Laporan Sken Indeks Maloklusi

68
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih kurang pendapat perhatian bagi sebagian besar masyarakatnya. Hal ini tercermin dari masih tingginya angka prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut. Masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih tinggi angka kejadiannya di Indonesia adalah karies, penyakit periodontal dan maloklusi. Maloklusi adalah suatu keadaan oklusi yang abnormal. Maloklusi bukan merupakan suatu penyakit melainkan suatu keadaan abnormal. Berbeda halnya dengan karies dan penyakit periodontal yang memberikan keluhan rasa sakit, maloklusi tidak memberikan keluhan sakit. Hal ini menyebabkan maloklusi terkadang diabaikan oleh sebagian penderitanya. Maloklusi juga diabaikan karena bagi sebagian orang hal tersebut tidak perlu dirawat. Maloklusi dianggap sebagai variasi normal, selain itu juga perawatannya yang bagi sebagian orang tak terjangkau. Oleh karena itu suatu penilaian keadaan maloklusi akan keterkaitannya dengan kebutuhan perawatan sangat diperlukan, yaitu dengan 1

description

Laporan Sken Indeks Maloklusi

Transcript of Laporan Sken Indeks Maloklusi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih kurang pendapat perhatian

bagi sebagian besar masyarakatnya. Hal ini tercermin dari masih tingginya angka

prevalensi masalah kesehatan gigi dan mulut. Masalah kesehatan gigi dan mulut

yang masih tinggi angka kejadiannya di Indonesia adalah karies, penyakit

periodontal dan maloklusi.

Maloklusi adalah suatu keadaan oklusi yang abnormal. Maloklusi bukan

merupakan suatu penyakit melainkan suatu keadaan abnormal. Berbeda halnya

dengan karies dan penyakit periodontal yang memberikan keluhan rasa sakit,

maloklusi tidak memberikan keluhan sakit. Hal ini menyebabkan maloklusi

terkadang diabaikan oleh sebagian penderitanya. Maloklusi juga diabaikan karena

bagi sebagian orang hal tersebut tidak perlu dirawat. Maloklusi dianggap sebagai

variasi normal, selain itu juga perawatannya yang bagi sebagian orang tak

terjangkau. Oleh karena itu suatu penilaian keadaan maloklusi akan

keterkaitannya dengan kebutuhan perawatan sangat diperlukan, yaitu dengan

dikembangkannya indeks-indeks maloklusi oleh beberapa ahli orthodontist.

Indeks maloklusi yang dikembangkan tidak hanya untuk menilai

kebutuhan akan perawatan, tetapi dapat menilai prevalensi dan evaluasi perawatan

orthodontik yang dilakukan. Untuk itu mempelajari indeks maloklusi sangatlah

penting ,yang mencakup jenis-jenisnya, syarat indeks yang baik, tujuan dan

manfaat indeks maloklusi, mengingat fungsinya dalam memantau kejadian

maloklusi di masyarakat.

1

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana prevalensi maloklusi di bidang kedokteran gigi?

2. Apa saja syarat-syarat indeks maloklusi yang baik?

3. Apa saja macam-macam indeks maloklusi?

4. Bagaimana kriteria dalam pemakaian indeks maloklusi?

1.3 Tujuan

1. Mampu memahami prevalensi maloklusi di bidang kedokteran gigi.

2. Mampu memahami syarat-syarat indeks maloklusi yang baik.

3. Mampu memahami macam-macam indeks maloklusi.

4. Mampu memahami kriteria dalam pemakaian indeks maloklusi.

1.4 Mapping

2

Kasus Maloklusi

Penelitian

Indeks MaloklusiSyarat-syarat

Kebutuhan Perawatan

Prevalensi Maloklusi

Macam-macam

Keberhasilan Perawatan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Maloklusi

Maloklusi adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar

namun dapat diterima sebagai bentuk yang normal. Terdapat berbagai faktor yang

mempengaruhi maloklusi antara lain adalah keturunan, lingkungan, pertumbuhan

dan perkembangan, fungsional dan patologi (Wheeler, 2002). Ukuran bentuk gigi

serta rahang sangat bervariasi pada setiap manusia. Pengukuran antropologi

rahang serta ukuran gigi dari berbagai populasi adalah bervariasi pada setiap ras.

Informasi ini sangat penting dalam membantu menegakkan diagnosis serta

perawatan terhadap maloklusi tersebut (Proffit & Henry, 2000).

Disebabkan meningkatnya keperluan terhadap kepentingan estetika dan

penampilan dental, banyak orang yang termotivasi untuk mendapatkan perawatan

ortodonti. Hal ini mendasari kebutuhan organisasi public health dan pakar

epidemiologi untuk menciptakan suatu alat epidemiologi untuk menstratakan

estetik dari segi dental dan tahapan kebutuhan perawatan ortodontik dalam skala

nominal yang dapat diterima lingkungan sosial (Bernabe, 2006).

Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal gigi

terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada lengkung

rahang lawannya. Maloklusi merupakan keadaan yang tidak menguntungkan dan

meliputi ketidakteraturan lokal dari gigi geligi seperti gigi berjejal, protrusif,

malposisi atau hubungan yang tidak harmonis dengan gigi lawannya (Zenab,

2010).

Maloklusi adalah Keadaan gigi yang tidak harmonis secara estetik

mempengaruhi penampilan seseorang dan mengganggu keseimbangan fungsi

baik fungsi pengunyahan maupun bicara. Maloklusi umumnya bukan merupakan

proses patologis tetapi proses penyimpangan dari perkembangan normal (Proffit

& Fields, 2007).

3

Maloklusi adalah akibat dari malrealasi antara pertumbuhan dan posisi

serta ukuran gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I,II

dan III), atau sebagai relasi normal, pranormal, dan pasca normal. Maloklusi juga

bisa dibagi menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang

berkembang dan maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat

tanggalnya gigi dan pergeraka gigi tetangga (Thomson, 2007).

2.2 Penyebab Maloklusi

Maloklusi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, ada beberapa

faktor berbeda yang merupakan penyebabnya yaitu, genetik dan lingkungan.

Menurut Proffit (1998) secara umum maloklusi disebabkan karena 2 faktor yaitu :

a) Faktor keadaan diluar gigi itu sendiri (ekstrinsik factor ) :

Herediter

Kelainan kongenital

Perkembangan dan pertumbuhan yang salah pada waktu prenatal dan

postnatal

Penyakit–penyakit sistemik yang menyebabkan adanya kecenderungan

kearah maloklusi seperti : ketidakseimbangan kelenjar endokrin,

gangguan metabolisme, penyakit-penyakit infeksi, malnutrisi.

Kebiasaan jelek, sikap tubuh yang salah dan trauma.

b) Faktor–faktor pada gigi (intrinsik / lokal factor) :

Anomali jumlah gigi, terdiri dari adanya gigi berlebih (dens

supernumerary teeth) dan tidak adanya gigi (anondontia).

Anomali ukuran gigi.

Anomali bentuk gigi.

Frenulum labii yang tidak normal.

Kehilangan dini gigi desidui.

Persistensi gigi desidui.

Terlambatnya erupsi gigi permanen.

Jalan erupsi yang abnormal.

Ankilosis.

4

Karies gigi.

Restorasi yang tidak baik.

2.3 Akibat Maloklusi

Menurut Daniel (2000), maloklusi dapat menyebabkan beberapa gangguan

pada penderitanya yaitu :

a) Masalah psikososial yang disebabkan karena gangguan estetis wajah.

b) Masalah dengan fungsi rongga mulut termasuk kesulitan dalam

menggerakkan rahang (gangguan otot dan nyeri), gangguan sendi

temporomandibular, gangguan pengunyahan, menelan dan berbicara.

c) Kemungkinan mendapatkan trauma yang lebih mudah, masalah

penyakit periodontal atau kehilangan gigi.

Dibiase (2001) menyatakan beberapa kasus maloklusi pada anak remaja

sangat berpengaruh terhadap psikolgis dan perkembangan sosial, yang disebabkan

karena penindasan (bullying) yang berupa ejekan dan hinaan dari teman

sekolahnya. Pengalaman psikis yang tidak menguntungkan dapat sangat

menyakitkan hati sehingga remaja korban penindasan tersebut akan menjadi

sangat depresi.

