81583306-OMSK (1)
description
Transcript of 81583306-OMSK (1)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun referat ini dengan baik dan benar serta tepat
waktunya. Didalam referat ini, penulis akan membahaskan mengenai komplikasi
ekstrakranial dari otitis media supuratif kronis. Referat ini telah dibuat dengan pencarian
melalui buku-buku rujukan dan juga penelusuran situs medikal serta telah mendapatkan
beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu dalam menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama proses mengerjakan referat ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan referat ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada referat ini.
Oleh karena itu, penulis mengundang pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang
dapat membangun nilai kerja penulis ini. Kritikan yang membangun dari pembaca sangat
penulis harapkan untuk penyempurnaan referat ini selanjutnya. Semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan apabila ada kata-kata yang kurang berkenan penulis
memohon maaf sebesar-besarnya. Akhir kata semoga referat ini dapat memberikan manfaat
kepada kita semua.
Karawang, 23 Agusutus 2015
Penulis
1
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ........................................................................................................1
DAFTAR ISI ......................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
Anatomi telinga tengah..............................................................................................5
OMSK........................................................................................................................7
Klasifikasi Komplikasi Ototitis Media Supuratif Kronis…………………………...21
Paresis nervus fasial………………………………………………………………...23
Perforasi membran timpani…………………………………………………………24
Petrositis.....................................................................................................................30
Mastoiditis koalesen...................................................................................................30
Fistel labirin ………………………………………………………………………...31
Labirinitis supuratif…………………………………………………………………33
Abses bezold’s………………………………………………………………………34
Abses subperiosteal…………………………………………………………………35
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….37
2
BAB I
PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media
supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis.
Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak.
Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama
masa sekolah.1
Radang telinga tengah menahun atau otitis media supuratif kronik (OMSK adalah
radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga
(membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2
bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau purulen.2
Penyakit ini biasanya diikuti oleh penurunan pendengaran dalam beberapa tingkatan.3
Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen, tipe
sekunder, OMSK tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe primer, tipe mastoid, OMSK tipe
ganas). OMSK tipe jinak (benigna) dengan perforasi yang letaknya sentral, biasanya
didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe
ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada
mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe aman karena tidak menimbulkan komplikasi
yang berbahaya.2 OMSK tipe jinak dibedakan menjadi dua, yaitu tipe aktif dimana pada tipe
ini terdapat sekret yang masih keluar dari telinga, dan yang kedua adalah tipe tenang, yang
pada pemeriksaan telinga akan dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga
tengah yang pucat disertai gejala lainnya seperti vertigo, tinitus, atau suatu rasa penuh dalam
telinga.4 Sedangkan OMSK tipe ganas dapat menimbulkan komplikasi ke dalam tulang
temporal dan ke intrakranial yang dapat berakibat fatal.2
Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius
karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore.
Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe
manapun dapat menyebabkan komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan
tersedianya antibiotika mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang. Pemberian
obat-obat itu sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kurang
3
jelas. Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan
dengan komplikasi ini.3
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi Telinga Tengah
Telinga terngah terdiri dari suatu ruang yang terletak antara membran timpani
dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta
penunjangnya, tuba eustachius dan sistem sel-sel udara mastoid. Bagian ini
dipisahkan dari dunia luar oleh suatu membran timpani dengan diameter kurang lebih
setengah inci. Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batasnya adalah sebagai
berikut :4
Batas luar: membran timpani
Batas depan: tuba eustachius
Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis
Batas atas: tegmen timpani (meningen/otak)
Batas dalam: berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontal, kanalis facialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap
bundar (round window) dan promontorium.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria).
Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang
telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti sel epitel saluran
napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari
serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan
sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) kearah bawah
yaitu pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan
prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang,
5
untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Didalam telinga tengah terdapat
tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar kedalam yaitu, maleus, inkus dan
stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus
melakat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan
koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba
eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring
dengan telinga tengah.4
Gambar 1. Anatomi Telinga
Arteri yang menyuplai membran timpani terutama berasal dari cabang
aurikuler a. maksilaris interna yang bercabang-cabang dibawah lapisan kulit dan dari
cabang stilomastoid a. aurilularis posterior dan cabang timpanik a. maksilaris yang
mendarahi bagian mukosa. Vena yang letaknya superficial bermuara ke v. jugularis
eksterna sedangkan vena yang lebih dalam sebagian bermuara ke sinus transversus, ke
vena-vena duramater dan ke pleksus di tuba eustachius, a. timpani anterior yang
merupakan cabang a. maksilaris dan mendarahi bagian anterior kavum timpani
termasuk mukosa membran timpani, a. aurikularis profunda cabang dari a. maksilaris
interna menembus tulang rawan atau tulang dinding liang telinga untuk mendarahi
kutikular permukaan luar membran timpani.4
Perdarahan kavum timpani berasal dari cabang a. karotis eksterna. Arteri
timpani anterior cabang dari a. maksilaris yang mendarahi bagian anterior kavum
timpani. Arteri timpani posterior merupakan cabang a. stilomastoid mendarahi bagian
posterior kavum timpani. Arteri timpani inferior cabang asendens a. karotis eksterna
6
mendarahi bagian inferior kavum timpani. Arteri petrosus superior superasialis dan a.
timpani superior cabang dari a. meningea media mendarahi bagian superior kavum
timpani. Arteri karotis timpani cabang a. karotis interna. Aliran vena jalan seiringan
dengan arterinya untuk bermuara ke sinus petrosus superior dan pleksus pterigodeus.
Persarafan sensoris baggian luar membran timpani, merupakan terusan dari
persarafan sensoris kulit liang telinga. N. aurikulotemporalis mengurus bagian
posterior dan inferior membran timpani, sedangkan bagian anterior dan superior
diurus oleh cabang aurikuler n. vagus (a. arnold), persarafan sensoris permukaan
dalam membran timpani (mukosa) diurus oleh n. jacobson yaitu cabang timpani n.
glosofaringeus.
