80 Pemanfaatan Limbah Onggok Untuk Produksi Asam Sitrat Dengan an Mineral Fe Dan Mg Pada Substrat...
-
Upload
syaroni-imam -
Category
Documents
-
view
211 -
download
11
Transcript of 80 Pemanfaatan Limbah Onggok Untuk Produksi Asam Sitrat Dengan an Mineral Fe Dan Mg Pada Substrat...
II. Bidang Biologi Lingkungan
SB/P/BL/01
PEMANFAATAN LIMBAH ONGGOK UNTUK PRODUKSI ASAM SITRAT
DENGAN PENAMBAHAN MINERAL Fe DAN Mg PADA SUBSTRAT
MENGGUNAKAN KAPANG
Trichoderma sp DAN Aspergillus niger
Kusmiati dan Ni Wayan Sri Agustini
Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Jl. Raya Bogor Km 46, Cibinong Bogor 16911
Email: [email protected]
ABSTRAK Onggok merupakan hasil samping dari pengolahan tepung tapioka yang dapat
menyebabkan bertambah besarnya pencemaran lingkungan. Onggok mengandung selulosa yang merupakan bahan dasar untuk pembentukan asam sitrat pada fermentasi cair onggok. Proses fermentasi ini membutuhkan asupan unsur mineral dalam konsentrasi yang tepat agar pertumbuhan kapang yang diperoleh optimal. Penelitian bertujuan untuk mempelajari adanya pengaruh penambahan mineral besi dan magnesium menggunakan kultur tunggal Trichoderma sp dan kultur campuran Trichoderma sp dengan Aspergillus niger pada media onggok untuk memproduksi asam sitrat. Penelitian dibagi kedalam 4 kelompok perlakuan berdasarkan penambahan mineral besi dan magnesium yaitu (1) kontrol, (2) besi 5 bpj, (3) magnesium 100 bpj dan (4) kombinasi besi 5 bpj dengan magnesium 100 bpj. Penelitian ini diawali pembuatan kurva pertumbuhan Trichoderma sp dan Aspergillus niger pada media onggok 10 % untuk mengetahui fase eksponensial dari proses fermentasi yang dilakukan selama 10 hari, selanjutnya dilakukan pemanenan dan filtrat yang diperoleh dianalisis kadar protein, glukosa dan aktivitas enzim Carboxy Methyl Cellulase menggunakan spektrofotometer UV-VIS, dan analisis kadar asam sitrat menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi. Kadar asam sitrat tertinggi diperoleh pada fermentasi cair kultur tunggal Trichoderma sp dalam media mengandung onggok 10 % dengan penambahan mineral besi 5 bpj sebesar 0,4272 g/l. Fermentasi cair kultur campuran Trichoderma sp dengan Aspergillus niger pada media mengandung onggok 10 %, kadar asam sitrat tertinggi diperoleh pada penambahan besi 5 bpj dengan magnesium 100 bpj sebesar 0,5702 g/l. Hasil dapat disimpulkan bahwa fermentasi onggok dengan kultur campuran Trichoderma sp dan A. niger lebih baik dibandingkan dengan kultur tunggal dan pemberian mineral Fe dikombinasi Mg menghasilkan asam sitrat lebih tinggi.
Kata kunci : Onggok, kapang Trichoderma sp, Aspergillus niger, Mineral Fe, Mg, Asam sitrat
PENDAHULUAN
Singkong atau ubi kayu dapat dijadikan
sebagai makanan pokok atau diolah
menjadi tepung tapioka [1]. Dalam proses
pengolahan tepung tapioka dihasilkan
limbah berupa cairan dan padatan
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010856
(onggok). Ketersediaan onggok terus
meningkat sejalan dengan meningkatnya
produksi tapioka. Hal ini diindikasikan
dengan semakin meluasnya areal
penanaman dan produksi ubi kayu. Setiap
ton ubi kayu dapat dihasilkan 250 kg
tepung tapioka dan 114 kg onggok.
Limpahan onggok akan merupakan
limbah pertanian yang sering
menimbulkan masalah lingkungan, karena
berpotensi sebagai polutan [2].
Onggok memiliki kandungan protein
rendah (kurang dari 5%), tetapi memiliki
kandungan karbohidrat tinggi (sekitar
60%) sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai media fermentasi untuk
menghasilkan senyawa penting seperti
asam sitrat. Penerapan dengan proses
fermentasi merupakan cara yang tepat
untuk meningkatkan kualitas dari onggok
untuk menghasilkan asam sitrat [3].