3.1 Definisi Indeks Maloklusi

Maloklusi menggambarkan sebuah spektrum penyimpangan dari keadaan

normal atau ideal menjadi beberapa anomali. Dokter, pasien dan keluarga pasien

dapat memiliki perbedaan pandangan tentang apa yang harus dirawat dan apa

yang dapat diterima sebagai suatu variasi yang sederhana dan tidak berbahaya.

Klasifikasi maloklusi, misalnya klasifikasi Angle berguna untuk

mengelompokan suatu maloklusi sehingga memudahkan seseorang untuk

mengingat gambaran maloklusi tersebut. Meskipun demikian klasifikasi maloklusi

masih mempunyai kekurangan. Kekurangan klasifikasi maloklusi adalah

keparahan suatu maloklusi tidak dapat diketahui meskipun terletak dalam satu

kelas, ataupun seandainya digunakan untuk menilai keparahan maloklusi sifatnya

5

subyektif. Suatu upaya dilakukan untuk mengurangi derajat subyektivitas

penilaian suatu maloklusi dengan menggunakan indeks maloklusi.

Indeks adalah sebuah angka atau sebuah bilangan yang digunakan sebagai

indikator untuk menerangkan suatu keadaan tertentu atau sebuah rasio

proporsional yang dapat disimpulkan dari sederetan pengamatan yang terus-

menerus. Indeks maloklusi merupakan suatu angka atau bilangan yang

menerangkan suatu keadaan maloklusi.

Indeks maloklusi yang diperlukan adalah penilaian kuantitatif dan objektif

yang dapat memberikan batasan adanya penyimpangan dari oklusi ideal yang

masih dianggap normal, dan dapat memisahkan kasus- kasus abnormal menurut

tingkat keparahan dan kebutuhan masyarakat (Dewi, 2008).

6

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Prevalensi Maloklusi

Cara yang paling mudah untuk mengetahui prevalensi maloklusi adalah

dengan memisahkan maloklusi menurut morfologi yang ada.

1. Prevalensi Maloklusi pada Anak-anak Pra-remaja

Semenjak ada beberapa bukti tentang validitas TPI dan kalsifikasi

Angel dalam meperkirakan masalah ortodontik yang berhuungan dengan

estetik muka, sebagian dari kebutuhan akan perawatan pada kelompok

anak-akan muda berdasarkan atas pertimbangan estetik atau kecantikan

yang dinilai menggunakan indeks.

Indeks yang utama untuk perawatan ortodontik pada masa gigi

geligi bercampuran adalah insisvus yang sangat berjejal yang memerlukan

perawatan dengan pencabutan gigi secara awal, dan kelainan jarak gigit

yang besar yang merupakan indikasi pemakian alat fungsional atau

headgear untuk mengkoreksi hubungan antar rahang.

Pengaruh estetik dari kelainan jarak gigit sudah terlihat pada pasien

anak-anak pra-remaja. Masalah-masalah gigi lain yang kemungkinan

memerlukan perawatan dalam kelompok umur ini adalah tumpang gigit

yang sangat dalam atau gigitan palatal yang menyebabkan trauma pada

jaringan gingiva di belakang gigi anterior atas, dan gigitan anterior dan

posterior.

2. Prevalensi Maloklusi pada Anak-anak Remaja

Persentase yang tinggi dari anak-anak yang memiliki maoklusi

yang nyata, makin meningkat pada masa remaja. Prevalensi maloklusi

yang tinggi pada remaja masihtinggi mulai dari tahun 1983 adalah 90%

sampai tahun 2006 adalah 89%. Prevalensi gigi berjejal meningkat

7

meskipun susunan gigi-gigi insisivus menjadi lebih baik, hal ini agaknya

Karena letak gigi caninus yang menyimpang sehingga memberi ruang

agak banyak bagi gigi-gigi insisivus. Kelainan kelas 2 cendrung lebih

parah serta lebih mencolok, pada kelas III lebih jelas kelihatan pada

remaja. Hampir 70-75% remaja dipastikan memiliki maloklusi dalam

beberapa tingkat keparahan.

Perilaku kesehatan gigi pada remaja khususnya tentang maloklusi

masih belum cukup baik dan pelayanan kesehatan gigi belum optimal.

Akibat yang ditimbulkan maloklusi bukan hanya mengganggu rasa sakit

fisik saja bahkan perkembangan psikologis dan sosial yang secara

keseluruhannya mengganggu terhadap kualitas hidup remaja.

3. Prevalensi Maloklusi pada Orang Dewasa

Maloklusi itu sendiri bukan satu-satunya alasan untuk perawatan

ortodontik pada orang dewasa, hal ini mungkin dibutuhkan sehubungan

dengan perawatan periodontal atau penambalan gigi dari pasein-pasien

yang mempunyai kerusakan jaringan peridontal dan/atau gigi-gigi yang

tanggal yang memerlukan gigi palsu. Meskipun perawatan orthodotik

deperlukan oleh sejumlah besar pasien orang dewasa, tetapi tidak ada data

tentang komponen kebutuhan bagi orang dewasa.

3.2 Syarat-syarat Indeks Maloklusi

Syarat indeks menurut Jamison H.D dan Mc Millan R.S :

a. Indeks sebaiknya sederhana, akurat, dapat dipercaya dan dapat ditiru

(dapat diulang.)

b. Indeks harus objektif dalam pengukuran dan menghasilkan data kuantitatif

sehingga dapat dianalisi dengan metode statistik tertentu (pada saat itu)

c. Indeks harus di design untuk membedakan maloklusi yang merugikan dan

tidak merugikan (yang memerlukan perawatan dan yang tidak

memerlukan)

8

d. Pemeriksaan yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan cepat oleh

pemeriksa walaupun tanpa instruksi khusus dalam diagnosis ortodonti

(Dapat dilakukan untuk menilai maloklusi dengan cepat, meskipun oleh

petugas yang tidak diberi instruksi khusus mengenai diagnosis orthodonti)

e. Indeks sebaiknya dapat dimodifikasi untuk sekelompok data epidemiologi

tentang maloklusi dari segi prevalensi, insiden dan keparahan, contohnya

frekuensi malposisi dari masing- masing gigi (Dapat memodifikasi untuk

koneksi data epidemiologi maloklusi yang berbeda dengan prevalensi,

insidensi dan keparahan maloklusi seperti frekuensi malposisi gigi

individual)

f. Indeks sebaiknya dapat digunakan pada pasien atau model studi

g. Indeks sebaiknya mengukur derajat keparahan malklusi tanpa

mengelompokkan atau mengklasifikasikan maloklusi. (Agusni, 1998)

Menurut WHO (1996) syarat utama sebuah indeks maloklusi ialah:

1. Dapat dipercaya (reliable) artinya bila orang lain menggunakan indeks

tersebut akan mendapatkan hasil yang sama.

2. Sahih (valid) artinya indeks tersebut harus merupakan alat ukur yang

sesuai dengan apa yang akan diukur.

3. Valid sepanjang waktu (validity during time) artinya indeks tersebut

mempertimbangkan perkembangan normal dari oklusi.

Syarat suatu indeks maloklusi adalah sebagai berikut:

1. Valid artinya indeks harus dapat mengukur apa yang akan diukur

2. Dapat dipercaya (reliable) artinya indeks dapat mengukur secara konsisten

pada saat yang berbeda dan dalam kondisi yang bermacam-macam, serta

pengguna yang berbeda-beda. Kadang-kadang ada yang menyebut reliable

sebagai reproducible

3. Mudah digunakan

9

4. Diterima oleh kelompok pengguna indeks (Rahardjo, 2009).

3.3 Macam-macam Indeks Maloklusi

1. Occlusal Feature Index (OFI)

Indeks ini telah dikembangkan oleh “National Institute Of Dental

Research” pada tahun 1957 dan telah diterapkan dan dievaluasi oleh

Paulton dan Aaronson (1960) dalam penelitiannya. Ciri-ciri maloklusi

yang dinilai dengan metode ini ialah letak gigi berjejal, kelainan

interdigitasi tonjol gigi posterior, tumpang gigit, jarak gigit. Kriteria

penilaian denngan member skor sebagai berikut :

OFI (1) gigi berjejal depan bawah :

0 = susunan letak gigi rapi

1 = letak gigi berjejal sama dengan setengan lebar gigi insisivus

satu kanan bawah

2 = letak gigi berjejal sama dengan lebar gigi insisivus satu kanan

bawah

3 = letak gigi berjejal lebih besar dari lebar gigi insisivus satu

kanan bawah

OFI (2) interdigitasi tonjol gigi dilihat pada region gigi premolar

dan molar sebelah kanan dari arah bukal dalam keadaan oklusi.

