Al Islam III

95
1. Jelaskan bagaimana konsep KELUARGA SAKINAH MENURUT ISLAM. (Pengertian sakinah mawaddah warahmah, memilih calon pendamping, tujuan perkawinan, hak dan kewajiban suami dan istri) PENGERTIAN SAKINAH MAWADDAH WARAHMAH : Hidup berumah tangga merupakan tuntutan fitrah manusia sebagai makhluk sosial. Keluarga atau rumah tangga muslim adalah lembaga terpenting dalam kehidupan kaum muslimin umumnya dan manhaj amal Islami khususnya. Ini semua disebabkan karena peran besar yang dimainkan oleh keluarga, yaitu mencetak dan menumbuhkan generasi masa depan, pilar penyangga bangunan umat dan perisai penyelamat bagi negara. Penggunaan nama sakinah diambil dari al Qur’an surat 30:21, litaskunu ilaiha, yang artinya bahwa Tuhan menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang satu merasa tenteram terhadap yang lain. Dalam bahasa Arab, kata sakinah didalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang,mantap dan memperoleh pembelaan. Pengertian ini pula yang dipakai dalam ayat-ayat al Qur’an dan hadis dalam konteks kehidupan . Jadi keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat ideal dalam manusia kehidupan keluarga, dan yang ideal biasanya jarang terjadi, oleh karena itu ia tidak terjadi mendadak, tetapi ditopang oleh pilar-pilar yang kokoh, yang memerlukan perjuangan serta butuh waktu serta pengorbanan. Diantara simpul-simpul yang dapat mengantar pada keluarga sakinah tersebut adalah : 1. Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu dan “nggemesi”,

Transcript of Al Islam III

1. Jelaskan bagaimana konsep KELUARGA SAKINAH MENURUT ISLAM. (Pengertian sakinah mawaddah warahmah, memilih calon pendamping, tujuan perkawinan, hak dan kewajiban suami dan istri)PENGERTIAN SAKINAH MAWADDAH WARAHMAH :Hidup berumah tangga merupakan tuntutan fitrah manusia sebagai makhluk sosial. Keluarga atau rumah tangga muslim adalah lembaga terpenting dalam kehidupan kaum muslimin umumnya dan manhaj amal Islami khususnya. Ini semua disebabkan karena peran besar yang dimainkan oleh keluarga, yaitu mencetak dan menumbuhkan generasi masa depan, pilar penyangga bangunan umat dan perisai penyelamat bagi negara.Penggunaan nama sakinah diambil dari al Quran surat 30:21, litaskunu ilaiha, yang artinya bahwa Tuhan menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang satu merasa tenteram terhadap yang lain. Dalam bahasa Arab, kata sakinah didalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang,mantap dan memperoleh pembelaan.Pengertian ini pula yang dipakai dalam ayat-ayat al Quran dan hadis dalam konteks kehidupan . Jadi keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat ideal dalam manusia kehidupan keluarga, dan yang ideal biasanya jarang terjadi, oleh karena itu ia tidak terjadi mendadak, tetapi ditopang oleh pilar-pilar yang kokoh, yang memerlukan perjuangan serta butuh waktu serta pengorbanan.Diantara simpul-simpul yang dapat mengantar pada keluarga sakinah tersebut adalah :

1. Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu dan nggemesi, sedangkan rahmah adalah jenis cinta yang lembut, siap berkorban dan siap melindungi kepada yang dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah.2. Hubungan antara suami isteri harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya (hunna libasun lakum wa antum libasun lahunna, Q/2:187). Fungsi pakaian ada tiga, yaitu (a) menutup aurat, (b) melindungi diri dari panas dingin, dan (c) perhiasan. Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak menceriterakan kepada orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami, suami juga harus tampil membanggakanisteri, jangan terbalik di luaran tampil menarik orang banyak, di rumahnglombrot menyebalkan.3. Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial dianggap patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a syiruhunna bil ma`ruf (Q/4:19). Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus memperhatikan nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh suami isteri yang berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya.4. Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat (idza aradallohu bi ahli baitin khoiran dst); (a) memiliki kecenderungan kepada agama, (b) yang muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda, (c) sederhana dalam belanja, (d) santun dalam bergaul dan (e) selalu introspeksi.5. Menurut hadis Nabi juga, empat hal akan menjadi faktor yang mendatangkan kebahagiaan keluarga (arba`un min sa`adat al mari), yakni (a) suami / isteri yang setia (saleh/salehah), (b) anak-anak yang berbakti, (c) lingkungan sosial yang sehat , dan (d) dekat rizkinya.

MEMILIH CALON PENDAMPING:Setiap muslim yang ingin beruntung dunia akhirat hendaknya mengidam-idamkan sosok suami dan istri dengan kriteria sebagai berikut:1. Taat kepada Allah dan Rasul-NyaIni adalah kriteria yang paling utama dari kriteria yang lain. Maka dalam memilih calon pasangan hidup, minimal harus terdapat satu syarat ini. Karena Allah Taala berfirman,Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertaqwa. (QS. Al Hujurat: 13)Sedangkan taqwa adalah menjaga diri dari adzab Allah Taala dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka hendaknya seorang muslim berjuang untuk mendapatkan calon pasangan yang paling mulia di sisi Allah, yaitu seorang yang taat kepada aturan agama. Rasulullah shallallahualaihi wasallam pun menganjurkan memilih istri yang baik agamanya, Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi. (HR. Bukhari-Muslim)Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar. (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dhoifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)Jika demikian, maka ilmu agama adalah poin penting yang menjadi perhatian dalam memilih pasangan. Karena bagaimana mungkin seseorang dapat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, padahal dia tidak tahu apa saja yang diperintahkan oleh Allah dan apa saja yang dilarang oleh-Nya? Dan disinilah diperlukan ilmu agama untuk mengetahuinya.Maka pilihlah calon pasangan hidup yang memiliki pemahaman yang baik tentang agama. Karena salah satu tanda orang yang diberi kebaikan oleh Allah adalah memiliki pemahaman agama yang baik. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Orang yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan akan dipahamkan terhadap ilmu agama. (HR. Bukhari-Muslim)

2. Al Kafaah (Sekufu)Yang dimaksud dengan sekufu atau al kafaah -secara bahasa- adalah sebanding dalam hal kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul Arab, Ibnu Manzhur). Al Kafaah secara syariat menurut mayoritas ulama adalah sebanding dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan. (Dinukil dari Panduan Lengkap Nikah, hal. 175). Atau dengan kata lain kesetaraan dalam agama dan status sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran ini. Di antaranya firman Allah Taala, Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula. (QS. An Nur: 26)Al Bukhari pun dalam kitab shahihnya membuat Bab Al Akfaa fid Diin (Sekufu dalam agama) kemudian di dalamnya terdapat hadits, Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (keislamannya), sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi. (HR. Bukhari-Muslim)Salah satu hikmah dari anjuran ini adalah kesetaraan dalam agama dan kedudukan sosial dapat menjadi faktor kelanggengan rumah tangga. Hal ini diisyaratkan oleh kisah Zaid bin Haritsah radhiyallahu anhu, seorang sahabat yang paling dicintai oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dinikahkan dengan Zainab binti Jahsy radhiyallahu anha. Zainab adalah wanita terpandang dan cantik, sedangkan Zaid adalah lelaki biasa yang tidak tampan. Walhasil, pernikahan mereka pun tidak berlangsung lama. Jika kasus seperti ini terjadi pada sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, apalagi kita?

3. Menyenangkan jika dipandangRasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits yang telah disebutkan, membolehkan kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati. Allah Taala berfirman,Dan di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram denganya. (QS. Ar Ruum: 21)Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga menyebutkan 4 ciri wanita sholihah yang salah satunya,Jika memandangnya, membuat suami senang. (HR. Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih)Oleh karena itu, Islam menetapkan adanya nazhor, yaitu melihat wanita yang yang hendak dilamar. Sehingga sang lelaki dapat mempertimbangkan wanita yang yang hendak dilamarnya dari segi fisik. Sebagaimana ketika ada seorang sahabat mengabarkan pada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bahwa ia akan melamar seorang wanita Anshar. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda,Sudahkah engkau melihatnya? Sahabat tersebut berkata, Belum. Beliau lalu bersabda, Pergilah kepadanya dan lihatlah ia, sebab pada mata orang-orang Anshar terdapat sesuatu. (HR. Muslim)

4. Subur (mampu menghasilkan keturunan)Di antara hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi orang-orang yang shalih yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah, Rasullullah shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih calon istri yang subur, Nikahilah wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku. (HR. An NasaI, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam Misykatul Mashabih)Karena alasan ini juga sebagian fuqoha (para pakar fiqih) berpendapat bolehnya fas-khu an nikah (membatalkan pernikahan) karena diketahui suami memiliki impotensi yang parah. As Sadi berkata: Jika seorang istri setelah pernikahan mendapati suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu selama 1 tahun, jika masih dalam keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan (oleh penguasa) (Lihat Manhajus Salikin, Bab Uyub fin Nikah hal. 202)

