AGD2.doc

27
ANALISA GAS DARAH (AGD) PENDAHULUAN Perubahan-perubahan yang cepat pada nilai gas darah arteri sering terjadi pada penderita yang sakit kritis. Analisa gas darah arteri biasanya bermanfaat untuk mengenali jenis gangguan pertukaran gas, keberhasilan kompensasi, dan dibutuhkan untuk penatalaksanaan yang adekuat. 2 Pemantauan pertukaran gas dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: 2 1. Pemantauan invasif (kateter arteri, punksi arteri, punksi vena, dan punksi kapiler) 2. Pemantauan non invasif (pulse oximetry, monitor transkutaneus, monitor karbondioksida end-tidal) Gas darah memberikan informasi tentang oksigenasi, homeostasis CO 2 , dan keseimbangan asam basa, dan karena itu merupakan alat terpenting yang digunakan dalam mengevaluasi adekuasi fungsi paru. Meskipun tekanan parsial O 2 arteri

Transcript of AGD2.doc

Page 1: AGD2.doc

ANALISA GAS DARAH

(AGD)

PENDAHULUAN

Perubahan-perubahan yang cepat pada nilai gas darah arteri sering terjadi pada penderita

yang sakit kritis. Analisa gas darah arteri biasanya bermanfaat untuk mengenali jenis

gangguan pertukaran gas, keberhasilan kompensasi, dan dibutuhkan untuk

penatalaksanaan yang adekuat.2

Pemantauan pertukaran gas dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:2

1. Pemantauan invasif (kateter arteri, punksi arteri, punksi vena, dan punksi kapiler)

2. Pemantauan non invasif (pulse oximetry, monitor transkutaneus, monitor

karbondioksida end-tidal)

Gas darah memberikan informasi tentang oksigenasi, homeostasis CO2, dan

keseimbangan asam basa, dan karena itu merupakan alat terpenting yang digunakan

dalam mengevaluasi adekuasi fungsi paru. Meskipun tekanan parsial O2 arteri (PaO2)

merupakan pengukuran standar oksigenasi darah, saturasi O2 dengan pulse oximetry

(SapO2) merupakan penilaian non invasif oksigenasi darah yang sering digunakan pada

neonatus, dan dapat dipercaya untuk mendeteksi hipoksemia. Pemantauan pulse oximeter

yang kontinyu dapat membantu mengobservasi keadaan kritis ataupun stabilitas penderita

setiap saat.2

Page 2: AGD2.doc

DEFINISI

Analisa gas darah, disebut juga analisa gas darah arteri merupakan tes untuk mengukur

kadar oksigen, karbondioksida , bicarbonate dan keasaman (pH) darah.3,4

Oksigen dari paru-paru dipindahkan ke jaringan melalui aliran darah, tetapi hanya sedikit

dari oksigen tersebut yang dapat diuraikan di dalam darah arteri. Berapa banyak yang

diuraikan tergantung pada tegangan parsial dari oksigen (tekanan yang dihasilkan pada

dinding arteri). Oleh karena itu, menguji tekanan parsial oksigen benar-benar mengukur

berapa banyak oksigen dari paru-paru yang dipindahkan ke dalam darah. Karbondioksida

dilepaskan ke dalam darah sebagai hasil sampingan metabolisme sel. Tekanan parsial

karbondioksida menunjukkan seberapa baik paru-paru mengeliminasi karbondioksida

ini.4

Sisa oksigen yang tidak diuraikan di dalam darah berkombinasi dengan hemoglobin,

suatu senyawa protein-besi di dalam sel darah merah. Pengukuran kandungan oksigen

dalam analisis gas darah menunjukkan berapa banyak oksigen yang berkombinasi dengan

hemoglobin. Suatu nilai terkait adalah saturasi oksigen, yang membandingkan jumlah

oksigen yang benar-benar berkombinasi dengan hemoglobin terhadap total jumlah

oksigen yang mampu dikombinasikan dengan hemoglobin. 4

Karbondioksida lebih mudah terurai dalam darah dibanding oksigen, terutama

membentuk bikarbonat dan sejumlah kecil asam arang. Ketika berada dalam jumlah

normal, perbandingan asam arang terhadap bikarbonat menciptakan suatu keseimbangan

