AL ISLAM 2
description
Transcript of AL ISLAM 2
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER
SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2014/2015
Mata Kuliah : Al-Islam II Dosen : Drs. Didi Sunardi
Hari/Tgl : 29 Maret 2015 Sifat : Buka Buku
Waktu : 4 minggu Jurusan : P2K Teknik Kimia
1. Jelaskan istilah istilah berikut : Fiqih, syari’at, ijtihad, aqidah, mu’amalah, ahlaq, sunnah
dan bid’ah.
a. Ushul fiqih (bahasa Arab: الفقه (أصول adalah ilmu hukum dalam Islam yang
mempelajari kaidah-kaidah, teori-teori dan sumber-sumber secara terperinci dalam
rangka menghasilkan hukum Islam yang diambil dari sumber-sumber tersebut.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Ushul_Fiqh
b. Syariat Islam (Arab: إسالمية Syariat Islamiyyah) adalah hukum atau peraturan شريعة
Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan
aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka
oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan
sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Syariat_Islam
c. Ijtihad (Arab: اجتهاد) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya
bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk
memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan
syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang. Namun pada
perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para
ahli agama Islam. Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia
akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau
pada suatu waktu tertentu.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Ijtihad
d. Akidah (Bahasa Arab: �ُة �َد �ع ِق�ي ْل ;َا transliterasi: al-'Aqiydah) dalam istilah Islam yang
berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap sebagai salah
satu akidah. Pondasi akidah Islam didasarkan pada hadits Jibril, yang memuat definisi
Islam, rukun Islam,rukun Iman, ihsan dan peristiwa hari akhir.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Aqidah
e. Al-Muamalah (المعامله) yg secara etimologi sama dan semakna dengan kata al-
mufa`alah (المفاعله), yang artinya saling berbuat. Pengertian harfiahnya: suatu
aktivitas yg dilakukan oleh seseorang dengan seseorang lain atau beberapa orang
dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Kata “seseorang” dalam definisi di atas
adalah orang/manusia yg sudah mukallaf, yg dikenai beban taklif, yaitu orang yg telah
berakal baligh dan cerdas. Sumber: http://www.artikel.majlisasmanabawi.net/kamus-
spiritual/arti-kata-muamalah-pengertian-muamalah/
f. Akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus
dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik,
atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul
dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak
pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga
terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan
dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak
g. Sunnah (سنة ˈsunnah, plural سنن sunan) adalah kata Arab yang berarti "kebiasaan"
atau "biasa dilakukan". Secara istilah sunnah adalah jalan yang di tempuh oleh
rasulullah dan para sahabatnya, baik ilmu, keyakinan, ucapan, perbuatan, maupun
penetapan. Para penganutSunni juga disebut sebagai Ahl as-Sunnah wa'l-
Jamā'ah ("orang-orang dari tradisi dan komunitas (dari Muhammad)")
atau Ahlussunnah..
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Sunnah
h. Bid'ah (Arab:بَدعة) adalah perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang
sudah ditetapkan, termasuk menambah atau mengurangi ketetapan. Secara linguistik,
istilah ini memiliki arti inovasi, pembaruan, atau doktrin sesat. Bid‘ah dalam
agama Islam berarti sebuah peribadahan yang tidak pernah diperintahkan ataupun
dicontohkan oleh Nabi Muhammad atau dikerjakan oleh para sahabat, tetapi banyak
dilakukan oleh umatnya. Hukum dari bid'ah menurut pendapat para
ulama Salaf adalah haram, berdasarkan hadits dari nabi. Perbuatan dimaksud ialah
perbuatan baru atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti
sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Bidah
Secara umum, bid'ah bermakna melawan ajaran asli suatu agama (artinya mencipta
sesuatu yang baru dan disandarkan pada perkara agama/ibadah). Para ulama Salaf
telah memberikan beberapa definisi bid'ah. Definisi-definisi ini memiliki lafadl-
lafadlnya berbeda-beda namun sebenarnya memiliki kandungan makna yang sama.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, mengatakan bahwa bidah dalam agama adalah perkara
yang dianggap wajib maupun sunnah namun yang Allah dan rasul-Nya tidak
syariatkan. Adapun apa-apa yang Ia perintahkan baik perkara wajib maupun sunnah
maka harus diketahui dengan dalil-dalil syariat. Imam Syathibi, bid'ah dalam agama
adalah satu jalan dalam agama yang diciptakan menyamai syariat yang diniatkan
dengan menempuhnya bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah. Ibnu
Rajab, bidah adalah mengada-adakan suatu perkara yang tidak ada asalnya dalam
syariat. Jika perkara-perkara baru tersebut bukan pada syariat maka bukanlah bidah,
walaupun bisa dikatakan bidah secara bahasa Imam as-Suyuthi, beliau berkata, bidah
adalah sebuah ungkapan tentang perbuatan yang menentang syariat dengan suatu
perselisihan atau suatu perbuatan yang menyebabkan menambah dan mengurangi
ajaran syariat. Dengan memperhatikan definisi-definisi ini akan nampak tanda-tanda
yang mendasar bagi batasan bidah secara syariat yang dapat dimunculkan ke dalam
beberapa point di bawah ini :
Bahwa bidah adalah mengadakan suatu perkara yang baru dalam agama.
Adapun mengadakan suatu perkara yang tidak diniatkan untuk agama tetapi
semata diniatkan untuk terealisasinya maslahat duniawi seperti mengadakan
perindustrian dan alat-alat sekedar untuk mendapatkan kemaslahatan manusia
yang bersifat duniawi tidak dinamakan bidah.
Bahwa bidah tidak mempunyai dasar yang ditunjukkan syariat. Adapun apa
yang ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat bukanlah bidah, walupun tidak
ditentukan oleh nash secara khusus. Misalnya adalah apa yang bisa kita lihat
sekarang: orang yang membuat alat-alat perang seperti kapal terbang,roket,
tank atau selain itu dari sarana-sarana perang modern yang diniatkan untuk
mempersiapkan perang melawan orang-orang kafir dan membela kaum
muslimin maka perbuatannya bukanlah bidah. Bersamaan dengan itu syariat
tidak memberikan nash tertentu dan rasulullah tidak mempergunakan senjata
itu ketika bertempur melawan orang-orang kafir. Namun demikian pembuatan
alat-alat seperti itu masuk ke dalam keumuman firman Allah taala,Dan
persiapkanlah oleh kalian untuk mereka (musuh-musuh) kekuatan yang kamu
sanggupi.Demikian pula perbuatan-perbuatan lainnya. Maka setiap apa-apa
yang mempunyai asal dalam sariat termasuk bagian dari syariat bukan perkara
bidah.
Bahwa bidah semuanya tercela (hadits Al 'Irbadh bin Sariyah dishahihkan oleh
syaikh Al Albani di dalam Ash-Shahiihah no.937 dan al-Irwa no.2455)
Bahwa bidah dalam agama kadang-kadang menambah dan kadang-kadang
mengurangi syariat sebagaimana yang dikatakan oleh Suyuthi di samping
dibutuhkan pembatasan yaitu apakah motivasi adanya penambahan itu agama.
Adapun bila motivasi penambahan selain agama, bukanlah bidah. Contohnya
meninggalkan perkara wajib tanpa udzur, maka perbuatan ini adalah tindakan
maksiat bukan bidah. Demikian juga meninggalkan satu amalan sunnah tidak
dinamakan bidah. Masalah ini akan diterangkan nanti dengan beberapa
contohnya ketika membahas pembagian bidah.
Sumber: http://id.wikipedia.org
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hadats dan najis menurut bahasa dan istilah.
Hadats menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keadaan tidak suci
pada pada diri seorang muslim yang menyebabkan ia tidak boleh sholat, tawaf dan lain
sebagainya. Senada dengan pengertian pada KBBI, pada Ensiklopedia Indonesia juga
dijelaskan hadats merupakan ketidaksucian yang dipandang tidak suci oleh sarat dan
menghalangi sarat sahnya suatu ibadah. Hadats menurut cara mensucikan dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu hadats besar dan kecil. Hadats besar adalah hadats yang harus
disucikan dengan cara mandi sedangkan hadats kecil adalah hadats yang dapat disucikan
dengan cara berwudlu atau tayamum saja. Tayamun dapat dipilih untuk bersuci dengan
catatan apabila sedang berhalangan memakai air. Contoh hadats besar
adalah haid, junub, nifas dan keluar mani. Mandi untuk membersihkan diri dari hadats
dinamakan mandi wajib atau mandi besar. Mandi wajib atau mandi besar dilakukan
dengan cara meratakan seluruh air ke semua bagian tubuh. Contoh hadats kecil adalah
buang air kecil, besar, atau keluar udara dari dubur.
