Abses Grace & Jim

download Abses Grace & Jim

of 33

Transcript of Abses Grace & Jim

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    1/33

    ABSES PERIAPIKAL

    DAN

    FOKUS INFEKSI

    CASE REPORT

    Diajukan untuk Memenuhi Tugas P3D

    Pada Bagian Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut

    Oleh :

    Grace Eka Putri C11 05 0195

    Jimmy Vareta C11 05 0217

    Preseptor :

    Treesje Ekajani, drg.

    BAGIAN ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

    RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN

    BANDUNG

    2007

    1

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    2/33

    ILUSTRASI KASUS

    A. Keterangan Umum

    Nama : Ny.T

    Umur : 35 tahun

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

    Alamat : Jl. Seke pondok III / 177, Bandung

    Agama : Islam

    MedRec : 619777

    Tanggal Pemeriksaan : 20 juni 2007

    B. Anamnesis

    Keluhan Utama : Rujukan dari poli THT untuk mencari fokus infeksi

    Anamnesa khusus :

    Sejak 5 tahun yang lalu pasien mengeluh sering keluar cairan dari lubang

    hidung kirinya. Cairan yang keluar dari hidung pasien ini awalnya bening namun

    lama-kelamaan menjadi kuning. Sejak 1 bulan yang lalu pasien mengaku cairan yang

    keluar dari hidungnya tersebut mengeluarkan bau tak sedap sehingga pasien merasa

    tidak nyaman. Karena keluhannya tersebut penderita berobat jalan ke poli THT RSHS

    dan dirujuk ke poli Gigi dan Mulut.

    Riwayat keluhan hidung tersumbat tidak ada. Riwayat sering bersin-bersin

    pada pagi hari atau cuaca dingin tidak ada. Riwayat keluar darah dari hidung tidak

    ada. Pasien mengaku jika gigi atasnya ada yang berlubang namun tidak terasa nyeri

    atau pun mengganggu saat ini. Riwayat sakit dan bengkak gigi sebelumnya diakui

    pasien namun pasien tidak berobat ke dokter gigi. Riwayat sakit gigi pada gigi yang

    lainnya juga diakui pasien namun juga tidak pernah berobat ke dokter gigi dan hanya

    minum obat-obatan warung untuk mengatasi keluhan nyeri.

    Riwayat kencing manis, darah tinggi, cepat lelah saat beraktivitas, dan alergi

    tidak ada. Riwayat alergi obat-obatan dan sakit maag tidak ada. Riwayat mual, buang

    2

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    3/33

    air kecil seperti teh, buang air besar seperti dempul dan penyakit kuning tidak ada.

    Riwayat batuk-batuk lama tidak ada. Riwayat makan obat-obatan dalam jangka waktu

    lama tidak ada. Riwayat minum jamu-jamuan tidak ada. Riwayat minum alkohol

    tidak ada. Riwayat merokok tidak ada. Kebiasaan makan-makanan manis dan lengket

    tidak ada. Kebiasaan menggunakan tusuk gigi tidak ada. Sikat gigi 2 kali sehari.

    C. Pemeriksaan Fisik

    General Survey :

    Keadaan Umum : Compos Mentis.

    Tekanan Darah : 120/80 mmHg

    Nadi : 92 x/menitRespirasi : 20 x/menit

    Ekstra Oral : KGB tidak teraba membesar

    Intra Oral :

    - Oral Higiene : buruk

    - Bibir : tidak ada kelainan

    - Mukosa bukal : tdak ada kelainan

    - Gingiva : tidak ada kelainan

    - Lidah : tidak ada kelainan

    - Dasar mulut : tidak ada kelainan

    - Palatum : tidak ada kelainan

    - Tonsil : T1-T1 tenang

    GIGI GELIGI

    Kuadran 1 Kuadran 2

    x v x x o o v x x x8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

    8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

    V x x x o v

    Kuadran 4 Kuadran 3

    3

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    4/33

    o Status lokalis :

    Gigi 2.2

    Karies Profunda

    Sondasi -Dingin -

    Perkusi -

    Tekanan -

    Palpasi -

    Mobility -

    Pocket Tdk dilakukan

    o Jaringan sekitar status lokalis :

    Tidak ada kelainan

    o Gambaran foto rontgen panoramic :

    Terlihat bayangan radiolusen pada daerah periapikal gigi 2.2

    Tampak sisa akar pada gigi 1.7, 2.5, 3.8 dan 4.8

    D. Diagnosis Banding :

    o Abses Periapikal Kronis 2.2

    o Periodontitis Apikalis Kronis 2.2

    E. Diagnosis Kerja

    o Abses Periapikal Kronis 2.2

    F. Rencana perawatan :

    Pro Rontgen Panoramic Photo

    Pro Resep

    Pro Ekstraksi gigi 2.2 dan sisa akar

    G. Terapi :

    o Panoramic photo

    4

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    5/33

    o Resep :Amoksisilin 500 mg 3dd1 (5hari)

