Adhd

download Adhd

of 17

description

ADHD

Transcript of Adhd

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi GPPHGangguan Pemusatan Perhatian dan/atau Hiperaktivitas (GPPH) adalah gangguan dalam perkembangan yang terdiri atas 3 pola, yaitu tidak bisa menunjukkan perhatian dalam waktu lama dan/atau perilaku impulsif serta hiperaktifitas yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya mengantisipasi tindakan dan keputusan masa depan (Martin, 2008 ; Sadock & Sadock, 2010). Walaupun anak normal seringkali memang kurang perhatian, mudah teralihkan, dan aktivitasnya berlebihan, namun pada GPPH gejala ini lebih sering muncul dan lebih berat kualitasnya dibandingkan dengan anak yang perkembangannya normal serta menimbulkan masalah di kehidupan rumah, sekolah, maupun kehidupan sosialnya (Prasetyono, 2008 ; National Institute of Mental Health, 2004)Gangguan ini sampai sekarang mengalami berbagai perubahan nama dan kriteria diagnostik sesuai dengan berbagai hipotesa dan gambaran klinisnya. Awalnya pada tahun 1960, gangguan ini dinamakan dengan minimal brain dysfunction yang disebabkan karena lesi organik pada otak. Pada waktu itu terdapat banyak kasus gangguan prilaku sebagai akibat kerusakan orak namun belum ada pemeriksaan pasti yang menunjukkan kerusakan pada otaknya. Pada tahun 1970, gangguan ini dinamakan dengan hyperkinetic disorder berdasarkan gejala yang ditimbulkannya dan secara resmi gangguan ini muncul di DSM II sebagai gangguan dengan gejala aktivitas berlebih dan tidak bisa diam. Namun setelah itu timbul pendapat bahwa psikopatologi utama gangguan ini adalah inatensi sedangkan hiperaktivitas hanyalah akibat skunder dari gejala inatensi, sehingga pada DSM-III nama gangguan ini menjadi Attention Deficit Disorder (ADD). Tahun 1987, nama ADD diubah menjadi Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) di dalam DSM III R. Diagnosis ditegakkan apabila terdapat 8 dari 14 gejala hiperaktivitas, impulsivitas, dan tidak memusatkan perhatian yang menetap selama 6 bulan. Selanjutnya pada tahun 1994, ADHD kembali dilakukan validasi berdasarkan gejala-gejalanya sehingga terjadi perubahan kriteria di DSM IV yang dipakai sekarang. (Saputro, 2009b)

2.2 Epidemiologi GPPHGPPH dialami oleh anak yang berusia di bawah 7 tahun, namun kebanyakan didiagnosa setelah umur 7 tahun. Gangguan ini adalah gangguan psikiatrik anak yang paling sering dijumpai pada praktek dokter ataupun di populasi anak sekolah. Kurang lebih 40 % pasien yang dirujuk ke psikiatri anak atau ke klinik bimbingan anak mengalami GPPH (Saputro, 2009b). Angka konservatif GPPH kira-kira adalah 3 hingga 7 % pada anak-anak usia sekolah dasar (Sadock & Sadock, 2010). Di Jakarta ditemukan 26,2% anak SD mengalami GPPH dengan rasio laki-laki dibandingkan perempuan sebesar 2 : 1 .

2.3. Penyebab GPPHGPPH pada anak disebabkan oleh interaksi antara dua faktor, yaitu faktor alami (nature) dan lingkungan (nurture). Yang meliputi faktor alami antara lain faktor genetik serta gangguan pada fungsi otak. Sedangkan faktor lingkungan dibagi menjadi lingkungan fisik, biologis, dan psikososial (Saputro, 2009 ; (Patternote & Buitelaar, 2010).

2.3.1 Faktor Alami2.3.1.1 Faktor GenetikPenelitian-penelitian terhadap keluarga, saudara kembar, dan anak yang diadopsi menunjukkan bahwa GPPH adalah penyakit yang diturunkan . Dibandingkan dengan anak normal, anak yang mengalami GPPH empat kali lebih sering memiliki orang tua dan saudara kandung yang juga mengalami GPPH . Tidak ada gen tunggal yang diidentifikasi menjadi penyebab GPPH, namun dicurigai penyebab GPPH adalah beberapa gen yang kemudian berinteraksi dengan faktor lingkungan . Penelitian terbaru melaporkan bahwa kelompok reseptor gen glutamat dan dopamin yang dalam keadaan normal berfungsi sebagai neurotransmiter di otak, memiliki kemungkinan besar menjadi penyebab dalam gangguan ini (Nordqvist, 2011 ; Thapar & Stergiakouli, 2008). Tidak hanya berkontribusi pada etiologi terjadinya penyakit saja, genetik juga berkontribusi dalam kontinuitas dan persistensi GPPH. Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan gejala GPPH yang terus menerus dialami sampai dewasa ada hubungannya dengan genetik .