Hadats secara etimologi (bahasa), artinya tidak suci atau keadaan badan tidak
suci jadi tidak boleh shalat. Adapun menurut terminologi (istilah) Islam, hadats adalah
keadaan badan yang tidak suci atau kotor dan dapat dihilangkan dengan cara berwudhu,
mandi wajib, dan tayamum. Dengan demikian, dalam kondisi seperti ini dilarang (tidak
sah) untuk mengerjakan ibadah yang menuntut keadaan badan bersih dari hadats dan
najis, seperti shalat, thawaf, ’itikaf. Sebagaimana telah kami kutip dalam sebuah buku
yang ditulis oleh Mustofa Kamal Pasha hal. 19 cetakan keempat tahun 2009,
mengemukakan hadats ialah “keadaan tidak suci yang mengenai pribadiseorang muslim,
sehingga menyebabbkan terhalangnya orang itu melakukan shalat dan thawaf”.Artinya
shalat atau thawaf yang dilakukannya dinyatakan tidak sah karena dalam keadaan
berhadats. Adapun yang menjadi sebab-sebabnya seseorang dihukumkan sebagai orang
yang berhadats ada bermacam-macam, yang kemudian oleh para ahli fikih dikelompkkan
menjadi dua macam yaitu hadats kecil dan hadats besar.
Sumber: http://pengertianhadats.blogspot.com/2013/09/pengertian-hadats-macam-
macam-hadats.html
Najis adalah kotor yg menjadi sebab terhalangnya seseorang untuk beribadah kepada
Allah. Najis juga dapat berarti jijik atau kotoran. Pengertian najis menurut bahasa Arab,
najis bermakna al qadzarah ( yang artinya adalah kotoran. Sedangkan definisi ( َاْلِقذَارُة
menurut istilah agama (syar'i), diantaranya:
Najis menurut definisi Asy Syafi’iyah adalah:
“Sesuatu yang dianggap kotor dan mencegah sahnya shalat tanpa ada hal yang
meringankan.”
menurut definisi Al Malikiyah, najis adalah:
“Sifat hukum suatu benda yang mengharuskan seseorang tercegah dari kebolehan
melakukan shalat bila terkena atau berada di dalamnya.”
Najis merupakan kotoran yang wajib dijauhi dan wajib dibersihkan bila terkena badan
seorang muslim. Hukum asal dari suatu benda adalah bersih dan boleh dimanfaatkan,
hingga kemudian (apabila) didapatkan adanya dalil yang menyatakan kenajisannya
(maka dia dihukumi najis).
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Najis
3. Jelaskan bagaimana cara mensucikan hadits kecil dan hadats besar
Cara Bersuci dari Hadats
Hadats kecil bisa dihilangkan dengan berwudhu
a. Wudhu
Yang dimaksud dengan wudhu dalam syariat Islam adalah menggunakan air dengan cara
tertentu, pada bagian anggota tubuh tertentu yang telah ditentukan oleh syariat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak diterima shalat salah seorang di
antara kalian yang berhadats, kecuali ia telah berwudhu” (HR. Bukhari dan Muslim).
Terdapat sebuah hadits yang terkenal yang menjelaskan secara rinci bagaimana tata
cara wudhu yang dilakukan oleh Nabi, yaitu hadits yang diriwayakan oleh Humron budak
‘Utsman bin ‘Affan. Berdasarkan hadits tersebut dan hadits-hadits lainnya, terdapat sepuluh
poin tata cara wudhu yang sempurna yang diajarkan oleh Nabi. Berikut 10 sifat tersebut yang
harus dilakukan secara berurutan:
1) berniat dalam hati untuk menghilangkan hadats,
2) membaca “BismillÄh� ”,
3) mencuci kedua telapak tangan sebanyak tiga kali,
4) mengambil air dengan tangan kanan kemudian memasukkannya ke mulut dan hidung
untuk digunakan berkumur, dilakukan sebanyak tiga kali,
5) mengeluarkan air yang telah dimasukkan ke dalam mulut dan hidung tersebut dengan
menggunakan tangan kiri,
6) membasuh seluruh bagian wajah sebanyak tiga kali dan menyela-nyela jenggot bagi
yang memiliki jenggot,
7) membasuh tangan kanan dan tangan kiri sampai batas sikut dan disertai dengan
menyela jari jemari,
8) mengusap kepala dari arah depan ke belakang dengan sekali usapan,
9) mengusap bagian luar dan bagian dalam kedua daun telinga,
10) membasuh kedua telapak kaki sampai batas mata kaki dan menyela-nyela jari jemari
kaki.
dan hadats besar bisa dihilangkan dengan cara mandi. Dalam kondisi tertentu, wudhu dan
mandi bisa digantikan hanya dengan tayamum. Berikut akan dijelaskan
secara global mengenai tata cara pelaksanaan ketiganya.
b. Mandi junub
Definisi mandi junub secara syariat adalah mengguyurkan air yang suci ke seluruh bagian
tubuh secara merata. Hukum mandi junub adalah wajib ketika seseorang dalam kondisi
berhadats besar. Terdapat dua cara mandi junub, yaitu cara standar dan cara yang lebih
sempurna. Cara standar yaitu apabila seseorang telah : (1) berniat mandi dalam rangka
menghilangkan hadats dan (2) telah mengguyurkan air secara merata ke seluruh anggota
tubuhnya baik kulit ataupun rambut. Apabila ingin melakukan mandi yang lebih sempurna,
maka bisa melakukan langkah-langkah berikut:
1) berniat dalam hati,
2) membasuh kedua telapak tangan sebelum mengambil air dari wadahnya,
3) membasuh kemaluan dengan tangan kiri,
4) kembali membasuh tangan dan dianjurkan menggunakan pembersih seperti sabun,
5) berwudhu sebagaimana berwudhu untuk shalat,
6) menuangkan air ke kepala sebanyak tiga kali hingga mencapai dasar rambut, dimulai
dengan bagian kanan lalu bagian kiri sambil menyela-nyela rambut dengan jemari,
7) mengucurkan air ke seluruh bagian tubuh dimulai dari bagian kanan lalu bagian kiri.
Seorang yang telah mandi wajib, baik dengan cara standar atau pun dengan cara
sempurna, tidak lagi perlu melakukan wudhu setelahnya untuk melaksanakan shalat.
c. Tayamum
Tayamum dalam syariat Islam adalah menggunakan debu sebagai pengganti wudhu
dan mandi. Allah berfirman tentang tayamum (yang artinya), “kemudian jika kamu tidak
mendapatkan air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (suci)” (QS. An Nisaa’ :
43).
Terdapat dua kondisi yang membolehkan seseorang bertayamum. Pertama, jika tidak
mendapatkan air, baik dalam kondisi safar atau pun tidak. Kedua, apabila memiliki uzur
untuk menggunakan air, seperti karena sakit yang akan menyebabkan sakitnya bertambah
parah apabila terkena air.
Berdasar hadits shahih yang diriwayatakan oleh Imam Ahmad dari ‘Ammar dan dari hadits
lainnya, bisa disimpulkan bahwa tata cara tayamum adalah:
1) berniat dalam hati,
2) membaca “BismillÄh� ”,
3) memukulkan kedua tangan ke permukaan bumi (atau tembok) dengan satu kali
pukulan,
4) meniup debu yang menempel pada kedua telapak tangan,
5) mengusapkan kedua telapak tangan ke wajah, dan
6) mengusapkan telapak tangan kanan ke telapak tangan bagian kiri hingga batas
pergelangan tangan dan mengusapkan telapak tangan kiri ke telapak tangan bagian
kanan hingga batas pergelangan tangan.
Sumber: http://buletin.muslim.or.id/fiqih/tata-cara-bersuci
4. Jelaskan bagaimana cara membersihkan hadats kecil
Hadats kecil menurut istilah syara’ ialah sesuatu kotoran yang maknawi (tidak dapat
dilihat dengan mata kasar), yang berada pada anggota wudhu’, yang menegah ia dari
melakukan solat atau amal ibadah seumpama solat, selama tidak diberi kelonggaran oleh
syara’. Hadas kecil ini tidak akan terhapus melainkan dengan mengambil wudhu’ yang
sah. Selama mana seseorang itu dapat mengekalkan wudhu’nya, maka selama itu ia bersih
dari hadas kecil. Sebabnya dinamakan hadas kecil ialah kerana kawasan yang didiami
oleh hadas kecil ini kecil sahaja iaitu sekadar anggota wudhu’.
a. Mengeluarkan sesuatu dari dubur dan atau kubulnya yang berupa:
1) Buang air kecil atau buang air besar
Penegasan ini didasarkan pada firman Allah SWT yang tersurat dalam al-Maaidah
ayat 6.
