clapkas .doc
-
Upload
retnosfadhillah -
Category
Documents
-
view
231 -
download
2
description
Transcript of clapkas .doc
PRESENTASI KASUS ANAK
Penyusun
Nurull Huda Binti Abdul Majid (11-2009-098)
Mohd. Nazrul Hafeez ( 11-2009-105)
Pembimbing
dr. Jeffry Pattisahusiwa, Sp.A
RSUD R. Syamsudin, SH, Sukabumi
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
Periode 21 Februari – 30 April 2011
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : An. R
Tanggal lahir : 15 Agustus 2005
Umur : 5 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kg. Hegar Manah, Ciracap, Sukabumi
Suku Bangsa : Sunda
Agama : Islam
Tanggal Mulai Rawat : 1 April 2011
Tanggal Pemeriksaan : 8 April 2011
Tanggal Pulang : 12 April 2011
Nomor Rekam Medis : A 022217
Identitas Orang Tua
Ayah Ibu
Nama Tn. Muryadin Ny. Nanih
Suku Bangsa Sunda Sunda
Agama Islam Islam
Pendidikan terakhir SD SD
Pekerjaan Buruh / Bertani Tidak Bekerja
Usia 31 tahun 28 tahun
Penghasilan Rp 50.000,00/ hari -
II. Anamnesis
Dilakukan secara : Alloanamnesis
Pada : Ibu pasien
III. Keluhan Utama
Kejang sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
IV. Keluhan Tambahan
Panas, sesak, gigi berlobang, nyeri perut dan mulut tidak bisa dibuka.
V. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 hari (30/3/2011, Rabu) sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh ke
ibunya bahwa tubuhnya panas, gusi di rahang bawahnya bengkak dan untuk nafas
sakit tetapi bernafasnya biasa saja. Pasien mempunyai 2 gigi berlobang; 1 gigi di
rahang kanan dan 1 gigi kiri bawah. Rahang pasien mulai kaku dan susah dibuka.
Oleh karena itu, pasien makan dengan memaksa mulutnya dibuka dan mendorong
makanan masuk melalui bukaan mulut yang menyempit tadi. Ibu bapa membawa
pasien ke bidan untuk diobati. Bidan menganjurkan untuk membawa pasien ke rumah
sakit umum daerah Jampang. Setelah dirawat di Jampang, pasien dibawa lagi ke
dokter umum dan dikasi obat. Setelah itu, pasien pulang ke rumah. Ada kebiasaan
gigi berlobang dikorek-korek dengan lidi oleh pasien. Timbulnya kejang ketika ini
disangkal.
Sejak 1 hari (31/3/2011, Kamis) sebelum masuk rumah sakit pasien sesak dan
kejang 2 kali. Pada sore harinya, pasien kejang hebat dan ibu bapa pasien membawa
pasien ke rumah sakit umum daerah Jampang dan pasien dirujuk untuk rawat di
Rumah Sakit Syamsudin SH. Kejang berlangsung selama ± 5 menit, dimana ketika
kejang bibir pasien membiru, tangan dan kaki kaku serta menggempal, mata tidak
mendelik ke atas, air ludah berbusa keluar dari mulut pasien serta nafas cepat dan
sesak. Gigi dirapatkan dan lidah pasien sering tergigit. Sewaktu kejang pasien sadar
dan menangis kalau dipanggil. Pasien juga memanggil-manggil bapanya ketika
kejang. Menurut ibu pasien, karena seringnya kejang, gigi pasien yang berlobang itu
patah. Setelah kejang hilang, pasien menangis, keringatan dan lemas. Sejurus itu
pasien ketiduran. Ibu pasien mengatakan, sebelum kejang tidak didapatkan panas
yang tinggi, cahaya yang terang, suara yang keras, hentakan, sentuhan atau perabaan
halus yang terjadi. Ini merupakan kejang yang pertama kali yang dialami pasien.
Pasien susah tidur nyenyak setelah timbulnya kejang ini. Terdapat juga nyeri perut
karena pasien belum bisa BAB selama 2 hari sebelum masuk rumah sakit. BAK
lancar dan tidak ada keluhan. Pasien merasakan nyeri terus menerus di leher dan
punggung yang mengakibatkan pasien merintih terus. Leher pasien keras dan tidak
bisa ditekukkan ke dada. Pasien tidak bisa didudukkan sejak kejang timbul dan ketika
pasien berbaring, terdapat celah antara tempat tidur dan punggung.
Pasien dibawa ke UGD Rumah Sakit Syamsudin SH pada subuh hari (1/4/2011,
Jum’at) dan seterusnya di bawa ke ruang Isolasi, Tanjung jam 10.00 pagi untuk
rawatan lanjut.
VI. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mempunyai riwayat demam dan mencret dan sering di bawa ke bidan atau
obat-obat warung tapi tidak pernah sampai dirawat di rumah sakit.
Kira-kira 1 bulan yang lalu, pasien pernah tertimpa besi bengkel di ibu jari kanan
dan luka. Luka ini mengakibatkan kuku pasien telah dicopot. Riwayat perawatan tali
pusat sewaktu kecil baik. Tidak ada riwayat operasi atau fraktur terbuka. Luka dengan
nanah, gigitan binatang atau telinga keluar nanah disangkal ibu pasien.
VII. Riwayat Penyakit Keluarga
Terdapat riwayat kejang pada 2 orang saudara di pihak bapa pasien ketika
bayi dan meninggal. Terdapat riwayat asma dan diabetes mellitus di pihak ibu yaitu
kakaknya ibu. Riwayat penyakit jantung, alergi (atopi) dan alergi obat-obatan
disangkal.
VIII. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kehamilan
Perawatan prenatal Ibu rutin melakukan pemeriksaan kehamilan di bidan.
Setiap bulan ± 1 kali atau setiap ada keluhan.
Penyulit kehamilan Sewaktu ujung bulan ke 7, terdapat keluhan ibu tidak
dapat merasakan gerak janin selama 2 hari.
Kelahiran
Perawatan antenatal Tidak dilakukan
Lahir di Rumah
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan pervaginam, P3 A0
Masa gestasi 38 minggu
Tanggal lahir 15 Agustus 2011
Keadaan bayi Berat badan lahir : 3200 gram
Panjang badan lahir : Lupa
Langsung menangis kuat
Dibawa langsung untuk dirawat karena ibu bapa pasien
menginginkan anak perempuan.
