Makalah Modul II Maloklusi

download Makalah Modul II Maloklusi

of 28

Transcript of Makalah Modul II Maloklusi

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    1/28

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Dalam bidang kedokteran gigi, semakin banyak ahli ortodontik yang

    memperhatikan cara untuk mengatasi gangguan pertumbuhan rahang dan gigi

    geligi yang disebabkan oleh ketidakseimbangan aktivitas bibir dan lidah pada

    periode gigi bercampur. Perkembangan gigi manusia terbagi menjadi gigi

    desidui, gigi campuran, dan gigi tetap. Gigi bercampur merupakan tumbuhnya

    gigi susu bersama-sama dengan tumbuhnya gigi tetap. Dalam hal ini, di dalam

    rongga mulut, terdapat beberapa gigi permanen yang mulai erupsi

    menggantikan gigi desidui secara bertahap. Selama masa pertumbuhan rahang

    dan gigi akan ada kemungkinan terjadinya suatu kelainan posisi atau biasa

    disebut dengan maloklusi.

    Maloklusi ini dapat terjadi karena banyak hal seperti faktor keturunan, bad

    habit, kelainan jumlah gigi, kelainan ukuran gigi, kelainan bentuk gigi, dan

    lain-lain. Kebiasaan buruk atau bad habit dianggap sebagai hal yang

    memberikan rasa nyaman bagi pemilik kebiasaan namun berdampak buruk.

    Kebiasaan buruk ini meliputi mengisap jari dan jempol, menggigit kuku,

    menjulurkan lidah, menggigit bibir, bernapas melalui mulut, dan lain-lain.

    Setiap kebiasaan buruk ini memiliki peranan dalam mekanisme terjadinya

    maloklusi.

    Maloklusi tentunya memiliki dampak bagi penderita meliputi psikologis,

    estetik, dan fungsional sehingga diperlukan suatu perawatan yang tepat untuk

    mengatasinya. Setiap perawatan memiliki indikasi dan kontraindikasi untuk

    pemakaiannya sehingga kita harus paham bahwa penting untuk menegakkan

    Maloklusi | 1

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    2/28

    diagnosis melalui berbagai pemeriksaan dan analisis untuk medapatkan

    diagnosis yang tepat terhadap maloklusi beserta jenis klasifikasinya yang

    terjadi pada penderita secara mendetail. Selain itu, diperlukan juga cara-cara

    pencegahan untuk menghindari terjadinya maloklusi.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa yang dimaksud dengan maloklusi?

    2. Bagaimana klasifikasi dari maloklusi?

    3. Apa saja etiologi maloklosi?

    4. Pemeriksaan dan analisis apakah yang diperlukan sebelum mendiagnosa

    kasus?

    5. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis pada skenario, diagnosa

    apa yang dapat disimpulkan dari kasus pada skenario?

    6. Perawatan apa saja yang dapat dilakukan untuk kasus maloklusi?

    7. Berdasarkan skenario, perawatan apa yang efektif untuk dilakukan?

    8. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari maloklusi yang tidak

    ditangani?

    9. Bagaimana cara untuk mencegah maloklusi?

    Maloklusi | 2

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    3/28

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. Defenisi

    Maloklusi menurut American Academy of Pediatric Dentistry adalah

    ketidaksesuaian posisi gigi dan rahang. Maloklusi merupakan kondisi yang

    menyimpang dari tumbuh kembang yang dapat mempengaruhi self cleansing,

    kesehatan jaringan lunak, pertumbuhan rahang, bicara, dan penampilan.

    B. Klasifikasi maloklusi

    1. Klasifikasi Skeletal

    Deskripsi ini menghubungkan antara hubungan rahang atas dan rahang bawah

    terhadap dasar kranial. Klasifikasi ini terbagi atas tiga kelas, yaitu :

    Kelas I skeletal : rahang atas dan rahang bawah pada relasi normal

    (orthognathi).

    Kelas II skeletal : rahang bawah terlihat lebih kecil dibanding rahang

    atas (retrognathi).

    Hal ini berkaitan dengan :

    Maloklusi | 3

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    4/28

    Rahang bawah yang kecil

    Rahang atas besar

    Kombinasi keduanya

    Kelas III skeletal : rahang bawah terlihat lebih besar dibanding rahang

    atas (prognathi).

    Hal ini berkaitan dengan :

    Rahang bawah yang besar

    Rahang atas kecil

    Kombinasi keduanya

    2. Klasifikasi Angle

    Klasifikasi Angle didasarkan atas relasi molar pertama permanen. Bia molar

    pertama permanen bergeser karena molar sulung hilang prematur, maka relasi

    molar yang ada bukan relasi molar yang sebenarnya sebelum terjadi

    pergeseran. Angle berpendapat bahwa letak molar pertama permanen tetap

    stabil dalam perkembangannya pada rahang sehingga dengan melihat relasi

    molar dapat dilihat pula relasi rahang.

    Menurut Angle, klasifikasi ini terbagi atas beberapa kelas, yaitu :

    i. Kelas I : terdapat relasi

    lengkung anteroposterior yang

    normal dilihat dari relasi molar

    pertama permanen (netroklusi).