Kriteria Khusus untuk Memilih Calon SuamiKhusus bagi seorang muslimah yang hendak memilih calon pendamping, ada satu kriteria yang penting untuk diperhatikan. Yaitu calon suami memiliki kemampuan untuk memberi nafkah. Karena memberi nafkah merupakan kewajiban seorang suami. Islam telah menjadikan sikap menyia-nyiakan hak istri, anak-anak serta kedua orang tua dalam nafkah termasuk dalam kategori dosa besar. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya. (HR. Ahmad, Abu Dawud. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih).Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun membolehkan bahkan menganjurkan menimbang faktor kemampuan memberi nafkah dalam memilih suami. Seperti kisah pelamaran Fathimah binti Qais radhiyallahu anha:Dari Fathimah binti Qais radhiyallahu anha, ia berkata: Aku mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam lalu aku berkata, Sesungguhnya Abul Jahm dan Muawiyah telah melamarku. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata, Adapun Muawiyah adalah orang fakir, ia tidak mempunyai harta. Adapun Abul Jahm, ia tidak pernah meletakkan tongkat dari pundaknya. (HR. Bukhari-Muslim)Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak merekomendasikan Muawiyah radhiyallahu anhu karena miskin. Maka ini menunjukkan bahwa masalah kemampuan memberi nafkah perlu diperhatikan.Namun kebutuhan akan nafkah ini jangan sampai dijadikan kriteria dan tujuan utama. Jika sang calon suami dapat memberi nafkah yang dapat menegakkan tulang punggungnya dan keluarganya kelak itu sudah mencukupi. Karena Allah dan Rasul-Nya mengajarkan akhlak zuhud (sederhana) dan qanaah (menyukuri apa yang dikarunai Allah) serta mencela penghamba dan pengumpul harta. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamishah dan celakalah hamba khamilah. Jika diberi ia senang, tetapi jika tidak diberi ia marah. (HR. Bukhari).Selain itu, bukan juga berarti calon suami harus kaya raya. Karena Allah pun menjanjikan kepada para lelaki yang miskin yang ingin menjaga kehormatannya dengan menikah untuk diberi rizki. Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kalian. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. (QS. An Nur: 32)

Kriteria Khusus untuk Memilih IstriSalah satu bukti bahwa wanita memiliki kedudukan yang mulia dalam Islam adalah bahwa terdapat anjuran untuk memilih calon istri dengan lebih selektif. Yaitu dengan adanya beberapa kriteria khusus untuk memilih calon istri. Di antara kriteria tersebut adalah:1. Bersedia taat kepada suamiSeorang suami adalah pemimpin dalam rumah tangga. Sebagaimana firman Allah Taala, Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. (QS. An Nisa: 34)Sudah sepatutnya seorang pemimpin untuk ditaati. Ketika ketaatan ditinggalkan maka hancurlah organisasi rumah tangga yang dijalankan. Oleh karena itulah, Allah dan Rasul-Nya dalam banyak dalil memerintahkan seorang istri untuk taat kepada suaminya, kecuali dalam perkara yang diharamkan. Meninggalkan ketaatan kepada suami merupakan dosa besar, sebaliknya ketaatan kepadanya diganjar dengan pahala yang sangat besar. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, mengerjakan puasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya, maka ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia inginkan. (HR. Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Al Albani)Maka seorang muslim hendaknya memilih wanita calon pasangan hidupnya yang telah menyadari akan kewajiban ini.

2. Menjaga auratnya dan tidak memamerkan kecantikannya kecuali kepada suaminyaBerbusana muslimah yang benar dan syari adalah kewajiban setiap muslimah. Seorang muslimah yang shalihah tentunya tidak akan melanggar ketentuan ini. Allah Taala berfirman, Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (QS. Al Ahzab: 59)Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun mengabarkan dua kaum yang kepedihan siksaannya belum pernah beliau lihat, salah satunya adalah wanita yang memamerkan auratnya dan tidak berbusana yang syari. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Wanita yang berpakaian namun (pada hakikatnya) telanjang yang berjalan melenggang, kepala mereka bergoyang bak punuk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan bahkan mencium wanginya pun tidak. Padahal wanginya surga dapat tercium dari jarak sekian dan sekian. (HR. Muslim)Berdasarkan dalil-dalil yang ada, para ulama merumuskan syarat-syarat busana muslimah yang syari di antaranya: menutup aurat dengan sempurna, tidak ketat, tidak transparan, bukan untuk memamerkan kecantikan di depan lelaki non-mahram, tidak meniru ciri khas busana non-muslim, tidak meniru ciri khas busana laki-laki, dll.Maka pilihlah calon istri yang menyadari dan memahami hal ini, yaitu para muslimah yang berbusana muslimah yang syari.

3. Gadis lebih diutamakan dari jandaRasulullah shallallahu alaihi wa sallam menganjurkan agar menikahi wanita yang masih gadis. Karena secara umum wanita yang masih gadis memiliki kelebihan dalam hal kemesraan dan dalam hal pemenuhan kebutuhan biologis. Sehingga sejalan dengan salah satu tujuan menikah, yaitu menjaga dari penyaluran syahawat kepada yang haram. Wanita yang masih gadis juga biasanya lebih nrimo jika sang suami berpenghasilan sedikit. Hal ini semua dapat menambah kebahagiaan dalam pernikahan. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Menikahlah dengan gadis, sebab mulut mereka lebih jernih, rahimnya lebih cepat hamil, dan lebih rela pada pemberian yang sedikit. (HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al Albani)Namun tidak mengapa menikah dengan seorang janda jika melihat maslahat yang besar. Seperti sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu anhu yang menikah dengan janda karena ia memiliki 8 orang adik yang masih kecil sehingga membutuhkan istri yang pandai merawat anak kecil, kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun menyetujuinya (HR. Bukhari-Muslim)

4. Nasab-nya baikDianjurkan kepada seseorang yang hendak meminang seorang wanita untuk mencari tahu tentang nasab (silsilah keturunan)-nya.Alasan pertama, keluarga memiliki peran besar dalam mempengaruhi ilmu, akhlak dan keimanan seseorang. Seorang wanita yang tumbuh dalam keluarga yang baik lagi Islami biasanya menjadi seorang wanita yang shalihah.Alasan kedua, di masyarakat kita yang masih awam terdapat permasalahan pelik berkaitan dengan status anak zina. Mereka menganggap bahwa jika dua orang berzina, cukup dengan menikahkan keduanya maka selesailah permasalahan. Padahal tidak demikian. Karena dalam ketentuan Islam, anak yang dilahirkan dari hasil zina tidak di-nasab-kan kepada si lelaki pezina, namun di-nasab-kan kepada ibunya. Berdasarkan hadits, Anak yang lahir adalah milik pemilik kasur (suami) dan pezinanya dihukum. (HR. Bukhari)Dalam hadits yang mulia ini, Nabi shallallahu alaihi wa sallam hanya menetapkan anak tersebut di-nasab-kan kepada orang yang berstatus suami dari si wanita. Me-nasab-kan anak zina tersebut kepada lelaki pezina menyelisihi tuntutan hadits ini.Konsekuensinya, anak yang lahir dari hasil zina, apabila ia perempuan maka suami dari ibunya tidak boleh menjadi wali dalam pernikahannya. Jika ia menjadi wali maka pernikahannya tidak sah, jika pernikahan tidak sah lalu berhubungan intim, maka sama dengan perzinaan. Iyyadzan billah, kita berlindung kepada Allah dari kejadian ini.Oleh karena itulah, seorang lelaki yang hendak meminang wanita terkadang perlu untuk mengecek nasab dari calon pasangan.Demikian beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan oleh seorang muslim yang hendak menapaki tangga pernikahan. Nasehat kami, selain melakukan usaha untuk memilih pasangan, jangan lupa bahwa hasil akhir dari segala usaha ada di tangan Allah Azza Wa Jalla. Maka sepatutnya jangan meninggalkan doa kepada Allah Taala agar dipilihkan calon pasangan yang baik. Salah satu doa yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan shalat Istikharah. Sebagaimana hadits dari Jabir radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata, Jika kalian merasa gelisah terhadap suatu perkara, maka shalatlah dua rakaat kemudian berdoalah: Ya Allah, aku beristikharah kepadamu dengan ilmu-Mu (dst) (HR. Bukhari)

TUJUAN PERNIKAHAN:1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang AsasiPernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan.Sasaran utama dari disyariatkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pem-bentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya. (Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (I/424, 425, 432), al-Bukhari (no. 1905, 5065, 5066), Muslim (no. 1400), at-Tirmidzi (no. 1081), an-Nasa-i (VI/56, 57), ad-Darimi (II/132) dan al-Baihaqi (VII/ 77), dari Shahabat Abdullah bin Masud radhiyallaahu anhu.)

3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang IslamiDalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla dalam ayat berikut: Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim. [Al-Baqarah : 229]Yakni, keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syariat Allah Azza wa Jalla. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah, lanjutan ayat di atas: Kemudian jika dia (suami) menceraikannya (setelah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas isteri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan. [Al-Baqarah : 230]Jadi, tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami isteri melaksanakan syariat Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syariat Islam adalah wajib. Oleh karena itu, setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang calon pasangan yang ideal, yaitu harus kafa-ah dan shalihah.

4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada AllahMenurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain, bahkan berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah). Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: ... Seseorang di antara kalian bersetubuh dengan isterinya adalah sedekah! (Mendengar sabda Rasulullah, para Shahabat keheranan) lalu bertanya: Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kita melampiaskan syahwatnya terhadap isterinya akan mendapat pahala? Nabi shallallaahu alaihi wa sallam menjawab: Bagaimana menurut kalian jika ia (seorang suami) bersetubuh dengan selain isterinya, bukankah ia berdosa? Begitu pula jika ia bersetubuh dengan isterinya (di tempat yang halal), dia akan memperoleh pahala. (Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 1006), al-Bukhari dalam al-Adaabul Mufrad (no. 227), Ahmad (V/167, 168), Ibnu Hibban (no. 4155 -at-Taliiqatul Hisaan) dan al-Baihaqi (IV/188), dari Abu Dzarr radhiyallaahu anhu)5. Untuk Memperoleh Keturunan Yang ShalihTujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla: Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah? [An-Nahl : 72]Yang terpenting lagi dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla: ...Dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu (yaitu anak). [Al-Baqarah : 187]Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Anas bin Malik radhiyallaahu anhum, juga Imam-Imam lain dari kalangan Tabiin menafsirkan ayat di atas dengan anak.(Tafsiir Ibnu Katsir (I/236), cet. Darus Salam)Maksudnya, bahwa Allah Azza wa Jalla memerintahkan kita untuk memperoleh anak dengan cara ber-hubungan suami isteri dari apa yang telah Allah tetapkan untuk kita. Setiap orang selalu berdoa agar diberikan keturunan yang shalih. Maka, jika ia telah dikarunai anak, sudah seharusnya jika ia mendidiknya dengan benar.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Hal ini mengingat banyaknya lembaga pendidikan yang berlabel Islam, tetapi isi dan caranya sangat jauh bahkan menyimpang dari nilai-nilai Islami yang luhur. Sehingga banyak kita temukan anak-anak kaum muslimin yang tidak memiliki akhlak mulia yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, disebabkan karena pendidikan dan pembinaan yang salah. Oleh karena itu, suami maupun isteri bertanggung jawab untuk mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar, sesuai dengan agama Islam.Tentang tujuan pernikahan, Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi ummat Islam

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI DAN ISTRI:A. Hak bersama suami-istri (Kewjiban bersama suami-istri)

1. Saling memegang amanah di antam kedua suami-istri dan tidak boleh saling menghianati. Sebenarnya sebelum akad nikahpun masalah amanah ini sudah mulai ditanamkan. apalagi sesudah resmi membangun rumah tangga.Sekiranya salah seorang suanii-istri tidak amanah, maka akan terjadi kegoncangan dalam suatu rumah tangga dan biasanya akan bermuara kepada perceraian.

