88715572 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
-
Upload
melly-ratna -
Category
Documents
-
view
268 -
download
12
Embed Size (px)
Transcript of 88715572 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik

Laporan Kasus
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF TIPE MANIK
Oleh :
Miako Pasinggi
060 111 6 208
Masa KKM : 24 Januari – 20 Februari 2011
Penguji :
Dr. L.F.J. Kandou, Sp.KJ
BAGIAN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2011

STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Na. Balqis Salim
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal lahir : Boroko, 5 September 1979
Status Perkawinan : Belum kawin
Pendidikan Terakhir : Tamat SMA
Suku/bangsa : Arab/Indonesia
Alamat : Tumumpa/Tuminting
Pekerjaan : Tidak ada
Agama : Islam
Tanggal MRS : 6 Februari 2011
Cara MRS : Diantar keluarga
Tanggal Pemeriksaan : 11 Februari 2011
Tempat Pemeriksaan : Ruang B RS.Prof.V.L. Ratumbuysang
II. WAWANCARA PSIKIATRI
Riwayat psikiatri diperoleh dari:
- Autoanamnesis dengan penderita sendiri pada tanggal 11 Februari 2011
- Alloanamnesis dengan orangtua (ayah) penderita pada tanggal 11 Februari 2011
Keluhan utama
Marah-marah dan memukul orang
Keluhan penyakit sekarang
- Autoanamnesis
Penderita mengakui bahwa penderita sering marah-marah, melempar barang, dan
sampai memukul orang jika kehendaknya tidak dituruti. Penderita juga melihat
sesosok pria yang berkulit putih, tinggi, dan hidungnya mancung. Pria tersebut
berbicara seperti menakut-nakuti penderita dan penderita merasa takut dan juga
jengkel.
- Alloanamnesis
Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, penderita mulai bicara sendiri dan
marah-marah tanpa sebab. Awalnya keluarga masih dapat menangani sikap 2

penderita. Namun akhir-akhir ini penderita mulai suka melempar barang dan
memukul apa saja apabila ada kehendak penderita yang tidak dituruti oleh
keluarga. Akhirnya orang tua penderita membawa penderita ke rumah sakit untuk
mendapatkan penanganan.
Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat gangguan psikiatri
Penderita tidak pernah mengalami gangguan psikiatri sebelumnya
- Riwayat gangguan medis
Kira-kira 5 tahun yang lalu pernah mengalami trauma capitis. Dari hasil CT-Scan
penderita tidak mengalami cedera yang berarti. 4 tahun yang lalu sempat berobat
ke dokter tetapi putus obat. 6 bulan yang lalu juga berobat ke dr.Mahama tetapi
keluarga tidak tahu obat apa yang dikonsumsi.
Penyakit jantung, hati, ginjal, dan asam urat disangkal.
- Riwayat penggunaan zat psikoaktif
Penderita tidak pernah mengkonsumsi alkohol dan rokok, serta tidak pernah
mengkonsumsi zat-zat psikoaktif lainnya.
Riwayat kehidupan pribadi
- Riwayat prenatalPenderita lahir normal dibantu oleh bidan di rumah
- Riwayat bayi sampai dengan kanak-kanak
Penderita tumbuh dan berkembang normal
- Riwayat masa remaja
Penderita melewati masa remajanya seperti teman-teman lainnya
- Riwayat masa dewasa
1. Riwayat pendidikan
Penderita sudah menamatkan SMA. Di sekolah penderita termasuk anak yang
rajin dan selalu mendapatkan juara.
2. Riwayat keagamaan
Penderita beragama Islam dan rajin beribadah
3. Riwayat psikoseksual
Penderita tidak pernah mengalami penyiksaan seksual semasa kecil
3

Orientasi seksual penderita adalah lawan jenis yang sebaya.
4. Riwayat perkawinan
Penderita belum menikah
5. Riwayat pekerjaan
Penderita pernah bekerja selama 1,5 tahun pada tahun 2005 – 2007 kemudian
berhenti karena merasa tidak nyaman dengan lingkungan pekerjaan. Dan
bekerja lagi selama 3 tahun di Dinas Perhubungan dari tahun 2007 samai
tahun 2010 dan berhenti bekerja pada bulan Agustus 2010 karena sakit.
6. Rwayat sosial
Penderita mempunyai hubungan yang baik dengan orangtua dan tetangga
sekitar rumah. Namun keluarga mengakui kalau penderita memiliki sikap yang
tertutup.
7. Riwayat pelanggaran hukum
enderita tidak pernah telibat dalam masalah hukum
8. Persepsi tentang diri dan kehidupan
Penderita merasa bahwa dirinya sakit
9. Impian, khayalan, dan nilai hidup
Penderita mempunyai bayangan akan cita-cita dan tujuan hidup
SILSILAH KELUARGA
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Penderita
4