2.3.1.2 Gangguan OtakA. Faktor neuro-anatomiSirkuit frontostriatal meliputi korteks lateral prefrontal, korteks dorsal anterior cingulata, nucleus caudatus dan putamen berperan penting dalam patofisiologi GPPH (Patternote & Buitelaar, 2010 ; Emond, Joyal, & Poissant, 2008). Sirkuit frontostriatal adalah sirkuit yang menghubungkan lobus frontal otak dengan ganglia basalis yang mengatur gerakan motorik dan perilaku manusia . Menurut penelitian New York pada tahun 2002, didapatkan volum otak anak yang mengalami GPPH 3 % lebih kecil daripada anak normal sebayanya (Patternote & Buitelaar, 2010).Pengecilan volum pada penderita GPPH didapatkan pada volum total cerebral, korteks prefrontal, basal ganglia, korteks cingulata dorsal anterior, korpus kalosum dan cerebellum. Selain itu juga terdapat penurunan aktivitas dari korteks cingulata dorsal anterior, korteks frontal, dan basal ganglia(Emond, Joyal, & Poissant, 2008). Dalam hasil penelitian yang menggunakan tomografi emisi positron (PET) untuk mengukur metabolisme gula dan aliran darah pada sel otak seseorang yang mengalami GPPH ditemukan metabolisme dan aliran darah pada otaknya 8 % lebih rendah daripada kelompok kontrol. Perbedaan terbesar terdapat pada dua daerah otak yaitu pada korteks premotor dan korteks prefrontal superior. Tidak ada bagian khusus otak yang apabila dibuang akan menyebabkan gejala GPPH, sehingga GPPH diduga merupakan masalah sistem bukan masalah disfungsi salah satu komponen otak tertentu.

B. Faktor NeurotransmitterNeurotransmiter dikeluarkan ketika sel otak terstimulasi. Kemudian neurotransmiter akan membawa pesan dengan sangat cepat ke sel berikutnya dan akan begitu terus sepanjang neuropathway. Untuk berkonsentrasi pada suatu hal, dopamin yang memadai merupakan neurotransmitter yang dibutuhkan .Saat ini, penelitian-penelitian banyak menemukan bahwa gangguan fungsi pada sistem dopamin merupakan sebuah faktor yang penting pada GPPH. Penelitian yang mengamati cairan serebrospinal pada anak-anak GPPH dan anak normal menunjukkan penurunan dopamin pada otak anak yang mengalami GPPH. Penelitian yang dilakukan pada tikus juga menunjukkan bahwa gejala GPPH timbul akibat kerusakan ujung-ujung sel saraf yang membawa dopamin ke seluruh bagian otak. Namun setelah dberikan methylphenidate (Ritalin), tikus-tikus itu membaik. . Gangguan sistem norepinefrin juga berperan pada terjadinya gejala GPPH. Penelitian Rappoport menunjukkan setelah pemberian Monoamine Oxidase Inhibitor (MAOI), clogyline atau tranylcypromine yang merupakan penghambat metabolisme norepinefrin, terjadi perbaikan tingkah laku pada penderita GPPH .

2.3.2 Faktor LingkunganBanyak faktor lingkungan yang mempengaruhi GPPH. Lingkungan biologis meliputi cedera otak pada anak serta komplikasi saat melahirkan, lingkungan fisik yang meliputi makanan dan obat, serta lingkungan psikososial yang meliputi hubungan anak dengan orang lain dalam lingkup keluarga atau sekolah ikut berpengaruh dalam GPPH (Patternote & Buitelaar, 2010).

2.3.2.1Lingkungan BiologisMenurut Rutter, kerusakan pada bagian otak merupakan risiko tinggi terjadinya gangguan-gangguan kejiwaan termasuk GPPH . Penderita GPPH diperkirakan mengalami kerusakan yang ringan pada sistem saraf pusat dan perkembangan otak saat masa perinatal atau masa awal kehidupan. Pada masa prenatal kerusakan otak disebabkan oleh gangguan metabolik, infeksi, intoksikasi, obat-obatan terlarang, perokok, serta alkohol. Pada masa persalinan, kerusakan otak disebabkan oleh kelahiran yang prematur, masalah saat persalinan, presentasi bayi, efek samping terapi, dan trauma saat kelahiran normal. Kerusakan otak dapat disebabkan oleh gangguan sirkulasi, cedera pada otak selama masa awal kehidupan bayi, serta radang otak (Sadock & Sadock, 2010; Milberger, Biederman, Faraone, Chen, & al, 1996; Mick, Biederman, Faraone, Sayer, & Kleinman, 2002). Dari Swedia mengungkapkan hasil penelitian bahwa prematuritas mempengaruhi angka kejadian GPPH. Bayi yang lahir antara minggu ke 23 sampai dengan minggu ke 28 (prematur berat) 2,5 kali memiliki risiko terkena GPPH. Bahkan untuk bayi yang lahir pada minggu 37 atau minggu ke 38 (prematur ringan) mengalami peningkatan risiko GPPH sebanyak 20 % dari bayi yang lahirnya normal .