“… atau salah satu diantara kalian datang dari jamban (buang air)”
2) Mengeluarkan angin busuk (kentut)
Penegasan ini didasarkan pada sebuah hadits:
Bersabdalah Rasulullah saw: ‘Allah tidak akan menerima shalatnya seseorang
diantara kalian jikalau ia berhadats sampai ia berwudhu’. Maka bertanyalah
seorang lelaki dari Hadramaut: ‘Apakah artinya hadats itu ya Abu Hurairah?’, Ia
menjawab: ‘Kentut dan berak’”.
3) Mengeluarkan madzi dan atau wadi
Penegasan ini disandarkan pada keterangan hadits yang menyatakan
bahwa: “Karenanya harus berwudhu” dan karena kata Ibn Abbas
r.a.: “Mengenai mani, itulah yang diwajibkan mandi karenanya. Adapun
madzi dan wadi, hendaklah engkau basuh kemaluanmu atau sekitarnya,
kemudian berwudhulah sebagai wudhumu untuk shalat.”
4) Menyentuh kemaluan tanpa memakai alas
Penegasan ini didasarkan pada Hadits riwayat Muslim, Tirmidzi dan
dishahihkan olehnya dari Busrah binti Shafwan r.a. bahwa Nabi saw. Telah
bersabda “Barang siapa menyentuh kemaluannya maka jangan shalat sebelum
beerwudhu”
5) Tidur nyenyak dengan posisi miring atau tanpa tetapnya pinggul di atas lantai
Hal ini didasarkan sebuah hadits:
Telah berkata Ali r.a bahwa Rasulullah saw. Bersabda: “Kedua mata itu
bagaikan tali dubur. Maka barang siapa telah tidur, berwuhulah”. (H.R. Abu
Daud)
Dari penegasan seperti di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang akan
menjadi batal wudhunya apabila terkena salah satu dari apa yang telah
disebutkan di atas. Atau dengan kata lain seseorang yang akan melakukan
shalat atau thawaf, sedang dirinya terkena salah satu dari ketiga pokok di atas,
maka dirinya wajib berwudhu terlebih dahulu. Dan penegasan di atas
memberikan petunjuk pula bahwa bersinggungan kulit diantara pria dan
wanita, sekalipun keduanya tidak ada hubungan muhrim tidaklah menjadikan
batal wudhunya.
Dari Aisyah r.a. berkata : sesungguhnya Rasulullah saw. Bershalat sedang aku
berbaring di mukanya dengan melintang bagaikan jenazah, sehingga ketika
beliau akan witir, beliau menyentuh diriku dengan kakinya.”
b. Perkara-perkara yang menyebabkan kedatangan hadas kecil (membatalkan wudhu’)
Wudhu’ seseorang itu akan terbatal dengan salah satu dari 5 sebab berikut;
1) Keluar sesuatu dari 2 jalan iaitu qubul atau dubur seperti kencing, berak atau
buang angin (kentut).
2) Hilang akal dengan sebab gila atau mabuk atau sakit.
3) Tidur nyenyak, kecuali tidur orang yang duduk, yang tetap kedua papan
punggungnya.
4) Bersentuh kulit lelaki dan kulit perempuan yang halal berkahwin dengan tidak
berlapik dan keduanya telah dewasa.
5) Menyentuh qubul atau dubur manusia dengan tapak tangan tidak berlapik
walaupun qubul atau duburnya sendiri.
c. Perkara-perkara yang diharamkan dengan sebab hadas kecil
1) Mendirikan solat, sama ada yang fardhu atau yang sunat.
2) Tawaf, sama ada yang fardhu atau yang sunat.
3) Menyentuh Al-Qur’an atau menanggungnya.
Sumber:http://pengertianhadats.blogspot.com/2013/09/pengertian-hadats-macam-macam-hadats.html
Bersuci dengan Wudhu
Wudhu secara bahasa artinya adalah baik dan bersih. Sedangkan secara istilah, wudhu
adalah menggunakan air untuk dibasuhkan dan diusapkan bagian tubuh tertentu yang
disertai dengan niat untuk menghilangkan hadas kecil.
Di dalam berwudhu ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, yakni fardhu dalam
wudhu, sunnah dalam wudhu, dan hal-hal yang membatalkan wudhu.
a. Fardhu dalam Wudhu
Berikut adalah fardhu atau sesuatu yang wajib dilakukan oleh seseorang ketika
berwudhu:
1. Berniat untuk melakukan wudhu.
2. Membasuh seluruh muka atau wajah (mulai tumbuhnya rambut kepala bagian atas
sampai dengan dagu, dan mulai batas telinga kanan sampai batas telinga kiri)
3. Membasuh kedua tangan sampai dengan siku-siku.
4. Mengusap sebagian dari rambut di kepala.
5. Membasuh dua telapak kaki sampai dengan mata kaki.
6. Tertib (berturut-turut, teratur, atau tidak berbalik-balik).
b. Sunnah dalam Wudhu
Di samping memerhatikan yang fardhu, orang yang berwudhu perlu untuk
memerhatikan yang sunnah di dalam berwudhu, yakni:
1. Memulai wudhu dengan membaca basmalah (bismillâhir-rahmânir-rahîm).
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai dengan pergelangan sebelum berkumur.
3. Berkumur-kumur atau membersihkan mulut dan gigi dengan air.
4. Memasukkan air ke lubang hidung dan membersihkannya.
5. Mengusap seluruh kepala dengan air.
6. Mengusap kedua telinga, baik bagian yang luar maupun yang dalam.
7. Membersihkan sela jari tangan dan kaki.
8. Mendahulukan yang kanan baru kemudian yang kiri.
9. Tiga kali membasuh atau mengusap.
10. Membaca doa setelah berwudhu.
Sumber: https://amazzet.wordpress.com/2014/01/28/bersuci-dari-hadas-kecil/
5. Zakat merupakan salah satu dari pondasi ajaran Islam. Jelaskan apa pengertian zakat ?
syarat harta yang wajib dikeluarkan zakatnya? siapa yang berhak menerima zakat dan
Jelaskan apakah fungsi zakat untuk kehidupan ummat khususnya jika ditinjau dari sudut
ekonomi
a. Zakat (Bahasa Arab: زكاُة; transliterasi: Zakah) adalah jumlah harta tertentu yang
wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan
yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang
telah ditetapkan oleh syariat Islam. Zakat merupakan rukun ketiga dari rukun Islam.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat
Zakat merupakan sesuatu yang tidak asing lagi terdengar di telinga kita sebagai
masyarakat muslim, bahkan zakat tersebut merupakan sesuatu yang sakral dan wajib
diaplikasikan bagi setiap masyarakat muslim yang mampu. Setiap 2,5 %
(minimalnya) dari harta yang dimiliki setiap orang mampu (kaya) wajib dikeluarkan
kepada yang membutuhkan, karena di 2,5 % itu bukan hak dari si pemilik harta. Harta
tersebut merupakan hak bagi masyarakat yang membutuhkan. Zakat tersebut bisa
merupakan zakat yang dapat dikonsumsi langsung (Zakat Konsumtif) maupun Zakat
yang tidak berhenti di konsumsi, tetapi justru Zakat yang berbentuk investasi dan
terus diproduksi (Zakat Produktif). Yaitu berupa pendidikan bagi anak yang kurang
mampu, penyuluhan-penyuluhan di daerah miskin, pemberian modal usaha bagi si
penerima zakat, dll.
b. Harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah harta yang telah memenuhi beberapa
syarat, yaitu:
1) Kepemilikan penuh.
Artinya penguasaan seseorang terhadap harta kekayaan sehingga bisa
menggunakannya secara khusus. Karena Allah swt. mewajibkan zakat ketika harta
itu sudah dinisbatkan kepada pemiliknya. Perhatikan firman Allah swt. ini,
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka” (At-Taubah: 103). Karena itulah zakat
tidak diambil dari harta yang tidak ada pemiliknya secara definitif. Seperti al-fa’i
(harta yang diperoleh tanpa perang), ghanimah, aset negara, kepemilikan umum,
dan waqaf khairi. Sedang waqaf pada orang tertentu, maka tetap kena wajib zakat
menurut pendapat yang rajih (kuat).
