Lap Tutorial Maloklusi
-
Upload
cusna-s-denfast -
Category
Documents
-
view
320 -
download
9
Transcript of Lap Tutorial Maloklusi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oklusi adalah hubungan kontak antara gigi geligi bawah
dengan gigi atas waktu mulut ditutup. Oklusi dikatakan normal, jika
susunan gigi dalam lengkung geligi teratur baik serta terdapat
hubungan yang harmonis antara gigi atas dengan gigi bawah,
hubungan seimbang antara gigi, tulang rahang terhadap tulang
tengkorak dan otot sekitarnya yang dapat memberikan
keseimbangan fungsional sehingga memberikan estetika yang baik.
Maloklusi adalah bentuk oklusi gigi yang menyimpang dari
normal. Maloklusi dapat disebabkan karena tidak ada keseimbangan dentofasial.
Keseimbangan dentofasial ini tidak disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi beberapa
faktor saling mempengaruhi. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain adalah
keturunan, lingkungan, pertumbuhan dan perkembangan, etnik, fungsional, dan
patologi.
Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan,
bicara serta estetik. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak
nyaman saat mengunyah, terjadinya rasa nyeri pada TMJ dan juga mengakibatkan
nyeri kepala dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat mengakibatkan kesulitan dalam
pembersihan. Tanggalnya gigi-gigi akan mempengaruhi pola pengunyahan misalnya
pengunyahan pada satu sisi, dan pengunyahan pada satu sisi ini juga dapat
mengakibatkan rasa sakit pada TMJ.
Disamping itu maloklusi juga dapat mempengaruhi kejelasan bicara seseorang
serta mempengaruhi estetis dari penampilan seseorang. Penampilan wajah yang tidak
menarik mempunyai dampak yang tidak menguntungkan pada perkembangan
psikologis seseorang, apalagi pada saat usia masa remaja
Seiring dengan perkembangan zaman dan keinginan untuk tampil lebih baik,
saat ini penggunaan piranti ortodonti ini bukan lagi hanya untuk memperbaiki fungsi
1
gigi, tetapi sudah menjadi aksesoris. Piranti orthodonti boleh jadi disebut sebagai
tindakan kosmetika gigi yang paling populer dan menjadi trend. Tidak dapat
dipungkiri, belakangan ini penggunaan piranti orthodonti semakin banyak di
masyarakat, apalagi di kalangan anak anak dan remaja. Hal ini disebabkan karena
masyarakat mulai menyadari bahwa gigi mempunyai peranan penting dalam
penampilan
Dengan meningkatnya keperluan di bidang orthodonti maka diperlukan suatu
pedoman baku bagi para dokter gigi dalam menentukan kompleksitas perawatan
ortodonti, tingkat keinginan terhadap perawatan ortodonti dan tingkat estetis yang
dikenal sebagai indeks maloklusi.
Melalui indeks maloklusi diharapkan dapat menurunkan derajat subjektivitas
penilaian suatu maloklusi. Dengan menggunakan suatu indeks, dapat dinilai beberapa
hal menyangkut maloklusi, misalnya prevalensi, keparahan maloklusi, dan hasil
perawatan. Indeks maloklusi mencatat keadaan maloklusi dalam suatu format kategori
atau numerik sehingga penilaian suatu maloklusi bisa objektif.
Oleh karena itu penting bagi mahasiswa untuk mengetahui serta memahami
pengertian, tujuan, syarat serta berbagai macam dari indeks maloklusi.
1.2 Rumusan Masalah1. Apa definisi dari indeks maloklusi?
2. Apa saja syarat indeks maloklusi?
3. Apa saja tujuan dan manfaat indeks maloklusi?
4. Apa saja macam-macam indeks maloklusi?
1.3 Tujuan Penulisan1. Untuk mengetahui tentang indeks maloklusi.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat indeks maloklusi.
3. Untuk mengetahui dan memahami tujuan dan manfaat indeks maloklusi.
4. Untuk mengetahui dan memahami macam-macam indeks maloklusi.
2
1.4 MAPING
3
MALOKLUSI
PENELITIAN MENGGUNAKAN INDEKS MALOKLUSI
Skor
pengukuran
KEPARA
SYARAT, TUJUAN
DAN MACAM
TINGKAT KEPARAHAN
Kebutuhan Perawatan Orthodonti
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Pengertian oklusi menurut Dewanto (1993) adalah berkontaknya permukaan
oklusal gigi geligi di rahang atas dengan permukaan oklusal gigi geligi di rahang
bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.
Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada rahang atas
(maksila) dan rahang bawah (mandibula) yang terjadi selama pergerakan mandibula
dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi terjadi
karena adanya interaksi antara dental system, skeletal system dan muscular system.
Oklusi gigi bukan merupakan keadaan yang statis selama mandibula bergerak,
sehingga ada bermacam macam bentuk oklusi misalnya : centrik, excentrix, habitual,
supra-infra, mesial, distal, lingual (Daniel, 2000)
Maloklusi adalah keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik
mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi baik
fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan merupakan proses
patologis tetapi proses penyimpangan dari perkembangan normal (Proffit & Fields,
2007).
Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi
terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung rahang
lawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak menguntungkan dan meliputi
ketidakteraturan lokal dari gigi geligi seperti gigi berjejal, protrusif, malposisi atau
hubungan yang tidak harmonis dengan gigi lawannya (Zenab, 2010).
Klasifikasi maloklusi menurut Edward Angle dibagi dalam tiga kelas, yaitu :
A. Klas I Angle (Netroklusi)
Menurut Angle, oklusi Klas I terjadi apabila tonjol mesio bukal molar pertama
permanen rahang atas beroklusi dengan groove bukal dari molar pertama permanen
rahang bawah.4
Menurut Devey, klas I ini dibagi menjadi 5 tipe :
a. Klas I tipe 1 : tonjol mesiobukal cusp molar pertama rahang atas terletak pada garis
bukal molar pertama rahang bawah dimana gigi anterior dalam
keadaan berjejal (crowding dan kaninus terletak lebih ke labial)
b. Klas I tipe 2 : hubungan molar pertama rahang atas dan rahang bawah normal dan
gigi anterior dalam keadaan protusif.
c. Klas I tipe 3 : hubungan pertama molar pertama rahang atas dan rahang bawah
normal tetapi terjadi gigitan bersilang anterior.
d. Klas I tipe 4 : hubungan pertama molar rahang atas dan rahang bawah normal tetapi
terjadi gigitan bersilang posterior.
e. Klas I tipe 5 : hubungan molar pertama normal, kemudian pada gigi posterior terjadi
migrasi kearah mesial.
B. Klas II Angle (Distoklusi)
Tonjol mesiobukal cusp molar pertama rahang atas lebih ke anterior dari garis
bukal molar pertama bawah.
5
Menurut dewey, Klas II Angle ini dibagi dalam dua divisi, yaitu:
a. Divisi 1 : hubungan antara molar pertama bawah dan molar pertama atas
disoklusi dan gigi anterior adalah protusif. Kadang-kadang
disebabkan karena kecilnya rahang bawah sehingga profil pasien
terlihat seperti paruh burung.
Tanda – tanda maloklusi ini dapat berupa keadaan – keadaan berikut
- Insisivi rahang atas proklinasi
- Jarak gigit bertambah
- Insisiv bawah retroklinasi yang bisa terjadi bila ada kebiasaan menghisap jari,
atau kadang – kadang insisivi bawah proklinasi yang merupakan kompensasi
kelainan skeletalnya sehingga pada keadaan ini jarak gigit bias tidak terlalu
besar.
- Tumpang gigit sangat bervariasi yang kemungkinan dipengaruhi relasi
skeletnya tetapi kebanyakan menunjukkan pertambahan.
Maloklusi Kelas II Divisi 1
6
a. Divisi 2 : hubungan antara molar pertama rahang bawah dan molar pertama
rahang atas distoklusi dan gigi anterior seolah-olah normal tetapi terjadi
deep bite dan profil pasien seolah-olah normal.
Tanda – tanda maloklusi ini dapat berupa keadaan-keadaan berikut :
- Gambaran khas maloklusi ini adalah insisivi sentral atas retroklinasi
sedangkan insisivi lateral bias juga retroklinasi atau kadang – kadang
proklinasi terutama apabila terdapat gigi – gigi yang berdesakan dirahang atas.
- Insisivi bawah yang dalam keadaan retroklinasi menyesuaikan letak dengan
insisivi atas sehingga kadang – kadang terjadi letak gigi berdesakan diregio
insisivi.
- Jarak gigit biasanya hanya sedikit bertambah karena letak mandibula lebih
posterior dikompensasi dengan insisivi sentral atas yang retroklinasi.
Maloklusi Kelas II Divisi 2
C. Klas III Angle (Mesioklusi)
Tonjol mesiobukal cusp molar pertama rahang atas berada lebih ke distal atau
melewati tonjol distal molar pertama rahang bawah.