Kelainan bawaan : Tidak ada
IX. Riwayat Makanan
Usia (bulan) ASI / PASI Buah / Biskut Bubur susu Nasi tim
0 – 6 + - - -
6 – 12 + + + +
12 - sekarang + + + +
X. Riwayat Imunisasi
Ibu pasien lupa dengan riwayat imunisasi anaknya dan tidak lengkap karena pasien
demam pada umur 5 bulan. BCG 1x, polio 1x, Hepatitis B 2x, DPT 1x, Campak 1x, Tidak
terdapat scar BCG.
XI. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Usia 4 bulan : Pasien sudah bisa tengkurap dan merangkak
Usia 10 bulan : Pasien sudah bisa berbicara “papa” dan “mama”
Usia 15 bulan : Pasien sudah bisa berjalan.
Usia 3 tahun : Pasien sudah bisa mengeja “ABC”
Usia 5 tahun : Pasien sudah bisa mengenal warna, menggambar, mengeja dan
menghitung.
XII. Pemeriksaan Fisik (8 April 2011)
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Kompos mentis
3. Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah : 110/70 mmHg ((100-120/60-75)
- Laju Nadi : 108 kali / menit (60-95 kali/menit)
Teratur, kuat, penuh
- Laju pernafasan : 39 kali / menit (14-22 kali/menit)
- Suhu : 37oC (36,5-37,5 oC)
4. Antropometri
- Berat badan : 15 kg
- Berat badan ideal : 19,2 kg
- Tinggi badan : 109 cm
- Tinggi badan ideal: 108 cm
- WFA : 15/19,2 = 78%
- HFA : 109/108 = 100%
- WFH : 15/109 = 80%
- Lingkar kepala : 49cm
- Lingkar dada : 65cm
- Lingkar perut : 61cm
- Lingkar lengan atas: 16 cm
- Status gizi : Gizi kurang
5.Kepala : Normocephali, rambut hitam tipis, tidak mudah dicabut
6.Mata : Konjungtiva merah muda, sklera putih, pupil isokor, refleks
cahaya +/+
7.Telinga : Membran timpani intak +/+, sekret -/-, serumen +/+ kuning,
darah atau bekuan darah -/-
8.Hidung : Krepitasi os nasal -, deformitas -, septum nasi di tengah, sekret
-/-, darah atau bekuan darah -/-
9. Mulut : Mukosa oral basah, tidak terdapat sianosis, celah
antara rahang atas dan bawah 6mm, sulit membuka mulut,
lidah terdapat luka-luka.
10. Leher : Pembesaran KGB -/-, lesi kulit -/-, leher pasien tidak bisa
ditekukkan ke dada.
11. Paru
- Inspeksi : bentuk dada datar, pengembangan paru normal dan simetris.
- Palpasi : gerakan tulang iga simetris
- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru, batas paru hepar di ICS 5 dextra
- Auskultasi : bunyi napas vesikular, rhonki -/-, wheezing -/-
12. Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : batas atas di ICS II
Batas kanan di linea sternalis dextra
Batas kiri di linea midklavikularis sinistra
- Auskultasi : bunyi jantung S1 dan S2 reguler pada proyeksi katup mitral,
trikuspid, aorta, dan pulmonal. Murmur -, gallop -
13. Abdomen
- Inspeksi : datar, lesi kulit -, venektasi -
- Palpasi : supel, nyeri tekan -
hepar teraba 1 cm di bawah arcus costae, tepi tajam, konsistensi
kenyal, permukaan rata, nyeri tekan +
lien tidak teraba, undulasi -, ballotemen -/-, vesika urinaria tidak
teraba
- Perkusi : timpani di semua kuadran
- Auskultasi : bising usus + (normal)
14. Punggung : tidak tampak lesi kulit, deformitas maupun massa, edema -,
namun punggung tidak bisa diratakan ke permukaan (kasur) dan pasien tidak bisa
duduk karena punggungnya kaku.
15. Ekstremitas : akral hangat,CRT< 2 detik,tidak terdapat sianosis,scar BCG -,
edema -
16. Kulit : tidak tampak lesi kulit, turgor kulit baik (pada cubitan kulit,
kembali < 2 detik) sianosis -, ikterus -
17. Genitalia : kesan laki-laki
XIII. Pemeriksaan Neorologis
Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : +
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -/-
Kernig : -/-
Nervus Cranialis
N. I : Tidak dapat dilakukan
N. II : Refleks cahaya +/+
N. III, IV, VI : Pupil bulat, isokor 2 mm/2 mm, gerakan bola mata
baik, dapat bergerak ke atas, bawah, dan samping
N. V : Tidak dapat dilakukan
N. VII : Rhisus sardonikus
N. VIII :Normal, dapat merespon suara pada telinga kanan dan kiri
N. IX : Tidak dapat dilakukan
N. X : Tidak dapat dilakukan
N. XI : Tidak dapat dilakukan
N. XII : Tidak dapat dilakukan
XIV. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Darah 1/4/2011
Hemoglobin : 12,4 g/dL
Leukosit : 13600 /uL
Hematokrit : 34,4 %
Trombosit : 357,000 /uL
XV. Resume
Pasien anak laki-laki, usia 5 tahun, berat badan 15 kg, tinggi badan 109 cm,
datang dengan keluhan kejang sebanyak 2 kali/hari sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh ke ibunya
bahwa tubuhnya panas, gusi di rahang bawahnya bengkak dan untuk nafas sakit tetapi
bernafasnya biasa saja dan tidak cepat atau lambat. Pasien mempunyai 2 gigi
berlobang; 1 gigi di rahang kanan dan 1 gigi kiri bawah. Rahang pasien mulai kaku
dan susah dibuka. Oleh karena itu, pasien makan dengan memaksa mulutnya dibuka
dan mendorong makanan masuk melalui bukaan mulut yang menyempit tadi. Ada
kebiasaan gigi berlobang dikorek-korek dengan lidi oleh pasien. Timbulnya kejang
ketika ini disangkal.