III. STATUS MENTAL
1. Deskripsi Umum
- Penampilan
Penderita adalah seorang wanita, usia 30 tahun, sesuai umur. Berbaring dan
terfiksasi. Rambut tidak disisir, ekspresi wajah normal. Berpakaian rapi. Kuku
panjang. Disekitar lengan terdapat luka tanda cakar.
- Perilaku dan aktivitas psikomotor
Selama wawancara penderita menjawab pertanyaan tetapi jawaban yang
diberikan. Tetapi setelah dikoreksi kekeluarga, ada pertanyaan yang jawabannya
tidak sesuai.
- Sikap terhadap pemeriksa
Penderita tidak kooperatif dan bersikap seperti memusuhi.
2. Alam perasaan (mood) dan ekspresi afek
- Mood : Iritabel/Hipertimik
- Afek : Terbatas
3. Karakteristik bicara
Selama wawancara, penderita menjawab semua pertanyaan tetapi terdapat beberapa
jawaban yang tidak benar . Namun sesekali juga penderita mengalihkan pembicaraan,
artikulasi kurang jelas, bicara cepat, intonasi bervariasi. Jika disuruh mengulang
jawaban, penderita pasti langsung menjawabnya dengan intonasi tinggi atau berteriak.
4. Gangguan Persepsi
Penderita mengalami halusinasi audiotorik dan visual. Dimana penderita melihat
sesorang pria dengan kulit putih dan hidung tinggi. Dia tidak tahu itu siapa dan sering
menakut-nakuti penderita. Penderita juga mengalami waham kebesaran.
5. Proses Pikir
Bentuk pikiran : Wajar
Isi pikiran : Waham kebesaran
6. Sensorium dan kognisi
- Taraf kesadaran
Secara kualitatif berubah, namun tidak menurun secara kuantitatif.
- Orientasi
Waktu : Baik. Penderita bisa membedakan siang dan malam.
Tempat : Baik. Penderita mengetahui bahwa dirinya berada di RS
5

Orang : Baik. Penderita dapat mengenali orang-orang disekitarnya.
- Daya Ingat
Daya ingat jangka panjang : Tidak terganggu. Penderita dapat menyebutkan
nama tempat penderita bersekolah dari SD-
SMA.
Daya ingat jangka pendek : Tidak terganggu. Penderita
Daya ingat segera : Tidak terganggu. Penderita dapat mengulang 6
huruf dan angka yang diucapkan pemeriksa.
- Kemampuan baca dan menulis
Penderita dapat membaca dan menulis
- Kemampuan visuospasial
Penderita dapat menggambar jam beserta angka-angkanya
- Kemampuan menolong diri sendiri
Penderita dapat mandi sendiri tetapi untuk makan dan minum harus dibantu oleh
keluarga.
- Pengendalian impuls
Penderita sulit untuk mengendalikan amarahnya
- Pertimbangan dan tilikan
Daya nilai sosial : Terganggu
Penilaian realitas : Teranggu
Tilikan : Derajat 2
- Realiabilitas
Penjelasan yang diberikan penderita kadang-kadang tidak dapat dipercaya karena
adanya gangguan jiwa.
IV. PEMERIKSAAN FISIK INTERNA DAN NEUROLOGI
1. Status Interna
Keadaan umun : cukup
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital : TD: 120/80 mmHg, N: 80x/menit, R: 18x/menit, S:36,7 C
Kepala : Tidak ditemukan conjungtiva anemis maupun sclera ikteri
Thoraks : Jantung : SI-SII normal, bising (-)
Paru : Suara pernapasan vesikuler
6

Abdomen : datar, lemas, nyeri epigastrium (-), bising usus normal,
Hepar dan lien normal.
Ekstremitas : hangat, edema tidak ada, sianosis tidak ada.
2. Status Neurologi
GCS : 15
E: Buka mata spontan (4)
V: Berbicara spontan (5)
M: Gerakan sesuai perintah (6)
Pemeriksaan Nervus Kranialis
- Nervus Olfaktorius (NI)
Kesan normal
- Nervus Optikus (N.II)
Kesan normal
- Nervus Okulomotorius (N.III), Nervus Troklearis (N.IV), dan Nervus
Abducens (N.VI)
Kesan normal
- Nervus Trigeminus (N.V)
Kesan normal
- Nervus Facialis (V.II)
Kesan normal
- Nervus Vestibulokoklearis (N.VIII)
Kesan normal
- Nervus Glossofaringeus (N.IX) dan Nervus Vagus (N.X)
Kesan normal
- Nervus Aksesorius (N.XI)
Kesan normal
- Nervus Hipoglosus (N.XII)
Kesan normal
Fungsi sensorik : tidak terganggu
Fungsi motorik : kekuatan otot 5 5
5 5
7

Tonus otot n n
n n
Ekstrapiramidal Sindrom : Tidak ditemukan gejala ekstrapiramidal (Tremor,
Bradikinesia, rigiditas)
Refleks fisiologis : Normal
Refleks patologis : Tidak ditemukan reflex patologis
V. IKHTIAR PENEMUAN BERMAKNA
Berdasarkan anamnesis didapatkan penderita didapatkan penderita wanita
berumur 30 tahun, suku Arab, agama Islam, pendidikan terakhir tamat SMA,
pekerjaan tidak ada. Penderita dibawa ke RS Prof.V.L. Ratumbuysang Manado pada
tanggal 6 Februari 2011 dengan keluhan utama marah-marah dan memukul orang.
Pada pemeriksaan status mental, didapatkan penderita berpenampilan sesuai
dengan usianya, berpakaian sesuai. Selama pemeriksaan, penderita berbaring dan
terfiksas, tidak kooperatif dalam menjawab pertanyaan. Penderita dapat melakukan
kontak mata tapi mudah teralih.
Pada wawancara didapatkan suasana mood hipertimik, afek terbatas. Bicara
spontan, produktivitas baik. Gangguan persepsi berupa halusinasi audiotorik dan
visual. Dalam pertimbangan tilikan terhadap penyakit, termasuk tlikan derajat 3 yakni
penderita sadar bahwa mereka sakit tetapi melemparkan kesalahan pada orang lain.
VI. FORMULASI DIAGNOSTIK
Berdasarkan riwayat penderita, ditemukan adanya kejadian-kejadian yang
mencetuskan perubahan pola perilaku dan psikologis yang bermanifestasi timbulnya
gejala dan tanda klinis yang khas berkaitan adanya gangguan kejiwaan serta
ditemukan adanya distress dan disability ringan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian dapat disimpuklan penderita mengalami suatu gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan status interna dan status neurologi tidak ditemukan kelainan
yang mengindikasikan adanya gangguan medis umum yang secara fisiologis
menimbulkan disfungsi otak serta mengakibatkan gangguan jiwa yang diderita
selama ini. Adapun trauma capitis yang dialami penderita tidak bermakna berarti
8