2. Saling mengikat (menjalin) kasih sayang sumpah setia sehidup semati. Tanpa kasih sayang, rumah tangga tidak ceria. Tidak ada artinya rumah tangga yang tidak dilandasi oleh kasih sayang. Sebelum menikah seolah-olah dunia ini hanya kepunyaan berdua saja. Ikrar ucapan sehidup semati meluncur lancar dari mulut masing-masing. Namun, setelah menikah lama-kelamaan kelihatan sifat yang asli masing-masing. Tidak jarang, dalam beberapa tahun saja sudah mencari jalan masing-masing yang berakhir dengan perceraian. Contohnya, dapat dilihat dalam masyarakat, terutama pada anggota masyarakat yang menganggap dirinya anak zaman modern. Berganti pasangan dianggap soal biasa. Orang Islam adakalanya kurang menyadari, bahwa,perceraian dalam Islam memang diperbolehkan tetapi sangat dibenci oleh Allah. Suatu rumah tangga yang dibina dengan kasih sayang, rumah yang sempit pun terasa luas. Berbeda suatu rumah tangga yang dibina dengan kebencian rumah yang besar pun terasa semipit seolah-olah berada di neraka Hendaknya masing-masing suami-istri memahami firman Allah:"Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya, ialah Dia; menciptakan untuk istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (ar-Rum: 21)

3. Bergaul dengan baik antara suami-istri. Pergaulan yang baik akan terwujud dalam waktu rumah tangga, sekiranya masing-masing suami-istri dapat memahami sifat masing-masing pasangannya, kesenangannya dan kegemarannya. Dengan demikian masing-masing dapat menyesuaikan diri dengan sendirinya keharmonisan hidup berumah tangga tetap dapat dipelihara. Tutur kata yang lemah lembut, senyum mengulum dan muka manis pasti akan menyentuh perasaan pasangan hidupnya.

Pergaulan yang tidak baik dalam suatu rumah tangga akan berakibat tidak baik pula bagi anak-anak, keluarga dan lingkungan tempat tinggal. Apalagi suami atau istri membuka aib rumah tangganya kepada orang lain, termasuk tetangga. Bila tidak mengikuti ketentuan agama Islam, berarti suatu perkawinan terjadi karena dorongan (kebutuhan) biologis semata-mata.Memang benturan-benturan kecil tetap ada saja terjadi dalam suatu rumah tangga. Namun, apabila masing-masing pihak menyadarinya dari tujuan suatu perkawinan, tentu gejolak hati yang sedang membara segera dapat dipadamkan. salah satu suami-istri marah, maka jangan disambut dengan marah pula. usahakan mengendalikan diri dan kalau mungkin, dapat menyadarkannya. Kemudian ada lagi adab yang bersifat khusus bagi suami-istri. Yang terpenting diantaranya:

B. Hak Istri Atas Suami (Kewajiban suami)1. Bergaul dengan istri dengan baik (patut)Dalam hidup berumah tangga hal yang harus diperhatikan seorang suami. Istri memerlukan hidup untuk makan, pakaian dan tempat tinggal, di samping keperluan- keperluan lainnya. Namun, hendaknya, bahwa tuntutan hak atas disesuaikan dengan kemampuan suami. Mengenai hal ini diperintahkan oleh Allah. sebagaimana frrman-Nya"Dan bergaullah dengan mereka (istri) dengan secara patut... " (an-Nisa': 19)Dalam masyarakat masih ada terdapat seorang suami yang menelantarkan istrinya, tidak diberinya nafkah lahir dan batin. Si istri ibarat "digantung tidak bertali", demikian kata pepatah. Lebih berat lagi beban si istri, bila dia mempunyai anak yang harus dipenuhi segala keperluan hidupnya.

2. Mendidik istri taat beragamaMendidik istri beragama adalah tanggung jawab suami. Bila tidak mampu mendidiknya sendiri disebabkan tidak punya ilmu atau tidak punya kesempatan, maka sarankan istri menghadiri majlis taklim, atau mendatangkan guru ke rumah.Allah memerintahkan agar istri (keluarga) benar-benar dilindungi dan diayomi, jangan sampai jatuh ke jurang kesesatan dan menjadi penghuni neraka, sebagaimana firman Allah:"Hai orang-orang yang beriman jagalah (peliharalah) dirimu keluargamu dari api neraka... (At Tahriim: 6)Suami harus senantiasa mengingatkan istrinya dalam beribadah, mungkin karena lupa atau melalaikannya.3. Mendidik istri sopan santunSeorang suami hendaknya diperhatikan perilaku istrinya, supaya berlaku sopan santun terutama pergaulan sehari-hari, baik dalam rumah tangga dan anggota masyarakat Sebagai pendidik suami harus memperlihatkan sikapnya yang balk dicontoh oleh istrinya. Sebab, bagaimana mungkin seorang suami dapat mendidik istrinya sedangkan dia sendiri berlaku sopan santun dalam pergaulan sehari-hari. Sedangkan suami tahu betul kedudukannya dalam rumah tangga sebagai pemimpin keluarga(istri), sebagaimana firman Allah"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin kaum wanita... " (an- Nisa' : 34)Sabda Rasulullah:"... Seorang laki-laki itu menjadi pemimpin bagi keluarganya dan dia akan bertanggung jawab atas pimpinannya... " (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)

4. Suami dilarang membuka rahasia istrinyaSeorang suami berkewajiban menjaga nama baik istrinya. Tidak boleh menceritakan kepada orang lain aib dan kekurangan istrinya. Harus disadari, bahwa membeberkan aib keluarga (istri), sama saja dengan membeberkan aib diri sendiri dalam suatu keluarga. Sama saja halnya dengan "menepuk air didulang, akan kena kemuka sendiri". Malahan, seorang suami pantas dipersalahkan, karena tidak mampu mendidik istrinya, atau sebelum dia berkeluarga telah gegabah memilih calon istri yang tidak kuat agamanya.Seorang suami akan hilang harga diri dan turun martabatnya, sekiranya sempat membeberkan kekurangan istrinya kepada orang lain, apalagi melalui media massa (surat kabar majalah) dan media elektronik yang sering kita lihat pada saat ini.

C. Hak Suami Atas Istri (Kewajiban Istri)1. Mematuhi SuamiSeorang istri hams mematuhi suamin selama suaminya tidak mengajak berbuat maksiat, seperti berjudi, menjadi germo, mencuri, menjual obat-obat terlarang dan lain-lainnya yang dilarang oleh agama. Malahan si istri harus berusaha mencegah suaminya supaya tidak melakukan perbuatan maksiat itu Sekurang-kurangnya tidak mengikuti perintah suaminya itu.

2. Menjaga nama baik suamiNama baik suami harus dijaga oleh istri,jangan sampai membeberkan aib atau kekurangan suaminya kepada orang lain, sebagaimana hak istri atas suaminya sebagaimana telah dijelaskan di atas. Seorang istri hares menjaga harta suaminya, mengurus dan mendidik anaknya dan semua yang berhubungan dengan rumah tangga. Sebagaimana suami, istri pun harus bertanggung jawab atas pimpinannya, tidak hanya kepada suaminya saja, tetapi juga kepada Allah.

3. Dalam segala kegiatan mendapat izin suamiSeorang istri, harus mendapat izin dari suaminya baik rnengadakan kegiatan, terutama kegiatan di luar rumah tangga, seperti bepergian, termasuk menghadiri majlis taklim. Bila kegiatan itu sesuai dengan tuntunan agama, barang kali tidak ada suami yang berkeberatan.