    Asam Mefenamat 500 mg 3dd1 prn

    o Konsul Eksodonsia

    H. Konseling :

    Scalling

    Penambalan gigi yang karies

    Dental Health Education

    Ekstraksi sisa akar gigi

    Protesa gigi

    Kontrol 6 bulan sekali

    J. Prognosis : (setelah terapi)

    1. Quo ad vitam : ad bonam

    2. Quo ad functionam : ad bonam

    ANALISIS KASUS

    5

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    6/33

    A. Dasar Diagnosis

    Yang menjadi dasar dari diagnosis pada pasien ini adalah :

    a. Berdasarkan keterangan pasien pada anamnesis :

    o Penderita mengaku bahwa adanya gigi yang berlubang pada gigi

    bagian kiri atas namun tidak memberikan keluhan saat ini.

    o Penderita mengaku adanya riwayat sakit dan bengkak gigi sebelumnya

    namun pasien tidak berobat ke dokter gigi.

    b. Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan :

    o Adanya gigi karies profunda di gigi 2.2

    c. Berdasarkan pemeriksaan Foto Panoramic ditemukan :

    o Terlihat bayangan radiolusen pada daerah periapikal gigi 2.2

    6

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    7/33

    Gambar Rontgen Panoramic Pasien Ny.T

    7

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    8/33

    Pulpitis irreversibel

    B. Perjalanan Penyakit

    Perjalanan penyakit ini dapat dijelaskan dengan bagan sederhana sebagai berikut :

    Infeksi dari periapikal

    kesadaran oral higene susunan gigi tidak teratur

    Plak

    Bereaksi dengan bakteri+karbohidrat (sukrosa)+gigi+waktu

    Asam (dekalsifikasi & demineralisasi)

    Karies

    Karies Insipien, superfisialis(Iritasi Pulpa)

    pulpitis reversibelKaries media

    (Hiperemis Pulpa)

    Karies profunda

    Pulpitis partialis pulpitis totalis

    Klausa

    Daya tahan tubuh Daya tahan tubuh

    Pulpitis kronis Pulpitis akut

    Aperta

    -P.Polip

    -P.Hiperplastika-P.Granulomatosa

    Nekrosis pulpa

    Gangren pulpa

    8

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    9/33

    Periodontitis apikalis

    abses periapikal

    Fistula ke gusi

    (gumboil)

    Daya tahan tubuh Daya tahan tubuh

    abses periapikalkronis abses periapikal akut

    kista radikular periosteal abses

    Superiosteal abses

    9

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    10/33

    C.Penatalaksanaan

    Menyerang jaringan

    pendukung lunak

    Gingival abses

    Abses submukosa

    (vestibular abses)

    Tanpa

    menyerang&merusak

    sumsum tulang namunmenembus permukaan

    tulang melalui canalis

    havers

    Menyerang jaringan ikat

    longgar

    (cellulites)

    Daya Tahan

    Tubuh

    Non supuratif

    SupuratifDaya Tahan Tubuh

    Mengenai

    spasium lain:1.Spasium

    maksila primer

    2.Spasium fasialsekunder

    3. Spasium fasial

    servikal4. Spasium mandibulaprimer

    Gigi molar dan

    premolar mandibula

    menembus dibawahpinggir m.milohioid

    abses submandibula

    Mengenai ke3 spasium

    secara bilateral

    flegmon

    Gigi molar dan

    premolar mandibula

    menembus diataspinggir m.milohioid

    abses sublingual

    10

    Menyebar dan

    menyerang tulang

    dan sum-sum tulangosteomyelitisInfeksi gigianterior mandibula

    menembus

    spasium submental

    abses submental

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    11/33

    Penanganan abses periapikal ini meliputi :

    1. Tindakan pembedahan

    Prinsip utama dari penanganan abses periapikal adalah melakukan

    pembedahan untuk drainase dan menghilangkan penyebab infeksi. Tujuan utama

    pembedahan yaitu untuk menghilangkan sumber infeksi yang biasanya berupa pulpa

    yang nekrotik. Tujuan kedua yaitu untuk melakukan drainase untuk kumpulan pus

    dan jaringan nekrotik. Jika gigi tidak dapat diselamatkan, maka harus segera

    dilakukan pencabutan. Ekstraksi menghilangkan sumber infeksi dan memberikan

    drainase terhadap kumplan pus dan jaringan nekrotik.

    Insisi pada abses memberikan drainase dan pengeluaran bakteri dari jaringan

    di bawahnya. Selain itu drainase juga mengurangin ketegangan jaringan sehinggameningkatkan aliran darah dan aliran zat-zat yang berguna untuk pertahanan tubuh

    pada lokasi infeksi.

