maloklusi setelah dikontrol variabel keyakinan (Tabel

4.21).

Tabel 4.21. Persamaan Akhir Regresi Logistik Ganda Maloklusi terhadap Dimensi Keterbatasan Fungsi pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

No. Variabel

Rasio

Prevalens Selang

kepercayaan 95%

Nilai p

1. Keyakinan 2,743 1,438 – 5,229 0,002 2. Maloklusi 2,337 1,257 – 4,346 0,007

4.4.2. Uji multivariat dimensi rasa sakit fisik

Pada Tabel 4.18 di atas terlihat variabel yang masuk dalam model multivariat

adalah, keyakinan, tindakan dan maloklusi.

No Interaksi

Nilai p

1 Maloklusi dengan Pengetahuan 0,995 2 Maloklusi dengan Keyakinan 0,033

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 84: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 4.22. Nilai p dan Rasio Prevalens Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Variabel Sosiodemografi, Perilaku, Kejadian Maloklusi terhadap Rasa Sakit Fisik

pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

Pemeriksaan adanya interaksi antara variabel-variabel diatas dilakukan uji interaksi

pada variabel-variabel yang diduga mempunyai interaksi yaitu maloklusi dengan

pengetahuan dan maloklusi dengan keyakinan. Selanjutnya variabel interaksi dengan nilai

p yang paling tinggi secara berturut dikeluarkan dari persamaan regresi logistik ganda uji

interaksi.

Tabel 4.23 Uji Interaksi Variabel Maloklusi dengan Variabel Perilaku terhadap Dimensi Rasa Sakit Fisik pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

No Interaksi

Nilai p

1 Maloklusi dengan pengetahuan 0,007 2 Maloklusi dengan keyakinan 0,001 3 Maloklusi dengan tindakan 0,168

Pada uji interaksi variabel pengetahuan dan keyakinan yang mempunyai efek

interaksi pada p<0,05. Pada persamaan akhir regresi logistik ganda, variabel yang masuk

dalam persamaan regresi logistik ganda adalah variabel maloklusi dan keyakinan.

Setelah dilakukan pemeriksaan indeks konfonder, ternyata tidak ada yang menjadi

konfonder bagi hubungan maloklusi dengan rasa sakit fisik.

No Variabel

Rasio Prevalens

Selang kepercayaan 95%

Nilai p

1 Pendidikan ibu 1,341 0,704 – 2,553 0,372 2 Pekerjaan orang tua 1,591 0,561 – 4,509 0,383 3 Pengetahuan 0,518 0,238 – 1,128 0,098 4 Keyakinan 4,693 2,688 – 8,191 0,001 5 Tindakan 1,947 0,696 – 5,446 0,204 6 Maloklusi 1.444 0,818 – 2,548 0,205

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 85: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Dari persamaan akhir regresi logistik ganda maloklusi terhadap dimensi rasa sakit

fisik dapat dibuktikan terdapat hubungan yang bermakna (p=0,014 pada selang

kepercayaan 95% berkisar 1,140-3,186) dan kelompok yang mengalami maloklusi

mempunyai resiko lebih sering mengalami rasa sakit fisik sebanyak 1,9 kali dibandingkan

dengan yang tidak maloklusi.

4.4.3. Uji multivariat dimensi ketidaknyamanan psikis

Pada Tabel 4.18 di atas terlihat variabel yang masuk dalam model multivariat

adalah jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, keyakinan, dan maloklusi.

Tabel 4.24. Nilai p dan Rasio Prevalens Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Variabel Sosiodemografi, Perilaku, kejadian maloklusi terhadap Ketidaknyamanan

Psikis pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

No

Variabel Rasio Prevalens

Selang kepercayaan 95 %

Nilai p

1 Jenis kelamin 2,139 1,024 – 4,468 0,043 2 Pendidikan 2,240 0,996 – 5,036 0,051 3 Pekerjaan 1,950 0,610 – 6,233 0,260 4 Pengetahuan 2,184 0,963 – 4,954 0,062 5 Keyakinan 2,067 0,926 – 4,616 0,076 6 Maloklusi 1,895 0,871 – 4,122 0,107

Dari lima variabel konfonder yang masuk menjadi model multivariat ternyata tidak

satupun yang berinteraksi dengan kejadian maloklusi dalam hubungannya dengan

dimensi ketidaknyaman psikis.

Setelah di lakukan pemeriksaan indeks konfonder ternyata perbedaan rasio

prevalens maloklusi tanpa variabel keyakinan dan rasio prevalens maloklusi dengan

variabel keyakinan adalah 13,9%. Berarti keyakinan merupakan konfonder dalam

hubungan maloklusi dengan ketidaknyamanan psikis.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 86: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Pada persamaan akhir regresi logistik ganda menunjukkan bahwa ada hubungan

antara kejadian maloklusi dengan ketidaknyamanan psikis. Remaja dengan maloklusi

berpeluang 2,195 kali mengalami ketidaknyamanan di bandingkan dengan remaja tanpa

maloklusi setelah dikontrol variabel keyakinan (Tabel 4.25).

Tabel 4.25. Persamaan Akhir Regresi Logistik Ganda Maloklusi Terhadap Dimensi Ketidaknyamanan Psikis pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

No. Variabel Rasio

Prevalens Selang

kepercayaan 95%

Nilai p

1. Keyakinan 2,134 0,994 – 4,584 0,052 2. Maloklusi 2,195 1,067 – 4,516 0,033

4.4.4. Uji multivariat dimensi ketidakmampuan fisik

Pada Tabel 4.18 terlihat variabel yang masuk dalm model multivariat adalah

pekerjaan, pengetahuan, keyakinan, dan maloklusi.

Tabel 4.26. Nilai p dan Rasio Prevalens Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Variabel Sosiodemografi, Perilaku, Maloklusi terhadap Ketidakmampuan

Fisik pada Remaja SMU di Kota Medan tahun 2007

No Variabel Rasio prevalens Selang kepercayaan 95% Nilai p 1 Pekerjaan 2,644 0,673 – 10,392 0,164 2 Pengetahuan 3,415 1,222 – 9,547 0,019 3 Keyakinan 6,762 2,561 – 17,857 0,001 4 Maloklusi 2,278 0,859 – 6,043 0,089

Dari variabel konfonder yang masuk menjadi model multivariat ternyata variabel

keyakinan (p=0,001) yang berinteraksi dengan kejadian maloklusi dalam hubungannya

dengan dimensi ketidakmampuan fisik

Tabel 4.27. Uji Interaksi Variabel Maloklusi dengan Variabel Sosiodemografi dan Perilaku terhadap Dimensi Ketidakmampuan Fisik pada Remaja SMU di Kota

Medan tahun 2007

No Interaksi Nilai p

1 Maloklusi dengan Pekerjaan 0,237

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 87: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

2 Maloklusi dengan Pengetahuan 0,306 3 Maloklusi dengan Keyakinan 0,001

Setelah di lakukan pemeriksaan indeks konfonder ternyata nilai perbedaan rasio

prevalen maloklusi tanpa variabel keyakinan dan rasio prevalen maloklusi dengan

variabel keyakinan tidak melebihi 10%. Berarti tidak ada yang menjadi konfonder dalam

hubungan maloklusi dengan ketidakmampuan fisik.

Pada persamaan akhir regresi logistik ganda menunjukkan bahwa ada hubungan

yang bermakna antara kejadian maloklusi dengan ketidakmampuan fisik (p=0,001 pada

selang kepercayaan 95% berkisar 1,852-10,526). Remaja dengan maloklusi berpeluang

4,4 kali mengalami ketidakmampuan fisik dibandingan dengan remaja tanpa maloklusi.

4.4.5. Uji multivariat dimensi ketidakmampuan psikis

Pada tabel 4.18 terlihat variabel yang masuk dalam model multivariat adalah jenis

kelamin, pendidikan, pekerjaan , pengetahuan, keyakinan dan maloklusi.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 88: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 4.28. Nilai p dan Rasio Prevalens Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda Variabel Sosiodemografi, Perilaku, Kejadian Maloklusi terhadap Ketidakmampuan

Psikis pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

No Variabel

Rasio prevalens

Selang kepercayaan 95 %

Nilai p

1 Jenis Kelamin 2,173 0,996 _ 4,742 0,051 2 Pendidikan ibu 7,788 3,537 –17,146 0,001 3 Pekerjaan orang tua 2,150 0,682 – 6,783 0,191 4 Pengetahuan 3,590 1,503 – 8,576 0,004 5 Keyakinan 4,285 1,879 – 9,770 0,001 6 Maloklusi 1,443 0,632 – 3,296 0,001

Dari variabel konfonder yang masuk menjadi model multivariat ternyata variabel-

variabel yang berinteraksi dengan kejadian maloklusi yaitu pendidikan ibu, pekerjaan

orang tua dan keyakinan dalam hubungannya dengan dimensi ketidakmampuan psikis

(Tabel 4.29).

Tabel 4.29. Uji Interaksi Variabel Maloklusi dengan Variabel Sosidemografi dan Perilaku terhadap Dimensi Ketidakmampuan Psikis pada Remaja SMU di Kota

Medan tahun 2007

No Variabel

Rasio pre

Valens

Selang kepercayaan 95%

Nilai p

1 Maloklusi dengan Jenis kelamin 1,477 0,933 – 2,338 0,096 2 Maloklusi dengan Pendidikan ibu 2,825 1,788 – 4,464 0,001 3 Maloklusi dengan Pekerjaan orang tua 0,292 0,131 – 0,650 0,003 4 Maloklusi dengan Pengetahuan 1,324 0,763 – 2,296 0,318 5 Maloklusi dengan Keyakinan 1,610 1,000 – 2,592 0,050

Setelah di lakukan pemeriksaan indeks konfonder ternyata pengetahuan dan

keyakinan yang menjadi konfonder dalam hubungan maloklusi dengan ketidakmampuan

psikis. Pada persamaan akhir regresi logistik ganda menunjukkan tidak ada hubungan

yang bermakna antara kejadian maloklusi dengan keterbatasan fisik. (Tabel 4.30).

Tabel 4.30. Persamaan Akhir Regresi Logistik Ganda Maloklusi terhadap Dimensi Ketidakmampuan Psikis pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 89: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

No. Variabel

Rasio prevalens

Selang kepercayaan 95%

Nilai p

1. Pengetahuan 3.505 1.592 – 7.715 0.002 2. Keyakinan 4.249 1.989 – 9.079 0.001 3. Maloklusi 1.515 0.706 – 3.251 0.286

4.4.6. Uji multivariat dimensi ketidakmampuan sosial

Pada tabel 4.18 terlihat variabel yang masuk dalam model multivariat adalah jenis

kelamin, pendidikan ibu, pekerjaan orang tua, pengetahuan, keyakinan, tindakan dan

maloklusi.