Penelitian ini memproduksi asam
sitrat menggunakan Trichoderma sp dan
campuran Trichoderma sp dengan
Aspergillus niger dengan penambahan
mineral besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj
pada media mengandung onggok 10 %.
Trichoderma sp mempunyai kemampuan
untuk memproduksi enzim selulase yang
akan memecah selulosa menjadi glukosa
(sakarifikasi) [4]. Produk selanjutnya
dimanfaatkan oleh A. niger.
Asam sitrat merupakan produk
komersial penting sebagai bahan dasar
berbagai proses industri. Kebutuhan dunia
akan asam sitrat terus meningkat dari
tahun ke tahun dan produksi asam sitrat
tiap tahun meningkat 2 – 3 %. Asam sitrat
dapat dihasilkan melalui proses fermentasi
menggunakan mikroorganisme
Aspergillus niger [5,6].
Dalam fermentasi asam sitrat
diperlukan unsur mineral agar kapang
dapat tumbuh dengan baik sehingga dapat
diperoleh hasil yang optimal seperti
mangan, magnesium, besi, seng dan
tembaga. Nutrisi diperlukan untuk
pertumbuhan kapang dan aktivitas enzim
sehingga harus ada di dalam media
pertumbuhan. Efek-efek yang ditimbulkan
oleh mineral ini saling terkait sehingga
konsentrasi yang tepat dari suatu mineral
bergantung kepada konsentrasi mineral
lainnya.
Hasil penelitian terdahulu
menggunakan kapang Aspergillus untuk
produksi asam sitrat dalam media ampas
nanas dengan penambahan mineral besi,
tembaga, Zn, mangan dan magnesium dari
konsentrasi 0 hingga 200 bpj
menunjukkan bahwa kadar asam sitrat
tertinggi diperoleh pada mineral besi 5 bpj
dan magnesium 100 bpj. [7,8].
Asam sitrat yang diperoleh dari
proses fermentasi dapat dianalisis dengan
menggunakan kromatografi cair kinerja
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 857
tinggi (KCKT). Sedangkan kadar glukosa,
protein, dan aktivitas enzim dapat
dianalisis dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS.
Tujuan penelitian ini untuk
memanfaatkan limbah onggok yang
dikonversi menjadi asam sitrat dengan
menggunakan kultur tunggal Trichoderma
sp dan kultur campuran Trichoderma sp
dengan Aspergillus niger serta
penambahan mineral besi, magnesium dan
kombinasi keduanya untuk memperoleh
produksi asam sitrat yang maksimal.
BAHAN DAN CARA KERJA
1. Persiapan onggok
Onggok atau limbah padat tepung
tapioka direndam menggunakan HCl
0,3N, kemudian dibilas dengan akuades
beberapa kali sampai pH netral. Setelah
dicuci, onggok dikeringkan dalam oven
dengan suhu 50ºC. Selanjutnya
dihaluskan.
2. Persiapan media
• Media Regenerasi
Media regenerasi yang digunakan adalah
media agar miring PDA (Potato Dextrose
Agar). Ditimbang 2 gram serbuk PDA,
dilarutkan dengan 50 ml akuades dan
dipanaskan sampai larut. Kemudian
dipipet masing-masing sebanyak 4 ml ke
tabung reaksi. Tutup tabung reaksi dengan
menggunakan kapas dan disterilisasi
dalam autoklaf pada suhu 121 ºC selama
15 menit dengan tekanan 1 atm. Setelah
steril, media dimiringkan dan didinginkan
hingga memadat pada suhu kamar.
• Media fermentasi
Media fermentasi cair mengandung
onggok 10 % diberi perlakuan
penambahan mineral sebagai berikut :
1) Kontrol (tanpa penambahan mineral Fe
dan Mg)
2) Perlakuan Fe 5 bpj
3) Perlakuan Mg 100 bpj
4) Perlakuan Fe 5 bpj dan Mg 100 bpj
Komposisi media fermentasi onggok 10
% dalam 50 ml akuades terdiri dari 0,7 ml
(NH4)2SO410%; 0,75ml KH2PO4 1M; 0,15
ml Urea10%; 0,15 ml CaCl2 10%; 0,05 ml
larutan mineral; 0,1 ml tween 80; 5 g
onggok; 0,025 g pepton dan akuades
hingga 50 ml. Media disterilkan dalam
autoklaf pada suhu 121ºC dengan tekanan
1 atm selama 15 menit.
