80317306 Hepatitis Dalam Kehamilan
-
Upload
muc-muchlisin -
Category
Documents
-
view
70 -
download
5
description
Transcript of 80317306 Hepatitis Dalam Kehamilan
HEPATITIS PADA KEHAMILAN
LAPORAN KASUS
Universitas Malahayati
Oleh:
Christ Sandy Prasetya
Pembimbing :
dr. Eka Handayani, SpOG
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MALAHAYATI
RSUD DR.R.M. DJOELHAM BINJAI
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI........................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. ii
DAFTAR TABEL................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN................................................................11
A. Hepatitis Virus A....................................................................................2B. HEPATITIS VIRUS B............................................................................4C. HEPATITIS VIRUS C..........................................................................10D. HEPATITIS VIRUS D..........................................................................17E. HEPATITIS VIRUS E..........................................................................18F. SIROSIS HEPATIS..............................................................................21
BAB III KESIMPULAN.......................................................................................24
BAB IV DAFTAR PUSTAKA.............................................................................25
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Hepatitis merupakan penyakit hepar yang paling sering mengenai
wanita hamil. Hepatitis virus merupakan komplikasi yang mengenai 0,2 %
dari seluruh kehamilan. Kejadian abortus, IUFD dan persalinan preterm
merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada wanita hamil dengan
infeksi hepatitis.(1) Hepatitis dapat disebabkan oleh virus, obat-obatan dan
bahan kimia toksik dengan gejala klinis yang hampir sama.(2) Infeksi virus
hepatitis dapat menimbulkan masalah baik pada kehamilan, persalinan,
maupun pada bayi yang dilahirkan (vertikel transmission) yang nantinya
dapat menjadi pengidap hepatitis kronis dengan kemungkinan terjadinya
kanker hati primer atau sirosis hepatis setelah dewasa.(3) Sampai saat ini
telah diidentifikasi 6 tipe virus hepatitis yaitu virus hepatitis A, B, C, D, E
dan G. Infeksi virus hepatitis yang paling sering menimbulkan komplikasi
dalam kehamilan adalah virus hepatitis B dan E (VHB & VHE).
Infeksi virus hepatitis A (VHA) jarang terjadi dalam kehamilan dan
tidak menimbulkan infeksi kronis dengan resiko perinatal yang rendah.
Infeksi VHB pada wanita hamil dapat ditularkan secara tranplasental dan
20 % dari anak yang terinfeksi melalui jalur ini akan berkembang menjadi
kanker hati primer atau sirosis hepatis pada usia dewasa. Oleh karena itu
bayi yang lahir dari ibu carier HBsAg harus diimunisasi dengan
memberikan immunoglobulin dan vaksin hepatitis B. Penularan perinatal
virus hepatitis C (VHC) telah dibuktikan dan sangat erat hubungannya
dengan penyakit hati kronis. Infeksi virus hepatitis D (VHD) hanya dapat
ditularkan dari ibu ke anak bersamaan dengan VHB karena VHD
memerlukan VHB untuk bereplikasi. Sedangkan infeksi virus hepatitis E
(VHE) sering berat pada wanita hamil dengan angka mortalitas ibu ± 30 %.(4) Infeksi VHE pada wanita hamil dapat ditularkan pada janinya secara
vertikel. Virus hepatitis G masih dipelajari dan diteliti serta dihubungkan
dengan infeksi VHC. Gejala klinik yang signifikan pada VHG masih belum
diketahui.(5)
1
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Hepatitis Virus A
I. Sejarah
VHA pertamakali ditemukan tahum 1973. VHA merupakan
anenteric non enveloped RNA picornavirus dengan ukuran RNA 2-7 nm
dari genus picorna viridae hepatovirus yang dapat dinonaktifkan dengan
cahaya ultraviolet atau pemanasan. VHA merupakan serotipe tunggal
diseluruh dunia yang sering menimbulkan infeksi akut dan tidak
menyebabkan infeksi kronis serta antibodi yang terbentuk menghasilkan
imunitas atau kekebalan jangka panjang terhadap kemungkinan infeksi
VHA dimasa yang akan datang.(1,2,6)
II. Penularan dan Gejala Klinik
Penyebaran virus ini melalui feco to oral yaitu melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi dengan feses penderita hepatitis A.
Penderita akan mengeksresikan VHA ini kedalam feses dan dalam periode
viremia yang relatif singkat darah penderita juga bersifat infeksius. Periode
inkubasi infeksi VHA adalah 2-7 minggu dimana darah dan feses penderita
bersifat infeksius dalam periode ini.(1,2) Keluhan dan gejala kliniknya tidak
spesifik sekali sehingga dapat terjadi tanpa terdiagnosis. Mayoritas kasus
tanpa gejala ikterik.(1) Keluhan yang sering terjadi dalam periode ikterik
adalah kuning, demam, letih lesu, nyeri perut kanan atas, nafsu makan
hilang, mual muntah dan diare. Dari penelitian ditemukan sampai 15 %
pasien asimptomatik dan 30 % tanpa ikterik. Kasus fatal dilaporkan kurang
dari 1,5 % dari seluruh pasien yang dirawat karena ikterik. Deteksi dini
VHA bisa melalui test serologik untuk mendeteksi IgM antibody (anti-VHA)
yang bisa terdeteksi 5-10 hari sebelum onset gejala dan dapat bertahan
sampai 6 bulan setelah infeksi. Sedangkan IgG anti VHA terbentuk dan
2
predominan pada masa konvalessensi dan bertanggung jawab
memberikan proteksi jangka panjang terhadap VHA.(6) Dilaporkan ± 15 %
infeksi VHA rellaps dalam jangka waktu 6-9 bulan.
Beberapa jalur penularan VHA adalah sbb :
Melalui air yang terkontamiasi
Makanan yang terkontamiasi oleh tangan yang mengandung virus.
Ikan yang tidak dimasak dari air yang telah terkontaminasi
Buah-buahan dan sayuran yang dicuci dengan air yang
terkontaminasi.
Penggunaan obat-obatan injeksi dan non injeksi
Aktifitas seksual baik anal maupun oral.