Tabel 4.31. Nilai p dan Rasio Prevalens Analisis Multivariat Regresi Logistik Ganda antara Variabel Sosiodemografi, Perilaku, Kejadian Maloklusi terhadap Ketidakmampuan Sosial pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

No Variabel Rasio

prevalens

Selang kepercayaan 95%

Nilai p

1 Jenis kelamin 2.059 1110 – 3.819 0.022 2 Pendidikan ibu 2.305 1.140 – 4.661 0.020 3 Pekerjaan orang tua 1.245 0.399 - 3.885 0.706 4 Pengetahuan 1.684 0.810 – 3.502 0.163 5 Keyakinan 1.315 0.630 – 2.744 0.466 6 Maloklusi 1.790 0.911 – 3.518 0.091

Dari variabel konfonder yang masuk menjadi model multivariat ternyata variabel-

variabel yang berinteraksi dengan kejadian maloklusi yaitu jenis kelamin (p=0,031) dan

pendidikan ibu (p=0,029) dalam hubungannya dengan dimensi ketidakmampuan sosial

(Tabel 4.32).

Tabel 4.32. Uji Interaksi Variabel Maloklusi dengan Variabel Sosidemografi dan Perilaku terhadap Dimensi Ketidakmampuan Sosial pada Remaja SMU di Kota

Medan Tahun 2007

No Interaksi

Nilai p

1 Maloklusi dengan jenis kelamin 0.031 2 Maloklusi dengan pendidikan 0.029

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 90: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

3 Maloklusi dengan pekerjaan 0.181 4 Maloklusi dengan pengetahuan 0.877 5 Maloklusi dengan keyakinan 0.666

Setelah di lakukan pemeriksaan indeks konfonder ternyata tidak satupun variabel

yang masuk menjadi model memenuhi syarat di sebut sebagai konfonder, dalam

hubungan antara maloklusi dengan ketidakmampuan sosial.

Pada persamaan akhir regresi logistik ganda menunjukkan bahwa ada hubungan

yang bermakna antar variabel maloklusi dengan keterbatasan sosial(p = 0,019 pada

selang kepercayaan 95% berkisar 1,128-3,866). Pada remaja dengan maloklusi

berpeluang mengalami keterbatasan sosial 2,088 kali dibandingkan dengan remaja tanpa

maloklusi.

4.4.7. Uji multivariat dimensi hambatan

Pada tabel 4.18 terlihat variabel yang masuk dalam model multivariat adalah

pendidikan, pekerjaan , pengetahuan dan maloklusi.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 91: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 4.33. Nilai p dan Rasio Prevalens Analisis Multivariat Regresi Logistic Ganda antara Variabel Sosiodemografi, Perilaku, Kejadian Maloklusi terhadap Hambatan

pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

No Variabel Rasio prevalens

Selang kepercayaan 95%

Nilai p

1 Pendidikan ibu 2,068 0,683 – 6,262 0,199 2 Pekerjaan orang tua 2,203 0,560 – 8,668 0,258 3 Pengetahuan 7,952 2,991 – 21,140 0,001 4 Maloklusi 3,025 1,129 – 8,104 0,028

Dari variabel konfonder yang masuk menjadi model multivariat ternyata tidak ada

variabel yang berinteraksi dengan maloklusi karena semua p value di atas 0,05. (Tabel

4.34).

Tabel 4.34. Uji Interaksi Variabel Maloklusi dengan Variabel Sosidemografi dan Perilaku terhadap Dimensi Hambatan pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun

2007 No Interaksi p value

1 Maloklusi dengan Pendidikan 0,560 2 Maloklusi dengan Pekerjaan 0,627 3 Maloklusi dengan Pengetahuan 0,684

Setelah dilakukan pemeriksaan indeks konfonder ternyata variabel pengetahuan

digolongkan sebagai variabel konfonder dalam hubungan antara maloklusi dengan

dimensi hambatan.

Pada persamaan akhir menunjukkan bahwa kejadian maloklusi berhubungan

dengan dimensi hambatan setelah di kontrol variabel pengetahuan. Remaja dengan

maloklusi berpeluang mengalami hambatan sebesar 1,27 kali dibandingan dengan remaja

tanpa maloklusi (Tabel 4.35).

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 92: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 4.35. Persamaan Akhir Regresi Logistik Ganda Maloklusi terhadap Dimensi Hambatan pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

No. Variabel Rasio

prevalen Selang

kepercayaan 95% Nilai p

1. Pengetahuan 8,264 3,167 – 21,565 0,001

2. Maloklusi 3,585 1,371 – 9,271 0,009 4.5. Uji Kualitas Hidup

Kualitas hidup merupakan gabungan dari ketujuh dimensi kualitas hidup.

Penggabungan ini berdasarkan uji statistik bivariat bahwa ketujuh dimensi kualitas hidup

berhubungan dengan maloklusi.

Tabel 4.36. Nilai p dan Rasio Prevalens Variabel Maloklusi terhadap Ketujuh Dimensi Kualitas Hidup pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

Ketujuh dimensi tersebut di gabung menjadi satu yaitu kualitas hidup. Untuk

mengetahui variabel mana yang masuk ke dalam persamaan regresi logistik ganda

dilakukan pemilihan model. Variabel yang nilai p<0,25 dapat di jadikan model. Setelah

dilakukan pemilihan model dengan mengeluarkan variabel yang tidak layak menjadi

model satu persatu mulai dari yang terbesar, diketahui bahwa variabel jenis kelamin,

pekerjaan orang tua, tindakan responden, dan pendidikan tidak dapat masuk menjadi

model karena nilai p >0,25.

Variabel

Keterba tasan fungsi

Rasa sakit fisik

Ketidak nyamanan

psikis

Ketidak mampuan

fisik

Ketidak mampua

psikis

Ketidak mampuan

sosial

Hambatan

Maloklusi

p =0,001 RP=3,021

p=0,017 RP=1,906

p=0,013 RP=2,533

p=0,001 RP=4,883

p=0,015 RP=2,405

p=0,023 RP=2,088

p=0,001 RP=4,496

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 93: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 4.37. Uji Interaksi Variabel Maloklusi dengan Variabel Kualitas Hidup yang Masuk kedalam Model

No Variabel Rasio

prevalensSelang

kepercayaan 95%

Nilai p

1. Pengetahuan dengan keyakinan 1,034 0,466 – 2,285 0,933 2. Pengetahuan dengan maloklusi 4,205 0,834 – 5,563 0,002 3. Keyakinan dengan maloklusi 2,154 0,834 – 5,563 0,113

Uji interaksi di lakukan secara bertahap. Variabel yang mempunyai nilai p>0,05 di

keluarkan dari model interaksi. Pada hasil akhir interaksi diketahui variabel pengetahuan

berinteraksi dengan maloklusi dalam hubungannya dengan kualitas hidup

Tabel 4.38. Pemeriksaan Variabel Konfonder Hubungan Maloklusi dengan Dimensi Kualitas Hidup pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

No Variabel Perbandingan rasio

prevalens (%) 1 Keyakinan 28,10 2 Pengetahuan 18,30

Dari seluruh variabel hanya keyakinan dan pengetahuan yang layak digolongkan

sebagai variabel konfonder dalam hubungan antara maloklusi dengan dimensi kualitas

hidup, karena mempunyai perbandingan rasio prevalens > 10%.

Tabel 4.39. Persamaan Akhir Regresi Logistik Ganda Maloklusi terhadap Dimensi Kualitas

Hidup pada Remaja SMU di Kota Medan Tahun 2007

No. Variabel Rasio Prevalen

CI 95% P Value

Maloklusi 3,227 3,061 – 20,425 0,003 Pada persamaan akhir terbukti bahwa kejadian maloklusi berhubungan dengan

dimensi kualitas hidup pada nilai p = 0,003 dan rasio prevalens 3,227 (CI 95% = 3,061–

20,425). Responden dengan malokusi berpeluang sering mengalami gangguan kualitas

hidup sebesar 3,2 kali dibandingkan dengan responden tanpa maloklusi.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 94: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 95: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Bab 5

PEMBAHASAN 5.1. Gambaran Sosiodemografi

Gambaran sosiodemografi remaja SMU dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin,

pendidikan terakhir ibu dan pekerjaan orang tua. Berdasarkan jenis kelamin lebih banyak

laki-laki dari pada perempuan, tapi persentasenya tidak terlalu berbeda yaitu 51,8% dan

48,2%. Berdasarkan pendidikan terakhir ibu, hampir separuh pendidikan ibu yang tamat

SMU yang mendominasi pada penelitian ini yaitu 48,4% dan seiring dengan pekerjaan

orang tua juga didominasi oleh pekerjaan berdasarkan klasifikasi tingkat dua yaitu

pekerjaan yang membutuhkan pendidikan menengah seperti guru, perawat, pegawai

negeri golongan 2, polisi dan lain sejenisnya.

5.2. Gambaran Maloklusi

Gambaran maloklusi pada remaja dapat dilihat dari prevalensi maloklusi remaja

SMU di Kota Medan yaitu 60,5%. Dibandingkan dengan data United States Public

Health Service (USPHS) yaitu 89% (Dewanto,1993), prevalensi maloklusi pada remaja

di Kota Medan lebih rendah. Perbedaan ini disebabkan karena berbedanya indeks

maloklusi yang dipakai, tetapi berdasarkan tingkat keparahan dan kebutuhan akan

perawatan, hasilnya hampir sama. Dari data USPHS maloklusi berat yang butuh

perawatan adalah 29% dan menurut hasil penelitian Mon-Mon Tin (2006) adalah 23,1%

sedangkan pada remaja Kota Medan kebutuhan akan perawatan adalah 23%,.