Saraf sensoris kavum timpani terutama oleh pleksus timpani cabang dari n.
glosofaringeus. Persarafan simpatis berasal dari pleksus saraf simpatis karotis interna,
persarafan simpatis terutama berfungsi pada vaskularisasi dan mempunyai efek
vasokontriksi.
Muskulus stapedius dipersarafi oleh n. fasialis, akan berkontraksi bila ada
suara keras. Muskulus tensor timpani dipersarafi N. VII, bila kontraksi akan menarik
maleus ke medial sehingga membran timpani lebih tegang.4
B. Definisi OMSK
Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus
atau hilang timbul.1
C. Epidemiologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden
OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan
orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia
akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat,
Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang
sedang berkembang.2
7
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia
akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya
(39–200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum,
prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari
pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.2
D. Etiologi
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran
bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba
eustachius saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris
eksternal termasuk staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan
aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus viridans
(Streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus).1,2
E. Patogenesis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini.
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup
dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi
saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring
melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari
telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator
peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti
netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat
proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas pembuluh darah dan menambah
pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar
8
sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri
menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari
satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi
ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan
tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.1,2
F. Klasifikasi OMSK
1. Tipe Aman
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa
dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa
faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius,
infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada
pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri
aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder
dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia
goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan
mukosiliar yang jelek. Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya
didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius,
atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar.
Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi
bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa.
Jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan
infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan
penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif
gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum
dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang
adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.
Fase tidak aktif / fase tenang
9
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering
dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa
tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau
suatu rasa penuh dalam telinga.
2. Tipe Ganas
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit
atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan
kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega,
berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis.
Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
Kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut
Derlaki dan Clemis (1965) adalah :
Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau
dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous
selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah
atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat
menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan
gangguan keseimbangan.
Didapat
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu
kantong retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah
kantong retraksi dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit
untuk mengalami perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali
normal : mereka menjadi area kolaps pada segmen atik atau segmen
posterior pars tensa membran timpani.
Epitel skuamosa pada membran timpani normalnya membuang
lapisan sel-sel mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk
10
kantong retraksi dan proses pembersihan ini gagal, debris keratin akan
terkumpul dan pada akhirnya membentuk kolesteatoma.
Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi
sangat sulit dan lesi tersebut membesar. Membran timpani tidak
mengalami ‘perforasi’ dalam arti kata yang sebenarnya : lubang yang
terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang sempit yang tampak seperti
suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu sendiri penuh
dengan debris epitel yang menyerupai lilin.
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma
didapat, yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan
subepitel. Granuloma kolesterol tidak memiliki hubungan dengan
kolesteatoma, meskipun namanya hampir mirip dan kedua kondisi ini
dapat terjadi secara bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.
Granuloma kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol
dari eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan
reaksi benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan
granulomatosa.1,5
G. Gejala Klinis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas
kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan
yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi
iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi.
Keluarnya secret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat
disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar
setelah mandi atau berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret
yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan
produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih,
mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah
berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang
bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga 11
dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang
encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan
pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena
daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif
ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20
db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan
fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih
dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.
Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya
rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan
berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen
rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya
labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat
menggambarkan sisa fungsi koklea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau
ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh
adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi
OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.
Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat
12
erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat
perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif
keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang
akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.
Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.
Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan
yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan
mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin
berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif
pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga
tengah.1,2,4,6
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :1
Adanya Abses atau fistel retroaurikular
Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
H. Pemeriksaan Klinis
1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian
tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan
mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel
(1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang
dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui
membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran
tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung
basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran
dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total,
tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian
ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran
13
pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala
ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964
dan ANSI 1969. Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran :
Normal : -10 dB sampai 25 dB
Tuli ringan : 26 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan
fungsi koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran
udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang
pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi
rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk
melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :
Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-
20 dB
Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.
Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang
masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun
keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengaran dengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur
dengan masking adalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli
campur.4
2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik,
lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya
14
atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan
kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari
arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena
memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang
skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk
menghindari dura atau sinus lateral.
Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah.
Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat
diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan
yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan
kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan
melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.
Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga
dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan
atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus
terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk
melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada
keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.7,8,9
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi
faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan
anatomi yang menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses
infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus
dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi
sebelum operasi.
1. OMSK Benigna Tenang
15
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
2. OMSK Benigna Aktif
Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah :
Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
Pemberian antibiotika topikal
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan
antibiotika topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada
telinga dengan secret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif.
Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam
faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang buruk untuk
tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK
sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan
antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup
memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada
telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal
dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan
antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1
minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah dengan
berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Obat-obatan topikal
dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga
dibersihkan dahulu.
Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk
OMSK aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak
maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus
aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja
yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi.
Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram
negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif. Seperti
16
aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan
basil gram negatif. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan
kuman anaerob.
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin
dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-
steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan
telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram
positif dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif
melawan kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat
tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen
rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.
Terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik.
Tujuannya untuk mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi.
Pilihan antibiotik yang memiliki aktifitas terhadap bakterigram negatif,
terutama pseudomonas, dan gram positifterutama Staphylococcus aureus.
Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal ini dapat disebabkan adanya debris
selain juga akibat resistensi kuman. Terapi sistemik diberikan pada pasien
yang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid, tentunya tidak
dapat hanya dengan terapi topikal saja, pemberian antibiotik sistemik
(seringkali IV) dapat membantu mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini
sebaiknya pasien di rawat di RS untuk mendapatkan aural toilet yang lebih
intensif. Terapi dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah otore hilang.1,9,10
Pemberian antibiotika sistemik
Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya
berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1
minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan
pengobatan , perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada
penderita tersebut.
Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh
antimikroba terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat
minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi
antimikroba di masing-masing jaringan tubuh dan toksisitas obat terhadap
kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi obat dan daya bunuh terhadap
17
mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama
antimikroba dengan daya bunuh yang tergantung kadarnya. Makin tinggi
kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida
dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi
tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya
bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin)
mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi
tidak dianjurkan diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun.
Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson)
juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.
Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti
cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek
bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada OMSK
aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama
2-4 minggu.1,2
Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)
Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai
untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media
yang baik bagi perkembangan mikroorganisme. Telinga dibersihkan dengan
kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk.
Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota
keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga
kering.
Aural toilet secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan
nanah, kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik.
Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah,
tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke
mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti
dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.
Aural toilet dengan pengisapan (suction toilet)
18
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan
mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini.
Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan
polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi
drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang
koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak
diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan
mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement methode”
seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.1,7,8
3. OMSK Maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara
lain:
Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
Mastoidektomi radikal
Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Miringoplasti
Timpanoplasti
Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.1
J. Penyebaran penyakit
Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi
serius karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologi yang
menyebabkan otore. Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada pasien OMSK tipe
19
bahaya tetapi OMSK tipe manapun dapat menyebabkan komplikasi bila terinfeksi
kuman yang virulen. Dengan tersedianya antibiotika mutakhir komplikasi otogenik
menjadi semakin jarang. Pemberian obat-obat itu sering menyebabkan gejala dan
tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kurang jelas. Hal tersebut menyebabkan
pentingnya mengenal pola penyakit yang berhubungan dengan komplikasi ini.
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barier) pertahanan telinga
tengah dilewati sehingga infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya.
1. Pertahanan pertama
Yaitu mukosa kavum timpani yang mampu melokalisasi infeksi. Bila
sawar pertahanan ini runtuh masih ada sawar pertahanan yang kedua yaitu dinding
tulang kavum timpani dan sel mastoid.
2. Pertahanan kedua
Yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Runtuhnya
periosteum akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal (tidak berbahaya).
Apabila infeksi mengarah kedalam yaitu ke tulang temporal akan menyebabkan
paresis n.VII atau labirinitis. Bila kearah kranial akan menyebabkan abses
ekstradural, tromboflebitis sinus lateralis, meningitis, dan abses otak.
3. Pertahanan ketiga
Bila sawar tulang terlampaui suatu dinding pertahanan ketiga yaitu
jaringan granulasi akan terbentuk..
Pada otitis media supuratif akut penyebaran melalui hematogen atau
osteotromboflebitis, sedangkan pada otitis media supuratif kronis penyebaran
terjadi melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya yaitu toksin masuk melalui
jalan yang sudah ada misalnya melalui fenestra rotondum, meatus akustikus
internus, duktus perilimfatik dan duktus endolimfatik.
Dari gejala dan tanda yang ditemukan dapat diperkirakan jalan penyebaran
suatu infeksi telinga tengah ke intra kranial.
Penyebaran secara hematogen
Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya
komplikasi terjadi pada awal infeksi, dapat terjadi pada hari pertama atau
kedua sampai hari kesepuluh, gejala prodromal tidak jelas seperti pada gejala
meningitis lokal dan pada operasi didapatkan dinding tulang telinga tengah
20
utuh dan tulang serta lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah
sehingga disebut juga mastoiditis hemoragika.
Penyebaran melalui erosi tulang
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila komolikasi terjadi
beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit, gejala prodromal infeksi
lokal mendahului gejala infeksi yang luas misalnya paresis n.VII ringan yang
hilang timbul mendahului paresis n.VII total atau gejala meningitis lokal
mendahului meningitis purulen dan pada operasi ditemukan lapisan tulang
yang rusak diantara fokus supurasi dengan struktur sekitarnya.
Penyebaran melalui jalan yang sudah ada
Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila
komplikasi terjadi pada awal penyakit, ada serangan labirinitis atau meningitis
berulang, mungkin ditemukan fraktur tengkorak, riwayat operasi tulang,
riwayat otitis media yang sudah sembuh. Komplikasi intra kranial mengikuti
komplikasi labirinitis supuratif dan pada operasi ditemukan jalan penjalaran
melalui sawar tulang yang bukan karena erosi.
Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi
gejala klinik dengan tidak berhentinya otorea, dan pada pemeriksaan otoskopik
tidak menunjukkan berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan
maka harus diwaspadai komplikasi. Pada stadium akut naiknya suhu tubuh,
nyeri kepala atau adanya tanda toksisitas seperti malaise, somnolen, gelisah
yang menetap dapat merupakan tanda bahaya. Timbulnya nyeri kepala di
parietal atau oksipital dan mual muntah proyektil serta kenaikan suhu badan
yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda komplikasi
intrakranial.6
K. Klasifikasi Komplikasi Ototitis Media Supuratif Kronis
Beberapa penulis mengemukakan klasifikasi komplikasi otitis media yang
berlainan tapi dasarnya tetap sama.
Adams dan kawan-kawan megemukakan klasifikasi sebagai berikut
1. Komplikasi di telinga tengah
Perforasi membran timpani persisten
Erosi tulang pendengaran
Paralisis nervus fasialis21
2. Komplikasi di telinga dalam
Fistula labirin
Labirinitis supuratif
Tuli saraf
3. Komplikasi ekstradural
Abses ekstradural
Trombosis sinus lateralis
petrositis
4. Komplikasi ke susunan saraf pusat
Meningitis
Abses otak
Hidrosefalus otitis
Souza dan kawan-kawan membagi komplikasi otitis media menjadi :
1. Komplikasi Intratemporal
Komplikasi ditelinga tengah
Paresis nervus fasialis
Kerusakan tulang pendengaran
Perforasi membran timpani
Komplikasi ke rongga mastoid
Petrosis
Mastoiditis timpani
Komplikasi ke telinga tengah
Labirinitis
Tuli saraf
2. Komplikasi ekstratemporal
Komplikasi intrakranial
Abses ekstradura
Abses subdura
Abses otak
Meningitis
Tromboflebitis sinus lateralis
Hidrosefalus otikus
Komplikasi ekstrakranial
22
Abses retroaurikular
Abses bezold’s
Abses zigomatikus
Shambough membagi atas komplikasi meningeal dan non meningeal :
1. Komplikasi intratemporal
Perforasi membran timpani
Mastoiditis akut
Paresis n. Fasialis
Labirinitis
Petrositis
2. Komplikasi ekstratemporal
Abses subperiosteal
3. Komplikasi intrakranial
Abses otak
Tromboflebitis
Hidrosefalus otikus
Empiema subdural
Abses subdural/ ekstradural
Pada OMSK tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah secret berhenti
keluar, hal ini menandakan adanya secret purulen yang terbendung.6
L. Komplikasi di telinga tengah
Akibat infeksi telinga tengah berupa tuli konduktif. Pada membran timpani
yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus akan menyebabkan
tuli konduktif yang berat. Biasanya derajat tuli konduktif tidak selalu berhubungan
dengan penyakitnya sebab jaringan patologis yang terdapat di kavum timpanipun
misalnya kolesteatoma dapat menghantarkan suara ke telingan dalam.