Konsentrasi VHA dalam berbagai macam cairan tubuh adalah:
III. Pengaruh Terhadap Kehamilan Dan Bayi
Infeksi VHA dalam kehamilan tidak banyak dibicarakan karena
kasusnya yang jarang dan tidak menimbulkan infeksi pada janin. Belum
ditemukan bukti bahwa infeksi VHA bersifat teratogenik. Resiko penularan
pada janin tampaknya nol dan pada bayi baru lahir cukup kecil Tetapi
resiko kelahiran preterm cukup meningkat untuk kehamilan yang dipersulit
hepatitis A (Steven,1981). Wanita hamil yang baru saja kontak dengan
penderita infeksi VHA harus mendapatkan terapi profilaksis dengan
gamma globulin 1 ml.(1)
IV. Pencegahan
Wanita hamil yang akan mengadakan perjalanan ke negara endemis
yang beresiko tinggi untuk terinfeksi VHA dianjurkan untuk vaksinasi.
Vaksinasi sebaiknya diberikan paling lambat 2 minggu sebelum perjalanan
dan dapat bertahan sampai 12 bulan setelah dosis tunggal dan sampai 20
tahun setelah dosis kedua.(7) Profilaksis infeksi VHA secara umum dapat
dibagi 2 yaitu(6) :
1. Profilaksis pre ekposure
Diberikan untuk yang beresiko tinggi untuk terinfeksi VHA, yaitu:
Jangka pendek : dengan IgG 0,02 ml/kgBB
Jangka panjang : dengan IgG 0,06 ml/kgBB
3
2. Profilaksis post eksposure
Yaitu dengan IgG single dose IM 0,002 ml/kgBB diberikan tidak
lebih dari 2 minggu setelah tereksposure.
Level protektif antiobodi terhadap VHA berkembang 94-100 % pada orang
yang divaksinasi dalam 1 bulan setelah pemberian dosis pertama.
Pemberian dosis kedua dapat menghasilkan level protektif terhadap VHA
untuk jangka panjang lebih dari 20 tahun(8). Adapun efek samping
pemberian vaksinasi adalah nyeri tempat suntikan, sakit kepala,
lemah,letih dan lesu. Adapun mengenai keamanan pada pemberian pada
wanita hamil belum diketahui.(8)
V. Terapi
Pengobatan infeksi VHA bersifat simptomatik dan infeksi bisa
sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada terapi yang dibutuhkan
kecuali mungkin cairan untuk rehidrasi. Jika infeksi terjadi dalam minggu
awal dapat diberikan Imunoglobulin hepatitis A sebagai profilaksis post
eksposure.(9)
B. HEPATITIS VIRUS B
I. Sejarah
VHB ditemukan pertama kali tahun 1965 oleh Dr.Blumberg ketika
sedang mempelajari tentang hemophilia. VHB merupakan double stranded
DNA a42nm dari klass Hepadnaviridae. Permukaan paling luar dari
membrannya mengandung antigen yang disebut HBsAg yang bersirkulasi
dalam darah sebagai partikel spheris dan tubuler dengan ukuran 22 nm.
Inti paling dalam dari virus mengandung HBcAg. VHB (partikel dane),
antigen inti (HBcAg), dan antigen permukaan (HBsAg) serta semua jenis
antibodi yang bersesuaian dapat dideteksi melalui berbagai cara
pemriksaan.(7,9)
II. Penularan dan Gejala Klinik
4
Masa Inkubasi infeksi hepatitis B adalah 45-180 hari (rata-rata 60-90
hari ). Onset penyakit ini sering tersembunyi dengan gejala klinik yang
tergantung usia penderita. Kasus yang fatal dilaporkan di USA sebesar
0,5-1 %. Sebagian infeksi akut VHB pada orang dewasa menghasilkan
penyembuhan yang sempurna dengan pengeluaran HBsAg dari darah dan
produksi anti HBs yang dapat memberikan imunitas untuk infeksi
berikutnya.
Diperkirakan 2-10 % infeksi VHB menjadi kronis dan sering bersifat
asimptomatik dimana 15-25 % meninggal sebelum munculnya sirosis
hepatis atau kanker hati. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu
makan menurun, demam, nyeri perut dan ikterik.(7,9)
.
Konsentrasi VHB dalam berbagai cairan tubuh dapat dibagi dalam 3
kategori yaitu :
konsentrasi tinggi (darah, serum, eksudat luka)
sedang (semen, cairan vagina, saliva)
rendah (urine, feses, keringat, air mata, air susu).
VHB 100 kali lebih infeksius daripada HIV dan paling sering mengenai
usia 15-39 tahun. Penularan VHB dapat melalui kontak seksual (± 25 %),
parenteral seperti jarum suntik, dan penularan perinatal melalui kontak
darah ibu penderita kronis dengan membran mukus janin.(7,9) Secara umum
penularan VHB melalui jalur sbb:
Kontak seksual yang tidak aman baik pervaginal ataupun anal
dengan penderita dengan HbsAg positif.
Melalui oral seks dengan penderita HbsAg positif yaitu melalui saliva
yang sama infeksiusnya dengan cairan alat genital.
Kontak darah dengan penderita HbsAg positif seperti; jarum suntik,
tranfusi darah,dsb.
Transmisi Ibu-anak baik selama kehamilan, saat persalinan maupun
waktu menyusui. Transmisi dapat diturunkan dengan memberikan
vaksinasi, dimana bayi yang dilahirkan dari ibu yang infeksius
diberikan imunoglobulin dalam 24 jam pertama sebelum disusui.
Hanya bayi yang dapat vaksinasi yang boleh disusui oleh ibu yang
infeksius(7,9).
5
III. Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi
Dilaporkan 10-20 % ibu hamil dengan HBsAg positif yang tidak
mendapatkan imunoprofilaksis menularkan virus pada neonatusnya Dan ±
90 % wanita hamil dengan seropositif untuk HBsAg dan HBeAg
menularkan virus secara vertikel kepada janinnya dengan insiden ± 10 %
pada trimester I dan 80-90 % pada trimester III(9). Adapun faktor
predisposisi terjadinya transmisi vertikal adalah(8) :
1. Titer DNA VHB yang tinggi
2. Terjadinya infeksi akut pada trimester III
3. Pada partus memanjang yaitu lebih dari 9 jam
Sedangkan ± 90 % janin yang terinfeksi akan menjadi kronis dan
mempunyai resiko kematian akibat sirosis atau kanker hati sebesar 15-25
% pada usia dewasa nantinya.