    Maloklusi | 4

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    5/28

    Kelainan yang menyertai dapat berupa, misalnya gigi berdesakan,

    gigitan terbuka, protrusi dan lain-lain.

    Dalam ortodontik pediatrik, kelas I dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:

    Tipe 1 : gigi anterior yang berjejal, gigi molar normal

    (crowded).

    Tipe 2: hubungan gigi molar normal, gigi anterior terutama

    gigi atas terlihat labioversi (protrusi)

    Tipe 3 : terdapat gigitan bersilang anterior (crossbite anterior)

    karena inklinasi gigi atas ke palatinal.

    Tipe 4 : hubungan molar normal dalam arah mesio-distal,

    tetapi hubungan dalam arah buko-lingual ada pada posisi

    gigitan bersilang (crossbite posterior)

    Tipe 5 : hubungan molar pertama tetap normal, tetapi pada gigi

    posterior terjadi migrasi ke arah mesial (mesial drifting).

    ii. Kelas II : lengkung rahang

    bawah paling tidak setengah

    tonjol lebih ke distal daripada

    lengkung atas dilihat dari

    relasi molar pertama permanen(distoklusi).

    Divisi 1 : insisivi atas prostrusi sehingga didapatkan jarak gigit

    besar, tumpang gigit besar dan kurva Spee positif.

    Divisi 2 : insisivi sentral atas retroklinasi, insisivi lateral atas

    proklinasi, tumpang gigit besar (gigitan dalam). Jarak gigit bisa

    normal atau sedikit bertambah

    Maloklusi | 5

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    6/28

    iii. Kelas III : lengkung bawah

    paling tidak setengah tonjol

    lebih mesial terhadap

    lengkung atas dilihat pada

    relasi molar pertama permanen (mesioklusi) dan terdapat gigitan

    silang anterior.

    Dr. Martin Dewey pun merincikan maloklusi Angle kelas III ini

    menjadi :

    Tipe 1 : hubungan molar pertama tetap atas dan bawah

    mesioklusi, sedangkan hubungan gigi anterior adalah insisal

    dangan insisal (edge to edge)

    Tipe 2 : hubungan molar pertama tetap atas dan bawah

    mesioklusi, sedangkan gigi anterior hubungannya normal

    Tipe 3 : hubungan gigi anterior seluruhnya adalah bersilang

    (cross bite) sehingga dagu penderita menonjol ke depan.

    C. Etiologi Maloklusi

    1. Faktor Herediter

    Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu :

    i. Disproporsi ukuran gigi dan ukuran rahang yang menghasilkan

    maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa diastema

    multipel meskipun yang terakhir ini jarang dijumpai

    Maloklusi | 6

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    7/28

    ii. Disproporsi ukuran, posisi dan bentuk rahang atas dan bawah yang

    menghasilkan relasi rahang yang tidak harmonis.

    Dimensi kraniofasial, ukuran dan jumlah gigi sangat dipengaruhi faktor

    genetik sedangkan dimensi lengkung geligi dipengaruhi oleh faktor lokal.

    Urutan pengaruh genetik pada skelet yang paling tinggi adalah mandibula

    yang prognatik, muka yang panjang serta adanya deformitas muka.

    Implikasi klinis suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi faktor

    herediter adalah kasus tersebut mempunyai prognosis yang kurang baik bila

    dirawat ortodontik, namun sayangnya sukar untuk dapat menentukan seberapa

    pengaruh faktor herediter pada maloklusi tersebut. Perkembangan

    pengetahuan genetik molekuler diharapkan mampu menerangkan penyebab

    etiologi herediter dengan lebih tepat.

    Etiologi Maloklusi Kelas 1 Angle

    Pola skelet maloklusi kelas I biasanya kelas I tetapi dapat juga

    kelas II atau kelas III ringan. Pola jaringan lunak pada maloklusi kelas Iumumnya menguntungkan kecuali pada maloklusi yang disertai proklinasi

    bimaksiler (insisivus aras dan bawah proklinasi) mungkin merupakan ciri

    khas ras tertentu. Kebanyakan maloklusi kelas I disebabkan faktor lokal

    yang dapat menyebabkan kelainan pada maloklusi kelas I juga dapat

    terjadi pada maloklusi kelas II dan kelas III.

    Etiologi Maloklusi Kelas II Divisi 1 Angle

    Pada maloklusi kelas II divisi 1 sering didapatkan letak mandibula

    yang lebih posterior daripada maloklusi kelas I atau maksila yang lebih

    anterior sedangkan mandibula normal. Kadang-kadang didapatkan ramus

    mandibula yang lebih sempit dan panjang total mandibula juga berkurang.

    Maloklusi | 7

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    8/28

    Terdapat korelasi yang tinggi antara pasien dengan keluarga langsungnya

    sehingga beberapa peneliti menyimpulkan bahwa pewarisan maloklusi

    kelas II divisi 1 dari faktor poligenik.

    Selain faktor genetik maloklusi kelas II divisi 1 juga disebabkan

    faktor lingkungan. Jaringan lunak, misalnya bibir yang tidak kompeten

    dapat mempengaruhi posisi insisivus atas karena hilangnya keseimbangan

    yang dihasilkan oleh bibir dan lidah sehingga insisivus atas protrusi.