Berdasarkan kebutuhan akan perawatan inilah peneliti menganalisis hubungan maloklusi

dengan kualitas hidup.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 96: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya, terdapat perbedaan angka

prevalensi maloklusi, hal ini disebabkan karena metode penentuan maloklusi yang

berbeda, perbedaan penentuan kriteria sampel dan perbedaan daerah penelitian. Metode

penentuan maloklusi yang berbeda misalnya seperti penelitian prevalensi orang Israil

berumur 13-15 tahun di Nazareth oleh Steigman (1983) menyatakan bahwa prevalensi

maloklusi didaerah tersebut sebesar 90% dan menurut klasifikasi Angle 96,5% pada

waktu dan sampel yang sama. Jadi ini berarti bahwa hasil penelitian prevalensi dengan

memakai indeks HMA lebih kecil daripada indeks Angle, karena batasan normal bagi

indeks HMA berkisar antara skor 0-4. Perbedaan daerah penelitian juga memberikan

hasil yang berbeda seperti penelitian yang dilakukan Hamilah (1991) di daerah Condet,

Jakarta Timur yaitu suatu penelitian di daerah cagar budaya khas Betawi tentu akan

berbeda dengan hasil penelitian dilakukan disuatu daerah yang banyak terjadi

pencampuran antar suku bangsa misalnya daerah perkotaan. Namun jika dibandingkan

dengan beberapa hasil penelitian lainnya yang menggunakan indeks pengukuran yang

sama, maka hasil penelitian ini menunjukan persamaan yaitu prevalensi maloklusi masih

tetap tinggi yaitu lebih dari 60%. Hal ini akan dapat dilihat pada Tabel 5.1. dibawah ini.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 97: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Tabel 5.1. Prevalensi Maloklusi dari Beberapa Peneliti

No

Nama peneliti Jml sampel

Lokasi Umur % normal

% maloklusi

1. Steigman (1983) 783 Nazareth,Israel 13-15 10 90 2. Hamilah (1991) 269 Condet,Jakarta 11-12 10,41 89,59 3. Dewanto (1986) 639 Lombok 10-15 29,73 70,27 4. Gan-Gan (1997) 380 Bandung 12-15 9,21 90,79 Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa selama 14 tahun prevalensi maloklusi masih

saja tetap tinggi. Hasil prevalensi maloklusi pada penelitian sebelumnya lebih tinggi dari

hasil penelitian ini karena usia sampel yang diteliti berkisar dari 10 sampai 15 tahun,

pada masa itu adalah masa gigi bercampur dimana gigi susu dan gigi tetap bersamaan

berada dirongga mulut sehingga kasus berjejal (crowdeed) pada gigi anterior sangat

banyak terjadi yaitu lebih dari 50% (Dewanto,1993). Pada penelitian yang dilakukan

pada remaja usia 15 sampai 18 tahun yang keadaan rongga mulutnya sudah tumbuh

semua gigi tetap kecuali molar 3, kemungkinan crowdeednya sudah berkurang, walaupun

diantara semua ciri-ciri maloklusi kasus gigi berjejal masih tetap yang terbanyak. Hal ini

dapat dilihat pada persentase ciri-ciri maloklusi (Tabel 4.8). Kasus gigi bejejal anterior

rahang atas 30,75% dan anterior rahang bawah 41,89%. Untuk kelainan hubungan gigi

dalam keadaan oklusi, jarak gigit (overjet) mempunyai persentase tertinggi yaitu 35,59,

sesuai dengan hasil penelitian Hong (2001) yang menyatakan selama 25 tahun perubahan

terhadap keadaan maloklusi terjadi penambahan kasus gigi berjejal pada gigi anterior dan

jarak gigit pada saat gigi berkontak.

5.3. Gambaran Perilaku Kesehatan

Gambaran perilaku kesehatan remaja SMU Kota Medan dapat dilihat berdasarkan

pengetahuan tentang maloklusi, sikap, dan tindakan ke pelayanan kesehatan gigi.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 98: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Berdasarkan pengetahuan tentang maloklusi, lebih dari separuh remaja SMU sudah

mengetahui apa itu kelainan susunan gigi-geligi (maloklusi), tetapi hanya sepertiga yang

mengetahui tentang perawatan maloklusi. Namun berdasarkan tingkat pengetahuan

secara keseluruhan pengetahuan remaja SMU Kota Medan tentang maloklusi

dikategorikan baik sebanyak 84,3%. Terdapat perbedaan dengan penelitian Gan-Gan

(1997) yang mempunyai pengetahuan baik sebesar 56%. Hal ini mungkin disebabkan

bahwa remaja yang diteliti oleh peneliti sebelumnya adalah remaja SMP yang

mempunyai pengetahuan yang lebih rendah dibandingkan remaja SMU dan karena

makin maraknya informasi yang berasal dari media, orang tua dan percakapan dengan

teman–teman sebaya.

Berdasarkan sikap remaja SMU Kota Medan, dari pertanyaan-pertanyaan sikap

tentang keyakinan lebih dari 60% remaja mempunyai keyakinan bahwa maloklusi dapat

dicegah, dirawat bahkan dapat juga mengganggu pergaulan sehari-hari. Dan secara

keseluruhan 82,6% remaja mempunyai sikap yang positif terhadap pencegahan dan

perawatan maloklusi. Tetapi sikap yang baik tidak didukung oleh tindakan, remaja SMU

Kota Medan yang melakukan perawatan maloklusi sebanyak 14,8%. Hal ini berbeda

dengan teori ”reason action” (Fisbern 1967 cit Rosdewati 2004) bahwa perilaku

ditentukan oleh niat, dimana niat dipengaruhi oleh keyakinan seseorang yang merupakan

motivasi untuk melakukan suatu tindakan. Secara umum gambaran masyarakat terhadap

kesehatan gigi dan mulut kurang menjadi prioritas, karena masalah gigi dan mulut

dianggap bukanlah penyakit yang menimbulkan kematian. Alasan diatas mungkin

menjadi alasan pada remaja SMU Kota Medan , walaupun pengetahuan dan sikap tentang

maloklusi sudah baik tapi tidak memicu untuk melakukan perawatan terhadap maloklusi,

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 99: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

hal ini sesuai dengan penelitian Rosdewati (2004) yang menyatakan motivasi siswa

terhadap tindakan perawatan kesehatan gigi dan mulut masih rendah , diketahui dari hasil

Performance Treatment Index (PTI) cukup rendah yaitu 13,3% disebabkan karena sikap

dan tindakan petugas kesehatan gigi di puskesmas yang cenderung hanya melakukan

pencabutan dari pada memberikan usaha preventiv maupun promotiv dengan alasan

bahwa pelayanannya tidak dapat dilakukan karena belum ada prosedur tetapnya,

minimnya sarana dan sumber daya yang kurang memadai.

5.4. Gambaran Kualitas Hidup

Laporan SKRT 2004 menyatakan secara umum diantara penyakit yang

dikeluhkan/tidak dikeluhkan penduduk di Indonesia, prevalensi penyakit gigi dan mulut

adalah yang tertinggi, meliputi 60% penduduk dan maloklusi berada pada urutan kedua

setelah karies. Keadaan ini diikuti dengan adanya keluhan–keluhan sehubungan dengan

kesehatan gigi. Pada penelitian ini dijumpai keluhan tertinggi dari tujuh dimensi kualitas

hidup yang sering dirasakan oleh responden yaitu rasa sakit pada gigi (64,41%), mudah

tersinggung (47,22%), merasa malu (43,58%), takut tersenyum (42,13%), sadar ada

masalah pada gigi (41,40%), tidak mampu mengecap dengan baik (35,1%) dan tidak

dapat belajar dengan baik (20,82%). Dilihat dari persentase keluhan-keluhan yang sering

dirasakan, sebagian besar yang dikeluhkan adalah masalah estetis, hal ini didukung oleh

penelitian Mandall dkk (1999) pada remaja umur 14–15 tahun yang malu untuk

tersenyum dan selalu berusaha untuk menutup mulutnya karena masalah maloklusi.

5.5. Hubungan sosiodemografi dengan dimensi kualitas hidup.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 100: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Hubungan sosiodemografi dengan kualitas hidup dapat dilihat dari jenis kelamin,

pendidikan ibu dan pekerjaan orang tua dengan dimensi kualitas hidup. Berdasarkan

hubungan jenis kelamin dengan dimensi kualitas hidup ternyata ada hubungan bermakna

antara jenis kelamin pada α<0,05 dengan ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan

psikis dan ketidak mampuan sosial. Remaja perempuan akan lebih sering mengeluh

dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan ini mungkin disebabkan remaja perempuan

lebih sensitif terhadap perubahan dalam hidupnya dan lebih mempunyai perhatian

terhadap masalah yang menyangkut estetis. Hal ini didukung oleh penelitian Onyeaso,

dkk (2005) yang melaporkan bahwa wanita lebih banyak melakukan perawatan keadaan

maloklusinya dibandingkan laki-laki karena merasa tidak nyaman dengan bentuk

wajahnya.

Berdasarkan hubungan pendidikan ibu dengan kualitas hidup ternyata hanya dengan

keterbatasan fungsi, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan psikis dan ketidak

mampuan sosial yang menunjukan ada hubungan. Hal ini mungkin disebabkan karena

semakin rendah pendidikan ibu maka anak remajanya akan lebih merasakan gangguan

dari segi psikis dan sosial, sebaliknya mereka lebih toleran terhadap adanya rasa sakit

yang dialaminya.

Berdasarkan hubungan pekerjaan orang tua dengan kualitas hidup, ternyata

menunjukan hubungan dengan keterbatasan fungsi, ketidaknyamanan psikis, ke

tidakmampuan psikis dan hambatan. Hal ini mungkin disebabkan karena

pengklasifikasian pekerjaan orang tua berdasarkan tingkat pendidikan dan seiring dengan

pendapatan, ternyata semakin tinggi tingkat pekerjaan orang tua maka keluhan terhadap

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 101: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

dimensi kualitas hidup semakin berkurang karena secara tidak langsung tingkat sosialnya

akan semakin tinggi.

5.6. Hubungan Perilaku Kesehatan dengan Kualitas Hidup

Berdasarkan hubungan pengetahuan dengan kualitas hidup, ternyata terdapat

hubungan dengan ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis dan hambatan. Hal ini

mungkin disebabkan karena pengetahuan yang rendah akan mengalami keluhan kualitas

hidup lebih sering dibandingkan dengan pengetahuan yang tinggi. Hal ini didukung oleh

pernyataan Gilbert (1996) bahwa pada kelompok yang mempunyai pengetahuan yang

lebih rendah lebih banyak mengeluh mengenai masalah gigi dan mulut dibandingkan

dengan kelompok pengetahuan lebih tinggi.

Berdasarkan hubungan sikap yaitu berupa keyakinan remaja SMU dengan kualitas

hidup menunjukan ada hubungan antara sikap dengan dimensi keterbatasan fungsi, rasa

sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik dan ketidakmampuan psikis.

Hal ini mungkin disebabkan karena remaja yang mempunyai keyakinan yang rendah

terhadap perawatan maloklusinya akan lebih sering mengalami keluhan kualitas hidup.

Hasil ini didukung oleh hasil prevalensi keluhan terbanyak pada tiap-tiap dimensi,

dimana remaja yang tidak mempunyai keyakinan yang baik terhadap pencegahan dan

perawatan maloklusinya akan mengeluh ada sesuatu yang salah pada giginya, sakit

kepala, merasa kuatir, takut tersenyum dan merasa malu terhadap keadaan dirinya.