1. Paresis nervus fasialis
Pada otitis media akut nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran
infeksi langsung melalui kanalis fasialis. Pada otitis media kronis kerusakan terjadi
oleh erosi tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi disusul oleh infeksi
kedalam kanalis fasialis tersebut.15Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf
wajah termasuk OMA, OMK tanpacholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang
pertama biasanya terjadi dengan saluran tuba pecah dalam segmen timpani, yang 23
memungkinkan kontak langsung mediator inflamasidengan saraf wajah itu sendiri.
OMK dengan atau tanpa cholesteatoma dapat mengakibatkan kelumpuhan wajah
melalui keterlibatan saraf pecah, atau melalui erositulang. Kelumpuhan wajah
sekunder untuk OMA sering terjadi pada anak dengan paresistidak lengkap yang
datang tiba-tiba dan biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat.Di sisi lain,
kelumpuhan sekunder pada OMK atau cholesteatoma sering menyebabkan
kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki prognosis yang lebih buruk.
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis
atau kelumpuhanwajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah diagnosis
yang sulit untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran diagnostik
pencitraan CT dipertanyakan. Meskipun CT scan tidak diperlukan, dapat berguna
dalam perencanaan terapi dankonseling pasien. Ketika cholesteatoma melibatkan
saluran tuba, juga dapat mengikisstruktur seperti labirin atau tegmen. Selanjutnya,
tingkat erosi tulang dari kanal tuba dan derajat keterlibatannya lebih dapat dinilai
pada CT.
Penatalaksanaan pada otitis media akut, perlu diberikan antibiotika dosis
tinggi dan drenase untuk menghilangkan tekanan didalam kavum timpani. Bila
dalam jangka waktu tertentu tidak ada perbaikan setelah diukur dengan
elektromiografi berulah dilakukan dekompresi. Pada otitis media supuratif kronis,
tindakan dekompresi harus segera dilakukan tanpa menunggu pemerikssaan
elektrodiagnostik.6
2. Perforasi membran timpani
Membran timpani yang disebut juga dengan gendang telinga, merupakan
membran translusen yang kaku (tetapi fleksibel) seperti struktur diafragma.
Membran timpani bergerak asecara sinkron sebagai respon pada berbagai tekanan
udara, yang membuat gelombang suara. Getaran gendang telinga sitransmisikan
melalui rantai osikular kea rah kokhlea. Di kokhlea, energi mekanik getaran
berubah menjadi energi elektrokimia dan berjalan melewatu nervus kranial VIII
(vestibulokokhlearis) menuju otak. Membran timpani dan perlekatan tulangnya
kemudian menjadi sebuah transduser, yang merubah satu energi mernjadi energi
yang lain.
Perforasi membran timpani merupakan hasil dari penyakit (terutama
infeksi), trauma maupun perawatan medis. Perforasi bisa terjasi secara temporary
24
ataupun persisten. Efeknya sangat bervariasi baik dalam ukuran, lokasi perforasy
dan hubungannya dengan keadaan patologi.
a. Etiologi
Infeksi merupakan penyebab utama perforasi pada membran timpani.
Otitis media akut menyebabkan iskemi relative pada gendang bersamaan
dengan peningkatan tekanan pada ruang telinga tengah. Ini semua
menuyebabkan terjadinya rupture membran timpaniyang biasanya didahului
oleh rasa sakit yang berat. Jika perforasi tidak sembuh, akan meninggalkan
perforasi membran timpani yang residual. Pada saat sekarang ini sering
digunakan antibiotik yang sedikit agresif untuk mengatasi keadaan ini.
Penyakit ini merupakan komplikasi dari otitis media yang disebabkan oleh
virus, sehingga dapat diatasi secara spontan. Dukungan terhadap antibiotik
menyebabkan penurunan resistensi terhadap antibiotik pada strain bakteri.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan terjadinya mastoiditis
akut dikarenakan pengurangan penggunaan antibiotik. Seiring berjalannya
waktu peningkatan terjadinya perforasi dan komplikasi otitis media seperti
abses otak, meningitis, dan thrombosis sinus sigmoid dapat terjadi. Infeksi
saluran telinga jarang menyebakan perforasi membran timpani. Walaupun
dapat terjadi, biasanya sering berhubungan dengan Aspergillus niger.
Perforasi karena trauma bisa disebabkan oleh pukulan pada telinga
(seperti serangan dengan tangan kosong, jatuh dari ski air dengan posisi kepala
menghantam air, telinga turun). Pemaparan tekanan atmosfir yang berat dari
ledakan yang hebat menyebabkan luka pada gendang telinga. Perforasi
membran timpani dari tekanan air biasanya terjadi pada scuba divers, biasanya
gendan telinga atrofi dari penyakit sebelumnya. Objek yang digunakan untuk
membersihkan liang telinga dapat menyebabkan perforasi gendang telinga.