Infeksi VHB tidak menunjukkan efek teratogenik tapi mengakibatkan
insiden Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) dan Prematuritas yang lebih
tinggi diantara ibu hamil yang terkena infeksi akut selama kehamilan.
Dalam suatu studi pada infeksi hepatitis akut pada ibu hamil (tipe B atau
non B) menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap kejadian malformasi
kongenital, lahir mati atau stillbirth, abortus, ataupun malnutrisi intrauterine.
Pada wanita dengan karier VHB tidak akan mempengaruhi janinnya, tapi
bayi dapat terinfeksi pada saat persalinan (baik pervaginam maupun
perabdominan) atau melalui ASI atau kontak dengan karier pada tahun
pertama dan kedua kehidupannya(10) .Pada bayi yang tidak divaksinasi
dengan ibu karier mempunyai kesempatan sampai 40 % terinfeksi VHB
selama 18 bulan pertama kehidupannya dan sampai 40 % menjadi karier
jangka panjang dengan resiko sirosis dan kanker hepar dikemudian
harinya.(9)
VHB dapat melalui ASI sehingga wanita yang karier dianjurkan
mendapat Imunoglobulin hepatitis B sebelum bayinya disusui.(101) Penelitian
yang dilakukan Hill JB,dkk (dipublikasikan tahun 2002) di USA mengenai
resiko transmisi VHB melalui ASI pada ibu penderita kronis-karier
menghasilkan kesimpulan dengan imunoprofilaksis yang tepat termasuk Ig
hepatitis B dengan vaksin VHB akan menurunkan resiko penularan(11).
6
Sedangkan penelitian WangJS, dkk (dipublikasikan 2003) mengenai resiko
dan kegagalan imunoprofilaksis pada wanita karier yang menyusui bayinya
menghasilkan kesimpulan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara
ASI dengan susu botol. Hal ini mengindikasikan bahwa ASI tidak
mempunyai pengaruh negatif dalam merespon anti HBs.(12) Sedangkan
transmisi VHB dari bayi ke bayi selama perawatan sangat rendah.(10)
Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya
Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam
waktu 12 jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya
vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Imunoglobulin
merupakan produk darah yang diambil dari darah donor yang memberikan
imunitas sementara terhadap VHB sampai vaksinasi VHB memberikan
efek. Vaksin hepatitis B kedua diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan
vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari vaksinasi pertama.(10) Penelitian yang
dilakukan Lee SD, dkk (dipublikasikan 1988) mengenai peranan Seksio
Sesarea dalam mencegah transmisi VHB dari ibu kejanin menghasilkan
kesimpulan bahwa SC yang dikombinasikan dengan imunisasi Hepatitis B
dianjurkan pada bayi yang ibunya penderita kronis-karier HbsAg dengan
level atau titer DNA-VHB serum yang tinggi.(12)
Tes hepatitis B terhadap HBsAg dianjurkan pada semua wanita
hamil pada saat kunjungan antenatal pertama atau pada wanita yang akan
melahirkan tapi belum pernah diperiksa HbsAg-nya. Lebih dari 90 % wanita
ditemukan HbsAg positif pada skreening rutin yang menjadi karier VHB.
Tetapi pemeriksaan rutin wanita hamil tua untuk skreening tidak dianjurkan
kecuali pada kasus-kasus tertentu seperti pernah menderita hepatitis akut,
riwayat tereksposure dengan hepatitis, atau mempunyai kebiasaan yang
beresiko tinggi untuk tertular seperti penyalahgunaan obat-obatan
parenteral selama hamil, maka test HbsAg dapat dilakukan pada trimester
III kehamilan. HbsAg yang positif tanpa IgM anti HBc menunjukkan infeksi
kronis sehingga bayinya harus mendapat HBIg dan vaksin VHB.(9)
IV. Pencegahan
Pencegahan penularan VHB dapat dilakukan dengan melakukan
aktifitas seksual yang aman, tidak menggunakan bersama obat-obatan
7
yang mempergunakan alat seperti jarum, siringe, filter, spons, air dan
tourniquet, dsb, tidak memakai bersama alat-alat yang bisa terkontaminasi
darah seperti sikat gigi, gunting kuku, dsb, memakai pengaman waktu kerja
kontak dengan darah, dan melakukan vaksinasi untuk mencegah
penularan.(7,9)
Profilaksis pada wanita hamil yang telah tereksposure dan rentan
terinfeksi adalah sbb(9) :
1. Ketika kontak seksual dengan penderita hepatitis B terjadi dalam 14
hari
Berikan vaksin VHB kedalam m.deltoideus. Tersedia 2 monovalen
vaksin VHB untuk imunisasi pre-post eksposure yaitu Recombivax
HB dan Engerix-B. Dosis HBIg yang diberikan 0,06 ml/kgBB IM
pada lengan kontralateral.
Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau luka
mukosa, dosis kedua HBIg dapat diberikan 1 bulan kemudian.
2. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB
Pada kontak seksual, jarum suntik dan kontak nonseksual dalam
rumah dengan penderita kronis VHB dapat diberikan profilaksis post
eksposure dengan vaksin hepatitis B dengan dosis tunggal.
Wanita hamil dengan karier VHB dianjurkan memperhatikan hal-hal
sbb :
Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti
asetaminophen
Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau
semen
Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah
seperti sikat gigi,dsb.
Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium
bahwa dirinya penderita hepatitis B carier.
Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B
dalam 1 minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.
Konsul teratur kedokter
Periksa fungsi hati.
8
Rekomendasi dari SOGC (The Society Obstetric and Gynaecologic of
Canada) mengenai amniosintesis sbb(9):
Resiko infeksi VHB pada bayi melalui amniosintesis adalah rendah.
Pengetahuan tentang status antigen HBc pada ibu sangat berharga
dalam konseling tentang resiko penularan melalui amniosintesis.
Untuk wanita yang terinnfeksi dengan VHB, VHC dan HIV yang
memerlukan amniosintesis diusahakan setiap langkah-langkah yang
dilakukan jangan sampai jarumnya mengenai plasenta.