Berdasarkan hubungan tindakan remaja SMU melakukan perawatan ke tempat

pelayanan kesehatan gigi dengan kualitas hidup menunjukan tidak ada hubungan antara

tindakan dengan gangguan kualitas hidup. Hal ini terbukti bahwa remaja yang sudah

melakukan perawatan maloklusi tidak akan mengeluh adanya gangguan kualitas hidup

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 102: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

karena keadaan kelainan susunan giginya sudah teratasi dan menimbulkan kepercayaan

diri.

5.7. Hubungan maloklusi dengan dimensi kualitas hidup

Uji dimensi hubungan maloklusi dengan dimensi keterbatasan fungsi menunjukan

adanya hubungan bermakna pada α<0,05 dengan adanya konfonder keyakinan. Ini berarti

bahwa kelompok remaja SMU Kota Medan yang mengalami maloklusi mempunyai

resiko 2,337 kali lebih sering mengalami gangguan keterbatasan fungsi dibandingkan

dengan kelompok tanpa maloklusi. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas hidup

pada penelitian ini. Dari delapan jenis keterbatasan fungsi yang paling banyak dikeluhkan

adalah makanan sangkut, merasa ada yang salah pada gigi dan merasa wajah kurang

menarik

Pada uji dimensi rasa sakit, menunjukan hubungan bermakna pada α<0,05 antara

maloklusi dengan dimensi rasa sakit tanpa adanya konfonder. Pada uji statistik regresi

logistik ganda dapat dilihat kelompok remaja SMU yang maloklusi mem-punyai resiko

1,9 kali lebih sering mengalami gangguan rasa sakit dibandingkan dengan kelompok

yang tidak maloklusi. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas hidup pada

penelitian ini. Dari lima jenis keterbatasan fungsi yang paling banyak dikeluhkan adalah

sakit gigi, tidak enak mengunyah dan sakit kepala.

Pada uji dimensi ketidaknyamanan psikis menunjukan hubungan antara maloklusi

dan keyakinan yang merupakan sikap sebagai konfonder dengan dimensi

ketidaknyamanan psikis. Pada uji statistik regresi logistik ganda dapat dilihat kelompok

remaja SMU yang maloklusi mempunyai resiko 2,195 kali lebih sering mengalami

gangguan ketidaknyamanan psikis dibandingkan dengan kelompok yang tidak maloklusi

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 103: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

setelah dikontrol variabel keyakinannya. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas

hidup pada penelitian ini. Dari empat keluhan ketidaknyamanan psikis yang paling

banyak dikeluhkan adalah sadar ada masalah pada gigi dan merasa kuatir.

Pada uji dimensi ketidakmampuan fisik menunjukan ada hubungan antara maloklusi

dengan dimensi ketidakmampuan fisik. Pada analisis regresi logistik ganda, variabel yang

pada kerangka konsep diduga mempunyai efek konfonder ternyata tidak mempunyai efek

pada dimensi ini. Ini berarti kelompok remaja SMU yang maloklusi mempunyai resiko

4,4 kali lebih sering mengalami gangguan keterbatasan fungsi dibandingkan dengan

kelompok yang tidak maloklusi. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas hidup

pada penelitian ini. Dari lima keluhan ketidakmampuan fisik yang paling banyak

dikeluhkan takut tersenyum dan sulit menyikat gigi. Hal ini mungkin karena keadaan gigi

yang berjejal sehingga remaja menjadi enggan untuk tersenyum dan proses penyikatan

gigi menjadi tidak sempurna.

Pada uji dimensi ketidakmampuan psikis menunjukan tidak ada hubungan antara

maloklusi dengan dimensi ketidakmampuan psikis,walaupun sudah dikontrol

pengetahuan dan sikap. Berarti akibat maloklusi hanya mengganggu segi psikis sampai

pada hirarki kualitas hidup taraf ketidaknyamanan, untuk hirarki yang lebih tinggi yaitu

ketidakmampuan/disabilitas ternyata tidak ada hubungan dengan mal-oklusi. Namun dari

hasil gambaran kualitas hidup dimensi ketidakmampuan psikis yang paling banyak

dikeluhkan adalah merasa malu, kesal dan susah berkonsentrasi akibat keadaan maloklusi

yang dialami remaja SMU.

Uji dimensi ketidakmampuan sosial menunjukan ada hubungan bermakna antara

maloklusi dengan dimensi ketidakmampuan sosial. Pada uji statistik regresi logistik

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 104: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

ganda dapat dilihat kelompok remaja SMU yang maloklusi mempunyai resiko 2,088 kali

lebih sering mengalami gangguan ketidakmampuan sosial dibandingkan dengan

kelompok yang tidak maloklusi. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas hidup

pada penelitian ini. Dari lima keluhan dimensi ke-tidakmampuan sosial yang paling

banyak dikeluhkan adalah cepat marah dan mudah tersinggung.

Uji dimensi hambatan menunjukan hubungan antara maloklusi dengan dimensi

hambatan, dan pengetahuan sebagai konfonder. Pada uji statistik regresi logistik ganda

dapat dilihat kelompok remaja SMU yang maloklusi mempunyai resiko 1,27 kali lebih

sering mengalami gangguan hambatan dibandingkan dengan kelompok yang tidak

maloklusi setelah dikontrol pengetahuan. Hasil ini didukung oleh data gambaran kualitas

hidup pada penelitian ini. Dari lima jenis hambatan yang paling banyak dikeluhkan

adalah tidak dapat belajar dengan baik dan hidup merasa tidak enak.

5.8. Hubungan Maloklusi dengan Kualitas Hidup

Hipotesis penelitian, yaitu maloklusi berhubungan dengan kualitas hidup dapat

dibuktikan pada penelitian ini. Pada persamaan regresi logistik ganda dapat disimpulkan

kelompok yang menderita maloklusi mempunyai risiko 3,227 kali mengalami gangguan

kualitas hidup dibandingkan dengan kelompok tidak maloklusi. Hasil ini didukung oleh

penelitian Mon-Mon Tin (2006) terhadap siswa SMP Kota Bharu Malaysia yang

menyatakan bahwa 66,8% siswa terganggu kualitas hidupnya akibat buruknya kesehatan

gigi dan mulut, gangguan ini dapat berupa gangguan berbicara, tidak merasa nyaman,

gangguan belajar dan gangguan hubungan sosial dengan orang lain. Menurut Dibiase

(2001), remaja yang mempunyai bentuk wajah yang tidak menarik akibat adanya

maloklusi akan menyebabkan pengalaman psikis yang tidak baik. Dalam perjalanan

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 105: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

hidupnya sebagian dari anak-anak sampai masa remaja yang mengalami maloklusi, akan

menerima penindasan (bullying) berupa ejekan/hinaan yang menyakitkan hati. Akibat

pengalaman yang tidak menyenangkan dapat mengakibatkan remaja mempunyai masalah

dalam interaksi sosial meliputi kehilangan kepercayaan diri, mempunyai rasa prasangka

yang buruk dalam konsep berpikir dan gangguan dalam kemajuan belajar/karir. Dalam

jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri

bahwa dirinya tidak berharga. Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial,

keputusan pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah, dan kalaupun masih berada di

sekolah, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak

masuk sekolah.

5.9. Keterbatasan Penelitian

Disain penelitian adalah penelitian analitik dengan teknik potong lintang.

Responden pada waktu bersamaan dikelompokkan menurut status maloklusi dan kualitas

hidup, oleh karena itu tidak dapat diketahui dengan pasti apakah maloklusi mendahului

gangguan kualitas hidup. Kesimpulan penelitian ini hanya menunjukkan sejauh mana

variabel bebas mempengaruhi variabel terikat.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 106: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

6.1.1. Prevalensi status maloklusi

Prevalensi status maloklusi pada remaja SMU di Kota Medan masih tergolong

tinggi yaitu 60,5%. Berdasarkan tingkat keparahan dan kebutuhan perawatan pre-valensi

maloklusi adalah 23%.

6.1.2. Perilaku kesehatan gigi

Perilaku kesehatan gigi terdiri atas pengetahuan, sikap yang merupakan keyakinan

dan tindakan remaja SMU Kota Medan tentang maloklusi. Berdasarkan pengetahuan

tentang maloklusi, lebih dari separuh remaja mengetahui tentang ciri– ciri dan akibat

maloklusi tapi hanya sepertiga yang mengetahui jenis dan tempat perawatan maloklusi.

Berdasarkan sikap, lebih dari separuh remaja yakin ada masalah terhadap susunan gigi

dan berkeinginan untuk merawat maloklusinya. Tetapi berdasarkan tindakan hanya

14,8% remaja yang mengalami maloklusi yang melakukan perawatan giginya.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 107: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

6.1.3. Hubungan sosiodemografi, perilaku kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi kualitas hidup

Pada analisis bivariat dapat disimpulkan hubungan sosiodemografi, perilaku

kesehatan dan status maloklusi dengan dimensi kualitas hidup sebagai berikut :

a. Ada hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kualitas hidup dimensi

ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan psikis dan ketidakmampuan sosial.

b. Ada hubungan bermakna antara pendidikan ibu dengan kualitas hidup dimensi

keterbatasan fungsi, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan psikis, ke-

tidakmampuan sosial dan hambatan.

c. Ada hubungan bermakna antara pekerjaan orang tua dengan kualitas hidup

dimensi keterbatasan fungsi, ketidaknyamanan psikis, ketidakmampuan fisik,

ketidakmampuan psikis, dan hambatan.

d. Ada hubungan bermakna antara pengetahuan dengan kualitas hidup dimensi

ketidakmampuan fisik, ketidakmampuan psikis dan hambatan.

e. Ada hubungan bermakna antara sikap dengan kualitas hidup dimensi keterbatasan

fungsi, rasa sakit fisik, ketidaknyamanan psikis, ketidak-mampuan fisik,

ketidakmampuan psikis.

f. Tidak ada hubungan antara tindakan dengan tujuh dimensi gangguan kualitas

hidup.

g. Ada hubungan bermakna antara status maloklusi dengan semua dimensi kualitas

hidup.

6.1.4. Hubungan maloklusi dengan kualitas hidup

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 108: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Pada uji multivariat dapat dilihat bahwa ada hubungan antara maloklusi dengan

enam dimensi kualitas hidup, tetapi hanya dengan dimensi ketidakmampuan fisik saja

maloklusi tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna.Secara keseluruhan

dimana ketujuh dimensi kualitas hidup digabung menjadi satu maka dapat dibuktikan ada

hubungan bermakna antara maloklusi dengan kualitas hidup, yaitu pada kelompok yang

mengalami maloklusi terdapat resiko gangguan kualitas hidup 3,227 kali lebih sering dari

pada kelompok yang tidak maloklusi.