asam basa dalam darah, membantu menjaga pH pada suatu tingkatan di mana fungsi sel

tubuh paling efisien. Ginjal dan paru-paru keduanya mengambil bagian di dalam

memelihara keseimbangan asam arang-bikarbonat. Paru-paru mengendalikan tingkatan

asam arang dan ginjal mengatur bikarbonat itu. Jika salah satu organ tersebut tidak

berfungsi dengan baik, dapat terjadi ketidakseimbangan asam-basa. Penentuan tingkatan

bikarbonat dan pH kemudian dapat membantu mendiagnosis penyebab abnormalitas nilai

gas darah. 4

Page 3: AGD2.doc

TUJUAN

Pengukuran gas darah arteri berguna untuk mengevaluasi seberapa efektif paru-paru

mengirimkan oksigen ke dalam darah dan seberapa efisien membuang gas

karbondioksida. Pemeriksaan ini juga menunjukan seberapa baik ginjal dan paru-paru

saling berinteraksi untuk mempertahankan pH darah normal (keseimbangan asam basa).

Analisa gas darah pada umumnya dilakukan untuk menilai penyakit respiratory. Sebagai

tambahan, komponen asam basa dari test menyediakan informasi tentang fungsi ginjal.1,4

PROSEDUR

Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan analisa gas darah dapat dilakukan pada a.

radialis, a. tibialis posterior, a. dorsalis pedis, dan lain-lain. Arteri femoralis atau brakialis

sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai

sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis.

Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya

risiko emboli otak.1

Pada neonatus, dimana sering ditemukan kesulitan untuk mendapatkan darah dari arteri,

sampel darah kapiler dapat digunakan. Korelasi nilai sampel darah arteri dan kapiler

bervariasi, baik untuk pH dan PCO2, tapi jelek untuk PaO2.1

Cara pengambilan darah arteri:6

Siapkan semprit yang telah dibasahi antikoagulan heparin steril

Tanda-tanda pembuluh darah arteri / nadi adalah terabanya denyutan yang tidak

ditemukan pada vena

Bila telah ditemukan arteri, lakukan tindakan asepsis dengan alcohol 70%

Dengan 2 jari telunjuk dan jari tengah lakukan fiksasi arteri tersebut

Page 4: AGD2.doc

Kemudian lakukan tusukan / pungsi tegak lurus (karena letaknya dalam) sampai

terkena arteri tersebut

Bila arteri telah tercapai akan tampak darah yang akan mengalir sendiri oleh

tekanan darah ke dalam semprit yang telah mengandung heparin. Cabut semprit

dan segera ditutup dengan gabus sehingga tidak terkena udara. Goyangkan

semprit sehingga darah tercampur rata dan tidak membeku

Tekan pungsi dengan baik sampai tidak tampak darah mengalir. Hal ini tidak

sama dengan vena karena dengan vena lebih mudah membeku daripada arteri

Segera kirim ke laboratorium

Perbedaan darah arteri dan vena:6

1. lokasi tusukan lebih dalam

2. teraba denyutan yang tidak ada pada vena

3. warna darah lebih merah terang daripada vena

4. darah akan mengalir sendiri ke dalam semprit

Resiko sangat kecil bila dilakukan secara benar. Pengambilan sampel gas darah arteri

mempunyai resiko-resiko tertentu seperti nyeri, infeksi, trombosis, perdarahan, hematom,

emboli, dan kerusakan saraf perifer.2,4

Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan analisa gas darah:1

1. Gelembung udara

Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel

darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen

sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan mengikat.

2. Antikoagulan

Page 5: AGD2.doc

Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian

heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak

terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman

heparin.

3. Metabolisme

Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia

membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel

diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung

diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.

4. Suhu

Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya

PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.

Nilai pH darah yang abnormal disebut asidosis atau alkalosis sedangkan nilai

PCO2 yang abnormal terjadi pada keadaan hipo atau hiperventilasi. Hubungan

antara tekanan dan saturasi oksigen merupakan faktor yang penting pada nilai

oksigenasi darah.