Tidak wajib zakat pada harta haram, yaitu harta yang diperoleh manusia
dengan cara haram, seperti ghasab (ambil alih semena-mena), mencuri,
pemalsuan, suap, riba, ihtikar (menimbun untuk memainkan harga), menipu. Cara-
cara ini tidak membuat seseorang menjadi pemilik harta. Ia wajib mengembalikan
kepada pemiliknya yang sah. Jika tidak ditemukan pemiliknya, maka ia wajib
bersedekah dengan keseluruhannya. Sedangkan hutang, yang masih ada harapan
kembali, maka pemilik harta harus mengeluarkan zakatnya setiap tahun. Namun
jika tidak ada harapan kembali, maka pemilik hanya berkewajiban zakat pada saat
hutang itu dikembalikan dan hanya zakat untuk satu tahun (inilah madzhab Al-
Hasan Al-Bashriy dan Umar bin Abdul Aziz) atau dari tahun-tahun sebelumnya
(madzhab Ali dan Ibnu Abbas).
2) Berkembang.
Artinya, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya harus harta yang berkembang
aktif, atau siap berkembang, yaitu harta yang lazimnya memberi keuntungan
kepada pemilik. Rasulullah saw. Bersabda, “Seorang muslim tidak wajib
mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya.” (Muslim). Dari hadits ini beberapa
ulama berpendapat bahwa rumah tempat tinggal dan perabotannya serta kendaraan
tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena harta itu disiapkan untuk kepentingan
konsumsi pribadi, bukan untuk dikembangkan. Dari ini pula rumah yang
disewakan dikenakan zakat karena dikategorikan sebagai harta berkembang, jika
telah memenuhi syarta-syarat lainnya.
3) Mencapai nishab.
Artinya, batas minimal yang jika harta sudah melebihi batas itu, wajib
mengeluarkan zakat; jika kurang dari itu, tidak wajib zakat. Jika seseorang
memiliki kurang dari lima ekor onta atau kurang dari empat puluh ekor kambing,
atau kurang dari dua ratus dirham perak, maka ia tidak wajib zakat. Syarat
mencapai nishab adalah syarat yang disepakati oleh jumhurul ulama. Hikmahnya
adalah orang yang memiliki kurang dari nishab tidak termasuk orang kaya, sedang
zakat hanya diwajibkan atas orang kaya untuk menyenangkan orang miskin.
Hadits Nabi, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad)
4) Nishab itu sudah lebih dari kebutuhan dasar pemiliknya sehingga ia terbukti kaya.
Kebutuhan minimal itu ialah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi ia akan mati.
Seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, alat kerja, alat perang, dan bayar
hutang. Jika ia memiliki harta dan dibutuhkan untuk keperluan ini, maka ia tidak
zakat. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah swt., “Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.”
(Al-Baqarah: 219). Al-afwu adalah yang lebih dari kebutuhan keluarga, seperti
yang dikatakan oleh kebanyakan ahli tafsir. Demikian juga yang Rasulullah saw.
katakan, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad).
Kebutuhan dasar itu mencakup kebutuhan pribadi dan yang menjadi tanggung
jawabnya seperti isteri, anak, orang tua, kerabat yang dibiayai.
5) Pemilik lebih dari nishab itu tidak berhutang yang menggugurkan atau
mengurangi nishabnya. Karena membayar hutang lebih didahulukan waktunya
daripada hak orang miskin, juga karena kepemilikan orang berhutang itu lemah
dan kurang. Orang yang berhutang adalah orang yang diperbolehkan menerima
zakat, termasuk dalam kelompok gharimin, dan zakat hanya wajib atas orang
kaya.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/09/19/1020/zakat-syarat-wajib-zakat-
dan-harta-yang-wajib-dizakati/#ixzz3TWbV4j6B
c. Siapa saja orang-orang yang berhak menerima zakat? Berikut ini 8 golongan orang Islam yang berhak menerima zakat:
1) Fakir (orang yang tidak memiliki harta)
2) Miskin (orang yang penghasilannya tidak mencukupi)
3) Riqab (hamba sahaya atau budak)
4) Gharim (orang yang memiliki banyak hutang)
5) Mualaf (orang yang baru masuk Islam)
6) Fisabilillah (pejuang di jalan Allah)
7) Ibnu Sabil (musyafir dan para pelajar perantauan)
8) Amil zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat)
Kelompok fakir dan miskin merupakan warga muslim yang harus diutamakan dalam
penerimaan zakat. Penyaluran dana zakat kepada fakir miskin macamnya ada dua, yaitu
untuk tujuan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari maupun untuk memberikan
kemampuan berwirausaha.
Golongan fisabilillah adalah seseorang atau sebuah lembaga yang memiliki kegiatan
utama berjuang di jalan Allah dalam rangka menegakkan agama Islam. Para fisabilillah
penerima zakat saat ini dapat berupa organisasi penyiaran dakwah Islam di kota-kota
besar, proyek pembangunan masjid, maupun syiar Islam di daerah terpencil.
Mualaf juga termasuk orang yang berhak menerima zakat untuk mendukung penguatan
iman dan takwa mereka dalam memeluk agama Islam. Zakat yang diberikan kepada
mualaf memiliki peran sosial sebagai alat mempererat persaudaraan sesama muslim.
Sementara itu, amil zakat adalah kelompok terakhir yang berhak menerima zakat apabila
7 kelompok lainnya sudah mendapatkan zakat.
Sumber: http://zakat.or.id/
d. Fungsi zakat untuk kehidupan manusia, antara lain :1) Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir
miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
2) Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi
mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah
mujahidin fi sabilillah.
3) Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada
dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka
yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang
tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta
yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu
akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
4) Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya
akan melimpah.
5) Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena
ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak
pihak yang mengambil manfaat.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat
Ternyata, tidak salah bahwa Islam telah mensyari’atkan Zakat bagi umatnya
yang mampu untuk dilaksanakan. Faktanya, zakat sangat berperan bagi pembangunan
ekonomi masyarakat modern ini. Disamping itu pula, zakat sangat berperan terhadap
distribusi kesejahteraan masyarakat. Distribusi kesejahteraan masyarakat tersebut
dapat digambarkan melalui Equilibrium (Keseimbangan) Pasar.
Ditinjau dari fungsinya, Zakat memiliki 2 peran yang sangat penting :
1) Zakat berfungsi untuk mengurangi tingkat pendapatan yang siap dikonsumsi
oleh segmen orang kaya (muzakky). Oleh karena itu, pengimplementasian
zakat diharapkan akan mampu mengerem tingkat konsumsinya orang kaya
sehingga kurva permintaan segmen kaya tidak terlalu meningkat terlalu tajam.
Hal ini pada akhirnya akan memiliki dampak positif, yaitu
menurunnya dampak atas peningkatan harga-harga komoditas.
2) Zakat berfungsi sebagai media transfer pendapatan sehingga mampu
meningkatkan daya beli orang miskin. Dalam hal ini diharapkan dengan
menerima zakat, maka segmen miskin akan meningkatkan daya
belinya sehingga mampu berinteraksi dengan segmen kaya.
Sumber: http://mfathirabbani.blogspot.com/2013/04/zakat-dan-pemberdayaan-
ekonomi.html
Bila ditinjau dari perspektif ekonomi, dana zakat merupakan modal yang
selalu tersedia dalam membangun perekonomian masyarakat fakir miskin. Dana zakat
saat ini dikembangkan bukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi
masyarakat fakir miskin, namun fungsi zakat telah mengarah kepada pemberdayaan
masyarakat muslim kurang mampu agar mereka kelak lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi.
Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sudah selayaknya
Indonesia memperhatikan potensi zakat dan infak sebagai salah satu modal utama
dalam pembangunan. Dimensi sosial dan ekonomi yang dimiliki oleh amal ibadah
zakat merupakan kombinasi yang tepat bagi pembangunan rakyat Indonesia secara
fisik dan mental. Dari sini kita semakin menyadari bahwa agama Islam membawa
rahmat bagi seluruh alam.
Sumber: http://zakat.or.id/manfaat-zakat-dan-infak-dalam-perspektif-sosial-
ekonomi/#sthash.tEy17hyc.dpbs
6. Puasa ternyata memiliki manfaat yang sangat besar bagi pembentukan pribadi muslim
yang melaksanakannya. Jelaskan apa pengertian dari puasa ? apa sesungguhnya yang
menjadi hakikat puasa itu ? tujuan disyari’atkan ibadah puasa dan Jelaskan juga apa
hubungannya antara puasa dengan iman, dengan disertai contoh ?
a. Puasa dalam agama Islam atau Shaum (dalam Bahasa Arab artinya menahan (صوم
diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, mulai
dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari, untuk meningkatkan ketakwaan seorang
muslim.
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Puasa_dalam_Islam
Puasa adalah menahan diri dari yang membatalkan puasa lahir dan batin dari terbit
fajar sampai tenggelam matahari.