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien sesak dan kejang 2 kali. Pada sore
hari, pasien kejang hebat dan ibu bapa pasien membawa pasien ke rumah sakit umum
daerah Jampang dan disarankan pasien dirawat di Rumah Sakit Syamsudin SH.
Kejang berlangsung selama ± 5 menit, dimana ketika kejang bibir pasien membiru,
tangan dan kaki kaku serta menggempal, mata mendelik ke atas, air ludah berbusa
keluar dari mulut pasien serta nafas cepat dan sesak. Gigi dirapatkan dan lidah pasien
sering tergigit. Sewaktu kejang pasien sadar dan menangis kalau dipanggil. Pasien
juga memanggil-manggil bapanya ketika kejang Menurut ibu pasien, karena
seringnya kejang, gigi pasien yang berlobang itu patah. Setelah kejang hilang, pasien
menangis, keringatan dan lemas. Sejurus itu pasien ketiduran. Ibu pasien mengatakan,
sebelum kejang tidak didapatkan panas yang tinggi, cahaya yang terang, suara yang
keras, hentakan, sentuhan atau perabaan halus yang terjadi. Ini merupakan kejang
yang pertama kali yang dialami pasien. Pasien susah tidur nyenyak setelah timbulnya
kejang ini. Terdapat juga nyeri perut karena pasien belum bisa BAB selama 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. BAK lancar dan tidak ada keluhan. Pasien merasakan
nyeri terus menerus di leher dan punggung yang mengakibatkan pasien merintih
terus. Leher pasien keras dan tidak bisa ditekukkan ke dada. Pasien tidak bisa
didudukkan sejak kejang timbul dan ketika pasien berbaring, terdapat celah antara
tempat tidur dan punggung.
Pasien dibawa ke UGD Rumah Sakit Syamsudin SH pada subuh hari dan
seterusnya di bawa ke ruang Isolasi, Tanjung jam 10.00 pagi untuk rawatan lanjut.
Kira-kira 1 bulan yang lalu, pasien pernah tertimpa besi bengkel di ibu jari kanan
dan luka. Luka ini mengakibatkan kuku pasien telah dicopot. Tidak ada riwayat
operasi atau fraktur terbuka. Luka dengan nanah, gigitan binatang atau telinga keluar
nanah disangkal ibu pasien.
Ibu pasien lupa dengan riwayat imunisasi anaknya dan tidak lengkap karena
pasien demam pada umur 5 bulan. BCG 1x, polio 1x, Hepatitis B 2x, DPT 1x,
Campak 1x, Tidak terdapat scar BCG.
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tanda –
tanda vital dalam batas normal, normotensi, suhu afebris, kekurangan energi protein
ringan, tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan mulut; sulit membuka mulut , terdapat celah
antara rahang atas dan bawah 6mm, lidah terdapat luka-luka. Leher; pembesaran
KGB tidak teraba, lesi kulit tidak didapatkan. Namun begitu, leher pasien tidak bisa
ditekukkan ke dada. Pada punggung pasien tidak tampak lesi kulit, deformitas
maupun massa, edema tidak ada, namun punggung tidak bisa diratakan ke permukaan
(kasur) dan pasien tidak bisa duduk karena punggungnya kaku.
Pada pemeriksaan neorologis, didapatkan tanda rangsang meningeal yaitu kaku
kuduk yang positif dan rhisus sarkoidikus. Pada pemeriksaan saraf kranial tidak
didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan penunjang hasil pemeriksaan darah pada
tanggal 1/4/2011 didapatkan hemoglobin dalam batas normal yaitu :12,4 g/dL,
leukosit yang meninggi yaitu: 13600/uL, hematokrit dalam batas normal: 34,4 %,
trombosit yang sedikit meninggi yaitu : 357,000 /uL.
XVI. Diagnosis kerja
Tetanus Derajat II (Sedang) ec abses gigi
Status gizi kurang
XVII. Diagnosis Banding
Meningitis Bakterial
Poliomielitis
XVIII. Tatalaksana
Anti Tetanus Serum (ATS), 40,000 Unit
= ATS 20,000 IM dan 20,000 melalui drip NaCl
Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk :
a. Toksin bebas dalam darah
b. Toksin yang bergabung dengan jaringan saraf
Yang dapat dinetralisir oleh antitoksin adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan
yang telah bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antitoksin
Sebelum pemberian antitoksin harus di lakukan :
- Anamnesa apakah ada riwayat alergi
- Harus selalu sedia adrenalin 1 : 1000
Ini di lakukan karena antitoksin berasal dari serum kuda, yang bersifat
heterogen sehingga mungkin terjadi syok anafilaksis.
I. Antikonvulsan dan Sedatif
Obat-obat ini digunakan untuk merelaksasi otot dan mengurangi kepekaan jaringan saraf
terhadap rangsangan. Obat yang ideal dalam penanganan tetanus ialah obat yang dapat
mengontrol kejang dan menurunkan spastisitas tanpa mengganggu pernapasan, gerakan-
gerakan volunter atau kesadaran.
Diazepam 6 x 6mg/hari
Golongan benzodiazepin yang sering digunakan. Dosis yang dianjurkan untuk anak
dibawah umur 2 tahun adalah 8mg/kg bb per hari diberikan dalam dosis 2 – 3mg
setiap 3 jam. Dosis alternatif adalah dosis inisial 0,1 – 0,2mg/kg, intravena untuk
meringankan spasme, diikuti infusi I.V 15 – 40 mg/kg/hari secara continu. Setelah 5 -
7 hari dosis diturunkan 5 – 10mg/hari dan diteruskan dengan pemberian oral. Bila
penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5 mg/kg, bb/kali iv
perlahan-lahan dengan dosis optimum 10 mg.kali dulangi setiap kali kejang.
Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral (sonde lambung) dengan dosis 0,5
mg/kg. Bb/kali sehari diberikan 6 kali.
II. Antibiotik
1. Penisilin Prokain 50.000 u/kgBB/hari i.m
Digunakan untuk membasmi bentuk vegetatif Clostridium Tetani
Dosis : 50.000 u/kg, bb/hari i.m selama 10 hari, atau 3 hari setelah panas turun
Dosis optimal 600.000 u/hari
2. Metronidazole 3 x 300mg/hari
Mengeradikasi organisme tetanus tetapi tidak seperti penisilin tidak bersifat agonis
terhadap tetanospasmin. Dosis 15 mg/kgBB untuk awal terapi, diikuti 30 mg/kg/hari
dibagi dalam 6 jam.