RUJUKAN NORMAL AGD7,8

No. Komponen Nilai Rujukan Keterangan

1. PH 7,35 – 7,45 = hasil pengaruh status metabolik dan

respirasi

2. PCO2 35 – 45 mmHg = komponen respiratorik status asam basa

Page 6: AGD2.doc

3. PO2 75 – 100 mmHg

4. HCO3 22 – 26 mEq/L = indeks komponen metabolik

5. BE (Base Excess) ± 2,3 mEq/L = jumlah basa yang perlu dikoreksi

KLINIS8

Manifestasi Klinis pH PCO2 HCO3

Asidosis metabolik ↓ ↓ ↓

Alkalosis metabolik ↑ ↑ ↑

Asidosis respiratorik ↓ ↑ ↑

Alkalosis respiratorik ↑ ↓ ↓

Asidosis Metabolik

Berbagai keadaan yang dapat menyebabkan asidosis metabolik:8

1. Produksi ion hidrogen oleh sel secara berlebihan; hal ini dapat terjadi pada:

Peningkatan metabolisme akibat demam, kejang, distress pernapasan

Page 7: AGD2.doc

Gangguan metabolisme normal yang menyebabkan peningkatan asam

organik, misalnya pada:

i. Hipoksia jaringan akibat hipoperfusi, misalnya pada dehidrasi yang

menyebabkan metabolisme anaerob dengan hasil asam laktat dan

asam piruvat

ii. Ketosis akibat kelaparan, diabetes mellitus, keracunan salisilat

iii. Keracunan metil alkohol

iv. Ketonemia rantai cabang

v. Asiduria metil malonik

vi. Hiperglisinemia

2. Kehilangan bikarbonat secara berlebihan melaui air kemih atau tinja, misalnya

ada diare, drainase ileostomi, ureterosigmoidostomi

3. Pemberian asam, misalnya HCl, asam amino

4. Kegagalan ginjal untuk mengekskresi kelebihan asam. Hal ini dapat disebabkan

oleh menurunnya filtrasi glomerulus atau oleh disfungsi tubulus. Disfungsi

tubulus ginjal dapat terjadi sebagai penyakit primer, atau sekunder terhadap

renjatan, sindrom Fankoni, sistinosis, intoleransi fructose, dan hiperkalsemia

5. Penambahan cairan ekstraselular secara mendadak dan berkurangnya konsentrasi

bikarbonat sedangkan CO2 tetap dipertahankan

Derajat beratnya asidosis metabolik ditentukan oleh turunnya Base Excess (BE).

Kompensasi biasanya terjadi segera, berupa hiperventilasi dengan alkalosis respiratorik,

akibat stimulasi langsung kemoreseptor pernapasan oleh kenaikan ion hydrogen.

Kelebihan ion hidrogen dalam CES akan diikat oleh larutan buffer bikarbonat, sedangkan

Page 8: AGD2.doc

dalam CIS oleh system buffer hemoglobin dan fosfat. Tulang juga merupakan sumber

buffer bila kemudian diperlukan.8

Pada asidosis metabolik bikarbonat serum maupun pH menurun, walaupun tidak

serendah bila tanpa buffer, dan pCO2 meninggi. Terjadinya asidosis metabolik dan

peninggian pCO2 merangsang pusat pernapasan, mungkin pula kemoreseptor perifer di A.

karotis dan aorta, untuk meningkatkan frekuensi napas sehingga akan meninggikan

pengeluaran CO2 oleh paru. Kemudian pCO2 plasma dan kadar asam karbonat menurun

sehingga dapat mengkoreksi asidosis sebagian atau seluruhnya, namun dengan

pengorbanan menurunnya bikarbonat plasma dan pCO2. Dengan demikian, pH darah

akan turun tetapi tidak serendah penurunan bikarbonat plasma.8

Asidosis metabolik juga akan merangsang ginjal untuk meninggikan produksi ammonia

dan ekskresi ion hydrogen melalui urin. Akibatnya terbentuk bikarbonat tambahan yang

dapat mengembalikan kadar bikarbonat plasma menjadi normal bila penyakit primernya

membaik. Kemudian terjadi penurunan frekuensi napas yang dapat meninggikan kembali