Hakikat puasa :
- Pengendalian diri
- Latihan melakukan perbuatan baik dan menghindari perbuatan buruk
- Pengendalian diri secara total dengan kendali iman. Selain mengandalikan mulut dari
makan dan minum, puasa juga mengendalikan lidah dari perkataan yang tidak terpuji,
seperti bohong, gunjing, caci maki dan lain lainnya. Puasa juga pengendalian mata
(ghadhul bashar) dari memandang hal yang diharamkan Allah seperti melihat tontonan
aurat, tontonan maksiat dan lain lain. Puasa juga mengendalikan telinga dari
mendengarkan hal- hal yang tidak diredhai Allah seperti mendegar musik hura-hura,
mendengar gosip dan lain-lain. Puasa juga mengendalikan kaki dan tangan dari tingkah
laku yang tidak diridhai Allah. Sabda Rasulullah SAW :
وشرَابه طعامه يَدع أن فى حاجة ْلله فليس به وَاْلعمل َاْلزور قول يَدع ْلم من
Artinya: “Siapa yang tidak mampu meninggalkan perkataan dan perbuatan yang
tidak terpuji, maka bagi Allah SWT. tidak ada artinya dia meninggalkan makan dan
minumnya (percuma dia berpuasa)”. (HR.Buhari dari Abu Hurarah).
Diwajibkannya puasa atas ummat Islam mempunyai hikmah yang dalam. Yakni
merealisasikan ketakwaan kepada Allan swt. Sebagaimana yang terkandung dalam surat
al-Baqarah ayat 183:“Hai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kalain
bertakwa.”
Kadar takwa tersebut terefleksi dalam tingkah laku, yakni melaksanakan perintah dan
menjauhi larangan. Al-Baqarah ayat 185 : “(Beberapa hari yang ditentukan itu
ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulan) al-Qur’an
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang haq dan bathil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir
(di negeri tempat tinggalnya) di bulan tersebut, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan
itu”. Ayat ini menjelaskan alasan yang melatarbelakangi mengapa puasa diwajibkan di
bulan Ramadhan, tidak di bulan yang lain. Allah mengisyaratkan hikmah puasa bulan
Ramadhan, yaitu karena Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah dan yang
diistimewakan Allah dengan dengan menurunkan kenikmatan terbesar di dalamnya, yaitu
al-Qur’an al-Karim yang akan menunjukan manusia ke jalan yang lurus. Ramadhan juga
merupakan pengobat hati, rahmah bagi orang-orang yang beriman, dan sebagai pembersih
hati serta penenang jiwa-raga. Inilah nikmat terbesar dan teragung. Maka wajib bagi
orang-orang yang mendapat petunjuk untuk bersyukur kepada Sang Pemberi Nikmat tiap
pagi dan sore.
Sumber: Konsep Ibadah dalam Islam – Didi Sunardi
Tujuan disyariatkan ibadah puasa ialah untuk membentuk hambah-hambah
yang muttaqin, sebagaimana diisyaratkan oleh Allah Swt dalam Al-Qur'an Surat Al-
Baqarah {2} ayat 183 yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu senantiasa bertaqwa".
Keimanan adalah syarat untuk mendapatkan puasa yang berkualitas dan
dengan syarat iman inilah yang dapat mengantarkan seseorang untuk meraih tujuan puasa
yaitu taqwa. Jika demikian, maka puasa adalah sebagai sarana untuk meraih predikat
taqwa karena jenjang ini tidak akan didapat tanpa melalui syarat iman terlebih dahulu.
Sumber: http://www.waspada.co.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=208573:menangkap-hakikat-puasa-bersama-
alquran-&catid=33:artikel-jumat&Itemid=98
7. Ibadah shalat merupakan salah satu dari rukun islam. Jelaskan tujuan disyari’atkannya
shalat, Jelaskan nilai pentingnya shalat dalam islam, dan jelaskan shalat yang seperti apa
yang dapat mencapai target dari tujuan disyari’atkannya shalat ?
Tujuan disyariatkan shalat :
a. Untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar
b. Mengajak manusia untuk mengetahui faktor pencegah paling kuat (dalam diri
manusia) yaitu keyakinan terhadap wujud Allah (sumber permulaan) dan Hari
kebangkitan (ma’âd) yang berpengaruh kuat dalam mencegah manusia dari melakukan
perbuatan yang keji dan mungkar. Seseorang yang berdiri untuk melakukan shalat dan
mengucapkan takbir, mengakui bahwa Allah swt; Dzat yang Lebih Baik dan Lebih Tinggi
dari segala yang ada dan akan mengingat semua kenikmatan yang telah diberikan oleh-
Nya. Dengan mengucapkan pujian dan syukur, ia memohon curahan kasih dan sayang-
Nya, mengingat hari pembalasan, mengakui ketundukan, melakukan penyembahan
kepada-Nya, memohon pertolongan-Nya, meminta petunjuk dari-Nya untuk mendapatkan
jalan yang lurus dan memohon perlindungan sehingga tidak termasuk ke dalam golongan
orang-orang yang telah dimurkai oleh-Nya serta tidak termasuk ke dalam golongan
orang-orang yang tersesat. (Kandungan dari surat Al-Fatihah).
Nilai pentingnya shalat dalam islam :
1. Identitas Islam
2. Mi’raj bagi muslim
3. Yang pertama di hisab adalah shalat
a. Hakikat, prinsip, tujuan, pondasi, mukaddimah, hasil, dan -pada akhirnya- filsafat
shalat adalah mengingat Allah swt yang pada ayat di atas ditegaskan, bahwa zikir
memberikan hasil yang paling tinggi dibandingkan ibadah-ibadah yang lain.Tentu saja
yang dimaksud dengan zikir di sini adalah zikir sebagai mukaddimah berpikir, dan
berpikir yang dilandasi oleh keinginan untuk mengaktualkannya. Imam Ash-Shadiq as
dalam salah satu hadis ketika menafsirkan ayat waladzikrullâh Akbar berkata, “(Zikir
adalah mengingat Allah ketika hendak melakukan pekerjaan halal dan haram.” (Yaitu,
mengingat Allah awt. ketika melakukan perbuatan yang halal dan menutup mata dari
perbuatan yang haram).
b. Shalat merupakan media menyucikan diri dari dosa-dosa dan memohon pengampunan
Ilahi, karena —mau tidak mau— shalat yang dilakukan oleh manusia akan mengajaknya
untuk mengoreksi diri, memperbaiki diri, dan bertaubat atas apa yang telah dilakukan
pada masa lalu. Oleh karena itu, dalam salah satu hadis kita membaca, Rasulallah saw
pernah bertanya kepada para sahabat, “Apabila di hadapan pintu rumah Kamu terdapat
sebuah sungai yang mengalir dengan bening dan bersih, kamu mandi dan mencuci
badannya lima kali dalam sehari semalam di dalam sungai itu, Apakah masih tersisa daki
dan kotoran di badan Kamu?” Mereka menjawab, “Tidak ada, ya Rasulallah!” Lalu beliau
melanjutkan,“Shalat sebagaimana halnya air mengalir itu. Setiap saat seseorang
melakukan shalat, maka dosa-dosa yang dilakukannya di antara dua shalatnya akan
terhapus dan menjadi bersih karenanya.” Dan dengan shalat ini, luka, barutan, dan
goresan dosa yang ada di dalam ruh dan jiwa manusia akan sembuh karena kemanjuran
obat yang berbentuk shalat ini, dan karat-karat yang terdapat di dalam kalbunya pun akan
menjadi bersih kembali dengan melakukan shalat.
c. Shalat merupakan tanggul penghalang dalam menghadapi serangan dosa-dosa yang
akan datang, karena sesungguhnya shalat akan menguatkan iman di dalam kalbu manusia
dan menumbuhkan tunas-tunas ketakwaan baru di dalam hatinya. Kita mengetahui bahwa
“iman” dan “takwa” merupakan tanggul yang paling kuat untuk menahan goncangan
dosa, dan ini merupakan maksud dalam ayat di atas bahwa shalat adalah pencegah dari
perbuatan keji dan mungkar, dan merupakan maksud dari banyak hadis yang mengatakan
bahwa terdapat sekelompok orang yang senantiasa melakukan dosa, lalu kondisi mereka
itu diceritakan kepada para imam as. Mereka berkata, “Janganlah bersedih, karena shalat
akan memperbaiki mereka”, dan ternyata memang demikian.
d. Shalat Menghancurkan Kelalaian
Musibah paling besar yang dialami oleh para pencari jalan kebenaran adalah lalai
terhadap tujuan penciptaan dan tenggelam dalam kehidupan materi serta kelezatan-
kelazatan duniawi yang hanya sekejap. Tetapi, dengan adanya variasi hukum dalam setiap
jaraknya dan pelaksanaannya secara kontinyu yang dilakukan sebanyak lima kali dalam
sehari semalam, shalat akan senantiasa membunyikan lonceng peringatan kepada manusia
dan akan membangun ingatannya untuk senantiasa sadar terhadap tujuan penciptaan.