0 = hubungan tonjol lawan lekuk

1 = hubungan antara tonjol dan lekuk

2 = hubungan antara tonjol lawan tonjol

OFI (3) tumpang gigit, ukuran panjang bagian insisal gigi insisivus

bawah yang tertutup gigi insisivus atas pada keadaan oklusi

0 = sepertiga bagian insisal gigi insisiv bawah

1 = duapertiga bagian insisal gigi insisivus bawah

2 = sepertiga bagian gingival gigi insisivus bawah

OFI (4) jarak gigit, jarak dari tepi labio insisal gigi insisivus atas ke

permukaan labial gigi insisivus bawah pada keadaan oklusi.

0 = 0 – 1,5mm

10

1 = 1,5 – 3mm

2 = 3mm atau lebih

Skor total didapatkan dengan menjumlahkan skor keempat macam

ciri utama maloklusi tersebut diatas. Skor OFI setiap individu berkisar

antara 0 – 9 (OFI (1)) = 3, OFI (2,3 dan 4) masing masing= 2)

Penilaian dapat dilakukan pada model gigi atau langsung dalam

mulut. Waktu yang diperlukan untuk menilai hanya kurang lebih 1-11/2

menit bagi setiap individu.

Keuntungan metode ini adalah sederhana dan obyektif serta tidak

memerlukan peralatan diagnostic yang rumit seperti model gnalthostik.

Dan alat sefalometri. Selain itu apabila peneliti hanya memerlukan waktu

penilaian yang singkat.

Kerugiannya adalah dalam menilai interdigitasi tonjol hanya

memeriksa hubungan gigi posterior atas dan bawah sebelah kanan saja\,

sebelah kiri tidak dinilai. Selain itu penilaian gigi berjejal depan bawah

memerlukan latihan terlebih dahulu karena untuk menentukan besanya

skor membutuhkan waktu untuk mengukur lebar mesio distal gigi gigi

anterior bawah dan mengukur panjang lengkung gigi depan bawah.

Paulton adan aronson (1960) telah mengevaaluasi metode ini dan

dari hasil penelitiannya terbukti bahwa penilaian keparahan maloklusi oleh

ahli ortodontio secara subyektif dan penilaian oleh dokter ahli kesehatan

masyarakat memakai OFI hasilnya mendekati (hampir sama). Kriteria

penilaian maloklusi oleh ahli ortodonti sebagai berikut, skornya sebagai

berikut :

0 – 1 = maloklusi ringan sekali (slight) tidak memerlukan

perawatan ortodonti

1 – 3 = maloklusi ringan (mild) ada sedikit variasi dari oklusi

ideal yang tidak perlu dirawat.

4 – 5 = maloklusi sedang (moderate) indikasi perawatan

ortodonti

11

6 – 9 = maloklusi berat/parah (severe) sangat memerlukan

perawatan ortodonti

Penilaian ini yang berdasarkan atas perlunya perawatan tidak dapat

diterapkan pada populasi yang lebih besar, tetapi meskipun demikian

ternyata erat hubungannya dengan skor OFI.

2. Malalignment Index (Mal I)

Index ini diajukan oleh Van Kirk dan Pennell pada tahun 1959.

Ciri-ciri maloklusi yang dinilai ialah letak gigi yang tidak teratur

(Malalignment teeth). Kriteria penilaian dengan member skor sebagai

berikut:

Skor 0 = Ideal alignment = letak gigi teratur dalam deretan normal

Skor 1 = Minor alignment = letak gigi tak teratur ringan

Terdiri dari 2 tipe, yaitu:

1. rotasi <45°

2. penyimpangan (displacement) <1.5 mm

Skor 2 = Major malalignment = letak gigi tak teratur berat

Ini ada 2 tipe yaitu: 1. rotasi ≥45°

2. penyimpangan ≥1,5mm

Pada metode penilaian ini gigi geligi dibagi menjadi 6 segmen

yaitu: segmen depan atas, kanan atas, depan bawah, kanan bawah dan kiri

bawah. Skor tiap segmen didapat dengan menjumlahkan skor tiap gigi dan

skor Mal I tiap individu didapat dengan menjumlahkan skor tiap segmen.

Jadi untuk 32 gigi skor Mal I berkisar antara 0-64. Tetapi dalam praktek

hanya sedikit individu yang skornya 0 dan diatas 18.

Alat ukur yang dipakai adalah penggaris plastik kecil dengan

ukuran 1x4 inci, ujung penggaris miring 45°, dan diatas ujung yang lain

diberi tanda garis mendatar dan tegak pada jarak 1,5mm dari tepi

penggaris.

12

Penilaian dapat dilakukan di model gigi atau langsung di mulut.

Bagi yang sudah terlatih, penilaian maloklusi dengan Mal I hanya

memerlukan waktu 1 menit.

Metode ini sederhana, objektif dan praktis untuk program lapangan

sangat cocok. Indeks ini tidak hanya menilai kuantitas maloklusi tetapi

juga dapat untuk mengelompokkan tingkat keparahan maloklusi dalam

masyarakat.

Metode ini berbeda dengan pemeriksaan klinik secara rutin yang

dilakukan oleh seorang ahliu Orthodontia tau dokter gigi umum lainnya.

Metode penilaian tersebut tidak memerlukan kursi gigi dan alat

pemeriksaan gigi yang lain seperti gigi yang lain seperti sonde, pinset dan

lampu penerang. Cukup kaca mulut, alat penggaris plastic kecil dan

penerangan alam.

Van Kirk dan Pennell memilih penilaian maloklusi berdasarkan

ketidak teraturan letak gigi karena seringnya ciri maloklusi ini terjadi dan

cirri ini erat hubungannya dengan ciri-ciri maloklusi yang lain.

3. Handicapping Malocclusion Assesment Index (HMA Index)

Penilaian maloklusi pada metode ini dengan mengunakan HMAR

(Handicapping Maloklusin Assesment record) yaitu suatu lembar isian

yang dirancang oleh salzman dan digunakan untuk melenkapi cara

menentukan prioritas perawatan ortodonti menurut keparahan maloklusi

yang dapt dilihat paa besarnya skor yang tercatat pada lembar isian

tersebut.

Ciri-ciri maloklusi yang dicatat dan diskor sebagai berikut :

A. Kelainan gigi dalam satu rahang

1. Segmen Anterior

Untuk setiap gigi anterior rahang atas yang terlibat skornya 2, sedang

setiap gigi anterior rahang bawah skornya 1

13

a. Gigi absen : jumlah gigi yang dinilai absen ialah yang tidak

terdapat dalam rongga mulut. Jika tinggal akar juga termasik absen

b. Gigi berjejal : ialah gigi yang brjejal karena kurang tempat

sehingga untuk mengatur perlu menggeser gigi lain dalam rahang

c. Gigi rotasi : gigi yang letaknya terputar tetapi cukup tempat untuk

mengaturnya dala lengkung rahang.

d. Gigi renggang :

1. Renggang terbuka yaitu celah yang terdapat di antar gigi

sehingga terlihat papl interdental yang tampak, bukan giginya

2. Renggang tertutup ialah penuupan uang sebagian sehingga

tidak memungkinkangigi untuk erupsi penuh tanpa menggeser

gigi lainnyadalam lengng rahag yang sama. Yang diskor

giginya.