    2. Terapi antibiotika

    Antibiotika sebagai salah satu bentuk terapi pada periapikal abses mempunyai

    manfaat yang sangat besar. Bila diperlukan pemberian antibiotika, langkah awal

    dalam pemilihan jenis antibiotika dapat dilakukan secara empiris. Sekitar lebih dari

    90% bakteri penyebab infeksi orofasial adala golongan streptococcus aerob dan

    anaerob, peptococcus, fusobacteria, bacteriodes, dan beberapa jenis bakteri lainnya.

    Antibiotik yang dapat dipilih adalah :

    Pensillin

    Eritromisin

    Klindamisin

    Sefadroksil

    Metronidazole

    Tetrasiklin

    BAB I

    11

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    12/33

    PENDAHULUAN

    Fokus infeksi didefinisikan sebagai area atau jaringan terlokalisir yang

    terinfeksi oleh mikroorganisme patogen, sering berlokasi di mukosa atau

    dipermukaan kulit. Sedangkan fokal infeksi merupakan metastase baik

    mikroorganismenya sendiri atau toksin mikroba dari suatu fokus infeksi yang

    menyebar menjadi infeksi sekunder ke berbagai jaringan dan organ tubuh.

    Fokus infeksi dapat berasal dari tonsil, rongga mulut, sinus, prostat, apendiks,

    kandung empedu, ginjal, serta rongga mulut. Infeksi pada mulut yang dapat

    mencetuskan fokal infeksi yang kronis, antara lain pulpitis kronis, peridontitis

    apikalis kronis, abses periapikal kronis, periodontitis marginalis kronis.Kaitan antara infeksi oral dan infeksi sistemik bukan merupakan hal yang

    baru. Lebih dari 2000 tahun yang lalu, Hipokrates menduga bahwa infeksi pada mulut

    menyebabkan arthritis. Pada abad ke-19, para ahli mengajukan teori infeksi fokal

    dengan premis bahwa penyakit kronis dapat disebabkan oleh infeksi oral. Pada tahun

    1900, William Hunter pertama kali menyatakan bahwa mikroorganisme oral

    bertanggungjawab pada penyakit sistemik dan mengklaim bahwa mempertahankan

    karies dapat menyebabkan pengumpulan agen infeksius. Hunter juga

    mengidentifikasi karies, nekrosis pulpa, abses periapikal, gingivitis, dan periodontitis

    sebagai fokus infeksi. Sehingga dia menganjurkan untuk mengekstraksi kondisi gigi

    tersebut untuk mengatasi maupun mencegah sepsis.

    Mekanisme umum yang memungkinkan terjadinya suatu fokal infeksi adalah

    adanya metastase mikroorganisme dari fokus infeksi melalui jalan perkontinuitatum,

    hematogen dan limfogen, atau adanya toksin mikroba yang terbawa aliran darah atau

    aliran limfe dari suatu fokus infeksi ke tempat yang lebih jauh, dimana toksin tersebut

    akan menyebabkan reaksi hipersensitivitas pada jaringan.

    Berdasarkan kasus-kasus yang dilaporkan, penyakit sistemik yang berkaitan

    langsung dengan infeksi oral adalah : (1) arthritis ( Rheumatoid Arthritis dan

    Rheumatic Fever), (2) valvular heart disease ( Infective/Subbacterial Endocarditis),

    12

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    13/33

    (3) penyakit gastrointestinal, (4) penyakit mata (mis. Uveitis), (5) penyakit kulit (mis.

    dermatitis numularis), (6) penyakit ginjal (mis. glomerulonefritis), (7) sinusitis.

    Gambaran fokus infeksi pada mulut yang dapat mencetuskan fokal

    infeksi:

    Pulpitis kronis

    Tampak gambaran gigi

    karies dengan massa

    berwarna merah yangmerupakan polip pulpa

    Tampak pembentukan

    polip pulpa, atap pulpa

    telah mengalami

    perforasi

    Periodontitis apikalis kronis

    13

    http://www.usc.edu/hsc/dental/PTHL312abc/312b/09/33big.htmlhttp://www.usc.edu/hsc/dental/PTHL312abc/312b/09/31big.html
  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    14/33

    Abses periapikalis

    kronis

    Tampak gambaran lesi

    radiolusen pada daerah

    apikal gigi molar

    Tampak gambaran lesi

    berupa pustule yang

    merupakan saluran

    keluar fistula pada

    abses periapikal kronis

    Tampak gambaran

    radiolusen di daerah

    ujung akar

    14

    http://www.usc.edu/hsc/dental/PTHL312abc/312b/10/15big.htmlhttp://www.usc.edu/hsc/dental/PTHL312abc/312b/10/18big.htmlhttp://www.usc.edu/hsc/dental/opath/Images/PA/PA001Big.html
  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    15/33

    Periodontitis marginalis kronis

    Tampak tanda-tanda periodontitis marginalis berupa

    destruksi membran periodontium yang menyebabkan

    gigi menjadi goyang, saku gusi bertambah dalam, gusi

    menjadi resesi, gigi memanjang, dan adanya tanda-

    tanda gingivitis marginalis

    15

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    16/33

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Sinusitis

    2.1.1. Definisi dan Klasifikasi

    Sinusitis merupakan penyakit yang telah dikenal luas oleh orang awam dan

    merupakan penyakit yang sering dieluhkan.