    Kebiasaan mengisap jari dapat menghasilkan maloklusi kelas II divisi 1

    meskipun relasi rahang atas dan bawah kelas I sehingga ada yang

    menyebut maloklusi ini sebagai maloklusi kelas II divisi 1 tipe dental.

    Posisi bibir ikut berperan pada maloklusi kelas II divisi 1. Pada bibir

    yang tidak kompeten pasien berusaha mendapatkan anterior oral seal

    dengan cara muskulus sirkum oral berkontraksi dengan mengajukan

    mandibula sehingga bibir atas dan bawah dapat berkontak pada saat

    istirahat, lidah berkontak dengan bibir bawah atau kombinasi keadaan-

    keadaan ini. Bila mandibula diajukan kelainan relasi skeletal nampak tidak

    terlalu parah tetapi bila bibir bawah terletak di palatal insisi atas dapat

    berakibat retroklinasi insisivus bawah dan proklinasi insisivus atas

    sehingga jarak gigit menjadi lebih besar.

    Etiologi Maloklusi Kelas II Divisi 2 Angle

    Maloklusi ini merupakan hasil interaksi faktor-faktor yang

    mempengaruhi skelet dan jaringan lunak. Penelitian pada anak kembar

    monozigot menunjukkan bahwa maloklusi kelas II divisi 2 biasanya

    Maloklusi | 8

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    9/28

    dipengaruhi oleh faktor herediter autosomal yang dominan tetapi yang

    bersifat poligenik.

    Pola skelet pada maloklusi kelas II divisi 2 biasanya kelas II ringan

    atau kelas I dan meskipun sangat jarang bisa juga pola skelet kelas III

    ringan. Tinggi muka yang berkurang disertai relasi skelet kelas II sering

    menyebabkan tidak adanya stop antara insisivus bawah dengan insisivus

    atas sehingga insisivus bawah bererupsi melebihi normal sehingga terjadi

    gigitan dalam. Pengaruh bibir bawah sangat besar terutama bila

    didapatkan high lower lip line (bibir bawah menutupi lebih dari sepertiga

    panjang mahkota insisivus) yang menyebabkan posisi insisivus atas

    retroklinasi.

    Etiologi Maloklusi Kelas III Angle

    Maloklusi kelas III dapat terjadi karena faktor skelet, yaitu maksila

    yang kurang tumbuh sedangkan mandilbula normal atau maksila normal

    dan mandibula yang tumbuh berlebihan atau kombinasi kedua keadaan

    tersebut. Selain itu juga dipengaruhi oleh panjang basis kranial serta sudut

    yang terbentuk antara basis kranial posterior dan anterior. Kadang-kadang

    fosa glenoidal yang terletak anterior menyebabkan mandibula terletak

    lebih anterior. Jaringan lunak tidak begitu memainkan peranan dalam

    terjadinya maloklusi kelas III kecuali adanya tendens tekanan dari bibir

    dan lidah yang mengompensasi relasi skelet kelas III sehingga terjadi

    retroklinasi insisivus bawah dan proklinasi insisivus atas.

    Kelainan Gigi

    Beberapa kelainan gigi yang dipengaruhi faktor herediter ialah

    kekurangan jumlah gigi (hipodontia), kelebihan jumlah gigi (hiperdontia),

    misalnya adanya mesiodens, bentuk gigi yang khas misalnya karabeli pada

    Maloklusi | 9

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    10/28

    molar, kaninus yang impaksi di palatal, transposisi gigi misalnya kaninus

    yang terletak di antara premolar pertama dan kedua.

    Kekurangan Jumlah Gigi

    Kelainan jumlah gigi dapat berupa tidak ada pembentukan gigi atau

    agenesis gigi. Anodontia adalah suatu keadaan tidak terbentuk gigi sama

    sekali, untungnya frekuensi sangat jarang dan biasanya merupakan bagian

    dari sindrom displasia ektodermal. Bentuk gangguan pertumbuhan yang

    tidak separah anodontia adalah hipododontia, yaitu suatu keadaan

    beberapa gigi mengalami agenesis (sampai 4 gigi), sedangkan oligodontia

    adalah gigi yang tidak terbentuk lebih dari 4 gigi.

    Kelebihan Jumlah Gigi

    Yang paling sering ditemukan adalah gigi kelebihan yang terletak di

    garis median rahang atas yang biasa disebut mesiodens. Jenis gigi

    kelebihan lainnya adalah yang terletak di sekitar insisivus lateral sehingga

    ada yang menyebut laterodens, premolar tambahan bisa sampai dua

    premolar tambahan pada satu sisi sehingga pasien mempunyai empat

    premolar pada satu sisi. Adanya gigi-gigi kelebihan dapat menghalangi

    terjadinya oklusi normal.

    Disharmoni Dentomaksiler

    Disharmoni dentomaksiler ialah suatu keadaan disproporsi antara

    besar gigi dan rahang dalam hal ini lengkung geligi. Keadaan yang sering

    dijumpai adalah gigi-gigi yang besar pada lengkung geligi yang normal

    atau gigi-gigi yang normal pada lengkung geligi yang kecil sehingga

    menyebabkan letak gigi berdesakan. Meskipun pada disharmoni

    dentomaksiler didapatkan gigi-gigi berdesakan tetapi tidak semua gigi

    Maloklusi | 10

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    11/28

    yang berdesakan disebabkan karena disharmoni dentomaksiler.