Dengan shalat, kehadiran-Nya di alam ini akan senantiasa diperdengarkan, dan
merupakan suatu kenikmatan yang sangat besar bahwa manusia mempunyai sarana dan
fasilitas yang berada dalam ikhtiyarnya, sehingga dengan alat yang dimilikinya ini ia
selalu terjaga secara kuat beberapa kali dalam sehari semalam.
e. Shalat Menghilangkan Kesombongan dan 'Ujub
Dengan shalat, kesombongan dan rasa kagum terhadap diri sendiri akan bisa terberangus
dari diri manusia. Karena selama sehari semalam manusia melakukan tujuh belas rekaat
shalat, di mana dalam setiap rekaatnya, ia meletakkan dahinya di atas tanah sebanyak dua
kali dan merendahkan diri di hadapan-Nya. Ia menganggap dirinya hanyalah butiran yang
begitu kecil yang tak berharga dibandingkan dengan keagungan-Nya, bahkan
menganggap dirinya bukanlah apa-apa ketika berada di hadapan Dzat Yang Tak Terbatas.
Shalat akan menyibakkan tirai-tirai kesombongan dan egoisme manusia, serta memporak-
porandakan kesombongan dan rasa puas pada diri sendiri. Dengan dalil inilah Amirul
Mukminin Ali bin Abi Thalib as dalam sebuah hadis terkenal yang merefleksikan filsafat
ritual Islam setelah iman, dalam rangka menjelaskan ibadah shalat berkata, “Allah
mewajibkan iman untuk membersihkan manusia dari syirik dan mewajibkan shalat untuk
membersihkan diri dari kesombongan.”
f. Shalat Sebagai Penyempurnaan Akhlak
o Shalat merupakan mediator kesempurnaan akhlak dan spiritualitas manusia, karena
shalat akan mengeluarkannya dari dunia materi yang terbatas dan dari ruang lingkup
empat sisi dinding alam natural, lalu mengajaknya melesat terbang ke langit malakut dan
menyatukannya dengan barisan para malaikat. Setelah itu, ia akan melihat dirinya berada
di hadapan -Nya tanpa membutuhkan sedikitpun mediator, dan ia pun akan melihat
betapa dirinya telah mampu melakukan perjumpaan dengan Nya.
o Pengulangan amal ini dalam sehari semalam yang dilakukan dengan menyandar pada
sifat-sifat Allah yang Pengasih, Penyayang dan keagungan yang dimiliki-Nya, khususnya
dengan bertawassul kepada surat-surat yang bervariasi dalam Al-Qur’an setelah selesai
membaca Al-Fatihah, merupakan penggerak ke arah kebaikan dan kesucian yang paling
utama. Dan hal ini mempunyai pengaruh yang tidak sia-sia dalam pembinaan keutamaan
akhlak di dalam wujud manusia. Oleh karena itu, dalam salah satu hadis mengenai filsafat
shalat, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, “Shalat merupakan perantara
untuk bertaqarrub dan mendekatkan diri kepada Allah bagi setiap orang yang bertakwa.”
g. Shalat Mengisi Nilai pada Seluruh Amal
Shalat memberikan nilai dan ruh pada keseluruhan amal yang dilakukan oleh manusia.
Karena shalat akan menghidupkan hakikat keikhlasan, dimana shalat merupakan
kumpulan dari niat yang murni dan perkataan yang suci, serta amal-amal yang
dilaksanakan dengan penuh keikhlasan. Pengulangan amal-amal tersebut secara
keseluruhan dalam sehari semalam akan menyebarkan bibit-bibit amal yang terpuji di
dalam jiwa manusia dan akan menguatkan keikhlasan yang ada di dalam wujudnya. Oleh
karena itu, dalam salah satu hadis terkenalnya, Amirul Mukminin Ali bi Abi Thalib as
ketika berwasiat setelah terluka oleh hujaman pedang Ibnu Muljam (la’natullah ‘alaih)
berkata, “Jagalah shalat! Karena sesungguhnya shalat merupakan tiang dari agamamu.”
Kita mengetahui bahwa apabila tiang yang dipergunakan untuk mendirikan kemah patah
atau roboh, maka betapapun kuatnya tali dan paku-paku yang tertancap di sekitarnya
tidak akan membawa pengaruh sedikitpun untuk tegaknya kembali kemah tersebut.
Demikian juga halnya ketika tidak ada lagi komunikasi antara hamba dengan Tuhannya
yang dimanifestasikan dalam bentuk shalat, maka amal yang lainnya pun akan menjadi
kehilangan pengaruh. Dalam sebuah hadis, Imam Ash-Shadiq as berkata, “Masalah
pertama yang akan dihisab oleh Allah dari hambaNya pada Hari Kiamat adalah shalat.
Apabila shalatnya terkabul, akan terkabul pula seluruh amalnya yang lain dan apabila
shalat ini tidak diterima, maka akan gagal pulalah seluruh amal-amal yang lain.” Mungkin
dalil ucapan beliau ini adalah, bahwa shalat merupakan rumus dan rahasia komunikasi
antara makhluk dengan Khaliqnya. Apabila hal ini dilakukan dengan cara yang benar,
maka niat taqarrub dan keikhlasan yang merupakan syarat terkabulnya keseluruhan amal
akan bisa hidup dalam dirinya, dan apabila tidak, maka amal-amal yang lainnya akan
menjadi kotor dan terpolusi sehingga akan menyebabkannya keluar dari derajat yang
disyaratkan.
h. Shalat Membawa Kesucian Hidup
Meskipun tanpa memperhatikan kandungan yang ada di dalam shalat, yaitu dengan
memperhatikan validitasnya, pada hakikatnya ia mengajak manusia untuk hidup dalam
kesucian. Hal ini dapat kita ketahui dari syarat tempat yang dipergunakan untuk
melakukannya, pakaian yang dikenakan, alas dan air yang dituangkan untuk berwudhu
serta mandi. Dan juga tempat yang dipergunakan oleh seseorang untuk mandi dan
berwudhu harus merupakan tempat yang betul-betul tidak terkotori oleh ghasab dan tidak
diperoleh dengan cara zalim dan melanggar hak-hak orang lain. Seseorang yang terkotori
dengan kezaliman, ternodai oleh sifat-sifat kelewatan, riba, ghasab, mengurangi
timbangan dalam transaksi, korupsi dan usaha-usaha yang dilakukan dengan
menggunakan kekayaan yang haram, bagaimana ia bisa menyiapkan mukadimah shalat?
Oleh karena itu, pengulangan shalat sebanyak lima kali dalam sehari semalam merupakan
sebuah ajakan untuk menghormati hak-hak yang dimiliki oleh orang lain.
i. Shalat Sebagai Pelindungan Diri dari Maksiat
Shalat selain harus mempunyai syarat keabsahan dan syarat keterkabulan, atau dengan
kata lain, harus mempunyai syarat-syarat yang sempurna dalam dua hal tersebut, juga
merupakan sebuah elemen yang efektif untuk meninggalkan begitu banyak perbuatan
dosa. Dalam kitab-kitab fiqih dan sumber hadis disebutkan begitu banyak faktor lain yang
bisa menjadi referensi dari terkabulnya seatu shalat. Di antaranya, tentang meminum
khamar (minuman keras) yang dalam sebuah riwayat ditegaskan, “Selama empat puluh
hari, tidak akan diterima shalat seseorang yang meminum minuman keras, kecuali apabila
ia bertaubat.” Dalam banyak riwayat kita membaca, “Salah satu dari golongan yang
shalatnya tidak akan dikabulkan oleh Allah adalah shalat yang dilakukan oleh kaum zalim
dan penganiaya.”Dalam sebagian riwayat lain telah ditegaskan bahwa shalat yang
dilakukan oleh seseorang yang tidak membayar zakat tidak akan pernah terkabul.
Demikian juga riwayat yang lain mengatakan bahwa memakan makanan haram,
mengagumi diri sendiri, sombong, dan takabur merupakan salah satu penghalang bagi
terkabulnya shalat. Dari sini bisa dipahami, sejauh manakah pengaruh konstruktif yang
akan didapatkan seseorang dengan terpenuhinya syarat-syarat keterkabulan tersebut.
j. Shalat Penguat Semangat Disiplin
Shalat akan menguatkan semangat disiplin dalam diri manusia, karena bagaimanapun
juga, shalat harus benar-benar dilakukan pada waktu yang telah ditentukan. Pelaksanaan
shalat yang dilakukan dengan mengakhirkan atau mempercepat dari waktu yang
seharusnya akan menyebabkan batalnya shalat yang dilakukan oleh seseorang. Demikian
juga dengan aturan dan hukum-hukum lain dalam masalah niat, berdiri, ruku’, dan sujud.
