94514968-MANAJEMEN-PUSKESMAS
-
Upload
joe-by-bay -
Category
Documents
-
view
8 -
download
3
Transcript of 94514968-MANAJEMEN-PUSKESMAS
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional
(SKN) bertujuan agar terciptanya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk,
untuk mewujudkan tujuan tersebut, perlu diupayakan pelayanan kesehatan yang
bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan terjangkau (Depkes RI, 2004)1.
Rumah sakit merupakan suatu tempat penyelenggaraan kegiatan pelayanan
kesehatan berupa kegiatan rawat jalan, rawat inap, darurat dan pelayanan penunjang
medis juga tempat pelaksanaan kegiatan pendidikan dan penelitian (Depkes RI, 2000
dan Ristrini, 2005) 1.
Saat ini rumah sakit rujukan bagi Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) di seluruh
Indonesia berjumlah 237 buah, sementara untuk Sumatera Utara berjumlah sembilan
buah yakni Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan,
Rumah Sakit Bhayangkara Medan, Rumah Sakit Kesdam II Bukit Barisan, Rumah
Sakit Haji Medan, Rumah Sakit HKBP Balige Tapanuli Utara, Rumah Sakit Umum
Lubuk Pakam Deli Serdang, Rumah Sakit Kabanjahe Tanah Karo dan Rumah Sakit
Umum Pematang Siantar (Depkes RI, 2007) 1.
Di Sumatera Utara, secara kumulatif pengidap HIV dan kasus AIDS sampai
April 2009 terdiri dari 1680 orang, 872 orang (52%) penderita HIV, dan 808 orang
(48%) penderita AIDS, tercatat sampai bulan April 2009 meninggal 124 orang. Di Kota
Medan menempati urutan pertama dari 1181 orang yang teridentifikasi HIV/AIDS,
yakni terdiri dari HIV berjumlah 600 orang (50,1%) dan AIDS berjumlah 581 orang
(49,9%) (Dinkes Provinsi Sumut, 2009) 1.
Kualitas hidup penderita HIV/AIDS menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan
mental, dinilai dari dari fungsi fisik, psikologi, sosial dan lingkungan (WHO, 2004). Di
Indonesia peningkatan kualitas hidup diterjemahkan dengan pemberian obat ARV.
1
Belajar dari pengalaman USA dan Brazil tahun 1996 yang dapat menekan angka
kematian dan meningkatkan kualitas hidup penderita HIV 40% sampai 70%, maka di
Indonesia peningkatan kualitas hidup diterjemahkan dengan pemberian obat ARV
(Depkes, 2005). Obat ARV (antiretroviral therapy) adalah obat penghambat
perkembangan penyakit HIV, secara nyata tidak menyembuhkan HIV tetapi memberi
kesempatan penderita hidup lebih lama, sehat, produktif, jarang rawat inap dan dapat
beraktivitas normal 1,5.
Prosedur pemberian obat ARV membutuhkan pelayanan pendukung yaitu
pelayanan diagnostik, perawatan dan konseling.. Pelayanan diagnostik berupa
pelayanan laboratorium. Pelayanan keperawatan berupa: a). Pengobatan infeksi
oportunistik, b). Pelayanan gizi, c). Pengobatan paliatif, d). Antiretroviral Therapy
(ART) sedangkan konseling berupa: a). Voluntary Counseling and Testing (VCT), b).
Manajemen kasus oleh case manager. Kualitas hidup penderita HIV/AIDS sewaktu-
waktu dapat memburuk karena, penyakit HIV berubah menjadi penyakit kronis, adanya
dampak mengkonsumsi obat Anti Retro Viral (ARV) seumur hidup, kegagalan terapi,
infeksi oportunistik, depresi, dijauhi masyarakat, semua hal tersebut di atas
mempengaruhi kualitas hidup penderita HIV/AIDS 1,5.
Dalam program penanggulangan HIV/AID tersebut, diperlukan manajemen
kesehatan yang baik agar semua sumber daya dapat dipakai secara efektif dan efisien.
Oleh kerana itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai manajemen kesehatan
dalam program penanggulangan HIV/AIDS 1.
1.2. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2
2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis serta
pembaca, terutama mengenai manajemen kesehatan dalam program
penanggulangan HIV/AIDS
3
BAB 2
ISI
2.1. Manajemen
Kata manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu dari asal kata manus yang berarti
tangan dan agere yang berarti melakukan. Kedua kata itu digabungkan menjadi kata
kerja managere yang artinya menangani. Manegere diterjemahkan ke dalam bahasa
Inggris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan
manager untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan
(Usman, 2006)2.