karena pemeriksaan CT-Scan yang pernah dilakukan oleh penderita memberikan
hasil normal. Denga demikian gangguan mental organic (F00-F09) dapat
disingkirkan.
Pada anamnesis ditemukan penderita tidak merokok dan minum-minuman
beralkohol. Penderita juga tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang
sehingga kemungkinan gangguan mental akibat zat psikoaktif (F10-F19) juga dapat
disingkirkan.
Pada aksis 1 ditemukan adanya halusinasi audiotorik dan visual, dan juga
ditemukan adanya gejala negatif. Pada penderita gejala-gejala definitif adanya
skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan.
Selain itu juga ditemukan kegelisahan yang memuncak pada penderita. Maka
diagnosis pada penderita ini termasuk dalam “Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
(F25.0)
Pada aksis II tidak ada diagnosis.
Pada aksis III tidak ditemukan adanya kondisi medis umum yang berkaitan
dengan gangguan jiwa yang dialami penderita.
Pada aksis IV ditemukan adanya masalah psikososial, dimana pederita enggan
menceritakan masalahnya kepada orang lain dan tidak bisa bekerja akibat sering sakit
kepala.
Pada aksis V GAF 70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas
ringan dalam fungsi, secara umum masih baik.
VII. EVALUASI MULTIAKSIAL
Aksis I : F25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
Aksis II : Tidak ada diagnosis
Aksis III : Tidak ditemukan adanya kondisi medis umum yang berkaitan dengan
gangguan jiwa yang dialami penderita.
Aksis IV : Ditemukan adanya masalah psikososial. Dimana pendeita enggan
menceritakan masalahnya kepada orang.
Aksis V : GAF 70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan
dalam fungsi, secara umum masih baik.
9

VIII. DAFTAR MASALAH
a. Organobiologik
Tidak terdapat faktor genetik gangguan jiwa.
b. Psikologi
Penderita mengalami halusinasi audiotorik dan visual. Gampang marah dan
gelisah. Waham kebesaran juga ditemukan pada penderita.
c. Lingkungan dan sosial ekonomi
Penderita selalu menyimpan perasaannya sendiri. Enggan menceritakannya
pada orang lain. Pernah mengalami hal yang tidak menyenangkan
dilingkungan pekerjaan.
IX. RENCANA TERAPI
1. Biologik/Psikofarmaka
- Haloperidol 5 mg dosis 3x1
- Tryhexyphenidyl 2 mg 3x1
- Frimania 400mg 3x1
- Inj Lodomer/Stesolid/ 12 jam
2. Psikoterapi dan Intervensi Psikososial
a. Terhadap penderita
- Memberikan edukasi terhadap penderita agar memahami gangguannya lebih
lanjut, cara pengobatan, efek samping yang dapat muncul, pentingnya
kepatuhan dan keteraturan minum obat.
- Intervensi langsung dan dukungan untuk meningkatkan rasa percaya diri
individu, perbaikan fungsi sosial dan pencapaian kualitas hidup yang baik.
- Memotivasi dan memberikan dukungan kepada penderita agar penderita tidak
merasa putus asa dan semangat juangnya dalam menghadapi hidup ini tidak
kendur.
b. Terhadap keluarga
- Dengan psiko-edukasi yang menyampaikan informasi kepada keluarga
mengenai berbagai kemungkinan penyebab penyakit, perjalanan penyakit, dan
pengobatan sehingga keluarga dapat memahami dan menerima kondisi
10

penderita untuk minum obat dan kontrol secara teratur serta mengenali gejala-
gejala kekambuhan.
- Memberikan pngertian kepada keluarga akan pentingnya peran keluarga pada
perjalanan penyakit.
X. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
XI. DISKUSI
Pada penderita ditemukan halusinasi audiotorik dan visual walaupun tidak
terlalu menonjol. Waham juga tidak ditemukan pada penderita. Selama wawancara sikap
penderita tidak kooperatif, ekspresi wajah biasa, artikulasi kadang tidak jelas, volume
naik turun, pandangan tertuju pada pemeriksa tetapi kadang mengalihkan pandangan ke
arah lain, dan menjawab pertanyaan kadang tidak sesuai. Sesuai dengan PPDGJ III
penderita ini dikategorikan dengan Gangguan Skizoafektif Tipe Manik(F25.0).
Pada penderita ini diberikan Haloperidol 5 mg dengan pemberian 3 kali 1
tablet sehari dengan anjuran 5-15 mg/hari, Trihexyphenidyl 2mg dgn dosis 3 kali sehari.
Penderita juga diberikan Frimania (Lithium Carbonat) 400mg dengan dosis 3 kali sehari
dan injeksi lodomer/stesolid tiap 12 jam.
Pada penderita ini juga diberikan terapi lain berupa psikoterapi. Dalam hal ini
diberikan melalui edukasi terhadap penderita agar memahami gangguannya, cara
pengobatan, efek samping yang dapat muncul, pentingnya kepatuhan dan keteraturan
minum obat sehingga penderita sadar dan mengerti akan sakitnya, dan menjalankan
pengobatan secara teratur, tidak dengan terpaksa. Hal lain yang dilakukan adalah dengan
intervensi langsung dan dukungan untuk meningkatkan rasa percaya diri individu,
perbaikan fungsi sosial dan pencapaian kualitas hidup yang baik sehingga memotivasi
penderita agar dapat menjalankan fungsi sosianya dengan baik.
Keluarga penderita juga diberikan terapi keluarga dalam bentuk psikoedukasi
berupa penyampaian informasi kepada keluarga mengenai penyebab penyakit yang
dialami penderita serta pengobatannya sehingga keluarga dapat memahami dan menerima
kondisi penderita untuk minum obat dan kontrol secara teratur serta mengenali gejala-
11

