Refrat Infeksi Intrakranial Grace

84
BAB I Pendahuluan 1.1. Pendahuluan. Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi masih merupakan masalah medis yang sangat penting oleh karena angka kematiannya masih cukup tinggi. Diantara penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke dalamnya meningitis dan ensefalitis. 1 Meningitis sinonim dengan leptomeningitis yang berarti adanya suatu infeksi selaput otak yang melibatkan arakhnoid dan piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada jaringan parenkim otak. 1 Gejala dari infeksi ini seringkali tidak khas yang secara umum mengalami demam dan sakit kepala. Jika setelah beberapa hari tidak membaik atau ada gejala lanjutan seperti kejang dan sakit kepala yang semakin parah segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Untuk diagnostik dini memang tidak mudah, karenanya proses pencarian penyebabnya harus progresif agar bisa ditangani dengan baik. 2 1 | Page

Transcript of Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Page 1: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

BAB I

Pendahuluan

1.1. Pendahuluan.

Di negara sedang berkembang maupun di negara maju, penyakit infeksi masih merupakan

masalah medis yang sangat penting oleh karena angka kematiannya masih cukup tinggi. Diantara

penyakit infeksi yang amat berbahaya adalah infeksi Susunan Saraf Pusat (SSP) termasuk ke

dalamnya meningitis dan ensefalitis.1

Meningitis sinonim dengan leptomeningitis yang berarti adanya suatu infeksi selaput otak

yang melibatkan arakhnoid dan piamater. Sedangkan ensefalitis adalah adanya infeksi pada

jaringan parenkim otak.1

Gejala dari infeksi ini seringkali tidak khas yang secara umum mengalami demam dan

sakit kepala. Jika setelah beberapa hari tidak membaik atau ada gejala lanjutan seperti kejang dan

sakit kepala yang semakin parah segera lakukan pemeriksaan lebih lanjut. Untuk diagnostik dini

memang tidak mudah, karenanya proses pencarian penyebabnya harus progresif agar bisa

ditangani dengan baik.2

Untuk diagnosis pastinya dilakukan pemeriksaan cairan otak agar bisa

diketahui penyebab pastinya apakah akibat infeksi virus, bakteri, jamur, parasit atau cacing pita.

Jika prosedur ini dilakukan dengan cepat dan progresif maka bisa mengurangi kecacatan yang

timbul. 2

Jamur jamur patogen yang opertunistik seperti aspergillus dan candida dapat mengancam

jiwa pasien immunocopmpromised termasuk neonatus, pasien post operasi, dan pasien dengan

keganasan, transplantasi organ atau acquired immunodeficiency (AIDS). Manifestasi klinis

1 | P a g e

Page 2: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

infeksi jamur susunan saraf pusat dapat berupa meningitis, meningoensafilitis, intrakranial

tromboflebitis, abses otak, bentuk granuloma dan sangat jarang terjadi aneurisma mikotik. 14

Infeksi pertama biasanya melalui inhalasi sehingga terbentuk focus primer pada paru yang

biasanya asimptomatik dan sembuh spontan. Dari focus primer ini dapat terjadi peneybaran

hematogen ke tulang, visera dan otak. Infeksi otak dapat menimbulkan penyakit yang progresif

dan fatal. 14

1.2. Epidemologi.

Sekitar 600.000 kasus meningitis terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya, dengan 180.000

kematian dan 75.000 gangguan pendengaran yang berat. Setidaknya 25.000 kasus baru

meningitis bakterial muncul tiap tahunnya di Amerika Serikat, tetapi penyakit ini jauh lebih

sering ditemukan di negara-negara sedang berkembang. Sekitar 75% kasus terjadi pada anak-

anak dibawah usia 5 tahun. 4

1.3. ANATOMI DAN FISIOLOGI17

Dalam membahas cairan serebrospinal ada baiknya diketahui mengenai anatomi yang

berhubungan dengan produksi dan sirkulasi cairan serebrospinal, yaitu:

• Sistem Ventrikel

Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel IV. Ventrikel

lateral terdapat di bagian dalam serebrum, masing-masing ventrikel terdiri dari 5 bagian yaitu

kornu anterior, kornu posterior, kornu inferior, badan dan atrium. Ventrikel III adalah suatu

rongga sempit di garis tengah yang berbentuk corong unilokuler, letaknya di tengah kepala,

ditengah korpus kalosum dan bagian korpus unilokuler ventrikel lateral, diatas sela tursica,

kelenjar hipofisa dan otak tengah dan diantara hemisfer serebri, thalamus dan dinding

hipothalanus. Disebelah anteropeoterior berhubungan dengan ventrikel IV melalui aquaductus

sylvii. Ventrikel IV merupakan suatu rongga berbentuk kompleks, terletak di sebelah

ventral serebrum dan dorsal dari pons dan medula oblongata

2 | P a g e

Page 3: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Meningen dan ruang subarakhnoid

Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang bersifat non

neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang menyelubungi seluruh

permukaan otak, batang otak dan medula spinalis.

Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu Piamater, arakhnoid dan duramater.

Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti setiap

lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada permukaan batang otak

dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra.

Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan piameter, tetapi tidak

mengikuti setiap lekukan otak. Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang

berisi cairan serebrospinal dan pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak mengikuti

lekukan-lekuka otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar yang disebut

sisterna. Yang paling besar adalah siterna magna, terletak diantara bagian inferior serebelum

danme oblongata. Lainnya adalah sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna

interpedunkularis di permukaan ventral mesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina

terminalis. Pada sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena magna

serebri. Sisterna ini berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna ambiens.

Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan sisterna pontis

merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid dibawah L2

dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan serebrospinal diambil pada waktu

pungsi lumbal.

Durameter terdiri dari lapisan luar durameter dan lapisan dalam durameter. Lapisan luar

dirameter di daerah kepala menjadi satu dengan periosteum tulang tengkorak dan berhubungan

erat dengan endosteumnya.

3 | P a g e

Page 4: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

• Ruang Epidural

Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan ikat yang mengandung kapiler-

kapiler halus yang mengisi suatu ruangan disebut ruang epidural

• Ruang Subdural

Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang mengandung sedikit cairan, mengisi suatu

ruang disebut ruang subdural Pembentukan, Sirkulasi dan Absorpsi Cairan Serebrospinal (CSS)

Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus, dimana sejumlah

pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner yang menutupi stroma di bagian

tengah dan merupakan modifikasi dari sel ependim, yang menonjol ke ventrikel. Pleksus

khoroideus membentuk lobul-lobul dan membentuk seperti daun pakis yang ditutupi oleh

mikrovili dan silia. Tapi sel epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan tigth junction pada

sisi aspeks, dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan ruang stroma diantaranya.

Ditengah villus terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler fenestrata). Inilah yang disebut

sawar darah LCS. Gambaran histologis khusus ini mempunyai karakteristik yaitu epitel untuk

transport bahan dengan berat molekul besar dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif.

Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat plasma di luar kapiler

oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi diubah menjadi sekresi pada epitel

khoroid melalui proses metabolik aktif.

Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut: Natrium

dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus sehingga menimbulkan

muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-ion bermuatan negatif, terutama clorida

ke dalam CSS. Akibatnya terjadi kelebihan ion di dalam cairan neuron sehingga meningkatkan

tekanan somotik cairan ventrikel sekitar 160 mmHg lebih tinggi dari pada dalam plasma.

Kekuatan osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain bergerak melalui membran

khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik abhidrase dan ion hidrogen yang

dihasilkan akan mengembalikan pompa Na dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini

disebut Na-K Pump yang terjadi dgn bantuan Na-K-ATP ase, yang berlangsung dalam

4 | P a g e

Page 5: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

keseimbangan. Obat yang menghambat proses ini dapat menghambat produksi CSS. Penetrasi

obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion campuran seperti

glukosa, asam amino, amin dan hormon tyroid relatif tidak larut dalam lemak, memasuki CSS

secara lambat dengan bantuan sistim transport membran. Juga insulin dan transferin memerlukan

reseptor transport media. Fasilitas ini (carrier) bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan

yang mempunyai susunan spesifik untuk melewati membran kemudian melepaskannya di CSS.

Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif. Kalium disekresi ke

CSS dengan mekanisme transport aktif, demikian juga keluarnya dari CSS ke jaringan otak.

Perpindahan Cairan, Mg dan Phosfor ke CSS dan jaringan otak juga terjadi terutama dengan

mekanisme transport aktif, dan konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada konsentrasinya

dalam serum. Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga

pengeluaran CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan juga pengeluaran

CO2. Air dan Na berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan ruang interseluler, demikian

juga sebaliknya. Hal ini dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik

dan hipertonik.

Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan terbanyak terletak di

dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit) terdapat di atap ventrikel III dan IV.

Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan

CSS 20 ml/jam. CSS bukan hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol

oleh proses enzimatik.

CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe masuk ke dalam ventrikel III,

selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke dalam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam

ventrikel IV yang terdiri dari 2 foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada

atap resesus lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi) yang berada

di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem ventrikel masuk ke

dalam rongga subarakhnoid. CSS mengisi rongga subarachnoid sekeliling medula spinalis

sampai batas sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan

dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens, melalui apertura

tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri dimana sebagian besar CSS akan5 | P a g e

Page 6: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior.

Yang mempengaruhi alirannya adalah: metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah

dan perubahan dalam tekanan osmotik darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran

adrah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui CSS dari satu

arah, dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada di dalam CSS, suatu proses

yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di rongga subrakhnoid yang mengelilingi

batang otak dan medula spinalis oleh pembuluh darah yang terdapat pada sarung/selaput saraf

kranial dan spinal. Vena-vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara

difusi melalui dindingnya. Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem saraf melalui

perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput piametr disamping selaput

arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas antara cairan ekstraselluler dan css

dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang permukaan ependim dari ventrikel sehingga

metabolit dapat berpindah dari jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman

sistem saraf pusat, lapisan pia dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak

melanjutkan diri pada tingkatan kapiler.

Komposisi dan fungsi cairan serebrospinal (CSS)

Cairan serebrospinal dibentuk dari kombinasi filtrasi kapiler dan sekresi aktif dari epitel. CSS

hampir meyerupai ultrafiltrat dari plasma darah tapi berisi konsentrasi Na, K, bikarbonat, Cairan,

glukosa yang lebih kecil dankonsentrasi Mg dan klorida yang lebih tinggi. Ph CSS lebihrendah

dari darah.

PATOFISIOLOGI CAIRAN SEREBROSPINAL

Keadaan normal dan beberapa kelainan cairan serebrospinal dapat diketahui dengan

memperhatikan:

a. Warna

Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna: kuning,santokhrom,

cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning muncul dari protein. Peningkatan protein

yang penting danbermakna dalam perubahan warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan

6 | P a g e

Page 7: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

serebrospinal berwarna pink berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500

sdm/cm3. Sel darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis

dalam satu jam danakan memberikan warna cucian daging di dalam cairan serebrospinal. Cairan

serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih dari 1000 sel/ml.

b. Tekanan

Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan tahanan terhadap

absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya naik, maka tekanan naik, bila

salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi,

bila posisi berbaring maka tekanan normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada

daerahh lumbal, siterna magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan

serebrospinal akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang

subarakhnoid,maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui ruang

serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan sedikit naik pada

perubahan nadi dan respirasi, juga akan berubah pada penekanan abdomen dan waktu batuk..

Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan Queckenstedt yaitu

dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan normal penekanan vena jugularis

akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan tekanan kembali ke asal dalam waktu 10 detik.