Pengertian manajemen cenderung menunjukan variasi. Ada dua mazhab dalam
mendefinisikan manajemen. Mazhab pertama menekankan optimasi dan koordinasi
pemanfaatkan sumber-sumberdaya dan tugas-tugas ke arah pencapaian tujuan. Definisi
ini seperti diformulasikan oleh Szilagyi (1981) : “ Management as process of
interacting resources and tasks toward the achievement of stated organizational
goals”. Mazhab kedua menekankan fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan
seperti didefiniskan oleh Stoner (1992) : Management is the process of planning,
organizing, leading and controlling the work of organization members and using all
available organizational resources to reach stated organizational goals ” 2.
Beberapa batasan tentang manajemen banyak dibuat para ahli, diantaranya adalah 2:
1. Manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dengan
menggunakan orang lain (Terry);
2. Manajemen adalah seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain
(Follett);
3. Manajemen adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu orang atau lebih untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain guna mencapai hasil (tujuan)
yang tidak dapat dicapai oleh hanya satu orang saja (Evancevich);
4
4. Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumbersumber
daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
(Stones);
5. Manajemen adalah proses dimana pelaksanaan dari suatu tujuan diselenggarakan
dan diawasi (Encyclopedia of sosial sciences);
6. Manajemen adalah upaya mencapai tujuan yang diinginkan dengan menciptakan
lingkungan kerja yang menguntungkan (Koontz dan O’Donnell).
Manajemen kesehatan merupakan salah satu subsistem dalam Sistem Kesehatan
Nasional. Subsistem manajemen kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai
upaya administrasi kesehatan yang ditopang oleh pengelolaan data dan informasi
pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengaturan
hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan yang setinggitingginya 2.
Tujuan subsistem manajemen kesehatan adalah terselenggaranya fungsi-fungsi
administrasi kesehatan yang berhasil guna dan berdaya guna, didukung oleh sistem
informasi IPTEK dan hukum kesehatan, untuk menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan yang meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Subsistem manajemen kesehatan terdiri dari 4 (empat) unsur utama yakni administrasi
kesehatan, informasi kesehatan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta hukum
kesehatan. Dengan demikian administrasi kesehatan merupakan salah satu bagian dari
manajemen kesehatan (Sistem Kesehatan Nasional, 2004) Manajemen
2.2. Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen diadaptasi dari fungsi manajemen yang dikemukakan oleh
Terry dengan penambahan fungsi evaluating (Penilaian), sehingga fungsi-fungsi
manajemen Puskesmas adalah sebagai berikut 2:
a. Planning (Perencanaan);
5
b. Organizing (Pengorganisasian);
c. Actuating (Penggerakan Pelaksanaan);
d. Controlling (Pengawasan/Pembimbingan);
e. Evaluating (Penilaian).
Planning (Perencanaan) adalah sebuah proses yang dimulai dengan
merumuskan tujuan sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan untuk mencapainya.
Tanpa ada fungsi perencanaan, tidak ada kejelasan kegiatan yang akan dilaksanakan
oleh staf untuk mencapai tujuan. Melalui fungsi perencanaan akan ditetapkan tugas-
tugas pokok dan dengan tugas-tugas ini pimpinan program akan mempunyai pedoman
dan menetapkan sumber daya yang dibutuhkan untuk menjalankan tugas-tugas 2.
Organizing (pengorganisasian) adalah serangkaian kegiatan manajemen untuk
menghimpun semua sumber daya yang dimiliki dan memanfaatkannya secara efisien
untuk mencapai tujuan. Atas dasar pengertian tersebut, fungsi pengorganisasian juga
meliputi proses pengintegrasian semua sumber daya yang dimiliki2.
Actuating (directing, commanding, motivating, influencing) atau fungsi
penggerakan pelaksanaan adalah proses pembimbingan kepada staf agar mereka
mampu dan mau bekerja secara optimal menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan
kemampuan dan keterampilan yang dimiliki, dan dukungan sumber daya yang tersedia.
Kepemimpinan yang efektif, pengembangan motivasi, komunikasi, dan pengarahan
sangat membantu suksesnya pelaksanaan fungsi aktuasi 2.