a. Regenerasi mikroba
Satu ose stok murni kapang
Trichoderma sp dan Aspergillus niger
diinokulasikan ke dalam media miring
PDA secara aseptik. Kultur diinkubasi
pada suhu kamar selama 3 hari untuk
kapang Trichoderma sp dan 5 hari untuk
A. niger.
3. Fermentasi Cair dalam media
mengandung Onggok 10%.
a. Inokulasi Trichoderma sp
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010858
Kultur Trichoderma sp segar yang
berumur 3 hari dalam media PDA
ditambahkan akuades steril sebanyak 7,5
ml. Kemudian diaduk sehingga spora
tersuspensi. Suspensi spora diinokulasikan
ke dalam media fermentasi steril sebanyak
2,5 ml. Kemudian diinkubasi dalam
shaker pada suhu kamar selama 3 hari
dengan kecepatan 150 rpm. Jumlah spora
pada media cair onggok 10 % dihitung
setiap hari dengan menggunakan
haemasitometer sampai fase eksponensial.
Setelah itu dipanen.
b. Inokulasi Aspergillus niger
Perlakuan sama dengan butir a, tetapi
pada saat hari ke-7 dilanjutkan dengan
penambahan suspensi spora kapang
Aspergillus niger segar yang berumur 5
hari sebanyak 2,5 ml. Kemudian
diinkubasi dalam shaker pada suhu kamar
hingga hari ke-9 dengan kecepatan 150
rpm. Setelah itu dipanen.
4. Pemanenan
Setelah diinkubasi selama 9 hari,
masing-masing kultur Trichoderma sp dan
A. niger disentrifus selama 15 menit
dengan kecepatan 3500 rpm. Filtrat yang
diperoleh disaring kedalam botol sampel
untuk dilakukan analisis protein, glukosa,
aktivitas enzim dengan spektrofotometer
UV-VIS serta analisis kadar asam sitrat
dengan KCKT.
5. Analisis protein, glukosa dan
aktivitas enzim dengan
menggunakan spektrofotometer
UV- VIS
Analisis protein dengan metode Lowry.
Larutan standar Bovin Serum Albumin
(BSA) dibuat dengan konsentrasi 0, 20,
40, 60, 80, 120, 160 bpj. Sebanyak 0,5 ml
masing masing konsentrasi larutan standar
BSA, filtrat sampel dan larutan blangko
dipipet ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan 0,5 ml NaOH 1 N,
dididihkan selama 20 menit dan
dinginkan. Ditambah 2,5 ml larutan D
(Na2CO35% :CuSO45H2O 1%:
KNaTartrat 2% dengan perbandingan
50:1:1) diaduk homogen, didiamkan 10
menit. ditambah 0,5 ml Folin C dan aduk
homogen. Dibiarkan selama 30 menit
hingga terbentuk kompleks berwarna biru.
Serapan larutan diukur dengan
menggunakan spektrofotometer UV-VIS
pada λ 750 nm. Data serapan yang
diperoleh diekstrapolasikan ke dalam
kurva standar BSA, sehingga diperoleh
konsentrasi protein dalam sampel [9,10].
Analisis glukosa dengan metode DNS.
Persiapan pereaksi DNS
Pereaksi DNS dibuat dengan cara
melarutkan 1,497 g 3,5-dinitrosalisilat,
2,796 g NaOH, 43,22 g natrium kalium
tartrat, 1,07 ml fenol, 1,17 g natrium
metabisulfit dan penambahan akuades
hingga 200 ml. Lalu dicampur homogen.
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 859
Pengukuran kadar glukosa
Larutan standar glukosa dibuat dengan
menggunakan glukosa dengan konsentrasi
0, 100, 200, 300, 400, 600, 700, 800, 1000
6. bpj. Dipipet 0,5 ml larutan standar
dari masing-masing konsentrasi,
sampel dan balnko. kemudian
ditambahkan 0,5 ml akuades
dihomogenkan dan diinkubasi
pada suhu 50ºC selama 30 menit.
Larutan didinginkan dan
ditambahkan 3 ml pereaksi DNS.