Bila ada penyumbatan, tak terlihat atau sedikit sekali peninggian tekanan. Karena keadaan

rongga kranium kaku, tekanan intrakranial juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh

karena peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan serebrospinal atau

penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan oedema serebri. Kegagalan sirkulasi normal

CSS dapat menyebabkan pelebaran ven dan hidrocephalus. Keadaan ini sering dibagi menjadi

hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus obstruktif. Pada hidrosefalus komunikans terjadi

gangguan reabsorpsi CSS, dimana sirkulasi CSS dari ventrikel ke ruang subarachnoid tidak

terganggu. Kelainan ini bisa disebabkan oleh adanya infeksi, perdarahan subarakhnoid,

trombosis sinus sagitalis superior, keadaan-keadaan dimana viscositas CSS meningkat

danproduksi CSS yang meningkat. Hidrosefalus obstruktif terjadi akibat adanya ganguan aliran

CSS dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke ruang subarakhnoid. Kelainan ini dapat

disebabkan stenosis aquaduktus serebri, atau penekanan suatu msa terhadap foramen Luschka for

7 | P a g e

Page 8: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Magendi ventrikel IV, aq. Sylvi dan for. Monroe. Kelainan tersebut bis aberupa kelainan bawaan

atau didapat.

c. Jumlah sel

Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm3, dan mungkin hanya terdapat 1 sel

polymorphonuklear saja, Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses inflamasi.

Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih dari 30 menit setelah

dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan mengalami lisis, pengendapan dan

terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan

antara 5-20 sel/mm3 adalah abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan

cenderung memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan dibanding

dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya jumlah sel lebih dari 1000

sel/mm3, sedang pada meningitis aseptik jarang jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel meningkat

secara berlebihan (5000-10000 sel /mm3), kemungkinan telah terjadi rupture dari abses serebri

atau perimeningeal perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel memberikan petunjuk ke arah

penyebab peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L. monocytogenes.

Eosinophil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada infeksi cacing dan penyakit parasit

lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan

saraf pusat, reaksi tubuh terhadap benda asing.

d. Glukosa

Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal sangat bervariasi

di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari mulai tempat pembuatannya di

ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar. Rasio normal kadar glukosa cairan

serebrospinal lumbal dibandingkan kadar glukosa serum adalah >0,6. Perpindahan glukosa dari

darah ke cairan serebrospinal secara difusi difasilitasi transportasi membran. Bila kadar glukosa

cairan serebrospinalis rendah, pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa cairan

serebrospinalis, glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia menunjukkan penurunan rasio

kadar glukosa cairan serebrospinal, glukosa serum, keadaan ini ditemukan pada derjat yang

bervariasi, dan paling umum pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan

8 | P a g e

Page 9: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

meningitis oleh carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga ditemukan pada

meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau meningitis zat

khemikal. Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis rheumatoid

mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang rendah. Meningitis viral,

mump, limphostic khoriomeningitis atau herpes simplek dapat menurunkan kadar glukosa ringan

sampai sedang.

e. Protein

Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada sisterna 10-25

mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45 ,g%. Kadar gamma globulin normal 5-15 mg% dari

total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg% akan menyebabkan cairan serebrospinal

berwarna xantokrom, pada peningkatan kadar protein yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan

menyebabkan pada permukaan tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang

menunjukkan tingginya kadar fibrinogen. Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat

oleh karena hilangnya sawar darah otak (blood barin barrier), reabsorbsi yang lambat atau

peningkatan sintesis immunoglobulin loka. Sawar darah otak hilang biasanya terjadi pada

keadaan peradangan,iskemia baktrial trauma atau neovaskularisasi tumor, reabsorsi yang lambat

dapat terjadi pada situasi yang berhubungan dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal,

misalnya pada meningitis atau perdarahan subarakhnoid. Peningkatan kadar immunoglobulin

cairan serebrospinal ditemukan pada multiple sklerosis, acut inflamatory polyradikulopati, juga

ditemukan pada tumor intra kranial dan penyakit infeksi susunan saraf pusat lainnya, termasuk

ensefalitis, meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis dan SSPE (sub acut sclerosing panensefalitis).

Perubahan kadar protein di cairan serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai

sendirian akan memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf pusat.

f. Elektrolit

Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-130 mEq/L, Mg

2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak menunjukkan perubahan pada

kelainan neurologis, hanya terdpat penurunan kadar Cl pada meningitis tapi tidak spesifik.

9 | P a g e

Page 10: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

g. Osmolaritas

Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L0. Bila terdapat perubahan

osmolaritas darah akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.

h. PH

Keseimbangan asam bas harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan metabolik

alkalosis. PH cairan serebrospinal lebih rendah dari PH darah, sedangkan PCO2 lebih tinggi pada

cairan serebrospinal. Kadar HCO3 adalah sama (23 mEg/L). PH CSS relatif tidak berubah bila

metabolik asidosis terjadi secara subakut atau kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis

atau alkalosis terjadi secara cepat.

10 | P a g e

Page 11: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

BAB II

Pembahasan

2.1. Defnisi

Infeksi ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam jaringan tubuh.

Infeksi susunan saraf ialah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam susunan

saraf.(3) Jadi, infeksi intracranial adalah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di

dalam cranial (intracranial), yaitu mulai dari korteks cerebri sampai dengan medulla oblongata.

Infeksi intrakranial termasuk dalam infeksi yang menyerang sistem saraf pusat.

Infeksi Susunan saraf pusat terbagi atas :

• Meningitis infeksi yang melibatkan selaput mening otak terdiri dari :

Meningitis Purulenta yang disebabkan oleh kuman Bakteri, a.l : Pneumokokus,

stapilokokus, haemophyllus influensa, sering pada orang dewasa, sedangkan Escericia

Coli sering menyerang anak-anak.

Meningitis Serosa yang disebabkan oleh Jamur, Virus, Protosoa, Parasit, Mycobacterium

Tuberculosa.

• Ensefalitis yaitu infeksi yang melibatkan jaringan otak.

• Myelitis yaitu infeksi yang melibatkan sumsum tulang belakang.

Berikut ini adalah tabel perbandingan LCS pada masing-masing infeksi.

LCS Normal Bakteri Virus TBC Toxoplasma Jamur

11 | P a g e

Page 12: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Warna Jernih Keruh/purulen jernih Jernih-

keruh

jernih Jernih

∑ sel <4 100-10.000 - 10-500 - 25-500

Sel

dominan

L PMN M L/M M M

Tekanan

(mmH2o)

70- 180 ↑↑ N N/↑↑ N/ ↑↑ ↑↑↑

Protein

(mg/dl)

<50 ↑↑ N/ sedikit

↑↑ N ↑↑

Glukosa

(mg/dl)

50-75 ↓↓ N/↓ ↓↓ N ↓↓

2.2. Meningitis.

Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan serebrospinal (CSS)

disertai radang pada piamater dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan superfisial otak dan

medula spinalis. Kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruangan subaraknoida dan dengan

cepat sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medula spinalis terkena. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses serebrospinal. 6

Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala

perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah

leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat

dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang

jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-

minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang

tindih karena etiologinya sangat bervariasi(5).

12 | P a g e

Page 13: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

2.2.1. Meningitis Viral.

Meningitis viral merupakan inflamasi dari leptomeningen sebagai manifestasi dari infeksi

SSP. Istilah viral digunakan karena merupakan agen penyebab, dan penggunaan meningitis saja

mengimplikasikan tidak terlibatnya parenkim otak dan medula spinalis. Namun, patogen virus

dapat menyebabkan kombinasi dari infeksi yaitu meningoencephalitis atau meningomielitis.

Pada meningitis viral, perjalanan klinis biasanya terbatas, dengan pemulihan komplit

pada 7-10 hari. Lebih dari 85% kasus disebabkan oleh enterovirus non polio; maka, karakteristik

penyakit, manifestasi klinis, dan epidemiologi menunjukkan infeksi enteroviral. Campak, polio,

dan limfositik choriomeningitis virus (LCMV) saat ini merupakan ancaman untuk negara

berkembang. Polio tetap merupakan penyebab utama dari mielitis pada beberapa daerah di

dunia.7

A. Epidemiologi 7

Di Amerika Serikat, lebih dari 10,000 kasus dilaporkan setiap tahunnya, tetapi insiden

sesungguhnya dapat mencapai hingga 75,000. Kurangnya pelaporan dikarenakan tidak ada hasil

klinis kebanyakan kasus dan ketidakmampuan dari beberapa agen viral untuk tumbuh dalam

kultur. Menurut laporan CDC, perawatan pasien dalam rumah sakit dari meningitis virus

bervariasi dari 25,000-50,0000 setiap tahun. Dalam beberapa laporan insiden diperkirakan 11 per

100,000 populasi pertahun.

Persebaran insiden dari klinis meningitis viral di dunia bervariasi. Penyebab meningitis

viral di dunia termasuk enterovirus, virus campak, VZV, dan HIV. Gejala meningitis dapat

timbul sedikit pada 1 dari 3000 kasus infeksi oleh agen ini. Studi dari Finlandia memperkirakan

insiden 19 per 100,000 populasi pada anak usia 1-4 tahun. Hal ini merupakan contrast signifikan

hingga 219 kasus per 100,000 yang diperkirakan untuk anak lebih muda dari 1 tahun. Virus

encephalitis B Japaneese, patogen tersering pada meningitis virus di dunia, menyebabkan lebih

dari 35,000 infeksi setiap tahunnya melalui Asia tetapi diperkirakan menyebabkan 200-300 kali

penjumlahannya dari infeksi subklinis. Distribusi dan karakteristik penyerangan oleh vector

arthropod, menunjukkan variabilitas geografis yang kuat. Kurangnya aturan vaksinasi yang

efektif pada Negara dunia ketiga memainkan peranan pada ketimpangan geografis dari agen

infeksi lain.

13 | P a g e

Page 14: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

B. Faktor risiko dan Etiologi 7

Faktor Risiko

Diluar periode neonatal, angka mortalitas dikaitkan dengan meningitis viral kurang dari

1%; angka morbiditas juga rendah. Dokter harus menyadari virus yang dapat menyebabkan

meningitis juga dapat menyebabkan infeksi yang lebih serius pada CNS sama halnya dengan

organ lain. Laporan statistik World Health Organization (WHO) dari tahun 1997 melaporkan

meningitis enteroviral dengan sepsis merupakan penyebab ke-5 tersering dari mortalitas pada

neonatus. Komplikasi seperti edema otak, hidrosefalus, dan kejang dapat timbul pada periode

akut.

Ras

Tidak ada predileksi rasial spesifik telah diidentifikasi

Sex

Tergantung dari patogen viral, rasio yang mempengaruhi wanita dan pria dapat

bervariasi. Enterovirus diduga untuk mempengaruhi pria 1.3-1.5 kali lebih sering dibandingkan

wanita. Kebanyakan arbovirus mempunyai karakteristik penyerangan yang beragam,

mempengaruhi kedua gender tetapi pada usia berbagi.

Usia

o Insidensi meningitis viral menurun sesuai dengan usia

o Neonatus berada pada resiko terbesar dan mempunyai resiko signifikan akan morbiditas

dan mortalitas.

o Beberapa serangan arbovirus sangat ekstrem pada beberapa usia, dengan orang yang

lebih tua berada pada resiko terbesar untuk infeksi, sementara puncak campak dan cacar

timbul pada usia remaja akhir.

Etiologi

Enteroviruses menyebabkan lebih dari 85% semua kasus meningitis virus. Mereka

merupakan keluarga dari Picornaviridae (“pico” untuk kecil, “rna” untuk asam

ribonukleat), dan termasuk echovirus, coxsackie virus A dan B, poliovirus, dan

sejumlah enterovirus. Nonpolio enterovirus merupakan virus yang sering, sama dekat

ya dengan prevalensi rhinoviruses (flu

Arboviruses menyebabkan hanya 5% kasus di Amerika Utara

14 | P a g e

Page 15: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Cacar: sejumlah keluarga dari Paramyxovirus, virus cacar merupakan agen pertama

dari meningitis dan meningoensefalitis.