7
Menurut dewey, klas III Angle ini dibagi dalam tiga tipe, yaitu:
a. Klas III tipe 1 : hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi sedang
hubungan anterior insisal dengan insisal (edge to edge).
b. Klas III tipe 2 : hubungan molar pertama atas dan bawah mesioklusi, sedang gigi
anterior hubungannya normal.
c. Klas III tipe 3 : hubungan gigi anterior seluruhnya bersilang (cross bite) sehingga
dagu penderita menonjol kedepan.
Maloklusi tidak disebabkan oleh satu faktor saja, ada beberapa faktor berbeda yang
merupakan penyebabnya yaitu, genetik dan lingkungan. Menurut Proffit, secara umum
maloklusi disebabkan karena 2 faktor yaitu :
a. Faktor keadaan diluar gigi itu sendiri (ekstrinsik factor ) :
1. Herediter
2. Kelainan kongenital
3. Perkembangan dan pertumbuhan yang salah pada waktu prenatal dan postnatal
4. Penyakit-penyakit sistemik yang menyebabkan adanya kecenderungan kearah
maloklusi seperti: ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan metabolisme,
penyakit-penyakit infeksi, malnutrisi.
5. Kebiasaan jelek, sikap tubuh yang salah dan trauma.
b. Faktor-faktor pada gigi (intrinsik / lokal factor) :
1. Anomali jumlah gigi, terdiri dari adanya gigi berlebih (dens supernumerary teeth) dan tidak adanya gigi (anondontia).
2. Anomali ukuran gigi.
3. Anomali bentuk gigi.
4. Frenulum labii yang tidak normal.
5. Kehilangan dini gigi desidui.
6. Persistensi gigi desidui.
8
7. Terlambatnya erupsi gigi permanen.
8. Jalan erupsi yang abnormal.
9. Ankilosis.
10. Karies gigi.
11. Restorasi yang tidak baik
Menurut Daniel (2000), maloklusi dapat menyebabkan beberapa gangguan pada penderitanya yaitu :
a. Masalah psikososial yang disebabkan karena gangguan estetis wajah.
b. Masalah dengan fungsi rongga mulut termasuk kesulitan dalam menggerakkan rahang (gangguan otot dan nyeri), gangguan sendi temporomandibular, gangguan
pengunyahan, menelan dan berbicara.
c. Kemungkinan mendapatkan trauma yang lebih mudah, masalah penyakit periodontal atau kehilangan gigi.
Gangguan yang berasal dari maloklusi primer adalah sebagai berikut (Thomson, 2007
):
1. Gigi-gigi sangat berjejal mengakibatkan rotasi gigi-gigi individual atau
berkembangnya gigi dalam atau di luar lengkung. Gangguan ini mengakibatkan
interferensi tonjol dan aktivitas pergeseran mandibula, walaupun pada gigi-geligi
yang sedang berkembang adaptasi dari pergerakan gigi umumnya bisa mencegah
timbulnya gangguan tersebut. Gangguan lain yang diakibatkannya adalah relasi
oklusal yang kurangstabil (tonjol terhadap tonjol ketimbang tonjol terhadap fossa)
dan kelainan gingival karena tidak memadainya ruang untuk tempat epithelium
interdental.
2. Meningkat atau berkurangnya overlap vertikal atau horizontal yang bisa
mengakibatkan fungsi insisivus yang tidak stabil atau perlunya seal bibir yang
adaptif.
9
3. Penyimpangan garis median atas dan bawah yang menandai adanya interferensi
insisivus atau interferensi tonjol pada segmen posterior
4. Kurangnya perkembangan jaringan dentoalveolar pada segmen posterior,
unilateral atau bilateral, dan mengakibatkan overclosure mandibula, jika bilateral,
dan kurangnya oklsi fungsional unilateral jika terbatas pada satu sisi dan
menimbulkan open bite.
5. Pertumbuhan tulang yang terlalu besar pada regio kedua kondilus yang sedang
berkembang akan menghasilkan gigitan terbuka anterior.
6. Celah palatum dan defek terkait
Maloklusi sekunder :
1. Fungsi unilateral dan fungsi yang berkurang
2. Supra- dan infrakontak
3. Hilangnya kurva oklusal
4. Relasi tonjol yang tidak stabil
5. Interferensi tonjol
6. Perubahan posisi interkuspa
7. Overclosure mandibula
8. Parafungsi (bruksisme)
9. Atrisi permukaan oklusal
10. Impaksi makanan dan plunger cusp
11. Gangguan gigi tiruan
Tingkatan perawatan ortodonti dapat dibagi dalam tiga tingkat, yaitu :
- Ortodonti Preventif
Tingkat perawatan untuk mencegah terjadinya maloklusi, seperti :
memelihara kebersihan gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya karies gigi,
pemberian fluor pada gigi sulung agar tidak mudah karies, penambalan gigi
sulung harus baik dan tidak mengubah ukuran mesio-distal gigi dan titik
kontaknya, menghilangkan kebiasaan buruk : bernafas melalui mulut,
menghisap jari, mendorong lidah, menggigit bibir, pemakaian space
10
maintainer pada kasus premature loss gigi sulung untuk mencegah terjadinya
pergeseran gigi
- Ortodonti Interseptik
Perawatan ortodonti yang dilakukan jika sudah terjadi maloklusi ringan
dan sudah dapat terlihat maloklusi yang berkembang akibat adanya faktor
keturunan, intrinsik dan ekstrinsik, seperti : pemakaian space regainer untuk
mengembalikan gigi molar yang mengalami mesial drifting, serial ekstraksi.
- Ortodonti korektif
Perawatan terhadap maloklusi yang terjadi sudah cukup parah bahkan sudah
menyebabkan cacat wajah. Diperlukan tindakan perawatan ortodonti yang
kompleks.
Menurut Young dan Striffler, indeks maloklusi adalah nilai numerik yang
menjelaskan status relatif suatu populasi pada suatu skala bertingkat dengan batas atas
dan batas bawah yang jelas. Hal ini dirancang agar mampu memberi kesempatan dan
fasilitas untuk dibandingkan dengan populasi lain yang telah dikelompokkan dengan
kriteria dan metode yang sama (Agusni, 1998)
Indeks maloklusi yang diperlukan adalah penilaian kuantitatif dan objektif
yang dapat memberikan batasan adanya penyimpangan dari oklusi ideal yang masih
dianggap normal, dan dapat memisahkan kasus- kasus abnormal menurut tingkat
keparahan dan kebutuhan masyarakat (Dewi, 2008)
Syarat indeks menurut Jamison H.D dan Mc Millan R.S (Agusni, 1998) antara
lain adalah :
a. Indeks sebaiknya sederhana, akurat, dapat dipercaya dan dapat ditiru
b. Indeks harus objektif dalam pengukuran dan menghasilkan data kuantitatif
sehingga dapat dianalisi dengan metode statistik tertentu
c. Indeks harus di design untuk membedakan maloklusi yang merugikan dan
tidak merugikan
d. Pemeriksaan yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan cepat oleh pemeriksa
walaupun tanpa instruksi khusus dalam diagnosis ortodonti
11
e. Indeks sebaiknya dapat dimodifikasi untuk sekelompok data epidemiologi
tentang maloklusi dari segi prevalensi, insiden dan keparahan, contohnya
frekuensi malposisi dari masing- masing gigi
f. Indeks sebaiknya dapat digunakan pada pasien atau model studi
g. Indeks sebaiknya mengukur derajat keparahan maloklusi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Definisi Indeks Maloklusi
Indeks adalah angka / bilangan yang memiliki batasan atau standart tertentu.
Maloklusi adalah bentuk oklusi gigi yang menyimpang dari
normal.
Indeks maloklusi adalah suatu standart yang memiliki batasan untuk memisahkan
suatu kasus dengan keadaan normal dan menentukan derajat keparahan guna
menentukan hasil perawatan.
Pengertian indeks maloklusi menurut para ahli :
Istilah indeks menurut Young dan Striffler ialah nilai numerik
yang menjelaskan status relatif suatu populasi pada suatu skala
bertingkat dengan batas atas dan batas bawah yang jelas.
Suatu standart yang dirancang agar mampu memberi
kesempatan dan fasilitas untuk dibandingkan dengan populasi
lain yang telah dikelompokkan dengan kriteria dan metode
yang sama (Agusni, 1998).
Indeks maloklusi yang diperlukan adalah penilaian kuantitatif dan objektif yang
dapat memberikan batasan adanya penyimpangan dari oklusi ideal yang masih
dianggap normal, dan dapat memisahkan kasus- kasus abnormal menurut tingkat
keparahan dan kebutuhan masyarakat (Dewi, 2008)
3.2 Tujuan dan Manfaat dari Indeks Maloklusi12
Penialaian maloklusi dalam kesehatan masyarakat mempunyai 3 tujuan utama
yaitu:
a) Menilai keadaan/status dan penyebaran maloklusi masyarakat
b) Mendapatkan informasi tentang kebutuhan masyarakat akan perawatan
orthodonti
c) Mendapatkan informasi untuk merencanakan sumber dan fasilitas bagi
perawatan orthodonti dalam masyarakat yang berupa tenaga dan dana.