Selanjutnya dididihkan selama 5
menit dan didinginkan pada suhu
ruang. Serapan larutan dibaca
dengan spektrofotometer UV-VIS
pada λ= 550 nm. Konsentrasi
glukosa dalam filtrat sampel
diperoleh dengan ekstrapolasi nilai
serapan sampel ke kurva standar
glukosa.
Pengukuran aktivitas enzim dengan
metode Mendels (DNS).
Larutan standar dibuat menggunakan
glukosa dengan konsentrasi 0, 10, 20, 30,
40, 50, 60, 70, 80 bpj. Sebanyak 0,5 ml
larutan standar glukosa dari masing-
masing konsentrasi, filtrat sampel dan
larutan blangko dipipet ke masing-masing
tabung reaksi. Kemudian ditambahkan
0,5ml CMC1%, diinkubasi pada suhu
50ºC selama 30 menit. ditambahkan 3 ml
pereaksi DNS, dicampur homogen.
Selanjutnya dididihkan selama 5 menit,
didinginkan. Serapan larutan dibaca pada
λ= 550 nm dengan spektrofotometer UV-
VIS. Nilai serapan sampel yang diperoleh
diekstrapolasikan kedalam kurva standar
enzim, sehingga diperoleh nilai aktivitas
enzim dari masing-masing filtrat sampel.
7. Penetapan kadar asam sitrat
menggunakan kromatografi cair
kinerja tinggi (KCKT)
Sampel yang digunakan untuk
pengukuran kadar asam sitrat dipilih dari
hasil analisis glukosa dan aktivitas enzim
spesifik yang tertinggi dari masing-masing
perlakuan. Sampel disaring dengan
menggunakan millipore 0,22 µm
kemudian disuntikkan ke dalam sistem
KCKT sebanyak 2 µl. Kondisi instrumen
KCKT sebagai berikut: fase gerak
menggunakan asetonitril : air (60:40), fase
diam:C18, laju alir 1 ml/menit, detektor
yang digunakan refractive index, volume
sampel 2 µl dan volume standar 2 µl.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Pertumbuhan Sel
Pertumbuhan kapang diamati setiap
hari dengan menggunakan
haemasitometer dengan cara menghitung
jumlah sel untuk mengetahui fase
eksponensial kapang karena pada fase
tersebut aktivitas enzim bekerja maksimal.
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan selama 10 hari masa inkubasi,
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010860
menunjukkan bahwa jumlah sel pada
penambahan kombinasi mineral besi 5 bpj
dan magnesium 100 bpj lebih tinggi
dibandingkan jumlah sel tanpa perlakuan
(kontrol) atau dengan penambahan besi 5
bpj atau ditambah magnesium 100 bpj saja
seperti terlihat pada Gambar 1. Hal ini
disebabkan perlakuan konsentrasi mineral
yang ditambahkan ke media fermentasi
cair mempengaruhi pertumbuhan kapang.
Salah satu usaha mengoptimumkan
pertumbuhan dengan menentukan mineral
yang ditambahkan ke dalam media
tumbuh.
Konsentrasi mineral mempunyai
batas maksimal dan bila melebihi batas
akan menghambat laju pertumbuhan.
Penghambatan tersebut diakibatkan oleh
kenaikan tekanan osmose dengan
bertambahnya konsentrasi sehingga sel
akan mengalami plasmolisa.
Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa media fermentasi cair mengandung
onggok 10% dengan perlakuan
penambahan mineral besi 5 bpj dan
magnesium 100 bpj mencapai fase
eksponensial pada hari ke-9, pada fase ini
jumlah sel mencapai maksimum.
Gambar 1. Kurva pertumbuhan
Trichoderma sp dan A. niger pada media
fermentasi cair mengandung onggok 10%
2. Kadar Glukosa
Onggok merupakan salah satu limbah
yang memiliki kandungan polisakarida
tinggi. Polisakarida yang terkandung
dalam onggok ini akan mengalami proses
sakarifikasi yaitu dirombak membentuk
glukosa melalui jalur glikolisis. Kadar
glukosa diukur dalam suasana alkali
menggunakan metode DNS tanpa
menggunakan CMC. Suasana alkali gula
reduksi akan mereduksi asam 3,5-
dinitrosalisilat (DNS) berwarna jingga
membentuk asam 3-amino-5-nitrosalisilat
berwarna merah kecoklatan. Serapannya
dapat diukur dengan spektrofotometer
UV-VIS pada panjang gelombang 550
nm. Reaksi glukosa dapat dilihat pada
Gambar 2.
as 3,5dinitrosalisilat as.