Virus keluarga herpes: HSV-1, HSV-2, VZV, EBV, CMV, dan herpes virus manusia 6

secara kolektif menyebabkan sekitar 4% kasus meningitis viral, dengan HSV-2

menjadi penyerang terbanyak.

Lymphocytic choriomeningitis virus: LCMV masuk k edalam keluarga arenaviruses.

Saat ini adalah jarang penyebab meningitis, virus ditransmisikan ke manusia melalui

kontak dengan tikus atau ekskeresi mereka. Mereka berada pada resiko tinggi pada

pekerja laboratorium, pemilik binatang peliharaan, atau orang yang hidup dia area non

higienis.

Adenovirus: Adenovirus merupakan penyebab jarang dari meningitis pada individu

immunocompeten tetapi merupakan penyebab utama pada pasien AIDS, Infeksi dapat

timbul secara simultan dengan infeksi saluran nafas atas.

Campak: Morbili virus ini merupakan penyebab yang paling jarang saat ini.

Karakteristik ruam makulopapular membantu dalam diagnosis. Kebanyakan kasus

timbul pada orang usia muda di sekolah dan perkuliahan. Campak tetap merupakan

ancaman kesehatan dunia dengan angka penyerangan tertinggi dari infeksi yang ada;

eradikasi dari campak merupakan tujuan kesehatan masyarakat yang penting dari

WHO.

Klinisi harus mempertimbangkan secara sebagian meningitis bakterial sebagai

kemungkinan etiologi untuk aseptic dari penyakit pasien; sebagai contoh, pasien

dengan otitits bakteri dan sinusitis yang telah mengambil antibiotic dapat timbul

dengan meningitis dan penemuan CSF yang identik terhadap meningitis viral.

C. Patofisiologi Meningitis Viral 7

Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau neural.

Hematogen merupakan jalur tersering dari viral patogen yang diketahui. Penetrasi neural

menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas pada herpes viruses (HSV-1,

HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus.

15 | P a g e

Page 16: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Pertahanan tubuh multiple mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi signifikan

secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan local, barier mukosa dan kulit, dan

blood-brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada system organ awal (ie, respiratory atau

gastrointestinal mucosa) dan mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer

memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan nodus lymph) jika

replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana

dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam CNS. Replikasi viral cepat tampaknya memainkan

peranan dalam melawan pertahanan host.

Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam CNS tidak sepenuhnya dimengerti.

Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler atau melalui defek natural

(area posttrauma dan tempat lainyang kurang BBB). Respon inflamasi terlihat dalam bentuk

pleocytosis; polymorphonuclear leukocytes (PMNs) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada

24-48 jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit

CSF telag dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam

melawan beberapa virus.

Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke CNS dengan

transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis HSV-1 adalah melalui

akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh serat olfaktori ke basal frontal dan

lobus temporal anterior.

D. Manifestasi Klinis 7

Riwayat Penyakit

Kebanyakan pasien melaporkan demam, sakit kepala, iritabilitasm nausea, muntah,

kaku leher, atau kelelahan dalam 18-36 jam sebelumnya.

Nyeri kepala hampir selalu ada dan seringkali dilaporkan dengan intensitas yang berat.

Bagaimanapun, deskripsi klasik dari ‘sakit kepala terburuk dari hidup saya’, ditujukan

kepada perdarahan sub arachnoid aneurisma, adalah tidak biasa

Gejala konstitusional lain adalah muntah, diare, batuk dan mialgia yang timbul pada

lebih 50% pasien.

16 | P a g e

Page 17: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Riwayat kenaikan temperature timbul pada 76-100% pasien yang dating untuk

mendapatkan perjatian medis. Pola yang sering adalah demam dengan derajat rendah

pada tahap prodromal dan kenaikan temperature yang lebih tinggi pada saat terdapat

tanda neurologis.

Beberapa virus menyebabkan onset cepat dari gejala diatas, sementara lainnya

bermanifest sebagai prodromal viral nonspesifik, seperti mialgia, gejala seperti flu, dan

demam derajat rendah yang timbul selama gejala neurologis sekitar 48 jam. Dengan

onset kaku kuduk dan nyeri kepala, demam biasanya kembali.

Pengambilan riwayat yang hati-hati dan harus termasuk evaluasi paparan kontak

kesakitan, gigitan nyamuk, debu, aktivitas outdoor pada daerah endemis penyakit lyme,

riwayat bepergian dengan kemungkinan terpapar terhadap tuberculosis, sama halnya

dengan penggunaan medikasi, penggunaan obat intravena, dan resiko penyebaran

penyakit menular seksual.

Bagian yang penting dari riwayat adalah penggunaan antibiotic sebelumnya, dimana

dapat mempengaruhi gambaran klinis meningitis bakterial.

Fisik

Penemuan fisik umum pada meningitis viral adalah sering untuk semua agen penyebab,

tetapi beberapa virus mempinyai manifestasi klinis unik yang dapat membantu

pendekatan diagnostic yang terfokus. Pembelajaran klasik mengajarkan bahwa trias

meningitis meliputi demam, rigiditas nuchal, dan perubahan status mental, meskipun

tidak semua pasien mempunyai gejala ini, dan nyeri kepala hamper selalu timbul.

Pemeriksaan menunjukkan tidak ada deficit neurologis fokal pada kebanyakan kasus.

Demam lebih sering (80-100% cases) dan biasanya bervariasi antara 38ºC and 40ºC.

Rigiditas nuchal atau tanda lain dari iritasi meningea (tanda Brudzinski atau Kernig)

dapat terlihat lebih pada setengah pasien tetapi secara umum kurang berat dibandingkan

dengan meningitis bakterial.

Iritabilitas, disorientasi, dan perubahan status mental dapat terlihat.

Nyeri kepala lebih sering dan berat.

Photophobia secara ralatif adalah sering namun dapat ringan, Fonofobia juga dapat

timbul.

17 | P a g e

Page 18: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Kejang timbul pada keadaaan biasanya dari demam, meskipun keterlibatan dari

parenkim otak (encephalitis) juga dipertimbangkan, Encephalopathy global dan deficit

neurologis fokal adalah jarang tetapi dapat timbul. Refleks tendon dalam biasanya

normal tetapi dapat berat.

Tanda lain dari infeksi viral spesifik dapat membantu dalam diagnosis. Hal ini meliputi

faringitis dan pleurodynia pada infeksi enteroviral, manifestasi kulit seperti erupsi

zoster pada VZV, ruam maculopapular dari campak dan enterovirus, erupsi vesicular

oleh herpes simpleks, dan herpangina pada infeksi coxsackie virus. Infeksi Epstein Bar

virus didukung oleh faringitis, limfadenopati, cytomegalovirus, atau HLV sebagai agent

penyebab. Parotitis dan orchitis dapat timbul dengan campak, sementara kebanyakan

infeksi enteroviral dikaitkan dengan gastroenteritis dan ruam.

E. Pemeriksaan Penunjang7

Studi Laboratorium

Pemeriksaan hematologi dan kimia harus dilakukan

Pemeriksaan CSF merupakan pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan penyebab

meningitis. CT Scan harus dilakukan pada kasus yang berkaitan dengan tanda

neurologis abnormal untuk menyingkirkan lesi intrakranial atau hidrosefalus obstruktif

sebelum pungsi lumbal (LP). Kultur CSF tetap kriteria standar pada pemeriksaan bakteri

atau piogen dari meningitis aseptic. Lagi-lagi, pasien yang tertangani sebagian dari

meningitis bakteri dapat timbul dengan pewarnaan gram negative dan maka timbul

aseptic. Hal berikut ini merupakan karakteristik CSF yang digunakan untuk mendukung

diagnosis meningitis viral:

o Sel: Pleocytosis dengan hitung WBC pada kisaran 50 hingga >1000 x 109/L darah

telah dilaporkan pada meningitis virus, Sel mononuclear predominan merupakan

aturannya, tetapi PMN dapat merupakan sel utama pada 12-24 jam pertama; hitung

sel biasanya kemudian didominasi oleh limfosit pada pole CSF klasik meningitis

viral. Hal ini menolong untuk membedakan meningitis bakterial dari viral, dimana

mempunyai lebih tinggi hitung sel dan predominan PMN pada sel pada perbedaan

sel; hal ini merupakan bukan merupakan atran yang absolute bagaimanapun.

18 | P a g e

Page 19: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

o Protein: Kadar protein CSF biasanya sedikit meningkat, tetapi dapat bervariasi dari

normal hingga setinggi 200 mg/dL.

Studi Pencitraan

o Pencitraan untuk kecurigaan meningitis viral dan ensefalitis dapat termasuk CT

Scan kepala dengan dan tanpa kontras, atau MRI otak dengan gadolinium.

o CT scan dengan contrast menolong dalam menyingkirkan patologi intrakranial.

Scan contrast harus didapatkan untuk mengevaluasi untuk penambahan sepanjang

mening dan untuk menyingkirkan cerebritis, abses intrakranial, empyema subdural,

ataulesi lain. Secara alternative, dan jika tersedia, MRI otak dengan gadolinium

dapat dilakukan.

o MRI dengan contrast merupakan standar kriteria pada memvisualisasikan patologi

intrakranial pada encephalitis viral. HSV-1 lebih sering mempengaruhi basal frontal

dan lobus temporal dengan gambaran sering lesi bilateral yang difus.

Tes Lain

o Semua pasien yang kondisinya tidak membaik secara klinis dalam 24-48 jam harus

dilakukan rencana kerja untuk mengetahuo penyebab meningitis.

o Dalam kasus ensefalitis yang dicurigai, MRI dengan penambahan kontras dan

visualisasi yang adekuat dari frontal basal dan area temporal adalah diperlukan.

o EEG dapat dilakukan jika ensefalitis atau kejang subklinis dicurigai pada pasien

yang terganggu, Periodic lateralized epileptiform discharges (PLEDs) seringkali

terlihat pada ensefalitis herpetic.

Prosedur

o Pungsi Lumbal merupakan prosedur penting yang digunakan dalam mendiagnosis

meningitis viral. Prosedur potensial lain, tergantung pada indikasi individu dan

keparahan penyakit, termasuk monitoring tekanan intrakranial, biopsi otak, dan

drainase ventricular atau shunting.

Penemuan Histologis

o Dikarenakan dari angka mortalitas rendah dengan meningitis viral akut, gambaran

patologis lain dibandingkan dengan respon limfositik dalam CSF secara umum

bukan merupakan bukti. Leptomeningea yang terdapat inflamasi dengan PMN dan 19 | P a g e

Page 20: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

sel mononuklear pada fase akut penyakit. neuronophagia, dan peningkatan jumlah

sel mikroglia telah dicatat pada specimen dari sejumplah pasien yang meninggal

karena enchepalitis virus.

F. Diagnosis Banding 7

Acute Disseminated Encephalomyelitis

Aseptic Meningitis

Brucellosis

Cytomegalovirus Encephalitis

Herpes Simplex Encephalitis

G. Penatalaksanaan7

Perawatan Medis

Terapi untuk meningitis viral kebanyakan suportif. Istirahat, hidrasi, antipiretik, dan

medikasi nyeri atau anti inflamasi dapat diberikan jika diperlukan, Keputusan yang paling

penting adalah baik memberikan terapi antimikroba awal untuk meningitis bakteri

sementara menunggu penyebabnya untuk bias diidentifikasi. Antibiotik intravena harus

diberikan lebih awal jika meningitis bakterial dicurigai. Pasien dengan tanda dan gejala dari

meningoensefalitis harus menerima asiklovir lebih awal untuk mencegah encephalitis HSV.

Terapi dapat dimodifikasi sebagai hasil dari pewarnaan gram, kultur dan uji PCR

ketika telah tersedia. Pasien dalam kondisi yang tidak stabil membutuhkan perawatan di

critical care unit untuk menjaga saluran nafas, pemeriksaan neurologis, dan pencegahan dari

komplikasi sekunder.