2.3.2.2Lingkungan FisikNeonatus dari ibu yang merokok ataupun menjadi perokok pasif saat kehamilannya menunjukkan gangguan psikologikal, sensoris, motoris dan atensi (Wood, 2012 ; Nauert, 2010).Keracunan timbal, aditif makanan, dan reaksi alergi dianggap sebagai penyebab GPPH pada anak . Feingold berteori bahwa salisilat mempunyai efek yang kurang baik terhadap tingkah laku anak dan gula dapat merangsang hiperaktif terhadap anak . Namun, banyak penelitian mengenai faktor tersebut melaporkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor tersebut dengan GPPH . Merkuri dan Mangan juga diduga menjadi salah satu faktor toksik yang menyebabkan munculnya gejala GPPH. Kedua zat ini merupakan bahan toksik bagi perkembangan neuron di masa awal kehidupan dan nantinya akan mempengaruhi IQ, perkembangan bahasa, kemampuan visuospatial, memori, dan atensi.

2.3.2.3Lingkungan PsikososialWalaupun beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh dari pola pengasuhan orang tua dan masalah psikologis yang dialami mereka terhadap GPPH yang terjadi pada anak, namun pengaruh tersebut sangat kecil . Faktor psikososial dikabarakan lebih berpengaruh terhadap perjalanan gejala dan prognosis dari gangguan ini. Penelitian tahun 2009 menunjukkan bahwa keluarga anak yang terdiagnosa GPPH dilaporkan mempunyai lingkungan keluarga yang tidak teratur dan sering mengalami konflik dibandingkan dengan keluarga kelompok kontrol. Faktor sosioekonomi keluarga dapat mempengaruhi kesehatan orang tua maupun anak mereka. Faktor sosioekonomi keluarga ikut berperan dalam kejadian GGPH. Walaupun bukan sebagai penyebab utama namun faktor lingkungan keluarga dapat memperparah dampak yang disebabkan oleh GPPH (du Prel Carroll, Yi, Liang, Pang, & Leeper-Woodford, 2012). Tingkat pendidikan orang tua yang rendah cenderung menjadi faktor yang mendukung terjadinya gangguan ini . Dalam penelitian di Swedia didapatkan hasil bahwa wanita yang hanya menempuh pendidikan dasar 130 % lebih berisiko memiliki anak yang menderita GPPH dibandingkan wanita yang menempuh pendidikan di jenjang universitas. Penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara rendahnya faktor sosioekonomi keluarga dan adanya diabetes gestasional saat kehamilan menyebabkan dengan terjadinya GPPH. Faktor sosioekonomi keluarga yang tinggi cenderung meningkatkan pengetahuan keluarga mengenai kesehatan dan menyebabkan mereka lebih sedikit merokok, lebih sedikit mengkonsumsi alkohol, memperhatikan obat-obatan yang diminumnya dan lain sebagainya sehingga mengurangi risiko terjadinya penyakit termasuk GPPH. (Nauert, 2010 ; Currie & Goodman, 2008)

2.4 Gejala GPPHGPPH mempunyai pola gejala hiperaktif, tidak mampu memusatkan perhatian, dan perilaku impulsif.

2.4.1Inatensi atau Tidak Mampu Memusatkan PerhatianAnak yang mengalami GPPH mengalami kesulitan dalam pemusatan perhatian dibandingkan anak normal seusianya. Gejala ini paling sering terlihat ketika anak sedang menyelesaikan suatu tugas. Orangtua dan guru sering mengeluhkan anak sering melamun, sulit untuk konsentrasi dan mudah mengalihkan perhatian dari satu ke yang lain. Anak sulit untuk mengerjakan tugas atau mengikuti instruksi-instruksi terutama instruksi yang terdiri dari beberapa langkah. Jadi, anak GPPH akan terlihat mengalami kesulitan memulai suatu kegiatan, mempertahankan perhatiannya pada kegiatan tersebut sampai kegiatan tersebut selesai dan memfokuskan perhatian pada dua stimulus pada saat yang sama (Saputro, 2009 ; Martin, 2008).

2.4.2 HiperaktifitasHiperaktifitas adalah karakteristik utama yang kedua pada anak GPPH, keadaan ini ditunjukkan oleh aktivitas motorik maupun vokal yang berlebih dan tidak sesuai dengan anak-anak seumuran yang tingkat perkembangannya normal. Anak yang mengalami gejala ini, akan sulit untuk mengendalikan gerakan-gerakan tubuhnya, sehingga akan mereka gelisah, tidak bisa diam (restless), selalu bergerak (fidgety), dan tubuhnya bergerak menyeluruh tidak sesuai situasi. Gerakan-gerakan tersebut dilakukan tanpa tujuan dan tidak sesuai dengan tugas yang sedang dikerjakan. Menurut Routh, hal ini menunjukkan bahwa pada hiperaktifitas terdapat kegagalan dalam mengatur aktivitas sesuai dengan tugas atau situasi, bukan hanya aktivitas yang melebihi normal. .