pCO2. Keadaan keseimbangan asam – basa kembali normal seperti keadaan sebelum

penambahan ion hydrogen.8

Gambaran klinis asidosis metabolik biasanya didominasi oleh penyakit primernya dan

ditambah oleh adanya pernapasan yang cepat dan dalam (pernapasan Kussmaul) sebagai

upaya kompensasi, yang dapat disalahtafsirkan sebagai penyakit pernapasan. Untuk

membedakan hal ini perlu dilakukan analisis gas darah arteri. Dapat pula terjadi

anoreksia, nausea dan vomitus. Asidosis yang berat dapat menurunkan resistensi vascular

sistemik dan fungsi ventrikel, sehingga mungkin terjadi hipotensi, edema paru, dan

hipoksia jaringan. Bila asidosis makin berat, terjadi depresi susunan saraf pusar sehingga

terjadi koma dengan atau tanpa kejang.8

Gambaran laboratorium menunjukan adanya penurunan pH, bikarbonat, dan pCO2 serum.

Untuk setiap penurunan bikarbonat plasma sebanyak 1 mEq/L akan disertai penurunan

pCO2 sebesar 1,0 – 1,5 mmHg. Bila korelasi tersebut tidak terjadi diduga terdapat

Page 9: AGD2.doc

gangguan campuran. Asidemia juga menyebabkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin

menurun, sehingga menambah hipoksia jaringan.8

Pengobatan Umum8

Pada dasarnya pengobatan asidosis metabolic adalah dengan memberikan terapi alkali.

Pada keadaan asidosis laktat, keto asidosis diabetic, insufisiensi sirkulasi, dan hipoksia

tidak dianjurkan pemberian natrium laktat karena tidak cukup dapat dimetabolisme;

dalam hal ini sebaikany diberi natrium bikarbonat. Selain itu pengobatan suportif lainnya

disesuaikan dengan etiologi penyakit primernya. Misalnya pada ketoasidosis diabetic

diberi insulin dan glukosa, asidosis laktat karena hipoksia diatasi dengan memperbaiki

jalan napas dan pemberian oksigen, diare diatasi dengan pemberian cairan oral dan

parenteral yang mengandung bikarbonat, insufisiensi ginjal bila perlu dilakukan dialysis,

renjatan diatasi dengan memperbaiki sirkulasi.

Pengobatan khusus8

1. diberikan cairan yang mengandung bikarbonat. Bila asidosis metabolic berat

dengan pH < 7,10 segera diberikan bikarbonat 2-4 mEq/kgBB; cairan ini dapat

dibuat dari larutan bikarbonat 7,5% steril yang dilarutkan dalam cairan infuse

2. bila mungkin lakukan pemeriksaan anlisis gas darah untuk segera mengetahui

deficit basa yang dapat dikoreksi dengan rumus berikut :

bikarbonat yang diperlukan (mEq) = BE x BB x 0,3

Keterangan:

BE = Base Excess (kelebihan basa) yang merupakan perbedaan antara konsentrasi

natrium bikarbonat yang dikehendaki dan yang terukur saat itu dalam mEq/L. BE

yang negative berarti deficit basa.

BB = berat badan dalam kg.

0,3 = factor distribusi natrium bikarbonat dalam tubuh.

3. bila asidosis metabolic masih dalam kompensasi (pH normal) koreksi cukup

diberikan dengan cara separuh cairan diberikan secara cepat dan sisanya dengan

infuse. Tetapi dalam keadaan tidak terkompensasi (pH ,7,10 ) harus diberikan

penuh secara cepat.

Page 10: AGD2.doc

4. bila terdapat gangguan fungsi ginjal pemberian natrium bikarbonat harus hati-

hati, karena natrium dapat meningkatkan volume cairan ekstraseluler. Biasanya

bikarbonat darah cukup dinaikan sampai mencapai kadar 15mEq/l. pemberian

bikarbonat yang berlebihan pada gangguan fungsi ginjal dapat menimbulkan

gejalaa tetani. Pada keadaan hiperfosfatemia dengan asidosis, perlu diberikan

makanan rendah fosfor bersama gel aluminium per oral. Tetapi bila penyebabnya

gagal injal kronik, pemberian aluminium tidak dianjurkan. Sebaiknya diberikan

kalsium karbonat untuk mengikat fosfor dalam usus.