4. Menjaga diriBila suami bepergian, baik jauh maupun dekat, maka istri harus dapat menjaga diri, supaya tidak timbul fitnah, seperti menerima tamu yang bukan muhrimnya, terutama bila tamu itu bermaIam. Si istri tentu dapat melihat situasi rumah tangganya itu, apakah dia sendirian atau ada keluarga lainnya, diperkirakan tidak menimbulkan fitnah Kekhawatiran itu biasanya timbul bila suaminya pergi merantau jauh memakan waktu lama, ditambah lagi bagi istri yang tidak kuat agamanya.Pada saat ini kita lihat, berapa banyak bangsa kita yang menjadi TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang pergi ke luar negeri untuk mencari nafkah. Ada kalanya suami yang pergi dan adakalanya istri dalam keadaan seperti ini baik yang pergi maupun yang ditinggal harus dapat menjaga diri, karena banyak godaan. (sumber:http://wordskripsi.blogspot.com/2010/02/konsep-keluarga-sakinah-http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/memilih-pasangan-idaman.htmlhttp://almanhaj.or.id/content/3232/slash/0/tujuan-pernikahan-dalam-islam/

2. Jelaskan bagaimana Islam terhadap PERKAWINAN BEDA AGAMA. (Pengertian, hukum perkawinan beda agama)PENGERTIAN DAN HUKUM PERKAWINAN BEDA AGAMAIstilah perbedaan agama atau ikhtilaf al-din dijumpai pada pasal 61 KHI. Di samping itu didapati pula yang memiliki padanan kata dengan kata lain yaitu dengan kata orang yang tidak beragama Islam (non muslim). Ini terdapat dalam pasal 40, 44, dan 116. Dengan demikian terlihat bahwa pengertian perkawinan beda agama di sini adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang muslim baik pria maupun wanitanya dengan penganut agama lain (non muslim) secara keseluruhan, tanpa terkecuali pria dan wanitanya berasal dari agama yang mana. Misalnya perkawinan yang dilakukan oleh seorang muslim dengan penganut agama Kristen Protestan, atau seorang muslim dengan seorang penganut agama Budha, dan yang lainnya. Sedangkan perkawinan antara non muslim dengan non muslim lainnya tidak ada disinggung oleh Kompilasi Hukum Islam. Hal ini terjadi, karena Kompilasi Hukum Islam hanyalah mengatur tentang ketentuan yang berlaku bagi orang Islam saja.Hukum perkawinan beda agama: Berdasarkan beberapa keterangan yang berasal dari Al-Quran dan hadits-hadits Nabi saw serta beberapa pendapat dari ulama besar Islam dan disesuaikan keadaannya dengan kondisi umat Islam yang berada di Indonesia, dapat diambil kesimpulan :pertama, perkawinan Berbeda Agama adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita, yang karena berbeda agama, menyebabkan tersangkutnya dua peraturan yang berlainan mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan perkawinan sesuai dengan hukum agamanya masing-masing dengan tujuan untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan beda agama yang dimaksudkan dalam tulsian ini adalah, perkawinan yang dilakukan oleh orang yang tunduk pada agama dan keyakinan yang berbeda. Kedua, kebolehan mengawini wanita kitabiyah tersebut seperti yang dikemukakan Allah Swt. dalam Q.S. Al-Maidah:5 adalah berupa dispensasi, karena suatu keadaan di mana ada kesulitan bagi pria muslim untuk mendapatkan wanita muslimah di sekitar mereka, karena memang jumlah wanita muslimah saat itu sangat sedikit. Sehubungan dengan kondisi Indonesia yang ada sampai saat ini ternyata tidak demikian halnya, karenanya dispensasi tersebut tidak boleh digunakan, artinya tidak boleh menikahi non muslim dengan alasan sulit untuk menemukan wanita msulimah, sedang mereka itu adalah tergolong wanita kitabiyah. Kemungkinan kebolehan menikahi wanita kitabiyah ini hanya dapat dilakukan di negeri-negeri yang penduduknya minoritas muslim, sedangkan wanita kitabiyah banyak dijumpai di sana. Dengan demikian tidak diperkenankan bagi seorang muslim di Indonesia ini untuk menikahi wanita non muslim dengan alasan bahwa mereka itu aalah tergolong wanita kitabiyah.Ketiga, MUI secara tegas melarang adanya perkawinan berbeda agama. Keputusan Majelis Ulama Indonesia tahun 1980 yang ditanda tangani oleh Prof. Dr. Hamka memfatwakan: (1) Perkawinan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim adalah haram hukumnya. (2) Seorang laki-laki muslim diharamkan mengawini wanita bukan muslim. Tentang perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita ahli Kitb terdapat perbedaan pendapat. Setelah mempertimbangkan bahwa mafsadahnya (kerusakannya) lebih besar daripada maslahatnya, Majelis Ulama Indonesia memfatwakan perkawainan tersebut hukumnya haram. Keharaman itu juga didasari dengan alasan bahwa para non Muslim tersebut bukan lagi dikategorikan sebagai ahli kitab, mereka telah berbeda dengan ahli kitab yang asli yang dimaksudkan oleh Q.S. Al-Maidah:5.Keempat, Kompilasi Hukum Islam sendiri lewat empat pasal krusial yaitu pasal 40, 44, 61 dan 116 telah menjelaskan tentang dilarangnya perkawinan beda agama. Hal yang sama juga pada ketentuan yang diatur dalam UU No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Dalam konteks KHI hemat penulis memiliki kelemahan baik dari sisi materi hukumnya maupun eksistensi formal hukumnya. Secara materi hukum terjadi kerangka pemikiran yang tidak sistematis dan logis, mengingat satu sisi pasal (41, 44 dan 61) melarang tegas adanya perwakinan berbeda agama, namun pada pasa 116 KHI terlihat tidak tampak menjadikan unsur berbeda agama sebagai unsur yang penting dalam memutuskan suatu ikatan perkawinan, namun justru hanya melihat kerukunan atau tidaknya rumah tangga. Hingga klausul beda agama menjadi tidak signifikan dan bermakna. Hal ini menjadi sangat penting mengingat KHI sering dipandang sebagai kitab fikih mazhab Indonesia, karena ia hadir lewat proses intelektualitas dan keulamaan yang digali dari umat Islam Indonesia, dengan segala kondisi objektifitas lokalnya. Sehingga KHI menjadi jembatan fikih antara keislaman dan keindonesiaan.(sumber:http://epistom.blogspot.com/2013/06/perkawinan-beda-agama-menurut-kompilasi.html)

3. Jelaskan bagaimana tentang KONSEP GENDER MENURUT ISLAM. (kedudukan laki-laki dan perempuan, relevansi tanggung jawab, pembagian tugas dan kepemimpinan)Pada dasarnya semangat hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam bersifat adil (equal). Oleh karena itu subordinasi terhadap kaum perempuan merupakan suatu keyakinan yang berkembang di masyarakat yang tidak sesuai atau bertentangan dengan semangat keadilan yang diajarkan Islam.Konsep kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan dalam al- Quran, antara lain sebagai berikut:Pertama, laki laki dan perempuan adalah sama-sama sebagai hamba. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku. (Az- Zariyat: 56) Dalam kapasitasnya sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam al-Quran biasa diistilahkan dengan orang-orang yang bertakwa (muttaqin).Kedua, Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi. Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah di samping untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah, juga untuk menjadi khalifah di bumi, sebagaimana tersurat dalam Alquran.Dan dialah yang menjadikan kalian penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kalian atas sebahagian yang lain beberapa derjat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepada kalian. Sesungguhnya Tuhan kalian amat cepat siksaanNya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Anam: 165). Juga dalam Alquran (al-Baqarah: 30) disebutkan: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Mereka berkata: mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi orang yang membuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami selalu senantiasa bertasbih kepadaMu dan mensucikan Mu. Tuhan berfirman, sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.Ketiga, Laki-laki dan Perempuan menerima perjanjian primordial. Menjelang sorang anak manusia keluar dari rahim ibunya, ia terlebih dahulu harus menerima perjanjian dengan Tuhannya. Disebutkan dalam Alquran (Al-Araf: 172): Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) Bukankah Aku ini TuhanMu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.(Kami lakukan). Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).Dalam Islam tanggung jawab individual dan kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam kandungan. Sejak awal sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.Keempat, Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi. Tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan untuk meraih peluang prestasi. Disebutkan dalam Alquran:Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun. (Al-Nisa: 124)Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (Al-Nahl: 97)Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan konsep kesetaraan yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karir profesional, tidak mesti dimonopoli oleh satu jenis kelamin saja.Menurut Nasaruddin Umar, Islam memang mengakui adanya (distincion) antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan pembedaan (discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi fisik-biologis perempuan yang ditakdirkan berbeda dengan laki-laki, namun perbedaan tersebut tidak dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan merendahkan yang lainnya.Ajaran Islam tidak secara skematis membedakan faktor-faktor perbedaan laki-laki dan perempuan, tetapi lebih memandang kedua insan tersebut secara utuh. Antara satu dengan lainnya secara biologis dan sosio kultural saling memerlukan dan dengan demikiann antara satu dengan yang lain masing-masing mempunyai peran. Boleh jadi dalam satu peran dapat dilakukan oleh keduanya, seperti perkerjaan kantoran, tetapi dalam peran-peran tertentu hanya dapat dijalankan oleh satu jenis, seperti; hamil, melahirkan, menyusui anak, yang peran ini hanya dapat diperankan oleh wanita. Di lain pihak ada peran-peran tertentu yang secara manusiawi lebih tepat diperankan oleh kaum laki-laki seperti pekerjaan yang memerlukan tenaga dan otot lebih besar.Dengan demikian dalam perspektif normativitas Islam, hubungan antara laki- laki dan perempuan adalah setara. Tinggi rendahnya kualitas seseorang hanya terletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah swt. Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada manusia dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan atas semua amal yang dikerjakannya.(sumber: e-dokumen.kemenag.go.id)