Memperhatikan semua ini akan menumbuhkan kedisiplinan dalam kehidupan sehari-hari
menjadi betul-betul mudah dan lancar. Semua poin di atas merupakan manfaat yang
terdapat di dalam shalat dengan tanpa memperhatikan masalah shalat berjamaah. Namun
bila keistimewaan shalat berjamaah ini kita tambahkan dalam diskursus di atas, di mana
sebenarnya ruh dan hakikat shalat terletak pada shalat berjamaah, kita akan menemukan
berkah yang tak terhitung banyaknya. Tetapi, pembahasan tentang shalat berjamaah
bukan tempatnya untuk kami diskusikan di sini. Selain itu, sedikit banyak kita pun telah
mengetahuinya. Kami menutup pembahasan tentang filsafat dan rahasia shalat dengan
sebuah hadis yang telah dinukil dari Imam Ali bin Musa Ar-Ridha as. Dalam menjawab
surat yang menanyakan filsafat shalat, beliau berkata, “Tujuan disyariatkannya shalat
adalah atensi dan pengakuan terhadap ketuhanan Allah swt, melawan syirik dan
penyembahan berhala, berdiri di hadapan haribaan-Nya dalam puncak kekhusyukan dan
kerendahan diri, mengakui dosa-dosa serta memohon pengampunan-Nya terhadap dosa-
dosa yang telah dilakukannya, dan meletakkan dahi di seluruh hari untuk berkhidmat
kepada-Nya. Demikan juga, tujuan disyariatkannya shalat adalah supaya manusia
senantiasa terjaga dan berpikir sehingga tidak ada lagi debu-debu kelalaian yang akan
singgah di dalam hatinya, supaya manusia tidak sombong dan mabuk dengan dirinya,
supaya manusia menjadi orang-orang yang khusyu’ dan tawadhu’, serta mencari dan
mencintai bertambahnya pemberian segala sesuatu dalam agama dan dunianya. Selain
konsistensi zikir kepada Allah sepanjang hari dan malam yang dihasilkan dari sinar
shalat, shalat akan membuat manusia tidak melupakan Pengatur dan Penciptanya, hingga
jiwa liar dan tak terkendali tidak akan mampu mengalahkannya. Dengan perhatiannya
terhadap Allah swt dan berdiri di haribaan suci-Nya, ia akan mencegah manusia dari
perbuatan-perbuatan dosa dan akan menghindarkannya dari segala kerusakan.
Sumber: www.quran-light.com
Shalat yang dapat mencapai target :
a. Niat karena Allah dan sesuai tuntunan Nabi saw.
b. Khusyu : konsentrasi, rilex, fokus
c. Tuma’ninah : bacaan dan gerakan yang sempurna sesuai tuntunan Nabi saw
8. Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang pelaksanaannya berbeda dari ibadah yang
lain, karena harus ada syarat mampu. Makna ibadah haji yang berhubungan dengan :
Persamaan derajat, persaudaraan, persatuan dan berkurban.
a. Persamaan derajat
Simbolnya adalah pakaian ihrom. Seperti diketahui pakian adalah simbol bagi status
sosial seseorang. Dengan jenis pakaian yang dikenakan seseorang, dia bisa jadi
sombong, bisa jadi tawadhu dst. Kerena itu Allah dalam pelaksanaan haji
mengharuskan pakian ihrom, yang akan mengingatkan seseorang bahwa
sesunggungnya dihadapan Allah semua manusia adalah sama.
b. Persaudaraan dan Persatuan
Ketika kita melaksanakan ibadah haji semua suku bangsa berada di Makkah, dan
pelaksanaan ibadah haji ini hanya boleh dilaksanakan di Makkah saja, tidak boleh
dilaksanakan ditempat tinggal masing masing, seperti halnya abadah ibadah yang lain,
seperti, shalat, puasa dll. dan inilah maksud Allah kenapa haji itu hanya boleh
dilaksanakan di makkah saja, karena Allah ingin membuka hati umat islam bahwa
sesungguhnya semua manusia yang menyatakan Allah sebagai Tuhannya dan
Muhammad sebagai rasulnya, walaupun kulit mereka berbeda, budaya berbeda, tetapi
mereka semua adalah satu saudara.
c. Qurban
1) Kalau kita kembali kepada sejarah qurban, maka kita kembali kepada kisah
Ibrahim dan Isma’il, dimana Allah menyuruh Ibrahim untuk mengurbankan Ismail
yang kemudian ditukar dengan seekor domba. Dari peristiwa Ibrahim yang harus
kita qurbankan adalah segala sesuatu yang dapat melemahkan keimanan kita.
Sumber: https://yuliarrifadah.wordpress.com
9. Download “Himpunan Putusan Tarjih” dari Muhammadiyah online. Berdasarkan hal
tersebut coba rumuskan :
a. Bagaimana cara melaksanakan shalat.
b. Bagaimana cara wudhu
c. Bagaimana cara tayamum
d. Bagaimana cara Mandi wajib
e. Bagaimana cara Shalat ‘idain
f. Bagaimana cara shalat jum’at
a. Shalat Fardhu
Bila kamu hendak menjalankan shalat, maka bacalah: "Allahu Akbar" (1) dengan
ikhlas niyatmu karena Allah (2) seraya mengangkat kedua belah tanganmu sejurus
bahumu, mensejajarkan ibu jarimu pada daun telingamu (3)
Lalu letakkanlah tangan kananmu pada punggung telapak tangan kirimu di atas
dadamu (4) lalu bacalah do'a iftitah:"Alla-humma ba-'id baini-wa baina khatha-yaya
kama-ba-'adta bainal masyriqi wal maghrib. Alla-humma naqqini- minal khatha-ya-
kama-yunaqqats tsaubul abyadlu minad danas. Alla-hummaghsil khatha-ya-ya bilma-i
wats tsalji wal barad." (5) atau: "Wajjahtu wajhiya lilladzifatharas sama-wa-ti wal ardla
hani-fan musliman wa ma- ana minal musyriki-n. Inna shala-ti wa nusuki- wa mahya-
ya wa mama-ti lillahi-hi rabbil 'a-lami-n. Lasyari- kalahu- wa bidza-lika umirtu wa ana
awwalul muslimi-n (wa ana minal muslimi-n." Alla-humma antal maliku la-ila-ha illa-
anta, anta rabbi- wa ana 'abduka, dlalamtu nafsi- wa'taraftu bidzambi- fagh firli- dzunu-
bi- jami-'an. Layagh firudz dzunu-ba illa- anta, wah dini-liahsanil akhla-qi la-yahdil
liahsanihailla- anta.Washrif 'anni- sayyiaha- la-yashrifu 'anni- sayyiaha- illa- anta.
Labbaika wa sa'daika wal khairu kulluhu- fi-yadaika, wasysyarru laisa ilaika. Ana bika
wa ilaika. Taba-rakta wa ta'a-laita astaghfiruka wa atu-bu ilaika."(6)
Lalu berdo'a mohon perlindungan dengan membaca: "A'u-dzu billa-hi minasy
syaitha-nir raji-m" (7) dan membaca: "Bismilla-hirrahmani-nirrahi-m" (8) lalu bacalah
surat al-Fatihah (9) dan berdo'alah sesudah itu :a-mi-n" (10) Kemudian bacalah salah
satu surat daripada al-Qur'an (11) dengan diperhatikan artinya dan dengan perlahan-
lahan (12)
Kemudian angkatah kedua belah tanganmu seperti dalam takbir permulaan (13) lalu
ruku'lah (14) dengan bertakbir (15) seraya melempangkan (meratakan) punggungmu
dengan lehermu, memegang kedua lututmu dengan dua belah tanganmu (16) ,
sementara itu berdo'a: "Subha-nakalla-humma rabbana- wa bihamdikalla-
hummaghfirli." (17), atau berdo'alah dengan salah satu do'a dari Nabi saw. (18)
Kemudian angkatlah kepala untuk i'tidal (19) dengan mengangkat kedua belah
tanganmu seperti dalam takbiratul ihram dan berdo'alah: "Sami'allahu liman haidah"
dan bila sudah lurus berdiri berdo'alah: "Rabbana- wa lakalhamd" (20).