Alkalosis Metabolik

Salah satu dari 5 mekanisme dasar berikut dapat menimbulkan alkalosis metabolik:8

1. Hilangnya ion hidrogen, kloride, dan kalium dari lambung akibat muntah,

misalnya pada stenosis pylorus atau drainase atau aspirasi cairan nasogastrik yang

berlangsung lama

2. Kehilangan kalium yang berlebihan melalui urin, misalnya akibat pemberian

diuretic, atau dalam traktus gastrointestinalis

3. Penambahan berlebihan bikarbonat ke dalam CES, yang disebabkan karena

pemberian larutan parenteral berlebihan maupun pemberian susu secara

berlebihan pada sindrom susu alkali

4. Meningkatnya reabsorpsi bikarbonat oleh ginjal seperti pada deplesi kalium,

sindrom Cushing, sindrom Bartter, dan hiperaldosteronisme primer

5. Penyusutan volume CES, yang dapat meninggikan kadar bikarbonat dan

meningkatkan pengambilan kembali bikarbonat oleh ginjal

Hilangnya asam klorida, natrium, kalium, dan air dari lambung akan mengakibatkan

serangkaian perubahan yang mengakibatkan alkalosis metabolic hipokloremik dengan

asiduria paradoksal. Pembentukan asam dalam lambung serupa dengan pembentukan

dalam ginjal, yang melibatkan produksi ion hydrogen dan bikarbonat dari karbondiokside

dengan enzim karbonik anhidrasse pada sel gaster. Ion hydrogen dan klorida yang

Page 11: AGD2.doc

dilepaskan ke dalam lambung dan pelepasan bikarbonat ke dalam darah menyebabkan

alkalosis postprandial yang singkat. Alkalosis ini berlangsung singkat karena mekanisme

sekretin akan membentuk sejumlah besar cairan pancreas yang sangat alkalis yang

menetralkan asam lambung. 8

Bila isi lambung keluar karena muntah atau drainase, maka akan terjadi gangguan

mekanisme tersebut. Efek yang terjadi mirip dengan pembentukan bikarbonat pada

tubulus ginjal yang ion hidrogennya dikeluarkan melalui urin. Alkalosis ringan ini mula-

mula dikoreksi dengan ekskresi bikarbonat dalam urin bersama dengan ion natrium,

namun bila hipovolemia berlanjut terjadi retensi natrium dengan kalium dikeluarkan.

Lebih lanjut kalium dan natrium seperti juga ion hydrogen, klorida, dan air terus hilang

karena dimuntahkan. 8

Kehilangan klorida tersebut mengakibatkan berkurangnya kadar klorida dalam serum dan

dalam filtrate glomerulus. Bersama dengan natrium, klorida diabsorpsi secara aktif pada

ansa Henle. Bila klorida filtrate berkurang, maka lebih banyak natrium yang tidak

diabsorpsi bersama klorida, dan meneruskan diri ke distal, tempat natrium direabsorpsi

dengan pertukaran kalium. Bertambahnya reabsorpsi natrium menyebabkan

bertambahnya ekskresi kalium; kehilangan kalium ini diperberat oleh peningkatan sekresi

aldosteron sebagai akibat hipovolemia. Lebih lanjut, karena cadangan kalium berkurang,

maka reabsorpsi natrium dilakukan dengan pertukaran dengan ion hydrogen, sehingga

terjadi kehilangan ion hydrogen melalui urin. Keadaan asiduria paradoksal ini akan

memperberat alkalosis metaboliknya. 8

Mekanisme paru mencoba melakukan kompensasi sebagian dengan hipoventilasi

alveolar. Kompensasi respiratorik ini sangat bervariasi dan sebagian dibatasi oleh

hipoksia yang terjadi akibat hipoventilasi pada udara kamar. Jadi kompensasi paru selalu

tidak sempurna, sehingga pH tidak pernah mencapai nilai normal. Selain itu ambang

ginjal terhadap bikarbonat dilampaui, dengan akibat basa ini terdapat dalam urin; pH urin

dapat mencapai nilai 8,5 – 9,0. Adanya factor deplesi cairan dan hipokalemia, disertai

dengan meningginya pCO2, akan menyebabkan reabsorpsi bikarbonat di ginjal meningkat