3. Ampicilin 4 x 400mg/hari (100mg/kgBB/hr dibagi dalam 4 dosis)
III. Netralisir toksin
Tetanus antitoxin: Human Tetanus Immune Globulin (HTIg) 500 unit, 0.5ml IM
harus digunakan pada orang yang tidak pernah imunisasi dengan luka yang
terkontaminasi tanah. Pada anak yang belum pernah imunisasi atau sekali diimunisasi
tetanus toxoid , 250-500 unit harus diberikan intramuscular. Tetanus toxoid dan TIG
harus diberikan dengan cara bersamaan pada lokasi yang berbeda dan spuit yang bebeda.
Ini karena, ATS bukan merupakan produk tubuh dan terbuat dari serum kuda yang tidak
tahan lama dalam tubuh (28 hari) sehingga anak harus diberikan lagi HTIg.
IV. Perawatan Luka
Dilakukan setelah diberi antitoksin dan anti kejang
Bersihkan port d’entrée (caries gigi yang berlobang) dengan larutan H2O2 3%
V. Perawatan Umum
Rawat dalam bangsal (Isolasi) selama minimal 7-10 hari dengan jendela
ditutup supaya cahaya tidak dapat masuk, pintu sering ditutup untuk
mengurangi bunyi-bunyi keras. Ruangan perawatan harus tenang.
IVFD Ringer Laktat 12 tpm
Jalan nafas dibebaskan dan beri oksigen 2L/menit. Jika banyak sekresi pada
mulut akibat kejang atau penumpukan saliva maka dibersihkan dengan
pengisap lendir.
Pasang NGT : Bila trismus, makan cair diberikan melalui pipa nasogastrik.
Pemberian cairan dan nutrisi adekuat : Diet tinggi kalori, tinggi protein.
Setelah pulang, pasien disarankan untuk mengambil imunisasi DPT.
XIX. Saran
Biakan kultur dari abses gigi berlobang (Clostridium tetani)
Konsul bagian penyakit gigi dan mulut
XX. Prognosis (Tergantung skor Black, 3 = sedang)
- Quo ad vitam : dubia et bonam
- Quo ad functionam : dubia et bonam
- Quo ad sanationam : dubia et bonam
PERBAHASAN
Pada kasus ini kami mendiagnosa tetanus atas berdasarkan :-
Anamnesa :
Riwayat gigi berlobang dan kebiasaan menusuk lobang tersebut dengan lidi.
Pasien mengalami trismus(kaku rahang) 2 hari sebelum masuk ke rumah sakit
Kejang dan sesak nafas 1 hari sebelum masuk rumah sakit di mana pasien berada dalam
keadaan sadar.
Pasien mengeluh kaku bahagian leher.
Riwayat imunisasi DPT yang tidak lengkap/ tidak jelas.
Pemeriksaan fisik:
Trismus dengan lebar bukaan mulut 6mm
Opistotonus iaitu kekakuan yang menunjang tubuh seperti otot punggung, otot leher, otot
badan serta trunk muscle yang menyebabkan punggung pasien tidak bias diratakan ke permukaan
kasur.
Ditemukan kaku kuduk pada pasien.
Diagnosis pokok
1. Pasien tidak pernah imunisasi atau imunisasi sebagian
2. Riwayat luka pada ibu jari kaki
3. Spasme otot atau rahang (trismus)
4. Kaku otot leher , punggung dan perut dengan hiperiritabilitas dan hiperefleksi
5. Pada umumnya kontraksi otot timbul secara berkala
6. Diagnosa didasarkan pada gejala klinik dan riwayat imunisasi
DAFTAR PUSTAKA
TETANUS
Nama lain : LOCK JAW
Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani, berbentuk basil bersifat anaerob gram positif
yang menghasilkan neurotoxin yang berbahaya. Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit
toksemik akut yang menyerang susunan saraf pusat yang disebabkan oleh racun tetanospasmin
yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Penyakit ini timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam
tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi, infeksi telinga, bekas suntikan atau
pemotongan tali pusat.
Dalam tubuh kuman ini akan berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain
tetanospasmin yang secara umum menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris. Di negara
berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian dari penyakit tetanus masih cukup
tinggi. Oleh karena itu tetanus masih merupakan masalah kesehatan. Pada orang yang tidak
pernah imunisasi atau dengan imunisasi yang tidak lengkap, infeksi terjadi karena adanya
kontaminasi dari spora clostridium yang terdapat pada tanah yang berasal dari kotoran hewan.
Racun mencapai sistem saraf pusat melewati transport axon yang berikatan ke ganglion
otak dan memberi sinyal untuk menaikkan reflek dan menerima rangsang dalam neuron dari
saraf spinal dengan menghambat fungsi dari sinap inhibitor menghasilkan spasme otot yang
hebat. Dua sampai tiga kasus di Amerika serikat terjadi karena sedikit pengobatan pada luka
tusuk minor di tangan atau di kaki. Dalam banyak kasus, tampa riwayat luka bias terjadi. Pada
bayi baru lahir, biasanya pada Negara-negara belum berkembang, infeksi biasanya bersal dari
kontaminasi tali pusat. Masa inkubasi biasanya 4-14 hari, tapi bisa saja lebih lama.
AGEN ETIOLOGI
Clostridium tetani adalah obligat anaerob pembentuk spora, gram-positif, bergerak, yang
tempat tinggal (habitat) alamiahnya di seluruh dunia yaitu di tanah, debu dan saluran pencernaan
berbagai binatang. Pada ujungnya ia membentuk spora, sehingga secara mikroskopis tampak
sebagai pukulan genderang atau raket tennis.
Clostridium tetani
Spora tetanus dapat bertahan hidup dalam air mendidih tetapi tidak dalam autoklaf, tetapi sel
vegetatif terbunuh oleh antibiotic, panas dan desinfektan baku. Kuman tetanus tidak invasive,
tetapi kuman ini memproduksi 2 macam eksotoksin yaitu tetanospasmin dan tetanolisin.