2. Semen posterior

Utuk setiap gigi yang teribat diskor 1

a. Gigi absen : jumlah gigi yang dinilai absen ialah yang tidak

terdapat dalam rongga mulut. Jika tinggal akar juga termasik

absen

b. Gigi berjejal : ialah gigi yang brjejal karena kurang tempat

sehingga untuk mengatur perlu menggeser gigi lain dalam rahang

c. Gigi rotasi : gigi yang letaknya terputar tetapi cukup tempat untuk

mengaturnya dala lengkung rahang.

d. Gigi renggang :

1. Renggang terbuka yaitu celah interproksimal yang

menampakkan papillae disebelah mesial dan distal disebuah

gigi. Yang diskor giginya bukan celahnya.

2. Renggang tertutup ialah penuupan uang sebagian sehingga

tidak memungkinkangigi untuk erupsi penuh tanpa menggeser

gigi lainnya dalam lengkung rahang yang sama. Yang diskor

giginya.

B. Kelainan hubungan gigi kedua rahang dalam keadaan oklusi

14

1. Segmen Anterior

Untuk setiap gigi rahang atas yang terlibat diberi skor 2

a. Jarak gigit : penilaian jarak gigit aialah bila gigi insisiv atas

labioversi sehingga gigi insisiv bawah pada waktu oklusi

mengenai mukosa palatum. Apabila gigi insisiv atas tidak

labioversi maka keadaan itu hanya diskor sebagai kelainan

tumpang gigit.

b. Tumpang gigit : penilaianan tumpang gigit ialah apabila pada

watu oklusi, gigi insisiv atas mengenai mukosa gingival insisiv

bawah, sedang gigi bawah tersebut mengenai mukosa palatum.

Jika gigi insisiv atas labioversi maka selain kelainan tumpang

gigit juga jarak gigit.

c. Gigitan silang : yaitu apabila gigi insisiv atas pada waktu oklusi

di sebelah lingual gigi insisiv bawah.

d. Gigitan terbuka : yaitu apabila pada waktu oklusi gigi depan atas

dan bawah tidak bertemu atau kontak. Gigitan terbuka dapat pula

disertai dengan adanya kelainan jarak gigitbila tepi insisal gigi

insisiv bawah pada waktu gigi posterior oklusi.

2. Segmen posterior

Untuk setiap gigi yang terlibat diskor 1

a. Kelaian anterio-posterior : yaitu kelainan klusi dimana pada

waktu oklusi, gigi kaninus, premolar pertama, dan premolar

kedua serta gigi molar pertama bawah berada disebelah distal atau

mesial gigi antagonisnya. Kelainan tersebut diskor bila terdapat

satu tonjolatau lebih dari gigi-gi molar, premolar dan kaninus

berokusi didaerah interproksimal lebih kemesial atau ke distaldari

posisi normal.

b. Gigitan silang : yaitu bila pada waktu oklusi terdapat gigi pada

segmen bukal yang posisinya lebih ke lingual atau bukal diluar

kontak oklusi terhadap gigi antagonisnya.

15

c. Gigitan terbuka : yaitu bila pada waktu oklusi terdapat celah

antara gigi posterior atas dan bawah. Hubungan tonjol lawan

tonjol tidak termasuk gigitan terbuka.

Setiap ciri maloklusi yang berupa kelainan dentofasial diberi skor 8.

Ciri-ciri tersebut adalah :

1. Celah bibir dan celah mulut

2. Bibir bawah terletak dipalatal insisiv atas

3. Gangguan oklusal

4. Ganguan fungsi rahang

5. Asimetri muka atau wajah

6. Gangguan bicara

Kelebihan HMA :

Kelebihan dari HMA ialah mempunyai taraf kepercayaan yang

tinggi dan peka terhadap semua tingkatan malolusi. Untuk penilaian

maloklusi tidak memerlukan alat khusus. Kalau dibandingankan dengan

indeks yang lain penilaian subyektif tidak begitu kritis kerana hanya

mencatat perbedaan “full cusp”. Kalau ada eror tidak serius sebab system

penilaianya hanya dibagian anterior dan lebih ke arah penilaian estetik.

Keuntungan lain ialah adanya penilaian renggang dan absen gigi posterior

yang dicatat, sedang pada lain-lain metode hal tersebut diabaikan.

Keuntungan yang terbesar ialah bahwa sekali metode tersebut dipelajari

dengan baik, tidak diperlukan catatan lain dan skor keparahan maloklusi

dapat dikalkulasi dengan cepat. Jadi cara penilaian maloklusi dengan

HMAR lebh menyerupai penilaian status kesehatan gigi dengan indek

DMF.

Kekurangan HMA:

Kerugian metode ini ialah memerlukan latihan untuk memberi

pelajaran kepada para petugas pelayanan kesehatan gigi agar memahami

bagaimana mengunakan HMAR tersebut. Tetapi sekali mereka

16

mempelajari dan memahami, kemunkinan membuat kesalahan tidak

sebanyak metode-metode yang lain dan setiap orang yang mempelajari

cara ini menjadi berpegalaman dalam melihat oklusi (Gray dan Arto

Demirgian, 1977).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan HMAR

untuk menilai maloklusi pada gigi geligi bercampur ialah:

a. Penilaian absen gigi molar kedua susu, bila tidak ada penyempitan

ruang sebaiknya tidak diberi skor.

b. Renggang antara gigi insisiv lateral dan gigi kaninus atau yang disertai

renggang antara gigi kaninus dan premolar tidak dinilai sebagai

renggang terbuka anterior.

c. Penilaian overbite termasuk bila seluruh mahkota gigi insisiv bawah

tertutup oleh gigi insisiv atas pada keadaan oklusi.

d. Bila posisi gigi premolar dan kaninus normal, tetapi belum erupsi

penuh, sebaiknya tidak dinilai sebagai gigitan terbuka posterior.

4. Occlusal Index (OI)

Indeks ini telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh

WHO, 3 persyaratan utama indeks maloklusi adalah dapat dipercaya

(reliable), sahih(valid) dan sahih sepanjang waktu (valid during time).

Indeks ini didapatkan dengan cara penilaian yang dilakukan dengan

mempertimbangkanatau memperhatikan perkembangan normal dari

maloklusi. Dapat digunakan pada masa gigi susu, gigi bercampur dan gigi

permanent. Selain itu OI mempunyai korelasi yang tinggi dengan standar

klinik. Tetapi karena rumitnya penilaian sehingga kurang praktis.

Cara memberi skor 9 pada cirri khas maloklusi untuk menentukan OI

sebagai cara berikut:

1. Umur gigi (dental age)

Dengan mengklasifikasikan oklusi berdasarkan tingkat perkembangan

oklusi, perbedaan umur kronologis, jenis kelamin dan urutan erupsi gigi

dapat diatasi.

17

a) Umur gigi 0 mulai pada waktu lahir dan berakhir dengan erupsinya

(mahkota klinis terlihat sebagian) gigi sulung. Jadi umur gigi ini

ditandai dengan erupsinya gigi sulung.

b) Umur gigi I ditandai dengan pekembangan gigi geligi sulung.

c) Umur gigi II ditandai dengan lengkapnya gigi sulung.

d) ditandai dengan tahap pertama dari gigi geligi bercampur, yang lebih

tepat disebut periode gigi geligi bercampur tahap awal (early mixed

dentition)

e) Umur gigi IV ditandai dengan periode tidur atau periode istirahat

(dormant period) yaitu saat tidak ada gigi permanent satupun yang

erupsi, disebut peride gigi geligi bercampur tahap pertengahan.

f) Umur gigi V ditandai dengan tahap terakhir dari gigi geligi bercampur

tahap akhir (late mixed dentition).

g) Umur gigi VI mulai, bila semua gigi kaninus permanent dan gigi

premolar dalam keadaan oklusi. Umur gigi ini ditandai dengan

lengkapnya gigi geligi permanent.