    Keberhasilan terapi pada sinusitis tergantung dari berbagai faktor. Hal

    tersebut memerlukan penatalaksanaaan yang teliti agar penyakit ini tidak berlanjut

    serta menimbulkan komplikasi. Anamnesis yang teliti, pemeriksaaan fisik, dan

    pemeriksaan penunjang yang memadai, pengetahuan tentang mikrobiologi sinus sertapengenalan terhadap faktor predisposisi merupakan hal yang penting.

    Sinusitis adalah suatu inflamasi mukosa satu atau lebih sinus paranasalis.

    Klasifikasi sinusitis dibuat berdasarkan ;

    1. Gejala kliniknya (akut,subakut,kronik)

    2. Lokasi anatomik yang terkena.

    3. Organisme yang bertanggung jawab ( virus,bakteri,jamur)

    4. Ekstra sinus yang terkena

    5. Faktor yang memperberat/penyebab spesifik, misal : atopi, imunosupresi atau

    obstruksi osteomeatal.

    Menurut Spector dan Benstein (1998) klasifikasi sinusitis adalah

    1. Sinusitis akut : Gejala berlangsung selama 3-4 minggu, gejala yang

    ditimbulkan meliputi infeksi saluran pernafasan atas yang menetap, adanya

    rhinorea yang purulen, post nasal drip, anosmia, sumbatan hidung, nyeri

    fasial, sakit kepala, demam dan batuk.

    2. Sinusistis kronik: Gejala timbul lebih dari 4 minggu. Beberapa penderita tidak

    memberikan gejala yang khas sehingga umumnya ditemukan kelainan CT

    atau MRI.

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    17/33

    3. Sinusitis rekuren : Bila episode sinusitis akut berulang hingga 3-4 kali dalam

    satu tahun dan kemungkinan disebabkan oleh infeksi yang berbeda pada

    setiap episodenya.

    2.1.2. Anatomi

    Sinus paranasalis berkembang sebagai suatu rongga berisi udara di sekitar

    rongga hidung yang dibatasi oleh tulang wajah dan kranial. Terdapat 8 sinus

    paranasalis yaitu 4 disebelah kanan dan 4 disebelah kiri, yaitu sinus frontalis, sinus

    etmoidalis anterior dan posterior, sinus maksilaris serta sinus spheinodalis.

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    18/33

    SINUS MAKSILA

    Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus

    maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya

    mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

    Sinus maksila berbentuk segitiga. Dinding anterior sinus ialah permukaan

    fasial os maksila yang disebut fossa canina, dinding posteriornya adalah permukaan

    infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung,

    dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah processus

    alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksilaris berada di sebelah superior dinding

    medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.

    Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila adalah1. Dasar dari anatomi sinus maksilaris sangat berdekatan dengan akar gigi

    rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang

    juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat

    menonjol ke dalam sinus, sehigga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas

    menyebabkan sinusitis.

    2. Sinusitis maksila dapat menimbulka komplikasi orbita.

    3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase

    kurang baik, lagipula drainase juga harus melalui infundibulum yang sempit.

    Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan

    akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase sinus

    maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

    SINUS FRONTAL

    Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan keempat

    fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.

    Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan

    mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.

    Sinus frontal kana dan kiri biasanya tidak simetris satu lebih besar dari pada

    lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15%

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    19/33

    orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus

    frontalnya tidak berkembang.

    Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya

    2 cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak

    adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen

    menunjukkan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif

    tipis dari orbita dan fossa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah

    menjalar ke daerah ini.

    Sinus frontalis berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal.

    Resesus frontal adalah bagian dari sinus etmoid anterior.

    SINUS ETMOID

    Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-

    akhir ii dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-

    sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan

    dasarnya di bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2-4

    cm, dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.

    Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang

    tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antara

    koka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi antara 4-17

    sel (rata-rata 9 sel). Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid

    anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara

    di meatus superior. Sel-sel sinus etmiod anterior biasanya kecil-kecil dan banyak,

    letaknya di bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior

    biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di postero-superior dari

    perlekatan konka media.

    Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut

    resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontalis. Sel etmoid yang terbesar

    disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyenpitan yang

    disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    20/33

    peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan

    di infundubulum dapat menyebabkan sinusitis maksilaris.

    Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatassan dengan lamina

    kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan

    membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid

    posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.

    SINUS SFENOID

    Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.

    Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya

    adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. Volumenya bervariasidari 5-7,5 ml. Saat sinus berkembang, pembuliuh darah dan nervus di bagian lateral

    os sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai

    indentasi pada dinding sinus sfenoid.

    Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fossa serebri media dan

    kelenjar hipofise, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan

    dengan sinus kavernosus dan arteri karotis interna (sering tampak sebagai indentasi)

    dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fossa serebri posterior di daerah pons.

    KOMPLEKS OSTIO-MEATAL

    Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada

    muara-muara saluran dari sinus maksilaris, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.

    Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamaka kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri

    dari infundibulu etmoid yang terdapat di belakang processus unsinatus, resesus

    frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus

    maksila.

    2.1.3. Fisiologi

    Sinus paranasalis merupakan rongga berisi udara yang dilapisi mukosa

    epithelium pseudostratife bersilia diselingi sel-sel goblet. Silia tersebut menyapu

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    21/33

    cairan mukus kearah ostia. Penyumbatan ostia sinus akan mengakibatkan

    penimbunan mukus sehingga terjadi penurunan oksigenase sinus dan tekanan udara

    sinus. penurunan oksigenase sinus akan menyuburkan pertumbuhan bakteri anaerob.

    Tekanan pada rongga inus yang menurun akan menimulkan rasa nyeri daerah inus

    terutama sinus frontal dan sinus maksilaris.

    Fungsi sinus paranasal :

    - Menghasilkan dan membuang mukus

    - Mengatur tekanan intranasal

    - Resonansi suara

    - Memanasakan dan melembabkan udara inspirasi

    - Bertindak sebagai Shock absorben kepala untuk melindungi organ-organ yangsensori.

    - Membantu pertumbuhan dan bentuk muka

    - Mempertahankan keseimbangan kepala.

    2.1.4. Patofisiologi

    Patofisiologi sinusitis berhubungan dengan tiga faktor yaitu patensi dari ostia

    sinus, fungsi silia, kualitas dari sekresi nasal. Berikut tabel yang memeperlihatkan

    faktor-faktor yang dapat menyebabkan patologi sinusitis:

    Ostial patency Cilliary function Mucus

    Edema:

    Allergens

    Infection

    (viral/bacterial)

    Polyps:

    Atopy

    Cystic fibrosis

    Chronic infection

    Structural factors:

    Decreased cilliary beat

    frequency

    Cilliotoxins(viral/bacterial)

    Cold air

    Loss of metachronous

    coordination

    Scarring

    Synecchia

    Loss of cilliated cell

    Changes in quantity

    Allergens

    Airway irritant/pollutant

    Goblet cell metaplasia

    Changes in quality

    Abnormal water-electrolyte

    transport

    Dehydration

    Cystic fibrosis

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    22/33

    Septal deviation

    Hallers cell

    Concha bulosa

    Nasal packs

    Nasal tube

    Airway irritant/pollutant

    Increased intranasal airflow

    Inflammatory mediators

    Viral/bacterial-mediated cell

    death

    surgical

    Adapun faktor predisposisi dari sinusitis adalah:

    A. Lokal maupun regional

    - Kegagalan transpor mukosilier karena udara yang dingin atau kering, serta

    beberapa obat-obatan.

    - Infeksi gigi terutama bagian apikal, merupakan penyakit regional yang paling

    sering menyebabkan sinusitis yang supuratif.

    - Adanya gangguan di hidung atau trauma wajah (mid-face)

    - Kelainan septum yang berat, akan menyebabkan obstruksi mekanik.

    - Khoanal atresia akan menyebabkan drainase hidung terganggu.

    - Edema karena infeksi traktus respiratorius bagian atas yang akan

    menyebabkan obstruksi ostium sinus dan menyebabkan bakteri masuk ke

    sinus sehingga menghasilkan sinusitis yang supuratif

    - Barotrauma atau perubahan tekanan akibat perjalanan di udara, berenang atau

    menyelam, dapat menyebabkan edema ostium sinus, juga saat berenang,

    bakteri dapat masuk melalui air kehidung dan sinus.

    - Polip hidung, benda asing, maupun tampon hidung, dapat menyebabkan

    gangguan ventilasi sinus.

    - Tumor hidung.

    - Sindroma imotil atau diskinesia silia

    B. Sistemik

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    23/33

    - Malnutrisi, terapi steroid jangka panjang, diabetes melitus yang tidak

    terkontrol, diskrasia darah, kemoterapi, dan faktor lain yang menyebabkan

    penurunan status metabolik.

    - Infeksi nosokomial.

    - Defesiensi imun yang berat.

    2.1.5. Manifestasi Klinik

    1. Sinusitis akut : nyeri yang berhubungan dengan lokasi sinus terkena, obstruksi

    nasal, nasal discharge dapat berupa mukopurulen berwarna kuning kehijauan,

    gejala sistemik seperti panas, malaise, lethargi.

    2. Sinusitis kronik: nasal discharge yang mukopurulen, nasal obstruksi yangjelas, nyeri dan gejala sistemikjarang ada.

    Sinusitis di sphenoid dan ethmoid, dapat menyebabkan gejala nyeri di verteks,

    oksipital atau parietal, juga nyeri di nasal atau retrobulbar serta dapat menjalar ke

    leher dan bahu.Infeksi dapat menyebar ke sinus lain karena osium dari semua

    sinus terletak dalam daerah sempit meatus media pada kompleks osteomeatal.