Page 12: AGD2.doc

sehingga alkalosis metabolic tetap berlangsung. Karena itu alkalosis metabolik sukar

dikoreksi selama masih terdapat hipokalemia dan deplesi CES; untuk memperbaiki

alkalosis metabolic kedua kelainan tersebut harus dikoreksi lebih dulu. 8

Bila defisit ion natrium, kalium, klorida, dan air dikoreksi, makin sedikit ion hydrogen

yang diperlukan untuk pertukaran dengan natrium, dan koreksi oleh ginjal dapat dicapai.

Derajat alkalosis metabolic ditentukan oleh meningkatnya Base Excess (BE). Gambaran

gas darah arteri yang khas untuk alkalosis metabolic adalah peningkatan pH, CO2, dan

Base Excess (BE), dengan PO2 yang rendah (pH 7,56, PCO2 58 mmHg, PO2 65 mmHg,

dan BE +18 mEq/L). 8

Manifestasi Klinis

Diagnosis alkalosis metabolic perlu dipertimbangkan bila terdapat riwayat penyakit yang

sesuai. Tidak ada gejala alkalosis metabolic yang patognomonik. Alkalosis metabolic

murni menurunkan konsentrasi kalsium ion, yang bila berat akan meningkatkan

eksitebilitas neuromuscular dan menyebabkan spasme, tetani, dan kejang yang dapat

disertai apne. Mekanisme pernapasan berupa hipoventilasi membawa akibat yang tidak

menguntungkan, karena pada udara kamar akan terjadi hipoksemia yang sebanding

dengan peningkatan PCO2. penurunan aktifitas pernapasan dapat merupakan predisposisi

untuk terjadinya ateleteksis dan bahkan dapat menyebabkan gagal napas. Alkalemia

meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap oksigen, yang mengurangi jumlah oksigen

yang dilepaskan ke jaringan yang dapat memperberat hipoksia jaringan yang sudah ada

akibat hipoventilasi dengan atau tanpa atelektasis. 8

Pada alkalosis metabolik dan alkalemia berat terjadi penurunan curah jantung,

peningkatan resistensi perifer, dan dapat terjadi disritmia jantung yang refrakter, terutama

bila terjadi pula kehilangan ion kalium atau magnesium pada pasien yang diberi digitalis.8

Pengobatan alkalosis metabolic adalah dengan pemberian ammonium klorida dengan

dosis dihitung menurut rumus: 8

Amonium klorida yang diperlukan (mEq) = (Ki-Ku) x BB x fd

Page 13: AGD2.doc

Atau dapat juga dengan rumus: 0,3 x BB x BE

Keterangan:

Ki = konsentrasi bikarbonat natrikus yang diinginkan

Ku = konsentrasi bikarbonat natrikus yang diukur

BB = berat badan dalam kg

Fd = factor distribusi dalam tubuh, untuk ammonium klorida adalah 0,2 – 0,3

Pemberian ammonium klorida hanya berguna menghilangkan gejala, tetapi tidak dapat

mengkoreksi hipovolemia atau kekurangan kalium yang terjadi. Alkalosis metabolic yang

disertai hipovolemia akan menunjukan respons yang baik bila diobati dengan cairan

untuk menambah volume, disertai dengan pemberian kalium dan klorida bila terjadi

deficit. Tindakan ini umumnya dilakukan pada keadaan muntah, pengisapan cairan

lambung, diare congenital dengan banyak kehilangan klorida, defisiensi klorida dalam

makanan, atau pada pemberian diuretic. Dalam pediatric penggunaan ammonium klorida

jarang dilakukan, lebih sering digunakan larutan kalium klorida. Meskipun koreksi yang

terjadi lebih lambah tetapi biasanya cukup adekuat. 8

Asidosis Respiratorik

Asidosis respiratorik terjadi akibat hipoventilasi alveolar sehingga produksi CO2 lebih

besar dari pada ekskresi CO2. karbondiokside melintasi cairan jaringan dengan sangat

cepat, sehingga akumulasi karbondiokside hanya manifest secara klinis bila terjadi

akumulasi di udara alveolar. Asidosis respiratorik berat yang murni terjadi agak jarang

pada anak yang bernapas pada udara kamar akan segera disertai oleh asidosis metabolic.