6.2. Saran

Mengingat maloklusi dapat menimbulkan gangguan kualitas hidup, terutama

menyebabkan gangguan fungsi, ketidaknyamanan dan ketidakmampuan dari segi fisik,

psikis dan sosial maka hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi berbagai kalangan

untuk meningkatkan kualitas hidup untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya, disarankan sebagai berikut:

a. Kepada Departemen Kesehatan sebaiknya membuat kebijakan yang lebih

memperhatikan kesehatan gigi dan mulut masyarakat dengan adanya target-target

kesehatan gigi yang tidak hanya bebas dari karies dan penyakit periodontal saja tapi

juga dapat menurunkan prevalensi maloklusi pada masyarakat Indonesia khususnya

remaja.

b. Kepada pemerintah Kota Medan melalui:

1). Dinas Pendidikan Nasional propinsi dan daerah memberikan laporan kepada

pemerintah daerah berdasarkan masukan dan temuan-temuan dari institusi

pendidikan, komite sekolah dan LSM serta masyarakat untuk membuat kebijakan

tentang adanya penindasan di sekolah, salah satunya penindasan verbal berupa ejekan

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 109: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

dan hinaan akibat maloklusi . Kebijakan ini dapat berupa peraturan daerah dengan

memberikan sanksi pada pelaku penindasan dan membentuk semacam konferensi

komunitas dan pelatihan guru untuk dapat memberikan konseling dan menjadi sosial

support bagi murid–murid.

2). Dinas Kesehatan tingkat II menetapkan prosedur tetap untuk menso-sialisasikan

upaya penanggulangan masalah maloklusi di puskesmas dan rumah sakit pemerintah.

c. Kepada puskesmas dan rumah sakit pemerintah lebih menitik beratkan upaya

penanggulangan maloklusi dengan upaya promosi kesehatan seperti memberikan

penyuluhan pada orangtua dan anak usia sekolah tentang penyebab dan akibat

terjadinya maloklusi. Selain itu juga memprioritaskan upaya pencegahan maloklusi

dengan cara melakukan tindakan seri ekstraksi, pemasangan alat ortodontik seperti

space maintener dan removable orthodontic.

d. Kepada organisasi dokter gigi ( Persatuan Dokter Gigi Indonesia/PDGI ) untuk lebih

aktif mensosialisasikan kepada sesama dokter gigi untuk melakukan kegiatan-

kegiatan meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat melalui tindakan

promotiv dan preventif sedini mungkin terhadap terjadinya maloklusi.

e. Kepada rekan sejawat hendaknya menyadari bahwa maloklusi mempunyai dampak

terhadap kualitas hidup terutama pada anak usia remaja. Oleh karena itu disarankan

kepada para praktisi dapat memberikan edukasi dan motivasi kepada orang tua pasien

dan pasiennya untuk melakukan tindakan pemeliharaan diri untuk kesehatan gigi (self

care).

f. Kepada para peneliti lainnya, perlunya dilakukan penelitian yang lebih lanjut dengan

skala yang lebih besar dan metode penelitian longitudinal.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 110: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

DAFTAR PUSTAKA

Agusni, T., 1998. Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) untuk Mengukur Kebutuhan Perawatan Ortodonti pada Anak Indonesia di Surabaya. Dent J. 31 (4) : 119 -123. Arikunto, S., 2005. Manajemen Penelitian. Revisi edisi : Rineka Cipta : 134 – 149. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI,2004. Sudut

Pandang Masyarakat mengenai Status, Cakupan, Ketanggapan dan Sistim Pelayanan Kesehatan. SKRT. 2004 (3).

Barker, JP., 1978. Practical Epidemiology. 2nd ed. England : The English Language Book Society and Churchill Livingstone : 67 – 70. Bhalajh, SI., 1997. Orthodontic, The Art and Sciene 1st ed. New Delhi : Arya (MEDI) Publishing House : 115 – 122. Bowling, A., 2001. Measuring Health (A Review of Quality of Life, Measurement Scales) : 1 – 11. Daniel, C., Richmond, S., 2000. The Development of The Index of Complexity Outcome and Need (ICON). British Journal of Orthodontic Society. 27 (2) : 149 – 162. Dewanto, H., 2004. Aspek – Aspek Epidemiologi Maloklusi, Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Dibiase, AT., Sendler B., 2001. Malocclusion, Orthodontic and Bullying. Dent Update.28 (9) : 464-6 Emilia, O., 2000. Petunjuk Praktis Promosi Kesehatan. 2nd

ed. Yogjakarta : Gajah Mada University Press : 106 – 108. Gan Gan , P., Soemantri, ES., Sowondo, S., 1997. Penelitian Survei maloklusi Murid- Murid Sekolah lanjutan Pertama di Wilayah Kotamadya Bandung. J. Of Dentistry UNPAD, 9 (2) : 14 – 20. Gilbert, GH., 1998. Determinant of dental Care Use in dentate Adults : Six Monthly Use During A 24 Month Period in The Florida Dental Care Study. Social Scientific Medicine Journal. 47 (6) : 727 – 737. Hong, S., Freer, TJ., Wood, EB., 2001. An Evaluation of The Changes in Malocclusion Index Scores Over a 25 Year Period. Australian Dental Journal, 46 (3) : 183 – 185.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 111: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Mon Mon, T.,Lin, N., Norkhafizah, S., 2006. Impact of Oral Health On Daily

Performances of Year 13 Old Schoolchildren in Kota Bharu, Malaysia. J. Dentika FKG USU, 12 (1): 145-159.

Notoadmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat ( Prinsip – Prinsip dasar ), Jakarta : Rineka Cipta : 121 – 133. Onyeaso., Utomi., Ibekwe., 2005. Emotional Effect of Malocclution in Nigerian Orthodontic. Journal of Contemporary Dental Practice, 6 (1) : 63-67. Profit, WR., 2001. Contemporary Ortodontic. 2nd ed. Toronto : Mosby year Book : 2 – 16. Rivany, R., 2004. Pengembangan Model Indonesia Health Related Quality of Live (INA- HRQoL) pada Cost Utlity Analisis : Studi Kasus Pengobatan Penyakit Infeksi (TBC) dan non infeksi (Hipertensi). Disertasi Program Pasca Sarjana Program studi IKM UI : 1 – 28. Rochadi, K., 2004. Hubungan konformitas dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Sekolah SMU Negeri di 5 Wilayah DKI Jakarta. Disertasi Program Pascasarjana Program Studi IKM UI. Sarwono, SW., 2005. Psikologi Remaja, Jakarta : Rajawali Pers. Situmorang, N., 2004. Dampak Karies dan Penyakit Periodontal Terhadap Kualitas Hidup, Laporan Disertasi. ____________, 1994. Persepsi Ibu-Ibu Rumah Tangga Mengenai Penyakit Karies Gigi dan Hubungannya dengan Perilaku Pencarian Pengobatan Profesional di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara Tahun 1994. Tesis Program Pascasarjana Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, UI : 1 – 32. Slade, GD., 1994. Development and Evaluation of The Oral Health Impact Profile : Comunity Dental Health. 11 : 3 – 11. __________, 1996. Variations in The Social Impact of Oral Conditions Among Older

Adults in South Australia, Ontario and North Carolina. J. Dent Res, 75 (7) : 1439 1450.

Sugiyono., 2005. Statistika untuk Penelitian. Bandung. Alfabeta : 267 – 278.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 112: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Lampiran 1

N = [ Z1 – α / 2 √ 2.P (1-P) + Z1 – β/ 2 √ P1 (1 -P1) + P2 (1-P2) ]2

(P1 - P2) 2

Dimana n = Jumlah sampel yang dibutuhkan

Z 1 – α / 2 = nilai baku normal berdasarkan error type I (α=0,05) yang

ditentukan =1, 96 .

Z 1 – β / 2 = nilai baku normal berdasarkan error type II (β=0,2) yang

ditentukan =0,84

Power of Study = 80%

P1 = Proporsi tertinggi pada keluhan terhadap kualitas hidup yaitu

makanan sangkut = 66% ( disertasi Nurmala S, 2003 )

P2 = Proporsi yang diharapkan tidak lebih dari 15% dari P1 = 81%

P = Proporsi rata – rata. = P1 + P2 / 2 = 0,73

Jadi :

n = [ 1,96 √ 2 x 0,73 (1-0,73) + 0,84 √ 0,66 (1-0,66) + 0,81 (1-0,81) ] 2

(0,66 – 0,81) 2

n = [ 1,224 + 0,511 ] 2

0,0225

n = 133,78 = 134.

Jadi jumlah sampel minimal adalah 134 responden dikalikan 2 adalah 268 responden.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 113: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Lampiran 2.

Sekolah yang berada di lingkar dalam terdiri atas 104 SMA negeri dan SMA swasta, dengan rincian

sebagai berikut:

1. SMUN 1 Medan 2. SMUN 2 Medan 3. SMUN 4 Medan 4. SMUN 5 Medan 5. SMUN 6 Medan 6. SMUN 7 Medan 7. SMU Sw Methodist 8. SMU Sw Kristen Imanuel 9. SMU Sw Alawiyah Al Itidiyah 10.SMU Sw Raksana 11.SMU Sw St Thomas 12.SMU Sw Kristen 1 13.SMU Sw Cahaya 14.SMU Sw GKPI Padang Bulan 15.SMU Sw Bhayangkari 16.SMU Sw Dharma Pancasila 17.SMU Sw Taman Siswa 18.SMU Sw Pelita 19.SMU Sw Yaspena 45 20.SMU SW Bina Bersaudara 21.SMU Sw Angkasa Lanud 22.SMU Sw Laksamana Martadinata 23.SMU Sw Bina Karya 24.SMU Sw Sutomo 2 25.SMU Sw Kartika 1 26.SMU Sw Kalam Kudus 27.SMU Sw Amir Hamzah 28.SMU Sw Darussalam 29.SMU Sw PGRI 1 30.SMU Sw Petro 31.SMU Sw Teladan Cinta Damai 32.SMU Sw Karya Bakti 33.SMU Sw UISU 34.SMU Sw Timbul Jaya 35.SMU Sw Advent Air Bersih 36.SMU Sw Eria 37.SMU Sw Setia Budi Medan 38.SMU Sw St Antonius 39.SMU Sw YPK Medan 40.SMU Sw Al Itihadiyah 41.SMU Sw Ksatria 42.SMU Sw Dwinama 43.SMU Sw Padamu Negeri 44.SMU Sw Sutomo 1 45.SMU Sw Indonesia Membangun 46.SMU Sw Eklesia Medan 47.SMU Sw WR Supratman 1 48.SMU Sw WR Supratman 2 49.SMU Sw Muhammadiyah 1 50.SMU Sw-Al Ulum 51.SMU Sw Parulian 52.SMU Sw Nurul Islam Indonesia