4. Jelaskan bagaiman KONSEP MAWARIS DALAM ISLAM. (Harta waris, sebab waris mewaris, ahli dan haknya)Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar terjadinya perpecahan, bahkan pertumpahan darah antara sesama saudara atau kerabat dalam masalah memperebutkan harta waris. Sehubungan dengan hal itu, jauh sebelumnya Allah telah mempersiapkan dan menciptakan tentang aturan-aturan membagi harta waris secara adil dan baik. Hamba Allah diwajibkan melaksanakan hukum-Nya dalam dalam semua aspek kehidupan. Barang siapa membagi harta waris tidak sesuai dengan hukum Allah akan menempatkan mereka di neraka selama-lamanya. Firman Allah swt. Artinya: Dan barang siapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkan ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya dan baginya siksa yang menghinakan (Q.S. An Nisa: 14).A. Ketentuan MawarisMawaris ialah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari cara-cara pembagian harta waris. Mawaris disebut juga faraidh karena mempelajari bagian-bagian penerimaan yang sudah ditentukan sehingga ahli waris tidak boleh mengambil harta waris melebihi ketentuan. Adapun hukum mempelajarinya ialah fardhu kifayah. 1. Sebab-sebab seseorang menerima harta warisan menurut Islam ialah sebagai berikut:a. Adanya pertalian darah dengan yang meninggal (mayat) baik pertalian ke bawah ataupun ke atas. b. Hubungan pernikahan, yaitu suami atau isteri.c. Adanya pertalian agama.Contoh jika seorang hidup sebatang kara, lalu meninggal maka harta waris masuk baitul mal.d. Karena memerdekakan budak.2. Sebab-sebab seseorang tidak mendapat harta waris ialah sebagai berikuta. Hamba(budak) ia tidak cakap memiliki sebagaimana firman Allah swt. berikut. Artinya: Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui ( Q.S. An-Nahl:75).b. Pembunuh, orang yang membunuh tidak dapat mewarisi harta dari yang dibunuh. Sabda Rasulullah SAW.Artinya: Yang membunuh tidak dapat mewarisi sesuatu dari yang dibunuhnya (H.R. Nasai)c. Murtad dan kafir, orang yang keluar dari Islam, yaitu antara pewaris atau yang mati, murtad salah satunya.3. Syarat berlakunya pewarisan ada tiga:a. Adanya yang meninggal dunia, baik secara hakiki atau hukmi.b. Adanya harta warisan.c. Tidak penghalang untuk menerima harta warisan.B. AHLI WARISAhli Waris ialah orang yang berhak menerima warisan, ditinjau jenisnya dapat dibagi dua, yaitu zawil furud dan ashobah.Ahli ada dua jenis, lelaki dan perempuan1) Ahli Waris lelaki terdiri dari:1. Anak laki-laki2.Cucu laki-laki sampai keatas dari garis anak laki-laki.3. Ayah4. Kakek sampai keatas garis ayah5. Saudara laki-laki kandung6. Saudara laki-laki seayah7. Saudara laki-laki seibu8. Anak laki-laki saudara kandung sampai kebawah.9. Anak laki-laki saudara seayah sampai kebawah.10. Paman kandung11. Paman seayah12. Anak paman kandung sampai kebawah.13. Anak paman seayah sampai kebawah.14. Suami15. Laki-laki yang memerdekakan2) Ahli Waris wanita terdiri dari1. Anak perempuan2. Cucu perempuan sampai kebawah dari anak laki-laki.3. Ibu4. Nenek sampai keatas dari garis ibu5. Nenek sampai keatas dari garis ayah6. Saudara perempuan kandung7. Saudara perempuan seayah8. Yang Saudara perempuan seibu.9. Isteri10. Wanita yang memerdekakanC. Harta yang harus dikeluarkan sebelum dibagikan kepada ahli waris1. Biaya jenazah2. Utang yang belum dibayar3. Zakar yang belum dikeluarkan4. WasiatD. Hajib dan mahjub1. Nenek dari garis ibu gugur haknya karena adanya ibu.2. Nenek dari garis ayah gugur haknya karena adanya ayah dan ibu3. Saudara seibu gugur haknya baik laki-laki ataupun perempuan oleh4. Saudara seayah baik laki-laki/perempuan gugur haknya oleh :i. Ayahii. anak laki-laki kandungiii. cucu laki-laki dari garis laki-lakiiv. Saudara laki-laki kandung5. Saudara laki-laki/perempuan kandung gugur haknya oleh:a. anak laki-lakib. cucu laki-laki dari garis anak laki-lakic. Ayah6. Jika semua ahli waris itu laki-laki yang dapat bagian ialah.a. Suamib. Ayahc. anak laki-laki7. Jika semua ahli waris itu semuanya perempuan dan ada semua, maka yang dapat warisan ialah:a. Isterib. Anak perempuanc. Cucu perempuand. Ibue. Saudara perempuan kandung8. Urutan pembagian antara saudara laki-laki kandung/ saudara laki-laki seayah sampai kebawah dan urutan paman kandung / paman seayah sampai kebawah.a. Saudara laki-laki kandung menggugurkan saudara seayah( L/P )b. Saudara laki-laki seayah menggugurkan anak lk saudara kandungc. Anak laki-laki saudara kandung menggugurkan anak lk saudara seayahd. Anak laki-laki saudara seayah menggugurkan cucu lk saudara kandung.e. Cucu laki-laki saudara kandung menggugurkan cucu lk saudara seayah dtsf. Cucu laki-laki saudara seayah menggugurkan Paman kandungg. Paman kandung menggugurkan paman seayahh. Paman seayah menggugurkan anak laki-laki paman kandungi. Anak laki-laki paman kandung menggugurkan anak lk paman seayahj. Anaklaki-laki paman seayah menggugurkan cucu lk paman kandungk. Cucu laki-laki paman kandung menggugurkan cucu lk paman seayah. demikian seterusnya.E. Warisan dalam UU No 7 Tahun 1989Hukum waris dalam Islam ialah berasal dari wahyu Allah dan diperjelas oleh rasulNya. Hukum waris ini diciptakan untuk dilaksanakan secara wajib oleh seluruh umat Islam. Semenjak hukum itu diciptakan tidak pernah mengalami perubahan, karena perbuatan mengubah hukum Allah ialah dosa. Semenjak dsahulu sampai sekarang umat Islam senantiasa memegang teguh hukum waris yang diciptakan Allah yang bersumber pada kitab suci Al-Quran dan Hadits Rasulullah. Dalam Undang undang no 7 Tahun 1989, hukum waris itu dicamtumkan secara sistematis dalam 5 bab yang tersebar atas 37 fasal dengan perincian sebagai berikut:Bab. I terdiri atas 1 pasal , ketentuan umum.Bab. II terdiri atas 5 pasal, berisi tentang ahli warisBab. III. Terdiri atas 16 pasal, berisi tentang besarnya bagian ahli warisBab. IV terdiri atas 2 pasal, berisi tentang aul dan rad.Bab. V terdiri atas 13 pasal, berisi masalah wasiatDemikianlah selayang pandang tentang Undang-Undang no 7 tahun 1989, Prinsipnya sama dengan hukum yang bersumber dengan Al-Quran dan Hadits.(Sumber : http://orangjawasunda.blogspot.com/2009/10/mawaris.html)

5. Jelaskan bagaimana konsep SOSIAL POLITIK DAN BUDAYA DALAM ISLAM. (DEMOKRASI DAN MUSYAWARAH, HAK ASASI MANUSIA)Demokrasi dan MusyawarahSistim politik Islam didasarkan atas tiga prinsip yaitu Tauhid (kemaha Esaan Tuhan), Risalah (Kerasulan Muhammad) dan khilafah.Khalifah yang berarti menurut kamus bahasa Arab berarti perwakilan (ing. Representation). Posisi dan tempat manusia di bumi ini menurut ajaran Islam, adalah posisi wakil dari Tuhan. Ia adalah wakil Tuhan di bumi ini. Disebutkan demikian karena berdasarkan kekusaan-kekuasaan yang didelegasikan kepadanya oleh Tuhan, ia diharapkan akan melaksanakan kekuasaan Tuhan di bumi ini dalam batas-batas yang telah ditetapkan oleh Tuhan.Diambil perumpamaan saudara menunjuk seorang wakil untuk menjalankan perusahaan anda atas nama anda sendiri. Anda tertentu harus memiliki empat syarat kelayakan dari orang tersebut tanpa ada perubahan yakni :Pertama, anda tetap pemilik sebenarnya perusahaan dan bukan si pengurus (administrator) ; kedua ia akan mengurus milik saudara itu hanya sesuai dengan instruksi-instruksi saudara; ketiga , ia akan melaksanakan kekuasaannya dalam batas-batas yang saudara telah ditetapkan baginya; dan keempat dalam menjalankan administrasi dari amanat saudara itu dan memenuhi keingingan saudara dan bukan kehendak dan keinginannya sendiri.Ke empat syarat ini begitu inkoherent dalam setiap kondep tentang perwakilan. Jika seseorang tidak memenuhi syarat ini maka ia dianggap telah melanggar batasannya dalam kedudukannya sebagai wakil dan ia telah keluar dari janjinya yang terkandung dalam konsep perwakilan. Inilah sebenarnya yang terkandung dalam Islam ketika ia menetapkan bahwa manusia adalah khalifah Allah di muka bumi ini. Dan keempat syarat ini terkandung juga dalam konsep tentang khilafah.Negara yang didirikan sesuai dengan teori politik ini pada hakikatnya akan menjadi satu perwakilan manusia di bawah kedaulatan Tuhan dan akan memenuhi maksud dan tujuan Tuhan dengan bekerja di bumi Tuhan dalam batas-batas yang ditetapkannya dan sesuai dengan instruksi dan ajaran-ajaranNya