Tetanospasmin merupakan protein dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air,
labil pada panas dan cahaya, rusak dengan enzim proteolitik, tetapi stabil dalam bentuk murni
dan kering. Tetanospamin disebut juga neurotoksin karena toksin ini melalui beberapa jalan
dapat mencapai susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala berupa kekakuan (rigiditas),
spasme otot dan kejang-kejang. Tetanolisin menyebabkan lisis dari sel-sel darah merah.
EPIDEMIOLOGI
Tetanus terjadi di seluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang berkembang,
tetapi insidensinya sangat bervariasi. Hal ini disebabkan di negara yang sedang berkembang,
termasuk Indonesia, tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi kontaminasi,
perawatan luka kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya
kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus.
Bentuk yang paling sering, tetanus neonatorum, membunuh sekurang-kurangnya 500.000
bayi setiap tahun karena Ibu tidak terimunisasi; lebih dari 70% kematian ini terjadi pada sekitar
10 negara Asia dan Afrika tropis. Lagipula, diperkirakan 15.000 – 30.000 wanita yang tidak
terimunisasi di seluruh dunia meninggal setiap tahun karena tetanus Ibu yang merupakan akibat
dari infeksi dengan C.tetani luka pascapartus, pascaarbotus, atau pascabedah.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur. Di Amerika Serikat pada tahun 1915 dilaporkan
bahwa kasus tetanus yang terbanyak pada umur 1-5 tahun, sesuai dengan yang dilaporkan di
Manado (1987) dan Surabaya (1987) ternyata insidensi tertinggi pada anak di atas umur 5 tahun.
Perkiraan angka kejadian umur rata-rata pertahun sangat meningkat sesuai kelompok umur,
peningkatan 7x lipat pada kelompok umur 5-19 tahun dan 20-29 tahun, sedangkan peningkatan
9x lipat pada kelompok umur 30-39 tahun dan umur lebih 60 tahun.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa angka kejadian penyakit ini lebih banyak dijumpai pada
anak laki-laki; dengan perbandingan 3:1.
PATOGENESIS
C.tetani dalam bentuk spora masuk ke dalam tubuh melalui luka yang terkontaminasi
dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara masuknya spora ini melalui luka yang
terkontaminasi antara lain: luka tusuk (oleh besi, kaleng), luka bakar, luka lecet, luka tembak,
karena luka tersebut menimbulkan keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan C.tetani.
Walaupun demikian, luka-luka ringan seperti luka gores,lesi pada mata, telinga (biasanya
otitis media), infeksi gigi, atau tonsil dan traktus digestiva serta gigitan serangga dapat pula
merupakan port d’entree dari C.tetani.
Pada bayi yang baru lahir, kuman ini dapat masuk melalui luka iris tali pusat yang tidak
dipotong dengan pisau steril. Penyakit tetanus pada bayi yang baru lahir disebut tetanus
neonatorum dan merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak pada bayi.
Bila keadaan menguntungkan dimana tempat luka tersebut menjadi hipaerob sampai
anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis, lekosit yang mati, dan benda-benda asing, maka
spora berubah menjadi vegetatif yang kemudian berkembang. Kuman ini tidak invasive. Bila
dinding sel kuman lisis maka dilepaskan eksotoksin, yaitu tetanospsmin dan tetanolisin.
Tetanospasmin sangat mudah diikat oleh saraf dan akan mencapai saraf melalui 2 cara :
1. Secara lokal, diabsorbsi melalui myoneural junction pada ujung-ujung saraf perifer
atau motorik melalui axis silindrik ke cornu anterior susunan saraf pusat dan susunan
saraf perifer
2. Toksin diabsorbsi melalui pembuluh limfe lalu ke sirkulasi darah untuk seterusnya ke
susunan saraf pusat.
Aktivitas tetanospasmin pada motor end plate akan menghambat pelepasan asetilkolin,
tetapi tidak menghambat alfa dan gamma motor neuron sehingga tonus otot meningkat dan
terjadi kontraksi berupa spasme otot.
Tetanospasmin juga mempengaruhi sistem saraf simpatis pada kasus yang berat, sehingga
terjadi overaktivitas simpatis berupa hipertensi yang labil, takikardi, keringat yang berlebihan
dan meningkatnya ekskresi katekolamin dalam urine.
Tetanospasmin yang terikat pada jaringan saraf sudah tidak dapat lagi dinetralisir oleh
antitoksin tetanus. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan
oleh antitoksin. Hal ini penting artinya untuk pencegahan dan pengobatan penyakit ini.
Kekuatan toksin tetanus yang luar biasa adalah bersifat enzimatik. Rantai ringan toksin
tetanus adalah Zn2+ yang mengandung endoprotease yang substratnya adalah sinaptobrevin, suatu
unsur pokok protein kompleks yang berkaitan yang memberi kesempatan vesikula sinaptik
berfusi dengan membran sel terminal. Rantai berat toksin mengandung daerah (domain)
pengikatnya.
MANISFESTASI KLINIK
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-21 hari, namun dapat singkat hanya 1-2 hari,
dan kadang-kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosanya.
Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Cl.tetani dengan susunan saraf pusat dan interval
antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi makin
panjang.
Secara klinis tetanus ada 4 macam :
1. Tetanus umum
2. Tetanus lokal
3. Tetanus cephalic
4. Tetanus neonatorum
Tetanus Umum
Bentuk ini merupakan gambaran tetanus yang paling sering dijumpai. Terjadinya bentuk
ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti luka bakar yang luas, luka tusuk yang
dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan hipodermis. Biasanya tetanus
timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat menyeluruh ataupun hanya
sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang (trismus) dan leher (kaku kuduk). Trismus
yang merupakan spasme muskulus masseter atau rahang terkunci merupakan gejala yang ada
pada sekitar 50% kasus. Selain itu, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga muka
menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut senyuman sengit (rhisus sardonicus), yakni
alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, dan bibir tertekan kuat pada gigi.
Bila paralisis meluas ke otot-otot perut, punggung, pinggang dan paha, penderita dapat
berpostur lengkung, opistotonus, dimana hanya punggung kepala dan tumit yang menyentuh
dasar (tanah). Spasme otot-otot laring dan pernafasan dapat menyebabkan obstruksi saluran
pernafasan, gangguan menelan, asfiksia dan sianosis. Dysuria dan retensi urine sering terjadi
karena spasme sphincter kandung kemih.