Pilihan persalinan
Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria telah diusulkan dalam
menurunkan resiko transmisi VHB dari ibu kejanin. Walaupun dari
penelitian para ahli cara persalinan tidak menunjukkan pengaruh yang
bermakna dalam transmisi VHB dari ibu ke janin yang mendapatkan
imunoprofilaksis. ACOG tidak merekomendasikan SC untuk menurunkan
transmisi VHB dari ibu ke janin. Pada persalinan ibu hamil dengan titer
VHB tinggi (> 3,5 pg/ml atau HbeAg positif) lebih baik SC sebagai pilihan
cara persalinan (Surya,1997).(9)
V. Terapi
Terapi infeksi akut VHB adalah supportif. Terdapat 4 jenis obat dalm
mengobati hepatitis B kronik yaitu interferon (IFN), Pegylated-interferon,
Lamivudin (3TC) dan Adefovir. Obat-obatan ini efektif pada 40-45 %
pasien. Jika infeksi terjadi dalam fase inisial dapat diberikan Imunoglobulin
hepatitis B sebagai profilaksis post-eksposure. Interferon tidak diketahui
mempunyai efek samping terhadap embrio atau fetus. Data yang ada
sangat terbatas tapi penggunaan interferon dalam kehamilan mempunyai
resiko yang lebih berat.
Tidak ada data yang mendukung fakta efek teratogenik lamivudin.
Lamivudin telah digunakan pada kehamilan lanjut sebagai usaha
mencegah transmisi perinatal VHB.(9)
C. HEPATITIS VIRUS C
9
I. Sejarah
VHC pertama kali ditemukan pada tahun 1988. Merupakan DNA
virus yang bisa menimbulkan peradangan hati yang mengakibatkan
kerusakan hati sehingga berlanjut menjadi sirosis dan kanker hati primer
pada beberapa orang. VHC merupakan virus yang sangat tahan dan dapat
hidup diluar tubuh dalam jangka waktu yang cukup lama. Paling sedikit
terdapat 6 genotipe yang berbeda dan lebih dari 90 subtipe VHC.
Frekuensi infeksi subtipe yang dominan adalah Ia daripada Ib (14)
II. Penularan dan Gejala Klinik
Masa inkubasi infeksi VHC adalah 2 minggu sampai 2 bulan dan
tidak semua penderita menunjukkan gejala klinis. Sekitar 80 % penderita
tidak menunjukkan gejala atau tanda klinis. Gejala klinis yang sering
adalah lemah, letih, lesu, kehilangan nafsu makan, nyeri perut, nyeri otot
dan sendi, mual dan muntah.
Ada 2 bentuk infeksi VHC yaitu (14)
1. Infeksi Akut
Sekitar 20 % penderita dapat mengadakan perlawanan terhadap
infeksi VHC dalam 6 bulan setelah tereksposure tapi tidak
menghasilkan imunitas untuk infeksi berikutnya.
2. Infeksi Kronis
Sekitar 80 % penderita berkembang menjadi kronis dimana virus
dapat tidur (dormant) selama bertahun-tahun. Sirosis terjadi karena
hati berusaha terus mengadakan perlawanan terhadap VHC
sehingga menimbulkan sikatrik (scar) pada hepar. Sehingga terjadi
gangguan fungsi hepar dan dapat berkembang menjadi kanker hati
(hepatocellulare carcinoma). Penyakit hepar kronis terjadi pada 70
% penderita yang terkena infeksi kronis. Sirosis hepar tejadi pada
20 % penderita yang mengalami infeksi kronis. Kematian akibat
penyakit hepar kronis terjadi < 3 % dari yang terinfeksi kronis(14).
Dibawah ini terdapat kurva serologik mengenai infeksi akut VHC
yang berlanjut menjadi kronik(14)
10
Pada wanita hamil terjadi peningkatan kadar alkali phosphatase
(ALT)3-4 x normal karena plasenta juga menghasilkan ALT. Kadar ALT
dapat juga meningkat jika terinfeksi VHC, adanya kerusakan hepar oleh
obat-obatan, batu empedu, muntah hebat, atau perlemakan hati.
Penularan VHC biasanya terjadi kalau darah cairan tubuh penderita
yang terinfeksi VHC seperti saliva, cairan seminal dan sekresi vagina
memasuki tubuh orang yang tidak terinfeksi. VHC 100 kali lebih infeksius
daripada HIV. Secara umum penularan dapat terjadi pada keadaan sbb(14)
1. Aktifitas seksual yang tidak aman baik vaginal, anal maupun oral
dengan penderita VHC positif. Walaupun VHC lebih infeksius dari
VHB dan HIV tetapi jarang ditularkan melalui kontak seksual kecuali
adanya kontak darah.
2. Melalaui kontak darah seperti jarum suntik, tranfusi darah, dsb.
3. Penularan dari ibu keanak baik selama kehamilan maupun saat
persalinan.
Janin mempunyai resiko ± 5 % terinfeksi dari ibu kejanin dan akan
meningkat sampai 36 % jika ibu juga terinfeksi HIV.
Sampai saat ini belum ada vaksin untuk VHC, untuk itu tindakan
preventif sangat penting peranannya dalam mencegah infeksi VHC.
Tindakan preventif dalam pencegahan infeksi VHC adalah sbb(14,15):
Melakukan aktifitas seksual yang aman
Tidak menggunakan alat-alat yang bisa terkontaminasi virus seperti
jarum suntik, filter, syringe dsb.
Tidak menggunakan alat-alat yang bisa terkontaminasi darah seperti
sikat gigi dan gunting kuku.
Menggunakan pengaman ketika bekerja dan kontak dengan darah
penderita.
Ko-infeksi VHC dengan HIV
Istilah ko-infeksi ini digunakan jika sesorang terinfeksi VHC dan HIV
secara bersamaan. Sejak diketahui jalur penularan VHC dengan HIV yang
hampir sama, penemuan ko-infeksi VHC dan HIV menjadi lebih sering. Di
Eropa diperkirakan 33 % penderita HIV mengalami ko-infeksi dengan VHC.
Angka ini menjadi lebih besar lagi pada penderita hemophilia dan
11
pengguna obat-obatan injeksi. Sejak pertengahan tahun 90-an dengan
dikenalkannya HAART (Highly Active Anti Retroviral Therapy) sehingga
memperpanjang angka harapan hidup pada penderita HIV, infeksi VHC
pada penderita ini menjadi masalah kesehatan yang baru.Sejak tahun
1999 VHC telah dikenal sebagai virus yang menginfeksi penderita secara
oppurtunistik (oppurtunistic infection)(14,15).