Irigasi liang telinga yang dilakukan dengan tidak semestinya dapat
menyebabkan perforasi. Pada beberapa pengaturan, saat irigasi serumen
dilakukan oleh asisten dokter, para ahli otolaryngology mendapati sekitar 10-
20 pasien/tahun dating dengan keluhan ini. Perforasi membran timpani secara
sengaja dilakukan pada saat ahli bedah membuah insisi pada gendang telinga
(miringotomi). Ketika tube penstabil tekanan diletakkan, perforasi membran
timpani telah terbuka. Kegagalan dalam pembedahan menciptakan proses
25
penyembuhan ketika penekanan tabung menyebabkan perforasi kronis
membran timpani.
b. Patofisiologi
Membran timpani cenderung dapat menyembuhkan kerusakan dengan
sendirinya. Meskipun gendang telinga mengalami perforasi berulang kali
sering menjadi intak kembali. Kadang-kadang, perforasi sembuh dengan
membran tipis yang mengandung mukosa saja dan lapisan epitel skuamosa
tanpa lapisan media fibrous. Neomembran seperti ini sangat tipis sehingga
dapat terjadi kesalahan antara perforasi dengan perforasi yang telah sembuh.
Neomembran mengalami retraksi ke arah dalam telinga dalam, terkadang sulit
membedakan dari perforasi baru. Pemeriksaan dengan mikroskop
menunjukkan kerancuan. Retraksi yang dalam, terutama kuadaran posterior
superior membran timpani merupakan tanda terbentuknya kolesteatom.
Adanya perforasi menunjukkan telinga lebih sensitive terhadap infeksi
jika air masuk ke saluran telinga. Jika air yang terkontaminasi bakteri
melewati perforasi, infeksi akan terjadi. Tegangan permukaan air melindungi
telinga dari penetrasi melewati perforasi yang kecil. Ini menjelaskan angka
infeksi tertinggi pada saat mencuci rambut dibandingkan berenang (seperti
sabun menurunkan tegangan permukaan sehingga air dapat masuk ke telinga
tengah). Adanya perforasi merupakan kontraindikasi absolute dilakukannya
irigasi serumen. Riwayat perforasi juga merupakan kontraindikasi absolute
kecuali pengetahuan personal diperoleh dari pemeriksaan yang
mengindikasikan gendang yang intak.
c. Gejala Klinik
Perforasi membran timpani memberikan gejala yang bervariasi antara
lain terdengarnya suara seperti bersiul pada saat bersin dan memencet hidung,
berkurangnya pendengaran, dan kecenderungan terjadinya infeksi selama
keadaan dingin dan saat air masuk ke saluran telinga. Drainase secret purulen
yang kering dimana bisa sanguineous pada kedua-duanya baik perforasi akut
maupun khronik,menunjukkan adanya perforasi dan infeksi. Infeksi saluran
telinga juga menyebabkan drainase yang purulen, tetapi biasanya lebih sedikit.
Perforasi yang bukan merupakan komplikasi dari infeksi atau kholesteatom
tidak menimbulkan rasa sakit. Adanya rasa sakit merupakan pertanda bagi
26
para dokter untuk melihat proses penyakit lain yang menyertainya. Perforasi
yang diikuti otorrhea atau kholesteatom biasanya tidak menimbulkan rasa
sakit.
d. Pemeriksaan Penunjang
Radiography dan MRI tidak begitu penting untuk kasus ini kecuali
gambaran klinis menunjukkan kemungkinan adanya kerusakan tulang dan atau
adanya kholesteatom. Perforasi yang asimtomatik, terutama jika pendengaran
masih mendekati normal, biasanya tidak dibutuhkan pemeriksaan ini. Ada
beberapa test lain yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosa antara
lain :
Dengan otoscopy
Perforasi yang kecil mebutuhkan otomikroskopi untuk identifikasi
Beberapa program skrining pendengaran seperti test impedance telinga
tengah
Skrining timpanometri mengungkapkan kelainan yang konsisten
dengan perforasi. Masih dibutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi
Selalu menunjukkan audiometric ketika diagnosis awal perforasi
membran timpani dan juga sebelum dilakukan perbaikan apapun baik
di praktek ataupun di ruang operasi.
Audiography preoperasi dan postoperasi selalu dilakukan. Hilangnya
konduktif mayor tidak hanya menjadi perhatian bagi ahli bedah untuk
melihat kemungkinan adanya lesi osikular, tetapi dokumentasi sebelum
adanya tuli sensorineural melindungi ahli bedah dari bukti di kemudian
hari bahwa operasi menyebabkan hilangnya pendengaran.
Audiometri mengungkapkan pendengaran normal. Adanya tuli
konduktif yang ringan merupakan perforasi yang konsisten, dan
komponen konduktif setidaknya 30dB mengindikasikan adanya
diskontinitas osikular atau kondisi patologik.
e. Prosedur Diagnosis
Pada kasus yang jarang, otomikroskopi dan studi impedance masih
meninggalkan pertanyaan untuk diagnosa perforasi membran timpani. Untuk
membuktikan adanya perforasi (dalam wujud suatu arus gelembung), isi
27
saluran telinga dengan air suling yang cukup atau dengan air steril untuk
menutupi membran timpani dan pasien melakukan maneuver Valsava. Hasil
negatif test ini merupakan sugesti dan tidak pasti. Hasil positif pada test ini
disebabkan hanya oleh perforasi membran timpani.
Pada perforasi membran timpani yang kronik, pemeriksaan histology
terlihat adanya epitel skuamosa pada mukosa telinga tengah dan membentuk
sudut perforasi. Setiap penyembuhan sudut perforasi menunjukkan adanya
factor kontribusi terjadinya perforasi yang persisten.
f. Penatalaksanaan
Pengobatan perforasi membran timpani dibagi atas 3 kategori, yaitu
pengobatan bisa tidak dilakukan untuk pasien yang tidak melakukan kegiatan
berenang dengan tuli yang terjadi minimal dan tidak ada riwayat terjadinya
infeksi telinga yang berulang. Alat bantu dengar membuktikan satu-satunya
pengobatan yang penring untuk pasien simptomatis tuli tetapi tidak ada infeksi
atau riwayat berenang. Kemudian office treatment cara yang sangat sederhana,
tapi sedikit efektif, metodenya dengan kauterisasi sudut perforasi membran
timpani, dengan kaustik, seperti trichloroacetic acid (10% cairan), dan buat
kertas rokok yang kecil. Teknik ini telah dikembangkan pada tahun 1800an.