Asidosis respiratorik yang kurang berat yang kronik biasanya dapat dikompensasi oleh

tubuh. 8

Dalam keadaan sehat penambahan produksi CO2 akan merangsang ekskresi melalui

pernapasan, sehingga PCO2 dapat dipertahankan dan keseimbangan asan-basa tetap

Page 14: AGD2.doc

normal. Pada setiap penyakit yang menimbulkan asidosis respiratorik pCO2 akan

meninggi sampai ambang paru tertentu, kemudiaan CO2 tersebut diekskresi sebanyak

yang diproduksi. Meskipun keseimbangan baru tercapai,tetapi peninggian pCO2

(hiperkapnia) menyebabkan terjadinya asidosis metabolic karena adanya peningkatan

kadar asm karbonat dan tentunya peninggian kadar ion hydrogen. 8

Asidosis respirtorik dapat terjadi pada: 8

1. semua bayi pada saat lahir, yang dapat menetap bila bayi mengalami distress

2. pelbagai penyakit paru yang berat, seperti penyakit membrane hialin,

bronkopneumoni,edem paru, efusi pleura massif, pneumotorak,paralysis

diafragma, ststus asmatikus, sistik fibrosis, bronkiolitis, croup

3. penyakit neuromuscular seperti trauma batang otak, sindrom Guillan- Barre,

overdosis obat sedative

4. obstruksi jalan napas oleh benda asing, bronkospasme hebat, edem larings

5. kelainan vascular seperti emboli paru massif

6. asidosis respiratorik kronik dapat terjadi pada sindrom Pickwickian, poliomyelitis,

obstruksi kronik jalan napas, kifoskoliosis, atau pemberian sedative jangka

panjang.

Karena PCO2 merupakan komponen utama pada system buffer CES, peningkatan PCO2

pertama kali harus diimbanggi oleh system buffer non- bikarbonat, yaitu protein di CES

dan fosfat, hemoglobin, laktat dan protein lain didalam sel. Adanya asidosis peningkatan

PCO2 akan merangsan ginjal untuk maningkatkan ekskresi ion hydrogen dalam bentuk

amoniak dan asam tertitrasi, serta membentuk bikarbonat tambahan dan mereabsopsinya

dalam jumlah yang lebih banyak. Dengan demikian terdapat peningkatan ringan kadar

bikarbonat plasma. Pada stadium ini peningkatan bikarbonat plasma mengkompensasi

peningkatan PCO2, sehingga pH kembali normal dan asidosis respiratorik seolah-olah

dapat dikompensasi oleh ginjal. Karena itu, satu-satunya cara untuk mengkoreksi

kelainan asidosis respiratorik adalah menmperbaiki kelainan primernya.8

Karenanya biasanya asidosis respiratorik akut disertai hipoksia, maka hipoksia sering

mendominasi gejala klinis, bersama dengan tanda gawat napas lainnya. Hiperkapnia

Page 15: AGD2.doc

mengakibatkan terjadinya vasodilatasi dan meninggikan aliran darah serebral, sehingga

mungkin menimbulkan gejala nyeri kepala dan peninggian tekanan intracranial.

Hiperkapnia berat dapat menimbulkan depresi serebral, dalam keadaan ini akan terdapat

penurunan pH, peninggian PCO2, dan peninggian sedang bikarbonat plasma.8

Asidosis respiratorik biasanya juga disertai asidosis metabolic ringan, karena hipoksia

akan menyebabkan terjadinya penimbunan asam laktat dan asam organic lainnya dalam

cairan ekstraselular. Koreksi cairan perlu disetai pemeriksaan pH dan analisis gas darah.