    Proses inflamasi yang melibatkan semua sinus disebut pansinusitis.

    Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan ;

    - edema mukosa dan eritema.

    - Tampak mukopurulen discharge.

    - Nyeri palpasi di lokasi sinus yang terkea seperti di pipi atau muka.

    - Periorbital edema

    - Pada anak-anak : adakah nafas berbau.

    - Nasofaring : obstruksi adenoid, tumor, khoanal atresia, post nasal discharge.

    - Telinga, hidung dan tenggorokan : otitis media atau otitis media serosa

    - Gigi : karies.

    2.1.6. Pemeriksaan Penunjang

    - Transluminasi : untuk sinus maksilaris dan frontalis.

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    24/33

    - Nasal endoskopi : dapat melihat sinus dan mencari faktor predisposis

    lokal.

    - Sinoskopi dengan kultur, biopsi, ataupun lavage dapat dilihat melalui anterior

    maxilla puncture.

    - Radiologi

    2.1.7. Penatalaksanaan

    1. Terapi medikamentosa:

    - Antibiotika minimal 10 hari, biasanya dapat sampai 3 minggu atau lebih.

    - Topikal dan sistemik dekongestan, untuk 24ocal24oti dan drainase pus sinus

    dengan cara mengurangi edema 24ocal24.- Antihistamin, tidak dianjurkan pada pasien tanpa predisposisi alergi.

    - Analgetik

    - Humidifikasi, dapat berupa uap hangat atau dingin.

    - Mukolitik atau ekspektoran, untuk sekresi yang banyak.

    - Irigasi nasal dengan saline seperti prosedurproetz.

    2. Terapi pembedahan

    Untuk drainase sinus. Irigasi sinus : terutama untuk sinus maksilaris,

    dilakukan bila tampak mukopurulen pada pasien imunosupresi, sinusitis akut

    yang tidak sembuh dengan terapi antibiotika.

    3. Terapi faktor penyebab

    2.2. Arthritis ( Rheumatoid Arthritis)

    2.2.1. Definisi

    Arthritis didefinisikan sebagai pembengkakan atau efusi pada sendi, dan atau

    adanya 2 tanda pada sendi y.i : katerbatasan gerakan, nyeri tekan atau nyeri pada

    pergerakan, pada palpasi dirasakan lebih panas (kalor).

    Rheumatoid Arthritis (RA) adalah kelompok penyakit yang ditandai dengan

    arthritis kronis disertai sejumlah manifestasi ekstra artikuler.

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    25/33

    2.2.2. Etiologi

    Etiologi dari RA tidak diketahui karena kuman tidak dapat dikultur dari sendi.

    Pasien sering kali memiliki titer yang tinggi terhadap Streptococcus hemolitikus

    grup A. Diduga merupakan reaksi hipersensitivitas jaringan sebagai akibat dari

    reaksi inflamasi.

    2.2.3. Epidemiologi

    RA dapat mengenai semua usia, tetapi paling sering terjadi awal 4 dan 5.

    Wanita : pria = 3:1.

    Ada beberapa gaya hidup yang dikaitkan dengan peningkatan kejadian RA,

    tetapi bukanlah penyebab RA secara langsung, misalnya : merokok, mengkonsumsidaging merah dalam jumlah besar, minum kopi secara berlebihan.

    Telah dilaporkan pula pasien dengan keluhan arthritis kronis dan pulpitis

    kronis. Setelah dilakukan ekstraksi pada gigi yang diduga sebagai 25ocal infeksi

    (pulpitis kronis), diperoleh Rheumatoid factormenjadi dan pasien tersebut bebas dari

    gejala setelah 16 tahun kemudian.

    2.2.4. Patofisiologi

    Patofisiologi RA masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Ditemukan

    adanya reaktivitas sel limfosit T dalam darah dan cairan sinovial terhadap beberapa

    antigen bakteri, di samping beberapa penelitian lainnya memperlihatkan peranan

    (HLA) dan reaktivitas imun selular.

    Beberapa teori fokal infeksi sebagai etiologi dari Rheumatoid Arthritis :

    Infeksi Streptokokus pada tenggorokan, sinus nasalis, dan tonsil dapat

    mencetuskan manifestasi klinis RA baik sebagai serangan inisial maupun

    rekuren.

    Penyembuhan yang cepat terjadi setelah dilakukannya pengangkatan

    fokal infeksi.

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    26/33

    Gambaran patologi dan anatomi jaringan limfoid pada infeksi tonsil,

    sinus, dan abses periapikal memungkinkan masuknya produk toksin ke dalam

    sirkulasi darah

    Bakteriemi dapat terjadi segera setelah tonsilektomi, ekstraksi gigi,

    atau setelah pemijatan berlebihan pada gusi.