3amino5nitrosalisilat
(jingga) (merah
kecoklatan)
Gambar 2. Reaksi glukosa dengan
pereaksi asam 3,5-dinitrosalisilat (DNS)
Fermentasi cair kultur tunggal
Trichoderma sp pada media mengandung
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 861
onggok 10 % kadar glukosa tertinggi
diperoleh pada perlakuan penambahan
mineral besi 5 bpj yaitu sebesar 40,858
g/l. Hal ini menunjukkan bahwa mineral
besi dengan konsentrasi 5 bpj dapat
menunjang pertumbuhan optimal
perombakan selulosa onggok menjadi
glukosa.
Rendahnya kadar glukosa kultur
tunggal Trichoderma sp pada perlakuan
penambahan mineral magnesium 100 bpj
dan kombinasi mineral besi 5 bpj dan
magnesium 100 bpj dikarenakan hanya
sebagian selulosa membentuk glukosa.
Fermentasi cair kultur campuran
Trichoderma sp dan A. niger
menunjukkan kadar glukosa tertinggi pada
media mengandung onggok 10 %
diperoleh pada perlakuan penambahan
kombinasi mineral besi 5 bpj dan
magnesium 100 bpj yaitu sebesar 35,643
g/l. Hal ini menunjukkan bahwa kultur
campuran Trichoderma sp dan A. niger
pada kombinasi mineral lebih optimal
meningkatkan perombakan selulosa
menjadi glukosa. Dan penggunaan kultur
campuran Trichoderma sp dan A. niger
menunjukkan jumlah sel kapang yang
lebih besar sehingga menunjang
pembentukan glukosa lebih tinggi.
Hasil analisis kadar glukosa seperti
diperlihatkan pada Gambar 3 berikut :
Gambar 3. Kadar glukosa pada media
fermentasi cair mengandung onggok 10%
menggunakan kultur tunggal Trichoderma
sp dan kultur campuran Trichoderma sp
dan A. niger dengan penambahan mineral
Fe dan Mg.
Hasil ANOVA pada perlakuan kultur
yang berbeda yaitu kultur tunggal
Trichoderma sp dan kultur campuran
Trichoderma sp dan A. niger dengan
penambahan mineral besi 5 bpj dan
magnesium 100 bpj menunjukkan
perbedaan sangat bermakna terhadap
kandungan glukosa (taraf uji 1%).
3. Kadar Protein
Analisis kadar protein menggunakan
metode Lowry. Protein akan bereaksi
dengan folin Ciocalteau menghasilkan
kompleks berwarna hijau kebiruan. Kadar
protein semakin besar maka aktivitas
spesifik enzim akan semakin rendah dan
sebaliknya apabila kadar protein yang
diperoleh rendah maka aktivitas spesifik
enzim semakin tinggi. Larutan standar
protein yang digunakan yaitu Bovine
Serum Albumin.
Hasil analisis kadar protein
ditunjukkan pada Gambar 4. Dalam
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010862
fermentasi cair kultur tunggal
Trichoderma sp mengandung onggok 10%
kadar protein tertinggi diperoleh pada
Gambar 4. Kadar protein pada media
fermentasi cair mengandung onggok 10 %
menggunakan kultur tunggal
Trichoderma sp dan kultur campuran
Trichoderma sp dan A. niger dengan
penambahan mineral Fe dan Mg.
media tanpa penambahan besi 5 bpj dan
magnesium 100 bpj (perlakuan kontrol)
sebesar 4,826 g/l, sedangkan fermentasi
cair kultur campuran Trichoderma sp dan
A. niger kadar protein tertinggi diperoleh
pada perlakuan penambahan kombinasi
besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj sebesar
6,556 g/l.
Kadar protein yang diperoleh dalam
penelitian ini lebih besar dibandingkan
dengan hasil pada penelitian
menggunakan substrat kulit padi dengan
A. niger dan Trichoderma viride diperoleh
sebesar 0,58 mg/ml [6]. Hal ini
kemungkinan pada penelitian ini didukung
oleh faktor perbedaan substrat dan
penambahan mineral pada media
fermentasi sehingga meningkatkan
pembentukan protein.