Pengobatan yang tepat adalah memperbaiki ventilasi dengan respirator. Pengobatan

dengan natrium bikarbonat kurang tepat, karena tindakan ini malahan akan menyebabkan

hiperosmolalitas dan gagal jantung. 8

Alkalosis Respiratorik

Ekskresi CO2 melalui paru yang berlebihan dalam keadaan produksi CO2 yang normal

akan mengakibatkan menurunya PCO2 sehingga timbul alkalosis respiratorik. Kelainan

ini dapat disebabkan oleh: (1) hiperventilasi psikogenik: (2) ventilasi mekanik yang

berlebihan; (3) tahap awal keracunan salisilat: timbul karena stimulasi terhadap pusat

pernapasan oleh salisilat atau karena meningginya sensitivitas pusat pernapasan terhadap

PCO2. 8

Pada alkalosis respiratorik PCO2 plasma menurun dan pH meninggi. Terhadap

perubahhan ini terjadi pelepasan ion hydrogen yang cepat pada system buffer tubuh untuk

menurunkan bikarbonat plasma. Lebih kurang 99% ion hydrogen tersebut dilepaskan dari

buffer intraseluler, sisanya 1% dari buffer ekstraselluler. Selain itu meningkatnya

ekskresi bikabornat oleh ginjal secara perlahan, oleh suatu mekanisme yang belum

diketahui benar, akan turut menurunkan kadar bikarbonat plasma untuk mengkompensasi

kehilangan CO2, sehingga memungkinkan pH menjadi normal. Tetapi bagaimanapun

tidak akan terjadi koreksi sempurna tanpa menghilangkan penyakit primernya. 8

Page 16: AGD2.doc

Gambaran klinis biasanya ditandai oleh penyakit primernya. Tetapi hipokapnia akut akan

menimbulkan iritabilitas neuromuscular dan parastesia ekstremitas atau perioral akibat

menurunya ion kalsium. Analisis gas darah menunjukan peninggian pH serta penurunan

PCO2 dan bikarbonat plasma. Walaupun terjadi alkalosis sistemik, air kemih tetap asam. 8

Pengobatan ditujukan terhadap etiologi, disamping usaha untuk meningkatkan PCO2

dalam darah. Pemberian ammonium klorida tidak dianjurkan. 8

DAFTAR PUSTAKA

1. Muhammad E. Pemantauan system kardiorespirasi invasive pada anak sakit kritis.

Available from: http://www.tempo.co.id/medika/arsip/102001/top-1.htm

2. Srieyanda. Perbandingan nilai saturasi oksigen pulse oxymetri dengan analisa gas

darah arteri pada neonatus yang dirawat di unit perawatan intensif anak. Available

from: http://library.usu.ac.id /download/fk/anak-srie%20yanda.pdf

3. ̂ Kenneth Baillie and Alistair Simpson. Altitude oxygen calculator. Apex

(Altitude Physiology EXpeditions). Retrieved on 2006-08-10. - Online interactive

oxygen delivery calculator

Page 17: AGD2.doc

4. Thompson, June, et al. Blood gas analysis. Available from:

http://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/common/standard/transform.jsp?

requestURI=/healthatoz/Atoz/ency/blood_gas_analysis.jsp

5. Amirullah R. Peranan pemeriksaan analisa gas darah dalam penatalaksanaan

penyakit paru. Available from: http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/

13_PerananPemeriksaanAnalisaGasDarah.pdf/13_PerananPemeriksaanAnalisaGa

sDarah.html

6. Gunadi PH. Pra instrumentasi. Available from: http://dokter.indo.net.id/prains.

html

7. Sutedjo AY. Analisa gas darah arteri. in: Hadisaputro S, ed. Buku Saku

Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi Revisi.

Yogyakarta. Amara Books. 2007: 112

8. Alatas H, Madiyono B, Sastroasmoro. Keseimbangan air dan elektrolit. in:

Markum AH, Ismael S, Alatas H, Akib A, Firmansyah A, eds. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Anak, Jilid I. Jakarta. FKUI. 2002: 96 – 115.

AGD

(ANALISA GAS DARAH)

Page 18: AGD2.doc

Disusun oleh :

Tessa Apriestha, S.ked

Pembimbing :

Dr. Heru S., SpA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2007