gejala kekambuhan secara dini. Pengertian kepada keluarga akan pentingnya peran
keluarga pada perjalanan penyakit juga penting untuk disampaikan.
Prognosis penderita ini adalah dubia ad bonam karena tidak ada riwayat
gangguan psikiatri dalam keluarga dan tidak ada gangguan premorbid. Bila penderita taat
menjalani terapi, adanya motivasi dari penderita sendiri untuk sembuh, serta adanya
dukungan dari keluarga maka akan membantu perbaikan penderita.
XII. WAWANCARA PSIKIATRI
A Pemeriksa
B Penderita
C Ayah Penderita
A : Selamat siang
B+C : Siang..
A : Halo.. boleh menganggu? Kita mo ba tanya-tanya sedikit neh.
B : Ooo iyo boleh..
A : Perkenalkan kita dokter muda Miako. Ngana pe nama sapa dank?
B : Balqis
A : Nama lengkap dank?
B : Balqis Salmi
A : Kalau bagitu kita pangge Balqis jo neh. Ngana pe umur dank brp?
B : 30 tahun
A : Sekarang da kuliah atau kerja?
B : Kita kwa da kerja di Dinas Perhubungan
C : dia kwa klar SMA so nda kuliah. Langsung kerja. Tu hari pernah dah kerja di
toko deng ba honor di Dinas Perhubungan.
A : Kapan dank tu da kerja?
B : 2005. Dorang ja bilang kita papancuri
C : Nyanda katu. Dia da kerja di toko tu tahun 2005-2007 mar da berhenti gara-
gara depe bos da tuduh ba pancuri kong lima bulan kemudian ba honor di
Dinas perhubungan sampai bulan Agustus 2010.
A : Kong kiapa berhenti dank?
12

C : Gara-gara da sakit kepala jadi so nda kuat ba kerja. Dia kwa pernah da celaka
kira-kira 5 tahun yang lalu.
A : Bilqis kata tu hari da pernah celaka? Tahun berapa dank kira-kira?
B : 1997.
C : Nyanda katu, kira-kira tahun 2005
A : Kong dokter bilang apa?
C : Dokter da bilang apa katu Bilqis?
B : Nyanda apa kata.
A : Tu hari da sempat foto?
C : oo iyo tu hari da CT-Scan mar depe hasil nda apa2 kata.
A : Pernah da ke dokter lagi?
C : Iyo tu hari pernah ba checkup ke dr.Thomarius mar nda apa-apa kata.
A : Pernah le kata ba periksa di dr.Maham? Kapan?
C : Ooo klo itu gara2 dia so ja mengeluh sakit kepala, kira-kira 6 bulan yang
lalu.
A : Obata pa dank yg dokter da kase?
C : So lupa noh dokter.
A : Hmm Bilqis pe kegiatan skrg da apa?
B : Nyanda ada
C : Dia kwa kurang ja bolak-balik Bolmong-Manado.
A : Bilqis pe hobby apa dank?
B : Menyanyi deng nonton
A : klo cita-cita suka mo jadi apa?
B : Mo jadi dokter deng presiden (sambil tertawa). Klo so pulang dari RS kita
suka mo kerja di sini.
A : Bilqis tau so sekarang da dimna?
B : di RS noh.
A : Ini siang atau malam?
B : Siang
A : Kiapa skrg so di RS dank?
B : Nintau le pa dorang.
A : Bilqis kata ja marah-marah deng pukul orang?
13

B : ioo. Kita kwa pastiu klo dorang jaga larang-larang pa kita. Makanya kita ja
ba pukul.
A : kong kiapa ba pukul? Ada so orang ja bisik-bisik pa ngana?
B : iyo ada.. dia jaga se tako-tako pa qta. Dia ja bilang “Ada hoga..ada hoga”.
A : sapa yg bilang bagitu? Cowok atau cewek?
B : Cowok. Hidung tinggi kong putih.
A : Kong ngana takut dank pa dia?
B : Takut noh. Mar kita jengkel pa dia. (tangan dikepalkan seperti ingin
memukul)
C : Dia kwa depe orang tertutup. Nimau ja cerita-cerita deng orang. Biasa kurang
da melamun deng menangis sandiri.
A : Sejak kapan dank itu?
C : kira2 1 bulan yang lalu.
A : oo iyo dank makase neh torang so boleh ba tanya2
B+C : iyo sama2 dokter.
14