Mekanisme pelepasan perforasi marginal (dengan topikal anestesi ataupun
tidak) sebelum menerapkan tambalan itu dengan tipis menunjukkan
peningkatan angka keberhasilan. Timpanoplasti dilakukan dengan
menggunakan anestesi lokal ataupun umum. Sebuah innsisi dibuat dibelakang
telinga atau melalui saluran telinga, tergantung dari lokasu dan ukuran
perforasi. Perbaikan membutuhkan persiapan tempat tidur yang sesuai untuk
penempatan graft. Sejauh ini material graft yang digunakan adalah fasia
postauricular. Allograft membran timpani yang diperoleh dari cadaver, pernah
ditinggalkan karena takut menyebarkan virus pathogen, tapi sekarang mulai
digunakan. Graft ditempatkan di medial ataupun lateral dari perforasi. Ahli
bedah lebih menyukai bagian ini untuk mengambil keputusan dan keputusan
itu lebih memperhatikan masalah teknik yang berkaitan dengan ukuran dan
lokasi perforasi dan bentuk, sudut, dan kandungan dalam saluran telinga.
Timpanoplasti berhasil menutup perforasi membran timpani pada 90-95%
pasien.
28
Terapi medis
Terapi medis untuk perforasi diarahkan dengan mengontrol
otorrhea. Pertimbangkan resiko ototoksisitas dari penggunaan obat tetes
telinga secara topikal ketika pengobatan infeksi telinga bersamaan dengan
perforasi membran timpani. Infeksi sendiri dapat menyebabkan tuli
sensorineural. Klinis toksisitas dari obat tetes telinga pada infeksi telinga
tidak ditunjukkan dengan tegas, meskipun percobaan pada hewan
menunjukkan adanya hubungan. Implikasi legal dari administrasi toksisitas
obat tetes telinga yang sebelumnya menyebabkan tuli sensorineural telah
jelas. Untuk alasan ini, hindari penggunaan obat tetes telinga yang
mengandung gentamisin, neomycin sulfat, tobramicin pada kasus perforasi
membran timpani. Ketika digunakan, ganti segera obat tetes telinga yang
toksik pada saat drainase dan edem mukosa mulai terbentuk. Hindari
kontaminasi ruang telinga tengah dari air melaui perforasi membran
timpani yang penting untuk meminimal otorrhea yang berasal dari
perforasi.
Antibiotik sistemik digunakan untuk mengkontrol otorrhea dari
perforasi membran timpani. Antibiotik (trimethropim-sulfamethoxazole,
amoxicillin) langsung bekerja pada flora respiratorius pada kebanyakan
kasus. Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dan resisten terhadap
Staphylococcus aureus bisa terjadi. Kegagalan drainase untuk
membersihkan setelah beberapa hari terapi membutuhkan perubahan terapi
sesuai dengan kultur dan tes sensitifitas. Kecenderungan saluran telinga
terhadap pertumbuhan yang berlebihan dari pseudomonas menunjukkan
pengujian yang akurat yang diperoleh melalui pengisapan spesiemen
kultur (melalui control mikroskop) secara langsung dari perforasi telinga
tengah.
Pada keadaan rutin, tegangan permukaan air mencegah masuknya
air ke telinga tengah melewati perforasi yang kecil. Penambahan sabun
mengurangi tegangan air. Telinga merupakan resiko terbesar terjadinya
infeksi selama mencuci rambut ataupun mandi dibandingkan air biasa.
Operasi
29
K. Komplikasi ke rongga mastoid
1. Petrositis
Kira – kira sepertiga dari populasi manusia tulang temporalnya memiliki
sel-sel udara sampai ke apeks os petrosum. Terdapat beberapa cara penyebaran
infeksi dari telinga tengah ke os petrosum. Adanya petrositis dicurigai apabila
pada pasien terdapat sindroma Gradenigo yaitu:
Diplopia karena kelemahan n.VI
Rasa nyeri didaerah parietal, temporal, oksipital karena n.V terkena.
Otore yang persisten
Apabila terdapat nanah yang keluar terus menerus dan rasa nyeri yang
menetap pasca mastoidektomi maka curigai petrositis. Pengobatan petrositis yaitu
operasi dan pemberian antibiotika protocol komplikasi intra kranial. Pada waktu
operasi telinga tengah dilakukan juga eksplorasi sel-sel udara tulang petrosum
serta mengeluarkan jaringan pathogen.6
2. Mastoiditis koalesen
Mastoiditis akut (MA) merupakan perluasan infeksi telinga tengah ke
dalam pneumatic sistem selulae mastoid melalui antrum mastoid. Walau dalam
praktek kejadian komplikasi ini rendah, pengobatan harus secepat dan seefektif
mungkin untuk menghindari komplikasi.
Gejala klinis OMSK yang dicurigai MA antara lain otore purulen kental
dalam jumlah banyak dan bau, tak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan
antibiotika selama dua minggu, nyeri belakang telinga. Pada pemeriksaan fisik
mungkin akan ditemukan granulasi di dinding superoposterior kanalis auditorius
eksterna, perforasi membran timpani, abses/fistel retroaurikula. Pada beberapa
kasus dapat dijumpai perluasan abses ke ruang/rongga dalam leher sekitar mastoid
seperti m.digastrikus, m.sternokleidomastoideus (Bezold’s mastoiditis) dan
paralisis nervus fasialis.
Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto
polos mastoid Schuller maupun CT scan mastoid.