53.SMU Sw Budi Murni 54.SMU Sw Gajah Mada 55.SMU SwAmal Bakti 56.SMUN 10 Medan 57.SMU Sw Taman Siswa 58.SMU Sw Wiyata Dharma 59.SMU Widia Sana 60.SMU Sw Hang Kesturi 61.SMU Sw Tunas Gajah Mada 62.SMUN 11 Medan 63.SMU Sw YP Utama Medan 64.SMU Sw Al Hidayah 65.SMU Sw Budi Satria 66.SMU Sw Teladan Medan 67.SMU Sw Islam Azizi 68. SMU Sw Katolik Mariana 69.SMU Sw Markus 70.SMU Sw Dharma Jaya 71.SMU Sw Eka Prasetya 72.SMU Sw Sutan Oloan 73.SMU Sw Nahlatul Ulama 74.SMU Sw St Thomas 3 75.SMU Sw Marisi Medan 76. SMU Sw Free Methodist 77.SMUN 14 Medan 78.SMU Sw Darma Sakti 79.SMU Sw Mulia Menteng 80.SMU Sw Karya Kesuma 81.SMU Sw Katolik Trisakti 82.SMU Sw Harapan 83.SMUN 15 Medan 84.SMU Sw Muhammadiyah 3 Medan 85.SMU Sw Sultan Iskandar Muda 86.SMUN 17 Medan 87.SMU Sw Katolik Budi Murni 88.SMU Sw Pencawan 89. SMU Sw YP Budi Medan 90.SMU Sw Timbul Jaya 2 Medean 91.SMU Sw Dharma Bakti 92. SMU Sw Mulia dan Pencawan 93.SMUN 18 Medan 94.SMU Sw Pembangunan Nasional 95.SMU Sw Parulian 2 Medan 96.SMU Sw Advent 1 Medan 97.SMU Sw Sutini 98.SMU Sw Methodis 2 Medan 99.SMU Sw Prof HM Yamin 100.SMU Sw Husni Thamrin 101SMU Sw Santa Maria 102.SMU Metodist 7 Medan 103.SMU Sw Letjen S Parman 104.SMU Sw Josua

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 114: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Sekolah yang berada di lingkar luar terdiri atas 52 SMA negeri dan swasta, dengan

rincian sebagai berikut :

1. SMU Sw Plus Muhammadiyah 2. SMU Sw Al Azhar 3. SMU Sw Riama 4. SMUN 3 Medan 5. SMU Sw Pulau Berayan Darat 6. SMU Sw Yos Sudarso 7. SMU Sw Dharmawangsa 8. SMU Sw Methodist 9. SMU Sw Suci Murni 10 SMU Sw Krakatau 11.SMU Sw AL Fatah 12.SMU Sw DR Sudirohusodo 13.SMU Sw Kristen 14. SMUN 13 Medan 15. SMU Sw Apipsu 16.SMU Sw Nasional Gultom 17.SMU Sw Budaya 18.SMU Sw Yapsi 19.SMU Sw AL Hilal 20.SMUN 8 Medan 21.SMU Sw Budi Utomo 22.SMU Sw HKBP Sidorame 23.SMU Sw Samuel Indonesia 24.SMUN 9 Medan 25.SMU Sw William Booth 26.SMU Sw Nurani Belawan

27.SMU Sw Katolik Budi Murni 3 28.SMUN 12 Medan 29.SMU Sw Kartika 1-2 Medan 30.SMU Sw Budi Luhur 31.SMU Sw Panca Budi 32.SMU Sw AL Wasliyah 1 33.SMU Sw Al Wasliyah 3 34.SMU Sw Kertanegara 35.SMU Sw Sriwijaya 36.SMU Sw Nurhasanah 37.SMU Sw Kebangsaan 38.SMU Sw Muhammadiyah 39.SMU Sw Sunggal 40. SMU Sw Mulia 41.SMU Sw Budi Sunggal 42.SMU Sw Brigjen Katamso 43.SMU Sw Supriyadi 44.SMU Sw Letjen Haryono 45.SMU Sw Mayjen Sutoyo 46.SMUN 16 Medan 47.SMU Sw Budi Agung 48.SMU Sw PGRI 12 49.SMU Sw Bina Taruna 50.SMU Sw Hangtuah Belawan 51.SMU Sw Katolik St Yoseph 52.SMU Sw Palapa Medan

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 115: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Lampiran 3

Nomor Kartu : .........................

PENGARUH MALOKLUSI TERHADAP KUALITAS HIDUP PADA

REMAJA SMU KOTA MEDAN

Nama : ............................ Alamat :................................ Kelas : .............................. Sekolah : .............................. 1. Umur : .... ....................... 1 2. Jenis Kelamin: a. Laki laki b. Perempuan 2 3. Pendidikan terakhir ibu anda : a. tidak sekolah atau tidak tamat SD b. tamat SD c. tamat SMP c. Tamat SMU / D1 atau D2 d. Tamat perguruan tinggi / akademi ( D3, S1/ S2 / S3 ) 3 4. Pekerjaan ayah / ibu anda adalah:( coret yang tidak perlu ) a. dokter, jaksa, hakim, direktur bank, arsitektur, pengacara, direktur perusahaan, akuntan,

notaris, manager perusahaan, direktur PTP, kepala kantor,kepala sekolah b. guru, perawat, bidan,apoteker, pemilik toko,PNS golongan 3 dan 2, pegawai swasta,

teknisi, polisi, tentara, pramugari. c. supir, tukang jahit, pengrajin, montir, pelukis, penulis, pelayan toko,pelayan restoran,

pelayan hotel, penjaga kasir, penjual sayur, satpam, d. tukang parkir, pembersih jalan, buruh kasar, pembantu rumah tangga, tukang cuci, pesuruh,

buruh tani. e. tidak bekerja f. dan lain lain .........................................................( tuliskan ) 4

PENGUKURAN MALOKLUSI

A. Pengukuran menggunakan HMA Index

Kelainan gigi dalam satu rahang ( Intra Arch Deviation )

Renggang Jml gigi yg terlibat

Absen

Berjejal

Rotasi Terbuka Tertutup Jml

gigi Point Value

Skor

RA Anterior x 2 Posterior x 1 RB Anterior x 1 Posterior X 1 Skor Total ( a )

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 116: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Kelainan oklusi gigi kedua rahang ( Inter-Arch deviation )

1. Segmen Anterior ( hanya 4 gigi insisivus )

Jml gigi yg terlibat Jarak gigi

Tumpang gigit

Gigitan silang

Gigitan terbuka Jml gigi

Point Value

Skor

x 2 Skor Total (b)

2. Segmen Posterior

Hubungan gigi RB terhadap gigi RA

Hanya gigi RA yang terlibat

Distal Mesial Gigitan silang

Gigitan terbuka

Jml gigi

yang terlibat

Normal

Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki

Jml gigi

Pint

Value

Skor

Kaninus Premolar 1 Premolar 2 Molar 1 Skor

Total(c)

Kelainan dentofasial diberi skor 8 a. Celah bibir dan celah mulut b Bibir bawah terletak di palatal gigi insisivus bawah c. Gangguan Oklusi d. gangguan fungsi rahang e. Asimetri muka/wajah f. Gangguan bicara Skor (d)

Jumlah skor (a+b+c+d)

5. Kebutuhan Perawatan Berdasarkan kriteria tingkat keparahan maloklusi Hasil ini menunjukan keparahan maloklusi berkisar antara :

a. Skor 0 – 4 : variasi oklusi normal 5 b. Skor 5 – 9 : maloklusi ringan, tidak perlu perawatan c. Skor 10 – 14 : maloklusi ringan, kasus tertentu memerlukan perawatan d. Skor 15 – 19 : maloklusi berat memerlukan perawatan e. Skor ≥20 : sangat memerlukan perawatan

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 117: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

PERTANYAAN PENGETAHUAN

Silangilah jawaban pilihan anda, jawaban boleh lebih dari satu. 6. Sebutkan macam-macam penyakit gigi yang anda ketahui ) ? a. ............................. b ........................... c. tidak tahu 7. Apakah anda menganggap gigi itu mempunyai peranan penting ? a. ya, alasan ................................ b. Tidak, alasan .......................... 8. Menurut anda apa yang dimaksud dengan kelainan susunan gigi dalam rongga mulut

(maloklusi)? a. Susunan gigi yang tidak teratur / tidak rapi b. Susunan gigi yang rata c. Keadaan gigi yang berlubang d. Barisan gigi dalam mulut yang

rapi dan tidak teratur e. dll(tuliskan) ...................... f. Tidak tahu 9. Menurut anda apa saja yang termasuk kelainan susunan gigi (maloklusi) ? a. gigi terlalu ke depan ( tongos ) b. Susunan gigi yang berdempet / berlapis c. Jarak antara satu gigi dengan lainnya tidak rapat (gigi jarang) d. gusi berdarah e. gigi berwarna kuning f. gigi berlobang g. dll ( tuliskan )...............................

h. tidak tahu

10. Menurut anda apa sajakah yang merupakan penyebab dari kelainan susunan gigi? a. Suka menggigit – gigit kuku b. Suka mengisap jari waktu kecil c. Ukuran gigi yang besar sedangkan rahangnya kecil d. Ukuran rahang yang besar sedangkan ukuran giginya kecil e. Turunan dari orang tua f. dll(tuliskan)............................... 11. Menurut anda apakah kelainan susunan gigi dapat dialami oleh semua orang? a. Ya

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 118: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

b. Tidak c. Tidak Tahu 12. Menurut anda gangguan apa saja yang diakibatkan karena kelainan susunan gigi (maloklusi) tersebut ? a. Malu untuk tertawa / gangguan penampilan b. Susah untuk membersihkan gigi c. Susah untuk mengunyah makanan karena sakit pada rahang waktu mengunyah d. makanan sering sangkut digigi karena gigi yang berdempet susunannya e. Bicara menjadi tidak jelas f. gusi berdarah g. dll(sebutkan) ...................... h. Tidak tahu 12