Sesuai dengan syarat sebuah indeks malklusi bahwa harus sahih

sepanjang waktu, maka indeks ini ternyata memperhatikan tahap-tahap

perkembangan gigi.

a. Umur gigi I dan II : tahap gigi geligi sulung

b. Umur gigi III, IV dan V : tahap gigi geligi bercampur

c. Umur gigi VI : tahap gigi geligi permanen

2. Hubungan molar atau relasi molar (molar relation)

Pemberian skor hubungan molar sebagai berikut :

a) Menentukan cut off point

b) Tidak ada klasifikasi ke dalam kelas menurut kelas I. II dan III

menurut Angle.

c) Relasi gigi molar sulung kedua (E) dan gigi molar permanen pertama

(6) pada kedua sisi rahang diperhatikan.

18

A. Gigi sulung

a. Mesial : tonjol mesio-bukal gigi E atas beroklusi dengan tonjol

disto bukal gigi E bawah

b. Distal: tonjol mesio bukal gigi E atas beroklusi dengan tonjol

mesio bukal gigi 6 bawah.

B. Gigi permanen

a. Mesial : tonjol mesio bukal gigi 6 atas beroklusi dengan tonjol

disto bukal gigi 6 bawah

b. Distal : tonjol mesio bukal gigi 6 atas beroklusi dengan tonjol

mesio bukal gigi 6 bawah

3. Tumpang gigit : tumpang gigit di skor sebagai jarak vertical dari tepi

insisal gigi insisivus sentral atas ke tepi insisal gigi insisivus sentral bawah

bila rahang dalam oklusi sentrik.

4. Jarak gigit : jarak gigit di skor sebagai jarak horizontal dari permukaan

labial gigi insisivus atas ke permukaan labial gigi insisivus sentral bawah

dalam millimeter.

5. Gigitan silang posterior

a. Dental cross bite (gigitan posterior tipe dental)

b. Functional cross bite (gigitan silang posterior tipe muscular)

c. skeletal cross bite atau osseous cross bite ( gigitan sialng tipe skeletal)

6. Gigitan terbuka posterior (posterior open bite) adalah tidak adanya kontak

occlusal anatara gigi posterior atas dan bawah pada oklusi sentrik.

7. Penyimpangan letak.

a. gigi geligi sulung dan permanen meliputi dua macam derajat

penyimpangan yaitu : penyimpanag sebesar 1,5-2,0 mm atau rotasi

sebesar 35-45 derajat diskor 1 dan penyimpangan sebesar lebih dari

2mm atau rotasi lebih dari 45 derajat diskor 2.

b. gigi geligi bercampur

penyimpangan letak gigi yang tidak disertai dengan kekurangan

tempat/ruang.

penyimpangan letak gigi disertai kekurangan tempat.

19

8. Hubungan garis tengah (midline relation)

Diastema : celah yang terdapat diantara kedua gigi insisivus sentral sulung

maupun permanen dalam keadaan oklusi.

9. Gigi permanen yang absen (missing permanen teeth)

Yang diberi skor hanya gigi insisivus atas yang absen dan tidak diganti

dengan gigi palsu.

Divisi I dan II (hubungan molar atau distal)

Syndrome A jarak gigit dan gigitan terbuka

Syndrome B Hubungan molar distal, tumpang gigit, gigitan silang

posterior, diastema sentral dan penyimpangan garis tengah

Syndrome C Gigi insisivus absen

Syndrome D Penyimpangan letak gigi berat hingga ringan

Syndrome E Gigitan terbuka posterior

Divisi III (hubungan molar mesial)

Syndrome E Hubungan molar mesial, tumpang gigit, gigitan silang

posterior, diastema sentral dan penyimpangan garis tengah

5. Metode Survei Dasar dari WHO

Karena banyak kesukaran-kesukaran yang dihadapi dalam

menentukan kelainan handicap, dan karena tidak adanya standar untuk

menilai anomali dentofasial yang bisa diterima, maka pada tahun 1971

WHO revision Committee memberikan rekomendasi, bahwa untuk survey

dasar hanya anomali dentofasial yang berat yang dikembangkan, yaitu :

a. Anomali yang menyebabkan cacat muka (facial disfigurement)

b. Anomali yang menyebabkan gangguan berat pada fungsi

pengunyahan atau pernafasan

Selain itu keadaan-keadaan yang dianggap sebagai penyebab

anomali juga dicatat, yaitu :

a. Mesio-oklusi yang berat

b. Disto-oklusi yang berat

c. Celah bibir atau celah langit-langit

20

d. Lain-lain anomali termasuk gigitan terbuka, tumpang gigit dalam,

gigi sangat berjejal dan sebagainya. Jika ini ada maka sebaiknya

dirinci secara lengkap.

Definisi sederhana dari ciri-ciri maloklusi di bawah ini

menjelaskan macam-macam keadaan yang dapat mempengaruhi anomali

dentofasial, tetapi hanya manifestasi yang berat yang dapat menyebabkan

terjadinya kelainan bentuk yang perlu dicatat sebagai anomali dentofasial.

Mesio-oklusi ialah bila gigi molar permanen pertama bawah dan

gigi kaninus permanen bawah beroklusi lebih kemesial daripada

kedudukannya dalam neutron-oklusi. Hal ini bisa unilateral atau bilateral.

Disto-oklusi ialah bila gigi molar permanen pertama bawah dan

gigi kaninus permanen bawah berada lebih ke distal dari posisinya dalam

neutron-oklusi. Ini juga bisa unilateral atau bilateral.

Penilaian pada gigi geligi susu dilakukan dengan mengamati

kedudukan gigi kaninus sulung dan gigi molar sulung kedua.

Cara melaporkan data sebagai berikut : persentase orang-orang

dengan anomali dentofasial dilaporkan menurut kelompok umur yaitu

kelompok umur 2-12 tahun dan kelompok umur 15-19 tahun. Distribusi

menurut besarnya penyebab yang mempengaruhi juga harus dilaporkan

untuk kelompok umur yang sama.

6. Metode Penilaian menurut FDI

Untuk mengukur atau menilai cirri-ciri maloklusi, pada tahun 1959

sebuah komisi yang menangani klasifkasi dan statistic kondisi mulut dari

FDI (FDI Commission on Classification and Statistic for Oral Conditions

= COCSTOC) telah mengusulkan “Method of measuring Occlusal Traits”

yang telah diterima secara resmi oleh FDI pada Mexico City tahun 1972.

Pengukuran menurut metode ini terbatas pada penilaian tertentu in situ

dari gigi-gigi itu sendiri, hubungan antara gigi-gigi dalam satu rahang

(intra-arch), dan hubungan gigi-gigi dalam kedua rahang (inter-arch).

21

Tidak ada penilaian umum tentang jaringan lunak (misalnya profil

jaringan lunak) sebab penilaian semacam itu sangat subjektif.

System pengukuran ini merupakan langkah peryama yang pasti ke

arah metode komprehensif untuk mendapatkan informasi kombinasi sifat-

sifat atau ciri-ciri yang mempengaruhi penampilan wajah seseorang. Jika

data yang diperoleh cukup, diharapkan dapat menentukan “cut-off point”

bagi sifat-sifat individu yang bias membedakan orang-orang yang

membutuhkan perawatan dan yang tidak.

7. Dental Aesthetics Index (DAI)

Dental Aesthetics Index (DAI), dikembangkan di Amerika Serikat

dan diintegrasikan ke dalam Studi Kolaborasi Internasional Oral Health

oleh Organisasi Kesehatan Dunia. DAI dapat membantu untuk

menentukan apakah pasien perlu untuk dirujuk ke dokter spesialis, hal ini

dapat mengurangi jumlah pasien yang melakukan konsultasi awal ke

dokter gigi atau ortodontis (Hamamci, et al., 2009).

DAI digunakan untuk mengevaluasi komponen estetika dan

anatomi maloklusi, tetapi DAI tidak memberikan informasi apapun

tentang bagaimana maloklusi mempengaruhi citra diri dan kualitas hidup

pasien dari segi fungsi kesejahteraan subjektif dan harian (Paula, 2009).