SKIZOFRENIA
1. Sejarah Skizofrenia
Menurut seorang ahli jiwa Dr. Dadang Hawari dalam bukunya Pendekatan Holistik
Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia, skizofrenia adalah kelainan otak yang kronis, parah dan
membuatnya tidak berfungsi, dan telah dikenal orang disepanjang sejarah. Skizofrenia juga
bisa diartikan sebagai suatu penyakit atau gangguan mental yang dapat memperburuk tingkah
laku, sikap, pemikiran, sensasi, dan persepsi (Hawari,2001). Penderitanya biasanya disebut
skizofren atau orang yang mengalami gangguan psikosis (penderita kesadaran jiwa). Penyakit
skizofrenia sendiri sebetulnya sudah ada sejak lama, tapi baru sekitar seratus tahun yang lalu
penyakit ini mulai ditemui dalam kepustakaan kedokteran. Skizofrenia pertama kalinya
diidentifikasi sebagai "demence precoce" atau gangguan mental dini oleh Benedict Muler
(1809-1873), seorang dokter berkebangsaan Belgia pada tahun1860. Supratiknyo( Hawari.
2001).
Menurut sejarah ada empat ilmuwan yang merupakan tokoh dari skizofrenia ini.
Mereka adalah Hughlings Jackson, Eugen Bleuler, Emil Kraeplin dan Kurt Schneider.
Keempat tokoh ini memiliki pandangan tersendiri tentang skizofrenia. Misalnya Hughlings
Jackson melihat gangguan skizofrenia dari adanya gangguan susunan saraf pusat otak, gejala-
gejala negatif yang muncul pada skizofrenia adalah akibat dari kerusakan otak sehingga
mengakibatkan gangguan perilaku manusia. Sedangkan menurut Eugen Bleuler skizofrenia
diakibatkan adanya keretakan proses berpikir dan ketidakmampuan seseorang melakukan
hubungan dengan dunia luar. Emil Kraepelin memandang bahwa skizofrenia merupakan
kemerosotan atau kemunduran dalam proses berpikir dan juga perasaan. Kraeplin juga
menyebutkan bahwa skizofrenia awalnya adalah “dementia praecox”, yaitu kemunduran daya
ingat sebelum waktunya, padahal skizofrenia biasanya ditemukan pada dewasa awal. Tapi
Kraeplin juga menemukan pada mereka yang di usia remaja awal. Sehingga kadang membuat
15

orang untuk cenderung menarik diri dan kehilangan dorongan kehendak dari dalam dirinya.
Terakhir menurut Schneider, dia lebih menekankan pada gejala yang lebih spesifik, bahwa
skizofrenia dilihat dari gejala seperti adanya halusinasi dan delusi. (Hawari,2001).
2. Definisi Skizofrenia
Skizofrenia adalah penyakit mental yang menyebabkan penderitanya memiliki
perilaku atau sikap yang aneh. Namun banyak para ahli menjelaskan tentang apa itu
skizofrenia, berdasarkan penelitian dan kasus-kasus yang mereka temui di lapangan atau
terhadap penderita skizofrenia itu sendiri.
Skizofrenia adalah kondisi psikotis dengan gangguan disintegrasi, depersonalisasi,
dan kebelahan atau kepecahan struktur kepribadian, serta regresi yang parah. Penderita selalu
melarikan diri dari realitas hidup, dan berdiam dalam dunia fantasinya. Dia tidak memahami
lingkungannya dan reaksinya selalu maniacal atau kegila-gilaan. (Kartono 1986).
Skizofrenia adalah kelainan otak yang kronis, parah dan membuatnya tidak berfungsi,
dan telah dikenal orang disepanjang sejarah. Skizofrenia juga bisa diartikan sebagai suatu
penyakit atau gangguan mental yang dapat memperburuk tingkah laku, sikap, pemikiran,
sensasi, dan persepsi (Hawari,2001).
Skizofrenia adalah salah satu gangguan yang sangat menyimpang dari berpikir
terhadap realitas yang ada. Berpikir, persepsi dan emosi yang buruk, penderita kadang
menarik diri dari interaksi sosial, dan juga individunya menunjukkan perilaku yang ganjil
(Feldman,2005). Meskipun banyak penelitian tentang skizofrenia, namun tiap simptom yang
ditunjukkan oleh penderita juga berbeda-beda, penderita skizofrenia menunjukkan pola yang
berbeda-beda. Penderita skizofrenia biasanya akan mengalami:
Delusi, penderita skizofrenia sering mengalami delusi, benar-benar tahan, keyakinan
yang tidak bisa tergoyahkan tanpa dasar terhadap realitas yang ada. Berdasarkan pengalaman
delusi dari penderita skizofrenia, bahwa penderita skizofrenia merasa hidupnya dikontrol oleh
16

orang lain, mereka disiksa oleh orang lain, pikiran mereka seperti disiarkan sehingga orang
lain bisa tahu apa yang sedang dia pikirkan Siddle&Stompe (Feldman,2005).
Halusinasi dan Gangguan persepsi, penderita skizofrenia tidak merasakan dunia
seperti orang lain. Mereka punya halusinasi, pengalaman merasakan sesuatu yang tidak
pernah ada. Lebih jelasnya, penderita skizofrenia sering mendengar, melihat atau mencium
sesuatu yang orang lain tidak bisa rasakan, bahkan terkadang mereka tidak bisa merasakan
tubuh mereka sendiri seperti orang lain. Penderita skizofrenia juga memiliki kesulitan dimana
tubuh mereka harus berhenti atau beristirahat, hampir sama dengan parkinson yang sulit
mengontrol tubuh mereka. Copolov ( Feldman,2003).
Gangguan Emosi, penderita skizofrenia terkadang menunjukkan emosi yang kosong
atau kurang, meski dalam situasi tertentu atau kadang tanpa emosi sama sekali. Sebaliknya
kadang penderita skizofrenia menunjukkan emosi yang berlebihan. Bahkan penderita
skizofrenia bisa tertawa atau marah-marah tanpa sebab yang jelas. Penderita skizofrenia juga
sering menutup diri, penderita skizofrenia biasanya tidak tertarik dengan dunia luar. Mereka
tidak bersosialisasi dengan orang lain atau berkomunikasi dengan dunia luar. Kadang yang
lebih ekstrem penderita skizofrenia mengurung diri, dan tidak mau bertemu dengan siapapun.
Mereka lebih suka mengurung diri di kamar, tempat yang tidak ada siapa-siapa selain dia
(Feldman,2005 ).
Skizofrenia secara bahasa dapat diartikan “Splitting of the mind” pikiran yang
terpecah, yaitu pecahnya antara pikiran dan emosi. Skizofrenia merupakan gangguan
psikotik, yang ciri-cirinya terdapat dalam pikiran, persepsi dan kesadaran
(Gazzaniga&Todd,2003). Skizofrenia tidak bisa disangkal merupakan penyakit atau
gangguan mental yang paling menghancurkan, bagi penderita skizofrenia dan juga keluarga
orang penderita skizofrenia. Skizofrenia sendiri kombinasinya adalah gerak, kognitif,
perilaku dan persepsi abnormal, merupakan hasil dari gangguan skizofrenia itu sendiri.
17