Indeks maloklusi telah banyak ditemukan dan indeks itu dibuat untuk suatu
tujuan atau manfaat tertentu. Manfaat inilah yang membedakan indeks yang satu
dengan yang lain, diantaranya:
- Untuk menentukan klasifikasi maloklusi menggunakan klasifikasi Angle.
- Untuk keperluan epidemiologi digunakan Indeks oleh WHO.
- Mengukur kebutuhan perawatan yaitu, Handicapping labio-lingual deviations
(HLD) index, Handicapping Malocclusion Assesment Record (HMAR), dan
Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN).
- Estetik dento-fasial yaitu Dental Aesthetic Index (DAI)
- Menentukan keberhasilan perawatan yaitu Peer Assesment Rating (PAR Index)
- Menentukan keberhasilan perawatan dan kebutuhan perawatan yaitu Index of
Complexity, Outcome and Need (ICON)
- Indeks maloklusi dengan penilaian kuantitatif dan objektif
adanya penyimpangan oklusi dan memisahkan kasus-kasus
abnormal menurut tingkat keparahan dan kebutuhan
masayarakat.
- Dalam bidang ortodonsi suatu indeks digunakan untuk
menyatakan suatu nilai keparahan maloklusi atau sistem
kategorisasi yang menggunakan skor numerik pada oklusi
seseorang.
- Suatu indeks dibuat untuk tujuan tertentu membedakan
indeks satu dengan yang lain dan bukan atas dasar isinya.
13
- Dirancang agar mampu memberikan kesempatan dan fasilitas
untuk dibandingkan dengan populasi lain yang telah
dikelompokkan dengan kriteria dan metode yang sama.
- Ada yang lebih menyukai istilah Indeks maloklusi karena
secara epidemiologis dapat menggambarkan tingkat
keparahan suatu populasi
- Adanya indeks penilaian secara subyektif dapat dikurangi
sehingga hasil akhir dapat cukup menggambarkan keadaan
yang sebenarnya
14
3.3 Syarat Indeks Maloklusi
Menurut Jamison dan McMillan (1960), indeks maloklusi hendaknya
memenuhi beberapa persyaratan yaitu:
a. Sederhana, akurat, dapat dipercaya dan dapat diulang.
b. Bersifat objektif dan menunjukkan data kuantitatif yang dapat dianalisis dengan
metode statistik yang digunakan pada saat itu.
c. Direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat membedakan antara maloklusi
yang memerlukan perawatan dan yang tidak memerlukan.
d. Dapat dilakukan untuk menilai maloklusi dengan cepat, meskipun oleh petugas
yang tidak diberi instruksi khusus mengenai diagnosis orthodonti.
e. Dapat memodifikasi untuk koneksi data epidemiologi maloklusi yang berbeda
dengan prevalensi, insidensi dan keparahan maloklusi seperti frekuensi malposisi
gigi individual.
Indeks yang memenuhi persyaratan tersebut dalam butir-butir di atas akan lebih
praktis dan berbobot bila juga memenuhi persyaratan sebagai berikut:
f. Dapat digunakan dengan baik pada pasien ataupun pada model gigi.
g. Dapat untuk mengukur derajat keparahan maloklusi tanpa mengelompokkan atau
mengklasifikasikan maloklusi.
Menurut Rahardjo (2009), syarat suatu indeks maloklusi adalah sebagai
berikut :
1. Valid artinya indeks harus dapat mengukur apa yang akan diukur
2. Dapat dipercaya (reliable) artinya indeks dapat mengukur secara
konsisten pada saat yang berbeda dan dalam kondisi yang bermacam-
macam, serta pengguna yang berbeda-beda. Kadang-kadang ada yang
menyebut reliable sebagai reproducible
3. Mudah digunakan
4. Diterima oleh kelompok pengguna indeks
15
Menurut WHO (1996) syarat utama sebuah indeks maloklusi ialah:
1. Dapat dipercaya (reliable) artinya bila orang lain menggunakan indeks tersebut
akan mendapatkan hasil yang sama.
2. Sahih (valid) artinya indeks tersebut harus merupakan alat ukur yang sesuai
dengan apa yang akan diukur.
3. Valid sepanjang waktu (validity during time) artinya indeks tersebut
mempertimbangkan perkembangan normal dari oklusi.
3.4 Macam-Macam Indeks Maloklusi
a. Occlusion Feature Index (OFI)
b. Handicapping Labio-lingual Deviation Index (HLD Index)
c. Dental Aesthetic Index (Dai)
d. Malalignment Index (Mal I)
e. Peer Assesment Rating Index (PAR)
f. Occlusal Index (OI)
g. Treatment Priority Index (TPI)
h. Index Of Orthodontic Treatment Need (Iotn)
i. Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMA Index)
a. OCCLUSAL FEATURE INDEX (OFI)
Ciri oklusi yang dinilai adalah letak gigi berjejal, kelainan integritas
tonjol gigi posterior, tumpang gigit, dan jarak gigit. Skor total didapat dengan
menjumlahkan skor keempat macam maloklusi tersebut. Metode ini tidak
memerlukan peralatan diagnostik yang rumit seperti model, gnathostatik dan
alat sefalometri. Pengukuran bersifat kuantitatif sehingga memungkinkan
untuk dilakukan penelilian secara terukur (objektif) dan lebih cepat.
Kriteria penilaiannya dengan memberi skor sebagai berikut:
OFI (1) Gigi berjejal depan bawah
0 : susunan letak gigi rapi
1 :
16
2 : letak gigi berjejal sama dengan ½ lebar gigi insisivus
satu kanan bawah
3 : letak gigi berjejal sama dengan lebar gigi insisivus satu
bawah
OFI (2) Interdigitasi tonjol gigi dilihat pada regio gigi premolar dan
molar sebelah kanan dari arah bukal dalam keadaan oklusi
0 : hubungan tonjol lawan lekuk
1 : hubungan antara tonjol dan lekuk
2 : hubungan antara tonjol lawan tonjol
OFI (3) Tumpang gigit, ukuran panjang bagian insisal gigi insisivus bawah
yang tertutup gigi insisivus atas pada keadaaan oklusi
0 : 1/3 bagian insisal gigi insisivus bawah
1 : 2/3 bagian insisal gigi insisivus bawah
2 : 1/3 bagian gingival gigi insisivus bawah
17
OFI (4) Jarak gigit, jarak dari tepi labio-insisal gigi insisivus atas ke
permukaan labial gigi insisivus atas ke permukaan labial gigi insisivus bawah
pada keadaan oklusi
0 : 0-1,5 mm
1 : 1,5-3 mm
2 : 3 mm atau lebih
Skor total didapat dengan menjumlahkan skor keempat macam
ciri utama maloklusi tersebut di atas. Skor OFI setiap individu berkisar antara
0-9 karena pada OFI (1) nilai maksimumnya 3 dan OFI (2), (3), (4) masing-
masing nilai maksimumnya
Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau langsung dalam mulut.
Waktu yang diperlukan untuk menilai hanya kurang lebih 1-1½ menit bagi
setiap individu.
18
Keuntungan metode ini adalah sederhana dan obyektif serta tidak
memerlukan peralatan diagnostik yang rumit seperti model gnathostatik dan
alat sefalometri. Selain itu apabila peneliti telah terlatih hanya memerlukan
waktu penilaian yang singkat
Kerugiannya adalah dalam menilai interdigitasi tonjol hanya
memeriksa hubungan gigi posterior atas dan bawah sebelah kanan saja, sebelah
kiri tidak dinilai. Selain itu penilaian gigi berjejal depan bawah memerlukan
latihan terlebih dahulu karena untuk menentukan besarnya skor membutuhkan
waktu untuk mengukur lebar mesio-distal gigi-gigi anterior bawah dan
mengukur panjang lengkung gigi depan bawah. Jadi metode ini kurang praktis.
Poulton dan Aaranson (1960) telah mengevaluasi metode ini dan dari
hasil penelitiannya terbukti bahwa penilaian keparahan maloklusi oleh ahli
ortodonti secara subyektif dan penilaian oleh dokter ahli kesehatan masyarakat
memakai OFI hasilnya sangat mendekati (hampir sama).
Kriteria penilaian maloklusi oleh ahli ortodonti sebagai berikut:
Skor 0-1 : Maloklusi ringan sekali (slight) Tidak
memerlukan perawatan ortodonti
Skor 1-3 : Maloklusi ringan (mild) Ada sedikit variasi dari
oklusi ideal yang tidak perlu dirawat
Skor 4-5 : Maloklusi sedang (moderate) Indikasi perawatan
ortodonti
Skor 6-9 : Maloklusi berat/parah (severe) Sangat
memerlukan perawatan ortodonti
Penilaian ini yang berdasarkan atas perlunya perawatan, tidak dapat
diterapkan pada kelompok populasi yang lebih besar, tetapi meskipun
demikian ternyata erat hubungannya dengan skor OFI.
19
b. HANDICAPPING LABIO-LINGUAL DEVIATION INDEKS (HLD
INDEKS)
HLD Indeks disusun oleh para Draker pada tahun 1960, dengan maksud
untuk diajukan sebagai cara penilaian yang obyektif bagi epidemiologi
maloklusi.