13. Apakah menurut anda kelainan susunan gigi ( maloklusi ) dapat dirawat ? a. Ya, dapat dirawat b. Tidak dapat dirawat (tuliskan alasannya).................................... .................................................... 14. Jika anda berpendapat kelainan susunan gigi dapat dirawat, perawatan apa saja yang anda ketahui ? a. Pemakaian kawat gigi, untuk menggeser gigi yang tidak teratur b. Menambal gigi berlubang c. Sikat gigi secara teratur d. dll(tuliskan) ................................ e. Tidak tahu 15. Menurut anda dimanakah keadaan kelainan susunan gigi dapat dirawat? a. Puskesmas b. RSU / RS swasta c. Praktek dokter gigi d. Bidan e. Dukun PERTANYAAN SIKAP Berikanlah Jawabab sejujurnya pada pernyataan dibawah ini

16. Saya merasa mengalami kelainan / ada yang ya tidak salah dengan susunan gigi saya.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 119: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

17. Saya mempunyai keinginan untuk merawat ya tidak kelainan susunan gigi saya. 18. Keinginan untuk merawat kelainan susunan ya tidak gigi berasal dari diri saya sendiri. 19. Saya merasa kelainan susunan gigi yang ya tidak saya alami dapat mengganggu pergaulan saya. 20. Saya merasa kelainan susunan gigi dapat ya tidak dicegah dan diatasi dengan melakukan perawatan. PERTANYAAN PERILAKU KESEHATAN 21. Apakah anda pernah melakukan kunjungan ke tempat pelayanan kesehatan gigi dalam kurun

waktu 1 tahun terakhir ini ? a. Pernah b. Tidak pernah 22. Apakah anda pernah menjalani perawatan maloklusi ? a. Pernah, sudah selesai perawatan b. Pernah, sedang perawatan c. Tidak pernah

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 120: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

PERTANYAAN ORAL HEALTH IMPACT PROFILE ( OHIP )

Seberapa seringkah anda mengalami masalah dibawah ini selama satu tahun terakhir ( lingkari nomor jawaban anda )

A. Pertanyaan Keterbatasan fungsi

Pernah Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang-kadang

Lebih dari 2Xsetahun

Hampir tak pernah 1 – 2 X setahun

Keterbatasan fungsi

1 2 3 4

Tidak pernah

5 23

Pernahkah sulit mengunyah makanan karena ada masalah pada gigi mulut atau rahang anda ? 1 2 3 4 5

24 Pernahkah sulit mengucapkan kata-kata karena ada masalah pada gigi, mulut dan rahang anda? 1 2 3 4 5

25 Pernahkah melihat ada yang salah pada gigi anda? 1 2 3 4 5

26 Pernahkah anda merasa wajah anda kurang menarik karena ada masalah pada gigi, mulut dan rahang anda ? 1 2 3 4 5

27 Pernahkah anda merasa nafas anda bau karena ada masalah pada gigi dan mulut anda 1 2 3 4 5

28 Pernahkah anda merasa tidak mampu mengecap makanan dengan baik, karena ada masalah dengan gigi dan mulut anda 1 2 3 4 5

29 Pernahkah makanan sangkut digigi anda ? 1 2 3 4 5

30 Pernahkah anda merasa pencernaan terganggu karena ada masalah pada gigi anda ? 1 2 3 4 5

B. Physical Pain

Pernah Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang kadang

Lebih dari 2Xsetahun

Hampir tak pernah 1 – 2 X setahun

Sakit fisik

1 2 3 4

Tidak pernah

5

31

Pernahkah anda merasakan sakit yang hebat pada sendi rahang karena ada masalah pada gigi anda ? 1 2 3 4 5

32. Pernahkah anda sakit kepala karena masalah gigi atau rahang anda ? 1 2 3 4 5

33 Pernahkah anda sakit gigi ? 1 2 3 4 5

34 Pernahkah anda sakit pada gusi anda? 1 2 3 4 5

35 Pernahkah anda merasa tidak enak mengunyah makanan karena masalah dengan gigi anda ? 1 2 3 4 5

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 121: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

C. Psychological discomfort

Pernah Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang kadang

Lebih dari 2 X

setahun

Hampir tak pernah

1 – 2 X setahun

Ketidaknyamanan psikis

1 2 3 4

Tidak pernah

5 36

Pernahkah anda merasakan kuatir karena masalah gigi anda ? 1 2 3 4 5

37 Pernahkah anda sadar sendiri bahwa ada masalah dengan gigi dan rahang anda ? 1 2 3 4 5

38 Pernahkah anda merasa rendah diri dengan bentuk gigi, rahang dan muka anda ? 1 2 3 4 5

39 Pernahkah anda mengalami ketegangan karena ada masalah pada gigi anda ? 1 2 3 4 5

D. Physical disability

Pernah Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang kadang

Lebih dari 2 X

setahun

Hampir tak

pernah 1 – 2 X setahun

1 2 3 4

Tidak pernah

5 40

Pernahkah anda sulit berbicara karena ada masalah dengan gigi dan rahang anda ? 1 2 3 4 5

41 Pernahkah orang salah mengerti kata-kata yang anda ucapkan karena ada masalah pada gigi, mulut dan rahang anda ? 1 2 3 4 5

42 Pernahkah anda merasa tidak dapat merasakan enaknya makanan karena ada masalah pada gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

43 Pernahkah anda mengalami kesulitan menyikat gigi karena masalah susunan gigi anda ? 1 2 3 4 5

44 Pernahkah anda takut tersenyum karena ada masalah pada gigi dan mulut anda ? 1 2 3 4 5

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 122: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

E. Psychological disability

Pernah Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang kadang

Lebih dari 2 X setahun

Hampir tak pernah

1 – 2 X setahun

1 2 3 4

Tidak pernah

5 45

Apakah tidur anda terganggu karena ada masalah pada gigi dan rahang anda ? 1 2 3 4 5

46 Pernahkah anda kesal karena ada masalah pada gigi, atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

47 Pernahkah anda merasa tidak santai karena ada masalah dengan gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

48 Pernahkah anda merasa tertekan atau putus asa karena ada masalah dengan gigi dan mulut anda ? 1 2 3 4 5

49 Pernahkah anda merasa susah berkonsentrasi karena ada masalah dengan gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

50 Pernahkah anda merasa malu karena ada masalah dengan gigi dan mulut anda ? 1 2 3 4 5

F. Sosial disability

Pernah Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang kadang

Lebih dari 2 X

setahun

Hampir tak pernah

1 – 2 X setahun

1 2 3 4

Tidak pernah

5 51 Apakah menjadi malas keluar rumah karena ada masalah pada gigi dan rahang anda ?

1 2 3 4 5

52 Pernahkah anda cepat marah karena ada masalah pada gigi, atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

53 Pernahkah anda merasa sulit bergaul karena ada masalah dengan gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

54 Pernahkah anda merasa mudah tersinggung karena ada masalah pada gigi, atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

55 Pernahkah anda merasa sulit melakukan pekerjaan sehari – hari karena ada masalah dengan gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 123: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

G. Handicap Pernah

Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang kadang

Lebih dari 2 X setahun

Hampir tak pernah

1 – 2 X setahun

1 2 3 4

Tidak pernah

5

56 Pernahkah anda merasa kesehatan anda secara umum memburuk karena ada masalah pada gigi dan rahang anda ? 1 2 3 4 5

57 Pernahkah anda atau orang tua anda harus membayar mahal karena ada masalah pada gigi, atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

68 Pernahkah anda merasa tidak mampu beramah tamah dengan orang lain karena ada masalah dengan gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

59 Pernahkah anda merasa secara umum hidup terasa menjadi tidak enak karena ada masalah pada gigi, atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

60 Pernahkah anda merasa tidak dapat belajar dengan baik karena ada masalah dengan gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 124: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 125: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Lampiran 3

Nomor Kartu : .........................

PENGARUH MALOKLUSI TERHADAP KUALITAS HIDUP PADA

REMAJA SMU KOTA MEDAN

Nama : ............................ Alamat :................................ Kelas : .............................. Sekolah : .............................. 1. Umur : .... ....................... 1 2. Jenis Kelamin: a. Laki laki b. Perempuan 2 3. Pendidikan terakhir ibu anda : a. tidak sekolah atau tidak tamat SD b. tamat SD c. tamat SMP c. Tamat SMU / D1 atau D2 d. Tamat perguruan tinggi / akademi ( D3, S1/ S2 / S3 ) 3 4. Pekerjaan ayah / ibu anda adalah:( coret yang tidak perlu ) a. dokter, jaksa, hakim, direktur bank, arsitektur, pengacara, direktur perusahaan, akuntan,

notaris, manager perusahaan, direktur PTP, kepala kantor,kepala sekolah b. guru, perawat, bidan,apoteker, pemilik toko,PNS golongan 3 dan 2, pegawai swasta,

teknisi, polisi, tentara, pramugari. c. supir, tukang jahit, pengrajin, montir, pelukis, penulis, pelayan toko,pelayan restoran,

pelayan hotel, penjaga kasir, penjual sayur, satpam, d. tukang parkir, pembersih jalan, buruh kasar, pembantu rumah tangga, tukang cuci, pesuruh,

buruh tani. e. tidak bekerja f. dan lain lain .........................................................( tuliskan ) 4

PENGUKURAN MALOKLUSI

A. Pengukuran menggunakan HMA Index

Kelainan gigi dalam satu rahang ( Intra Arch Deviation )

Renggang Jml gigi yg terlibat

Absen

Berjejal

Rotasi Terbuka Tertutup Jml

gigi Point Value

Skor

RA Anterior x 2 Posterior x 1 RB Anterior x 1 Posterior X 1 Skor Total ( a )

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 126: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Kelainan oklusi gigi kedua rahang ( Inter-Arch deviation )

1. Segmen Anterior ( hanya 4 gigi insisivus )

Jml gigi yg terlibat Jarak gigi

Tumpang gigit

Gigitan silang

Gigitan terbuka Jml gigi

Point Value

Skor

x 2 Skor Total (b)

2. Segmen Posterior

Hubungan gigi RB terhadap gigi RA

Hanya gigi RA yang terlibat

Distal Mesial Gigitan silang

Gigitan terbuka

Jml gigi

yang terlibat

Normal

Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki

Jml gigi

Pint

Value

Skor

Kaninus Premolar 1 Premolar 2 Molar 1 Skor

Total(c)

Kelainan dentofasial diberi skor 8 a. Celah bibir dan celah mulut b Bibir bawah terletak di palatal gigi insisivus bawah c. Gangguan Oklusi d. gangguan fungsi rahang e. Asimetri muka/wajah f. Gangguan bicara Skor (d)

Jumlah skor (a+b+c+d)