PERBEDAAN DEMOKRASI BARAT DAN MUSYAWARAH ISLAMPenjelasan di atas tentang perkataan khilafah juga dengan cukup terang menjelaskan, bahwa tidak ada perorangan manusia atau kelas atau dinasti dapat menjadi Khalifah, dan bahwa kekuasaan khilafah itu dianugerahkan kepada seluruh golongan rakyat, kepada masyarakat sebagai satu keseluruhan, yang memegang bersedia memenuhi syarat-syarat perwakilan itu setelah menyetujui prinsip-prinsip Tauhid (Kemaha Esaan Tuhan) dan Risalah (Kerasulan MUHAMMAD s.a.w.) tersebut di atas.Masyarakat seperti itu memikul tanggung jawab Khilafah itu sebagai satu keseluruhan dan masing-masing anggotanya mengambil bagian dalam Khilafah Ketuhanan itu. Di sinilah titik dimana Musyawarah mulai dalam islam.Setiap orang dalam masyarakat Islam menikmati hak-hak dan kekuasaan-kekuasaan dari perwakilan ketuhanan itu dan dalam hal ini semua perorangan manusia adalah sama. Tidak ada seorang pun melebihi yang lainnya atau dapat melucuti seseorang lain dari hak-hak dan kekuasaan-kekuasaanya. Badan-badan untuk melaksanakan soal-soal negara dibentuk sesuai dengan kehendak dari orang-orang ini dan kekuasaan negara hanya suatu pertumbuhan bersama belaka dari kekuasaan-kekuasaan perorangan yang didelegasikan kepadanya. Pendapat mereka adalah decivise (memutuskan) dalam pembentukan pemerintah yang harus dijalankan dengan nasihat mereka dan sesuai dengan kehendak-kehendak mereka. Barang siapa memperoleh kepercayaan mereka ia akan tugas dan kewajiban kewajiban dari Khilafah atas nama mereka; dan jika ia kehilangan kepercayaan ini, ia harus berhenti dan menundukkan kepalanya terhadap kemauan mereka itu. Dalam hal ini sistem politik Islam adalah suatu bentuk musyawarah yang sempurna.Dengan sendirinya perbedaan menyolok antara musyawarah Islam dan demokrasi barat ialah bahwa demokrasi Barat itu didasarkan atas kedaulatan rakyat, sedangkan musyawarah Islam itu berdiri atas prinsip Khilafah rakyat. Dalam demokrasi barat rakyat adalah berdaulat, sedangkan dalam musyawarah Islam kedaulatan itu berada pada Tuhan dan rakyat adalah Khalifah-khalifah atau wakil-wakil-Nya. Dalam demokrasi Barat rakyat membuat undang-undangnya sendiri, sedangkan dalam musyawarah islam rakyat harus mengikuti dan mentaati undang-undang dari Syariat yang diberikan Tuhan lewat Rasul-Nya Muhammad SAW. Dalam demokrasi Barat pemerintah berusaha memenuhi kehendak rakyat, sedangkan dalam musyawarah Islam pemerintah dan rakyat yang membentuknya bersama-sama berusaha memenuhi kehendak-kehendak dan tujuan-tujuan Tuhan.Pendeknya, demokrasi Barat adalah semacam kekuasaan absolut tang menjalankan kekuasaan-kekuasaannya secara bebas sekali, sedangkan dalam musyawarah Islam adalah takluk dalam hukum Tuhan dan menjalankan kekuasaannya sesuai perintah-perintah dan ajaran-ajaran Tuhan dan dalam batas-batas yang ditetapkan oleh-Nya.

Hak Asasi ManusiaPertanyaan adakah ham dalam Islam harus dirunut secara sejarah dialektika HAM dalam Islam. Menurut Anas Urbaningrum hak asasi manusia atau lebih dikenal manusia modern sebagai HAM, telah lebih dahulu diwacanakan oleh Islam sejak empat belas abad silam. Hal ini memberi kepastian bahwa pandangan Islam yang khas tentang HAM sebenarnya telah hadir sebelum deklarasi universal HAM PBB pada 18 Shafar 1369 Hijriyah atau bertepatan dengan 10 Desember 1948 Masehi (Anas, 2004;91). Secara internasional umat Islam yang terlembagakan dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 5 Agustus 1990 mengeluarkan deklarasi tentang HAM dari perspektif Islam. Deklarasi yang juga dikenal sebagai Deklarasi Kairo mengandung prinsip dan ketentuan tentang HAM berdasarkan syariah (Azra).HAM dalam Islam telah dibicarakan sejak empat belas tahun yang lalu (Anas Urbaningrum, 2004;91). Ini dibuktikan oleh adanya Piagam Madinah (mitsaq Al-Madinah) yang terjadi pada saat Nabi Muhammad berhijrah ke kota Madinah. Dalam Dokumen Madinah atau Piagam Madinah itu berisi antara lain pengakuan dan penegasan bahwa semua kelompok di kota Nabi itu, baik umat yahudi, umat nasrani maupun umat Islam sendiri, adalah merupakan satu bangsa (Idris, 2004;102). Dari pengakuan terhadap semua pihak untuk bekerja sama sebagai satu bangsa, didalam piagam itu terdapat pengakuan mengenai HAM bagi masing-masing pihak yang bersepakat dalam piagam itu. Secara langsung dapat kita lihat bahwa dalam piagam madinah itu HAM sudah mendapatkan pengkuan oleh IslamMemang, terdapat prinsip-prinsip HAM yang universal; sama dengan adanya perspektif Islam universal tentang HAM (huqul al-insan), yang dalam banyak hal kompatibel dengan Deklarasi Universal HAM (DUHAM). Tetapi juga harus diakui, terdapat upaya-upaya di kalangan sarjana Muslim dan negara Islam di Timur Tengah untuk lebih mengkontekstualisasikan DUHAM dengan interpretasi tertentu dalam Islam dan bahkan dengan lingkungan sosial dan budaya masyarakat-masyarakat Muslim tertentu pula.Islam sebagai agama universal membuka wacana signifikan bagi HAM. tema-tema HAM dalam Islam, sesungguhnya merupakan tema yang senantiasa muncul, terutama jika dikaitkan dengan sejarah panjang penegakan agama Islam. Menurut Syekh Syaukat Hussain yang diambil dari bukunya Anas Urbaningrum, HAM dikategotrikan dalam dua klasifikasi. Pertama, HAM yang didasarkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia. Dan kedua, HAM yang diserahkan kepada seseorang atau kelompok tertentu yang berbeda. Contohnya seperti hak-hak khusus bagi non-muslim, kaum wanita, buruh, anak-anak dan sebagainya, merupakan kategori yang kedua ini (Anas, 2004;92).Berdasarkan temuan diatas akan kita coba mencari kesamaan atau kompatibilitas antara HAM yang terkandung dalam Islam. Akan kita coba membagi hak asasi manusia secara klasifikasi hak negatif dan hak positif. Dalam hal ini hak negatif yang dimaksud adalah hak yang memberian kebebasan kepada setiap individu dalam pemenuhannya.Yang pertama adalah hak negatif yaitu memberikan kebebasan kepada menusia dalam pemenuhannya. Bebrapa yang dapat kita ambil sebagai contoh yaitu:

1. Hak atas hidup, dan menghargai hidup manusia. Islam menegaskan bahwa pembunuhan terhadap seorang manusia ibarat membunuh seluruh umat manusia. Hak ini terkandung dalam surah Al-Maidah ayat 63 yang berbunyi :Oleh karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi bani israil, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memlihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keternagan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantar amereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi. (QS 5;63)

2. Hak untuk mendapat perlindungan dari hukuman yang sewenarg wenang. yaitu dalam surat Al Anam : 164 dan surat Fathir 18 yang masing masing berbunyi :Katakanlah: Apakah aku mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia adalah tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah sesorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan. (QS 6;164)Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika sesorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikit pun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka mendirikan sembahyang. Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allah-lah kembali(mu). (QS 35;18)

3. Hak atas keamanan dan kemerdekaan pribadi terdapat dalam surat An Nisa ayat 58 dan surat Al-Hujurat : 6 yang berbunyi seperti ini:Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.(QS 4;58)Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang yang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaanya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS 49;6)

4. Hak atas kebebasan beragama memilih keyakinan berdasar hati nurani. Yang bisa kita lihat secara tersirat dalam surat Al Baqarah ayat 256 dan surat Al Ankabut ayat 46 yang berbunyi:Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada yang thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS 2;256)Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara mereka, dan katakanlah: kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri. (QS 29;46)

5. Hak atas persamaan hak didepan hukum secara tersirat terdapat dalam surat An-Nisa ayat 1 dan 135 dan Al Hujurat ayat13:Hai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciotakan dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS 4;1)Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tau kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (QS 4;135)Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjdaikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS 49;13)

6. Dalam hal kebebasan berserikat Islam juga memberikan dalam surat Ali Imran ayat 104-105 yang berbunyi:Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang yang beruntung. (QS 3;104)Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. (QS 3;105)

7. Dalam memberikan suatu protes terhadap pemerintahan yang zhalim dan bersifat tiran. Islam memberikan hak untuk memprotes pemerintahan yang zhalim, secara tersirat dapat diambil dari surat An-Nisa ayat 148, surat Al Maidah 78-79, surat Al Araf ayat 165, Surat Ali Imran ayat 110 yang masing masing berbunyi:Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS 4;148)Telah dilanati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa Putera Maryam. Yang demikian itu. Disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. (QS 5;78)Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan yang munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (QS 5;79)Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaan yang keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. (QS 7;165)Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab Beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; diantara mereka yang ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS 3;110)

8. Dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti bentuk hak positif dalam hak ekonomi sosial dan Islam pun mengandung secara tersirat mengenai hak ini. Hak mendapatkan kebutuhan dasar hidup manusia secara tersirat terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 29, surat Ad-Dzariyat ayat 19, surat Al Jumuah ayat 10, yang berbunyi:Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada dimuka bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS 2;29)Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (QS 51;19)Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS 62;10)

9. Dalam hak mendapatkan pendidikan Islam juga memiliki pengaturan secara tersirat dalam surat Yunus ayat 101, surat Al-Alaq ayat 1-5, surat Al Mujadilah ayat 11 dan surat Az-Zumar ayat 9 yang masing-masing berbunyi berbunyi:Katakanlah: Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.(QS 10;101)Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:berdirilah kamu, maka berdirilah kamu, niscaya Allah akan meninggikan orang orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS 58;11)(apakah kamu hai orang yang musyrik) ataukah orang-orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhrat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?. Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.(sumber: http://makalahmajannaii.blogspot.com/2012/12/hak-asasi-manusia-menurut-islam.html dan http://www2.eramuslim.com/nasehat-ulama/indahnya-musyawarah-islam-dan-menyimpangnya-demokrasi.htm)

6. Jelaskan apa yang dimaksud WASIAT DAN HIBAH. (aturan wasiat, aturan hibah serta hikmahnya)WASIATPengertian WasiatKata Wasiat termasuk kosa kata bahasa arab yang sudah menjadi bahasa Indonesia. Dalam bahasa aslinya, bahasa arab wasiat itu bermakna perintah yang ditekankan.Wasiat dalam makna yang luas adalah nasihat yang diberikan kepada seorang yang dekat di hati semisal anak, saudara maupun teman dekat untuk melaksanakan suatu hal yang baik atau menjauhi suatu hal yang buruk. Wasiat dengan pengertian memberikan pesan yang penting ketika hendak berpisah dengan penerima pesan ini, biasanya diberikan saat merasa kematian sudah dekat, hendak bepergian jauh atau berpisah karena sebab lainnya.Sedangkan wasiat yang kita bahas kali ini adalah khusus terkait pesan yang disampaikan oleh orang yang hendak meninggal dunia.Wasiat jenis ini bisa bagi menjadi dua kategori:Pertama, wasiat kepada orang yang hendak untuk melakukan suatu hal, semisal membayarkan utang, memulangkan pinjaman dan titipan, merawat anak yang ditinggalkan, dst.Kedua, wasiatkan dalam bentuk harta, agar diberikan kepada pihak tertentu dan pemberian ini dilakukan setelah pemberi wasiat meninggal dunia.