    Disharmoni dentomaksiler mempunyai tanda-tanda klinis yang khas.

    Gambaran klinis maloklusi seperti ini bisa terjadi di rahang atas maupun

    di rahang bawah.

    2. Faktor Lokal

    Gigi Sulung Tanggal Prematur

    Gigi sulung tanggal prematur dapat berdampak pada susunan gigi

    permanen. Semakin muda umur pasien pada saat tanggal premature gigi

    sulung semakin besar akibatnya pada gigi permanen

    Persistensi Gigi

    Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained deciduoud teeth

    berart gigi sulung yang sudah waktunya tanggal tetapi tidak tanggal

    Trauma

    Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi

    permanen. Bila terjadi trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang

    terbentuk dapar terjadi gangguan pembentukan enamel, sedangkan bila

    mahkota gigi permanen telah terbentuk dapat terjadi dilaserasi, yaitu akar

    gigi yang mengalami distorsi bentuk (biasanya bengkok). Gigi yang

    mengalami dilaserasi biasanya tidak dapat mencapai oklusi yang normal

    bahkan kalau parah tidak dapat dirawat ortodotik dan tidak ada pilihan lain

    kecuali dicabut.

    Pengaruh jaringan lunak

    Tekanan dari oto bibir, pipi dan lidah member pengaruh yang besar

    terhadap letak gigi. Meskipun tekanan otot-otot ini jauh lebih kecil

    Maloklusi | 11

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    12/28

    daripada tekanan otot pengunyah tetapi berlangsung lebih lama. Menurut

    penelitian tekanan yang berlangsung selama 6 jam dapat mengubah letak

    gigi.

    Kebiasaan buruk

    Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari,

    berfrekuensi cukup tinggi dengan intensitas yang cukup dapat

    menyebabkan maloklusi. Kebiasaan menghisap jari atau benda-benda lain

    dalam waktu berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan

    menghisap bibir bawah dapat mengakibatkan proklinasi insisivi atas

    disertai jarak gigit yang bertambah dan bertroklinasi insisivi bawah.

    Kebiasaan mendorong lidah , kebiasaan menggigit kuku juga dapat

    menyebabkan maloklusi tetapi biasnya dampaknya hanya pada satu gigi.

    Kebiasaan buruk lainnya adalah bernapas dengan mulut. Bernapas lewat

    mulut telah lama diketahui sebagai salah satu penyebab terjadinya

    penyimpangan pertumbuhan wajah. Penyimpangan tersebut timbul akibat

    ketidakseimbangan aktivitas otot-otot orofasial. Selama bernapas lewatmulut terjadi perubahan aktivitas otot-otot orofasial. Fungsi abnormal

    rongga mulut akan menyebabkan terjadinya perubahan tekanan otot yang

    bekerja pada tulang kraniofasial, sehingga mengha- silkan perubahan

    morfologi kraniofasial.

    Otot-otot di sekitar saluran napas atas seperti otot genioglossus,

    masseter, milohyoid, dan orbicularis oris, memiliki berbagai macam

    fungsi penting. Otot orbicularis oris merupakan otot yang melekat pada

    bagian utama bibir dan berfungsi dalam melakukan pergerakan bibir,

    cuping hidung, pipi, dan kulit dagu, sedangkan otot mihohyoid

    merupakan otot yang berfungsi untuk mengang- kat dasar mulut dan lidah

    saat menelan, juga menurunkan rahang bawah dan mengangkat tulang

    Maloklusi | 12

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    13/28

    lidah. Otot milohyoid termasuk salah satu otot suprahyoid yang berbentuk

    segitiga lebar dan membentuk dasar mulut.

    Pergerakan ujung lidah dan dorongan lidah ke depan bawah,

    dipengaruhi oleh aktivitas otot genioglossus yang melekat dari

    aponeurosis lingua ke spina mentalis mandibula. Otot genioglossus

    merupakan otot utama yang berfungsi dalam pergerakan lidah ke depan,

    dan sebagai otot pernapasan tambahan. dalam penelitian nya

    menyebutkan bahwa otot masseter yang berperan dalam proses

    pengunyahan dan penelanan, juga berperan dalam pernapasan. Otot

    masseter sebagai otot yang memanjang dari angulus mandibula

    (tuberositas masseterika) hingga sisi bawah (dua per tiga) arkus

    zigomatikus, dan berfungsi utama sebagai otot penutup rahang.Proses

    bernapas lewat mulut dapat meningkatkan aktivitas otot orbicularis oris,

    genioglossus dan milohyoid, tetapi menghambat aktivitas otot masseter.

    Aktivitas otot milohyoid dan genioglossus meningkat, menyebabkan

    posisi lidah lebih rendah dari normal dan rahang bawah turun.

    Peningkatan aktivitas otot orbicularis oris menyebabkan bibir atas

    terangkat sehingga mulut tetap terbuka sebagai jalan napas .