Dental Aesthetics Index (DAI), yang diadopsi oleh Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO), mengevaluasi 10 karakteristik oklusal, yaitu

overjet, negatif overjet, kehilangan gigi, diastema, anterior open bite,

crowding anterior, diastema anterior, lebar penyimpangan anterior

(mandibula dan maksila) dan hubungan anteriorposterior. DAI memiliki

empat tahapan keparahan maloklusi, yaitu skor yang lebih rendah dari atau

sama dengan 25 (kebutuhan perawatan tidak ada atau sedikit), skor antara

26 dan 30 (perawatan elektif), skor antara 31 dan 35 (sangat menginginkan

perawatan) dan skor lebih besar dari 36 (wajib melakukan perawatan)

(Cardoso, etal., 2011).

Dental Aesthetic Index (DAI) adalah suatu indeks ortodonti yang

berasaskan definisi standar sosial yang berguna dalam survey

22

epidemiologi untuk menemukan kebutuhan perawatan ortodonti di

kalangan masyarakat dan juga sebagai alat screening untuk

mendeterminasikan prioritas subsidi terhadap perawatan ortodonti (Jenny

& Cons, 1996).

Cara Pengukuran Dental Aesthetics Index (DAI). Dalam DAI ada

10 komponen yang perlu diukur, yaitu:

1. Gigi hilang (Insisif, Kaninus, dan Premolar). Rongak pada gigi

yang hilang tersebut masih terlihat. Perhitungan dimulai dari

premolar kedua kanan sampai premolar kedua kiri. Dalam satu

rahang harus ada sepuluh gigi. Gigi hilangdihitung per gigi,

misalnya yang hilang satu gigi, diberi skor 1, yang hilang 2 gigi

diberi skor 2, dan seterusnya. Jika kurang dari sepuluh harus

dicatat sebagai gigi hilang, kecuali jika ruang antar gigi sudah

menutup, masih ada gigi sulung, ada gigi hilang yang sudah

diganti dengan protesa.

2. Berdesakan pada gigi anterior termasuk gigi yang rotasi dan gigi

yang terletak tidak sesuai lengkung (Gambar 1). Bila tidak ada

berdesakan maka diberi skor 0; bila pada salah satu rahang ada

berdesakan diberi skor 1; bila pada kedua rahang ada

berdesakan diberi skor 2

3. Ruang antar gigi (rongak) pada gigi anterior. Dilihat dari kaninus

kanan sampai kaninus kiri. Jika tidak ada ruang antar gigi atau

setiap gigi kontak dengan baik diberi skor 0; jika dalam satu

23

rahang ada ruang antar gigi diberi skor 1; jika pada kedua rahang

ada ruang antar gigi diberi skor 2.

4. Diastema sentral. Dicatat jika ada diastema sentral pada rahang

atas dan diukur dengan ukuran millimeter kemudian dicatat

sesuai jarak yang ada (mm). Jika tidak ada diastema sentral diberi

skor 0.

5. Ketidakteraturan terparah pada maksila. Diukur pada salah satu

gigi yang paling tidak teratur (termasuk rotasi) dengan

menggunakan jangka sorong, dengan ukuran millimeter. Jika gigi

terletak rapi dan tidak ada berdesakan atau rotasi diberi skor0;

6. Ketidakteraturan terparah pada mandibula (Gambar 2). Diukur

pada salah satu gigi yang paling tidak teratur (termasuk rotasi)

dengan menggunakan jangka sorong, dengan ukuran millimeter.

Jika gigi terletak rapi dan tidak ada berdesakan diberi skor 0;

7. Jarak gigit anterior pada maksila (Gambar 3). Pengukuran ini

dilakukan pada posisi oklusi sentries. Yang dicatat hanya pada

bagian yang jarak gigitnya besar (lebih dari normal (> 2mm)).

Jika semua gigi insisif bawah hilang dan terdapat gigitan terbalik,

tidak perlu dicatat. Bila jarak gigit normal diberi skor 0 (Jarak

gigit normal= ±2mm);

24

Pengukuran ketidakteraturan gigi dengan menggunakan jangka sorong

8. Jarak gigit anterior pada mandibula (protrusi mandibula)

(Gambar 4). Dicatat jika ada protrusi mandibula yang paling

parah, tapi jika ada gigitan terbalik satu gigi karena gigi tersebut

rotasi tidak perlu dicatat;

9. Gigitan terbuka anterior (Gambar 5). Yang dicatat hanya gigitan

terbuka terbesar dalam ukuran millimeter. Jika tidak ada gigitan

terbuka diberi skor 0;

25

Jarak gigit anterior pada maksila

Jarak gigit anterior pada mandibula

Gigitan terbuka vertikal anterior

10. Relasi molar anteroposterior dan deviasi terbesar dari normal

baik kanan maupun kiri. Penilaian berdasarkan relasi molar

pertama permanen atas dan bawah. Nilai 0 untuk relasi molar

yang normal, nilai 1 jika molar pertama bawah kanan atau kiri

setengah tonjol distal atau mesial dari molar pertama atas dan

nilai 2 jika molar pertama bawah kanan atau kiri satu tonjol

penuh atau lebih atau distal dari molar pertama atas (Azman, et

al. 2010).

Skor DAI diciptakan

dari jumlah total sepuluh

komponen yang telah dikalikan dengan bobot masing-masing kemudian

hasil penilaian ditambahn dengan konstanta (13) (Azman, et al. 2010).

26

Relasi molar anteroposterior

Hasil skor tiap kasus dikelompokkan sesuai dengan keparahan

maloklusinya. Pengelompokan maloklusi berdasarkan skor DAI:

- < 25 maloklusi ringan

- 26 - 30 maloklusi sedang

- 31 - 35 maloklusi parah

- > 36 maloklusi yang sangat parah (Azman, et al. 2010).

8. Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN)

IOTN (Index of Orthodontic Treatment Need) merupakan suatu

teknik yang sangat berguna untuk orang yang berminat dalam penelitian

dibidang kesehatan gigi masyarakat dan epidemiologi maloklusi, tetapi

teknik ini lebih sering digunakan spesialis. Pasien dengan IOTN yang

rendah akan memperlihatkan perubahan yang besar walaupun telah

diberikan perawatan yang terbaik.

Kebutuhan terhadap perawatan ortodonti dapat dibedakan menjadi

kebutuhan terhadap kesehatan gigi (dental health) serta kebutuhan

terhadap estetik (aesthetic need), maka dalam IOTN terdapat dua

komponen yaitu:

1. Dental Health Component (DHC)

2. Aesthetic Component (AC)

DHC dari IOTN memiliki lima kategori yang tersusun dari 1 (tidak

memerlukan perawatan) sampai 5 (sangat memerlukan perawatan) yang

dapat diaplikasikan secara klinis atau pada studi kasus pasien. Pada pasien

grade 5 termasuk pasien dengan cleft lip dan cleft palate, beberapa gigi

yang hilang atau maloklusi destruktif, dan juga termasuk didalamnya

beberapa gigi yang terjadi perpindahan tempat. Dental Health Component

menggunakan aturan yang simpel serta menggunakan istilah MOCDO

untuk membimbing peneliti dalam meneliti maloklusi. MOCDO mewakili

Missing Teeth atau kehilangan gigi, Overjet, Crossbite, Displacement of

Contact Points atau perpindahan titik kontak, dan Overbite. Pada pasien

dengan gigi insisivus yang impaksi dikategorikan menjadi grade 5. Pada

27

pasien dimana tidak memiliki anomali jumlah gigi atau posisi, maka

aturan dapat digunakan untuk mengukur overjet. Pada kasus overjet 6

sampai 9 milimeter akan dikategorikan dalam grade 4.

Aesthetic Component (AC) dari IOTN terdiri dari 10 jenis foto

berwarna yang disusun berdasarkan tingkat foto dengan susunan gigi yang

paling baik sampai susunan gigi yang paling buruk. Grade 1 merupakan

foto dengan susunan gigi yang paling baik dan grade 10 merupakan

tingkat susunan gigi yang paling buruk.

Grade 1 – 4 = tidak membutuhkan perawatan

Grade 5 – 7 = membutuhkan perawatan

Grade 8 – 10 = sangat membutuhkan perawatan (Trasti, 2007).