Ciri-ciri maloklusi yang dinilai pada metode ini ialah meliputi 9 macam
ciri maloklusi dimana 2 diantaranya merupakan ciri khas yang dapat
menentukan adanya cacat muka (phisical handicap). Macam ciri maloklusi yang
dinilai dan cara member skor sebagai berikut:
Macam ciri maloklusi Skor HLD
1. Celah langit (“cleft palate”) skor 15
2. Penyimpangan traumatik yang berat skor 15
3. Jarak gigit (dalam mm)
4. Tumpang gigit (dalam mm)
5. Protusi mandibula x 5
6. Gigitan terbuka (dalam mm) x 4
7. Erupsi ectopic, hanya gigi depan, tiap gigi x3
8. Gigi berjejal anterior: Maksila, Mandibula,
tiap rahang skor 5
Penjumlahan skor menunjukkan Skor Penyimpangan Labio-lingual (dalam
mm)
Menurut draker (1960), skor 13 atau lebih sudah termasuk phisical
handicap. Draker menyatakan bahwa metode ini sederhana, obyektif dan
reproducible, penilaian maloklusi dapat dilakukan langsung pada subyek yang
diteliti atau pada model gigi tanpa menggunakan alat khusus, dan dapat dipakai
untuk menentukan cut off point bagi program kesehatan yang telah ditentukan,
sehingga dapat disesuaikan dengan perubahan dana yang tersedia tanpa
mengesampingkan objektivitas penelitian.
20
Apabila indeks ini diterapkan dengan sempurna, secara epidemiologi akan
dapat memisahkan kelainan handicapping labio-lingual deviation dari sampel
yang diteliti. Dengan demikian akan memudahkan tim pelayanan kesehatan gigi
dalam melaksanakan programnya.
Menurut Draker handicapping malocclusion adalah satu-satunya faktor
yang sangat menarik bagi kesehatan masyarakat. Definisi yang spesifik dan
tepat bagi handicapping malocclusion sukar ditentukan sebab ada sejumlah
kemungkinan variasi yang tidak terbatas dari maloklusi terutama variasi
individual tentang handicap.
Untuk menilai handicapping malocclusion dibutuhkan suatu alat penilai
semacam indeks yang dapat menunjukkan ada atau tidak adanya handicap dan
untuk mengukur keparahannya. Jadi bukan suatu pengetahuan spesialisasi.
Presentase yang tinggi dari orang-orang yang menderita maloklusi, yang
menurut ahli Orthodonti memerlukan perawatan, ternyata kasusnya tidak
merupakan masalah dalam kesehatan masyarakat. Sebaliknya panilaian
maloklusi oleh ahli Kesehatan Masyarakat. Sebaliknya penilaian oleh ahli
Kesehatan Masyarakat (petugas lapangan) tidak perlu memuaskan bagi dokter
gigi ahli Orthodontia tau dokter gigi yang bekerja di klinik (petugas klinik).
Handicap ialah suatu keadaan yang dapat diamati. Jadi indeks untuk
menilai handicap semacam DLD indeks sebaiknya berdasarkan pada
penggunaan oleh dokter gigi Kesehatan Masyarakat bukan oleh spesialis
Orthodonti.
c. DENTAL AESTHETIC INDEX (DAI)
DAI dapat membantu untuk menentukan apakah pasien perlu untuk
dirujuk ke dokter spesialis, hal ini dapat mengurangi jumlah pasien yang
melakukan konsultasi awal ke dokter gigi atau ortodontis (Hamamci, et al.,
2009).
DAI digunakan untuk mengevaluasi komponen estetika dan anatomi
maloklusi, tetapi DAI tidak memberikan informasi apapun tentang bagaimana
21
maloklusi mempengaruhi citra diri dan kualitas hidup pasien dari segi fungsi
kesejahteraan subjektif dan harian.
Dental Aesthetics Index (DAI), yang diadopsi oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), mengevaluasi 10 karakteristik oklusal, yaitu overjet, negatif
overjet, kehilangan gigi, diastema, anterior open bite, crowding anterior,
diastema anterior, lebar penyimpangan anterior (mandibula dan maksila) dan
hubungan anterior-posterior.
Dental Aesthetic Index (DAI) adalah suatu indeks ortodonti yang
berasaskan definisi standar sosial yang berguna dalam survey epidemiologi
untuk menemukan kebutuhan perawatan ortodonti di kalangan masyarakat dan
juga sebagai alat screening untuk mendeterminasikan prioritas subsidi terhadap
perawatan ortodonti
Cara Pengukuran Dental Aesthetics Index (DAI)
Dalam DAI ada 10 komponen yang perlu diukur, yaitu:
1. Gigi hilang (Insisif, Kaninus, dan Premolar). Rongak pada gigi
yang hilang tersebut masih terlihat. Perhitungan dimulai dari premolar kedua
kanan sampai premolar kedua kiri. Dalam satu rahang harus ada sepuluh gigi.
Gigi hilang dihitung per gigi, misalnya yang hilang satu gigi, diberi skor 1, yang
hilang 2 gigi diberi skor 2, dan seterusnya. Jika kurang dari sepuluh harus
dicatat sebagai gigi hilang, kecuali jika ruang antar gigi sudah menutup, masih
ada gigi sulung, ada gigi hilang yang sudah diganti dengan protesa
2. Berdesakan pada gigi anterior termasuk gigi yang rotasi dan
gigi yang terletak tidak sesuai lengkung (Gambar 1). Bila tidak ada berdesakan
maka diberi skor 0; bila pada salah satu rahang ada berdesakan diberi skor 1;
bila pada kedua rahang ada berdesakan diberi skor 2
22
3. Ruang antar gigi (rongak) pada gigi anterior. Dilihat dari
kaninus kanan sampai kaninus kiri. Jika tidak ada ruang antar gigi atau setiap
gigi kontak dengan baik diberi skor 0; jika dalam satu rahang ada ruang antar
gigi diberi skor 1; jika pada kedua rahang ada ruang antar gigi diberi skor 2
4. Diastema sentral. Dicatat jika ada diastema sentral pada rahang
atas dan diukur dengan ukuran millimeter kemudian dicatat sesuai jarak yang
ada (mm). Jika tidak ada diastema sentral diberi skor 0
5. Ketidakteraturan terparah pada maksila. Diukur pada salah satu
gigi yang paling tidak teratur (termasuk rotasi) dengan menggunakan jangka
sorong, dengan ukuran millimeter. Jika gigi terletak rapi dan tidak ada
berdesakan atau rotasi diberi skor 0;
6. Ketidakteraturan terparah pada mandibula (Gambar 2). Diukur
pada salah satu gigi yang paling tidak teratur (termasuk rotasi) dengan
menggunakan jangka sorong, dengan ukuran millimeter. Jika gigi terletak rapi
dan tidak ada berdesakan diberi skor 0;
Gambar 2. Pengukuran ketidakteraturan gigi dengan menggunakan jangka sorong
7. Jarak gigit anterior pada maksila (Gambar 3). Pengukuran ini
dilakukan pada posisi oklusi sentries. Yang dicatat hanya pada bagian yang
jarak gigitnya besar (lebih dari normal (> 2mm)). Jika semua gigi insisif bawah
hilang dan terdapat gigitan terbalik, tidak perlu dicatat. Bila jarak gigit normal
diberi skor 0 (Jarak gigit normal= ±2mm);
23
Gambar 3. Jarak gigit anterior pada maksila
8. Jarak gigit anterior pada mandibula (protrusi mandibula)
(Gambar 4). Dicatat jika ada protrusi mandibula yang paling parah, tapi jika ada
gigitan terbalik satu gigi karena gigi tersebut rotasi tidak perlu dicatat;
Gambar 4. Jarak gigit anterior pada mandibula
9. Gigitan terbuka anterior (Gambar 5). Yang dicatat hanya
gigitan terbuka terbesar dalam ukuran millimeter. Jika tidak ada gigitan terbuka
diberi skor 0;
Gambar 5. Gigitan terbuka vertikal anterior
10. Relasi molar anteroposterior dan deviasi terbesar dari normal
baik kanan maupun kiri. Penilaian berdasarkan relasi molar pertama permanen
atas dan bawah. Nilai 0 untuk relasi molar yang normal, nilai 1 jika molar
pertama bawah kanan atau kiri setengah tonjol distal atau mesial dari molar 24
pertama atas dan nilai 2 jika molar pertama bawah kanan atau kiri satu tonjol
penuh atau lebih atau distal dari molar pertama atas (Azman, et al. 2010).
Gambar 6. Relasi molar anteroposterior (Mulyana, 2010)
Skor DAI diciptakan dari jumlah total sepuluh komponen yang telah
dikalikan dengan bobot masing-masing kemudian hasil penilaian ditambahn
dengan konstanta (13) (Azman, et al. 2010).