Hukum WasiatHukum wasiat tergantung pada kondisi orang yang menyampaikan wasiat. Berikut rinciannya:1. Menyampaikan wasiat hukumnya wajib untuk orang yang punya utang atau menyimpan barang titipan atau menanggung hak orang lain, yang dikhawatirkan manakala seorang itu tidak berwasiat maka hak tersebut tidak ditunaikan kepada yang bersangkutan.2. Berwasiat hukumnya dianjurkan untuk orang yang memiliki harta berlimpah dan ahli warisnya berkecukupan. Dia dianjurkan untuk wasiat agar menyedekahkan sebagian hartanya, baik sepertiga dari total harta atau kurang dari itu, kepada kerabat yang tidak mendapatkan warisan atau untuk berbagai kegiatan sosial.3. Berwasiat dengan harta hukumnya makruh jika harta milik seorang itu sedikit dan ahli warisnya tergolong orang yang hartanya pas-pasan. oleh karena itu banyak sahabat radhiyallahu anhum, yang meninggal dunia dalam keadaan tidak berwasiat dengan hartanya.Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya Allah itu bersedekah kepada kalian dengan sepertiga harta kalian ketika kalian hendak meninggal dunia sebagai tambahan kebaikan bagi kalian. (HR. Ibnu Majah, dan dihasankan Al-Albani).Dari Ibnu Umar, Rasulullah bersabda, Wahai manusia ada dua hal yang keduanya bukanlah hasil jerih payahmu. Pertama, kutetapkan sebagian hartamu untukmu ketika engkau hendak meninggal dunia untuk membersihkan dan mensucikanmu. Kedua, doa hamba hambaku setelah engkau meninggal dunia. (HR. Ibnu Majah, dhaif).Demikian pula hadits yang yang mengisahkan Nabi mengizinkan Saad bin Abi Waqash untuk wasiat sedekah sebesar sepertiga total kekayaannya [HR Bukhari dan Muslim].

Syarat Sah Wasiat1. Terkait wasiat dalam bentuk meminta orang lain untuk mengurusi suatu hal semisal membayarkan utang, merawat anak yang ditinggalkan maka disyaratkan bahwa orang yang diberi wasiat tersebut adalah seorang muslim dan berakal. Karena jika tidak, dikhawatirkan amanah dalam wasiat tidak bisa terlaksana dengan baik.2. Orang yang berwasiat adalah orang yang berakal sehat dan memiliki harta yang akan diwasiatkan.3. Isi wasiat yang disampaikan hukumnya mubah. Tidak sah wasiat dalam hal yang haram, semisal wasiat agar diratapi setelah meninggal dunia atau berwasiat agar sebagian hartanya diberikan kepada gereja atau untuk membiayai acara bidah, acara hura hura atau acara maksiat lainnya.4. Orang yang diberi wasiat, bersedia menerima wasiat. Jika dia menolak maka wasiat batal dan setelah penolakan orang tersebut tidak berhak atas apa yang diwasiatkan.

Diantara Ketentuan Wasiat1. Orang yang berwasiat boleh meralat atau mengubah ubah isi wasiat. Berdasarkan perkataan Umar, Seseorang boleh mengubah isi wasiat sebagaimana yang dia inginkan. (Diriwayatkan oleh Baihaqi).2. Tidak boleh wasiat harta melebihi sepertiga dari total kekayaan. Mengingat sabda Nabi kepada Saad bin Abi Waqash yang melarangnya untuk berwasiat dengan dua pertiga atau setengah dari total kekayaannya. Ketika Saad bertanya kepada Nabi, bagaimana kalau sepertiga maka jawaban Nabi, Sepertiga, namun sepertiga itu sudah terhitung banyak. Jika kau tinggalkan ahli warismu dalam kondisi berkecukupan itu lebih baik dari pada kau tinggalkan mereka dalam kondisi miskin lantas mereka mengemis ngemis kepada banyak orang. (HR. Bukhari dan Muslim).3. Dianjurkan agar kurang dari sepertiga, sebagaimana keterangan Ibnu Abbas, Andai manusia mau menurunkan kadar harta yang diwasiatkan dari sepertiga menjadi seperempat mengingat sabda Nabi sepertiga akan tetapi sepertiga itu banyak. (HR. Bukhari dan Muslim).4. Yang terbaik adalah mencukupkan diri dengan berwasiat seperlima dari total kekayaannya, mengingat perkataan Abu Bakar, Aku ridho dengan dengan apa yang Allah ridhoi untuk dirinya yaitu seperlima. (Syarh Riyadhus Shalihin oleh Ibnu Utsaimin, 1/44).5. Larangan untuk berwasiat dengan lebih dari sepertiga itu hanya berlaku orang yang memiliki ahli waris. Sedangkan orang yang sama sekali tidak memiliki ahli waris dia diperbolehkan untuk berwasiat dengan seluruh hartanya.6. Wasiat dengan lebih dari sepertiga boleh dilaksanakan manakala seluruh ahli waris menyetujuinya dan tidak mempermasalahkannya.7. Tidak diperbolehkan [baca: haram] dan tidak sah, wasiat harta yang diberikan kepada ahli waris yang mendapatkan warisan meski dengan nominal yang kecil, kecuali jika seluruh ahli waris sepakat membolehkannya, setelah pemberi wasiat meninggal. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya Allah itu telah memberikan kepada semua yang memiliki hak apa yang menjadi haknya. Oleh karena itu tidak ada wasiat harta bagi orang yang mendapatkan warisan. (HR Abu Daud, dinilai shahih oleh al Albani).8. Jika wasiat harta untuk orang yang mendapatkan warisan itu ternyata hanya disetujui oleh sebagian ahli waris karena sebagian yang lain menyatakan ketidaksetujuannya maka isi wasiat dalam kondisi ini hanya bisa dilaksanakan pada bagian yang menyetujui isi wasiat namun tidak bisa diberlakukan pada bagian warisan yang tidak menyetujuinya.

HIBAHPengertian Hibah.Hibah adalah pemberian sesuatu barang dari seseorang kepada orang lain tanpa sesuatu sebab, tanpa adanya ikatan apa-apa dan tidak mengharapkan imbalan kecuali mengharap ridha Allah. Bila seseorang ,memberikan hartanya kepada keluarga atau orang lain untuk dimanfaatkan tetapi tidak diberikan kepadanya hak pemilikan maka hal itu disebut pinjaman (Ariyah). Sedangkan bila hak pemilikan itu diberikan sesudah ia mati maka hal itu dinamakan washiat.Dari segi bentuknya dapat berupa materi/barang yang bias bertahan lama. Sedangkan dari obyek yang diberinyabersifat perorangan bukan perkumpulan atau organisasi. Dari segi macamnya hibah terbagi menjadi 2, yaitu : Hibah benda yaitu menghibahkan suatu benda untuk memelikinya. Hibah manfaat yaitu menghibahkan manfaat suatu benda/barang tetapi status kepemilikannya tetap pada si pemberi.

Hukum HibahHibah hukumnya sunnah dan lebih utama menghibahkan sesuatu kepada keluarga dekat, seperti dalam Al-quran surat al-Baqarah ayat 177 dan Al-Maidah ayat 2. Dalam pemberian hibah ini diperlukan ijab qabul dan sebaiknya dilaksanakan dengan dihadiri oleh dua orang saksi dan dibuktikan dengan bentuk tulisan.

Rukun dan Syarat Hibah Wahib yakni orang yang memberikan hibah dengan syarat-syarat berikut : Baligh dan berakal Dilakukan atas kemauan sendiri Dapat melakukan tindakan hukum Pemilik barang yang dihibahkan Mauhub lahu yakni orang yang diberi hibah dengan syarat-syarat berikut : Terbukti adanya pada waktu dilakukan hibah/ijab qabul Benar-benar berhak memiliki sesuatu yang dihibahkan. Bila saat diberi hibah masih kecil maka walinya bisa menggantikannya. Mauhub yakni barang yang dihubahkan Jelas dan ada wuijudnya/tidak samar Mempunyai nilai atau harga tertentu dan manfaat Barang yang dihibahkan benar-benar milik orang yang menghibahkan secara mutlak Ijab qabul yakni akad

Macam-macam HibahHibah ada dua macam yaitu hibah barang dan hibah manfaat. Hibah barang ada yang bermaksud mencari pahala dan ada yang tidsak. Hibah yang dimaksud mencari pahala ada yang dimaksud untuk mencari keridhaan Alloh dan keridhaan makhluk. Hibah manfaat tyerdiri dari hibah berwaktu/hibah muajjalah dan hibah seumur hidup.an amri. Hibah muajjalah termasuk dalam kategori pinjaman/ariyah karena setelah lewat jangka waktu tertentu barang yang dihibahkan manfaatnya itu harus dikembalikan. Mengenai hibah seumur hidup terdapat beberapa pendapat ulama sebagai berikut : Imam SyafiI, Abu Hanifah, Ats-Tsauri dan Ahmad berpendapat bahwa hibah seumur hidup adalah hibah yang terputus sama sekali yaitu hibah terhadap pokok barangnya. Imam Malik dan pengikutnya berpendapat bahwa penerima hibah tersebut hanya mendapat hak guna atau manfaat saja. Bila meninggal maka barangnya harus dikembalikan kepada pemberi atau ahli warisnya. Dawud dan Abu Tsauri berpendapat bahwa bila pembverian ditunjukkan kepada seseorang dan keturunannya, maka barang tersebut menjadi milik orang yang di beri hibah selamanya.