Karena toksin tetanus tidak mengenai saraf sensoris atau fungsi korteks, sayangnya
penderita tetap sadar, dalam nyeri yang sangat, dan dalam harapan ketakutan kejang tetani
berikutnya. Kejang-kejang ditandai dengan kontraksi otot tonik berat, mendadak, dengan tinju
menggenggam, lengan fleksi dan adduksi serta hiperekstensi kaki. Gangguan paling kecil pada
pandangan, suara, dan sentuhan dapat memicu spasme tetani.
Demam, kadang-kadang setinggi 400 C, adalah lazim karena banyak energi metabolic
dihabiskan oleh otot-otot spastic. Pengaruh autonom yang utama adalah takikardi, aritmia,
hipertensi labil, diaforesis, dan vasokonstriksi kulit. Paralisis tetanus biasanya menjadi lebih berat
pada minggu pertama sesudah mulai, stabil pada minggu kedua dan sedikit demi sedikit menjadi
lebih baik selama masa 1-4 minggu.
Tetanus Lokal
Bentuk ini sebenarnya banyak akan tetapi kurang dipertimbangkan karena gambaran klinis tidak
khas. Bentuk tetanus ini berupa nyeri, kekakutan otot-otot pada bagian proksimal dari tempat
luka. Tetanus lokal adalah bentuk ringan dengan angka kematian 1%, kadang-kadang bentuk ini
dapat berkembang menjadi tetanus umum
Bentuk cephalic
Merupakan salah satu varian tetanus lokal. Terjadinya bentuk ini bila luka mengenai daerah
mata, kulit kepala, muka, telinga, leher, otitis media kronis dan jarang akibat tonsilectomi. Gejala
berupa disfungsi saraf kranial antara lain N III, IV, VII, IX, X, XI dapat berupa gangguan
sendiri-sendiri maupun kombinasi dan menetap dalam beberapa hari bahkan berbulan-bulan.
Tetanus caphalic dapat berkembang menjadi tetanus umum. Pada umumnya prognosa bentuk
cephalic jelek.
Tetanus neonatorum
Bentuk infantile tetanus umum, khas nampak dalam 3-12 hari kelahiran sebagai makin sukar
dalam pemberian makanan (yaitu, mengisap dan menelan), dengan disertai lapar dan menangis.
Tubuhnya demam, daerah pusat tampak kotor dan meradang, memerah dan membengkak akibat
infeksi. Jika menemukan gejala ini, segera cari pertolongan ke rumah sakit atau dokter terdekat.
Carilah atau periksalah seluruh tubuh penderita, luka atau borok yang meradang. Bukalah luka
tersebut dan cucilah dengan sabun serta air matang dan keluarkan seluruh kotoran dari luka
tersebut.
Menurut beratnya gejala, tetanus dapat dibedakan 3 stadium:
1. Trismus (3 cm) tanpa kejang tonik umum meskipun dirangsang
2. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang tonik umum bila dirangsang
3. Trismus (1 cm) dengan kejang tonik umum spontan
Selain itu, b erdasarkan berat-ringannya penyakit :
Derajat I : Ringan
II : Sedang
III : Berat
IV : Sangat Berat
Derajat I : ringan
- Masa inkubasi lebih dari 14 hari
- Period of onset > 6 hari
- Trismus positif ringan atau sedang tetapi tidak berat
- Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada
- Gangguan respirasi
Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme di sekitar luka dan kekakuan umum
terjadi beberapa jam atau hari
Derajat II : sedang
- Masa inkubasi 10 – 14 hari
- Periode of onset 3 hari atau kurang
- Trismus sedang ada dan disfagia ringan
- Spasme hanya sebentar
- Takipneu
Kekakuan umum terjadi jelas dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada
Derajat III : berat
- Masa inkubasi < 10 hari
- Period of onset 3 hari atau kurang
- Trismus berat
- Disfagia berat
- Otot spastis
- Spasme spontan
- Takipneu
- Apneic spell
- Aktivitas sistem otonom meningkat
Kekakuan umum dan gangguan pernapasan asfiksia, ketakutan, keringat banyak dan takikardia.
Derajat IV : sangat berat (derajat III ditambah dengan)
- Gangguan otonom berat
- Hipertensi berat dan takikardia berat atau
- Hipotensi dan bradikardia
- Hipertensi berat atau hipotensi berat
PENANGANAN TETANUS
Tetanus Ringan
Penderita diberikan penanganan dasar dan umum meliputi pemberian antibiotik, Human Tetanus
Immunoglobulin (HTIG) / antitoksin, diazepam, membersihkan luka dan perawatan suportif.
Tetanus Sedang
Penanganan umum seperti tetanus ringan. Bila diperlukan : intubasi atau trakeostomi dan
pemasangan selang nasogastrik dalam anestesia umum. Pemberian cairan parenteral, bila perlu
nutrisi secara parenteral.