Diagnosa dan penatalaksanaan yang cepat dapat mengurangi
resiko penularan perinatal ibu dan janin oleh kedua virus, mengurangi
progressifitas gangguan hepar, dan meningkatkan efektifitas pengobatan
anti HIV.
Pengaruh HIV terhadap infeksi VHC
Inefeksi HIV sering menyebabkan pemeriksaan antibodi untuk VHC
memberikan hasil yang negatif palsu terutama jika kadar CD4 nya rendah.
Resiko transmisi dari ibu ke janin yang menderita infeksi VHC meningkat
jika ibu terinfeksi HIV dan sebaliknya jika ibu menderita HIV positif
terinfeksi VHC. Beberapa studi menunjukkan peningkatan resiko transmisi
infeksi dari ibu kejanin sekitar 6-7 % hingga 15-36 %. Progressifitas HIV
dengan ko-infeksi VHC belum banyak diketahui. Tapi beberapa kasus
menunjukkan akselerasi perjalanan HIV terutama jika terinfeksi VHC
genotype 1, juga menurunkan toleransi terhadap terapi HIV.
Skreening dan Uji Diagnostik Serologik VHC(19)
Test yang hanya diakui pada saat ini oleh US. Food and Drug
Administration ( FDA ) untuk diagnosis infeksi VHC adalah pemeriksaan
antibodi terhadap VHC. Test ini mampu mendeteksi anti VHC pada lebih
97 % pasien yang terinfeksi VHC tapi tidak bisa membedakan infeksi akut,
kronik atau dalam perubahan akut ke kronik. Sebagai test penyaring, nilai
prediksi positif dari Enzym Immunoassay (EIA) untuk anti VHC sangat
berharga dan tergantung pada prevalensi infeksi pada suatu populasi dan
kurang berharga jika prevalensi infeksi kurang dari 10 %. Test penunjang
yang lebih spesifik seperti Recombinant Immunoblot Assay (RIBATM )
pada spesimen dengan EIA yang positif dapat mencegah adanya hasil
12
yang positif palsu terutama pada penderita yang asimptomatis. Hasil test
penunjang ini dilaporkan sebagai hasil yang positif, negatif atau tidak dapat
ditentukan. Seseorang dikatakan positif anti VHC bila test serologik EIA
positif dan test penunjang juga positif. Seseorang dengan EIA negatif atau
positif tapi hasil test penunjang menunjukkan hasil yang negatif, dikatakan
tidak terinfeksi VHC. Hasil test penunjang tidak dapat ditentukan bila
sesorang yang terinfeksi dalam proses serokonversi atau dengan hasil
yang positif palsu pada orang dengan resiko infeksi VHC yang rendah.
Deteksi RNA-VHC Secara Kualitatif(19)
Diagnosis infeksi VHC juga dapat dibuat secara kualitatif dengan
mendeteksi RNA-VHC menggunakan teknik gene amplification seperti
Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). RNA-VHC
bisa dideteksi dalam serum atau plasma dalam jangka waktu 1-2 minggu
setelah tereksposure VHC dan dalam beberapa minggu sebelum onset
peningkatan enzim Alanin Aminotransferase(ALT) atau sebelum anti VHC
terbentuk. Deteksi RNA-VHC merupakan bukti adanya infeksi VHC.
Walaupun kit RT-PCR assay hanya tersedia untuk tujuan penelitian
dengan reagen diagnostik dari pabrik yang bermacam-macam, tapi tak
satupun yang diakui oleh FDA. Walaupun tak diakui oleh FDA, RT-PCR
assay untuk RNA-VHC telah digunakan secara luas dalam berbagai
praktek klinik. Sebagian besar test RT-PCR assay mampu mendeteksi
virus dalam batas jumlah yang lebih rendah yaitu 100-1000 viral genomes
copies/ml. Dengan test RT-PCR assay, 75-85 % orang yang anti VHC-nya
positif dan lebih 95 % orang dengan hepatitis C akut atau kronik akan
menunjukkan hasil test RNA-VHCV yang positif. Untuk mengurangi hasil
yang positif palsu, serum harus dipisahkan dari komponen selulernya
dalam waktu 2-4 jam setelah sampel dikumpulkan dan akan lebih baik jika
sampel disimpan secara beku dengan suhu -200 C atau -700 C. Apabila
pengiriman sampel dibutuhkan, sampel yang beku harus dilindungi dari
proses pencairan.(19)
Deteksi RNA-VHC Secara Kuantitatif(19)
13
Test kuantitatif untuk mengukur konsentrasi (titer) RNA-VHC telah
dikembangkan dan tersedia pada berbagai laboratorium komersial,
termasuk RT-PCR assay kuantitatif ( Amplicor HCV Monitor TM, Roche
Moleculer Systems, Branchberg, New Jersey ) dan Branched DNA Signal
Amplification assay seperti (Quantriplex TM HCV RNA assay / bDNA,
Chiron Corp, Emeryville,California). Test ini juga tidak diakui oleh FDA.
Test kuantitatif ini kurang sensitif jika dibandingkan dengan dengan RT-
PCR assay kualitatif yaitu dengan batas jumlah virus yang dapat terdeteksi
500 viral genomes copies/ml pada Amplicor HCV Monitor TM dan 200.000
genomes equivalens/ml pada Quantriplex TM HCV RNA assay. Masing-
masing alat ini mempunyai nilai standar tersendiri. Sampel yang telah
diambil dipisahkan dari komponen selulernya sehingga didapatkan serum
atau plasma yang bisa disimpan secara beku atau ditest dengan kits RT-
PCR assay kuantitatif. Hasil yang didapat dinyatakan dalam satuan viral
genomes copies/ml. Test ini tidak direkomendasikan sebagai test primer
untuk konfirmasi atau untuk menyingkirkan diagnosis infeksi VHC atau
untuk memonitor keadaan terakhir pengobatan. Diketahui pada penderita
hepatitis C kronik mempunyai sirkulasi virus dalam tubuhnya dengan kadar
105-107 genomes copies/ml.
Test konsentrasi (titer) RNA-VHC sangat membantu dalam memprediksi
respon terhadap terapi antivirus yang diberikan walaupun kurang
bermamfaat dalam penatalaksanaan hepatitis C(19).
III. Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi(5,14,15)
Transmisi perinatal VHC pada prinsipnya terjadi pada wanita yang
mempunyai titer RNA-VHC yang tinggi atau adanya ko-infeksi dengan HIV.
Oleh karena belum ada imunoprofilaksis untuk VHC, maka tidak ada
vaksinasi atau imunoglobulin yang dapat diberikan pada bayi baru lahir
untuk mencegah penularan infeksi VHC. Sampai saat ini belum ada
penelitian yang mendukung VHC dapat ditularkan melalui ASI.
Sebagian besar wanita hamil pada usia 20-40 tahun dimana
insidens infeksi virus hepatitis C meningkat sangat cepat. Seorang wanita
dengan faktor resiko terhadap infeksi VHC sebaiknya diskreening untuk
14
VHC sebelum dan selama kehamilan. Resiko wanita hamil menularkan
VHC kepada bayi baru lahirnya telah dihubungkan dengan level kuantitatif
RNA dalam darahnya dan juga ko-infeksi dengan HIV. Pemeriksaan
kuantitatif RNA-VHC merupakan pemeriksaan untuk mengukur titer VHC
dalam darah yang berhubungan dengan tingkat replikasi virus. Level RNA-
VHC dalam darah juga digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan
terapi antivirus yang diberikan. Resiko transmisi rendah (0-18 %) jika
ibunya HIV negatif dan tidak ada riwayat penggunaan obat suntik atau
transfusi darah. Transmisi Virus kepada janin sangat tinggi pada wanita
dengan titer cRNA hepatitis lebih besar dari 1 juta kopi/ml, dan wanita
tanpa titer cRNA yang dapat terdeteksi tidak menularkan virus pada
janinnya. Belum ada tindakan preventif saat ini yang dapat mempengaruhi
rata-rata transmisi VHC dari ibu kejaninnya.
IV. Terapi
Terdapat 2 jenis obat-obatan dalam menterapi hepatitis C kronik
yaitu Pegylated Interferon (IFN) dan Ribavirin yang dapat membebaskan
penderita dari virus sampai 40 % pada genotipe 1 dan hingga 80 % pada
genotip 2 dan 3. Genotipe virus menunjukkan perbedaan dalam infeksi
VHC. Efektifitas pengobatan sangat tergantung pada jenis genotipe VHC
yang menginfeksinya(14).
Pada wanita usia reproduksi yang mendapatkan terapi hepatitis C
harus menyepakati untuk tidak hamil selama pengobatan dan 6 bulan
sesudahnya dengan menggunakan konrasepsi yang efektif, karena terapi
Ribavirin bersifat teratogenik yang bisa menimbulkan defek pada janin saat
lahir dan abortus spontan(14,15) Wanita yang mendapat terapi kombinasi
seharusnya tidak menyusui karena sangat potensial menimbulkan efek
samping obat terhadap bayi(14,15).
Penatalaksanaan penderita dengan HIV dan ko-infeksi oleh VHC
sangat komplek. Sangat perlu mempertimbangkan keuntungan dan resiko
terapi hepatitis C terhadap HIV. Mengenai pemilihan yang mana lebih
dahulu diterapi sangat bergantung pada beberapa faktor, tapi indikator
yang paling sering dipakai adalah kadar CD4 dan tingkat kerusakan hepar.
Kadart CD4 yang tinggi (>500) menunjukkan gangguan sistem imun yang
15
masih ringan sehingga merupakan indikator untuk mendahulukan terapi
hepatitis C,dan jika hasil biopsi menunjukkan gangguan yang berat, perlu
penatalaksanaan yang cepat. Penderita dengan kadar CD4 yang rendah
menunjukkan gangguan fungsi imun yang cukup berat sehingga terapi
hepatitis C-nya harus diundur dulu. Perlu terapi HIV dulu untuk
meningkatkan sistem imun sehingga dapat mencegah infeksi yang
oppurtunistik. Terapi HIV dengan HAART sering menimbulkan gangguan
akut pada hepar karena bersifat hepatotoksik.(14,15)
D. HEPATITIS VIRUS D
I. Sejarah
Disebut juga dengan delta virus merupakan small circular RNA
virus. Singe-stranded RNA virus 37 nm ini pertama ali dilaporkan ole
Rizzetto,dkk di Italy tahun 1977. Virus ini diidentifikasi dari penderita
hepatitis B tapi berbeda dengan VHB yang double stranded DNA virus.(14)
VHD membutuhkan VHB untuk bereplikasi.
II. Penularan dan Gejala Klinik
Penularan infeksi dapat melalui kontak darah atau seksual dengan
penderita. Penularan VHD mirip dengan VHB dimana penularan
perkutaneus sangat efisien. Transmisi perinatal VHD jarang terjadi.
Seseorang dapat terinfeksi VHD bersamaan dengan VHB yang disebut ko-
infeksi dan seorang yang telah menderita Hepatitis B dapat terinfeksi oleh
VHD yang disebut superinfeksi.(15)
III. Pencegahan
Pada penderita ko-infeksi VHB-VHD dapat dilakukan pre atau post
eksposure profilaksis.
Pada penderita superinfeksi VHB-VHD diberikan pendidikan untuk
menurunkan resiko tingkah laku diantara orang-orang dengan
infeksi kronik VHB.
16
Karena VHD sangat tergantung pada VHB untuk bereplikasi maka
profilaksis pada VHB dapat menurunkan resiko infeksi VHD
IV. Terapi
Alpha interferon digunakan pada pasien dengan hepatitis B dan D
kronik. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan dosis yang lebih
tinggi dari biasanya menunjukkan hasil yang lebih baik(15)
E. HEPATITIS VIRUS E
I. Gambaran VHE
Merupakan single stranded RNA-34 nm berbentuk spheris dan tidak
berkapsul.
II. Penularan dan Gejala Klinis
Adapun masa inkubasi infeksi VHE adalah 15-60 hari. VHE
ditransmisikan secara enterik melalui air minum yang terkontaminasi feses
penderita pada daerah endemik.
Gejala kliniknya dapat dibagi dalam 2 fase yaitu :
1. Fase Prodromal
Keluhannya berupa mialgia, arthralgia, demam, anoreksia, nausea,
vomitus, penurunan berat badan 2-4 kg, dehidrasi, dan nyeri perut
kanan atas.