Controlling (pengawasan dan pengendalian) adalah proses untuk mengamati
secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai rencana yang sudah disusun dan
mengadakan perbaikan jika terjadi penyimpanagan. Pelaksanaan fungsi manajemen ini
memerlukan perumusan standar kinerja (standard performance) 2.
Evaluating (Penilaian) adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau tingkat
keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan atau suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil
yang dicapai dengan tolok ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan
6
pengambilan kesimpulan serta memberikan saransaran yang dapat dilakukan pada
setiap tahap dari pelaksanaan program 2.
Meskipun kelima fungsi manajemen tersebut terpisah satu sama lain, tetapi sebagai
suatu kesatuan proses, dimana kelimanya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang
berhubungan satu sama lain. Kelima fungsi ini sifatnya sekuensial, artinya fungsi yang
satu mendahului fungsi yang lainnya, dimana aktivitas manajerial dimulai dengan
planning dan berakhir pada evaluating. Jika perencanaan (planning) telah disusun,
kemudian struktur organisasi dirancang sedemikian rupa agar setiap tugas dan
hubungan antar unit kerja dalam organisasi dapat merealisasikan rencana (organizing).
Jika struktur organisasi telah dirancang, maka pimpinan memilih dan menetapkan
personalia dengan kualifikasi yang tepat untuk menempati posisi dalam struktur
organisasi dan mengerjakan berbagai tugas. Kemudian individu atau tim yang bekerja
dalam organisasi digerakan dan diarahkan agar mereka bertindak atau bekerja efektif
untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan (actuating). Akhirnya semua aktivitas
atau operasi organisasi dikontrol untuk mengetahui sejauhmana hasil yang dicapai
sesuai dengan standar kinerja yang telah ditentukan (controlling), kemudian hasil yang
dicapai dibandingkan dengan tolok ukur atau kriteria kinerja yang telah ditetapkan,
dilanjutkan dengan kesimpulan dan saran-saran yang dapat dilakukan pada setiap tahap
pelaksanaan program (evaluating 2).
2.3.Manajemen dalam Program Penanggulangan HIV/AIDS
a. Planning
Perencanaan akan memberikan pandangan menyeluruh terhadap semua tugas,
fungsi dan peranan yang akan dijalankan dan menjadi tuntunan dalam proses
pencapaian tujuan secara efisien dan efektif. Perencanaan merupakan inti kegiatan
manajemen, karena semua kegiatan manajemen diatur dan diarahkan oleh perencanaan.
Dengan perencanaan, memungkinkan para pengambil keputusan dan pimpinan untuk
menggunakan sumber daya secara berdaya guna dan berhasil guna. Untuk menjadikan
7
organisasi dan manajemen efektif dan berkinerja tinggi diawali dari perencanaan
efektif2,3.
Adapun strategi yang dapat disusun untuk menangani kasus HIV/AIDS yaitu4,6:
• Meningkatkan dan memperluas upaya pencegahan yang nyata efektif dan
menguji coba cara-cara baru;
• Meningkatkan dan memperkuat sistem pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan untuk mengantisipasi peningkatan jumlah ODHA yang
memerlukan akses perawatan dan pengobatan;
• Meningkatkan kemampuan dan memberdayakan mereka yang terlibat
dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di pusat dan
di daerah melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan;
• Meningkatkan survei dan penelitian untuk memperoleh data bagi
pengembangan program penanggulangan HIV dan AIDS;
• Memberdayakan individu, keluarga dan komunitas dalam pencegahan HIV
dilingkungannya;
• Meningkatkan kapasitas nasional untuk menyelenggarakan monitoring dan
evaluasi penanggulangan HIV dan AIDS;
• Memobilisasi sumberdaya dan mengharmonisasikan pemamfaatannya di
semua tingkat.
b. Organizing
Apabila perencanaan telah selesai dilaksanakan, hal selanjutnya yang perlu
dilakukan ialah melaksanakan fungsi pengorganisasian (organizing). Ada 2 (dua) hal
yang perlu pengorganisasian, yakni : (1) Pengaturan berbagai kegiatan yang ada di
dalam RO, sehingga membentuk satu kesatuan program yang terpadu dan sinergi untuk
mencapai tujuan, dan (2) Pengorganisasian pegawai, yaitu pengaturan tugas dan
tanggung jawab setiap pegawai, sehingga setiap kegiatan dan program mempunyai
penanggung jawabnya.