5. Kebutuhan Perawatan Berdasarkan kriteria tingkat keparahan maloklusi Hasil ini menunjukan keparahan maloklusi berkisar antara :

a. Skor 0 – 4 : variasi oklusi normal 5 b. Skor 5 – 9 : maloklusi ringan, tidak perlu perawatan c. Skor 10 – 14 : maloklusi ringan, kasus tertentu memerlukan perawatan d. Skor 15 – 19 : maloklusi berat memerlukan perawatan e. Skor ≥20 : sangat memerlukan perawatan PERTANYAAN PENGETAHUAN

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 127: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Silangilah jawaban pilihan anda, jawaban boleh lebih dari satu. 6. Sebutkan macam-macam penyakit gigi yang anda ketahui ) ? a. ............................. b ........................... c. tidak tahu 7. Apakah anda menganggap gigi itu mempunyai peranan penting ? a. ya, alasan ................................ b. Tidak, alasan .......................... 8. Menurut anda apa yang dimaksud dengan kelainan susunan gigi dalam rongga mulut

(maloklusi)? a. Susunan gigi yang tidak teratur / tidak rapi b. Susunan gigi yang rata c. Keadaan gigi yang berlubang d. Barisan gigi dalam mulut yang

rapi dan tidak teratur e. dll(tuliskan) ...................... f. Tidak tahu 9. Menurut anda apa saja yang termasuk kelainan susunan gigi (maloklusi) ? a. gigi terlalu ke depan ( tongos ) b. Susunan gigi yang berdempet / berlapis c. Jarak antara satu gigi dengan lainnya tidak rapat (gigi jarang) d. gusi berdarah e. gigi berwarna kuning f. gigi berlobang g. dll ( tuliskan )...............................

h. tidak tahu

10. Menurut anda apa sajakah yang merupakan penyebab dari kelainan susunan gigi? a. Suka menggigit – gigit kuku b. Suka mengisap jari waktu kecil c. Ukuran gigi yang besar sedangkan rahangnya kecil d. Ukuran rahang yang besar sedangkan ukuran giginya kecil e. Turunan dari orang tua f. dll(tuliskan)............................... 11. Menurut anda apakah kelainan susunan gigi dapat dialami oleh semua orang? a. Ya b. Tidak c. Tidak Tahu

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 128: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

12. Menurut anda gangguan apa saja yang diakibatkan karena kelainan susunan gigi (maloklusi) tersebut ? a. Malu untuk tertawa / gangguan penampilan b. Susah untuk membersihkan gigi c. Susah untuk mengunyah makanan karena sakit pada rahang waktu mengunyah d. makanan sering sangkut digigi karena gigi yang berdempet susunannya e. Bicara menjadi tidak jelas f. gusi berdarah g. dll(sebutkan) ...................... h. Tidak tahu 12

13. Apakah menurut anda kelainan susunan gigi ( maloklusi ) dapat dirawat ? a. Ya, dapat dirawat b. Tidak dapat dirawat (tuliskan alasannya).................................... .................................................... 14. Jika anda berpendapat kelainan susunan gigi dapat dirawat, perawatan apa saja yang anda ketahui ? a. Pemakaian kawat gigi, untuk menggeser gigi yang tidak teratur b. Menambal gigi berlubang c. Sikat gigi secara teratur d. dll(tuliskan) ................................ e. Tidak tahu 15. Menurut anda dimanakah keadaan kelainan susunan gigi dapat dirawat? a. Puskesmas b. RSU / RS swasta c. Praktek dokter gigi d. Bidan e. Dukun PERTANYAAN SIKAP Berikanlah Jawabab sejujurnya pada pernyataan dibawah ini

16. Saya merasa mengalami kelainan / ada yang ya tidak salah dengan susunan gigi saya. 17. Saya mempunyai keinginan untuk merawat ya tidak kelainan susunan gigi saya.

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 129: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

18. Keinginan untuk merawat kelainan susunan ya tidak gigi berasal dari diri saya sendiri. 19. Saya merasa kelainan susunan gigi yang ya tidak saya alami dapat mengganggu pergaulan saya. 20. Saya merasa kelainan susunan gigi dapat ya tidak dicegah dan diatasi dengan melakukan perawatan. PERTANYAAN PERILAKU KESEHATAN 21. Apakah anda pernah melakukan kunjungan ke tempat pelayanan kesehatan gigi dalam kurun

waktu 1 tahun terakhir ini ? a. Pernah b. Tidak pernah 22. Apakah anda pernah menjalani perawatan maloklusi ? a. Pernah, sudah selesai perawatan b. Pernah, sedang perawatan c. Tidak pernah

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 130: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 131: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

PERTANYAAN ORAL HEALTH IMPACT PROFILE ( OHIP ) Seberapa seringkah anda mengalami masalah dibawah ini selama satu tahun terakhir

( lingkari nomor jawaban anda ) A. Pertanyaan Keterbatasan fungsi

Pernah Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang-kadang

Lebih dari 2Xsetahun

Hampir tak pernah 1 – 2 X setahun

Keterbatasan fungsi

1 2 3 4

Tidak pernah

5 23

Pernahkah sulit mengunyah makanan karena ada masalah pada gigi mulut atau rahang anda ? 1 2 3 4 5

24 Pernahkah sulit mengucapkan kata-kata karena ada masalah pada gigi, mulut dan rahang anda? 1 2 3 4 5

25 Pernahkah melihat ada yang salah pada gigi anda? 1 2 3 4 5

26 Pernahkah anda merasa wajah anda kurang menarik karena ada masalah pada gigi, mulut dan rahang anda ? 1 2 3 4 5

27 Pernahkah anda merasa nafas anda bau karena ada masalah pada gigi dan mulut anda 1 2 3 4 5

28 Pernahkah anda merasa tidak mampu mengecap makanan dengan baik, karena ada masalah dengan gigi dan mulut anda 1 2 3 4 5

29 Pernahkah makanan sangkut digigi anda ? 1 2 3 4 5

30 Pernahkah anda merasa pencernaan terganggu karena ada masalah pada gigi anda ? 1 2 3 4 5

B. Physical Pain

Pernah Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang kadang

Lebih dari 2Xsetahun

Hampir tak pernah 1 – 2 X setahun

Sakit fisik

1 2 3 4

Tidak pernah

5

31

Pernahkah anda merasakan sakit yang hebat pada sendi rahang karena ada masalah pada gigi anda ? 1 2 3 4 5

32. Pernahkah anda sakit kepala karena masalah gigi atau rahang anda ? 1 2 3 4 5

33 Pernahkah anda sakit gigi ? 1 2 3 4 5

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 132: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

34 Pernahkah anda sakit pada gusi anda? 1 2 3 4 5

35 Pernahkah anda merasa tidak enak mengunyah makanan karena masalah dengan gigi anda ? 1 2 3 4 5

C. Psychological discomfort

Pernah Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang kadang

Lebih dari 2 X

setahun

Hampir tak pernah

1 – 2 X setahun

Ketidaknyamanan psikis

1 2 3 4

Tidak pernah

5 36

Pernahkah anda merasakan kuatir karena masalah gigi anda ? 1 2 3 4 5

37 Pernahkah anda sadar sendiri bahwa ada masalah dengan gigi dan rahang anda ? 1 2 3 4 5

38 Pernahkah anda merasa rendah diri dengan bentuk gigi, rahang dan muka anda ? 1 2 3 4 5

39 Pernahkah anda mengalami ketegangan karena ada masalah pada gigi anda ? 1 2 3 4 5

D. Physical disability

Pernah Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang kadang

Lebih dari 2 X

setahun

Hampir tak

pernah 1 – 2 X setahun

1 2 3 4

Tidak pernah

5 40

Pernahkah anda sulit berbicara karena ada masalah dengan gigi dan rahang anda ? 1 2 3 4 5

41 Pernahkah orang salah mengerti kata-kata yang anda ucapkan karena ada masalah pada gigi, mulut dan rahang anda ? 1 2 3 4 5

42 Pernahkah anda merasa tidak dapat merasakan enaknya makanan karena ada masalah pada gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 133: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

43 Pernahkah anda mengalami kesulitan menyikat gigi karena masalah susunan gigi anda ? 1 2 3 4 5

44 Pernahkah anda takut tersenyum karena ada masalah pada gigi dan mulut anda ? 1 2 3 4 5

E. Psychological disability

Pernah Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang kadang

Lebih dari 2 X setahun

Hampir tak pernah

1 – 2 X setahun

1 2 3 4

Tidak pernah

5 45

Apakah tidur anda terganggu karena ada masalah pada gigi dan rahang anda ? 1 2 3 4 5

46 Pernahkah anda kesal karena ada masalah pada gigi, atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

47 Pernahkah anda merasa tidak santai karena ada masalah dengan gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

48 Pernahkah anda merasa tertekan atau putus asa karena ada masalah dengan gigi dan mulut anda ? 1 2 3 4 5

49 Pernahkah anda merasa susah berkonsentrasi karena ada masalah dengan gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

50 Pernahkah anda merasa malu karena ada masalah dengan gigi dan mulut anda ? 1 2 3 4 5

F. Sosial disability

Pernah Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang kadang

Lebih dari 2 X

setahun

Hampir tak pernah

1 – 2 X setahun

1 2 3 4

Tidak pernah

5 51 Apakah menjadi malas keluar rumah karena ada masalah pada gigi dan rahang anda ?

1 2 3 4 5

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008

Page 134: analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja ...

52 Pernahkah anda cepat marah karena ada masalah pada gigi, atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

53 Pernahkah anda merasa sulit bergaul karena ada masalah dengan gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

54 Pernahkah anda merasa mudah tersinggung karena ada masalah pada gigi, atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

55 Pernahkah anda merasa sulit melakukan pekerjaan sehari – hari karena ada masalah dengan gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

G. Handicap Pernah

Sangat sering Hampir

tiap minggu

Sering

Hampir tiapbulan

Kadang kadang

Lebih dari 2 X setahun

Hampir tak pernah

1 – 2 X setahun

1 2 3 4

Tidak pernah

5

56 Pernahkah anda merasa kesehatan anda secara umum memburuk karena ada masalah pada gigi dan rahang anda ? 1 2 3 4 5

57 Pernahkah anda atau orang tua anda harus membayar mahal karena ada masalah pada gigi, atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

68 Pernahkah anda merasa tidak mampu beramah tamah dengan orang lain karena ada masalah dengan gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

59 Pernahkah anda merasa secara umum hidup terasa menjadi tidak enak karena ada masalah pada gigi, atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

60 Pernahkah anda merasa tidak dapat belajar dengan baik karena ada masalah dengan gigi atau mulut anda ? 1 2 3 4 5

Oktavia Dewi: Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Pada Remaja SMU Kota Medan Tahun 2007, 2008. USU e-Repository © 2008