Tetanus Berat
Penanganan umum ditambah dengan perawatan khusus seperti pasien ditempatkan di ruang
intensif, trakeostomi atau intubasi dan pemakaian ventilator sangat dibutuhkan serta diberikan
balans cairan yang adekuat. Bila spasme sangat hebat, berikan pankuronium bromide 0,02
mg/kgBB i.v diikuti 0,05mg/kgBB/dosis diberikan setiap 2-3jam. Bila terjadi aktivitas simpatis
yang berlebihan, berikan β-bloker seperti propranolol atau alfa & β-bloker seperti labetolol
PENANGANAN DASAR
-Antibiotik
Penisilin Prokain 50,000 IU/kgBB/hr i.m tiap 12 jam atau
Ampisilin 150mg/kgBB/hr dibagi dalam 4 dosis atau
Tetrasiklin 25-50mg/kgBB hr PO dibagi dalam 4 dosis (maks. 2g) atau
Sefalosporin generasi ke-3 atau
Metronidazol loading dose 15mg/kgBB/jam selanjutnya 7,5mg/kgBB tiap 8 jam atau
Eritromisin 40-50mg/kgBB/hr PO dibagi dalam 4 dosis
-Netralisasi Toksin
HTIG 3000-6000 IU IM (untuk tetanus neonatorum 500 IU i.v). Bila tidak tersedia berikan
antitetanus serum (ATS) 50,000-100,000 IU , ½ diberikan i.m dan ½ diberikan i.v. Sebelum
diberikan, lakukan terlebih dahulu tes kulit. (untuk tetanus neonatorum 10,000 IU i.v)
-Anti Kejang
Diazepam 0,1-0,3 mg/kgBB/kali i.v tiap 2-4jam, tetanus neonatorum 0,3-0,5
mg/kgBB/kali
Pada kasus tetanus berat diberikan diazepam drip 20mg/kgBB/hr dirawat di PICU/NICU
Dosis maintenance 8mg/kgBB/hr PO dalam 6-8 dosis
-Perawatan luka
Dilakukan setelah diberi antitoksin dan anti kejang
-Penanganan umum
Bebaskan jalan nafas dan pemberian 02
Perawatan dengan stimulasi minimal
Pemberian cairan dan nutrisi adekuat
Bantuan nafas pada tetanus berat dan sangat berat / tetanus neonatorum
DIAGNOSIS BANDING
1. Meningitis Bakterial
Pada penyakit ini trismus tidak ada dan kesadaran penderita biasanya menurun. Diagnosis
ditegakkan dengan melakukan pungsi lumbal dan didapatkan adanya kelainan cairan
serebrospinalis, iaitu jumlah sel dan kadar protein yang meningkat serta glukosa yang
menurun.
2. Poliomielitis
Ditemukan adanya paralisis flaksid tanpa trismus. Pemeriksaan cairan serebrospinalis
menunjukkan leukositosis. Virus Polio dapat diisolasi dari tinja dan pada pemeriksaan
serologis ditemukan titer antibodi yang meningkat.
3. Rabies
Sebelumnya ada riwayat gigtan anjing atau hewan lain. Trismus jarang ditemukan dan
kejang bersifat klonik.
4. Keracunan strichnine
Pada keadaan ini trismus jarang ditemukan dan gejala berupa kejang tonik umum.
5. Tetani
Timbul kerana hipokalsemia dan hipofosfatemia. Bentuk spasme otot yang khas adalah
spasme karpopedal dan biasanya diikuti laringospasme dan jarang dijumpai trismus. Ciri
khas ditemukan Chovstek’s Sign dan Trosseau’s Sign.
6. Abses Retrofaringeal
Trismus selalu ada pada penyakit ini tetapi tidak ditemukan adanya kejang umum.
7. Tonsilitis Berat
Penderita disertai panas tinggi dan trismus tetapi tidak kejang.
8. Efek Samping Fenotiazin
Adanya riwayat minumobat fenotiazin.Kelainan berupa sindrom ekstrapiramidal iaitu
adanya reaksi distonik akut, tortikolis dan kekakuan otot.
9. Mastoiditis ,pneumonia lobaris akut, miositis leher, dan spondilitis leher dapat
memberikan gejala kaku kuduk.
KOMPLIKASI
1. Pada Saluran Pernapasan
Oleh karena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan saringnya kejang
menyebabkan terjadi asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta sukarnya menelan air
liur dan makanan atau minuman sehingga sering terjadi aspirasi pneumoni, atelektasis akibat
obstruksi oleh sekret. Pneumotoraks dan mediastinal emfisema biasanya terjadi akibat
dilakukannya trakoestomi
2. Pada kardiovaskuler
Komplikasi berupa aktivitas yang meningkat antara lain berupa takikardia, hipertensi,
vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium
3. Pada tulang dan otot
Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam otot
Pada tulang dapat terjadi fraktura columna vertebralis akibat kejang yang terus menerus
terutama pada anak dan orang dewasa.
4. Komplikasi yang lain
- Laserasi lidah akibat kejang
- Dekubitus karena penderita berbaring dalam satu posisi saja
- Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas dan
mengganggu pusat pengatur suhu
Penyebab kematian penderita tetanus akibat komplikasi yaitu : Bronkopneuonia, cardiac
arrest, septikemia, pneumotoraks
PENCEGAHAN
Luka dibersihkan , jaringan nekrotik dan benda asing dibuang
Luka sedang/berat dan kotor:
Imunisasi (-)/tidak jelas : HTIG 250-500U atau
ATT (antitoksin tetanus) 3000-5000 iv
Toksoid tetanus pada sisi lain luka.
Imunisasi(+): Lamanya sudah > 5 tahun : Ulangan toksoid
> 10 tahun: Ulangan toksoid HTIG atau ATT
Luka ringan dan bersih
Imunisasi (+) : Tidak perlu TIG/ATT
(-) : Imunisasi
A. Tetanus toxoid (TT): imunisasi aktif dengan tetanus toxoid adalah langkah dari
pencegahan tetanus dan hampir selalu tercapai setelah pemberian 3 dosis vaksin.
Pemberian booster pada saat terluka diperlukan bila tidak pernah diberkan selama 10
tahun, atau dalam 5 tahun pada kasus luka terkontaminasi berat. Hampir semua kasus
tetanus (99%) di Amerika serikat terkena pada individu yang pernah diimunisasi atau
dengan imunisasi yang tidak lengkap. Banyak remaja dan dewasa kekurangan pertahanan
antibodi.
B. Tetanus antitoxin: Human Tetanus Immune Globulin (HTIg) harus digunakan pada
orang yang tidak pernah imunisasi dengan luka yang terkontaminasi tanah. Pada anak
yang belum pernah imunisasi atau sekali diimunisasi tetanus toxoid , 250-500 unit harus
diberikan intramuscular. Tetanus toxoid dan TIG harus diberikan dengan cara bersamaan
pada lokasi yang berbeda dan spuit yang bebeda
C. Perawatan luka: Pembersihan luka operasi yang baik dan pembuangan jaringan luka
yang terkontaminasi akan menurunkan resiko tetanus.
D. Profilaksis antimikroba: Profilaksis antimikroba berguna sekali pada anak yang tidak
diimunisasi dan TIG tidak tersedia.