Pengobatan berupa antibiotika sistemik dan operasi mastoidektomi;
meliputi dua hal penting : pertama pembersihan telinga (menyedot/mengeluarkan
debris telinga dan sekret) kedua antibiotika baik peroral, sistemik ataupun topikal
30
berdasarkan pengalaman empirik dari hasil kultur mikrobiologi. Pemilihan
antibiotika umumnya berdasarkan efektifitas kemampuan mengeliminasi kuman
(mujarab), resistensi, keamanan, risiko toksisitas dan harga.6,7
L. Komplikasi di telinga dalam
Apabila terdapat peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi ada
kemungkinan produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap
bulat (fenestra rotundum). Apabila kerusakan hanya sampai bagian basalnya biasanya
tidak menimbukan keluhan pada pasien. Apabila kerusakan telah menyebar ke koklea
akan dilakukan miringotomi segera pada pasien otitis media akut yang tidak membaik
dalam empat puluh delapan jam dengan pengobatan medikamentosa. Penyebaran oleh
proses destruksi seperti oleh kolesteatoma atau infeksi langsung ke labirin akan
menyebabkan gangguan keseimbangan dan pendengaran misalnya vertigo, mual
muntah, tuli saraf.
1. Fistel labirin
Fistula labirin adalah suatu erosi tulang dari kapsul labirin sehingga
terpapar tetapi tidak sampai menembus endosteum dari labirin. Jika menembus
endosteum dari labirin dapat menyebabkan kematian telinga. Fistula paling
banyak terjadi didaerah kanalis semisirkularis lateral. Erosi tulang terjadi oleh
karena adanya kolesteatoma pada otitis media supuratif kronis maligna. Fistula
labirin dapat menimbulkan keluhan hoyong (vertigo) dan tuli saraf. Fistula labirin
terus menjadi salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis kronis dengan
cholesteatoma. Beberapa keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic
daripada terdapatnya sebuah labirin terbuka yang ditemukan pada saat operasi
cholesteatoma. Risiko kehilangan pendengaran sensorineural yang signifikan
sebagai akibat manipulasi bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya
menjadi topik yang sangat kontroversial. Karena lokasinya di dekat antrum,
kanalis semisirkularis horizontal adalah bagian yang paling sering terlibat dari
labirin, dan menyumbang sekitar 90% dari fistula ini. Meskipun kanal horisontal
biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di kanal posterior dan superior, dari koklea
itu sendiri.
Fistula koklea dikaitkan dengan insidensi terjadinya gangguan
pendengaran yang jauh lebih tinggi ditemui dibandingkan dengan labirin
fistula.Erosi tulang dari kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses yang berbeda. 31
Dengan terdapatnya cholesteatoma, mediator diaktifkan dari matriks, atau tekanan
daricholesteatoma itu sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka labirin.
Namun, fistula labirin dapat terjadi dari resorpsi kapsul otic karena mediator
inflamasi bila tidak ada cholesteatoma, yang biasanya terjadi pada OMK dengan
granulasi. Salah satu alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah
kurangnya sistem pembagian stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah
diusulkan. Sistem diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini
berkaitan dengan keterlibatan labirin yang mendasarinya. Fistula dengan erosi
tulang dan endosteum utuh diklasifikasikan sebagai stadium I fistula. Jika
endosteum ini terkena, namun ruang perilymphatic tidak, fistula ini
diklasifikasikan sebagai stadium II a. Ketika perilymph ini terkena oleh penyakit
atau sengaja disedot, fistula dikategorikan sebagai stadium II b. Stadium III
menunjukkan bahwa labirin membran dan endolymph telah terganggu oleh
penyakit atau intervensi bedah.
Diagnosis pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik ini
datang dengan vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan.
Sayangnya, gambaran klasik tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula.
Vertigo periodik atau disekuilibrium yang signifikan ditemukan pada 62% sampai
64% dari pasien yang memiliki fistula sebelumoperasi. Tes fistula positif dalam
32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki fistula selama eksplorasi
bedah. Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural ditemukan di sebagian
besar pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula. Meskipun
adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula positif pada
pasien yang memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk
fistula,tidak adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini
sebagai alasan bahwa pendekatan bedah yang bijaksana adalah dengan
mengasumsikan adanya fistula disetiap kasus cholesteatoma, untuk mencegah
komplikasi yang tak terduga. Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien
yang memiliki cholesteatoma belum standar, tinjauan literatur menunjukkan
bahwa penggunaan pencitraan CT pra operasimeningkat. Karena ketidakmampuan
untuk secara akurat mendiagnosis fistula preoperatif atas dasar klinis, peningkatan
dalam pencitraan merupakan upaya untuk meningkatkandeteksi suatu labirin,
nervus facialis, atau dura yang terkena, untuk membantu dalam perencanaan
32
operasi. Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula secara akurat pada CT
pra operasi telah dilaporkan sebagai 57% sampai 60%. Dalam laporan saat ini CT
scan tidak lebih sensitif daripada anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam
mendeteksi fistula labirin. Diagnosis definitif untuk fistula hanya dibuat
intraoperatif, yang menegaskan kembali kebutuhan untuk menangani semua kasus
cholesteatoma dengan hati-hati. Penatalaksanaan adalah secara operasi
mastoidektomi, yang terdiri dari:
Mastoidektomi sederhana: Bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang
hanya terbatas pada rongga mastoid.
Mastoidektomi radikal: Bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di
mastoid dan telingatengah, di mana rongga mastoid, telinga tengah, dan
liang telinga luar digabungkan menjadi satu ruangan sehingga drainase
mudah.
Untuk kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran
dilakukan timpanoplasti.
2. Labirinitis supuratif
Labirinitis umum yaitu labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin
dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat. Labirinitis terbatas /labirinitis
sirkumskripta menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja. Operasi
harus segera dilakukan pada kedua bentuk labirinitis itu untuk menghilangkan
infeksi dari telinga tengah. Kadang diperlukan juga drenase nanah dari labirin
untuk mencegah terjadinya meningitis. Pemberian antibiotika adekuat untuk
pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa kolesteatoma.
Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Ada
dua bentuk labirinitis yaitu:
Labirinitis serosa
Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan
sirkumskripta. Pada labirinitis serosa, toxin menyebabkan disfungsi labirin
tanpa invasi sel radang.
Labirinitis supuratif
Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut
difus dan kronik difus. Pada labirinitis supuratif sel radang menginvasi
33
labirin sehingga terjadi kerusakan yang ireversibel seperti fibrosis dan
osifikasi.6
M. Komplikasi ekstratemporal
1. Abses bezold’s
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan abses
subperiostealsecara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent, jika korteks
mastoid terkena padaujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral, abses akan
berkembang di leher, dalamsampai sternokleidomastoid. Abses ini dideskripsikan
sebagai massa yang dalam danlembut pada leher. Karena abses berkembang dari
sel-sel udara di ujung mastoid, iniditemukan pada anak-anak yang lebih tua dan
orang dewasa, di mana pneumatisasi darimastoid telah diperpanjang sampai ke
ujung. Sebagian besar dari abses ini adalah hasil dariekstensi langsung melalui
korteks, selain itu adalah dari transmisi melalui korteks utuhdengan cara phlebitis
vena mastoid. Meskipun abses Bezold adalah komplikasi dari OMAdengan
mastoiditis yang lebih sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal
sebagaikomplikasi dari OMK dengan cholesteatoma.
DiagnosisCT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk membuat
diagnosis dari absesBezold. Presentasi dari pembesaran massa yang dalam dan
lembut di leher harusdibedakan dari inflamasi limfadenopati leher, yang sulit atas
dasar klinis saja. CT scanabses Bezold yang menunjukkan abses melingkar yang
meningkat dengan peradangan disekitarnya, dapat menunjukkan dehiscence tulang
di ujung mastoid, dan dapat membantudalam perencanaan operasi.
2. Abses subperiosteal
Abses subperiosteal adalah komplikasi extrakranial dari OMK yang paling
sering terjadi.Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi dalam sel-
sel udara mastoid meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini paling sering terjadi
sebagai akibat dari erosikorteks sekunder menjadi mastoiditis akut atau coalescent,
tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari perluasan vaskular sekunder menjadi
phlebitis dari vena mastoid. Abses subperiosteal terlihat lebih sering pada anak-
anak muda dengan OMA, tetapi jugaditemukan pada otitis kronis dengan dan tanpa
cholesteatoma. Cholesteatoma dapat menghalangi aditus ad antrum, mencegah
terhubungnya dari isi dari mastoid yang terinfeksi dengan ruang telinga tengah dan
34
tuba eustachius. Obstruksi ini meningkatkan kemungkinan dekompresi yang
infeksius sampai korteks mastoid, menyajikan klinis sebagai abses subperiosteal
atau abses Bezold.
Seringkali diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis. Umumnya,
pasien akandatang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan malaise, bersama
dengan tanda-tandalokal, termasuk daun telinga yang menonjol ke arah lateral dan
inferior, dan juga terdapatdaerah yang fluktuatif, eritematosa, dan nyeri di belakang
telinga. Bila diagnosis tidak pasti pada evaluasi klinis, CT scan kontras dapat
menunjukkan abses dan mungkin defek kortikal pada mastoid. Sebuah kasus dapat
dibuat untuk CT scan kontras dari tulang temporal pada semua pasien dengan
gejala-gejala ini, untuk membantu dalam perencanaan terapi dan untuk
menyingkirkan kemungkinan komplikasi lainnya. Mastoiditis tanpa abses,
limfadenopati, abses superfisial, dan kista sebasea terinfeksi adalah kemungkinan
lainyang harus disingkirkan.
BAB IV
KESIMPULAN
Otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2 bulan
dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah dapat terus
menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening atau berupa nanah. Penyakit
ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi.
35
Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe maligna seperti labirinitis,
meningitis, abses otak dan dapat menyebabkan kematian.
Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius
karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore.
Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe
manapun dapat menyebabkan komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen. Komplikasi
OMSK dapat dibagi menjadi komplikasi intrakranial dan ekstrakranial. Komplikasi
ekstrakranial antara lain adalah abses subperiosteal, abses bezold’s, fistel labirin, mastoiditis,
petrositis, perforasi membran timpani dan aresis nervus fasialis
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA, Restuti, Helmi. Kelainan telinga tengah dalam buku ajar ilmu kesehatan
telinga, hidung, tenggorok, kepala, dan leher. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.57-69
2. Aboet A. Radang Telinga Tengah Menahun. Medan: Universitas Sumatera Utara;
2007.
3. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotika Topikal Pada Otitis Media Supurativa
Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132 .2001. diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14_PemakaianAntibiotikaTopikal.pdf/
14_PemakaianAntibiotikaTopikal.html, diakses pada 23 Agustus 2015
4. Soetirto I, Hendarmin H, Bashirrudin. Gangguan pendengaran dan kelainan telinga
dalam buku ajar ilmu penyakit telinga hidung tenggorokan. Edisi ke-7. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.h.10-29
5. Ballenger JJ. Penyakit telinga kronis dalam buku penyakit telinga hidung tenggorok
kepala dan leher. Edisi ke-13. Jakarta: Binarupa Aksara.1994.h.392-412.
6. Helmi, Djaafar ZA, Restuti. Komplikasi otitis media supuratif dalam buku ajar ilmu
penyakit telinga hidung tenggorokan. Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.h.70-8
7. Paparella et al. Otolaryngology. Volume II-Otology and Neuro-otology Third Edition.
WB Saunders Company; 1991. p:1363.
8. Burton, Martin et al. Hall & Collman’s Diseases of The Ear, Nose and Throat
Fifteenth Edition. Hartcourt Brace and Company Limited; 2000.p: 41-42
9. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Cermin Dunia Kedokteran
163/vol.35 no.4/ Juli–Agustus 2008. Diakses pada 23 Agustus 2015
10. Acuin, Jose. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Clinical Evidence. London;
January 2007.
37