Beberapa penelitian menggolongkan skizofrenia menjadi dua golongan yaitu skizofrenia
simptom positif dan skizofrenia simptom negatif.
Skizofrenia simptom positif, ditandai dengan adanya delusi dan halusinasi yang
merupakan simptom yang paling banyak ditemui dalam skizofrenia. Delusi adalah kesalahan
seseorang terhadap apa yang dia percaya atau kebenaran yang salah. Halusinasi juga simptom
dari skizofrenia, halusinasi frekuensinya dengan pendengaran, meskipun terkadang juga
penglihatannya. Berikut contoh Halusinasi seorang penderita skizofrenia dalam buku
Gazzaniga&Tood,2003 :
“saya takut untuk pergi keluar, dan ketika saya melihat ke jendela sepertinya semua orang berteriak kepada saya “Bunuh dia, bunuh dia”. Ketika saya pergi ke supermarket orang-orang di sana mengatakan “Ayo berlindung…yesus di sana, sebagai jawaban kita” Dan hal itu semakin buruk terjadi pada saya.” (O’Neil,1984).
Itu merupakan contoh halusinasi suara, jadi penderita skizofrenia selalu mendengar
suara-suara yang tidak bisa didengar oleh orang lain. Suara itu selalu terngiang-ngiang dalam
pikiran orang yang menderita skizofrenia. Baru-baru ini ada penelitian tentang halusinasi,
bahwa halusinasi terkait dengan aktivitas di area kortek yang memproses external sensor
respon seseorang. Contohnya halusinasi pendengaran akan meningkatkan aktivitas di area
kortek (Gaazaniga&Todd,2003).
Kemudian simptom positif lainnya adalah kehilangan kesatuan, biasanya penderita
skizofrenia akan kehilangan kesatuan. Penderita skizofrenia akan mengalami perubahan,
seperti dia tidak tertarik saat membicarakan topik tertentu. Atau ketika ada sesuatu yang dia
lihat dia tidak akan cenderung membicarakannya. Namun bila ada hal yang tidak ada secara
realita maka akan dia bicarakan.
Simptom negatif skizofrenia, yaitu seringkali penderita skizofrenia menarik diri atau
mengisolasi diri mereka. Penderita skizofrenia biasanya menghindari kontak mata dan merasa
apatis. Mereka tidak memiliki ekspresi emosi ketika membicarakan subjek tertentu yang
membutuhkan ekspresi emosi, atau kadang berbicara secara datar.
18

Penyebab dari penyakit ini sampai saat ini masih sukar diketahui, memang banyak
pendapat yang berkembang, tentang penyebab dari skizofrenia, tapi untuk kejelasan yang
pasti memang sulit. Faktor- faktor yang menjadi penyebab skizofrenia ini juga beraneka
ragam, seperti faktor lingkungan, pendidikan, masalah hidup, faktor genetik, virus, atau
adanya malnutrisi (kekurangan gizi). Jadi masih banyak diperbincangkan sebenarnya
penyebab yang pasti dari gangguan skizofrenia ini apa. Orang hanya bisa melihat dari gejala
yang muncul saja.
Biasanya gejala awal skizofrenia muncul pada usia remaja akhir dan dewasa muda,
sehingga sering menyebabkan individu mengalami kegagalan dalam pencapaian hidupnya
sehingga terkadang mereka hanya menjadi beban keluarganya. Tapi yang lebih sering
gangguan skizofrenia muncul pada usia dibawah 45 tahun. Seseorang dikatakan skizofrenia
atau didiagnosis apabila perjalanan penyakitnya sudah berlangsung 6 bulan. Sebelumnya
diawali dengan gejala awal skizofrenia yaitu fase prodnormal. Biasanya penderita tidak bisa
berpikir secara rasional, perilaku aneh, menarik diri, tidak bisa beraktifitas seperti biasanya
atau malas.
3. Gejala-gejala Skizofrenia
Gejala yang tampak biasanya beragam, dari mulai gangguan pada alam pikir,
perasaan dan perilaku yang mencolok seperti penderita berbicara kacau, tidak rasional,
perasaan tidak menentu, marah tanpa sebab, agresif, sebentar dia bahagia lalu nanti bisa
sedih, lalu kadang penderita juga menarik diri dari lingkungan, tidak mau bicara, dan lebih
suka tertawa sendiri. Gejala mencolok di atas mudah dikenali, bahkan yang lebih ekstrim
kadang penderita bisa mengganggu orang lain, merusak benda-benda yang ada di sekitarnya.
Gejala-gejala skizofrenia sendiri dibedakan menjadi dua yaitu gejala positif dan
negatif. Gejala positf diantaranya seperti :
19