2.4.3 Impulsiveness atau perilaku impulsifImpulsif adalah suatu pola prilaku yang terlalu cepat namun tak akurat dalam menyelesaikan tugas yang diemban. Keadaan ini merupakan keadaan dimana anak tampak tidak mampu mempertahankan hambatan dalam memberi respon, tidak dapat menunda kepuasan, dan sulit untuk mengatur tingkah lakunya yang sesuai dengan lingkungan sosial. Biasanya anak terlalu cepat memberikan respon, terlalu cepat menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan selesai, sering tidak sabar, sulit dalam menunggu giliran, dan gusar bila keinginan tidak terpenuhi. Anak yang mengalami impulsivitas juga mengalami hiperaktivitas, dan sebaliknya .

2.5GPPH Pada Anak Usia SekolahGejala pada GPPH akan berubah seiring dengan bertambahnya usia penderita. Pada anak usia sekolah, masalah akan berdampak pada aktivitasnya di sekolah. Mereka akan kesulitan dalam mengerjakan atau menyerahkan pekerjaan rumahnya. Mereka kadang didapati melamun, berbicara keras-keras, dan tidak bisa duduk dengan tenang ketika pelajaran berlangsung. Mereka sering mengkhayalkan sesuatu dan tidak berkonsentrasi pada apa yang guru terangkan, mereka juga bekerja secara cepat dan sembrono dan sering melakukan kesalahan-kesalahan pada soal yang sederhana. Selain itu, disorganisasi juga sering terjadi pada mereka contohnya, mereka sering membawa pulang buku yang salah, lupa membawa peralatan sekolahnya dan lain-lain.

2.6Masalah yang Dihadapi Anak GPPHSelain mengalami gejala inatensi, impulsif, dan hiperaktif anak GPPH juga mengalami masalah dalam bidang kognitif, akademik, sosial, emosional, kesehatan, dan perkembangannya. Anak yang mengalami GPPH memiliki tingkat IQ yang lebih rendah 7-15 poin daripada anak normal. Kemampuan akademik anak yang mengalami GPPH juga lebih rendah dibandingkan teman-teman sekelasnya yang normal . Dari penelitian di Tangerang didapatkan bahwa 76,5 % anak GPPH mempunyai prestasi belajar yang buruk .Anak GPPH dilaporkan lebih banyak memiliki gangguan dalam bahasa dan berbicara. Sekitar 10-54 % anak GPPH mengalami gangguan berbicara. Selain itu mereka juga memiliki respon emosional yang berlebihan dibandingkan anak normal. Terdapat kesulitan mengendalikan emosi pada anak yang mengalami GPPH walaupun mereka masih dapat memahami emosi anak lain .Akibat energinya yang berlebihan dan dijauhi oleh teman-temannya yang normal, menyebabkan anak yang mengalami GPPH menjadi rendah diri dan mengalami pergolakan emosional.

2.7 Komorbiditas GPPHOrang tua dan guru anak yang mengalami gangguan ini paling sering mengeluhkan masalah akademik dan gangguan perilaku yang terjadi pada anak mereka. Kedua gejala ini tidak hanya paling sering dilaporkan pada penderita GPPH namun sering juga dijumpai pada penyakit psikiatri lain seperti gangguan disruptif (gangguan perilaku, gangguan menentang), gangguan cemas, gangguan mood (gangguan bipolar, depresi), kesulitan belajar, problem perkembangan lain (a.l. gangguan autistik dan lain-lain).Diperkirakan hanya 31 % anak yang mengalami GPPH di diagnosa sebagai GPPH murni dan tidak mengalami gangguan lain yang menyertai. Selebihnya mempunyai gangguan lain sebagai komorbidnya dan bahkan lebih dari 50 % anak GPPH mempunyai 2 kondisi komorbid.

2.7.1 Gangguan DisruptifPada usia 7 tahun, 54,67 % anak yang mengalami GPPH juga terdiagnosa Gangguan Menentang atau ODD (Oppositional Defiant Disorder). Pada pertengahan masa kanak-kanak, 20-25 % akan berkembang komorbid gangguan perilaku agresif atau CD (Conduct Disorder) dan pada masa remaja, 44-50 % akan didiagnosis dengan CD. Kombinasi dari GPPH dan CD ini mempunyai onset yang lebih awal daripada GPPH murni. Kombinasi kedua gangguan ini menyebabkan akibat yang lebih buruk dibandingkan dengan GPPH murni ataupun CD murni, mempengaruhi perkembangan anak, hubungan anak dengan orang tuanya, serta penampilan di sekolah dan di tempat lain. Beberapa penelitian menunjukkan kombinasi kedua gangguan ini menyebabkan anak-anak lebih agresif, nilai akademiknya lebih rendah, kemampuan bersosialisasi lebih buruk dan kurang percaya diri dibandingkan dengan kedua gangguan ini apabila berdiri sendiri. Anak dengan ODD sering kali menentang perintah seseorang. Mereka tidak sabar, cepat marah dan cepat merasa terhina. Dia akan cepat tersinggung dan menyalahkan orang lain. Anak dengan ODD sering kali juga menyumpah-nyumpah, menunjukkan kesan membenci dan menggunakan kata-kata kasar. Gejala ODD mirip dengan CD hanya saja CD lebih berat. Anak-anak CD suka menyakiti orang lain dan bertindak kekerasan fisik . Walaupun ODD adalah bentuk ringan dari CD, tidak semua anak yang mengalami ODD akan berkembang menjadi CD, akan tetapi komorbiditas GPPH dengan ODD diperkirakan berperan penting dalam terjadinya perkembangan gangguan ini menjadi CD