8
Setelah merencanakan program penanggulangan HIV/AIDS tersebut, kemudian
dilakukan pembagian tugas yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program
tersebut4.
c. Actuating
Setelah perencanaan (planning) dan pengorganisasian (organizing) selesai
dilaksanakan, maka selanjutnya yang perlu dilakukan dalam manajemen adalah
mewujudkan rencana (plan) tersebut menjadi kenyataan. Ini berarti, rencana tersebut
dilaksanakan (implementating) atau diaktualisasikan (actuating)2,3. Aktualisasi rencana
dalam menangani kasus HIV/AIDS yaitu4:
1. Implementasi Program di Tanah Papua
Situasi epidemi di Tanah Papua (Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat)
menunjukkan tingkat prevalens 22% HIV positif di kalangan wanita penjaja seks
(WPS), sementara di masyarakat umum sudah melebihi 1%, yaitu sebesar 2,4%
(BPS dan Depkes, 2007). Pencegahan pada kelompok berisiko untuk transmisi
seksual menjadi perhatian utama disertai dengan intervensi pencegahan pada
masyarakat umum. Implementasi Program Penanggulangan HIV di wilayah ini
berciri sebagai berikut4:
• Populasi paling berisiko terutama untuk transmisi seksual merupakan fokus
utama intrevensi program pencegahan dengan penanganan yang intensif pada
kabupaten/kota dengan estimasi jumlah sub-populasi yang signifikan.
• Program pencegahan untuk sub-populasi rentan lainnya, terutama pencegahan
di kalangan orang muda melalui sekolah dan luar sekolah, serta program
pencegahan untuk laki-laki rentan melalui penjangkauan di tempat kerja formal
dan informal merupakan program pokok di Tanah Papua.
• Program Pencegahan HIV untuk sub-populasi ibu hamil dengan HIV untuk
penularan ke bayi dilakukan secara intensif pada kabupaten/kota dengan
estimasi jumlah wanita HIV positif yang signifikan. Jumlah wanita dengan HIV
9
positif pada kelompok risiko tinggi di Tanah Papua sebanyak 13.950 orang
berdasarkan estimasi tahun 2006.
• Program pencegahan penularan seksual untuk masyarakat umum dilakukan
dengan cakupan luas dan intensif di kabupaten/kota yang jumlah sub-populasi
berisiko signifikan. Program dilakukan dengan komunikasi multijalur melalui
media massa, komunikasi kelompok dan individu. Program ini menjamin akses
dan ketersediaan kondom di masyarakat secara luas.
• Program Perawatan, Dukungan dan Pengobatan disediakan untuk menjangkau
masyarakat secara luas. Program dilakukan dengan meningkatkan kapasitas
jaringan fasilitas kesehatan dasar dan rujukan untuk menjamin akses dan
kualitas pelayanan IMS, VCT, ART, dan pelayanan kesehatan lainnya.
• Program Mitigasi untuk mengurangi dampak sosio-ekonomi epidemi HIV
seperti program untuk anak yatim piatu dan anak terlantar akan dimulai di
Tanah Papua secara terbatas.
• Program Tanah Papua dilaksanakan dengan menyertakan tokoh masyarakat
adat dan agama dengan mobilisasi partisipasi masyarakat untuk menjamin
penerimaan masyarakat dan jangkauan program yang efektif.
2. Implementasi Program di Provinsi-Provinsi Lain
Selain program di 17 provinsi dan di Tanah Papua, juga dilaksanakan program
penanggulangan AIDS di provinsi lain. Sebaran jumlah populasi paling berisiko di
provinsi ini tidak lebih dari 20% dari jumlah populasi paling berisiko untuk seluruh
Indonesia. Pendekatan implentasi program di wilayah ini adalah sebagai berikut:
• Penjangkauan dan intervensi program pencegahan dilakukan untuk populasi
paling berisiko di kabupaten/kota dengan konsentrasi transmisi jarum suntik
dan sub-populasi transmisi seksual yang signifikan.
• Penyediaan program perawatan, dukungan dan pengobatan dilakukan pada
tingkat provinsi dengan penyediaan pelayanan di tingkat kabupaten yang
jumlah populasi berisiko dan ODHA yang signifikan.
10
d. Controlling dan Evaluating
Fungsi pengawasan berbeda dengan evaluasi program yaitu berbeda pada sifatnya,
sumber data, siapa yang melaksanakan dan waktu pelaksanaan. Persamaannya yaitu
bertujuan untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas pelaksanaan progam malfungsi
manajemen2,3.
Tabel 2.1.