Enterovirus dan HSV keduanya mampu menyebabkan septic shock viral pada bayi

baru lahir dan bayi. Pada pasien muda ini, broad spectrum antibiotic dan asikloviar harus

diberikan secepatnya ketika diagnosis dicurigai. Perhatian khusus harus diberikan terhadap

cairan dan keseimbangan elektrolit (terutama natrum(, semenjak SIADH telah dilaporkan.

Restriksi cairan, diuretic, dan secara jarang infuse salin dapat digunakan untuk

mengatasi hiponatremia. Pencegahan terhadap infeksi sekunder dari traktus urinarius dan

system pulmoner juga penting untuk dilaksanakan

20 | P a g e

Page 21: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Perawatan Pembedahan

Tidak ada terapi pembedahan yang biasanya diindikasikan. Pada pasien yang jarang dimana

viral meningitis berkomplikasi pada hidrosefalus, prosedur pemisahan CSF, seperti

ventriculoperitoneal (VP) atau LP shunting, dapat dilakukan. Ventriculostomy dengan

system pengumpulan eksternal diindikasikan pada kasus jarang dari hidrosefalus akut.

Kadangkala biopsy mening atau parenkim untuk diagnosis definitif dari infeksi viral

dibutuhkan. Monitoring tekanan intrakranial, dibutuhkan untuk beberapa kasus ensefalitis,

biasanya dilakukan di tempat tidur.

Medikasi

Kontrol simptomatik dengan antipiretik, analgetik dan anti emetic biasanya itu semua yang

dibutuhkan dalam management dari meningitis viral yang tidak komplikasi.

Keputusan untuk memulai terapi antibakterial untuk kemungkinan meningitis bakteri adalah

penting; terapi antebakterial empiris untuk kemungkinan patogen harus dipertimbangkan

dalam konteks keadaan klinis. Asiklovir harus digunakan pada kasus dengan kecurigaan

HSV (pasien dengan lesi herpetic), dan biasanya digunakan secara empiris pada kasus yang

lebih berat yang komplikasinya encephalitis atau sepsis.

Agen Antiviral: Terapi anti enteroviral masih dibawah investigasi untuk meningitis viral

dan dapat segera tersedia. Regimen anti HIV dan anti tuberculosis tidak dibicarakan

disini, tetapi sebaiknya digunakan jika infeksi ini dengan kuat mendukung secara klinis

atau telah dikonfirmasi dengan pengujian. Terapi empiris dapat dihentikan ketika

penyebab meningitis viral telah tegak dan meningitis bakterial telah disingkirkan

- Acyclovir (Zovirax): Untuk diberikan secepatnya ketika diagnosis herpetic

meningoencephalitis dicurigai. Menghambat aktivitas untuk kedua HSV-1 and

HSV-2. Dewasa: 30 mg/kg/hari IV dibagi q8h for 10-14 hari.

- Ganciclovir : untuk meningitis viral yang disebabkan oleh CMV. Dosis inisial : 5

mg/kg IV per-12 jam selama 14-21 hari. Sedangkan dosis maintenance adalah 5

mg/kgBB/hari.

21 | P a g e

Page 22: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

H. Prognosis 7

Penderita dengan penurunan kesadaran memiliki resiko tinggi mendapatkan sekuele

atau risiko kematian. Adanya kejang dalam suatu episode meningitis merupakan faktor resiko

adanya sekuele neurologis atau mortalitas.

2.2.2. Meningitis Bakterial.

Meningitis purulenta atau Meningitis bakterialis adalah suatu peradangan selaput otak yang

menimbulkan eksudasi berupa pus (purulen), disebabkan oleh kuman non spesifik dan non

virus.8

A. Etiologi dan faktor resiko8

Etiologi penyakit ini dihubungkan dengan usia penderita dan sejumlah faktor predisposisi

penjamu terhadap infeksi bakteri atau perubahan respons terhadap invasi MO. Tetapi perlu

diingat bahwa setiap MO dapat menimbulkan penyakit pada setiap usia. Berikut ini tabel

etiologi meningitis berdasarkan kelompok umur.

Tabel 1. Penyebab umum meningitis purulenta 9

Bakteri Patogen <3 bulan 3 bulan- <18 tahun 18-50 tahun >50 tahun

Streptoccocus grup B +

E.Coli +

Listeria monocytogenes + +

N. meningitidis + +

S. pneumonia + + +

H. influenzae +

Beberapa keadaan, kelainan atau penyakit yang memudahkan terjadinya meningitis antara lain:

1) Infeksi sistemik maupun fokal (septikemia, otitis media supurativa kronik, demam tifoid,

tuberkulosis paru-paru);

2) Trauma dan tidakan tertentu (fraktur basis kranii, pungsi/anestesi lumbal,

operasi/tindakan bedah saraf);

22 | P a g e

Page 23: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

3) Penyakit darah, penyakit hati;

4) Pemakaian bahan-bahan yang menghambat pembentukan antibodi;

5) Kelainan yang berhubungan dengan imunosupression misalnya alkoholisme,

agamaglobulinemia, diabetes melitus;

6) Gangguan/kelainan obstretik dan ginekologis.

B. Patofisiologi 8

Secara umum invasi kuman ke susunan saraf pusat (SSP) terjadi setelah kuman berhasil

menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia dapat tiba di SSP melalui lintasan-lintasan

berikut: kuman yang bersarang di mastoid dapat menjalar ke SSP perkontinuitatum. Sutura

memberikan kesempatan untuk invasi secara ini. Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral

merupakan penyebaran ke SSP secara langsung. Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga

dijumpai, misalnya arteri meningeal terkena radang dahulu. Dari arteritis itu kuman dapat tiba di

liquor dan meningens serta otak. Saraf-saraf tepi juga dapat digunakan sebagai jembatan bagi

kuman-kuman untuk tiba di SSP melalui perineurium. Sebenarnya ada penjagaan otak khusus

terhadap bahaya yang datang melalui lintasan hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak

atau “Blood Brain Barrier”. Pada toksemia atau septikemia “blood brain barrier” (BBB) terusak

dan tidak lagi bertindak sebagai sawar khusus, sehingga protein plasma, leukosit serta kuman

dapat masuk ke SSP. Dengan demikian proses radang dan reaksi imunologi dapat berkembang di

SSP.

Pada meningitis purulenta paling sering terjadi akibat penyebaran kuman secara

hematogen, berasal dari tempat infeksi yang jauh; bakteriemia sering mendahului atau terjadi

bersamaan dengan meningitis. Kuman-kuman masuk ke SSP secara hematogen atau langsung

menyebar dari kelainan di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia), dan jantung

(endokarditis). Selain itu perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan di dekat selaput

otak misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan trombosis sinus kavernosus. Invasi

kuman-kuman (meningokok, pneumokok, haemophilus influenza, streptokok) ke dalam ruang

subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.

Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi, dalam waktu

yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN) ke dalam ruang 23 | P a g e

Page 24: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan

histiosit dan dalam minggu ke dua sel-sel plasma. Eksudat yang terbentuk terdiri dari dua

lapisan, bagian luar mengandung leukosit PMN dan fibrin, sedangkan di lapisan dalam terdapat

makrofag.

Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat

menyebabkan trombosis, infark otak, udem otak, dan degenerasi neuron-neuron. Dengan

demikian meningitis purulenta dapat dianggap sebagai ensefalitis superfisial. Trombosis serta

organisasi eksudat perineural yang fibropurulen menyebabkan kelainan nervi kranialis (Nn. III,

IV, VI, VII, dan VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat aliran dan

absorpsi CSS, sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikan.

C. Gambaran klinis. 8

Pada anak, gambaran klinis berbeda dengan dewasa. Umumnya meningitis purulenta terjadi

secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang, napsu makan

berkurang, minum sangat kurang, konstipasi, diare. Biasanya disertai septikemia dan

pneumonitis. Kejang terjadi pada ± 44% anak dengan penyebab haemophilus influenza, 25%

oleh sreptokokus pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan

kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Selain itu dapat terjadi koagulasi

intravaskiularis deseminata (DIC). Tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku kuduk, tanda

kernig, Bruzinski, pontanela menonjol untuk sementara waktu belum timbul. Pada dewasa,

permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise

umum, kelemahan, nyeri otot dan punggung. Biasanya dimulai dengan gangguan saluran

pernapasan bagian atas. Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan,

hipotensi, dan takikardi karena septikemia. Gangguan kesadaran berupa letargi sampai koma

yang dalam dapat dijumpai pada penderita. Nyeri kepala bisa hebat sekali, rasanya seperti mau

pecah dan bertambah hebat bila kepala digerakan. Nyeri kepala dapat disebabkan oleh proses

radang pembuluh darah meningeal, tetapi dapat juga disebabkan oleh peningkatan tekanan intra

kranial yang disertai fotofobia dan hiperestesi. Suhu badan makin meningkat, tetapi jarang

disertai gemetar (chills). Kejang terjadi sekitar 20% kasus, koma 5 – 10% kasus dan berakibat

prognosis yang buruk, dan kelumpuhan saraf kranial pada 5% kasus.

24 | P a g e

Page 25: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

D. Diagnosis 8

Adanya gejala-gejala seperti panas yang mendadak dan tak dapat diketahui sebabnya, letargi,

muntah, kejang dan lain-lainnya, harus dipikirkan kemungkinan meningitis. Diagnosis pasti ialah

dengan pemeriksaan CSS melalui pungsi lumbal. Pada setiap penderita dengan iritasi meningeal,

apalagi yang berlangsung beberapa hari atau dengan gejala-gejala kemungkinan meningitis atau

penderita dengan panas yang tidak diketahui sebabnya harus dilakukan pungsi lumbal. Kadang-

kadang pada pungsi lumbal pertama tak didapati kelainan apapun. Keadaan demikian ini dapat

dijumpai pada penderita yang sebelumnya telah mendapat pengobatan antibiotika, tetapi pada

pembiakan ternyata ada bakteri. Walaupun pungsi lumbal merupakan faktor resiko untuk

terjadinya meningitis, untuk kepentingan diagnosis cara ini mutlak dilakukan.

Pada meningitis purulenta stadium akut terdapat leukosit PMN. Jumlah sel berkisar

antara 1000 –10.000 /mm3 dan pada kasus tertentu bisa mencapai 100.000 /mm3, dapat disertai

sedikit eritrosit. Bila jumlah sel diatas 50.000 /mm3, maka kemungkinannya adalah abses otak

yang pecah dan masuk ke dalam ventrikulus. Kadar protein meningkat umumnya di atas 75 mg

%, kadar klorida umumnya di bawah 700 mg%, kadar glukosa sangat turun, bila lebih rendah

dari 20 mg%, malahan bisa mencapai 0 mg%. Hal terakhir ini belum diketahui sebab-sebabnya.

Pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dapat menyokong diagnosa adalah :

Imunodiagnostik, yaitu pemeriksaan counter imunoelecthrophoresis dan CSS, aglutinasi

lateks, dan ELISA;

Pneumo-angiografi;

Foto polos tengkorak;

Foto dada;

Pemeriksaan EEG;

CT scan dan MRI;

Pemeriksaan lainnya, tes tuberkulin dilakukan untuk menentukan adanya proses spesifik,

pemeriksaan elektrolit diperlukan pada meningitis serosa karena dapat terjadi dehidrasi

dan hiponatremia terutama dalam 48-72 jam pertama. Pemeriksaan darah tepi untuk

menghitung leukosit dan memperoleh gambaran hitung jenis sel.