Tabel 1. Koefisien Regresi (Mulyana, 2010)
25
Hasil skor tiap kasus dikelompokkan sesuai dengan keparahan
maloklusinya. Pengelompokan maloklusi berdasarkan skor DAI:
<25 maloklusi ringan
26-30 maloklusi sedang
31-35 maloklusi parah
>36 maloklusi yang sangat parah (Azman, et al. 2010).
DAI memiliki empat tahapan keparahan maloklusi, yaitu :
Skor ≤ 25 : kebutuhan perawatan tidak ada atau sedikit
Skor 26-30 : perawatan elektif
Skor 31-35 : sangat menginginkan perawatan
Skor > 36 : wajib melakukan perawatan
(Cardoso, et al., 2011).
d. MALALIGMANT INDEX (MAL-I)
Indeks ini diajukan oleh van kirk dan Pannell tahun 1959. Van Kirk dan
Pennell memilih penilaian maloklusi berdasarkan ketidakteraturan letak gigi
karena seringnya ciri maloklusi ini terjadi dan ciri erat hubungannya dengan
ciri-ciri maloklusi yang lain. Ciri maloklusi yang dinilai adalah letak gigi yang
tidak teratur (Malalignment teeth). Kriteria penilaian dengan skor berikut :
Skor 0 = ideal alignment = letak gigi teratur dalam deretan normal
Skor 1 = Minor malalignment = letak gigi tak teratur ringan.
Tipe 1 Rotasi <45 derajat
Tipe 2 Penyimpangan (displacement)< 1,5mm
Skor 2 = Major Malalignment = letak gigi tak teratur berat
Tipe 1 Rotasi >45 derajat
Tipe 2 Penyimpangan >1,5 mm
26
Pada penilaian ini gigi geligi dibagi menjadi 6 segmen yaitu : segmen
depan atas, kanan atas, kiri atas, depan bawah, kanan bawah dan kiri bawah.
Skor tiap segmen didapat dengan menjumlahkan skor tiap gigi, dan skor
Mal I tiap individu didapat dengan menjumlahkan skor tiap segmen. Jadi untuk
32 gigi skor Mal I berkisar antara 0-64. Tetapi dalam praktek hanya sedikit
individu yang skornya 0 dan di atas 18.
Alat ukur yang dipakai adalah penggaris plastik kecil dengan ukuran 1x4
inci, ujung penggaris miring 45 derajat dan di atas ujung lain diberi garis
mendatar dan tegak pada jarak 1,5mm dari tepi penggaris. Penilaian dapat
dilakukan di model gigi atau langsung pada mulut. Metode ini sederhana,
objektif dan praktis untuk program lapangan sangat cocok. Indeks ini tidak
hanya menilai kuantitas maloklusi tetapi juga dapat untuk mengelompokkan
tingkat keparahan maloklusi dalam masyarakat.
Metode ini berbeda dengan pemeriksaan klinik secara rutin yang
dilakukan oleh ahli Orthodontia atau dokter gigi umum lainnya. Metode
penilaian tersebut tidak memerlukan kursi gigi dan alat pemeriksaan gigi yang
lain seperti sonde, pinset atau lampu penerang. Cukup kaca mulut, alat
penggaris plastik kecil dan penerangan alam.
e. THE PEER ASSESMENT RATING INDEX ( PAR INDEX)
The Peer Assesment Rating Index ( Par Index) dikembangkan oleh Richmond Dkk (1992). Digunakan untun membandingkan maloklusi sebelum dan sesudah perawatan dalam melakukan evaluasi standart kualitas hasil perawatan. Indeks PAR menguji reliabilitas.
Cara pengukuran dilakukan dengan dua cara, yaitu menghitung
pengurangan bobot indeks PAR sebelum dan sesudah perawatan dan
menghitung persentase pengurangan bobot indeks PAR sebelum dan sesudah
perawatan. Penilaian antara kasus sebelum dan sesudah perawatan
menggunakan Indeks PAR memiliki komponen, masing-masing komponen
27
memiliki beberapa skor yang dinilai dengan kriteria tertentu berdasarkan
keparahannya.
Dari 11 komponen tabel 1, beberapa komponen individual tidak
dimasukkan dalam bobot indeks PAR karena tidak memiliki nilai yang
bermakna dalam memprediksi keberhasilan perawatan ortodonti. Segmen bukal
(berjarak, berjejal dan impaksi) merupakan salah satu komponen yang
dikeluarkan dari bobot indeks PAR. Salah satu alasan yang mungkin dijelaskan
adalah titik kontak antara gigi bukal sangat bervariasi. Jika perubahan letak
(displacement) gigi parah, akan menghasilkan oklusi crossbite dan skornya
dicatat pada oklusi bukal kanan atau kiri (tidak lagi pada penilaian titik kontak).
Adanya premolar impaksi juga tidak dimasukkan dalam bobot indeks PAR.
Selain karena prevalensinya sangat sedikit, pencabutan premolar juga sering
dilakukan pada kasus yang membutuhkan ruang sehingga tidak memberikan
pengaruh dalam menilai keberhasilan perawatan
Tabel 1 : Komponen-komponen Indeks PAR
No. Komponen
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11
Segmen bukal rahang atas kanan
Segmen anterior rahang atas
Segmen bukal rahang atas kiri
Segmen bukal rahang bawah kanan
Segmen anterior rahang bawah
Segmen bukal rahang bawah kiri
Oklusi bukal kanan
Overjet
Overbite
Garis median
Oklusi bukal kiri
Dari 11 komponen pada tabel diatas, terdapat 5 komponen utama dalam
pemeriksaannya, masing-masing komponen tersebut dinilai dan diberi bobot 28
bedasarkan besaran yang telah ditentukan. Setiap skor komponen
diakumulasikan dan dikalikan bobotnya masing-masing, sehingga menghasilkan
jumlah skor akhir dari 5 komponen utama yang digunakan. Lima komponen
utama yang diperiksa beserta bobotnya adalah :
1. Penilaian skor segmen anterior, bobotnya 1 (Tabel 2)
Penilaian skor segmen anterior. Pengukuran pergeseran titik kontak
dimuali dari mesial gigi kaninus kiri ke titik kontak mesial gigi kaninus kanan.
Penilaian skor pada kasus ini yaitu mengukur gigi berjejal (crowded), berjarak
(spacing), dan impaksi gigi (impacted teeth). Gigi kaninus yang impaksi dicatat
pada segmen anterior rahang atas dan rahang bawah
Penilaian skor segmen anterior.Penilaian titik kontak antar gigi pada bagian proksimal gigi
anterior rahang atas dan juga rahang bawah
2. Penilaian skor oklusi bukal, bobotnya 1 ( Tabel 3)
Penilaian skor oklusi bukal. Penilaian skor ini dicatat dalam keadaan oklusi gigi posterior di sisi kiri dan kanan mulai dari gigi kaninus ke molar terakhir dengan cara melihat dalam tiga arah yaitu anterioroposterior, vartikal dan transversal.
29
Tabel 2 : Penilaian Skor Pergeseran Titik Kontak
Skor Kelainan
0.
1.
2.
3.
4.
5.
0-1 mm
1,1-2 mm
2,1-4 mm
4,1-8mm
>8 mm
Gigi impaksi
Tabel 3 : Penilaian Skor Oklusi Bukal
No. Skor Komponen
1.
0
1
2
Antero-Posterior
Interdigitasi baik kelas I,II,III
Kelainan kurang dari setengah unit
Kelainan pada setengah unit (cusp to cusp)
2.
0
1
Vertikal
Tidak ada kelainan
Gigitan terbuka sedikitnya pada dua gigi, dengan jarak >
2 mm
3.
0
1
2
3
4
Transversal
Tidak ada crossbite
Kecenderungan crossbite
Crossbite pada salah satu gigi
Crossbite lebih dari satu gigi
Lebih dari satu gigi scissor bite
30
3. Penilaian skor overjet, bobotnya 6 (Tabel 4)Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus Penilaian dilakukan
dengan menempatkan penggaris indeks PAR sejajar dataran oklusal dan radial dengan lengkung gigi (Gambar 3). Jika terdapat dua insisivus yang crossbite dan memiliki overjet 4 mm, skornya adalah 3 (untuk crossbite) ditambah 1 (untuk overjet 4 mm), sehingga total skornya adalah 4. Tabel penilaian skor overjet dapat dilihat pada tabel 4
Tabel 4 : Penilaian Skor OverjetNo. Skor Komponen
1.
0
1
2
3
4
Overjet
0-3 mm
3,1-5mm
5,1-7mm
7,1-9mm
>9 mm
31
2.
0
1
2
3
4
Cossbite Anterior
Tidak ada kelainan
Satu atau lebih gigi edge to edge
Crossbite pada salah satu gigi
Crossbite lebih dari satu gigi
Crossbite lebih dari dua gigi
4. Penilaian skor overbite, bobotnya 2 (Tabel 5)Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus yang dinilai dari jarak
tumpang tindih dalam arah vertikal gigi insisivus atas terhadap panjang mahkota klinis gigi insisivus bawah dan dinilai berdasarkan besarnya gigitan terbuka. Skor yang dicatat adalah nilai overbite yang terbesar diantara gigi insisivus
Tabel 5 : Penilaian Skor Overbite
No. Skor Komponen
1.
0
1
2
3
4
Gigitan Terbuka
Tidak ada gigitan terbuka
Gigitan terbuka kurang dari atu sama dengan 1 mm
Gigitan terbuka 1,1-2mm
Gigitan terbuka 2,1-3mm
Gigitan terbuka sama dengan atau lebih dari 4mm
2.
0
1
2
3
Overbite
Besarnya penutupan kurang dari atau sama dengan 1/3
tinggi mahkota gigi insisivus bawah
Besarnya penutupan lebih dari 1/3, tetapi kurang dari 2/3
tinggi mahkota gigi insisivus bawah
Besarnya penutupan lebih dari 2/3 tinggi mahkota gigi
insisivus bawah
Besarnya penutupan sama dengan atau lebih tinggi
mahkota gigi insisivus bawah
32
5. Penilaian skor garis median, bobotnya 4 (Tabel 6)
Penilaian skor ini dinilai dari hubungan garis tengah lengkung gigi atas terhadap lengkung gigi bawah. Garis tengah lengkung gigi diwakili oleh garis pertemuan kedua gigi insisivus pertama atas terhadap garis pertemuan kedua gigi insisivus bawah. Jika gigi insisivus bawah sudah dicabut penilain skor garis median tidak dicatat.
Tabel 6. Penilaian Skor Garis Media
Skor Komponen012
Tidak ada pergeseran garis median – ¼ lebar gigi insisivus bawahLebih dari ¼ - ½ lebar gigi insisivus bawah
Lebih dari setengah lebar gigi insisivus bawah
Penilaian Keparahan Maloklusi
Melalui indeks PAR, keparahan maloklusi diukur berdasarkan jumlah
skor akhir yang ditentukan berdasarkan kriteria dibawah ini :
1. Skor 0 kriteria oklusi ideal
33
2. Skor 1-16 kriteria maloklusi ringan
3. Skor 17-32 kriteria maloklusi sedang
4. Skor 33-48 kriteria maloklusi parah
5.Skor >48 kriteria maloklusi sangat parah
Keberhasilan perawatan diukur berdasarkan selisih jumlah skor akhir
antara sebelum perawatan dan sesudah perawatan yang ditentukan menurut
kriteria dibawah ini:
1. Pengurangan persentase skor <30% menunjukkan perawatan
tidak mengalami perbaikan/ lebih buruk.
2. Pengurangan skor <22 dan persentase skor 30% – 70%
menunjukkan perawatan mengalami perubahan.
Pengurangan skor >22 dan persentase skor >70% menunjukkan
perawatan mengalami perubahan sangat banyak.
f. OCCLUSAL INDEX
Pada metode ini ada 9 ciri khas oklusi yang dinilai yaitu : (1) umur gigi,
(2) hubungan gigi molar, (3) tumpang gigit, (4) jarak gigit, (5) gigitan silang
posterior, (6) penyimpangan letak gigi, (7) hubungan garis tengah, (8) gigitan
terbuka posterior, (9) gigi permanen yang absen.
Cara memberi skor/nilai 9 ciri khas maloklusi untuk menentukan OI adalah
sebagai berikut :
1. Umur gigi (dental age)
Dengan mengklasifikasikan oklusi berdasarkan tingkat perkembangan oklusi,
perbedaan umur kronologis, jenis kelamin, dan erupsi dapat diatasi.
a. Umur gigi 0 mulai pada waktu lahir dan berakhir dengan erupsinya
(mahkota klinis sebagian) gigi sulung. Jadi umur gigi ini ditandai dengan
erupsinya gigi sulung.
34
b. Umur gigi I mulai dengan erupsonya gigi sulung yang pertama dan
berakhir bila semua gigi geligi sulung atas dan bawah dalam keadaan
oklusi. Ini ditandai dengan perkembangan gigi geligi sulung.
c. Umur gigi II mulai bila semua gigi geligi sulung dalam keadaan oklusi dan
berakhir dengan erupsinya gigi permanen yang pertama. Umur gigi II ini
ditandai dengan lengkapnya gigi gelegi sulung.
d. Umur gigi III mulai dengan erupsinya gigi pertama permanen dan berakhir
bila semua gigi insisiv sentral dan lateral permanen serta gigi molar
pertama permanen dalam keadaan oklusi. Umur ini ditandai dengan tahap
pertama dari gigi geligi bercampur, yang lebih tepat disebut periode gigi
geligi bercampur tahap awal (early mixed dentition).
e. Umur gigi IV mulai bila semua gigi insisiv sentral dan lateral serta gigi
molar pertama permanen dalam keadaan oklusi dan berakhir dengan
erupsinya gigi caninus permanen atau gigi premolar. Umur gigi ini yang
ditandai dengan periode tidur atau istirahat (dormant periode) saat tidak
ada gigi permanen satu pun yang erupsi, disebut periode gigi bercampur
tahap pertengahan.
f. Umur gigi V mulai dengan erupsinya gigi kaninus permanen atau premolar
dan berakhir apabila semua gigi dalam keadaan oklusi. Umur ini ditandai
dengan tahap akhir dari gigi geligi bercampur dan disebut periode gigi
geligi bercampur tahap akhir.
g. Umur gigi VI mulai bila semua gigi kaninus dan gigi premolar dalam
oklusi. Umur gigi ini ditandai dengan lengkapnya gigi geligi permanen
(gigi molar kedua permanen sudah atau belum erupsi).
2. Hubungan molar atau relasi molar (molar relasion).
Pemberian skor/nilai pada hubungan molar atau relasi molar sebagai berikut :
a. Menentukan cut-off point yaitu pada saat satu tipe relasi molar berakhir
dan yang dimulai.
b. Tidak ada klasifikasi klas I, II, II menurut angle. Tetapi mungkin
klasifikasi angle berasal dari pengukuran ini.
c. Relasi gigi molar sulung kedua dan gigi molar permanen pertama pada
kedua sisi rahang diperhatikan.35
3. Tumpang gigit.
Tumpang gigit diskor sebagai jarak vertical dari tepi insisal gigi insisivus
sentral atas ke tepi insisal gigi insisiv sentral bawah bila dalam keadaan oklusi
sentris. Tumpang gigit diskor positif bila jarak tersebut 1/3 panjang mahkota
klinis gigi insisivus bawah. Tumpang gigit negative (gigitan terbuka) diskor
sebagai jarak dari tepi insisal gigi insisiv sentral atas ke tepi insisal gigi
insisivus sentral rahang bawah dalam milimeter.
4. Jarak gigit
Jarak gigit di skor sebagai jarak horizontal dari permukaan labial gigi insisivus
atas permukaan labial gigi insisivus sentral bawah dalam milimeter. Besarnya
skor bias positif, nol, negatif.
g. TREATMENT PRIORITY INDEX (TPI)
Indeks ini diperkenalkan oleh Grainger pada tahun 1967
penyusunannya didasarkan atas konsep bahwa maloklusi itu tidak merupakan
suatu keadaan yang sederhana tetapi lebih merupakan suatu seri kelainan yang
berbeda-beda walaupun satu sama lain saling berhubungan.
Indeks tersebut didapatkan dari hasil penilaian 10 ciri-ciri maloklusi
yang saling berhubungan dan 1 ciri maloklusi yang merupakan kelainan
dentofasial yang berat. Macam ciri-ciri maloklusi yang dinilai meliputi:
(1) jarak gigit
(2) gigitan terbalik
(3) tumapng gigit
(4) gigitan terbuka anterior
(5) gigi insisivus agenese
(6) disto-oklusi
(7) mesio-oklusi
(8) gigitan silang posterior dengan segmen gigi atas bukoversi
(9) gigitan silang posterior dengan segmen gigi atas linguoversi
(10) malposisi gigi individual, dan kelainan dentofasial berat yaitu :
36
(11) celah langit-langit, kondisi traumatik dan lain-lain anomaly
dentofasial yang berat.
Pemakaian TPI bisa diandalkan karena Sciever dkk. (1974) telah
membuktikan dengan penilaian bahwa cara penilaian dengan TPI merupakan
metode yang objektif dan reliable untuk menilai derajat keparahan maloklusi
bagi tujuan epidemiologi.
Penilaian maloklusi dengan cara ini ternyata tidak menilai ciri-ciri
maloklusi tertentu seperti renggang, diastema sentral, dan asimetris garis tengah
(midline asimetry). Hal ini karena Grainger berpendapat bahwa ciri-ciri
maloklusi tersebut dipandang dari segi kesehatan masyarakat tidak penting.
Demikian pula kebiasaan-kebiasaan mulut (oral habits) dan morphologi jaringan
lunak dianggap tidak merupakan faktor penyebab intrinsic terjadinya maloklusi.