    Teori yang bertentangan dengan teori diatas :

    Sering kali pada RA tidak ditemukan focal infeksi

    Umumnya setelah pengangkatan fokal infeksi tidak tampak perbaikan

    Antibiotik dan vaksin tidak memberikan efek terapi yang memuaskan

    Beberapa penderita yang menderita penyakit selain RA atau orang sehat

    memiliki fokal infeksi yang sama dengan penderita RA

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    27/33

    2.2.5. Manifestasi Klinis

    Nyeri, bengkak,dan sakit pada sendi merupakan keluhan utama pasien RA.RA juga menyebabkan kekakuan sendi, terutama setelah inaktivitas yang cukup

    lama. Kekakuan ini sering juga muncul di pagi hari yang lamanya lebih dari 1

    jam. Tidak ada tes yang spesifik untuk diagnosi penyakit imunologik ini.

    Kriteria RA menurut American Rheumatism Associated(Revised,1987).

    Untuk menegakkan diagnosis RA harus didapatkan 4 atau lebih dari berikut ini:

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    28/33

    1. Kaku pagi hari selama paling sedikit 1 jam, dan telah berlangsung

    paling sedikit 6 minggu.

    2. Pembengkakan pada 3 sendi atau lebih selama paling sedikit 6 minggu.

    3. Pembengkakan pergelangan tangan, sendi metakarpofalang, atau

    interfalang proksimal selama 6 minggu atau lebih.

    4. Pembengkakan sendi yang simetris.

    5. Pemeriksaan tangan menunjukkan perubahan khas RA; harus didapati

    erosi atau dekalsifikasi tulang yang nyata.

    6. Nodul rheumatoid.

    7. Serum rheumatoid positif

    2.2.6. Pemeriksaan Penunjang

    Radiologi

    Laboratorium : pemeriksaan serum rheumatoid

    2.2.7. Penatalaksanaan

    Terdapat tiga cara dalan penatalaksanaan RA :

    1. Memelihara sendi, dalam arti menjaga kesimbangan antara istirahat sendi

    dan

    aktivitas sendi, serta fisioterapi.

    2. Farmakoterapi: non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs),disease-

    modifying anti-rheumatic drugs(DMARDs), dan kortikosteroid.

    3. Pembedahan : tidak selalu dibutuhkan, bervariasi dari bedah minor berupa

    pembebasan saraf atau tendon, hingga bedah mayor berupa joint

    replacement.

    2.3. Valvular Heart Disease (Infective Endocarditis)

    2.3.1. Definisi

    Infective Endocarditis (IE) merupakan terminologi umum yang digunakan

    untuk menggambarkan suatu inflamasi pada daerah endokardium terutama pada

    katup jantung. infeksi pada lapisan jantung yang menyebabkan vegetasi pada

    katup jantung.

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    29/33

    2.3.2. Etiologi

    Penyebab IE adalah bakteri, virus, jamur, riketsia, dan parasit. Sedangkan

    penyebab paling sering adalah Streptococcus sanguis,Strep.

    Bovis,Strep. Mutans,

    and Strep. Mitis yang diisolasi dari pasien endokarditis.

    2.3.3. Epidemiologi

    Elliot melaporkan kejadian endokarditis pada 13 dari 56 pasien (23%)

    mempunyai riwayat operasi gigi sebelumnya. Geiger melaporkan pada 12 dari 50

    pasien endokarditis mempunyai riwayat ekstraksi gigi sebelumnya. Bay

    melaporkan pada 6 dari 26 kasus endokarditis mempunyai riwayat ekstraksi gigi.

    Barnfield 6 dari 92 kasus endokarditis berkaitan dengan ekstraksi gigi.

    Endokarditis bakterialis dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu sampai

    beberapa bulan setelah ekstraksi gigi.

    2.3.4. Patofisiologi

    Untuk berkembangnya suatu endokarditis harus terdapat kerusakan dan

    bakteriemia. Jika mengalami kerusakan namun tidak terdapat bakteriemia maka

    tidak akan terjadi endokarditis, begitupula sebaliknya. Bakteriemia pada

    endokarditis secara spontan terjadi karena mengunyah makanan atau menyikat

    gigi, atau dapat juga berasal dari infeksi fokal seperti infeksi periodontal atau

    infeksi periapikal. Tindakan pembedahan atau instrumensasi gigi juga dapat

    menyebabkan bakteriemia.

    2.3.5. Manifestasi Klinis

    Demam (80-85%), nyeri dada, atralgia atau mialgia, sesak nafas,

    anoreksia, penurunan berat badan, malaise, keringat malam, dan hemoptisis.

    Pemeriksaan fisik yang cukup penting adalah ditemukannya murmur yang

    merupakan petunjuk lokasi keterlibatan katup. Pemeriksaan fisik lain ditemulkan

    pembesaran limpa pada 15-50% pasien, kelainan kulit antara lain ptekie, Oslers

    node, lesi Janeway berkisar antara 3-25%.