25 | P a g e

Page 26: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

E. Diagnosa Banding 8

1) Meningismus, pada meningismus juga terjadi iritasi meningieal, nyeri kepala, kaku

kuduk, tanda kernig, kejang dan koma. Meningismus kebanyakan terdapat pada bayi dan

anak yang lebih besar, dengan gejala tiba-tiba panas, terdapat tonsilitis, pneumonia,

pielitis, dapat terjadi bersamaan dengan apendisitis akut, demam tifoid, erisipelas,

malaria, batuk rejan. Pada CSS tidak terdapat kuman, sedangkan jumlah sel dan kadar

glukosa normal. Umumnya gejala-gejala hilang dalam beberapa hari dan tidak

meninggalkan gejala sisa.

2) Meningitis aseptik, merupaka radang selaput otak yang akut dan bersifat self limited.

Dalam CSS terdapat peningkatan limfosit, tetapi CSS tetap steril dan kadar glukosa

normal.

3) Meningitis tuberkulosa, memberikan gambaran klinis yang hampir sama, namun dapat

dibedakan dengan pemeriksaan lumbal pungsi, dengan gambaran CSS yang serous dan

jumlah sel antara 10 – 500 /mm3 dan kebanyakan limfosit. Kadar glukosa rendah, antara

20 – 40 mg%. Kadar klorida < 600 mg%.

4) Infeksi lain, abses otak, abses intrakranial atau spinal epidural, endokarditis bakteri

disertai emboli, empiema subdural dengan atau tromboflebitis dan tumor otak dapat

menunjukan gejala-gejala yang sama. Untuk membedakannya tergantung atas

pemeriksaan CSS. 8

F. Komplikasi 8

Dapat terjadi sebagai akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat.

Komplikasi yang mungkin ditemukan ialah efusi subdural, empiema subdural, ventrikulitis,

abses serebri, skuele neurologis berupa paresis atau paralisis sampai deserebrasi, hidrosefalus

akibat sumbatan pada jalannya atau resorbsi atau produksi CSS yang berlebih, gangguan

elektrolit. Pada pengawasan yang lama mungkin akan ditemukan tanda-tanda retardasi mental,

epilepsi maupun meningitis berulang.

26 | P a g e

Page 27: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

G. Pengobatan 8

Meningitis termasuk penyakit gawat darurat, karena itu penderita harus menginap di

rumah sakit untuk perawatan dan pengobatan intensif. Perawatan Umum; penderita perlu

istirahat mutlak dan apabila infeksi cukup berat, maka penderita perlu dirawat di ruang isolasi.

Penderita yang dalam keadaan renjatan dan koma harus memperoleh perawatan dan pengobatan

yang intensif. Fungsi respirasi harus dikontrol secara ketat, perlu diberikan oksigen dan apabila

terjadi respiratori distress maka perlu pemasangan pipa endotrakeal atau trakeostomi.

Pemberian caiaran parenteral harus dipantau secara seksama. Adanya dehidrasi harus diperbaiki.

Keseimbangan antara cairan yang masuk dan keluar harus dijaga sebaik-baiknya. Dalam rangka

pemberian cairan ini, unsur elektrolit diperhitungkan. Dengan demikian keseimbangan elektrolit

harus dipertahankan. Adanya hiponatremi atau hipokalemi, harus segera diatasi.

Hal-hal lain yang harus diperhatikan adalah kemungkinan adanya kejang, DIC,

hiperpireksia, udem otak, dekubitus, flebitis, serta kekurangan gizi (dietnya). Penanganan status

konvulsivus; bila masuk status konvulsivus diberikan diazepam 0,5 mg/kgbb/kali intravena yang

dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang belum berhenti. Ulangan

pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis yang sama, tetapi diberikan

secara intramuskuler. Setelah kejang dapat diatasi, berikan penobarbital untuk dosis awal

neonatus 30 mg, anak < 1 tahun 50 mg, anak > 1 th 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan

rumatan diberikan penobarbital dengan dosis 8 – 10 mg/kgbb/hari dibagi dalam 2 dosis,

diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah pemberian dosis awal). Hari berikutnya dengan

dosis 4 – 5 mg/kgbb/hari dibagi dalam dua dosis. Bila tidak tersedia diazepam dapat diberikan

langsung penobarbital dengan dosis awal dan selanjutnya dosis rumatan.

Pemberian antibiotika harus cepat dan tepat, sesuai dengan bakteri penyebab dan dalam

dosis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotika dengan

spektrum luas dan sebaiknya diberikan secara parenteral. Karena penyebab utama meningitis

purulenta di Indonesia (Jakarta) ialah haemophilus influenza dan pneumokokus, sedangkan

meningokokus jarang sekali, maka diberikan ampisilin intravena sebanyak 200 – 400

mg/kgbb/hari dibagi dalam 4 – 6 dosis ditambah kloramfenikol 100 mg/kgbb/hari intravena

dibagi dalam 4 dosis. Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi lumbal ulangan dan bila

27 | P a g e

Page 28: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

ternyata menunjukan hasil yang normal, pengobatan seperti tersebut di atas masih dilanjutkan

dua hari lagi, tetapi bila masih belum normal pengobatan dilanjutkan dengan obat dan cara yang

sama seperti di atas atau diganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan uji resistensi

kuman.

Meningitis purulenta menduduki tempat tersendiri karena biasanya disebabkan oleh basil

Coliform dan Stafilokokus, malahan di RSCM 40,5% dari kasus yang disebabkan Salmonela sp.

Maka pengobatan yang dianjurkan sebagai berikut: Pilihan pertama Sefalosporin 200

mg/kgbb/hari intravena dibagi dalam dua dosis, dikombinasi dengan amikasin dengan dosis awal

10 mg/kgbb/hari intravena dilanjutkan dengan 15 mg/kgbb/hari atau dengan gentamisin 6

mg/kgbb/hari masing-masing dibagi dalam 2 dosis. Lama pengobatan pada neonatus ialah 21

hari. Sefalosporin dan Kotrimoksazol tidak diberikan pada bayi berumur < 1 minggu.

Terapi empirik untuk meningitis bakterialis adalah :

1). Dari komunitas

Ceftriakson 2x 2 gr IV

2). Paska VP shunt

Ceftazidim 2x2 gr plus

Vankomisin 2x1 gr

H. Prognosis 8

Prognosis bergantung pada beberapa keadaan, antara lain jenis kuman dan beberapa penyakit

pada permulaannya, umur penderita, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat, kecepatan

ditegakkannya diagnosis, antibiotika yang diberikan, serta adanya kondisi patologik lainnya yang

menyertai meningitis.

28 | P a g e

Page 29: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

2.3. Meningtis TBC

DEFINISI15

Meningitis TBC adalah infeksi mycobacterium tuberculosis yang mengenai arachnoid, piameter

dan cairan cerebrospinal di dalam sistem ventrikel.

Akibatnya akan terjadi infiltrasi sel radang disertai reaksi radang dari jaringan dan pembuluh

darah didalamnya. Juga terjadi eksudasi dari fibrinogen yang sesudah beberapa waktu akan

menjadi fibrin. Hal diatas yang disebabkan oleh toksin yang dibuat bakteri akan memberikan

gejala SINDROMA MENINGITIS yaitu berupa:

1) Demam

2) Nyeri kepala hebat

3) Gangguan kesadaran

4) Kejang – kejang

Dan adanya tanda RANGSANGAN MENINGEAL, berupa :

1) Kaku kuduk

2) Tes brudzinsky positif

3) Tes kernig yang positif

Meningitis Serosa adalah radang selaput otak arakhnoid dan piamater yang sering disebabkan

oleh kuman spesifik seperti Mycobacterium tuberculosa dan Spirochaeta pallida.

PATOGENESIS15

Meningitis tuberkulosis terjadi akibat reaktivasi lambat suatu infeksi pada daerah otak sendiri

dan paru – paru. Akibat reaktivasi terjadi penjalaran kuman tuberkulosis ke susunan saraf pusat

melalui bakteremia.

Kuman tuberkulosis yang dorman di dalam paru – paru akan aktif kembali jika terdapat

infeksi dan imunitas yang menurun. Terbentuk FOKUS RICH oleh kuman tuberkulosis pada

ruang subarachnoid di hemisfer serebri. Kuman tuberkulosis menyebar secara hematogen ke

29 | P a g e

Page 30: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Fokus Rich yang berada di ruang subarachnoid. Meningitis tuberkulosis baru terjadi setelah

kuman tuberkulosis menyebar langsung dalam ruang subarachnoid akibat ruptur dari fokus rich.

Keadaan dan luas lesi pada meningitis tuberkulosis tergantung dari jumlah dan virulensi

kuman serta keadaan kekebalan atau alergi penderita. Bilamana jumlah kuman sedikit dan daya

tahan tubuh penderita cukup baik, maka reaksi peradangan terbatas pada daerah sekitar tuberkel

perkijuan. Bilamana didapatkan reaksi hipersensitif yang hebat, maka akan terjadi meningitis

tuberkulosis yang luas disertai peradangan hebat dan nekrosis.

GEJALA KLINIS15

Gejala klinis meningitis tuberculosa disebabkan 4 macam efek terhadap sistem saraf pusat yaitu :

1) Iritasi mekanik akibat eksudat meningen, menyebabkan gejala perangsangan meningens,

gangguan saraf otak dan hidrosefalus.

2) Perluasan infeksi ke dalam parenkim otak, menyebabkan gejala penurunan kesadaran,

kejang epileptik serta gejala defisit neurologi fokal.

3) Arteritis dan oklusi pembuluh darah menimbulkan gejala defisit neurologi fokal.

4) Respons alergi atau hipersensitifitas menyebabkan edema otak hebat dan tekanan tinggi

intrakranial tanpa disertai hidrosefalus.

Gambaran klasik meningitis tuberkulosa terdiri dari :

1) Stadium Prodromal

2) Stadium ini berlangsung selama 1 – 3 minggu dan terdiri dari keluhan umum seperti :

3) Kenaikan suhu tubuh yang berkisar antara 38,2 – 38,90 C

4) Nyeri kepala

5) Mual dan muntah

6) Tidak ada nafsu makan

7) Penurunan berat badan

8) Apati dan malaise

9) Kaku kuduk dengan brudzinsky dan kernig tes positif

30 | P a g e

Page 31: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

10) Defisit neurologi fokal : hemiparesis dan kelumpuhan saraf otak

11) Gejala TTIK seperti edema papil, kejang – kejang, penurunan kesadaran sampai koma,

posisi dekortikasi atau deserebrasi.

12) Stadium perangsangan meningen

13) Stadium kerusakan otak setempat

14) Stadium akhir atau stadium kerusakan otak difus

Pembagian stadium meningitis tuberkulosis menurut Medical Research Council of Great Britain

( 1948 ) :

1) Stadium I :

Penderita dengan sedikit atau tanpa gejala klinik meningitis. GCS 15, tidak didapatkan

kelumpuhan dan sadar penuh. Penderita tampak tak sehat, suhu subfebris, nyeri kepala.

2) Stadium II :

Selain gejala diatas bisa didapat gejala defisit neurologi fokal, GCS 11-14

3) Stadium III :

Gejala diatas disertai penurunan kesadaran, GCS ≤ 10

PEMERIKSAAN PENUNJANG15

1. Pemeriksaan cairan serebrospinal ( CSS )

Pemeriksaan CSS merupakan kunci diagnostik untuk meningitis tuberkulosis.

Pemeriksaan CSS akan memberikan gambaran jernih / opalesen, kekuningan sampai

dengan xantokrom, tekanan meninggi.

Tes Nonne dan Pandy positif kuat menunjukkan peningkatan kadar protein.

Hitung sel meningkat 100 – 500, terutama limfositik mononuklear.

Kadar glukosa menurun < 40mg% tetapi tidak sampai 0 mg%.

Pada pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan biakan akan ditemukan kuman

mycobacterium tuberkulosis.

Bila beberapa cc CSS dibiarkan dalam tabung reaksi selama 24 jam akan terbentuk

endapan fibrin berupa sarang laba – laba.