Cara menilai dan member skor ciri-ciri maloklusi dengan TPI sebagai
berikut:
a. Hubungan gigi insisivus atas bawah dalam arah horizontal.
o Jarak gigit. Cara mengukur sebagai berikut: ukur jarak dari tepi
labio-insisal gigi insisivus sentral atas ke permukaan labial gigi insisivus sentral
bawah dalam mm. Dengan penggaris yang diletakkan di tengah-tengah kedua
gigi insisivus sentral atas. Jika kedua gigi tersebut posisinya tidak sama,
jaraknya diambil rata-rata.
o Underjet (mandibular overjet = gigitan terbalik atau gigitan
silang anterior).
b. Hubungan gigi insisivus atas dan bawah dalam arah vertikal.
o Tumpang gigit.
o Gigitan terbuka.
Yang termasuk kelainan hubungan gigi insisivus atas dan bawah ialah
palatal bite, tumpang gigit dalam yang berupa penutupan gigi insisivus atas
terhadap gigi insisivus bawah sampai tepi gingival, gigitan silang anterior dan
gigitan terbuka.
Setiap kelainan overbite ini diberi skor sesuai dengan tingkatan
keparahannya.
37
c. Gigi insisivus permanen agenese (congenital missing).
o Ini tidak dapat ditentukan tanpa pengambilan foto Rontgen.
Tetapi pada cara penilaian ini, jika pada umur 12 tahun gigi tersebut tidak ada
maka jumlah gigi yang tidak ada maka jumlah gigi yang tidak ada tersebut
dicatat.
d. Hubungan antero posterior gigi-gigi segmen bukal.
o Disto-oklusi
o Mesio-oklusi
Kedua hal tersebut dinilai dengan melihat hubungan gigi molar
permanen pertama atas dan bawah, dan apabila masih ada gigi molar susu
kedua, juga dicatat hubungannya.
Hubungan antero-posterior segmen bukal gigi-gigi permanen dan gigi-
gigi bercampur.
Untuk setiap sisi diperiksa derajat penyimpangannya terhadap neutro-
oklusi. Jika penyimpangan pada satu sisi, hubungan tonjol gigi molar pertama
bawah beroklusi pada lekuk gigi molar pertama atas lebih posterior dari posisi
normal (disto-oklusi) ini diberi skor 2.
Bila lebih ke anterior (mesio-oklusi) skor juga 2. Tetapi bila hubungan
gigi molar pertama sisi lain tonjol lawan tonjol, skor hanya 1. Skor kedua sisi
dijumlahkan, kalau satu sisi diskor mesio-oklusi maka skor dicatat terpisah.
e. Gigitan silang posterior (posterior cross-bite)
Gigi-gigi yang posisinya di luar hubungan normal dicatat kemudian
dijumlah.
o Gigitan silang posterior yang disebabkan oleh gigi atas
bukoversi.
o Gigitan silang posterior yang disebabkan oleh gigi atas
linguoversi.
f. Penyimpangan letak gigi (tooth displacement).
38
Jumlah gigi yang letaknya menyimpang diskor dengan menggunakan
metode Van Krik dan Pennel (1959). Gigi-gigi yang malposisi (letaknya
menyimpang) ringan atau rotasi berat diskor 2. Selanjutnya skor setiap gigi
dijumlah untuk mendapatkan skor total.
39
h. INDEX OF ORTHODONTIC TREATMENT NEED (IOTN)
IOTN berfungsi sebagai indeks untuk mengukur kebutuhan perawatan, dapat juga
dipakai untuk mengukur keberhasilan perawatan (Agusni, 2001)
Indeks ini terdiri dari dua buah komponen yaitu :
- Dental Health Component (DHC)
Dalam penggunaannya, Dental Health Component dipergunakan
terlebih dahulu, baru kemudian Aesthetic Component.
DHC diajukan untuk mengatasi subyektifitas pengukuran dengan batas
ambang yang jelas, tingkatan derajat DHC menunjukkan berapa besar prioritas
untuk perawatan, dengan perincian sebagai berikut :
skor 1-2 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan,
skor 3 : perawatan borderline/sedang,
skor 4-5 : sangat memerlukan perawatan.
Untuk membantu pengukuran DHC digunakan penggaris plastik yang
transparan dimana pada penggaris tersebut berisi semua informasi yang
diperlukan.
- Aesthetic Component (AC)
Terdiri dari 10 foto berwarna yang menunjukkan tingkatan derajat yang
berbeda dari penampilan estetik susunan geligi. Dengan mengacu pada gambar
ini, derajat penampilan estetik gigi dari pasien dapat dinilai dalam salah satu
tingkatan derajat tertentu.
Tingkat 1 menunjukkan susunan gigi yang paling menarik dari sudut
estetik geligi, sedangkan tingkat 10 menunjukkan susunan geligi yang paling
tidak tidak menarik.
40
Dengan demikian skor ini merupakan refleksi dari kelainan estetik
susunan geligi. Tingkatan derajat keparahan dari Aesthetic Component adalah
sebagai berikut:
Skor 1-4 : tidak perlu perawatan/perawatan ringan
Skor 5-7 : perawatan borderline/sedang
Skor 8-10 : sangat memerlukan perawatan
41
i. HANDICAPPING MALOCCLUSION ASSESSMENT INDEX (HMA-I)
Penilaian maloklusi pada metode ini dengan menggunakan HMAR
(Handicapping Malocclusion Assesment Record) yaitu suatu lembar isian yang
dirancang oleh Salzmann pada tahun 1967 dan digunakan untuk melengkapi cara
menentukan priorotas perawatan orthodontik menurut keparahan maloklusi yang dapat
dilihat pada besarnya skor yang tercatat pada lembar isian tersebut.
Ciri-ciri maloklusi yang dicatat dan diskor terdaftar dalam HMAR sebagai
berikut :
1. Penyimpangan gigi dalam satu rahang (Intra Arch Deviation) :
a. Gigi absen (missing)
b. Gigi berjejal (crowded)
c. Gigi rotasi (rotation)
d. Gigi renggang (spacing)
Skor untuk setiap gigi anterior rahang atas (4 gigi insisivus) yang terkena
= 2. Skor untuk setiap gigi posterior dan setiap gigi anterior dan posterior
rahang bawah = 1.
2. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi (Inter Arch
deviation) :
1. Segmen Anterior
a. Jarak gigit (over jet)
b. Tumpang gigit (over bite)
c. Gigitang silang (cross bite)
d. Gigitang terbuka (open bite)
2. Segmen Posterior
a. Kelainan antero-posterior
Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau di dalam mulut. Di samping
pengisian HMAR juga dilakukan pada lembar SOAR (Suplementary Oral
Assesmment Record). Jika penilaian dilakukan dalam mulut, sebelum mencatat ciri-
ciri maloklusi yang ada pada SOAR, HMAR dilengkapi terlebih dahulu.
Untuk mengetahui seberapa besar keinginan seseorang untuk dirawat (treatment
diserability), dicatat pula kebutuhan perawatan, keinginan untuk dirawat, dan tidak
42
adanya permintaan untuk dirawat. Hal ini semua ditanyakan pada pasien, orang tua
dan guru.
Keuntungan HMA :
- Mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi dan peka terhadap semua tingkatan
maloklusi. Untuk penilaian maloklusi tidak memerlukan alat khusus. Kalau
dibandingkan dengan indeks yang lain penilaian subjektif tidak begitu kritis
karena hanya mencatat perbedaan “full cusp”. Kalau ada error tidak serius
sebab sistem penilaiannya hanya di bagian anterior dan lebih kearah penilaian
estetik.
- Adanya penilaian renggang dan absensi gigi posterior yang dicatat, sedang
pada lain-lain metode hal tersebut diabaikan. Keuntungan terbesar adalah
bahwa sekali metode tersebut dipelajari dengan baik, tidak diperlukan catatan
lain dan skor keparahan maloklusi dapat dikalkulasi dengan cepat. Jadi cara
penilaian maloklusi dengan HMAR lebih menyerupai penilaian status
kesehatan dengan indeks DMF.
Kerugian
- Metode ini hanya memeiliki sedikit kerugian. Terutama ialah bahwa cara ini
memerlukan latihan untuk memberi pelajaran kepada para petugas pelayanan
kesehatan gigi agar memahami bagaimana menggunakan HMAR tersebut.
Tetapi sekali mereka mempelajari dan memahami, kemungkinan membuat
kesalahan tidak sebanyak metode-metode yang lain dan setiap orang yang
telah mempelajari cara ini menjadi berpengalaman dalam melihat oklusi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan HMAR untuk menilai
maloklusi pada gigi geligi bercampur ialah :
a. Penilaian absen gigi molar kedua susu, bila tidak ada penyempitan ruang
sebaiknya tidak diberi skor.
b. Renggang antara gigi insisivus lateral dan kaninus atau yang disertai
renggang antara gigi kaninus dan premolar tidak dinilai sebagai renggang terbuka
anterior.
43
c. Penilaian overbite termasuk bila seluruh mahkota gigi insisivus bawah
tertutup oleh gigi insisivus atas pada keadaan oklusi.
d. Bila posisi gigi premolar dan kaninus normal, tetapi belum erupsi penuh,
sebaiknya tidak dinilai sebagai gigitan terbuka posterior.