Hasil uji statistik pada perlakuan
kultur tunggal Trichoderma sp dan kultur
campuran Trichoderma sp dan A. niger
dengan penambahan mineral Fe dan Mg
menunjukkan tidak ada perbedaan
bermakna terhadap kandungan protein.
a. Aktivitas Enzim CMC-ase
Enzim Carboxy Methyl Cellulase
merupakan enzim ekstraseluler yang
dihasilkan oleh Trichoderma sp yang
berperan dalam proses sakarifikasi yaitu
proses perombakan polisakarida dan
selulosa yang terdapat di dalam onggok
menjadi glukosa. Hasil analisis aktivitas
CMC-ase pada substrat onggok
ditunjukkan pada Gambar 5.
Aktivitas enzim tertinggi pada
fermentasi cair kultur tunggal
Trichoderma sp terdapat pada perlakuan
penambahan mineral magnesium 100 bpj
diperoleh sebesar 3948,4 U/ml. Aktivitas
enzim tertinggi fermentasi cair kultur
campuran Trichoderma sp dan A. niger
terdapat pada perlakuan penambahan
kombinasi mineral besi 5 bpj dan
magnesium 100 bpj diperoleh sebesar
1579,9 U/ml.
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 863
Gambar 5. Aktivitas enzim CMC-ase pada
fermentasi cair mengandung onggok 10%
menggunakan kultur tunggal Trichoderma
sp dan kultur campuran Trichoderma sp
dan A. niger dengan penambahan mineral
Fe dan Mg.
Hal ini menunjukkan bahwa mineral
magnesium 100 bpj dan kombinasi
mineral besi 5 bpj dengan magnesium 100
bpj lebih optimal dalam meningkatkan
pertumbuhan sel sehingga mendukung
metabolisme sel dan aktivitas enzim.
Mineral besi dan magnesium merupakan
kofaktor dalam sistem enzimatis sehingga
mineral tersebut dapat membantu enzim
berfungsi sebagai katalis yang menunjang
berjalannya proses metabolisme enzim.
Aktivitas enzim dalam penelitian ini
diperoleh lebih besar dibandingkan
dengan hasil pada penelitian sebelumnya
yang menggunakan substrat kulit padi
yang difermentasikan dengan A. niger dan
T. viride diperoleh sebesar 2,79 U/ml [6].
Aktivitas spesifik enzim tertinggi
pada fermentasi cair kultur tunggal
Trichoderma sp diperoleh pada perlakuan
penambahan mineral magnesium 100 bpj
diperoleh sebesar 0,94 U/mg protein.
Demikian halnya fermentasi cair kultur
campuran Trichoderma sp dan A. niger
aktivitas spesifik tertinggi pada
penambahan mineral magnesium 100 bpj
diperoleh sebesar 0,355 U/mg protein.
Hasil uji statistik ANOVA perlakuan
kultur tunggal Trichoderma sp dan kultur
campuran Trichoderma sp dan A. niger
dengan penambahan mineral besi 5 bpj
dan magnesium 100 bpj menunjukkan
perbedaan sangat bermakna terhadap
aktivitas enzim CMCase (taraf uji 1%).
4. Kadar Asam Sitrat
Analisis kadar asam sitrat dilakukan
dengan menggunakan KCKT, untuk
mengetahui jumlah asam sitrat yang
diproduksi selama fermentasi pada media
cair yang mengandung onggok 10%
dengan perlakuan penambahan mineral
besi 5 bpj dan magnesium 100 bpj. Hasil
analisis asam sitrat dengan KCKT
tercantum pada Tabel 4 berikut :
Tabel 4. Kadar asam sitrat pada media
mengandung onggok 10% menggunakan
kultur tunggal Trichoderma sp dan kultur
campuran Trichoderma sp dan A. niger
dengan penambahan Fe dan Mg.
Perlakuan
Kadar asam sitrat
(g/l)
Kultur
tunggal
Kultur
campuran
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010864
Trichoder
ma sp
Trichoderm
a sp +A.
niger
Kontrol 0,3532 0,3725
+ Fe 5 bpj 0,4272 0,4786
+ Mg
100bpj 0,3544 0,5402
Fe 5 bpj +
Mg 100bpj 0,3587 0,5702
Hasil penelitian lain, menggunakan
cairan tebu difermentasi dengan A. niger
diperoleh asam sitrat sebesar 89,64
g/l[11].