    Bernapas lewat mulut menyebabkan posisi rahang bawah turun dan

    lidah berada pada posisi yang lebih rendah dari normal. Adaptasi postural

    yang terus berlangsung, dapat menyebabkan peningkatan tinggi wajah,

    erupsi berlebih gigi-gigi posterior, ra hang bawah berotasi ke belakang

    dan ke bawah, gigitan terbuka anterior, pening- katan jarak gigit, dan

    rahang atas menjadi sempit. Lengkung rahang atas yang sempit

    disebabkan karena perubahan keseimbangan akibat rahang bawah turun,

    sehingga otot buccinators menekan rahang atas secara berlebihan dari

    arah lateral, sedangkan tekanan lidah pada rahang atas kurang.

    Faktor Iatrogenik

    Maloklusi | 13

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    14/28

    Pengertian iatrogenik adalah berasal dari suatu tindakan professional.

    Perawatan ortodontik mempunyai kemungkinan terjadinya kelainan

    iatrogenic. Misalnya pada saat menggerakkan kaninus ke distal dengan

    piranti lepasan tetapi karena kesalahan desain atau dapat juga saat

    menempatkan pegas tidak benar sehingga yang terjadi geraka gigi ke

    distal dan palatal.

    D. Pemeriksaan untuk Penegakan Diagnosa

    Pemeriksaan terhadap pasien, meliputi:

    a. Pemeriksaan Subyektif (anamnese)

    Pemeriksaan ini berupa keluhan pasien, riwayat perkembangan gigi

    sebelum dan sesudah lahir (erupsi gigi decidui, riwayat gigi bercampur,

    riwayat gigi permanen), riwayat penyakit yang diderita, dan riwayat

    keluarga.

    b. Pemeriksaan Obyektif

    1. Pemeriksaan klinis:

    Pemeriksaan ekstra oral

    Bentuk kepala: brachicephalic / mesocephalic / delicochepalic

    Bentuk muka

    Kedudukan maxilla terhadap cranium dan kedudukan

    mandibula terhadap maxilla.

    Posisi rahang maxilla / mandibula (normal / retrusif / protrusif)

    Otot mastikasi (normal / hipotonus / hipertonus)

    Maloklusi | 14

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    15/28

    Bibir (normal, tebal atau tipis, posisi saat istirahat membuka

    atau menutup)

    Pipi (cekung atau menggelembung)

    Gerakan mandibula saat membuka dan menutup

    Pemeriksaan intra oral

    Jaringan lunak

    Lidah (besar kecil, panjang penek, tonus, keadaan kesehatan)

    Ginggiva (ada tidaknya pigmentasi)

    Palatum (normal atau tidak, tonus, bercelah atau tidak)

    Glandula tonsila palatina (normal atau tidak, ada atau tidak

    inflamasi)

    Frenulum labii superior dan inferior

    Oral hygiene

    Jaringan keras (pemeriksaan gigi geligi, lengkung gigi,

    hubungan rahang, anomali gigi)

    Relasi rahang atas rahang bawah (median linenya normal

    atau bergeser, relasi posterior, pada anterior diukur overbite

    dan overjet). Overbite adalah jarak vertikal antara ujung gigi

    incisivus sentral atas dan bawah pada keadaan oklusi.

    Hubungan overbite yang ideal adalah incisivus bawah

    berkontak dengan sepertiga permukaan palatal dari incisivus

    atas dengan jarak 2 4 mm. overjet adalah jarak horizontal

    Maloklusi | 15

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    16/28

    antara edge insisial gigi incisivus sentral rahang atas dengan

    permukaan labial incisivus sentral rahang bawah pada keadaan

    oklusi. Hubungan overjet yang ideal adalah incisivus atas

    terletak di depan incisivus bawah dengan jarak 2 4 mm.

    2. Pemeriksaan laboratoris

    Studi model (gambaran rahang atas dan rahang bawah,

    pengukuran-pengukuran terhadap gigi dan ukuran tulang).

    Pemeriksaan foto

    Foto panoramik biasa digunakan pada praktek ortodontik untuk

    mendapatkan informasi mengenai angulasi gigi, periode

    maturasi, dan keadaan jaringan periodontal. Foto panoramik

    juga sangat dibutuhkan untuk mendeteksi adanya agenese,

    impaksi kaninus ataupun molar ketiga, abnormalitas akar, serta

    keadaan tulang sekitar.

    Pemeriksaan sefalometri dapat memberikan informasi tentang

    pertumbuhan dan perkembangan tuang kepala, analisis kasus

    dan menegakkan diagnosis (adanya kelainan skeletal),

    meramalkan perubahan akibat pertumbuhan dan atau

    perawatan.

    Analisis ruang diperlukan untuk membandingkan antara ruang yang tersedia

    dan ruang yang dibutuhkan untuk mengatur gigi sebagaimana mestinya.

    Analisis ruang yang digunakan pada periode gigi bercampur, berupa metode

    Moyers, metode Huckaba, dan metode Nance.

    Maloklusi | 16

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    17/28

    E. Diagnosis

    Di dapatkan kasus protrusi gigi anterior RA dan maloklusi Klas II divisi I.

    Protrusi adalah gerakan mendorong mandibula ke depan atau malposisi gigi dari

    satu rahang relatif terhadap rahang lain, dapat disebabkan faktor keturunan, bad

    habit seperti menghisap jari, mendorong lidah ke depan, kebiasaan menelan yang

    salah dan bernafas lewat mulut.