a. Delusi yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional tidak masuk akal, tapi penderita tetap
meyakini bahwa hal itu ada.
b. Halusinasi yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan. Misalnya penderita
mendengar suara-suara, padahal tidak ada suara apapun.
c. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraan penderita, misal dia suka
bicara kacau tanpa makna.
d. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat yang
berlebihan.
e. Merasa dirinya hebat dan jenius.
f. Pikiran penuh dengan curiga seakan-akan sedang ada yang mengancam dia
g. Menyimpan rasa permusuhan
Gejala negatif skizofrenia yaitu :
a. Alam perasaan yang tumpul atau ekspresi yang datar
b. Menarik diri dari dunia luar, tidak mau bergaul atau kontak dengan orang di sekitarnya
c. Kontak emosional yang kurang, diajak bicara hanya diam saja
d. Pasif dan apatis
e. Sulit dalam berpikir abstrak
f. Pola pikir stereotype
g. Tidak punya inisiatif atau usaha dan upaya.
4. Tipe-tipe Skizofrenia
a. Skizofrenia tipe Hebefrenik yaitu kacau balau yang ditandai dengan adanya inkoherensi
(pikiran yang tidak dapat dimengerti orang lain), tidak adanya ekspresi, tertawa sendiri,
halusinasi dan perilaku aneh.
20

b. Skizofrenia tipe Katatonik, tipe ini penderita lebih suka mengurung diri dan menarik diri dari
pergaulan, sehingga seperti patung diam saja. Sikap tubuh juga katatonik yaitu sikap yang
tidak wajar atau aneh.
c. Skizofrenia tipe Paranoid, penderita tipe ini mengalami gangguan alam perasaan yang hebat,
biasanya penderita merasakan kecemasan yang begitu hebat. Misal akan dibunuh, atau bisa
saja mengaku dirinya nabi dll.
d. Skizofrenia tipe Residual adalah biasanya penderita memiliki perasaan yang tumpul dan
tidak peduli dengan lingkunganya, dan juga pikiran yang tidak rasional. (Hawari,2001).
Secara klinis untuk mengatakan atau mendiagnosis seseorang menderita skizofrenia atau
tidak, ada tahapanya yaitu :
a. Delusi atau waham yang aneh, seperti hal-hal yang tidak masuk akal dalam kenyataan.
b. Delusi atau waham somatik (fisik), merasa dia yang paling besar, paling berkuasa.
c. Delusi atau waham dikejar-kejar. Mendengar suara, sehingga menurut penderita dia sedang
dikejar-kejar. Tapi belum sampai pada tahap kecemasan.
d. Halusinasi akan alat indera. Mendengar suara-suara. Melihat sesuatu, yang orang lain tidak
bisa lihat dan tidak ada suara apapun.
e. Perasaan tumpul atau datar
f. Deteriorasi ( kemunduran/kemerosotan ), yaitu fungsi adaptasi terhadap lingkungan sudah
tidak ada.
Setelah gejala-gejala ringan itu sudah berlangsung selama kurang lebih 6 bulan. Maka
segera harus diperikasakan untuk mendapatkan penanganan yang lebih lanjut.
5. Penyebab Skizofrenia
Penyebab skizofrenia saat ini masih sulit untuk ditentukan, apakah karena faktor
genetik, lingkungan, atau akibat dari stressor lainnya. Hal itu sampai sekarang masih menjadi
perdebatan di kalangan para peneliti. Namun berdasarkan penelitian yang ada, penyebab
21

skizofrenia dapat dibedakan menjadi tiga yaitu genetika, biokimiawi dan lingkungan. Berikut
penjelasan penyebab skizofrenia :
1. Faktor genetika
Studi keluarga menunjukan bahwa keluarga skizofrenik lebih mungkin mengembangkan
gangguan tersebut dibanding dengan orang-orang dari keluarga yang tidak menderita
skizofrenia. Kembar monozigotik (MZ) keduanya lebih mudah terkena skizofrenia
dibangdingkan dengan kembar dizigotik (DZ). Sekalipun misalnya kembar MZ dari penderita
skizofrenia tidak didiagnosis menderita skizofrenia, terdapat kemungkinan yang besar bahwa
dia akan abnormal dalam hal tertentu. Suatu ulasan tentang beberapa penelitian menunjukkan
bahwa hanya 13% dari kembar MZ penderita skizofrenia yang dianggap normal. Heston
( Atkinson, 1983)
Orang tua yang menderita skizofrenia lebih mungkin menularkan gangguan jiwanya
pada anak-anaknya melalui praktek membesarkan anak yang salah ketimbang melalui gen-
gen yang kurang baik. Kendatipun demikian suatu penelitian tentang anak-anak yang
memiliki ibu penderita skizofrenai tetapi dipisahkan dari orang tuanya, kemudian di asuh di
panti asuhan, memberikan bukti tambahan bagi yang mendukung hipotesis genetik. Anak ini
dinilai pada waktu dewasanya dibandingkan dengan kelompok kendali yang dilahirkan oleh
orang tua normal dan dibesarkan di panti asuhan. Skizofrenia ditemukan pada anak yang
berasal dari ibu yang menderita skizofrenia. Heston ( Atkinson, 1983 ).
2. Faktor Biokimiawi
Keabnormalan yang ada pada penderita skizofrenia dan tidak pada subjek kendali
mungkin merupakan sebab gangguan tersebut atau akibat gangguan tersebut, atau
keabnormalan itu mungkin berasal dari beberapa aspek pengobatan. Misalnya pertama kali
subjek masuk Rumah Sakit diawali keadaan panik atau agitasi yang intens selama
berminggu-minggu yang menyebabkan perubahan tubuh. Perubahan ini berkaitan dengan
22