Kadar asam sitrat tertinggi diperoleh
pada fermentasi cair kultur tunggal
Trichoderma sp dalam media
mengandung onggok 10 % dengan
penambahan mineral besi 5 bpj sebesar
0,4272 g/l. Fermentasi cair kultur
campuran Trichoderma sp dengan A.
niger pada media mengandung onggok 10
%, kadar asam sitrat tertinggi diperoleh
pada penambahan besi 5 bpj dengan
magnesium 100 bpj sebesar 0,5702 g/l.
Hasil kadar asam sitrat berdasarkan
penelitian sebelumnya menggunakan
cairan tebu lebih besar bila dibandingkan
dengan kadar asam sitrat yang dihasilkan
pada penelitian ini. Hal ini diduga
disebabkan perbedaan substrat, pada
cairan tebu mengandung glukosa yang
lebih tinggi dan akan menghasilkan asam
sitrat yang tinggi juga.
KESIMPULAN
a.Penggunaan kultur campuran
Trichoderma sp dan A. niger lebih
meningkatkan produksi asam sitrat
dibandingkan menggunakan kultur
tunggal Trichoderma sp pada media
fermentasi ir mengandung onggok 10
%.
b.Fermentasi cair kultur tunggal
Trichoderma sp dalam media
mengandung onggok 10% dengan
penambahan mineral besi 5 bpj
mencapai produksi asam sitrat tertinggi
sebesar 0,4272 g/l dan pada fermentasi
cair kultur campuran Trichoderma sp
dengan Aspergillus niger dalam media
mengandung onggok 10% dengan
penambahan kombinasi besi 5 bpj dan
magnesium 100 bpj sebesar 0,5702 g/l.
c. Hasil ANOVA pada perlakuan kultur
yang berbeda yaitu kultur tunggal
Trichoderma sp dan kultur campuran
Trichoderma sp dan A. niger dengan
penambahan mineral besi 5 bpj dan
magnesium 100 bpj menunjukkan
perbedaan sangat bermakna (taraf uji
1%) terhadap kandungan glukosa dan
aktivitas enzim CMCase, dan tidak ada
perbedaan bermakna terhadap
kandungan protein.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010 865
Sdri. K. Natalia Sembiring yang telah
membantu selama penelitian berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Madethen. 1989. Prospek Pengembangan Teknologi Pengolahan Singkong Sebagai Bahan Baku Industri. Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran.Bandung . hal.2-3.
Tarmudji. 2004. Pemanfaatan Onggok untuk Pakan Ternak. Balitvet- Bogor
Judoamidjojo, M. 1992. Teknologi Fermentasi. PAU Bioteknologi IPB. Bogor hal.37-40, 301-306.
Kusmiati. 2009. Aktivitas CMCase dan Produksi Asam Sitrat oleh kapang Trichoderma sp mutan terimobilisasi dalam substrat padat onggok dan dedak. Proseding Seminar Nasional XVIII “Kimia dalam Industri dan Lingkungan”. Jaringan Kerjasama Kimia Indonesia, Yogyakarta 3 Desember 2009. Hal.783-792
Paturau JM. 1982. By product of the cane sugar industry. Second completely revised edition. Elsevier Scientific Publishing Company. New York. hal.279-85.
Ikram-ul-haq, Muhamad MJ, Tehmina SK. 2006. An innovative approach for hyper production of cellulolityc and hemi cellulolityc enzymes by consortium. J of Biotechnology. 5(8). Hal.609-614.
Tran C. T. 1998. Selection of a strain of Aspergillus for the production of citric acid from pineapple waste in solid state fermentation. World Journal of Microbiology and Biotechnology. Australia. Vol 14:399-404.
Kiel H, Rumia G, Yigal H. 1981. Citric acid fermentation by Aspergillus niger in low sugar concentrations and cotton waste. Departments Microbiology and plant pathology. Israel. hal.1-4.
Gritter JR, Schawarting AE. 1991. Pengantar Kromatografi. Terjemahan oleh Kosasih A Padmawinata. ITB. Bandung. Hal. 160-92.
Copeland RA. 1994. Methods for protein analysis: a practical guide to laboratory protocols. Chapman & Hall. London. hal.43-44.
Prado FC, Vandenberghe LPS. 2005. Citric acid production by solid-state fermentation on a semi-pilot scale using different percentages of trated cassava bagasse. Brazilian Journal Chemical Engineering. hal. 547-53.
Seminar Nasional Biologi 2010
Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta 24-25 September 2010866