Lalu sujudlah (21) dengan bertakbir (22) letakkanlah kedua lututmu dan jari kakimu
di atas tanah, lalu kedua tanganmu, kemudian dahi dan hidungmu (23) dengan
menghadapkan ujung jari kakimu ke arah Qiblat serta merenggangkan tanganmu
daripada kedua lambungmu dengan mengangkat sikumu (24). Dalam bersujud itu
hendaklah kamu berdo'a: "Subha-nakalla-humma rabbana- wa bihamdikalla-
hummaghfirli." (25) atau berdo'alah dengan salah satu do'a daripada Nabi saw. (26).
Lalu angkatlah kepalamu dengan bertakbir dan duduklah tenang dengan berdo'a: "Alla-
hum maghfirli- warhamni- wajburni- wahdini- warzuqni-" (27). Lalu sujudlah kedua
kalinya dengan bertakbir dan membaca "tasbih" seperti dalam sujud yang
pertama.Kemudian angkatlah kepalamu dengan bertakbir (28) dan duduklah sebentar,
lalu berdirilah untuk raka'at yang kedua dengan menekankan (tangan) pada tanah (29).
Dan kerjakanlah dalam rakaat yang kedua ini sebagaimana dalam raka'atyang
pertama, hanya tidak membaca do'a iftitah (30).Setelah selesai dari sujudkedua kalinya,
maka duduklah di atas kaki kirimu dan tumpukkan kaki kananmuserta letakkanlah
kedua tanganmu di atas kedua lututmu.Julurkanlah jari-jaritangan kirimu, sedang
tangan kananmu menggenggam jari kelingking, jari manisdan jari tengah serta
mengacungkan jari telunjukmu dan sentuhkan ibu jari padajari tengah (31).Duduk ini
bukan dalam raka'at akhir. Adapun duduk dalamraka'at akhir maka caranya memajukan
kaki kiri, sedang kaki kanan bertumpu dandudukmu bertumpukan pantatmu (32) Dan
bacalah tasyahud begini "attahiyya-tulilla-h washshalawa-tu waththayyiba-t, assala-mu
'alaika ayyuhan Nabiyyu warahmatulla-hi wa baraka-tuh. Assala-mu 'alaina wa 'ala-
'iba-dilla-hish sha-lihin.Asyahadu alla- ila-ha illalla-h wa asyhadu anna Muhammadan
'abduhu- wa rasuluh (33).
Lalu bacalah shalawat pada Nabi saw.: "Alla-humma shalli 'ala-Muhammad wa 'ala- a-
li Muhammad, kama- shallaita 'ala- Ibrahi-m wa a-li Ibrahim, wa ba-rik 'ala-
Muhammad wa a-li Muhammad, kama- ba-rakta 'ala- Ibrahim wa a-li Ibra-him, innaka
hami-dum maji-d.(34) Kemudian berdo'alah kepada Tuhanmu, sekehendak hatimu yang
lebih pendek daripada do'a dalam tasyahhud akhir (35)
Kemudian berdirilah untuk raka'at yang ketiga kalau shalatmu itu tiga atau empat
raka'at, dengan bertakbir mengangkat tanganmu (36) dan kerjakanlah dalam dua raka'at
yang akhir atau yang ketiga, seperti dalam dua raka'at yang pertama, hanya kamu cukup
membaca Fatihah saja (37). Dan sesudah raka'at yang akhir, bacalah tasyahhud serta
shalawat kepada Nabi saw., lalu hendaklah berdo'a mohon perlindungan dengan
membaca:"Alla-humma inni- a'udzu bika min 'adza-bi jahannama wa min 'adza-bil
qabri wa min fitnatil mahya- wal mama-ti wa min syarri fitnatil masi-hid dajja-l (38)
Kemudian bersalamlah dengan berpaling ke kanan dan ke kiri, yang pertama sampai
terlihat pipi kananmu dan yang kedua sampai terlihat pipi kirimu oleh orang yang
dibelakangmu (39) sambil membaca: "Assalamu'alaikum wa rahmatulla-hi wa baraka-
tuh."(40)
Jika shalatmu dua raka'at, maka letak do'a isti'adzah (a'udzubilla-h) setelah nembaca
"shalawat kepada Nabi", sesudah raka'at yang kedua, lalu bersalamlah sebagai yang
tersebut (41).
Perhatian: Tidak ada perbedaan antara pria dan wanita dalam cara melakukan shalat
sebagai yang tersebut di atas (44)
b. Menghilangkan najis
Menghilangkan Najis
Apabila sebagian dari badanmu, pakaianmu dan tempatmu sholat terkena najis
hendaklah dibasuh (dengan menggosok dan menghilangkannya kalau itu darah haid)
(53), sehingga hilanglah sifat-sifatnya, bau dan rasanya, dengan air yang suci (54), dan
tidak mengapa tertinggal bekas salah satu sifat najis tadi (55).Dan untuk
menghilangkan najis kencing anak laki-laki yang belum makan41 makanan, percikkan
dengan air sampai basah (56). Dan apa yang terkena oleh liur anjing cucilah tujuh kali,
salah satunya dengan debu yang bersih (57).
g. Wudhu
Apabila kamu hendak berwudhu, maka bacalah:
“Bismillahirrahmanirrahim”. (1) dengan mengikhlaskan niatnya karena Tuhan Allah
(2) dan basuhlah telapak tanganmu tiga kali (3) gosoklah gigimu dengan Kayu arok
atau sesamanya. (4) kemudian berkumurlah dan isaplah air dari telapak tangan sebelah
dan berkumurlah; kamu kerjakan yang demikian 3 kali (5) sempurnakanlah dalam
berkumur dan mengisap air itu, apabila kamu sedang tidak berpuasa (6); kemudian
basuhlah mukamu tiga kali (7) dengan mengusap dua sudut matamu (8) dan lebihkanlah
membasuhnya (9) dengan digosok (10)dan selai-selailah jenggotmu (11); kemudian
basuhlah (kedua) tanganmu dan kedua sikumu dengan digosok tiga kali (12) dan selai-
selailah jari-jarimu (13), dengan melebihkan membasuh kedua tanganmu mulai tangan
kanan (15); lalu usaplah ubunmu dan atas surbanmu (16); dengan menjalankan kedua
telapak tangan (17) dari ujung muka kepala sehingga tengkuk dan di kembalikan lagi
pada permulaan (18); kemudian usaplah kedua telingamu sebelah luarnya dengan dua
ibu jari dan sebelah dalamnya dengan telunjuk (19) lalu basuhlah kedua kakimu beserta
kedua mata kaki dengan digosok tiga kali (20) dan selai-selailah jari-jari kakimu dengan
melebihkan membasuh keduanya (21) dan mulailah dengan yang kanan (22) dan
sempurnakanlah membasuh kedua kaki itu (23) kemudian ucapkan “Asyhadu allaila-
ha-ilallah wahdahu-la-syari-kalah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhuwa rasu-luh
(24)”.
h. Tayammum
TAYAMMUM
Dan jika kamu berhalangan menggunakan air atau sakit atau khawatir mendapat
madlarat (46), atau kamu di dalam bepergian, kemudian tidak mendapat air, maka
tayammumlah dengan debu yang baik, untuk mengganti wudlu dan mandi (47), maka
letakkanlah kedua tanganmu ke tanah kemudian tiuplah keduanya (48) dengan ikhlas
niatmu karena Allah (49) dan bacalah :Bismillahirrahmanirrahim (50) kemudian
usaplah kedua tanganmu pada mukamu dan kedua telapak tanganmu (51). Dan apabila
kamu dapat menggunakan air maka bersucilah dengan air itu (52).
i. Mandi Wajib
MANDI
Apabila kamu berjinabat karena mengeluarkan mani (31) atau bertemunya kedua
persunatan (32) atau kamu hendak menghadiri shalat Jum’ah (33) atau kamu baru
selesai dari Haid (34) atau Nifas (35), maka hendaklah kamu mandi dan mulailah
dengan membasuh (mencuci) kedua tanganmu (36) dengan ikhlas niatmu karena Allah
(37) lalu basuhlah (cucilah) kemaluanmu dengan tangan kirimu dan gosoklah tanganmu
dengan tanah atau apa yang menjadi gantinya (38) lalu berwudlulah seperti yang diatas;
kemudian ambillah air dan masukkanlah jari jarimu pada pangkal rambut dengan sedikit
wangi-wangian (39), sesudah dilepaskan rambut-nya (40). Dan mulalilah dengan yang
kanan (41), lalu tuangkan air ke atas kepalamu tiga kali, lalu ratakanlah atas badanmu
semuanya (42), serta di gosok (43), kemudian basuhlah (cucilah) kedua kakimu dengan
mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri (44), dan jangan berlebih-lebihan dalam
menggunakan air (45).