Cara penilaian :
a. Penyimpangan gigi dalam satu rahang (Intra arch deviation)
1). Segmen Anterior
Setiap gigi anterior rahang atas yang terlibat diberi skor 2, dan setiap gigi
anterior rahang bawah diberi skor 1.
a). Gigi absen
Gigi yang tidak terdapat dalam mulut, termasuk jika tinggal akar
(radix)
b). Gigi berjejal (crowded)
Gigi yang berjejal karena kurang tempat sehingga untuk mengatur
perlu menggeser gigi lain yang ada dalam rahang. Gigi yang sudah dinilai
rotasi tidak boleh dinilai berjejal.
c). Gigi rotasi (rotation)
Gigi yang letaknya berputar tetapi cukup tempat untuk mengaturnya
dalam lengkung rahang. Gigi yang sudah diberi skor rotasi tidak boleh
diberi skor berjejal atau renggang
d). Gigi renggang (spacing), yaitu :
(1). Renggang terbuka (open spacing), yaitu celah yang terdapat
diantara gigi sehingga terlihat papil interdental. Pemberian skor
adalah jumlah papila yang nampak, bukan giginya.
(2). Renggang tertutup (closed spacing), yaitu penutupan ruang
sebagian sehingga tidak memungkinkan gigi untuk erupsi penuh
tanpa menggeser gigi lainnya dalam lengkung rahang yang sama,
yang diberi skor adalah giginya.
2). Segmen posterior
Setiap gigi yang terlibat diberi skor 1.
a). Absen: cara penilaian seperti segmen anterior. Dicatat jumlah gigi
yang tidak ada dalam rongga mulut, termasuk radiks.44
b). Berjejal: penilaian seperti pada segmen anterior.
c). Rotasi: penilaian seperti pada segmen anterior.
d). Renggang yaitu :
(1). Renggang terbuka, yaitu celah interproksimal yang
menampakan papila disebelah mesial dan distal sebuah gigi.
(2). Renggang tertutup: penilaian seperti pada segmen anterior.
b. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi (inter arch
deviation)
Penilaian dilakukan dengan cara menengadahkan kepala kebelakang sejauh
mungkin dan mulut terbuka lebar untuk mendapat oklusi terminal. Lidah
digerakkan keatas dan ke belakang mengenai palatum dan dengan cepat gigi-gigi
dioklusikan sebelum kepala tertunduk kembali. Untuk melihat dengan jelas oklusi
gigi dalam mulut digunakan kaca mulut.
1) Segmen Anterior
Untuk setiap gigi rahang atas yang terlibat diberi skor 2
a). Jarak gigit, penilaian jarak gigit ialah bila gigi insisivus atas
labioversi sehingga gigi insisivus bawah pada waktu oklusi mengenai
mukosa palatum. Apabila gigi insisivus atas tidal labioversi maka kelainan
itu hanya diskor sebagai kelainan tumpang gigit.
b). Tumpang gigit, penilaian tumpang gigit ialah apabila pada waktu
oklusi, gigi insisivus atas mengenai mukosa gingiva gigi insisivus bawah,
sedang gigi bawah tersebut mengenai mukosa palatum. Jika insisivus atas
labioversi maka kelainan tumpang gigit juga jarak gigit.
c). Gigitan silang, yaitu apabila gigi insisivus atas pada waktu oklusi
disebelah lingual gigi insisivus bawah.
d). Gigitan terbuka, yaitu apabila waktu oklusi gigi depan atas dan
bawah tidak berkontak.
2). Segmen Posterior
Untuk setiap gigi yang terlibat diberi skor 1.
a). Kelainan anteroposterior, yaitu kelainan oklusi dimana pada waktu
oklusi gigi kaninus, premolar pertama dan premolar kedua serta gigi molar
pertama bawah berada disebelah distal atau mesial gigi antagonisnya. 45
Kelainan tersebut diskor bila terdapat satu tonjol atau lebih dari gigi molar,
premolar dan kaninus beroklusi di daerah interproksimal lebih ke mesial
atau ke distal dari posisi normal.
b). Gigitan silang, yaitu bila pada waktu oklusi terdapat gigi pada
segmen bukal yang posisinya lebih ke lingual atau bukal diluar kontak
oklusi terhadap gigi antagonisnya.
c). Gigitan terbuka, yaitu bila pada waktu oklusi terdapat celah antara
gigi posterior atas dan bawah. Hubungan tonjol lawan tonjol tidak
termasuk gigitan terbuka.
Setiap ciri maloklusi yang berupa kelainan dentofasial diberi skor 8. Ciri-ciri
tersebut yaitu: celah bibir dan celah mulut, bibir bawah terletak di palatal gigi
insisivus atas, gangguan oklusal (oklusal interference), gangguan fungsi rahang
(functional jaw limitation), asimetri muka/wajah, gangguan bicara (speech
impairment).
Indikator kebutuhan perawatan berdasarkan kriteria tingkat keparahan maloklusi
menunjukan keparaham maloklusi berkisar antara :
a. Skor 0 – 4 : variasi oklusi normal
b. Skor 5 – 9 : maloklusi ringan, tidak perlu perawatan
c. Skor 10-14 : maloklusi ringan, kasus tertentu memerlukan perawatan
d. Skor 15 – 19 : maloklusi berat, memerlukan perawatan
e. Skor = 20 : maloklusi berat, sangat memerlukan perawatan
46
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Indeks maloklusi yang diperlukan adalah penilaian kuantitatif dan objektif
yang dapat memberikan batasan adanya penyimpangan dari oklusi ideal yang
masih dianggap normal, dan dapat memisahkan kasus- kasus abnormal
menurut tingkat keparahan dan kebutuhan masyarakat
Macam-macam indeks maloklusi adalah :
1. Occlusion Feature Index (OFI)
2. Handicapping Labio-lingual Deviation Index (HLD Index)
3. Dental Aesthetic Index (Dai)
4. Malalignment Index (Mal I)
5. Peer Assesment Rating Index (PAR)
6. Occlusal Index (OI)
7. Treatment Priority Index (TPI)
8. Index Of Orthodontic Treatment Need (Iotn)
9. Handicapping Malocclusion Assessment Index (HMA Index)
Manfaat indeks maloklusi dalam perawatan orthodontik antara lain adalah:
- Untuk keperluan klasifikasi maloklusi
- Untuk keperluan epidemiologi
- Mengukur kebutuhan perawatan
- Estetik dento-fasial
- Menentukan keberhasilan
- Menentukan keberhasilan perawatan dan kebutuhan perawatan
47
DAFTAR PUSTAKA
Agusni T. 1998. Index Of Orthodontic Treatment Need (IOTN) Untuk Mengukur Kebutuhan Perawatan Ortodonti Pada Anak Indonesia Di Surabaya. Maj Ked Gigi 1998; 31:119-23
Azman, A.A.M., Sjafei, A., dan Winoto, E.R. 2010. Malocclusion Severity Representation Using Dental Aesthetic Index Among Ethnic Malays in Johor Bahru Malaysia. Orthodontic Dental Journal Vol. 1 No. 1 Januari-Juni 2010; 4-7
Daniel, C., Richmond, S., 2000. The Development of The Index of Complexity Outcome and Need (ICON). British Journal of Orthodontic Society.
Dewanto, Harkati . 1993. Aspek-Aspek Epidemiologi Maloklusi. Gajah Mada University Press: Yogyakarta
Dewi, Oktavia. 2008. Tesis Analisis Hubungan Maloklusi Dengan Kualitas Hidup Remaja Smu Kota Medan Tahun 2007. USU e-Repository.
Desmar, Deddy. Penggunaan Index Of Orthodontic Treatment Need (IOTN) Sebagai Evaluasi Hasil Perawatan Dengan Peranti Lepasan . Orthodontic Dental Journal vol 2 no. 1 Jan- Juni 2011: 45-48
Jenny, J. dan Cons, N.C. 1996. Establishing Malocclusion Severity Levels On Dental Aesthetic Index (DAI) Scale. Australian Dental Journal; 41 (1): 43.
Mulyana, DH. 2010. The Use Of Index Of Orthodontic Treatment Need And Dental Aesthestic Index. Orthodontic Dental Journal, Vol. 1 No.2
Mundiyah, Moktar. 1998. Dasar – Dasar Ortodonti Perkembangan dan Pertumbuhan Kraniodentofasial. Bagian I Ruang Lingkup Ortodonti. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Ikatan Dokter Gigi Indonesia. Persatuan Dokter Gigi Indonesia. p. 3-15.
Proffit, W.R. dan Fields, H.W. 2007. Contemporary Orthodontics.4th Edition. Mosby Inc., St. Louis. h
Rahardjo, Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University Press
Thomson, Hamish. 2007. Oklusi Edisi 2. Jakarta : EGC
48
Zenab, Yuliawati. 2010. Perawatan Maloklusi Kelas 1 Angle Tipe 2. FakultasKedokteran Gigi Universitas Padjajaran Bandung, Indonesia
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/05Shella%20Rosalia%20JH%20%28siap%29.pdf
(Need dan demand sertaakibat dari maloklusi pada siswa SMU Negeri 1 Binjai. [internet]) Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18207/4/Chapter%20II.pdf.
49