28

9. The Peer Assesment Rating Index (PAR Index)

The Peer Assement Rating Index (PAR Index) dikembangkan oleh

Richmond dkk. (1992), digunakan untuk membandingkan maloklusi

sebelum dan sesudah perawatan dalam menentukan evaluasi standar

kualitas hasil perawatan. Indeks PAR dikembangkan khusus untuk model

studi.

Cara pengukuran dilakukan dengan dua cara, yaitu menghitung

pengurangan bobot indeks PAR sebelum dan sesudah perawatan dan

menghitung persentase pengurangan bobot indeks PAR sebelum dan

sesudah perawatan. Pengukuran pada model sebelum dan sesudah

perawatan dilakukan dengan penggaris khusus indeks PAR.

Penilaian antara kasus sebelum dan sesudah perawatan

menggunakan Indeks PAR memiliki 11 komponen, masing-masing

komponen memiliki beberapa skor yang dinilai dengan kriteria tertentu

berdasarkan keparahannya. Dari 11 komponen, beberapa komponen

individual tidak dimasukkan dalam bobot indeks PAR karena tidak

memiliki nilai yang bermakna dalam memprediksi keberhasilan perawatan

ortodonti. Segmen bukal (berjarak, berjejal dan impaksi) merupakan salah

satu komponen yang dikeluarkan dari bobot indeks PAR. Salah satu alasan

yang mungkin dijelaskan adalah titik kontak antara gigi bukal sangat

bervariasi. Jika perubahan letak (displacement) gigi parah, akan

menghasilkan oklusi crossbite dan skornya dicatat pada oklusi bukal

kanan atau kiri (tidak lagi pada penilaian titik kontak). Adanya premolar

impaksi juga tidak dimasukkan dalam bobot indeks PAR. Selain karena

prevalensinya sangat sedikit, pencabutan premolar juga sering dilakukan

pada kasus yang membutuhkan ruang sehingga tidak memberikan

pengaruh dalam menilai keberhasilan perawatan. Tabel berikut merupakan

komponen-komponen indeks PAR.

29

Komponen - Komponen Indeks PAR

Dari 11 komponen pada tabel di atas, terdapat 5 komponen utama

dalam pemeriksaannya, Lima komponen utama yang diperiksa beserta

bobotnya adalah

1. Penilaian skor segmen anterior, bobotnya 1

Pengukuran pergeseran titik kontak dimulai dari mesial gigi

kaninus kiri ke titik kontak mesial gigi kaninus kanan (Gambar 1).

Penilaian skor pada kasus ini yaitu mengukur gigi berjejal

(crowded), berjarak (spacing), dan impaksi gigi (impacted teeth).

Gigi kaninus yang impaksi dicatat pada segmen anterior rahang atas

dan rahang bawah.

30

Penilaian skor pergeseran Titik Kontak

2. Penilaian skor oklusi bukal, bobotnya 1

Penilaian skor ini dicatat dalam keadaan oklusi gigi posterior di

sisi kiri dan kanan mulai dari gigi kaninus ke molar terakhir (Gambar

31

2), dengan cara melihat dalam tiga arah yaitu, anteroposterior, vertikal

dan transversal.

32

3. Penilaian skor overjet, bobotnya 6

Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus. Penilaian dilakukan

dengan menempatkan penggaris indeks PAR sejajar dataran oklusal

dan radial dengan lengkung gigi (Gambar 3). Jika terdapat dua

insisivus yang crossbite dan memiliki overjet 4 mm, skornya adalah 3

(untuk crossbite) ditambah 1 (untuk overjet 4 mm), sehingga total

skornya adalah 4. Tabel penilaian skor overjet dapat dilihat.

4. Penilaian skor overbite, bobotnya 2

33

Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus yang dinilai dari jarak

tumpang tindih dalam arah vertikal gigi insisivus atas terhadap

panjang mahkota klinis gigi insisivus bawah (Gambar 4), dan dinilai

berdasarkan besarnya gigitan terbuka. Skor yang dicatat adalah nilai

overbite yang terbesar diantara gigi insisivus.

34

5. Penilaian skor garis median, bobotnya 4

Penilaian skor ini dinilai dari hubungan garis tengah lengkung gigi atas

terhadap lengkung gigi bawah (Gambar 5). Garis tengah lengkung gigi

diwakili oleh garis pertemuan kedua gigi insisivus pertama atas

terhadap garis pertemuan kedua gigi insisivus bawah. Jika gigi

insisivus bawah sudah dicabut penilaian skor garis median tidak

dicatat.

35

Selain mengukur keberhasilan perawatan ortodonti, indeks PAR

juga dapat digunakan untuk mengukur keparahan maloklusi. Keparahan

maloklusi diukur berdasarkan jumlah skor akhir yang ditentukan

menurut kriteria dibawah ini :

1. Skor 0 kriteria oklusi ideal

2. Skor 1-16 kriteria maloklusi ringan

3. Skor 17-32 kriteria maloklusi sedang

4. Skor 33-48 kriteria maloklusi parah

5. Skor > 48 kriteria maloklusi sangat parah.

Keberhasilan perawatan diukur berdasarkan selisih jumlah skor

akhir antara sebelum perawatan dan sesudah perawatan yang ditentukan

menurut kriteria dibawah ini:

Pengurangan persentase skor <30% menunjukkan perawatan

tidak mengalami perbaikan/ lebih buruk.

Pengurangan skor <22 dan persentase skor 30% – 70%

menunjukkan perawatan mengalami perubahan.

Pengurangan skor >22 dan persentase skor >70% menunjukkan

perawatan mengalami perubahan sangat banyak.

Suatu kasus yang termasuk sangat parah dianggap bertambah

baik apabila terdapat perubahan sebanyak 22 angka dari sebelum dan

36

sesudah perawatan pada penilaian dengan indeks PAR dan sangat baik

apabila skor pengurangannya lebih dari 22 skor pengurangan dan lebih

dari 70%. Sedikitnya dibutuhkan 30% pengurangan skor pada suatu

kasus untuk dapat dinyatakan cukup baik. Untuk suatu standar

perawatan yang tinggi dibutuhkan 70% pengurangan skor rerata.

10. Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON)

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) terdiri dari 5

komponen, yang masing-masing memiliki bobot yang berbeda sesuai

dengan kepentingannya. Komponen pertama diadaptasi dari komponen

estetik IOTN. Komponen lainnya termasuk berdesakan/diastema rahang

atas, crossbite, openbite/overbite anterior, dan relasi anteroposterior

segmen bukal. Masing-masing komponen dapat dilihat dari model studi

dan model progres. Skor ICON mencerminkan tingkat dari kebutuhan,

kekomplekan dan derajat perubahan sebagai hasil dari perawatan.

Pada pemeriksaan dengan meletakkan model studi dan model

progres pada meja, kemudian masing-masing diamati kelima komponen

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) untuk dicatat skornya

masing-masing komponen.

1. Komponen Estetik

Gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah pada model

dioklusikan, kemudian dibandingkan dan dipilih yang paling

mendekati dengan keadaan gigi-geligi yang ada pada foto hitam

putih. Lalu diberi skor sesuai dengan skor yang ada pada foto

tersebut. Skala tersebut antara 1, untuk estetik yang baik, sampai 10,

untuk komponen estetik yang terburuk.

37

Gambar Skala estetik dari IOTN (Index of Orthodontic Treatment Need)

2. Crossbite

Gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah pada model

dioklusikan, kemudian dilihat ada tidaknya crossbite. Skor yang

diberikan bila dijumpai adanya crossbite adalah 1 dan 0 bila tidak.

Tabel skor penilaian crossbite

Keterangan :

38

- Pada segmen posterior, relasi transversal menunjukkan adanya

gigitan tonjol pada segmen bukal atau gigitan terbalik

- Pada segmen anterior, crossbite didefinisikan dengan gigi insisivus

atau kaninus rahang atas pada saat oklusi dalam keadaan edge to edge

atau linguoversi

3. Relasi Vertikal Anterior

Disini yang dilihat adalah adanya gigitan terbuka (open bite) dan

gigitan dalam (deep bite).

4.

Diastema/Berdesakan Rahang Atas

Komponen ini didapat dengan mengukur diskrepansi jumlah

lebar mesiodistal gigi dengan lengkung geligi.