31 | P a g e

Page 32: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

2. Pemeriksaan darah

Terdapat kenaikan laju endap darah ( LED )

Jumlah leukosit dapat meningkat sampai 20.000

Tes tuberkulin

Tes tuberkulin seringkali positif tetapi dapat negatif bila keadaan umum penderita buruk.

Foto roentgen thoraks

Umumnya menunjukkan tanda infeksi tuberkulosis aktif (infiltrat terutama di apex paru)

DIAGNOSA15

Kriteria diagnosis menurut Medical Research Council of Great Britain ( 1984 ) :

Penderita dengan pemeriksaan klinik yang sesuai pembagian klinik Medical Research

Council ( 1984 ) disertai dengan :

Kelainan CSS seperti pleositosis dengan dominan limposit, peninggian kadar protein dan

penurunan kadar gula serta natrium klorida. Pada isolasi dapat ditemukan kuman

tuberkulosis.

Kontak dengan penderita tuberkulosis positif

Tes mountox positif

Pada pemeriksaan fundus ditemukan tuberkel koroid.

Penderita dengan diagnosis tuberkulosis dan disertai demam, iritabilitas, penurunan

kesadaran sampai muntah, maka perlu dipikirkan kearah kemungkinan suatu meningitis

tuberkulosis.

Sedangkan kriteria diagnostik dari meningitis TB menurut Thwaites dkk dalam Journal of

Infectious Disease 2005 adalah 16 :

1. Definitif :

Klinis meningitis / meningoensefalitis plus

Analisa CSF tidak normal plus

Pewarnaan BTA + pada CSS (secara mikroskopis) dan atau kultur + untuk M.

Tuberkulosis dan atau PCR TB positif.

32 | P a g e

Page 33: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

2. Probable

Klinis meningitis atau meningoensefalitis plus

Analisa CSF tidak normal plus

Salah satu dari

BTA ditemukan pada jaringan lain

Foto torak sesuai dengan TB paru aktif

3. Possible

Klinis meningitis atau meningoensefalitis plus

Analisa CSF tidak normal plus

Salah satu dari :

Riwayat TB

Sakit > 5 hari

Gangguan kesadaraan

Tanda neurologis fokal

Dominasi mononuklear pada CSS

Rasio glukosa serum dengan LCS <0,5, CSS berwarna kekuningan (xantokrom)

33 | P a g e

Page 34: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Adapun skoring Meningtis TB adalah 16:

Variabel skor

Usia (tahun)

≥36

<36

2

0

Leukosit darah / ml

≥15.000

<15.000

4

0

Riwayat nyeri (hari)

≥6

<6

-5

0

Leukosit CSS / ml

≥900

<900

3

0

% Neutrofil

≥75

<75

4

0

Total skor ≤4 suspek meningitis TB

Total skor >4 bukan meningitis TB

KOMPLIKASI15

Komplikasi yang timbul pada meningitis tuberkulosis :

Oftalmoplegia

Pan arteritis hemiplegia

Hidrosefalus

Arachnoiditis

34 | P a g e

Page 35: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

PENGOBATAN15

Diberikan obat – obatan spesifik yaitu :

INH : Dewasa 5 mg / kgBB /hari p.o

Rifampisin : 10 mg/ kgBB / hari p.o

Etambutol : 20 mg / kgBB / hari p.o ; maksimal 1,2 gr/hari

Pirazinamid : 25 mg / kgBB / hari p.o ; maksimal 2 gr/ hari

Streptomisin: 20 mg/ kgBB/ hari i.m

Lama pemberian adalah 2 R-H-Z-E/S + 7-10 R-H-Z (2 bulan pertama diberikan Rifampisin,

INH, Prazinamid, Etambutol / Streptomisin, 7-10 bulan berikutnya diberikan rifampisin, INH,

Pirazinamid).

Selain itu juga tersedia OAT kombo yaitu ;

Rimstar : Rifampisin 150 mg, INH 5 MG, Pirazinamid 400 mg dan Etambutol 275 mg

Combipack : Rifampisin 150 mg, INH 300 mg, Etambutol 750 mg

PROGNOSA18

Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik, cacat mental, atau

meninggal tergantung : umur, jenis kuman, berat ringan nfeksi, lama sakit sebelum mendapat

pengobatan, dan kepekaaan kuman terhadap antibotik yang diberikan.

2.3. Ensefalitis

A. Pengertian

Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan,

1997). Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput

pembungkus otak dan medula spinalis.

35 | P a g e

Page 36: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro

organisme lain yang non purulent.

B. Etiologi.

a. Virus

b. Bakteri

c. Jamur

Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan Ensefalitis, misalnya bakteria,

protozoa, cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab Ensefalitis adalah

Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum. Encephalitis

bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer, 2000). Penyebab lain adalah

keracunan arsenik dan reaksi toksin dari thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air.

Penyebab encephalitis yang terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus

langsung menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi terdahulu.

Klasifikasi encephalitis berdasar jenis virus serta epidemiologinya ialah:

Infeksi virus yang bersifat endemic:

1. Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.

2. Golongan virus Arbo : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern equine

encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray valley

encephalitis.

Infeksi virus yang bersiat sporadik : rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster,

Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis, dan jenis lain yang dianggap

disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.

· Encephalitis pasca-infeksi : pasca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia, pasca-

mononukleosis infeksius, dan jenis-jenis lain yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang

tidak spesifik.

C. Tanda dan Gejala

1) Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia

2) Kesadaran dengan cepat menurun

36 | P a g e

Page 37: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

3) Muntah

4) Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di

muka)

5) Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misal

paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya

6) Perubahan perilaku

7) Gelisah

Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala :

kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks

tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.

D. Patofisiologi

Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran napas, dan saluran cerna. Setelah masuk ke dalam

tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :

· Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ tertentu.

· Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke organ dan

berkembang biak di organ tersebut.

· Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan selaput lender dan

menyebar melalui system persarafan.

Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis. Masa prodromal

berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri tenggorokan,

malais, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-

muntah, letargi, kadang disertai kakukuduk apabila infeksi mengenai meningen. Pada anak,

tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan,

pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku,

gangguan kesaadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afassia,

hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.

E. Manifestasi klinis.

37 | P a g e

Page 38: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Masa prodromal berlangsung anantara 1-4 hari, ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing

muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Kemudian di ikuti tanda

ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari ditribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala

tersebut berupa :

1. Gelisah

2. Iritabel

3. Streming attack

4. Perubahan perilaku

5. Gangguan kesadaran

6.Kejang

Kadang disertai tanda neurologis fokal berupa :

1) Afasia

2) Hemiparesia

3) Hemiplagia

4) Ataksia

5) Paralisis saraf otak

Tanda rangsangan meningela dapat terjadi bila peradangan mencapai meningen. Ruam kulit

kadang di dapatkan pada beberapa tipe ensefalitis misalnyapada enterovirus dan varisela zoster

f. Komplikasi

Komplikasi pada ensefalitis berupa :

1. Retardasi mental

2. Iritabel

3. Gangguan motorik

4. Epilepsi

5. Emosi tidak stabil

6. Sulit tidur

7. Halusinasi

8. Enuresis

9. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.

38 | P a g e

Page 39: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

g. Pemeriksaan Penunjang

Lumbal pungsi (pemeriksaan CSS)

1) Cairan warna jernih

2) Glukosa normal

3) Leukosit meningkat

4) Tekanan Intra Kranial meningkat

5) Protein agak meningkat

Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urin

1) Sukar oleh karena uremia berlangsung singkat

2) Dapat membantu mengidentifikasikan daerah pusat infeksi dan penyebab infeksi

CT Scan/ MRI

1) Membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran/ letak ventrikel, hematom, daerah cerebral,

hemoragic, atau tumor

EEG

1) Terlihat aktivitas listrik (gelombang) yang menurun, sosial dengan tingkat kesadaran yang

menurun

2) Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difu (aktivitas lambat bilateral)

h. Penatalaksanaan

1. Isolasi. Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan

pencegahan.

2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter :

1) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis

2) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis

3) Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan

dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara

intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah

kekambuhan (Victor, 2001).

4) Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.

3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak

39 | P a g e

Page 40: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

1) Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan jumlah cairan yang diberikan

tergantung keadaan anak.

2) Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk

menghilangkan edema otak.

3) Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan

edema otak.

4. Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang

diberikan ialah valium dan atau luminal.

1) Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali

2) Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama

3) Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis

5 mg/kgBB/24 jam.

5. Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit).

6. Penatalaksanaan shock septik

7. Mengontrol perubahan suhu lingkungan

8. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai

pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal

betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan

phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian.

Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah

memungkinkan pemberian obat per oral.10

2.4. Abses Serebri 11

A. Definisi

Abses serebri merupakan infeksi pyogenik yang terbatas pada jaringan parenkimal otak.

40% Infeksi supuratif pada jaringan parenkimal otak berasal dari infeksi lokal yang berdekatan

(sinus paranasal, telinga tengah dan sel mastoid). Disamping itu perlu dipertimbangkan juga

penyebab sekunder dari infeksi paru supuratif (abses paru, bronkiektasis dan endokarditis

bakterialis). Diperkirakan insiden abses otak relatif tetap stabil di era antibiotik.

40 | P a g e

Page 41: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Sekitar 1/3 dari seluruh kasus abses otak adalah akibat metastatis (hematogen), dan 20% kasus

dengan sumber yang tidak diketahui. 1 Diagnosis dini dan terapi yang adekuat dan tepat dapat

memberikan prognosis yang baik.

Insidens abses serebri diperkirakan 1 kasus/100.000 populasi per tahun. Insidens ini menurun

setelah 1950 sejalan dengan semakin meluasnya penggunaan antibiotik. Perbandingan prevalensi

antara pria dan wanita adalah 2-3 : 1.

75-90% merupakan abses soliter, dimana 35-45% berlokasi di lobus frontal, 30-40% di lobus

temporal, 15-20% di lobus parietal dan 15% di occipital, cerebellum dan batang otak.

B. Patogenesis

Mekanisme infeksi pada abses serebri:

Penyebaran langsung dari fokus primer (>50% kasus), seperti sinusitis, infeksi gigi, telinga

tengah, mastoid, yang dapat langsung menembus duramater atau tidak langsung mengikuti

vena.

Penyebaran melalui darah (25% kasus), berasal dari infeksi primer paru, jantung, dan kulit.

Separuh dari seluruh kasus abses hematogen berhubungan dengan infeksi kronis paru

(bronkiektasis, abses paru).

Paparan langsung organisme sebagai akibat trauma tembus kepala atau komplikasi tindakan

bedah saraf (35-40% kasus).

Stadium pembentukan abses serebri :

Stadium serebritis awal (hari 1-3) à reaksi radang perivaskular yang mengelilingi daerah

nekrotik, disertai edema.

Stadium serebritis lanjut (hari 4-9) à munculnya fibroblas dan neovaskular di tepi daerah

nekrotik.

Stadium pembentukan kapsul awal (hari 10-13) à pembentukan lapisan fibroblas yang

sempurna dengan serebritis yang menetap dan neovaskularisasi.

Stadium pembentukan kapsul lanjut (>hari 14 ) à penebalan kapsul yang kaya akan

kolagen yang reaktif.

41 | P a g e

Page 42: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

C. Diagnosis

Abses otak biasanya muncul sebagai suatu proses subakut dan gejala timbul dalam waktu

2 minggu. Tetapi bila lokasi di temporal cukup luas, maka gejala dapat timbul secara akut (hari)

atau kronik (bulan). Hal ini tergantung dari penekanan efek massa di otak.