2.7.2 Gangguan Kecemasan dan Gangguan MoodDalam populasi umum, didapatkan kombinasi GPPH dengan gangguan kecemasan sekitar 10-40 %. Berbeda dengan kombinasi antara GPPH dengan CD yang memperburuk dampak yang ditimbulkan, kombinasi antara GPPH dengan gangguan kecemasan cenderung mengurangi dampak negatif dari GPPH. Anak dengan komorbid GPPH dan gangguan kecemasan menunjukkan perilaku disruptif dan impulsivitas yang lebih sedikit dibandingkan apabila anak itu hanya mengalami GPPH. Anak GPPH dengan tipe inatensi adalah yang paling paling banyak mempunyai komorbid gangguan kecemasan. Walaupun begitu, Gangguan Stres Pasca Trauma (Post Traumatic Stress Disorder PTSD) harus dipertimbangkan sebagai diagnosis banding karena GPPH dan PTSD mempunyai gejala-gejala yang mirip secara umum, namun implikasi dan intervensinya sangat berbeda. GPPH juga biasa terjadi dengan depresi baik dalam bentuk ringan maupun berat. Terdapat 20-30 % anak yang mengalami komorbiditas ini . Jenis depresi yang sering ditemukan berkomorbid dengan GPPH adalah jenis distimia yang mempunyai gejala depresi yang berkepanjangan. Anak yang mengalami komorbid GPPH dan Gangguan Kecemasan atau Gangguan Mood ini lebih sering terjadi pada anak perempuan. Umumnya mereka cenderung bersedih, menyendiri, dan berpikiran bahwa tidak ada yang mencintainya serta tidak bisa menyingkirkan pikiran-pikiran negatif. Mereka cenderung menjadi pribadi yang pasif dan menarik diri .

2.7.3 Gangguan Belajar (Learning Dissabilities LD)Gangguan belajar terdiri dari disleksia, disorthografi, diskalkulia, dispraksia, dan disfasia. Kesulitan belajar anak GPPH lebih banyak berkaitan dengan kesulitan berkonsentrasi, daya ingat, dan fungsi eksekutif daripada berkaitan dengan disleksia dan lain lain. Pada usia pra sekolah hal ini meliputi kesulitan dalam mengerti kata-kata tertentu sedangkan pada usia sekolah, anak akan kesulitan dalam mengeja dan berhitung .Antara 20-30 % anak GPPH mempunyai gangguan belajar. Penelitian ilmiah menjelaskan bahwa hal ini ada kaitannya dengan keturunan, karena baik GPPH dan gangguan belajar merupakan gangguan faktor genetik.

2.7.4 Gangguan Spektrum Autistik (GSA)Gangguan autistik biasanya sudah dapat dideteksi di bawah usia 3 tahun. Gejala pada gangguan autistik adalah hambatan interaksi sosial, hambatan dalam komunikasi baik secara verbal dan nonverbal dan adanya perilaku yang tidak biasa. Pada anak autistik sering ditemukan gejala GPPH juga yaitu perilaku hiperaktif, impulsif, dan sering melamun. Begitu juga dengan anak yang mengalami GPPH sering menunjukkan gangguan interaksi sosial yang merupakan gejala autistik.

2.7.5Gangguan TikGPPH dan gangguan Tik bisa merupakan suatu komorbiditas yang memerlukan penanganan khusus untuk masing-masing gangguan. Namun dapat juga gejala Tik muncul diakibatkan karena efek samping obat psikostimulan yang digunakan sebagai terapi GPPH. Sebanyak 10 % anak-anak dengan GPPH mempunyai gangguan Tik. Gejala-gejala dari gangguan Tik antara lain adalah kedutan atau tarikan-tarikan di otot muka, bisa juga gerakan tangan dan kaki secara tiba-tiba. Apabila gangguan Tik disertai dengan tik vokal maka gangguan ini disebut dengan Sindrom Tourette. Terdapat 50-70 % anak yang mengalami Sindrom Tourette mengalami GPPH.

2.7.6 Gangguan MotorikBanyak anak GPPH memiliki masalah dengan motoriknya terutama dalam motorik yang halus seperti mengancingkan baju, mengikat tali sepatu dan menggambar. Gangguan ini sekarang disebut dengan Developmental Coordination Disorder (DCD). Kondisi DCD disebabkan karena adanya disfungsi kecil otak (minor brain dysfunction).

2.8 Diagnosis GPPHGPPH adalah diagnosa klinis yang sampai sekarang belum ditemukan tes diagnostiknya yang spesifik untuk menetapkan GPPH. Karena GPPH memiliki diagnosis banding yang kompleks dan komorbiditas yang sering menyertai gangguan ini, maka untuk membuat diagnosa yang akurat dibutuhkan assessment menyeluruh yang melibatkan orang tua, guru, pengasuh anak, orang terdekat pasien untuk memperoleh keterangan tentang perilaku dan fungsi kehidupan pasien di berbagai tempat dan situasi.Pada saat ini kriteria diagnostik yang dipakai oleh kebanyakan negara di dunia adalah kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi IV (DSM IV). Pedoman penggolongan dan diagnosis GPPH di Indonesia adalah menggunakan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) yang merupakan terjemahan dari International Classification of Diseases Edisi 10. Sesuai dengan PPDGJ III, gangguan ini disebut sebagai kelompok gangguan hiperkinetik. Kelompok gangguan ini berkarakter sebagai berikut : onset dini ; terdapat kombinasi perilaku hiperaktif, kurangnya perhatian dan sulit melakukan suatu perintah/tugas dalam berbagai situasi dan dalam waktu lama. Namun dalam praktek sehari-hari dan penelitian dipakai pedoman DSM IV .

2.8.1 Kriteria Diagnostik DSM IVA. Salah satu atau keduanya (1) atau (2) a. Enam (atau lebih) dari gejala tidak mampu memusatkan perhatian seperti di bawah ini menetap selama paling sedikit 6 bulan pada derajat maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan:Tidak mampu memusatkan perhatiani. Sering gagal memusatkan perhatian pada hal-hal kecil atau ceroboh dalam pekerjaan sekolah, pekerjaan, dan kegiatan lainii. Sering kesulitan mempertahankan perhatian pada waktu melaksanakan tugas atau saat bermainiii. Sering tidak mendengarkan pada waktu diajak bicara langsungiv. Sering gagal mengikuti petunjuk dan gagal menyelesaikan pekerjaan sekolah serta tugas v. Sering sulit mengatur tugas dan kegiatanvi. Tidak menyukai tugas atau aktivitas yang membutuhkan perhatian yang lamavii. Sering kehilangan benda-benda yang diperlukan untuk menjalankan aktivitasviii. Mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulus eksternalix. Sering lupa dalam kegiatan sehari-harinyab. Enam (atau lebih) dari gejala hiperaktivitas dan impulsivitas seperti di bawah ini menetap selama paling sedikit 6 bulan pada derajat adaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan : i. Tangan dan kakinya tidak bisa diam atau tidak bisa duduk tenangii. Sering meninggalkan tempat duduknya ketika berada di dalam kelasiii. Sering berlari-lari atau memanjat pada waktu yang tidak sesuai untuk melakukan aktivitas tersebutiv. Sulit bermain atau sulit terlibat dalam kegiatan yang tenangv. Sangat aktif seolah-olah digerakkan oleh mesinvi. Sering banyak bicaravii. Sering menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan itu selesai disampaikanviii. Sering sulit dalam menunggu giliranix. Sering mengganggu orang lainB. Gejala hiperaktif-impulsif atau tidak mampu memusatkan perhatian yang menimbulkan masalah telah muncul sebelum usia 7 tahunC. Kegagalan yang ditimbulkan oleh gejala gejala tersebut tampak pada dua atau lebih tempat (misalnya di sekolah atau tempat kerja dan di rumah )D. Didapatkan bukti yang jelas adanya kegagalan yang bermakna secara klinis pada fungsi sosial, akademik, dan okupasionalE. Gejala-gejala tersebut tidak disebabkan oleh gangguan perkembangan pervasif, gangguan skizofrenia atau gangguan psikotik dan tidak diakibatkan oleh adanya gangguan mental lain (misalnya : gangguan alam perasaan, gangguan cemas, gangguan disosiatif, gangguan kepribadian)

GPPH dibagi menjadi tiga subtype berdasarkan gejala predominan yang tampak dalam 6 bulan terakhir, yaitu :1. Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas, tipe kombinasi apabila didapatkan 6 atau lebih gejala tidak mampu memusatkan perhatian dan 6 atau lebih gejala hiperaktif dalam 6 bulan terakhir.2. Gangguan pemusatan perhatian, tipe predominan tidak mampu memusatkan perhatian apabila didapatkan 6 atau lebih gejala tidak mampu memusatkan perhatian dalam 6 bulan terakhir3. Gangguan pemusatan perhatian, tipe predominan hiperaktivitas-impulsivitas bila didapatkan 6 atau lebih gejala hiperaktif dalam 6 bulan terakhir.

2.9 Skala Penilaian Perilaku Pada GPPHYang paling penting dalam mengevaluasi anak GPPH adalah1.) Penilaian perilaku berdasar skala penilaian perilaku secara lengkap2.) Wawancara klinis3.) Pemeriksaan klinis dan evaluasi medik Skala penilaian perilaku merupakan unsur penting dalam menilai dan mendiagnosa anak yang mengalami gangguan perilaku . Skala penilaian perilaku untuk GPPH melibatkan peran orangtua dan guru sebagai pemberi informasi karena mereka adalah pengamat perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari. Informan mengumpulkan data kuantitatif yang akan dibandingkan dengan parameter normal, sehingga dari skor tersebut dapat disimpulkan gambaran penyimpangan perkembangan perilaku . Skala penilaian perilaku untuk GPPH kebanyakan merupakan penilaian perilaku yang bersifat narrow scale yang dapat dipakai untuk membedakan terhadap gangguan lain. Terdapat berbagai macam skala perilaku yang digunakan oleh orang tua dan guru. Beberapa skala penilaian yang dipakai orang tua adalah Childhood Behavior Checklist (CBCL) dan Conners Parent Rating Scale sedangkan skala penilaian yang dipakai guru adalah Childhood Behaviour Checklist Teacher Report Form (CBCL-TRF) dan Conners Teacher Rating Scale Revised (CTRS-R) Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif Indonesia (SPPAHI) merupakan instrument penilaian perilaku untuk penapisan yang telah teruji reliable dan valid. Instrumen ini dibuat berdasarkan focus group discussion oleh 3 orang psikiater anak, 1 orang psikolog, dan 3 orang ahli kependidikan yang bepengalaman dalam pemeriksaan tingkah laku anak. Diskusi ini membahas 219 butir perilaku yang terdiri dari hasil pengamatan psikiater anak, psikolog, dan ahli kependidikan yang mempunyai pengalaman klinik dan pemeriksaan tingkah laku anak ; butir kriteria diagnosis GPPH pada DSM IV dan skala perilaku lainnya. SPPAHI terdiri dari 35 butir yang terdiri dari dua stuktur utama yaitu faktor tidak memusatkan perhatian (inatensi) dan faktor hiperaktivitas-impulsivitas (hyperactivity-impulsivity).Berbeda dengan skala penilaian perilaku yang lain, SPPAHI dapat digunakan oleh orangtua atau guru untuk mendeteksi dini GPPH di rumah dan di sekolah. Bisa juga dipakai oleh dokter atau psikolog dalam menilai perilaku anak di klinik. Cutoff score SPPAHI untuk orangtua adalah >30 dengan sensitifitas 61.3 % dan spesifitas 76.8 %. Cutoff score SPPAHI untuk guru adalah >29 dengan sensitifitas 62.7 % dan spesifitas 70,1 %. Sedangkan cutoff score SPPAHI untuk dokter adalah > 22 dengan sensitifitas 82.7 % dan spesifitas 79.7 %. Anak dengan skor SPPAHI yang lebih besar dari cutoff score dinyatakan sebagai berisiko tinggi mengalami GPPH .

2.10Pengobatan GPPHTerapi terhadap GPPH dilakukan untuk mengurangi gejala utama GPPH dan memperbaiki fungsi perilaku, kognitif, dan sosial-emosionalnya. Kombinasi antara terapi perilaku dan terapi psikofarmaka memberi hasil yang lebih bermakna pada kelompok GPPH dengan komorbiditas, dan kelompok GPPH yang tidak respon pada satu jenis pengobatan saja .

2.10.1Terapi PsikofarmakaTerapi medikamentosa (dengan obat-obatan) merupakan cara yang ampuh dan cepat untuk mengubah perilaku dan keadaan mental tertentu pada anak, remaja, dan dewasa. Antara 80-90 % dari pasien GPPH secara drastis perilakunya membaik setelah mendapatkan terapi medikamentosa. Pengobatan dapat memperbaiki gejala utama GPPH, yaitu hiperaktif, impulsif, dan inatensi. Dari hasil pengamatan, impulsivitas dan agresivitas dapat diturunkan dengan pengobatan sehingga anak dapat mudah dididik, dapat mulai mengerjakan tugas sekolah dengan baik, sosialisasinya membaik, dan begitu juga dengan motorik halusnya. Terapi menggunakan obat-obatan ini tidak menyembuhkan penyebab GPPH, hanya mengurangi gejala yang ada. Apabila obat yang digunakan sudah tidak bekerja lagi, maka gejalanya akan muncul lagi.

A.Pengobatan dengan PsikostimulanPsikostimulan yang sering dipakai adalah metilfenidat, dekstroamfetamin, dan kombinasi dekstroamfetamin dengan garam amfetamin .Berdasarkan penelitian Barkley, Swanson, dan Rapoport, pengobatan dengan psikostimulan memperbaiki atensi anak, mengurangi hiperaktivitas dan impulsivitas, membuat anak lebih patuh terhadap guru dan orang tua, mengurangi agresivitas, dan meningkatkan produktivitas hasil belajar. Pengobatan psikostimulan efektif untuk semua usia dan aman diberikan pada pasien epilepsi. Metilfenidat lebih banyak digunakan dibanding psikostimulan lain karena efektif dan efek sampingnya lebih sedikit dibandingkan dekstroamfetamin. Pada penelitian genetik molekuler pada GPPH, gen yang berhubungan dengan GPPH adalah yang berhubungan dengan sintase, metabolism, dan pelepasan dopamin sehingga terjadi perlambatan pelepasan dopamin. Psikostimulansia akan bekerja memperbaiki kerja neurotransmitter ini dengan cara mengadakan blokade pada transporter dopamin sehingga meningkatkan stimulus saraf. Saat ini, pengobatan psikostimulan masih merupakan terapi utama meskipun masih terdapat efek samping seperti hilangnya nafsu makan, gangguan tidur, gangguan mood dan gangguan Tik. Sekitar 70 % pasien GPPH tanpa komplikasi / komorbiditas mendapatkan respon yang baik setelah pengobatan dengan psikostimulan. Psikostimulansia harus diberikan secara hati-hati untuk anak yang mempunyai riwayat Tik atau riwayat keluarga Tik, epilepsi, gangguan autistik, retardasi mental yang berat, ketergantungan obat-obatan dan gangguan mood. Potensi terjadinya penyalahgunaan dalam penggunaan obat psikostimulan pada remaja dan dewasa memang ada, sehingga diperlukan untuk mengontrol dan monitoring secara teratur sehingga dapat mengurangi hal ini.

B. Pengobatan dengan Non StimulanAntidepresan seperti bupropion, venlafaksin, agonis reseptor adenergik klonidi, dan guanfasin terbukti efektif untuk beberapa anak GPPH dan menjadi pilihan kedua untuk GPPH . Obat antidepresan lebih kuat dalam memperbaiki perilaku dibandingkan memperbaiki konsentrasi seperti yang dilakukan oleh obat psikostimulansia. Antidepresan telah dipakai untuk mengobati perilaku disruptif karena aktivitasnya yang menginhibisi metabolisme dopamin dan norepinephin. Antidepresi trisiklik (imipramin dan desipramin) sama efektifnya dengan psikostimulan saat awal pengobatan namun efeknya tidak bertahan lama. Pemakaian desipramin hanya dianjurkan apabila pemberian psikostimulan tidak menimbulkan hasil yang efektif. Antidepresan merupakan pilihan pertama untuk pasien GPPH dengan komorbiditas gangguan mood atau gangguan kecemasan dan untuk pasien GPPH dengan Tic. Golongan alpha adrenergic menjadi pilihan ketiga dalam pengobatan GPPH. Obat yang merupakan golongan ini terdiri dari Clonidine dan Atomoxetine serta Guanfacine. Obat-obat ini mempengaruhi neurotransmitter norepinefrin dan memperbaiki perilaku seperti hiperaktivitas, impulsivitas, dan agresi serta memperbaiki gangguan tidur yang biasa terjadi pada pasien GPPH.Antipsikotik seperti Risperidon, Quetiapin, Olenzapin sebenarnya bukan obat-obatan yang biasa dipakai dalam penatalaksanaan GPPH, namun obat-obatan ini bisa dipertimbangkan bila terdapat peledakan marah yang hebat dan agresi yang harus ditekan atau pada perilaku anti sosial dan membangkang. Pada dasarnya, antipsikotik mempunyai efek untuk menenangkan. Obat ini biasanya digunakan bagi pasien GPPH yang mempunyai kombinasi dengan ASD atau retardasi mental yang parah.

2.10.1Terapi Non PsikofarmakaSelain pemberian obat-obatan, pasien GPPH juga mendapatkan terapi modifikasi perilaku, terapi kognitif perilaku, atau latihan keterampilan sosial yang khusus direncanakan sesuai dengan kebutuhannya. Saat ini, modifikasi perilaku dan terapi kognitif perilaku adalah dua jenis terapi yang sering digunakan untuk membantu anak-anak GPPH.Terapi non psikofarmaka pada anak GPPH bertujuan untuk memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dengan GPPH sehingga mampu menjalankan fungsi sehari-harinya dan membantu anak dalam beradaptasi dan penyesuaian sosial.Terapi non psikofarmaka ini dapat dipertimbangkan apabila orang tua tidak mau memberikan obat bagi anak, kasus GPPH berat dan mempunyai komorbiditas dengan gangguan lain, pasien GPPH dimana keadaan keluarganya tidak mendukung, dan adanya efek samping dan komplikasi yang serius dalam penggunaan obat. Terapi modifikasi perilaku dilakukan untuk mengubah perilaku anak untuk mendapatkan perilaku yang baru yang bisa diterima di lingkungannya. Penerapan terapi modifikasi perilaku selain melibatkan anak yang mengalami GPPH, guru dan orang tua juga dilibatkan untuk mencapai tujuan terapi ini. Orang tua dan guru belajar bagaimana bereaksi terhadap perilaku anak agar anak akan juga berperilaku baik sebagai balasannya. Selain itu, anak juga belajar mengembangkan teknik kontrol dirinya.Terapi kognitif perilaku membantu anak agar memiliki keterampilan berpikir, berperilaku, serta bersikap sesuai dengan norma yang berlaku. Diharapkan dari terapi ini, kemampuan adaptasi anak bisa meningkat sehingga membantu meredakan berbagai masalah perilaku yang tidak bisa diatasi oleh obat-obatan. Terapi kognitif perilaku sangat membantu anak yang mengalami GPPH umumnya pada usia remaja ke atas. Terapi keterampilan sosial dilakukan agar anak yang mengalami GPPH bisa bersosialisasi dengan baik dan memahami norma sosial yang ada. Biasanya latihan ini mempunyai bentuk bermain peran agar anak dapat mempraktekkan langsung keterampilan sosialnya. Selain terapi di atas, terapi lainnya seperti psikoedukasi orang tua dan guru juga sangat membantu terhadap pasien yang mengalami GPPH.