    Menurut Moyers (1988) pada penderita maloklusi kelas II divisi I biasanya

    ditandai dengan profil wajah yang konveks, overjet yang besar kadang disertai

    deepbite. Pada keadaan demikian, tekanan otot otot wajah dan lidah menjadi

    tidak normal, sehingga sering dijumpai sulkus mentolabial yang dalam atau

    disebut lip trap. Selain itu menurut Staley (2001), maloklusi kelas II divisi I

    digambarkan dengan maksila yang sempit, gigi insisivus atas yang terlihat lebih

    panjang dan protrusif, fungsi bibir yang tidak normal dan kadang dijumpai

    beberapa bentuk obstruksi nasal serta bernafas melalui mulut.

    F. Perawatan Maloklusi

    Menurut waktu perawatan dan tingkat maloklusi, perawatan dibagi menjadi 3,

    yaitu :

    1. Perawatan Preventif

    Perawatan prefentif adalah segala tindakan menghilangkan segala pengaruh

    yang dapat merubah jalannya perkembangan normal agar tidak terjadi

    malposisi gigi dan hubungan rahang yang abnormal. Misalnya, dalam periode

    prenatal anak yang berada dalam kandungan, asupan nutrisi ibu harus baik.

    Sedangkan pada saat periode post natal harus dijaga kebersihan mulutnya

    Maloklusi | 17

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    18/28

    (pemilihan dot yang tepat, anak diajari menyikat gigi yang benar) serta dijaga

    dari kebiasaan buruk, misalnya menghisap ibu jari.

    2. Perawatan Interseptif

    Perawatan interseptif adalah perawatan ortodontik pada maloklusi yang telah

    mulai tampak, untuk mencegah agar maloklusi yang ada tidak berkembang

    menjadi parah.

    Macam-macam perawatan interseptif :

    Aktivator

    Aktivator adalah plat fungsional yang digunakan

    pada masa pertumbuhan untuk mengkoreksi

    maloklusi kelas II yang disebabkan oleh defisiensi

    mandibula. Perawatan : 2-3 tahun pre pubertal

    Head Gear

    Head gear adalah perawatan ekstra oral

    pada masa pertumbuhan yang digunakan

    untuk mengkoreksi maloklusi skeletal

    dengan pertumbuhan maksilla vertikal

    dan horizontal secara berlebihan. Pada

    perawatan head gear dibutuhkan

    hambatan pertumbuhan maksilla namun

    mandibula juga tetap berkembang. Pemakaiannya 12-16 jam per hari.

    Rapid Palatal Ekspansion

    Maloklusi | 18

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    19/28

    Rapid palatal ekspansion diindikasikan pada kuba palatum sempit.

    Alat ini menghasilkan ekspansi 10mm meliputi 8mm pembukaan

    sutura dan 2 mm pergerakan gigi dengan 0,5-1mm per hari. Retensi

    selama 3-4 bulan.

    Face Mask

    Diindikasikan untuk mengstimulasi pertumbuhan sutura kedepan.

    Chin Cup

    Merupakan perawatan ekstra

    oral yang bertujuan agar

    dagu bisa berotasi ke bawah

    dan ke belakang, gigi erupsi

    dan terjadi pemanjangan

    wajah serta penonjolan dagu

    berkurang. Perawatan ini diindikasikan pada kasus mandibula

    berlebihan.

    Maloklusi | 19

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    20/28

    Space Maintainer

    Space maintainer adalah alat cekat atau lepas yang dirancang untuk

    mempertahankan ruang yang ada dalam legkung rahang. Indikasinya

    adalah bila kekuatan gerak gigi tidak seimbang dan analisis ruang

    menunjukkan adanya kemungkinan kekurangan ruang untuk gigi

    pengganti yang akan erupsi.

    Space Regainer

    Indikasi space regainer adalah apabila untuk mendapatkan kembalitempat sekitar 3 mm atau kurang. Space regainer ada yang cekat dan

    lepasan.

    Serial Ekstraksi

    Diindikasikan pada kasus diskrepansi lengkung 4 mm. Tujuan serial

    ekstraksi adalah mendorong terjadinya erupsi dini gigi premolar

    pertama, kemudian dilakukan pencabutan untuk menyediakan ruang

    erupsi bagi gigi caninus permanen. Serial ekstraksi tidak diindikasikan

    pada kasus pada kelas I maloklusi dengan crowded ringan, terdapat

    skeletal discrepancy, terdapat deep overbite, adanya agenesis gigi.

    3. Perawatan Kuratif dilakukan untuk mengoreksi maloklusi atau malposisi yang

    ada dan mengembalikan kepada posisi, oklusi, dan lengkung ideal

    Berikut beberapa perawatan yang dapat dilakukan pada kasus maloklusi kelas II

    divisi 1 antara lain:

    a. Removeable appliance

    Maloklusi | 20

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    21/28

    Oral Screen

    Oral screen merupakan salah satu alat efektif yang paling mudah

    digunakan untuk mengkoreksi protrusi gigi anterior rahang atas. Alat ini

    diistilahkan sebagai physiologic

    appliance karena alat ini tidak

    menyebabkan pergerakan gigi

    dengan bantuan kawat, tetapi

    menghasilkan gaya yang

    menahan gigi anterior rahang atas

    dengan cara menekan

    perioralmusculature.