Trias gejala klinis yang klasik adalah sakit kepala (75%), demam (40-80%) dan defisit

neurologis fokal (50%). 3,5,6

Frequency of Common Signs & Symptoms in Brain Abscess

Sign or Symptom Approximate Frequency

Headache ~75%

Mental Status Change ~50%

Fever 40-80% (higher % is in children)

Motor Weakness (e.g. hemiparesis) 30%

Cranial Nerve palsies 15-30%

Seizures 25-45%

Nausea & Vomiting 20-50%

Nuchal Rigidity 25-30%

Papilloedema 25-30%

Aphasia ~10%

Manifestasi klinis lebih dominan akibat tekanan intrakranial yang meningkat

dibandingkan dengan tanda-tanda infeksi. Variasi gejala tergantung antara lain oleh : derajat

virulensi, status imunologis, lokasi abses, jumlah lesi dan adanya meningitis / ruptur ventrikel.

Diagnosis tergantung dari:

1) adanya sumber infeksi

2) adanya peningkatan tekanan intrakranial

3) defisit fokal serebral atau serebelar

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit >10.000 (50%) atau meningkat > 20.000

(<5%), LED meningkat > 40 mm/jam (25-30%), dan peningkatan protein C reaktif (85-90%).

Pemeriksaan ini bukan merupakan indikator yang spesifik untuk inflamasi.

42 | P a g e

Page 43: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Neuroimaging

Gambaran CT-scan pada abses :

1) Early cerebritis (hari 1-3) à fokal, daerah inflamasi dan edema

2) Late cerebritis (hari 4-9) à daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona

central inflamasi.

3) Early capsule stage (hari 10-14) à gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi

pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran

ring enhancement.

4) Late capsule stage (hari >14) à terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses)

yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)

Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik, dikarenakan

sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri. Yang perlu

dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup

kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis,

hematom yang diserap dan granuloma.

Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis) dari CT

scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan keduanya antara lain :

umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring,

rasio lesi dan ring. Pada ½ kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini

menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter

abscess biasanya berkembang di medial.

Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang tersering dari

paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di daerah perbatasan massa

putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.

Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density tumor,

ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas.

D. Penatalaksanaan.

Terapi definitif untuk abses melibatkan :

1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa

2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses

43 | P a g e

Page 44: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)

4. Pengobatan terhadap infeksi primer

5. Pencegahan kejang

6. Neurorehabilitasi

Kortikosteroid

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi

penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi

penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam

peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam

intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.

Antibiotik

Initial Empiric Therapy for Brain Abscess in Immunocompetent Hosts

Drug Dose Frequency & Route

Cefotaxime (Claforan) 2 grams Every 4 hrs IV

OR

Ceftriaxone (Rocephin) 2 grams Every 12 hrs IV

AND

Metronidazole (Flagyl) 500 milligrams Every 6 hrs IV

AND

Nafcillin (Unipen, Nafcil) 2 grams Every 4 hrs IV

44 | P a g e

Page 45: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

OR

Vancomycin (Vancocin) 15 mg/kg body weight Every 12 hrs IV

Terapi baru-baru ini merekomendasikan sefalosporin generasi III menggantikan penisilin

ditambah dengan metronidazole untuk kuman anaerobik ditambah dengan vankomisin atau

nafsilin untuk antistafilokokal.

Studi menunjukkan bahwa cefotaxime dan ceftazidime merupakan antibiotik yang dapat

menembus kapsul abses dengan baik, dan hasil clinical trials juga mendukung keefektifitasan

terapi kombinasi cefotaxime dan metronidazole dalam pengobatan abses serebri.

Nafcillin digunakan pada penderita abses yang dicurigai menyebar secara hematogen.

Vancomycin biasa digunakan pada penderita post operasi abses atau abses serebri yang didapat

dari rumah sakit (hospital acquired).

Antibiotik digunakan selama 4-6 minggu.

Jika penyebabnya otogenik maka terapi empiricnya adalah :

Ceftazidim 2x2 gram iv

Metronidazole 3x500mg iv

Terapi bedah

Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan

tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi

merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan

stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan

pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.

Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti: small deep

abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage. Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak

ada perbedaan bermakna diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan

terapi eksisi dalam mengurangi risiko kejang.

Antikonvulsan

Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya terhadap

korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus per kasus

45 | P a g e

Page 46: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

(ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis,

EEG dan neuroimaging).

E. Prognosis

Dengan kemajuan diagnostik seperti penggunaan neuroimaging dan teknik neurosurgikal

serta penggunaan antimikrobial yang efektif dapat menurunkan risiko kematian dari 40%

menjadi 10%. Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50% penderita.

2.5. Toxoplasmosis pada HIV/AIDS 12

Toxoplasma gondii hidup dalam 3 bentuk: thachyzoite, tissue cyst (yang mengandung

bradyzoites) dan oocyst ( yang mengandung sporozoites). Bentuk akhir dari parasit diproduksi

selama siklus seksual pada usus halus dari kucing. Kucing merupakan pejamu definitif dari T

gondii. Siklus hidup aseksual terjadi pada pejamu perantara, (termasuk manusia ). Dimulai

dengan tertelannya tissue cyst atau oocyst diikuti oleh terinfeksinya sel epitel usus halus oleh

bradyzoites atau sporozoites secara berturut-turut. Setelah bertransformasi menjadi tachyzoites,

organisme ini menyebar ke seluruh tubuh lewat peredaran darah atau limfatik. Parasit ini berubah

bentuk menjadi tissue cysts begitu mencapai jaringan perifer. Bentuk ini dapat bertahan

sepanjang hidup pejamu, dan berpredileksi untuk menetap pada otak, myocardium, paru, otot

skeletal dan retina. Tissue cyst ada dalam daging, tapi dapat dirusak dengan pemanasan sampai

67oC, didinginkan sampai –20oC atau oleh iradiasi gamma. Siklus seksual entero-epithelial

dengan bentuk oocyst hidup pada kucing yang akan menjadi infeksius setelah tertelan daging

yang mengandung tissue cyst. Ekskresi oocysts berakhir selama 7-20 hari dan jarang berulang.

Oocyst menjadi infeksius setelah diekskresikan dan terjadi sporulasi. Lamanya proses ini

tergantung dari kondisi lingkungan, tapi biasanya 2-3 hari setelah diekskresi. Oocysts menjadi

infeksius di lingkungan selama lebih dari 1 tahun.

Transmisi pada manusia terutama terjadi bila makan daging babi atau domba yang

mentah yang mengandung oocyst. Bisa juga dari sayur yang terkontaminasi atau kontak

langsung dengan feces kucing. Selain itu dapat terjadi transmisi lewat transplasental, transfusi

darah, dan transplantasi organ. Infeksi akut pada individu yang imunokompeten biasanya

asimptomatik. Pada manusia dengan imunitas tubuh yang rendah dapat terjadi reaktivasi dari

infeksi laten. yang akan mengakibatkan timbulnya infeksi oportunistik dengan predileksi di otak.

46 | P a g e

Page 47: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Tissue cyst menjadi ruptur dan melepaskan invasive tropozoit (takizoit). Takisoit ini akan

menghancurkan sel dan menyebabkan focus nekrosis.

Pada pasien yang terinfeksi HIV, jumlah CD4 limfosit T dapat menjadi prediktor untuk

validasi kemungkinanan adanya infeksi oportunistik. Pada pasien dengan CD4 < 200 sel/mL

kemungkinan untuk terjadi infeksi oportunistik sangat tinggi. Oportunistik infeksi yang mungkin

terjadi pada penderita dengan CD4 < 200 sel/mL adalah pneumocystis carinii, CD4 <100 sel/mL

adalah toxoplasma gondii, dan CD4 < 50 adalah M. avium Complex, sehingga diindikasikan

untuk pemberian profilaksis primer. M. tuberculosis dan candida species dapat menyebabkan

infeksi oportunistik pada CD4 > 200 sel/mL.

Manifestasi klinis toxoplasmosis pada penderita AIDS dapat berupa Toxoplasma

ensefalitis, Toxoplasma pneumonitis dan toxoplasma chorioretinitis. Dari ketiga manifestasi ini,

ensefalitis lebih sering terjadi pada penderita AIDS .

Imunitas seluler yang diperantarai oleh sel T, makrofag dan aktivitas dari sitokin tipe 1

(interleukin [IL]-12 dan interferon [IFN]-gamma) berperan penting dalam infeksi T gondii

kronis. Interleukin 12 diproduksi oleh antigen presenting cells seperti sel dendrit dan makrofag.

IL-12 akan menstimulasi produksi dari IFN-gamma, suatu mediator mayor untuk proteksi

pejamu melawan intraseluler patogen. IFN-gamma kemudian akan menstimulasi anti aktivitas T-

gondii, tidak hanya dari makrofag tapi juga dari sel nonfagositosis. Produksi dari IL-12 dan IFN-

gamma distimulasi oleh CD-154 (juga dikenal sebagai ligand CD40) pada infeksi T.gondii pada

manusia. CD 154 (primer diekspresi pada aktivasi CD4 T sel) bekerja dengan diperantarai oleh

sel dendrit dan makrofag untuk mengsekresi IL-12, yang akan kembali meningkatkan produksi

dari IFN-gamma oleh sel T. TNF-alfa adalah sitokin esensial lain untuk mengendalikan infeksi

kronis T gondii.

Mekanisme bagaimana HIV menginduksi infeksi oportunistik seperti toxoplasmosis

sangat kompleks. Ini meliputi deplesi dari sel T CD4; kegagalan produksi IL-2, IL-12, dan IFN-

gamma; kegagalan aktivitas Limfosit T sitokin. Sel-sel dari pasien yang terinfeksi HIV

menunjukkan penurunan produksi IL-12 dan IFN-gamma secara in vitro dan penurunan ekspresi

dari CD 154 sebagai respon terhadap T gondii. Hal ini memainkan peranan yang penting dari

perkembangan toxoplasmosis dihubungkan dengan infeksi HIV.

47 | P a g e

Page 48: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Ensefalitis toxolasma biasanya terjadi pada penderita yang terinfeksi virus HIV dengan

CD4 T sel < 100/mL. Ensefalitis toxoplasma ditandai dengan onset yang subakut. Manifestasi

klinis yang timbul dapat berupa defisit neurologis fokal (69%), nyeri kepala (55%), bingung /

kacau (52%), dan kejang (29%)9. Pada suatu studi didapatkan adanya tanda ensefalitis global

dengan perubahan status mental pada 75 % kasus, adanya defisit neurologis pada 70% kasus,

Nyeri kepala pada 50 % kasus, demam pada 45 % kasus dan kejang pada 30 % kasus. 5 Defisit

neurologis yang biasanya terjadi adalah kelemahan motorik dan gangguan bicara. Bisa juga

terdapat abnormalitas saraf otak, gangguan penglihatan, gangguan sensorik, disfungsi serebelum,

meningismus, movement disorders dan menifestasi neuropsikiatri.

Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan serologi, biopsy jaringan, isolasi T

gondii dari cairan tubuh atau darah dan pemeriksaan DNA parasit.

Pada pemeriksaan serologi didapatkan seropositif dari anti-T gondii IgG dan IgM.

Pemeriksaan yang sudah menjadi standar emas untuk mendeteksi titer IgG dan IgM T gondii

yang biasa dilakukan adalah dengan Sabin-Feldman dye test, tapi pemeriksaan ini tidak tersedia

di Indonesia. Deteksi antibodi juga dapat dilakukan dengan indirect fluorescent antibody (IFA),

agglutinasi, atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Titer IgG mencapai puncak

dalam 1-2 bulan setelah infeksi kemudian bertahan seumur hidup. Anti bodi IgM hilang dalam

beberapa minggu setelah infeksi.