2. Fase Ikterik
Keluhannya berupa ikterik (bilirubin serum > 3 mg %), urine gelap,
feses berwarna terang, dan gatal-gatal.
3. Keluhan dan tanda lain berupa urtikaria, diare, peningkatan serum
aminotranferase (ALT), hepatomegali, malaise, dan eksresi virus
pada feses 14 hari dari onset penyakit.
Diagnostik
17
Test diagnostik belum tersedia secara komersial. Serum IgM dan
IgG anti HEV dapat dideteksi dengan ELISA.Infeksi VHE didiagnosa jika
anti VHE IgM atau VHE RNA-nya positif(17)
III. Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi
Infeksi VHE banyak ditemukan pada negara berkembang. Infeksi
VHE dalam kehamilan sangat serius dan sering menimbulkan akibat yang
fatal. Angka kematian ibu berkisar 10-20 % karena kerusakan hepar atau
karena gejala sekunder seperti dehidrasi atau malnutrisi. Wanita hamil
yang mendapatkan infeksi VHE pada trimester III sering berakibat fatal
dengan angka mortalitas ibu sekitar 30 %. Ibu hamil mempunyai resiko
yang lebih tinggi menderita hepatitis E dan biasanya dengan gejala yang
berat karena berhubungan dengan status imunnya yang rendah. Jika
seorang ibu menderita infeksi akut VHE, janin biasanya dipengaruhi dan
tidak ada karier kronik untuk infeksi VHE. Virus Hepatitis E dapat
ditransmisi secara vertikel dari ibu kejanin dan bertanggung jawab
terhadap mortalitas dan morbiditas janin. Infeksi VHE pada neonatal
dihubungkan dengan komplikasi hepatitis anikterik, hipoglikemia,
hipotermia, dan kematian neonatal. Infeksi VHE yang dihubungkan
dengan hepatitis fulminan jarang terjadi kecuali infeksi terjadi pada waktu
hamil dengan angka kematian rata-rata 20 % dan sangat tinggi pada
trimester III dengan angka kematian janin sekitar 20 %.(17)
Hussaini,dkk (1997) melaporkan 2 kasus dengan IgM anti HEV
positif (ELISA) selama kehamilan. Kasus pertama dengan gejala gagal hati
akut dengan koagulopati dirawat secara intensif dengan ventilasi.
Sedangkan kasus kedua berupa hepatitis berat dengan koagulopati. Pada
kedua kasus ini tidak terjadi kematian janin.(18) Sedangkan penelitian
Human A,dkk (2004) melaporkan tentang hepatitis E dalam kehamilan dan
menghasilkan kesimpukan bahwa 1/3 wanita hamil dengan infeksi VHE
mengalami hepatitis berat pada trimester III dan berhubungan dengan
tingginya angka persalinan preterm dan mortalitas.(17)
IV. Pencegahan
18
Sampai saat ini belum ada vaksin yang tersedia untuk VHE.
Imunoprofilaksis untuk VHE belum tersedia tapi mungkin saja dengan
menggunakan darah donor dari penderita yang berasal dari negara dengan
prevalensi hepatitis E yang tinggi. Untuk itu pecegahan secara primer
dengan meningkatkan higiene dan memastikan bahwa air yang digunakan
bersih sangat penting.
V. Terapi
Sampai saat ini belum ada terapi yang khusus untuk VHE. Wanita
hamil yang menderita infeksi VHE harus berobat dan diawasi oleh tenaga
ahli sesegera mungkin disamping istirahat dan minum air yang lebih
banyak untuk mencegah dehidrasi.(17)
F. SIROSIS HEPATIS
Penyakit hati kronis yang irreversibel dengan fibrosis dan nodul
yang regeneratif adalah perjalanan akhir yang umum pada beberapa
gangguan. Laenec cirrhosis dari pemajanan alkohol yang kronis adalah
penyebab yang paling umum dalam populasi. Tetapi pada wanita muda-
termasuk wanita hamil, sebagian besar kasus disebabkan oleh sirosis
postnekrotik dari hepatitis B dan C yang kronis. Banyak kasus dari sirosis
kriptogenik yang sekarang diketahui disebabkan oleh penyakit perlemakan
hati nonalkoholik. Manifestasi klinis dari sirosis meliputi jaundice, oedem,
koagulopathy, kelainan metabolik, dan hipertensi portal dengan varises
gastroesofageal dan splenomegali. Insiden dari tromboemboli vena dalam
meningkat. Prognosisnya buruk, dan 75% mempunyai progresivitas
menuju ke kematian dalam 1-5 tahun.
Sirosis dan kehamilan
Wanita dengan sirosis yang simptomatik sering infertile. Mereka
yang akhirnya hamil biasanya memiliki keluaran yang buruk. Komplikasi
yang umum meliputi kegagalan hati transien, perdarahan varises,
persalinan preterm, pertumbuhan janin terhambat dan kematian maternal.
Pada studi sebelumnya, keluaran biasanya buruk jika telah ada varises
esophagus. Schreyer and associates (1982) meneliti 69 kehamilan dari 60
19
kehamilan dengan sirosis tanpa shunt hepatic dan 28 kehamilan dari 23
wanita lainnya yang telah menjalani dekompresi portal shunting.
Perdarahan varises yang parah telah meningkat 7 kali lipat pada wanita
yang tidak dilakukan shunt dibandingkan dengan mereka yang telah
menjalani prosedur ini- 24 versus 3 %.
Hipertensi portal dan varises esophagus pada kehamilan
Hipertensi pada system portal hepatic seiring dengan adanya
varises esophagus akan berakibat dari sirosis atau dari obstruksi vena
portal extrahepatik. Beberapa kasus ekstrahepatik diikuti oelh thrombosis
vena portal berhubungan dengan sindrom trombofilia. Dengan resistensi
aliran baik intrahepatik maupun ekstrahepatik, tekanan vena portal
meningkat dari kisaran normal antara 5-10 mmHg, dan nilai dapat
meningkat hingga 30 mmHg. Sirkulasi kolateral dapat berkembang yang
membawa darah portal ke sirkulasi sistemik. Drainase adalah via gaster,
interkostal dan vena-vena lain menuju ke system esophageal, dimana
varises berkembang. Perdarahan biasanya berasal dari varises yang dekat
dengan gastroesofageal junction dan perdarahan dapat menjadi hebat.