    Twin Block

    Alat ini diindikasikan untuk

    perawatan maloklusi Kelas II

    Divisi I yang disebabkan oleh

    mandibula retrognasi dan

    maksila normal. Saat twin block

    dipasang di dalam mulut, pasien

    Maloklusi | 21

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    22/28

    dapat berbicara dan makan secara normal karena alat ini tidak banyak

    membatasi gerakan lidah, bibir dan mandibula, sama halnya dengan

    pasien yang memakai gigi tiruan

    Alat Frankel

    Frankel merupakan alat yang efektif untuk mengoreksi maloklusikelas II divisi 1. Berdasarkan kasus maloklus yang dirawat, Frankel

    membagi alat dalam beberapa jenis. Untuk perawatan maloklusi kelas II

    divisi 1 digunakan alatFrankeltipe I (Fr I). Alat Frankel tipe diberi nama

    singkatan dengan FR 1 yang dapat digunakan untuk merawat kelas II

    divisi 1 dengan overjetlebih kecil dari 5 mm sampai lebih dari 7mm.

    Pre-Orthodontic Trainer

    Pre-Orthodontic Trainer merupakan alat miofungsional yang dirancang

    oleh Dr Chris Farrell. Alat tersebut metrupakan alat yang siap pakai, tidak

    perlu dicetak maupun dibentuk sehingga tidak perlu dikerjakan di

    laboratorium. Alat ini beberbentuk seperti parabolik menyerupai lengkung

    Maloklusi | 22

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    23/28

    rahang atas dan rahang bawah yang alami yaitu sempit di bagian anterior

    dan lebar di bagian posterior. Pre-Orthodontic Trainertersedia dalam satu

    ukuran yang universal sehingga sesuai untuk semua rahang anak-anak

    yang besar maupun yang kecil.

    Pre-Orthodontic Trainer merupakan alat yang diciptakan khusus

    untuk merawat anak-anak pada periode gigi bercampur yaitu pada usia 6-

    10 tahun, saat gigi tetap mulai bererupsi dan anak masih dalam

    pertumbuhan. Pada periode gigi bercampur, alat ini dapat digunakan

    sebagai perawatan dini untuk mengurangi maloklusi, dengan menjadi

    pemandu dari gig geligi. Pre-Orthodontic Trainer bertujuan untuk

    menghilangkan buruk myofungsional seperti kebiasaan bernapas dengan

    mulut, menghisap jari, dan menjulurkan lidah yang merupakan salah satu

    penyebab utama terjadinya maloklusi kelas II divisi 1.

    Indikasi penggunaan alat ini tidak hanya pada anak-anak dengan kasus

    maloklusi kelas II divisi 1 tetapi juga dapat digunakn pada anak-anak

    dengan kasus seperti crowding gigi anaterior rahang bawah, maloklusi

    klas II divisi 2 dengan deep bite, maloklusi kelas II dengan open bite, dan

    maloklusi kelas III ringan. Kontraindikasi alat ini adalah pada pasien

    dengan cross bite gigi posterior maloklusi kelas III yang parah, dan

    pasien dengan obstruksi pernapasan yang sempurna serta dengan anak-

    anak yang tidak mempunyai motivasi untuk memakai alat ini.

    b. Fixed Appliance

    MARA (Mandibular Anterior Repositioning Appliance)

    Adalah ortodonti cekat yang

    menyalurkan tekanan ke gigi yang

    digunakan untuk perawatan maloklusi

    Maloklusi | 23

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    24/28

    kelas II divisi 1 dengan memajukan mandibula ke depan sehingga tercapai

    oklusi kelas 1. Perawatan dengan MARA diindikasikan untuk maloklusi kelas

    II divisi 1 yang disebabkan oleh retrusi mandibula dan maksila normal.

    Alat forsus

    Merupakan alat ortodonti cekat

    fungsional berbentuk spring dan

    dipasang melekat pada molar

    maksilla dan lengkung mandibula.

    Pada awal pemakaian, tekanan yang

    dihasilkan alat ini menyebabkan rasa

    tidak nyaman pada pasien. Indikasinya adalah maloklusi kelas II, maloklusi

    kelas II dengan deepbite, kasus non ekstraksi, agenesis premolar dua atau

    mikrodonsia, diastema, posisi mesialisasi lengkung rahang. Sedangkan

    kontraindikasinya adalah pasien yang alergi terhadap bahan latex.

    Rapid palatal ekspansion

    Quad helix

    Diindikasikan untuk mengekspansi rahang atas. Alat ini dapat digunakan

    untuk ekspansi rahang dalam arah anteroposterior. Penyangga dapat

    diletakkan pada gigi molar rahang atas.