Pemeriksaan cairan serebrospinal pada penderita ensefalitis toxoplasma menunjukkan

adanya pleositosis ringan dari mononuclear predominan dan elevasi protein. 7

Pemeriksaan Polymerase chain reaction (PCR) untuk mendeteksi DNA T gondii dapat

berguna untuk diagnosis toxoplasmosis. Sensitifitas PCR pada cairan serebrospinal bervariasi

dari 12-70% (biasanya 50-60%) dan spesifisitasnya hampir 100%. PCR untuk T gondii dapat

juga positif pada cairan bronkoalveolar dan cairan vitreus atau aqueous humor dari penderita

toxopasmosis yang terinfeksi HIV. Adanya PCR yang positif pada jaringan otak tidak berarti

terdapat infeksi aktif karena tissue cyst dapt bertahan lama berada di otak setelah infeksi akut.

PCR pada darah mempunyai sensitifitas yang rendah untukdiagnosis pada penderita AIDS.

Toxoplasmosis juga dapat didiagnosis dengan isolasi T gondii dari kultur cairan tubuh

atau spesimen biopsy jaringan. Tapi diperlukan waktu lebih dari 6 minggu untuk mendapatkan

48 | P a g e

Page 49: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

hasil kultur. Diagnosis pasti dari ensefalitis toxoplasma adalah dengan biopsi otak, tapi karena

keterbatasan fasilitas, waktu dan dana sering biosi otak ini tidak dilakukan.

AAN Quality Standards subcommittee (1998) merekomendasikan penggunaan terapi

empirik pada pasien yang diduga ensefalitis toxoplasma selama 2 minggu, kemudian dimonitor

lagi setelah 2 minggu, bila ada perbaikan secara klinis maupun radiologi, diagnosis adanya

ensefalitis toxoplasma dapat ditegakkan dan terapi ini dapat di teruskan. Lebih dari 90% pasien

menunjukkan perbaikan klinis dan radiologik setelah diberikan terapi inisial selama 10-14 hari.

Jika tidak ada perbaikan lesi setelah 2 minggu, diindikasikan untuk dilakukan biopsi otak.

Terapi ensefalitis toxoplasma yang direkomendasikan adalah kombinasi pirimetamin 50-

100 mg perhari yang dikombinasikan dengan sulfadiazin 1-2 g tiap 6 jam. Pada pasien yang

alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari dengan

clindamicin 450-600 mg tiap 6 jam. Disamping itu perlu pemberian asam folinic 5-10 mg perhari

untuk mencegah depresi sumsum tulang. Bila pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat

diganti dengan Azitromycin 1200 mg/hr, atau claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone

750 mg tiap 6 jam. Terapi ini diberikan selam 4-6 minggu atau 3 minggu setelah perbaikan

gejala klinis

Pemeriksaan CT scan menunjukkan adanya lesi hipodens, multiple, bilateral dan

menyangat setelah pemberian kontras, seperti ringlike pattern pada 70-80% kasus. Lesi ini

berpredileksi di ganglia basalis dan hemispheric corticomedullary junction. Pemeriksaan MRI

lebih sensitif dibanding CT Scan. Ditemukannya lesi pada pemeriksaan CT Scan ataupun MRI

tidak patognomonik untuk ensefalitis toxoplasma. Lesi ini harus didiagnosis banding dengan

limfoma SSP dan criptococcus.

TERAPI

1) Pengobatan fase akut (3-6 minggu)

Pirimetamin :

BB < 50 kg : 2x25 mg/hari p.o

BB > 50 kg : 3x 25 mg/hari p.o

Klindamisin : 4x 600 mg/hari p.o

49 | P a g e

Page 50: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

2) fase rumatan

Pirmetamin dan klindamisin dengan dosis ½ dari doss fase4 akut atau menggunakan

kotrimoksazol 2x1. Fase rumatan diteruskan hngga pasen mencapai nilai CD4 >200

2. 6. Infeksi Jamur 13

Infeksi jamur SSP pada umumnya sangat jarang. Kecuali pada penderita diabetes yang sudah

menahun, paling sering ditemui pada keadaan immunocompromised seperti pasien dengan AIDS

atau setelah transplantasi organ. Karena kurangnya respon inflamasi, temuan neuroradiological

sering tidak spesifik. Meskipun hampir semua jamur dapat menyebabkan ensefalitis,

meningoencephalitis kriptokokus paling sering ditemui, diikuti oleh aspergillosis dan yang lebih

jarang lagi candidasis. candidasis Cerebral biasanya didahului oleh infeksi kandida yang sistemik

dan sering berhubungan dengan penggunaan kateter. Pada pasien imunokompeten, dapat nyata

sebagai lesi yang padat atau seperti abses dengan diferensial diagnosis abses piogenik. Pasien

dengan imunosupresif, temuan neuroradiological sering sulit diinterpretasikan. MRI

menunjukkan punctuate atau tanda hyperintensities yang merata pada T2WI, peningkatan

gadolinium sering tak tampak. Temuan ini saja tidak memungkinkan diagnosis spesifik, sehingga

keputusan pengobatan harus didasarkan pada parameter klinis dan temuan CSF.

Pada meningoencephalitis kriptokokus, peningkatan diffuse meningeal dan juga

ventriculitis dapat dilihat pada MRI. Temuan khas berupa lesi punctuate multiple, sering di

ganglia basalis. Hal ini merupakan karakteristik lesi cystic karena invasi kriptokokus di ruang

Virchow-Robin. Ini lah yang dikatakan les ”soap bubble lessins” dan memungkinkan diagnosis

sementara untuk pengobatan antijamur secepatnya. Pada pasien nonimmunodeficient atau pasien

dengan AIDS di bawah pengobatan antiretroviral yang sangat aktif, yang mengembangkan

immune reconsituation syndrome lesi dapat meluas menjadi cincin yang meningkat. Bahkan

dengan perawatan intensif (amfoterisin B dan 5-flucytosine), hasil sering jelek dan kematian

setinggi 70%. Pada pasien dengan AIDS jarang, dan lebih sering pada pasien yang memiliki

transplantasi sumsum tulang (Bone Marrow Transplantation), aspergillus adalah agen untuk

infeksi SSP oportunistik. Kematin tinggi pada pasien tersebut, dan diagnosis dini adalah wajib

jika ingin bertahan hidup. Laboratorium tidak selalu pastikan diagnosis infeksi jamur sehingga 50 | P a g e

Page 51: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

neuroimaging yang penting dalam menetapkan diagnosis. Temuan CT mungkin nonspesifik dan

diagnosis infeksi jamur sering dibuat secara retrospektif di otopsi. Tampilan aspergillus pada

infeksi SSP sangat bervariasi. penggunaan MRI, beberapa pola cerebral aspergillosis telah

dilaporkan: lesi edematous, lesi hemoragik,lesi solid disebut sebagai aspergilloma atau "tumoral

form" abscess-like ring-ike lesions (Gambar. 1), dan infarction-like lesions. Dural enhancement

biasanya dilihat pada lesi terinfeksi yang berdekatan dengan sinus paranasal.

Gambar 1: Coronal T1WI after gadolinium enhancement. Patient after bone marrow transplantation with aspergillus

encephalitis. Ring-enhancing lesion with perifocal edema and mass effect compressing the lateral ventricle.

Pada MRI, lesi dapat menunjukkan area isointense atau intensitas sinyal yang rendah

pada T2WI, yang dihubungkan dengan jamur hypercontaining yang mengandung unsur

paramagnetik seperti mangan, besi, dan magnesium, tetapi bisa juga berkaitan dengan kerusakan

produk darah. kortikal dan subkortikal infark dengan atau tanpa perdarahan merupakan temuan

umum pada infeksi aspergillus yang dijelaskan oleh infiltrasi jamur pada dinding pembuluh

darah dan thrombosis. Pengakuan dari tampilan pol radiologi pada pasien dengan aspergillosis

otak sangat membantu dalam menegakan diagnosis dini. Pasien dengan AIDS dan setelah BMT,

yang mengalami immunoincompetent, sering tidak menunjukkan peningkatan atau edema

perifocal.

Terapi :

51 | P a g e

Page 52: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Pengobatan untuk meningitis kriptokokus :

Fase akut :

Minggu 1-2

Ampoterisin-B 0,7 – 1mg/kg/hari. Dalam infuse dextrose 5% dan diberikan selama 4-6

jam dan jangan dilarutkan dengan NaCl

Flukonazol 800mg/hari p.o

Minggu 3-10

Flukonazol 800mg/hari p.o

Fase rumatan

Flukonazol 200mg/hari p.o

52 | P a g e

Page 53: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

BAB III

KESIMPULAN

Infeksi pada sistem syaraf pusat dan pada jaringan disekitarnya merupakan kondisi yang

mengancam jiwa. prognosis tergantung pada identifikasi tempat dan jenis pathogen yang

menyebabkan terjadinya inflamasi sehingga bisa diberikan pengobatan anti biotic yang efektif

secepat mungkin.

Oleh karena analisis LCS, biopsy, dan analisis laboratorium merupakan Gold standard

untuk mengidentifikasi pathogen penyebab meningitis, neuroimaging merupakan pemeriksaan

yang sangat penting untuk menggambarkan letak lesi pada otak dan medulla spinalis. gambaran

pola lesi menentukan diagnosis yang tepat dan menentukan tatalaksana terapi selanjutnya.

khususnya, neuroimaging memiliki peran yang sangat penting pada penyakit-penyakit

oportunistik, bukan hanya untuk penegakan diagnosis, namun juga untuk memantau respon

terapi.

53 | P a g e

Page 54: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

Daftar Pustaka

1) Adams RD, Victor M, Ropper AH.Principles of Neurology. 7th edition. New York:

McGraw-Hill;1997.

2) Wahyu. Bagaimana Mencegah Infeksi Otak. Kesehatan. [serial online] 2011 [cited 2011

Jan 25]. Available from: URL: http://indonews.org/bagaimana-mencegah-infeksi-otak/

3) Mardjiono, Prof.dr. Mahar dan Sidharta, Prof.dr. Priguna, 2008, mekanisme infeksi

susunan saraf, hal 303-331, Dian Rakyat, Jakarta.

4) Geyik MF, Kokoglu OF, Hosoglu S, Ayaz C . Acute Bacterial Meningitis as a

complication of otitis media and related mortality factors. Yansei Med. J,2002.43:573-8.

5) Anonym. Meningitis Bakterial. [serial online] 2011 [cited 2011 Jan 27]; Available from:

URL: http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/meningitis-bakterial.html

6) Harsono. Buku Ajar Neurologi Klinis. PERDOSSI. Gajah Mada University Press,

Yogyakarta, 1996; 161-167.

7) Satria. Meningitis viral. [serial online] 2011 [cited 2011 Jan 27]; Available from: URL:

http://satriaperwira.wordpress.com/2010/07/06/meningitis-viral/

8) Anonim. meningitis purulenta. http://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/meningitis-

purulenta/

9) http://mardino25.blogspot.com/2012/03/makalah-ensefalitis.html

10) dr. octaviani. http://neurology.multiply.com/journal/item/9/Abses-Serebri

11) dr. Herlyani Khosama. http://neurology.multiply.com/journal/item/32/Manifestasi-Klinis-

Ensefalitis-Toxoplasma

54 | P a g e

Page 55: Refrat Infeksi Intrakranial Grace

12) http://onlineallarticles.blogspot.com/2011/03/makalah-infeksi-sistem-saraf-pusat.html

13) dr. Iskandar Japardi. Infeksi Jamur pada Susunan Saraf Pusat. Fakultas Kedokteran

Bagian Bedah Umniversitas Sumatera Utara

14) Anonim.http://hesa-andessa.blogspot.com/2010/04/anatomi-fisiologi-otak-dan

peredaran.html

15) http://ifan050285.wordpress.com/2010/02/28/meningitis-tbc/

16) PERDOSSI.Handout Workshop Neuro-infeksi 1. 11 Februari 2011

17) Dr ISKANDAR JAPARDI.CAIRAN SEREBROSPINAL.Fakultas Kedokteran Bagian

Bedah Universitas Sumatera Utara 2002

18) http://forbetterhealth.files.wordpress.com/2009/01/meningitis.pdf

55 | P a g e