39

Tabel skor penilaian diastema/berdesakan rahang atas

5. Relasi Anteroposterior Segmen Bukal

Gigi-geligi rahang atas dan rahang bawah pada model

dioklusikan dan dilihat bagaimana relasi anteroposterior pada sisi

kanan dan kiri, kemudian skor kedua sisi tersebut dijumlahkan.

Tabel penilaian relasi anteroposterior segmen bukal

40

Tabel bobot masing-masing komponen Index of

Complexity, Outcome and Need (ICON)

Pada model studi, angka yang didapatkan dari penjumlahan

tersebut digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui kebutuhan

perawatan dan juga tingkat keparahan maloklusi.

Tabel kategori kebutuhan perawatan

Tabel tingkat keparahan maloklusi

Pada model progres, angka yang didapatkan dari penjumlahan

tersebut digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui tingkat

keberhasilan perawatan. Cara yang digunakan untuk mengetahui tingkat

keberhasilan perawatan adalah dengan mengurangi skor yang diperoleh

41

dari penghitungan pada model studi dengan empat (4) kali skor yang

didapatkan dari penghitungan pada model progres.

Tabel tingkat keberhasilan perawatan

Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan uji deskriptif,

meliputi nilai frekuensi dan prosentase.

Disamping dilakukan uji deskriptif, juga dilakukan uji perbedaan

antara model studi dan model progress dengan menggunakan angka

index. Angka index ini berskala ordinal sehingga uji yang digunakan

adalah non parametrik yaitu uji Wilcoxon sign rank test dengan tingkat

kemaknaan sebesar 0.05.

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON) ini memiliki

beberapa kelemahan antara lain pemberian bobot yang besar pada

Aesthetic Component IOTN. Selain itu, indeks ini tidak menilai overjet,

hanya over bite. Sedangkan kelebihan dari indeks ini adalah mudah

untuk digunakan dan juga dapat digunakan pada pasien maupun model

studi.

3.4 Tujuan dan Manfaat Indeks Maloklusi

Maloklusi menggambarkan sebuah spektrum penyimpangan dari

keadaan normal atau ideal menjadi beberapa anomali. Dokter, pasien dan

42

keluarga pasien dapat memiliki perbedaan pandangan tentang apa yang harus

dirawat dan apa yang dapat diterima sebagai suatu variasi yang sederhana dan

tidak berbahaya.

Klasifikasi maloklusi, misalnya klasifikasi Angle berguna untuk

mengelompokan suatu maloklusi sehingga memudahkan seseorang untuk

mengingat gambaran maloklusi tersebut. Meskipun demikian klasifikasi

maloklusi masih mempunyai kekurangan. Kekurangan klasifikasi maloklusi

adalah keparahan suatu maloklusi tidak dapat diketahui meskipun terletak

dalam satu kelas, ataupun seandainya digunakan untuk menilai keparahan

maloklusi sifatnya subyektif. Suatu upaya dilakukan untuk mengurangi

derajat subyektivitas penilaian suatu maloklusi dengan menggunakan indeks

maloklusi. Oleh karena itu , indeks maloklusi sangat penting dalam menilai

suatu keparahan maloklusi.

Indeks maloklusi telah banyak ditemukan dan indeks itu dibuat

untuk suatu tujuan tertentu. Tujuan inilah yang membedakan indeks yang

satu dengan yang lain, diantaranya:

1. Untuk menentukan klasifikasi maloklusi menggunakan klasifikasi

Angle.

2. Keperluan epidemiologi yaitu Epidemiological Registration of

Malocclusion, Indeks oleh WHO.

3. Mengukur kebutuhan perawatan yaitu, Treatment Priority Index,

Handicapping labio-lingual deviations (HLD) index, Handicapping

Malocclusion Assesment Record (HMAR), dan Index of Orthodontic

Treatment Need (IOTN).

4. Estetik dento-fasial yaitu Photographic Index dan Dental Aesthetic

Index (DAI), SCAN Index.

5. Menentukan keberhasilan perawatan yaitu Occlusal Index, Peer

Assesment Rating (PAR Index) dan ABO’s Objective Grading System

(OGS).

43

6. Menentukan keberhasilan perawatan dan kebutuhan perawatan yaitu

Index of Complexity, Outcome and Need (ICON).

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

44

Maloklusi adalah suatu kondisi yang menyimpang dari relasi normal

gigi terhadap gigi lainnya dalam satu lengkung dan terhadap gigi pada

lengkung rahang lawannya.

Klasifikasi maloklusi yang sering digunakan adalah klasifikasi Angle

yang berguna untuk mengelompokan suatu maloklusi sehingga memudahkan

seseorang untuk mengingat gambaran maloklusi tersebut. Namun, klasifikasi

maloklusi Angle masih mempunyai kekurangan., yaitu keparahan suatu

maloklusi tidak dapat diketahui meskipun terletak dalam satu kelas, ataupun

seandainya digunakan untuk menilai keparahan maloklusi sifatnya subyektif.

Suatu upaya dilakukan untuk mengurangi derajat subyektivitas penilaian suatu

maloklusi dengan menggunakan indeks maloklusi.

Indeks maloklusi mempunyai syarat-syarat tertentu yang dijadikan

standar suatu indeks maloklusi yang baik. Selain itu, indeks maloklusi

mempunyai tujuan dan manfaat diantaranya untuk menentukan klasifikasi

maloklusi menggunakan klasifikasi Angle, keperluan epidemiologi, mengukur

kebutuhan perawatan, estetik dento-fasial serta menentukan keberhasilan

perawatan. Terdapat berbagai jenis indeks maloklusi yang penggunannya

disesuaikan dengan tujuan perhitungan indeks maloklusi. Jenis-jenis indeks yang

dapat digunakan, yaitu :

1. Occlusal Feature Index (OFI)

2. Malalignment Index” (Mal I)

3. Handicapping Labio-Lingual Deviation Index (HLD Index)

4. Handicapping Malocclusion Assesment Index (HMA Index)

5. Treatment Priority Index (TPI)

6. Occlusal Index (OI)

7. Metode Survei Dasar dari WHO

8. Metode Penilaian menurut FDI

9. Dental Aesthetics Index (DAI)

10. Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN)

11. The Peer Assesment Rating Index (PAR Index)

45

12. Index of Complexity, Outcome, and Need (ICON)

DAFTAR PUSTAKA

Agusni T. Index of Orthodontic Treatment Need (IOTN) untuk mengukur

kebutuhan perawatan ortodonti pada anak Indonesia di Surabaya. Maj Ked

Gigi 1998; 31:119-23

46

Agusni, T. Beberapa indeks maloklusi. Maj Ked Gigi 2001;.34: 3-17.

Bernabe E. Flores – Mir C. 2006. Orthodontic Treatment Need In

Peruvian Young Adults Evaluated Thorugh Dental Aesthetic Index. The

Angle Orthodontist; 76:3:417

Daniels CP, Richmond S. The development of The Index of Complexity,

Outcome and Need (ICON). J Orthod. 2000;27:149–62.

Dewanto, Harkati. 2004. Aspek-aspek Epidemiologi Maloklusi.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Mulyana, DH. 2010. The Use of Index of Orthodontic Treatment Need and

Dental Aesthestic Index. Orthodontic Dental Journal, Vol. 1 No.2

Mundiyah, Moktar. 1998. Dasar – Dasar Ortodonti Perkembangan dan

Pertumbuhan Kraniodentofasial. Bagian I Ruang Lingkup Ortodonti.

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan. Ikatan Dokter Gigi Indonesia.

Persatuan Dokter Gigi Indonesia. p. 3-15.

Paula, Delcides F. 2009. Psychosocial Impact of Dental Esthetics on

Quality of Life in Adolescents. Vol. 79, No. 6, pp. 1188-1193

Rahardjo P. Ortodonti dasar. Airlangga University Press. 2009; p.35.

Sony S. Hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan tuntutan

perawatan ortodonti. Ceril XVII 2005; 8: 90-5.

Thomson, Hamish. 2007. Oklusi Edisi 2. Jakarta : EGC

47