Perbedaan Evaluasi dan PengawasanMK
Kriteria Evaluasi Pengawsan
Sumber
DataData sekunder dan primer Data Primer
Pelaks
anaPihak luar agar lebih objektif
pihak dalam
(manajer)
Waktu
biasanya setelah kegiatan
selesai dilaksanakan, tapi
juga bisa sebelum dan saat
kegiatan berlangsung
setiap saat sesuai
dengan fungsi
manajer
Sifat
1. Formatif
2. Sumatif : evaluasi
terhadap hasil/dampak
formatif: sebagai
bagian dari upaya
manajer untuk
memperbaiki tugas-
tugas staff, kualitas,
dan produktivitasnya
Program penanggulangan HIV/AIDS dilakukan oleh KPA di daerah untuk
menjamin program mencapai tujuan dan indikator kinerja yang ditetapkan.
Pengembangan kapasitas dilakukan baik melalui pelatihan dan sarana teknologi
11
informasi dan komunikasi. Peningkatan kapasitas kelembagaan antara lain dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut4:
• Pelatihan pelaksana program dan tenaga administrasi di tingkat kabupaten/kota
secara teknis.
• Studi banding dengan mengunjungi dan menganalisis kinerja kelembagaan
KPA di daerah tertentu yang telah memiliki bukti kesuksesan seperti adanya Perda
tentang AIDS, layanan AIDS di Puskesmas dengan biaya APBD, dokumen
kerjasama yang jelas dengan kepolisian, dukungan penuh dari masyarakat sipil,
dokumentasi melalui media massa.
• Monitoring dan pertukaran informasi melalui sarana teknologi informasi dan
komunikasi.
BAB 3
PENUTUP
Manajemen kesehatan merupakan salah satu subsistem dalam Sistem Kesehatan
Nasaional. Subsistem manajemen kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai
12
upaya administrasi kesehatan yang ditopang oleh pengelolaan data dan informasi
pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengaturan
hukum kesehatan secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan yang setinggitingginya 2.
Fungsi manajemen diadaptasi dari fungsi manajemen yang dikemukakan oleh
Terry dengan penambahan fungsi evaluating (Penilaian), sehingga fungsi-fungsi
manajemen adalah sebagai Planning (Perencanaan), organizing (Pengorganisasian),
actuating (Penggerakan Pelaksanaan), controlling (Pengawasan/Pembimbingan), dan
evaluating (Penilaian)2.
Untuk mencapai visi dan misi yang telah dibuat untuk menanggulangi
HIV/AIDS, perlu adanya suatu manajemen kesehatan. Jika pemikiran manajemen
diaplikasikan pada pelaksanaan program openanggulangan HIV/AIDS, paling tidak
akan diperoleh 5 (lima) manfaat, yaitu tercipta kinerja yang optimal, sehingga visi dan
tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif, tercipta peningkatan efisiensi
dan produktivitas kerja, akan tercipta keteraturan, keselarasan, kelancaran, dan
kelangsungan program, akan tercipta mutu dan kepuasan layanan kesehatan bagi para
pelanggan dan masyarakat, sehingga layanan semakin berkembang2.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ginting, D. 2009. hubungan model konstruk kepemimpinan dengan dorongan
perbaikan kualitas hidup penderita HIV/AIDS di rumah sakit rujukan pelayanan
HIV/AIDS di Sumatera Utara.
13
2. Sulaeman ES. Manajemen Kesehatan: Teori dan Praktek di Puskesmas.
Available from: http://galeri.blog.fisip.uns.ac.id/files/2011/12/Microsoft-Word-
BUKU-MANAJEMEN-KESEHATAN-REVISI-_Dr.-Endang-Sutisna_.pdf
3. Komoisi Penanggulangan AIDS. Strategi Nasional Penanggulangan HIV-AIDS
2007-2010. Available from:
www.undp.or.id/.../The%20National%20HIV%20&%20AIDS%20Strategy
%202007-2010%20(Indonesia).pdf
4. Suroyo. 2006. Pengembangan Pola Manajemen Pengelolaan Upaya Kesehatan
Kerja di Puskesmas Kota Tasikmalaya. Hal. 23-32. Available from:
eprints.undip.ac.id/18716/1/Suroyo.pdf
5. Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing
HIV/AIDS Secara Sukarela. Jakarta: Depkes RI
6. KPA, 2002. Ancaman HIV/AIDS di Indonesia Semakin Nyata, Perlu
Penanggulangan Lebih Nyata Komisi.
14