kurang tidur, makan yang tidak cukup dan juga stress. Keabnormalan biokimiawi lain juga
dapat dikaitkan dengan pengobatan, kebanyakan pasien skizofrenia minum obat-obatan
pskikotik yang bekasnya tetap ada dalam darah selama beberapa waktu. Beberapa kondisi
disebabkan karena berada di Rumah Sakit dalam jangka waktu yang lama.
Teori biokimiawi tentang gangguan afektif berfokus pada neuropinefrin dan serotonin,
tetapi penelitian tentang skizofrenia berfokus pada dopamine suatu neuortransmitter yang
aktif pada kawasan otak yang dianggap terlibat dalam pengaturan emosi (sistem limbik).
Beberapa obat-obatan yang ditemukan tahun-tahun belakangan ini terbukti secara efektif
untuk menyembuhkan beberapa gejala skizofrenia. Obat-obatan antipsikotik atau
(neuroleptik) ini terbukti memblokir reseptor dopamin Snyder (Atkinson,1983). Fakta ini
menunjukkan bahwa keabnormalan pada metabolisme dopamin mungkin merupakan sebab
pokok skizofrenia. Bukti selanjutnya didapat dari pengamatan pada efek amfetamin, atau
“speed”, yang telah diketahui meningkatkan keluarnya dopamine. Para pemakai obat yang
minum amfetamin dengan dosis berlebih memperlihatkan perilaku psikotik yang sangat
serupa dengan skizofrenia paranoid, dan gejala-gejalanya dapat disembuhkan dengan obat-
obatan antipsikotik yang digunakan untuk mengobati skizofrenia. Jika amfetamin dosis
rendah diberikan kepada penderita skizofrenia, gejala-gejalanya menjadi lebih jelek. Dalam
kasus-kasus ini obat tersebut tidak menimbulkan sakit jiwa itu sendiri, melainkan obat
tersebut memperburuk gejala-gejala apa saja yang dialami penderita.
Sejumlah besar senyawa kimiawi berfungsi sebagai neurotransmitter dan skizofrenia
mungkin saja terpengaruh oleh interaksi kompleks antara senyawa-senyawa tersebut. Kita
harus tahu lebih jauh bagaimana neurotransmitter ini berinteraksi satu dengan yang lain
sebelum mendapatkan pemahaman yang jelas tentang sifat biokimiawi skizofrenia. Akan
tetapi sekalipun suatu kecenderungan turunan pada keabnormalan biokimiawi tertentu dapat
23

didemonstrasikan, barangkali faktor-faktor psikologislah yang akan menentukan apakah
individu tersebut benar-benar dapat berkembang menjadi penderita skizofrenia.
3. Faktor sosial dan psikologis
Penelitian tentang faktor psikologis sebagai sebab skizofrenia berfokus pada hubungan
orang tua dan anak, pola komunikasi dalam keluarga. Penelitian keluarga penderita
skizofrenia mengidentifikasikan dua tipe keluarga yang tampaknya dapat menyebabkan
gangguan tersebut. Pada keluarga pertama orang tua sangat menarik batas dan tidak mau
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, masing-masing tidak menghargai dan mencoba
mendominasi yang lain serta berlomba memperoleh kesetiaan anaknya. Kedua tidak terdapat
perselisihan yang terbuka, orang tua yang dominan menunjukkan psikopatologi yang serius
sehingga orang tua yang satunya secara pasif menerimanya sebagai hal normal. Lidz
(Atkinson,1983). Kedua keluarga di atas mengambarkan keluarga yang aneh, tidak dewasa,
dan yang memanfaatkan anaknya untuk memenuhi kebutuhan mereka dan dengan mudah
menyebabkan anak-anak merasa bingung, terasing dan tidak yakin akan perasaan yang
sebenarnya. Dalam arti tertentu anak-anak tumbuh dan belajar menerima distorsi-distorsi
realita orang tuanya sebagai hal yang normal.
Penyelidikan laboratorium yang merekam pembicaraan keluarga skizofrenia ketika
sedang memecahkan masalah bersama menunjukkan bahwa keluarga ini mengalami kesulitan
dalam memusatkan perhatian, dibandingkan dengan keluarga lainnya Goldenberg (Atkinson
1983). Meski demikian, mungkin pula kesulitan komunikasi tidak berasal dari orang tuanya
tetapi disebabkan oleh upaya mengatasi anak yang terganggu jiwanya itu. Salah satu
penyelidikan menunjukkan bahwa hal ini mungkin merupakan sebabnya. Kehidupan rumah
tangga yang terganggu dan trauma awal seringkali dijumpai pada latar belakang penderita
skizofrenia. Kematian salah satu atau kedua orang tua, pengaruh orang tua yang emosinya
terganggu, yang perilakunya tidak rasional, dan tidak ajek, dan suasana permusuhan dan
24

perselisihan antara ayah dan ibu, semua merupakan faktor yang ternyata jauh lebih besar
daripada frekuensi rata-rata yang ditemukan pada latar belakang orang-orang yang
mengalami skizofrenia. Masa kanak-kanak yang penuh dengan berbagai jenis stress dan
semakin stress saat masih kanak-kanak akan membuat dia menderita skizofrenia yang
semakin parah Rosenthal (Atkinson,1983).
25