PROGNOSIS
Tergantung skor Black (1991)
Skor 0-1 (ringan) kematian < 10%
2-3 (sedang) 10-20%
4 (berat) 20-40%
5-6 (sangat berat) > 50%
Sistem Skoring 1 0
Masa inkubasi < 7 hari ≥7 hari
Awitan penyakit < 48 jam ≥48 jam
Tempat masuk Tali pusat
Fraktur terbuka
Sesudah operasi
Sesudah suntikan i.m
Selain tempat tersebut
Spasme (+) (-)
Panas badan
Aksilar
Rektal
> 38,4 o C
> 40,0 o C
≤38,4 o C
≤40,0 o C
Takikardia (+) (-)
Tabel 1: Sistem Skoring Tetanus
Quo Ad Vitam: Bonam
Pasien sembuh total dengan pengobatan kerana tidak ada komplikasi seperti
bronkopneumonia, cardiac arrest, septikemia dan pneumotoraks
Quo Ad Functionam: Dubia ad Bonam
Terganggunya fungsi motorik akibat penumpukan tetanospasmin pada motor end plate
kerana toksin yang terikat pada jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antitoksin
tetanus.
Quo Ad Sanationam: Bonam
2 April 2011 (Sabtu) 3 April 2011 (Minggu) 4 April 2011 (Senin) 5 April 2011 (Selasa) 6 April 2011 (Rabu)
Subjektif Kejang (+)Demam (-)Sesak (+)Trismus (+) 5mmOpistotonus (+)BAB belum, hari ke-4BAK lancar
Kejang (+) 1x setelah bangun tidurDemam (-)Sesak (+)Trismus (+) 6mmOpistotonus (+)BAB belum, hari ke-5BAK lancar
Kejang (+) sedikit-sedikit setiap kali bangun tidurDemam (-)Sesak (-)Trimus (+) 8mmOpistotonus (+)Lidah tergigit (+)Minum pakai sedotanBAB belum, hari ke-6BAK lancar
Kejang (+) 2x setelah bangun tidurDemam (-)Sesak (+)Trismus (+) 8mmOpistotonus (+)BAB belum, hari ke-7BAK lancarLidah luka dan sakit karena tergigit (+) sewaktu kejangLeher dan perut sakitGatal di telapak kaki
Kejang (+) 3x ketika bangun tidur dan tanpa rangsang; 1x dengan opistotonus, dan 2x kejang biasaLidah tergigit (+)Demam (-)Sesak (-)Trismus (+) 8mmOpistotonus (+)BAB 1x, sedikit, kerasBAK lancarGatal (-)
Pemeriksa
an fisik
HR: 112x/menitRR: 28x/menitSuhu: 37.3°CBB: 15kg -Pasien merintih terus-Kaku kuduk (+)
HR: 100 x/menitRR: 24x/menit Suhu: 37,1°CBB : 15 kg-Pasien merintih terus-Kaku kuduk (+)
HR: 120 x/menit, RR: 32x/menit, Suhu: 37,5°CBB : 15 kg-Pasien merintih terus-Kaku kuduk (+)
HR: 84 x/menit, RR: 32x/menit, Suhu: 37,1°CBB : 15 kg-Pasien merintih terus-Kaku kuduk (+)
HR: 84 x/menit, RR: 28x/menit, Suhu: 36,8°CBB : 15 kg-Pasien merintih terus-Kaku kuduk (+)
Terapi Metronidazole 3 x
100mg
Diazepam 6 x 6 mg
Ampicilin 4 x 400mg
Terapi lanjutkan Terapi lanjutkan Terapi lanjutkan Terapi lanjutkan
7 April 2011 (Kamis) 8 April 2011 (Jumat) 9 April 2011 (Sabtu) 10 April 2011(Minggu) 11 April 2011 (Senin)
Subjektif Kejang (-)Demam (-) Sesak (+)Trismus (+) 9mmOpistotonus (+)Lidah tergigit (-) ibu pasien memberi kapas untuk menyangga gigiBAB 1x, sedikit, kerasBAK lancarGatal (-)Tidur sudah bisa, pasien bisa miring kanan, miring kiri
Kejang (+) 4x setelah bangun tidurDemam (-)Sesak (-)Trismus (+) 10mmOpistotonus (+)Lidah tergigit (+)BAB 1x, sedikit, kerasBAK lancarTidur bisa, makan mauLeher sakit (+)
Kejang (+) sedikit-sedikit, antara jam 7-9mlm dan 1x jam 6pg, setelah bangun tidur Demam (-)Sesak (-)Trismus (+) 11mmOpistotonus (-) sudah bisa dudukLidah tergigit (-)BAB belum, hari-1BAK lancarMinum susu 4x1gelasMakan mauNyeri perut dan leher(+)
Kejang (+)Demam (-)Sesak (-)Trismus (+) 11mmOpistotonus (-)Lidah tergigit (-)BABBAK lancar
Kejang (-)Demam (-)Sesak (-)Trismus (+) 11mmOpistotonus (-)Lidah tergigit (-)BAB BAK lancar
Pemeriksa
an fisik
HR: 88x/menitRR: 36x/menitSuhu: 36,8°CBB: 15 kg-Pasien merintih terus-Kaku kuduk (+)
HR: 88 x/menitRR: 28x/menit Suhu: 36,8°CBB : 15 kg-Pasien merintih terus-Kaku kuduk (+)
HR: 92 x/menit, RR: 32x/menit, Suhu: 37,0°CBB : 15 kg-Pasien merintih terus-Kaku kuduk (+)
HR: 100 x/menit, RR: 24x/menit, Suhu: 37,1°CBB : 15 kg-Pasien merintih terus-Kaku kuduk (+)
HR: 80 x/menit, RR: 32x/menit, Suhu: 37,0°CBB : 15 kg-Pasien merintih terus-Kaku kuduk (+)
Terapi Terapi lanjutkan Terapi lanjutkan Terapi lanjutkan Terapi lanjutkan Terapi lanjutkan
12 April 2011 (Senin)
Subjektif Kejang (+) 1x waktu malamDemam (-)Sesak (-)Trismus (+) 11mmOpistotonus (-)Lidah tergigit (-)BABBAK lancar
Pemeriksaan
fisik
HR: 100 x/menit, RR: 30x/menit, Suhu: 36,5°CBB : 15 kg-Kaku kuduk (-)
Terapi Terapi lanjutkan