Hibah Maridhil MautYang dimaksud maridhil maut adalah orang yang sakit menjelang kematian. Orang yang demikian bila memberikan sesuatu kepada orang lain maka hukumnya seperti washiat yaitu penerimanya harus bukan ahli waris dan jumlahnya tidak lebih dari 1/3 dari jumlah harta yang dimiliki oleh [pemberi washiat.Bila seseorang menghibahkan harta kepada orang lain, lalu orang yang memberikan itu meninggal dunia dan harta peninggalannya dibagikan kepada ahli waris karena ahli waris mendakwa bahwa pemberian hibah pada saat almarhum sakit sedangkan orang yang diberi hibah menyatakan bahwa pemberian itu dilakukan pada saat almarhum sehat maka yang dibenarkan adalah orang menerima hibah karena pada saat itu pemberi hibah dapat membelanjakan harta.Bila pemberian hibah itu menimbulkan pertengkaran di antara ahli waris maka hibahnya dibatalkan.

Hukum Pemcabutan HibahJumhur ulam sepakat bbahwa mencabut hibah yang telah diberikan hukumnya adalah haram meskipun dilakukan antara saudara atau suami istri. Pencabutan dibolehkan bila ada yang hal-hal yang membolehkannya anatara lain : Pencabutan hibah seorang ayah kepada sebagaimana yang kan dijelaskan kemudian. Hibah yang diberikan itu belum sampai kepada orang yang diberi, disebabkan karena orang yang diberi hibah sedah meninggal terlebih dahulu

Hibah Kepada Anak.Hibah yang utama adalah kepada kaum kerabat/keluarga dan yang sangat dekat adalah anak dengan tetap menjaga keadilan diantara mereka. Seperti dalam surat al-Baqarah ayat 177. Adil tidak tidak berarti sama rata sama rasa. Mungkin saja memberikan sesuatu yang sama pada anak-anak yang berbeda bias menjadi tidak adil.

Hikmah Hibah Dapat membantu si penerima hibah dari berbagai kesulitan hidup Untuk mengakrabkan silaturrahim dan menjinakkan hati serta meneguhkan kecintaan di antara sesamanya. Mendapatkan perlindungan dari Alloh Terhindar dari apai neraka di akherat kelak.(sumber : http://www.konsultasisyariah.com/serba-serbi-wasiat-dalam-islam/ http://shoimnj.blogspot.com/2011/07/shadaqah-hibah-hadiah-dan-hikmahnya.html)

7. Jelaskan konsep JUAL BELI dan UTANG PIUTANG. ( Pengertian, syarat dan rukun, riba dan bunga bank )Riba dalam pandangan agamaRiba bukan cuma persoalan masyarakat Islam, tapi berbagai kalangan di luar Islam pun memandang serius persoalan riba. Kajian terhadap masalah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari 2.000 tahun silam. Masalah riba telah menjadi bahasan kalangan Yahudi, Yunani, demikian juga Romawi. Kalangan Kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.Riba dalam agama IslamDalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Ini dipertegas dalam Al-Qur'an Surah Al-Baqarah ayat 275 : ...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.... Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti. berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya. dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya. yaitu bila akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam. berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya. maka yang di bagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. contoh nisbahnya adalah 60%:40%, maka bagian deposan 60% dari total keuntungan yang didapat oleh pihak ban.

Jenis-Jenis RibaSecara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua.Yaitu riba hutang-piutang dan riba jual-beli.Riba hutang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasiah.Riba Qardh Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).Riba Jahiliyyah Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.Riba Fadhl Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

Riba Nasiah Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasiah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Perbedaan Investasi dengan Membungakan UangAda dua perbedaan mendasar antara investasi dengan mem-bungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing.1.Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap.2.Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu ter-gantung kepada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana.Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana.

Perbedaan Hutang Uang dan Hutang BarangAda dua jenis hutang yang berbeda satu sama lainnya, yakni hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang dan hutang yang terjadi karena pengadaan barang. Hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lainnya yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperbolehkan. Hutang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri dari harga pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak boleh berubah naik, karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk hutang pengadaan barang, bukan hutang uang.

Perbedaan antara Bunga dan Bagi HasilSekali lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:Bunga : Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untungBagi Hasil : Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugiBunga : Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkanBagi Hasil : Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperolehBunga : Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugiBagi hasil : tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.Bunga : Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang boomingBagi hasil : Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.Bunga : Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan.Bagi hasil : Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil.Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS. 2 : 275 278)Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.(QS.3:130 132)Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik dari Nafibahwa beliau mendengar Abdullah ibn Umar berkata,Jika seseorang meminjamkan sesuatu, biarkan kondisi satu-satunya yang dilunasi. Al-Muwatta Imam Malik : 31.44.94Malik meriwayatkan kepadaku bahwa beliau mendengar Abdullah ibn Masud pernah berkata, Jika seseorang membuat pinjaman, mereka tak boleh menetapkan perjanjian lebih dari itu. Meski hanya segenggam rumput, itu adalah riba. Al-Muwatta Imam Malik : 31.44.95Abdullah ibn Masud meriwayatkan bahwa Rasulullah salallaahu alayhi wasallam melaknat mereka yang menerima, yang membayar, yang menyaksikan, dan yang mencatat riba. Sunah Imam Abu Dawud: 16.1249.Riba secara harfiah berarti kelebihan dalam bahasa Arab. Qadi Abu Bakar ibnu al Arabi, dalam bukunya Ahkamul Quran memberi definisi sebagai: Setiap kelebihan antara nilai barang yang diberikan dengan nilai-tandingnya (nilai barang yang diterimakan).Kelebihan ini mengacu pada dua hal:1. Tambahan keuntungan yang berasal dari peningkatan yang tidak dapat dibenarkan dalam bobot maupun ukuran, dan2. Tambahan keuntungan yang berasal dari penundaan (waktu) yang tidak dibenarkan.Pengertian riba menurut Islam secara lebih rinci diuraikan Ibn Rushd (al-hafid) seorang fakih, dalam kitabnya Bidaya al-Mujtahid, Bab Perdagangan. Ibn Rushd memaparkan beberapa sumber riba ke dalam delapan jenis transaksi:1. Transaksi yang dicirikan dengan suatu pernyataan Beri saya kelonggaran (dalam pelunasan) dan saya akan tambahkan (jumlah pengembaliannya)2. Penjualan dengan penambahan yang terlarang;3. Penjualan dengan penundaan pembayaran yang terlarang;4. Penjualan yang dicampuraduk dengan utang;5. Penjualan emas dan barang dagangan untuk emas;6. Pengurangan jumlah sebagai imbalan atas penyelesaian yang cepat;7. penjualan produk pangan yang belum sepenuhnya diterima;8. atau penjualan yang dicampuraduk dengan pertukaran uang. Perlu diketahui bahwa Ibn Rushd menuliskan Bidayat al-Mujtahid dengan menganalisis berbagai pendapat para imam dari keempat madhhab utama. Dua aspek ini telah mendorong para ulama mendefinisikan dua jenis riba. Ibnu Rusyd mengatakan : Para hakim secara ijma mengatakan tentang riba dalam buyu (perdagangan) dalam dua jenis yaitu penundaan (nasiah) dan kelebihan yang ditentukan (tafadul)Jadi, ada dua jenis riba:1. Riba al-fadl adalah Penambahan dalam utang-piutangDapat dijelaskan sebagai berikut, transaksi sewa-menyewa melibatkan kedua unsur, baik penundaan maupun penambahan nilai hanya dapat dilakukan atas benda-benda tertentu saja seperti bangunan, kendaraan, binatang, dan sejenisnya; dan tidak atas benda-benda lain yang habis terpakai dan tidak bisa dimanfaatkan bagian per bagiannya seperti makanan dan benda yang dipakai sebagai alat tukar, yakni uang. Sewa-menyewa uang berarti merusak fitrah transaksi, dan menjadikannya sebagai riba. Dalam hal ini riba yang terjadi adalah riba al-fadl, karena menyewakan uang serupa dengan menambahkan nilai pada utang-piutang.Transaksi utang-piutang mengandung penundaan (selisih) waktu, tapi tidak ada unsur penambahan. Seseorang meminjamkan anda uang Rp 500.000, dan peminjam melunasinya, setelah tertunda beberapa waktu lamanya, dalam jumlah yang sama, IDR 500.000. Penundaan waktu dalam utang-piutang ini dibenarkan dan hukumnya halal, tetapi penambahan atasnya tidak dibenarkan dan hukumnya haram. Penambahan dalam utang-piutang adalah riba al-fadl.Riba al-fadl mengacu pada jumlah (kuantitas). Riba an-nasiah mengacu pada penundaan waktu. Riba al-fadl sangat mudah untuk dipahami. Dalam peminjaman, riba al-fadl merupakan bunga yang harus dibayar. Namun pada umumnya riba ini mewakili peningkatan ta