    Perawatan yang mungkin dilakukan untuk indikasi untuk kasus pada skenario adalah:

    Terapi awal untuk maloklusi kelas II divisi 1 dapat dilakukan dengan

    menggunakan oral screen pada anak. Alat ini berfungsi paling baik apabila

    digunakan setiap malam selama 12-14 jam. Anak-anak harus diberi homewear

    chart untuk mengingatkan mereka menggunakan alat ini. Menggunakan oral

    screen akan menyebabkan rasa sakit pada gigi anterior pada beberapa hari

    Maloklusi | 24

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    25/28

    pertama, tapi rasa sakit itu menghilang apabila alatnya dipakai setiap malam

    seperti yang dianjurkan

    Tahap kedua pembuatan alat fungsional twin block untuk koreksi posisi

    condylus. Perawatan dengan twin block memiliki efek terhadap skeletal dan

    dental. Perubahan skeletal dapat ditunjukkan dengan berubahnya panjang

    korpus mandibula. Saat twin block terpasang di dalam mulut, Pasien tidak

    dapat beroklusi dengan nyaman pada posisi distal sebelumnya, sehingga

    mandibula akan berusaha mengadaptasikan gigitan ke depan. Twin block

    dikembangkan untuk memperoleh satu cara yang dapat mengarahkan

    mandibula ke bawah dan ke depan sehingga respon pertumbuhan fungsional

    menyebabkan mandibula berkembang lebih maksimal

    Tahap ketiga yaitu pembuatan alat ortodonsi cekat.

    G. Dampak Maloklusi

    Dampak yang bisa ditimbulkan oleh maloklusi adalah terganggunya faktor

    estetik, fungsi, maupun bicara. Sebagian besar maloklusi disebabkan karena

    faktor keturunan misalnya : gigi berjejal, diastema, kekurangan atau kelebihan

    jumlah gigi, dan macam-macam ketidakteraturan lainnya pada wajah dan rahang.

    Gangguan-gangguan yang disebabkan karena masalah dalam mulut bisa

    mempengaruhi aktivitas keseharian seperti penurunan jumlah tidur, waktu

    senggang yang terbuang, gangguan asupan makanan, dan gangguan psikologis

    yang berhubungan dengan penurunan kepercayaan diri, serta hilangnya waktu

    kerja dan sekolah.

    Maloklusi | 25

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    26/28

    Maloklusi | 26

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    27/28

    BAB III

    KESIMPULAN

    a. Maloklusi merupakan kondisi yang menyimpang dari tumbuh kembang yang

    dapat mempengaruhi self cleansing, kesehatan jaringan lunak, pertumbuhan

    rahang, bicara, dan penampilan.

    b. Secara garis besar, klasifikasi maloklusi terdiri atas klasifikasi skeletal dan

    klasifikasi dentoalveolar. Masing-masing klasifikasi memiliki tiga kelas, namun

    pada klasifikasi dentoalveolar menurut Angle terbagi menjadi beberapa divisi.

    c. Etiologi maloklusi dibedakan menjadi faktor herediter dan faktor lokal. Faktor

    herediter meliputi disproporsi ukuran gigi dan rahang serta disproporsi ukuran,

    posisi, dan bentuk rahang. Sedangkan faktor lokal meliputi kebiasaan buruk,

    prematur loss, persistensi gigi desidui, trauma, dan faktor iatrogenik.

    d. Salah satu kebiasaan buruk adalah bernapas melalui mulut yang menjadi

    penyebab terjadinya maloklusi yang biasa ditandai dengan mandibula retrognati,

    wajah memanjang, palatum dalam, gigi insisivus yang lebih ke depan, dan mulut

    terbuka.

    e. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan

    objektif. Pemeriksaan subjektif meliputi anamnesis dari penderita, sedangkan

    pemeriksaan objektif terdiri atas pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratoris.

    f. Perawatan maloklusi terdiri atas perawatan preventif, perawatan interseptif, dan

    perawatan kuratif.

    Maloklusi | 27

  • 7/22/2019 Makalah Modul II Maloklusi

    28/28

    DAFTAR PUSTAKA

    Achmad Harun, Handayani Hendrastuti, Fery Fajriani. 2012. Buku Ajar Maloklusi

    pada Anak, Etiologi, dan Penanganannya. Makassar: Bimer

    Achmad Harun, Runkat Jakobus. 2008. Koreksi Protrusif dengan Oral Screen pada

    Anak sebagai Tahap Terapi Awal Maloklusi Kelas II Divisi 1. Medan: Dentika

    Dental Jurnal

    Bakar Abu.Kedokteran Gigi Klinis Edisi 2. Yogyakarta: Quantum

    Kusuma ARP. Bernafas Lewat Mulut Sebagai Faktor Ekstrinsik Etiologi Maloklusi.

    Fakultas Kedokteran Gigi Islam Sultan Agung

    Mudjari Imam, Susilowati. Dampak Maloklusi Terhadap Kualitas Hidup. Jurnal

    Ilmiah dan Teknologi Kedokteran Gigi FKG UPDM

    Rahardjo Pambudi.Diagnosis Ortodontik. Surabaya: Airlangga University Press

    Rahardjo Pambudi. 2009. Ortodonti Dasar. Surabaya: Airlangga University Press

    Ruslan Karin, Zen Yuniar. 2006. Efek Alat Pre-Orthodonti Trainer pada Perawatan

    Dini Maloklusi Kelas II Divisi 1. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi

    Sulandjari Heryumani. 2008.Buku Ajar Ortodonsia I KGO I. Yogyakarta: Fakultas

    Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada