ACS STEMI

54
Laporan Kasus I Acute Coronary Syndrome STEMI PENYUSUN : Anasti Putri Paramatasari 030.10.028 PEMBIMBING : dr. Irwin, Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RSUD KARAWANG PERIODE 18 AGUSTUS - 25 OKTOBER 2014 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 1

description

please, use it wisely..

Transcript of ACS STEMI

Page 1: ACS STEMI

Laporan Kasus I

Acute Coronary Syndrome

STEMI

PENYUSUN :

Anasti Putri Paramatasari

030.10.028

PEMBIMBING :

dr. Irwin, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD KARAWANG

PERIODE 18 AGUSTUS - 25 OKTOBER 2014

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

1

Page 2: ACS STEMI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat

dan ridho-Nya laporan kasus pertama dengan judul “Acute Coronary Syndrome - STEMI”

dapat terselesaikan.

Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan keadaan darurat jantung dengan

manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.

SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infark miokard akut (IMA) yang disertai elevasi

segmen ST. Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga

(SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama

(16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali

didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan

persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Hal

tersebut menjadikan penuis tertantang untuk mendalami ACS.

Terimakasih kepada dr. Irwin, Sp. PD selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan

pencerahan yang telah diberikan dalam laporan kasus ini, kedua orang tua dan keluarga yang

senantiasa memberikan doa, semangat dan motivasi, juga rekan seperjuangan Co-Assisten

Dept, Penyakit Dalam RSUD Karawang.

Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam menghadapi ujian

akhir kepaniteraan klinis dan ujian sesungguhnya dalam praktek klinis nanti.

Karawang, September 2014

Anasti Putri Paramatasari

2

Page 3: ACS STEMI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................1

DAFTAR ISI.........................................................................................................2

BAB I LAPORAN KASUS...................................................................................3

1.1 IDENTITAS.....................................................................................3

1.2 ANAMNESIS..................................................................................3

1.3 PEMERIKSAAN FISIK..................................................................5

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG.....................................................6

1.5 DIAGNOSIS KERJA.......................................................................10

1.6 DIAGNOSIS BANDING.................................................................10

1.7 PEMERIKSAAN TAMBAHAN.....................................................10

1.8 PENATALAKSANAAN.................................................................10

1.9 FOLLOW UP...................................................................................11

1.10 PROGNOSIS....................................................................................19

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................10

2.1. ANALISIS KASUS.........................................................................20

2.2. PATOGENESIS...............................................................................21

BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................23

BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35

3

Page 4: ACS STEMI

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS

Nama : Tn. Supardi

Usia : 65 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pendidikan Terakhir : SMP

Pekerjaan : Pengusaha Mie

Status : Menikah

Alamat : RT03 RW01 Desa Kedung Waringin Bekasi

Suku Bangsa / Agama : Jawa / Islam

No. Rekam Medis : 00.55.45.51

Tanggal Masuk : 30 Agustus 2014

1.2 ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan di bangsal Klari pada tanggal 1 September 2014 secara

autoanamnesis.

Keluhan Utama

Nyeri dada di sebelah kiri sejak 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit.

Keluhan Tambahan

4

Page 5: ACS STEMI

Sesak nafas.

Riwayat Penyakit Sekarang

OS datang ke IGD pada 30 Agustus 2014 dini hari dengan keluhan nyeri dada

di sebelah kiri sejak 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit, seperti digigit hebat, tidak

menjalar atau dirasakan ditempat lain, terus menerus. Hal ini dirasakan untuk kedua

kali, sebelumnya 3 hari yang lalu OS dirawat di klinik dengan keluhan yang sama.

OS mengaku sebelumnya dadanya sering merasa panas, hilang timbul, durasi

kurang dari lima menit.

OS juga merasa sesak nafas sejak dua jam yang lalu, munculnya bersamaan

dengan nyeri dada, terus menerus dan tidak membaik dengan istirahat. OS

menyangkal adanya riwayat sesak nafas, namun sejak lebih kurang dua tahun yang

lalu OS merasakan lebih cepat lelah saat beraktifitas sehingga nafas terengah-engah.

OS juga menyangkal sering terbangun di malam hari karena sesak, namun OS

memilki kebiasaan memakai dua sampai tiga bantal.

Penurunan berat badan, demam, mual, muntah dan bengkak di kedua tungkai

disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

OS menyangkal adanya riwayat asthma, darah tinggi, kencing manis, kolesterol

dan riwayat sakit jantung.

OS memiliki riwayat sakit maag. Tiga hari yang lalu OS dirawat di klinik

terdekat dengan keluhan yang sama.

Riwayat Penyakit Keluarga

OS menyangkal adanya riwayat darah tinggi dan kencing manis, namun adik

dari OS menderita stroke., lebih kurang lima tahun yang lalu.

Riwayat Kebiasaan

5

Page 6: ACS STEMI

OS memiliki kebiasaan merokok 5-6 batang sehari, namun sudah berhenti

sejak lebih kurang lima tahun yang lalu, sejak adik OS menderita stroke. OS juga

memiliki kebiasaan meminum obat warung, B*drex, tiga tablet setiap pagi, sejak

lebih kurang dua tahun yang lalu sampai dengan tiga hari yang lalu, dengan alasan

untuk mengurangi rasa lemas dan pusing di kepala. OS juga memiliki kebiasaan

makan dekat waktu tidur.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan di IGD pada hari Sabtu, 30 Agustus 2014.

Keadaan Umum

Kesadaran : compos mentis

Kesan Sakit : tampak sakit sedang

Status Gizi : gizi cukup

Tanda Vital

Tekanan Darah : 140100mmHg

Heart Rate : 88 kali per menit

Respiration Rate : 32 kali per menit

Suhu : 37,6 oC

Kepala

Normocephali

CA -/-; SI -/-

Nafas cuping hidung –

Oral sianosis -

6

Page 7: ACS STEMI

Leher

Distensi vena leher +

JVP 5+5 mmHg

Thorax

Pulmo :

simetris saat statis dan dinamis, sonor di seluruh lapang paru, suara dasar

Vesikular +/+, suara tambahan Rhonki -. Wheezing-

Cor :

ictus cordis tidak tampak, batas kiri bawah ICS V linea midklavikularis

sinistra, batas kiri atas ICS III linea para sternalis sinistra, batas kanan ICS

II-V linea sternalis dekstra, BJI BJII regular, Murmur + fase systolic grade I

PMI di ICS V linea midklavikularis, Gallop -.

Abdomen

Supel

Bising usus normal

Nyeri tekan -

Hepatomegali –

Ekstremitas

Akral hangat : tangan +/+; kaki -/-

Pitting oedema : tangan -/-; kaki -/-

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Telah dilakukan pemeriksaan penunjang pada hari Sabtu, 30 Agustus 2014

berupa pemeriksaan hematologi dan EKG.

7

Page 8: ACS STEMI

Tabel 1.1. Hasil Pemeriksaan Hematologi Tn. Supardi (65 tahun)

Parameter Hasil Nilai RujukanHemoglobin 13,7 g/dl 13,0-18,0 g/dlLeukosit* 13,41 x103/μL 3,80-10,60 x103/μLEritrosit* 4,27 x106/μL 4,50-6,50 x106/μLTrombosit 204 x103/μL 150-440 x103/μLHematokrit* 37,7 % 40,0-52,0 %Glukosa Darah Sewaktu

120 mg/dl < 140 mg/dl

Ureum 27,4 mg/dl 15,0-50,0 mg/dlCreatinin 0,75 mg/dl 0,60-1,10 mg/dlCK-MB* 27 U/L <24 U/L

8

Page 9: ACS STEMI

Gambar 1.1. Hasil EKG Tn. Supardi (65 tahun), Sabtu 30 Agustus 2014 pukul 02.10 WIB

Kesan:

ST segment elevasi pada lead inferior dan lead anteroseptal

Old infarct di lead anteroseptal

9

Page 10: ACS STEMI

Gambar 1.2. Hasil EKG Tn. Supardi (65 tahun), Selasa, 26 Agustus 2014 (di klinik)

Kesan:

10

Page 11: ACS STEMI

Sinus bradikardia, ST elevasi di lead inferior dan anterolateral, old infarct di lead anteroseptal

11

Page 12: ACS STEMI

1.5 DIAGNOSIS KERJA

Acute Coronary Syndrome – STEMI

1.6 DIAGNOSIS BANDING

Gastritis Erosif

GERD

Congestive heart failure

1.7 PEMERIKSAAN TAMBAHAN

Rontgen thorax PA. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya

ung secara anacardiomegali yang dapat memastikan diagnosis banding dari

CHF.

Echocardiografi. Melalui pemeriksaan ini dapat dilakukan penilaian jantung

secara anatomis dan fisiologis.

Endoskopi upper GIT

1.8 PENATALAKSANAAN

Awal

O2 4-6 Liter/menit

IVF NaCl 0,9% 1 kolf/24jam

Pasang monitor

ISDN 5mg sublingual

Konsul dr. Sp. JP

Penatalaksanaan Berdasarkan Jawaban Konsul

O2 4-6 Liter/menit

12

Page 13: ACS STEMI

Cedocard 2,5 mg

Morfin 2,5 mg i.v

Lovenox 2 x 0,6 cc pro inject

CPG 1x1

T. Aspilet 1x1

ISDN 3x5mg

Simvastatin 1x20mg

Omeprazol 1x1

Bisoprolol 1x0,5mg

Captopril 2x12,5mg

Lactulac Syrp 1xCI

Observasi tanda-tanda vital

Pasien tirah baring total

Diet cairan 12 jam pertama, lanjutkan dengan diet rendah potassium, tinggi

serat dan magnesium

1.9 FOLLOW UP

Hari Ke-I (Minggu, 31 Agustus 2014)

Subjektif :

OS masih berada di IGD terpasang monitor dan menunggu ruang rawat inap.

OS tirah baring total. OS masih merasakan adanya nyeri dada, namun sekarang hilang

timbul, muncul saat terbaring, frekuensi ± 10 kali, durasi ± 20 menit. Sesak +.

Objektif :

Keadaan Umum :

compos mentis, tampak sakit ringan, kesan gizi cukup.

Tanda Vital :

13

Page 14: ACS STEMI

BP 110/70 mmHg; HR 80bpm; RR 28tpm; T 360C; Saturasi O2 99%

Kepala :

Normocephali, KA -/-, SI -/-, nafas cuping hidung -, oral sianosis -

Leher :

Distensi vena +. JVP 5+5 mmHg

Thorax :

Pulmo ‒ simetris saat statis dan dinamis, sonor di seluruh lapang paru,

suara dasar vesikular +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-.

Cor ‒ BJI BJII regular, Murmur -, Gallop -.

Abdomen :

Supel, BU+, NT -

Ekstremitas :

Hangat ++/++, Pitting oedema --/--

Analisa :

ACS – STEMI

Susp. CHF grade I-II

Planning :

Observasi tanda vital

Tirah baring total

Diet: cairan untuk 12 jam pertama, selanjutnya diet rendah potassium, tinggi

magnesium dan serat

O2 4-6 Liter/menit

NaCl 0,9% 1 kolf/24h

Cedocard 2,5 mg

Morfin 2,5 mg i.v

Lovenox 2 x 0,6 cc pro inject

14

Page 15: ACS STEMI

CPG 1x1

T. Aspilet 1x1

ISDN 3x5mg

Simvastatin 1x20mg

Omeprazol 1x1

Bisoprolol 1x0,5mg

Captopril 2x12,5mg

Lactulac Syrp 1xCI

Hari Ke-II (Senin, 1 September 2014)

Subjektif :

OS sudah berada di ruang inap Klari dan masih terpasang monitor. Nyeri dada

masih dirasakan di sebelah kiri, intensitas nyeri berkurang, hilang timbul, muncul saat

malam hari.

Objektif :

Keadaan Umum :

compos mentis, tampak sakit ringan, kesan gizi cukup.

Tanda Vital :

BP 95/57 mmHg; HR 77bpm; RR 22tpm; T 370C Saturasi O2 98%

Kepala :

Normocephali, KA -/-, SI -/-, nafas cuping hidung -, oral sianosis -

Leher :

Distensi vena +. JVP 5+5 mmHg

Thorax :

Pulmo ‒ simetris saat statis dan dinamis, sonor di seluruh lapang paru,

suara dasar vesikular +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-.

Cor ‒ BJI BJII regular, Murmur -, Gallop -.

15

Page 16: ACS STEMI

Abdomen :

Supel, BU+, NT -

Ekstremitas :

Hangat ++/++, Pitting oedema --/--

Analisa :

ACS – STEMI

Susp. CHF grade I-II

Planning :

NaCl 0,9% 1 kolf/24h

Lovenox 2 x 0,6 cc pro inject

T. Aspilet 1x1

Clopidogrel 1x1

ISDN 3x5mg

Laxadin 1xCI

Atorvastatin 1x20mg

Alprazolam 1x0,5mg - malam

Captopril 3x6,25mg

Hari Ke-III (Selasa, 2 September 2014)

Subjektif :

OS merasakan nyeri dada di sebelah kiri, intensitas nyeri berkurang, hilang

timbul, muncul saat malam hari. OS mengaku sulit tidur karena nyeri dada yang

muncul. OS sudah dapat jalan ke toilet dan tidak muncul nyeri dada. Mual -. Muntah

-

Objektif :

16

Page 17: ACS STEMI

Keadaan Umum :

compos mentis, tampak sakit ringan, kesan gizi cukup.

Tanda Vital :

BP 130/90 mmHg; HR 80bpm; RR 22tpm; T 360C

Kepala :

Normocephali, KA -/-, SI -/-, nafas cuping hidung -, oral sianosis -

Leher :

Distensi vena +. JVP 5+5 mmHg

Thorax :

Pulmo ‒ simetris saat statis dan dinamis, sonor di seluruh lapang paru,

suara dasar vesikular +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-.

Cor ‒ BJI BJII regular, Murmur -, Gallop -.

Abdomen :

Supel, BU+, NT -

Ekstremitas :

Hangat ++/++, Pitting oedema --/--

Analisa :

ACS – STEMI

Susp. CHF grade I-II

Planning :

NaCl 0,9% 1 kolf/24h

Lovenox 2 x 0,6 cc pro inject

T. Aspilet 1x1

Clopidogrel 1x1

ISDN 3x5mg

Laxadin 1xCI

17

Page 18: ACS STEMI

Atorvastatin 1x20mg

Alprazolam 1x0,5mg - malam

Bisoprolol 0,5mg 1x12 tab- pagi

Captopril 3x6,25mg

Hari Ke-IV (Rabu, 3 September 2014)

Subjektif :

Nyeri dada dirasakan sudah lebih baik, intensitas, frekuensi dan durasi

berkurang. OS sudah dapat tidur dengan lebih nyenyak. Sesak -. Mual-. Muntah -.

Objektif :

Keadaan Umum :

compos mentis, tampak sakit ringan, kesan gizi cukup.

Tanda Vital :

BP 130/110 mmHg; HR 68bpm; RR 24tpm; T 36,80C

Kepala :

Normocephali, KA -/-, SI -/-, nafas cuping hidung -, oral sianosis -

Leher :

Distensi vena +. JVP 5+5 mmHg

Thorax :

Pulmo ‒ simetris saat statis dan dinamis, sonor di seluruh lapang paru,

suara dasar vesikular +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-.

Cor ‒ BJI BJII regular, Murmur -, Gallop -.

Abdomen :

Supel, BU+, NT -

Ekstremitas :

Hangat ++/++, Pitting oedema --/--

18

Page 19: ACS STEMI

Analisa :

ACS – STEMI

Susp. CHF grade I-II

Planning :

NaCl 0,9% 1 kolf/24h

Lovenox 2 x 0,6 cc pro inject

T. Aspilet 1x1

Clopidogrel 1x1

ISDN 3x5mg

Laxadin 1xCI

Atorvastatin 1x20mg

Alprazolam 1x0,5mg - malam

Bisoprolol 0,5mg 1x12 tab - pagi

Captopril 3x6,25mg

Hari Ke-V (Kamis, 4 September 2014)

Subjektif :

Nyeri dada sudah lebih berkurang, Terkadang masih muncul saat malam hari,

seperti digigit tapi tidak seperti hari pertma masuk, hilan timbul, lamanya kurang dari

5 menit, frekuensi ± 5 kali dalam semalam, berkurang saat posisi duduk atau saat

merubah posisi tidur.

Sesak -. Mual -. Muntah -.

19

Page 20: ACS STEMI

Objektif :

Keadaan Umum :

compos mentis, tampak sakit ringan, kesan gizi cukup.

Tanda Vital :

BP 140/100 mmHg; HR 68bpm; RR 24tpm; T 36,80C

Kepala :

Normocephali, KA -/-, SI -/-, nafas cuping hidung -, oral sianosis -

Leher :

Distensi vena +. JVP 5+5 mmHg

Thorax :

Pulmo ‒ simetris saat statis dan dinamis, sonor di seluruh lapang paru,

suara dasar vesikular +/+, Rhonchi -/-, Wheezing -/-.

Cor ‒ BJI BJII regular, Murmur -, Gallop -.

Abdomen :

Supel, BU+, NT -

Ekstremitas :

Hangat ++/++, Pitting oedema --/--

Analisa :

ACS – STEMI

Hipertensi Grade I

Susp. CHF grade I-II

Planning :

20

Page 21: ACS STEMI

Pasien diijinkan pulang. Kontrol 1 minggu kemudian, Kamis 11 September

2014.

Lovenox 1 x 0,6 cc pro inject – sebelum pulang

T. Aspilet 1x1

Clopidogrel 1x1

ISDN 3x5mg

Atorvastatin 1x20mg

Captopril 3x6,25mg

1.10 PROGNOSIS

Ad Vitam : dubia ad bonam

Ad Functionam : dubia ad malam

Ad Sanationam : dubia ad malam

21

Page 22: ACS STEMI

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. ANALISIS KASUS

Keluhan utama pada pasien adalah rasa nyeri pada dada sebelah kiri. Nyeri

dada atau disebut juga sebagai chest pain, chest discomfort dpat berasal dari organ

yang berada di thorax maupun abdomen, dan dapat diklasifikasikan menjadi cardiac

dan non-cardiac. Adapun diagnosis banding dari cardiac chest pain antara lain

angina, unstable angina, acute myocardial infarction, pericarditis, aorta stenosis,

dan diseksi aorta. Sedangkan diagnosis banding pada non-cardiac chest pain adalah

gangguaan pada pulmonal seperti emboli pulmonal, pulmonary hypertension,

pneumonias, pleuritis; gangguan pada gastrointestinal tract seperti GERD, ulkus

peptikum, gallbladder disease, gangguan system musculoskeletal.1

Diagnosis kerja ACS STEMI ditegakkan berdasarkan dari hasil anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,. Dari hasil anamnesis didapatkan

bahwa nyeri dada yang dirasakan tersebut seperti digigit hebat, tidak menjalar atau

dirasakan ditempat lain, terus menerus, OS juga memiliki faktor resiko yaitu adanya

anggota keluarga kandung yang menderita stroke, dan OS juga perokok berat. Dari

hasil pemeriksaan fisik saat terjadinya serangan didapatkan tanda yang menunjang

diagnosis yaitu tekanan darah 140100mmHg, heart rate 88 bpm, respiration rate 32 tpm

dan murmur + fase systolic grade I PMI di ICS V linea midklavikularis. Dan dari

hasil pemerikasaan penunjang berupa EKG didapatkan adanya ST segment elevasi

pada lead inferior dan lead anteroseptal juga old infarct di lead anteroseptal. Hasil

EKG ini diddukung dengan hasil lab yang berupa peningkatan kadar leukosit dan

juga CK-MB.

22

Page 23: ACS STEMI

Adapun diagnosis banding pada kasus ini adalah GERD, gastritis erosif dan

CHF. Diagnosis banding GERD didasarkan pada hasil anamnesis dimana OS

seringkali merasa panas didada dan OS juga memiliki kebiasaan makan dekat waktu

tidur. Diagnosis banding gastritis didasarkan pada riwayat kebiasaan OS yang mana

OS merupakan perokok dan sering mengkonsumsi obat anti nyeri. Sedangkan

diagnosis banding CHF didasarkan pada hasil anamnesis yaitu adanya dyspnea on

effort, PND, dan ditemukan adanya distensi vena leher dan JVP yang meningkat.

Oleh karena itu diperlukan beberapa pemeriksaan tambahan untuk menyingkirkan

maupun memastikan diagnosis banding tersebut.

2.2. PATOGENESIS SKENARIO

STEMI biasanya terjadi ketika aliran darah coroner berkurang secar drastis

setelah adanya oklusi trombotik pada arteri koronaria yang sebelumnya terkena

atherosclerosis. Sumbatan yang berkembang secara lambat tidak akan mencetuskan

STEMI karena banyaknya pembuluh darah kolateral. STEMI terjadi ketika thrombus

pada arteri koronaria berkembang dengan cepat pada sisi pembuuh darah yang

terluka. Luka pada pembuluh darah ini dihasilkan atau difasilitasi oleh faktor seperti

merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi

permukaan dari plaque atherosclerotic terbuka (sehingga isi dari plaque terpajan

darah) dan suatu kondisi baik lokal maupn sistemik yang meningkatkan

trombogenesis. Suatu thrombus mural kemudian terbentuk pada sisi plaque yang

terpajan sehinggga arteri koronaria tersebut menjadi tersumbat. Kemudian setelah

lapisan tersebut terbentuk, berbagai agonist promote aktivasi dari trombosit. Setelah

trombus teraktivasi , Tromboxan A2 sebagai potent vasokonstriktor dikeluarkan.,

agregasi trombosit bertambah dan menjadi cenderung resisten terhadap fibrinolysis.2

23

Page 24: ACS STEMI

Gambar 2.1. Trombogenesis3

24

Page 25: ACS STEMI

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kumpulan gejala dan tanda iskemia miokard

yang terdiri dari angina tak stabil, infark miokard tanpa elevasi SI dan infark miokard dengan

elevasi ST. Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan

manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.

ANAMNESIS

Tingkat dimana arteri koroner tersumbat biasanya berkorelasi dengan gejala yang

timbul dan variasi dalam marker jantung serta temuan elektrokardiografi. Angina, atau nyeri

dada, terus dianggap sebagai gejala klasik SKA. Pada angina tidak stabil, nyeri dada biasanya

terjadi baik pada saat istirahat atau saat beraktivitas dan hasilnya adalah terbatasnya kegiatan.

Nyeri dada yang berhubungan dengan NSTEMI biasanya durasinya lebih panjang dan rasa

nyeri dada lebih parah dibandingkan dengan angina tidak stabil. Dalam kedua kondisi,

frekuensi dan intensitas nyeri dapat meningkat jika tidak diselesaikan dengan istirahat,

nitrogliserin, dan dapat bertahan lebih lama dari 15 menit. Nyeri bisa terjadi dengan atau

tanpa radiasi ke leher, lengan, punggung, atau daerah epigastrium. Selain angina, pasien

dengan SKA juga hadir dengan sesak napas, diaforesis, mual, dan kepala yang terasa ringan.

Perubahan tanda vital, seperti takikardi, tachypnea, hipertensi, atau hipotensi, dan penurunan

saturasi oksigen (SaO2) atau kelainan irama jantung dapat juga terjadi.

Gejala SKA atipikal

Banyak wanita hadir dengan gejala atipikal, sehingga diagnosis dan pengobatan

25

Page 26: ACS STEMI

tertunda. Pada wanita lebih sering mengalami sesak napas, kelelahan, kelesuan, gangguan

pencernaan, dan kecemasan sebelum infark miokard akut dan mungkin tidak ada gejala-

gejala penyakit jantung. Ini juga penting bagi dokter untuk menyadari bahwa wanita

cenderung mengalami rasa sakit di punggung daripada substernally atau di sisi kiri dada dan

tidak mencirikan sebagai rasa sakit, namun mungkin laporan mati rasa, kesemutan,

membakar, atau sensasi menusuk, dalam kenyataannya, penelitian terakhir menemukan

bahwa, bila dibandingkan dengan laki-laki, wanita yang didiagnosis dengan SKA lebih sering

dilaporkan gangguan pencernaan, jantung berdebar, mual, mati rasa di tangan, dan kelelahan

atipikal dari nyeri dada.

Silent Iskemia

Iskemia dapat juga terjadi tanpa tanda-tanda dan gejala-gejala yang jelas.

Framingham Heart Study menemukan bahwa 50% pasein yang didiagnosa infark miokard

mengalami silent iskemia dan tidak terdapat sama sekali gejala-gejala klasik SKA. Pada

populasi saat ini lebih banyak yang mengalami silent iskemia termasuk pasien dengan

diabetes mellitus, wanita, lansia, dan pasien dengan riwayat gagal jantung.2

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina

yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat atau lebih

lama, mungkin itmbul pada waktu istirahat atau timbul karena aktifitas yang minimal. Nyeri

dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai

keringat dingin. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.3

Skor Risiko TIMI

Skor risiko merupakan suatu metoda sederhana untuk stratifikasi resiko, dan angka

faktor resiko. Insiden outcome yang buruk (kematian, re-infark miokard, atau iskemia berat

rekuren) pada 14 hari berkisar antara 5% dengan skor resiko 0-1, sampai 41% dengan skor

resiko 6-7. Skor resiko ini berasal dari analisis pasien-pasien pada penelitian TIMI 11B dan

telah divalidasi pada empat penelitian tambahan dan satu registry. Dengan meningkatnya

skor resiko, telah diobservasi manfaat yang lebih besar secara progresif pada terapi dengan

26

Page 27: ACS STEMI

LWMH versus UPH, dengan Platelet GP IIb/IIIa receptor blocker tirofiban versus placebo,

dan strategi invasif versus konservatif.4

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Elektrokardiografi (EKG)5

AHA dan ACC merekomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan EKG 12 lead pada

pasien dengan SKA dan segera diinterpretasikan oleh dokter dalam waktu 10 menit setelah

kedatangan. Dalam EKG akan dapat dibedakan antara iskemi, injury atau infark miokard;

lokasi yang terkena; dan menemukan kelainan yang berkaitan dengan konduksi jantung.

Dengan EKG dapat ditemukan gambaran angina tak stabil, atau infark miokard akut tanpa ST

elevasi ataupun dengan ST elevasi, depresi segmen ST dan gelombang T terbalik. ST depresi

akan kembali menjadi normal setelah nyeri dada atau iskemi hilang, meskipun inversi

gelombang T dapat menetap. Dokter juga harus mengecek kembali temuan EKG dan

diseuaikan dengan kadar biomarker jantung untuk mebedakan angina tak stabil dengan infark

miokard tanpa ST elevasi (NSTEMI). Elevasi ST pada EKG 12 lead ditemukan pada 2 lead

yang berurutan merupakan diagnosis untuk infark miokard dengan ST elevasi (STEMI). Pada

STEMI, dapat ditemukan inversi gelombang T. perubahan ini dapat menghilang beberapa

jam setelah serangan infark miokard. Adanya gelombang Q abnormal pada EKG pada infark

miokard merupakan hasil dari perubahan konduktivitas listrik pada sel-sel miokard yang

infark. Sekali terdapat gelombang Q abnormal maka akan bertahan secara permanen pada

EKG. Gelombang Q abnormal tidak selalu mengindikasikan serangna infark miokard akut,

namun dapat juga mengindikasinkan adanya infark miokard lama.

EKG adalah tes yang paling penting untuk diagnostik angina. Ini mungkin

menunjukkan perubahan selama gejala dan sebagai respon terhadap pengobatan, yang akan

mengkonfirmasi gejala mendasar pada gejala. Ini juga mungkin menunjukkan sudah ada

penyakit jantung struktural sebelumnya atau iskemik (hipertrofi ventrikel kiri, gelombang Q).

Sebuah EKG yang normal atau yang tetap tidak berubah dari baseline tidak

27

Page 28: ACS STEMI

mengesampingkan kemungkinan bahwa nyeri dada yang berasal dari iskemik. Perubahan

yang dapat dilihat selama episode anginal meliputi:

- Transient ST-segmen elevasi (perubahan tetap menyarankan MI akut) dapat diamati.

Pada pasien dengan peningkatan segmen ST, pertimbangkan aneurisma LV,

perikarditis, angina Prinzmetal, repolarisasi awal, dan sindrom Wolff-Parkinson-

White sebagai diagnosis mungkin.

- Dynamic T-gelombang perubahan (inversi, normalizations, atau perubahan

hiperakut) dapat diamati. Pada pasien dengan inversi gelombang T-mendalam,

pertimbangkan acara SSP atau terapi obat dengan antidepresan trisiklik atau

fenotiazin.

- Depresi mungkin ST junctional, downsloping, atau horizontal.

- Diagnostik sensitivitas dapat ditingkatkan dengan melakukan mengarah tepat-sisi

(V4 R), memimpin posterior (V8, V9), dan rekaman serial.

Pemeriksaan Laboratorium

a. Troponin lebih disukai untuk mendiagnosis nekrosis miokard. Troponin memiliki

sensitivitas terbesar dan spesifisitas dalam mendeteksi MI, dan nilainya dalam serum

dihunakan untuk diagnosis MI. Dapat juga digunakan untuk menilai prognosis.

- Untuk deteksi dini nekrosis miokard, sensitivitas troponin lebih unggul dari creatine

kinase MB (CK-MB). Troponin I terdeteksi dalam serum 3-6 jam setelah MI, dan

tingkat tetap tinggi selama 14 hari.

- Troponin merupakan protein kontraktil yang biasanya tidak ditemukan dalam serum.

Hal ini dilepaskan hanya ketika terjadi nekrosis miokard.

- Troponin harus digunakan sebagai biomarker optimal untuk evaluasi pasien dengan

ACS yang juga memiliki cedera otot rangka.

b. Troponin T memiliki kinetika perilisan mirip dengan troponin I, dan kadarnya tetap tinggi

selama 14 hari. Hasil positif palsu dapat terjadi pada pasien dengan gagal ginjal.

Peningkatan troponin T yang ringan juga mengidentifikasi pasien beresiko untuk serangan

jantung berikutnya.

c. Peningkatan kadar troponin juga mungkin merujuk ke cedera miokard ringan karena

28

Page 29: ACS STEMI

penyebab lainnya. Zellweger dkk dijelaskan 4 pasien dengan tingkat troponin meningkat

setelah takikardia supraventricular tanpa bukti penyakit arteri koroner dan skor risiko yang

sangat rendah untuk ACS.

d. CK-MB tingkat mulai meningkat dalam waktu 4 jam setelah MI, puncak pada 18-24 jam,

dan mereda selama 3-4 hari. Tingkat dalam kisaran referensi tidak mengecualikan

nekrosis miokard.

- Batas atas normal untuk CK-MB adalah 3-6% dari total CK. Tingkat normal di UGD

tidak mengecualikan kemungkinan MI. Kadang-kadang, suatu infark sangat kecil

tidak terlihat perubahan CK-MB, karena itu, tingkat troponin harus diukur untuk

pasien yang diduga memiliki MI dengan hasil negatif dari serial tes CK-MB.

- Menurut salah satu kriteria Erlanger, kenaikan tingkat CK-MB 1,5 ng / mL atau lebih

atau meningkat dari troponin jantung saya tingkat 0,2 ng / mL atau lebih selama 2

jam dengan sendirinya akan memungkinkan untuk membuat diagnosis sementara dari

ACS dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas tinggi. Pasien dengan MI, baru-baru

ini juga diidentifikasi dengan kurva penurunan CK-MB.

Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak stabil

secara langsung. Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya insufisiensi

mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan prognosis kurang

baik. Elektrokardiografi stres juga dapat membantu menegakkan adanya iskemia

miokardium.

29

Page 30: ACS STEMI

PENATALAKSANAAN

TERAPI INISIAL6

Terapi awal untuk pasien dengan angina antara lain aspirin, oksigen, nitrogliserin

dan morfin sulfat. Biasanya disingkat dengan MONA yaitu singkatan dari morfin, oksigen,

nitrogliserin, aspirin (meskipun tidak sesuai dengan urutan yang sebenarnya).

Pasien dapat diberikan aspirin dengan dosis 162-325 mg per oral (dapat digerus atau

dikunyah) secepat mungkin setelah serangan timbul, kecuali ada kontraindikasi. Aspirin

menghambat agregasi trombosit dan vasokonstriksi dengan menghambat produksi

tromboksan A2. Aspirin dikontraindikasikan pada pasien dengan ulkus peptikm, kelainan

perdarahan, dan alergi terhadap penisilin.

Oksigen diberikan melalui kanul nasal dengan kecepatan 2-4 L/menit untuk menjaga

SaO2 lebih dari 90%. Perhatikan tanda-tanda hipoksemia, seperti konfusi, agitasi,

restlessness, pucat, dan perubahan pada temperatur kulit. Dengan meningkatnya jumlah

oksigen yang dialirkan ke miokard, penambahan oksigen akan mengurangi nyeri yang

berhubungan dnegan iskemik miokard.

Nitrogliserin tablet (0,3-0,4 mg) harus diberikan sublingual setiap lima menit, hingga

tiga kali pemberian. Nitrogliserin menyebabkan dilatasi arteri dan vena, yang akan

menurunkan baik preload dan afterload dan menurunkan kebutuhan oksigen jantung.

Tersedia dalam bentuk tablet atau spray atau juga dapat diberikan secara intravena. Karena

nitrogliserin dapat menyebabkan hipotensi, pasien sebaiknya berada di tempat tidur atau

diposisikan duduk sebelum pemberian obat. Jika setelah pemebrian sebanyak tiga kali rasa

nyeri tidak menghilang atau berkurang dapat diberikan nitrogliserin intravena dimulai dengan

dosis 10-20 mcg per menit dan perlahan-lahan dititrasi 10 mcg setiap 3-5 menit hingga rasa

nyerinya berkurang atau pasien menjadi hipotensi. Dosis maksimum adalah 200 mcg per

menit. Nitrogliserin dikontraindikasikan pada pasien yang mengkonsumsi sildenafil (viagra)

24 jam sebelumnya.

30

Page 31: ACS STEMI

Jika pasien tidak membaik setelah pemebrian nitrogliserin, maka dapat diberikan

morfin sulfat dengan dosis inisial 2-4 mg intravena dapat diulang setiap 5 hingga 15 menit

hingga rasa nyeri dapat terkontrol. Morfin menyebabkan vasodilatasi arteri dan vena,

menurunkan preload dan afterload, dan kemampuan analgesiknya dapat mengurangi nyeri

dan kecemasan yang diakibatkan SKA. Namun, morfin dapat menyebabkan hipotensi dan

depresi pernapasan, sehingga tekana darah, frekuensi napas, tingkat SaO2 harus dimonitor.

TERAPI LANJUTAN

Terapi lanjutan dimaksudkan untuk memperbaiki outcome pasien SKA. Penggunaan

beta bloker secara dini selama atau setelah infark miokard masih kontroversial. Menurut

ACC dan AHA pada tahun 2008, beta bloker menurunkan angka reinfark dan kematian

akinat aritmia pada pasien STEMI dan NSTEMI namun tidak secara langsung menurunkan

angka kematian, terutama pada pasein dengan gagal jantung atau hemodinamik yang tidak

stabil. Jika tidka terdapat kontraindikasi beta bloker dapat diberikan dalam waktu 24 jam dan

diteruskan setelah keadaan membaik. Pasein yang mendapat terapi beta bloker harus

dimonitor untuk keadaan hipotensi, bradikardi, gejala gagal jantung, hipoglikemi, dan

bronkospasme.

ACE inhibitor menurunkan resiko disfungsi ventrikel kanan dan kematian pada

pasien dengan SKA dan harus diberikan dalam waktu 24 jam dan diteruskan kecuali terdpaat

kontraindikasi. Perlu diawasi untuk keadaan hipotensi, jumlah urin berkurang, batuk,

hiperkalemia, dan insufisiensi ginjal pada pengguna ACE inhibitor. Pada pasein yang

intoleransi denganACE inhibitor, angiotensin reseptor bloker dapat digunakan sebagai terapi

alternatif.

Statin harus diberikan pada pasein SKA dengan kadar kolesterol lebih dari 100

mg/dL. Kadar lemak dan kolesterol harus selalu dikontrol pada pasien SKA.

Clopidogrel (plavix) menghambat agragasi trombosit dan dapat diberikan pada

pasien andina tak stabil atau NSTEMI yang alergi terhadap penisilin. Clopidogrel juga dapat

diberikan sebagai tambahan pada terapi aspirin dan tidak boleh diberikan pada pasien yang

31

Page 32: ACS STEMI

akan menjalani operasi bypass arteri koroner dalam waktu 5 hingga 7 hati ke depan karena

menignkatkan resiko perdarahan.

Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa merupakan anti platelet yang digunakan untuk angina

tak stabil dan NSTEMI yang dijadwalkan akan dilakukan tindakan diagnostik invasif. Pilihan

untuk terapi antikoagulan pada pasien dengan angina tak stabil atau NSTEMI antara lain

enoxaparin (Lovenox), unfractionated heparin, bivalirudin (Angiomax) dan fondaparinux

(Arixtra). Enoxaparin dan unfractionated heparin sangat direkomendasikan pada pasien yang

memilih panegobatan konservatif, namun fondaparinux dipilih unutk mereka yang memiliki

reiko tinggi perdarahan.

TERAPI REPERFUSI

STRATIFIKASI RISIKO7

Delapan puluh persen pasien dengan angina tak stabil dapat distabilkan dalam 48 jam

setelah diberi terapi medikamentosa secara agresif. Pasien-pasien ini kemudian

membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut dengan tread-mill test atau ekokardiografi untuk

menentukan apakah pasien cukup dengan terapi medikamentosa atau pasien membutuhkan

pemeriksaan angiografi dan selanjutnya tindakan revaskularisasi.

Pasein yang termasuk resiko rendah antara lain pasien yang tidak mempunyai angina

sebelumya, dan sudah tidak ada serangan angina, sebelumnya memakai obat anti angina dan

ECG normal atau tak ada perubahan dari sebelumnya; enzim jantung tidak meningkat

termasuk troponin dan biasanya usia masih muda. Resiko sedang bila ada angina yang baru

dan makin berat, didapatkan angina pada waktu istirahat, tak ada perubahan segmen ST, dan

enzim jantung tidak meningkat. Risiko tinggi bila pasien mempunyai angina waktu istirahat,

angina berlangsung lama atau angina pasca infark; sebelumnya sudah mendapat terapi yang

32

Page 33: ACS STEMI

intensif, usia lanjut, didapatkan perubahan segmen ST yang baru, didapatkan kenaikan

troponin, dana da keadaan hemodinamik yang tidak stabil.

Bila manifestasi iskemia datang kembali secraa spontan atau pada waktu pemeriksaan, maka

pasien sebaiknya dilakukan angiografi. Bila pasien tetap stabil dan termasuk risiko rendah

maa terapi medikamentosa sudah cukup. Hanya pasien dengan risiko tinggi yang

membutuhkan tindakan invasif segera, dengan kemungkinan tindakan revaskularisasi.

Seleksi strategi reperfusi8

Beberapa hal harus dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi reperfusi, antara lain:

Waktu onset gejala

Waktu onset untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting luas infark dan

outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolisis dalam menghancurkan trombus sangat

tergantung waktu. Terapi fibrinolisis yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama

dalam jam pertama) terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatis

menurunkan angka kematian.

Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yang mengalami infark menjadi paten,

kurang lebih tergantung pada lama gejala pasien yang menjalani PCI. Beberapa laporan

menunjukkan tidak ada pengaruh keterlambatan waktu terhadap laju mortalitas jika PCI

dikerjakan setelah 2-3 jam setelah gejala.

Risiko STEMI

Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam menilai risiko

mortalitas pada pasien STEMI. Jika estimasi mortalitas dengan fibrinolisis sangat tinggi,

seperti pada pasien dengan syok kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih

baik.

Risiko perdarahan

Pemilihan terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada pasien. Jika

tersedia PCI dan fibrinolisis, semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis,

33

Page 34: ACS STEMI

semakin kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, manfaat terapi

reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko.

Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke laboratorium PCI

Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat

dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI, penelitian menunjukkan PCI

lebih superior dari reperfusi farmakologis. Jika composite end point kematian, infark

miokard rekuren nonfatal atau stroke dianalisis, superioritas PCI terutama dalam hal

penurunan laju infark miokard nonfatal berulang.

Percutaneous Coronary Intervention (PCI)

Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasti dan/atau stenting tanpa didahului

fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengembalikan perfusi pada STEMI

jika dilakukan dalam beberapa jam pertama IMA. PCI primer lebih efektif daripada

fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome

klinis jangka pendek dan panjang yang lebih baik. Dibandingkan fibrinolisis, PCI lebih

dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan

meningkat, atau gejala sudah ada minimal 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan

kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dan

aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa RS.

Fibrinolisis

Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat

beberapa macam obat fibrinolitik a.l: tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase,

tenekteplase (TNK) dan reteplase (rpA). Semua obat ini bekerja dengan cara memicu

konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan trombus fibrin. Terdapat

2 kelompok, yaitu: golongan spesifik fibrin seperti tPA dan nonspesifik fibrin seperti

streptokinase.

34

Page 35: ACS STEMI

Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3 (menunjukkan perfusi pembuluh

yang mengalami infark dengan aliran normal), karena perfusi penuh pada arteri koroner yang

terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark,

mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan

panjang.

tPA dan aktivator plasminogen spesifik fibrin lain sepeti rPA dan TNK lebih efektif

daripada streptokinase dalam mengembalikan perfusi penuh, aliran koroner TIMI grade 3 dan

memperbaiki survival sedikit lebih baik.

Obat-obat fibrinolitik antara lain:

Streptokinase (SK). Merupakan fibrinolitik nonspesifik fibrin. Pasien yang pernah

terpajan dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi.

Reaksi alergi sering ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insidens

perdarahan intrakkkranial yang rendah.

Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase). GUSTO-1 trial menunjukkan

penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien yang mendapat tPA disbanding SK.

Namun harganya lebih mahal dari SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.

Reteplase (retavase). INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK

dan sebanding tPA pada GUSTO trial III, dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu

paruh yang lebih panjang.

Tenekteplase (TNKase). Keuntungannya mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin

dan resistensi tinggi terhadap PAI-1. Laporan awal dari TIMI 10 B menunjukkan TNKase

memiliki laju TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.

35

Page 36: ACS STEMI

BAB IV

KESIMPULAN

Angina pektoris tak stabil (unstable angina = UA), infark miokard akut dengan

elevasi ST dan infark miokard akut tanpa elevasi ST merupakan bagian dari sindrom koroner

akut (acute coronary syndrome = ACS) Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan

darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai

akibat iskemia miokardium. SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri

koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama proses aterosklerosis.

Berbagai cara telah digunakan untuk mengenali adanya PJK, mulai dari teknik non

invasif seperti elektrokardiografi (EKG) sampai pemeriksaan invasif seperti arteriografi

koroner. Gambaran EKG abnormal terdapat di penderita IMA dengan ditemukannya

ketinggian (elevasi) segmen ST dan adanya gelombang Q patologis. Namun demikian,

ketinggian (elevasi) segmen ST dapat juga ditemukan di perikarditis, repolarisasi cepat yang

normal, dan aneurisma ventrikel kiri. Pemeriksaan biomarker jantung juga penting untuk

menegakkan diagnosis sindrom koroner akut. Dengan ditegakkannya diagnosis secara tepat

dan cepat, maka dapat dilakukan pentalaksanaan yang tepat pula sehingga progosisnya akan

baik.

36

Page 37: ACS STEMI

DAFTAR PUSTAKA

1. Nawawi R.A, Fitriani, Rusli B. Troponin T value/cTnT of patients with acute coronary

syndrome. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory 2006;

12(3):123-126.

2. Yeghiazarians Y, Braunstein JB, Askari A, and Stone P. Unstable angina pectoris. N

Engl J Med 2000; 342:101-11.

3. Trisnohadi H. Angina Pektoris Tak Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II.

Edisi 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, 2007. p1606-10.

4. Alwi Idrus. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. p1615-26.

5. Bertrand ME, Chair, Simoons ML, et al. Management of acute coronary syndromes in

patients presenting without persistent ST-segment elevation. European Heart Journal

2002; 23: 1809–1840

6. By Kristen J. Overbaugh, MSN, RN, APRN-BC. Acute Coronary Syndrome. American

Journal of Nursing 2009; 109(3): p89-95.

7. Hamm C, Heeschen C, Falk E, Fox Keith A. Acute coronary syndromes:

pathophysiology, diagnosis and risk stratification in European society textbook of

cardiovascular medicine. 1st edition. Blackwell Publishing, 2006. p333-60.

8. Crawfors HM, Chyu K. Unstable Angina/Non-ST Elevation Myocardial Infarction in

CURRENT Diagnosis & Treatment : Cardiology 3rd Edition: McGraw-Hill Companies,

2009. p247-63

37