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    30/33

    2.3.6. Pemeriksaan Penunjang

    Laboratorium : Anemia, leukositosis, peningkatan LED dan C-reaktif

    protein.

    Ekokardiografi

    2.3.7. Penatalaksanan

    Pemberian antibiotik setelah ekstraksi gigi dapat mencegah terjadinya

    bakteriemia. Standar profilaksis dalam gigi dan mulut adalah Amoxicillin s.d, p.o

    (2g untuk dewasa dan 50mg/kgBB untuk anak-anak). Klindamisin dan antibiotik

    lainnya boleh dipertimbangkan bagi pasien yang alergi penisilin.

    Pemberian antibiotik profilaksis pada Subbakterial Endokarditis

    Keadaan Obat Profilaksis

    Profilaksis standar Amoksisilin 50mg/kgBB p.o 1 jam

    sebelum tindakan

    Tidak dapat minum obat Ampisilin 50mg/kgBB i.v/i.m

    30menit sebelum

    tindakanAlergi Penisilin Klindamisin atau 20mg/kgBB p.o 1 jam

    sebelum tindakan

    Sefaleksin/Sefadroksil 50mg/kgBB p.o 1 jam

    sebelum tindakan

    Alergi Penisilin dan

    tidak dapat minum obat

    Azitromisin/Klaritromisin 15mg/kgBB i.v 1 jam

    sebelum tindakan

    Klindamisin atau 20mg/kgBB i.v 30menit

    sebelum tindakanSefazolin 25mg?kgBB i.v/i.m

    30menit sebelum

    tindakan

    Rekomendasi profilaksis pada prosedur gigi :

    Prosedur gigi yang direkomendasikan mendapat antibiotik profilaksis

    Ekstraksi gigi

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    31/33

    Prosedur periodontal meliputi pembedahan, scalling, root planning,

    probing, dan pemeliharaan

    Penempatan dental implant dan reimplantasi gigi yang avulse

    Instrumentasi endodontik (root canal) atau pembedahan di atas apeks

    Pemasangan fiber subgingival

    Pemasangan awal orthodontic bands, tetapi bukan bracket

    Injeksi intraligamentun

    Pembersihan pencegahan pada gigi atau implant apabila terdapat

    perdarahan

    Prosedur gigi yang tidak direkomendasikan mendapat antibiotik profilaksis

    Restorasi gigi (operasi atau prostodontik) dengan atau tanpa retraction

    cord

    Injeksi anestesi lokal (non intraligamentum)

    Perawatan endodontik intrakanal

    Pemasangan rubberdams

    Pengangkatan jahitan pasca operasi

    Pemasangan prostodontik yang dilepas (removable) atau piranti ortodontik

    Pencetakan gigi

    Terapi fluoroid

    Radiografi oral

    Pemasangan piranti kawat gigi ortodontik

    Pencabutan gigi primer

    Gambaran endokarditis (tampak adanya vegetasi di daerah katup)

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    32/33

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Goldman HM, Girlin RJ. Thomas Pathology Vol. 1.6 thedition. St.

    Louis: The C.V Mosby Company. 1970.p.235

    2. Mealey BL, Klokkevold PR. 2002. Chapter 13: Periodontal

    Medicine in Carranzas Clinical Periodontology Ninth Edition. WB

    Saunders Company: Philadelphia. p.230.

    3. Rote NS, Huether SE. 2006. Infection in Pathophysiology The

    Biologic Basis for Diseases in Adults and Children Fifth Edition.

    Elsevier Mosby: St. Louis. p.293-303.

    4. Becker W, Waumann HH, Pfaltz CR. 1994. Ear, Nose, and Throat

    Diseases Second Revised Edition. Thieme : Stuttgart. p.224-244,

    337-343.

    5. Yardley K. 2004. Ear, Nose, and Throat Diseases in Human

    Disease for Dentists. Blacwell: Munksgaard. p.127-130.

    6. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. 1995. Section VIII: Evaluation and

    Management of The Patient with Joint Disese. WB Saunders

    Company: Philadelphia.

    7. Winfield J, Akil M. 2004. Rheumatological Diseases in Human

    Disease for Dentists. Blacwell: Munksgaard. p.140-142.

    8. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. 1995. Section III: Evaluation and

    Management of The Patient at Risk for Bacterial Endocarditis in

  • 8/6/2019 Abses Grace & Jim

    33/33

    Principles and Practice of Oral Medicine. WB Saunders Company:

    Philadelphia.

    9. Channer K. 2004. Cardiovascular Diseases in Human Disease for

    Dentists. Blacwell: Munksgaard. p.41-43.

    10. Brashers VL. 2006. Alterations of Cardiovascular Function in

    Pathophysiology The Biologic Basis for Diseases in Adults and

    Children Fifth Edition. Elsevier Mosby: St. Louis. p.1124-1128.