Perdarahan selama kehamilan dari varises terjadi pada sepertiga sampai
setengah dari wanita yang menderita penyakit ini dan penyebab terbesar
dari kematian maternal. Prognosis maternal bergantung pada adanya
perdarahan dari varises. Angka mortalitas lebih tinggi jika varises
berhubungan dengan sirosis dibandingkan dengan varises tanpa sirosis-
18 versus 2 %. Angka kematian perinatal lebih tinggi pada wanita dengan
varises esophagus. Dan seperti keluaran maternal, keluaran neonatus
akan memburuk jika sirosis yang menjadi penyebab varises
Penatalaksanaan
Terapi sama seperti pada wanita yang tidak hamil. Secara preventif,
pertimbangan harus diberikan untjuk menegakkan pentingnya dilakukan
dilatasi varises dengan endoskopi atau multidector CT esophagography.
Obat-obatan Β-blocker seperti propanolol diberikan untuk mengurangi
tekanan portal dan lebih lanjut resiko terhadap perdarahan.
20
Untuk perdarahan yang akut, ligasi endoskopi band dipilih menurut
Bacon (2008b). Zeeman and Moise (1999) mendeskripsikan wanita hamil
yang menjalani pemasangan band profilaksis pada 15, 26 dan 31 minggu
kehamilan untuk mencegah perdarahan. Skleroterapi juga dapat digunakan
dan pada beberapa kasus dapat membantu pemasangan band.
Penatalaksanaan medis yang akut untuk perdarahan varises diverifikasi
dengan endoskopi termasuk pemberian vasopressin intravena atau
octreotide and somatostatin. Tamponade balon untuk perdarahan yang
parah menggunakan triple-lumen tube dapat menyelamatkan nyawa jika
endoskopi tidak tersedia. Shunting darurat digunakan pada 10-20% dari
pasien dengan perdarahan yang tidak bisa dikontrol dengan endoskopi.
Prosedur radiologi intervensi- transjugular intrahepatic portosystemic stent
shunting (TIPSS)- dapat mengontrol perdarahan varises gaster juga.
TIPSS dapat dilakukan secara elektif pada pasien dengan perdarahan
varises sebelumnya.
21
BAB III
KESIMPULAN
1. penatalaksanaan di bidang obstetri pada pasien ini sudah tepat.
2. Infeksi VHB dalam kehamilan tidak bersifat teratogenik tapi
mempunyai resiko transmisi vertikel terutama trimester III,
persalinan preterm dan BBLR sehingga neonatus harus
mendapatkan profilaksis dengan vaksin dan imunisasi.
3. perlu penanganan lebih komprehensif untuk penatalaksanaan kasus
dengan sirosis hepatis.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC. GastroIntestinal
Disorders. Viral hepatitis. Williams ´Obstetric. 23rd Ed. Mc.Graw Hill
Publishing Division New York, 2010
2. Decherney AH, Pernoll ML. General Medical Disorders During
Pregnancy. Viral Hepatitis. Current Obstetric and Gynecologic
Diagnosis and treatment. 10th ed. USA.2007;479-480.
3. Putu Surya IG. Infeksi Virus Heptitis Pada Kehamilan. Ilmu
Kedokteran Fetomaternal. Ed.perdana. Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI.2004
4. Fuqueroa DR, Sanchez FL, Benavides CME. Viral Hepatitis During
Pregnancy. Rew.Gastroenterol Mex.1994;59(3):246-253. diakses dari
http://www. Pub.Med.gov.
5. Duff P. Hepatitis in Pregnancy. Seminar Perinatologi.1998;22(4):277-
83. diakses dari http://www. Pub.Med.gov.
6. Pearlman MD, Tintinalli JE, Dyne PL. Infections and Infectious
Eksposure in Pregnancy. Viral Hepatitis. Obstetric and Gynecologic
Emergencies. Mc Graw Hill Publishing Division. New York 2004: 233-
235.
7. National Centre For Infectious Disease. Hepatitis A Virus. Division of
Viral Hepatitis. Last update July 9,2003. diakses dari http://www.
CDC.com.
8. MMWR. Appendix. Hepatitis A dan B Vaccines. January 24, 2003;34-
36. diakses dari http://www. [email protected].
9. Perinatology. Infections During Pregnancy. diakses dari http://www.
Perinatology.com
10. Birth Net Australia 2. Hepatitis During Pregnancy;2004. diakses dari
http://www. Birth.com.au
23
11. Hill JB, Sheffeld JS. Risk of Hepatitis B Transmission in Breast-Fed
Infants of Chronic Hepatitis B Carriers. in Obstetric and Gynecologic
Journal.2002 Juni;99(6):1049-52. diakses dari http://www.green
journal.org.
12. Wang JS, Zhu QR, Wang XH. Breast Feeding Does not Pose Any
Additional Risk of Imunoprophylaxis Failure on Infants of HBV Carriers
Mothers. Int J Clin Pract.2003 March;57(2):100-2. diakses dari
http://www. Pub.Med.gov.
13. Lee SD. Lo KJ,et al. Role of Cesarean Section in Prevention of
Mothers-Infant Transmission of Hepatitis B Virus. Lancet.1998 Oct
8;2(8615);833-4. diakses dari http://www. Pub.Med.gov
14. National Centers for Infections Disease. Hepatitis E Virus.Division of
Viral Hepatitis.last update May16,2003.diakses dari
http://[email protected].
15. Hepatitis C Information Centre. Hepatitis During Pregnancy. Last up
date Oct 19,2005. diakses dari http://www. Hepatitis Central.com
16. Kumar A, Beniwal M,et al. Hepatitis E in pregnancy. Int J Gynecologic
Obstetric.2004 Jun;85(3);240-4. diakses dari http://www.Pub Med.gov
17. Family medicine Resource. Hepatitis E in Pregnancy. diakses dari
http://www. Family Practice Note Book.com.
18. Hussaini SH, Skidmore SJ,et al. Sever Hepatitis E Infection During
Pregnancy. Jounal of Viral Hepatitis. Volume 4 Issue 1 page 56-Jan
1997.
19. Recomendation For Prevention and Control of Hepatitis C Virus
(HCV) Infection and HCV-Related Chronic Disease. CDC, Oct
16,1998/41 (RR 19);1-39. Diakses dari http://www.mmwrq @ cdc.gov.
24