67949428-EPILEPSI
-
Upload
melzmyself -
Category
Documents
-
view
31 -
download
3
Transcript of 67949428-EPILEPSI
PRESENTASI KASUS
Seorang Anak Laki-laki Usia 13 Tahun dengan Konvulsi e.c Epilepsi
Oleh:
Allivia Firdahana G0006176
Berty Denny Hermawati G0006057
Pembimbing:
KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R A K A R T A
2011
BAB I
STATUS PENDERITA
ANAMNESA
A. Identitas Penderita
Nama : An. BAP
Umur : 13 tahun
Agama : Islam
Alamat : Dsn Kendal 01/04 Wareng, Punung, Pacitan
No. RM : 01075854
Pemeriksaan : 26 Juli 2011
B. Keluhan Utama : pasien kontrol
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan pasien kontrol di poli saraf. Sebelumnya pasien mondok di
RS. Dr Moewardi dengan keluhan kejang.
+ 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang lebih dari 10 kali dalam sehari.
Kejang berlangsung selama 30 detik - 1 menit, tanpa didahului demam. saat pasien
berjalan di halaman rumahnya ketika hendak bekerja, tiba-tiba pasien merasakan
lengan dan tungkai sebelah kiri melemah, dan sulit digerakkan sehingga pasien
terjatuh di selokan dengan posisi miring ke kiri. Saat jatuh pasien masih sadar, tapi
sulit untuk bangun sendiri sehingga pasien berteriak minta tolong dan saat itu pasien
merasakan kalau bicaranya pelo. Oleh para tetangga, pasien ditolong dan dibawa ke
dalam rumah. Pasien tidak merasakan sakit kepala (-), mual (-), muntah (-) serta tidak
kejang (-). Setelah kejadian itu, tangan kiri dirasa tidak kuat untuk mengangkat benda
yang biasanya bisa ia angkat, sulit digerakkan tetapi masih bisa digeser, dan masih
bisa merasakan sentuhan-sentuhan tetapi kurang peka dibandingkan yang kanan. Kaki
kirinya juga dirasa melemah sehingga sulit untuk berjalan. Oleh majikannya, pasien
dibawa ke RSUD Moewardi keesokan harinya.
± 2 minggu yang lalu pasien merasa sering nyeri kepala bagian belakang dan
kaku leher. Nyeri kepala terasa seperti berdenyut-denyut, terus menerus. Pasien
kemudian periksa ke Puskesmas, saat ditensi tekanan darahnya 190/100 mmHg.
Pasien diberi obat penurun tensi namun setelah obatnya habis pasien tidak kontrol ke
puskesmas lagi.
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Riwayat kejang : (+) sejak usia 5 tahun
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat trauma : disangkal
d. Riwayat kejang : disangkal
e. Riwayat mondok : (+) karena kejang tanpa demam dan dinyatakan
epilepsi
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan serupa : disangkal
F. Riwayat Kebiasaan
Riwayat minum obat-obatan : disangkal
G. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang seorang anak tunggal. Pasien berobat dengan pembiayaan
Askes.
H. Riwayat Gizi
Pasien makan teratur tiga kali sehari dengan nasi, sayur, tahu, tempe, kadang-
kadang telur. Pasien jarang makan daging dan minum susu.
ANAMNESIS SISTEM
Anamnesis sistem dilakukan tanggal 26 Juli 2011
a. Sistem saraf pusat : nyeri kepala belakang (-), kejang (-), kaku kuduk (-)
b. Sistem Indera
- Mata : berkunang- kunang (-), pandangan dobel (-), penglihatan
kabur (-), pandangan berputar (-)
- Hidung : mimisan (-), pilek (-)
- Telinga : pendengaran berkurang (-), berdenging (-), keluar cairan
(-), darah (-)
c. Mulut : sariawan (-), luka pada sudut bibir (-), gusi berdarah (-),
mulut kering (-), gigi goyang (-), lidah pelo (-)
d. Tenggorokan : sakit menelan (-), suara serak (-), gatal (-)
e. Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-), batuk darah (-), mengi (-) tidur
mendengkur (-)
f. Sistem kardiovaskuler : sesak nafas saat beraktivitas (-), nyeri dada (-), berdebar-
debar (-)
g. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri uluh hati (-), susah berak (-),
perut sebah (-), mbeseseg (-), kembung (-), nafsu makan
berkurang (-), ampek (-), tinja lunak (-).
h. Sistem muskuloskeletal : nyeri punggung (-), nyeri sendi (-), kaku (-), kelemahan
pada lengan dan tungkai (-)
i. Sistem genitourinaria : sering kencing (-), nyeri saat kencing (-), kencing panas (-),
anyeng-anyengan (-), keluar darah (-), kencing nanah (-),
sulit memulai kencing (-), sulit menahan kencing (-)
j. Ekstremitas atas : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan
(-), bengkak (-), kelemahan lengan (-), sakit
sendi (-), panas (-) berkeringat (-)
k. Ekstremitas bawah : luka (-), tremor (-), ujung jari terasa dingin (-), kesemutan
(-), sakit sendi (-), kelemahan tungkai (-), bengkak (-)
l. Sistem neuropsikiatri : kejang (-), gelisah (-), mengigau (-), emosi tidak stabil (-),
Hiperaktif (+)
m.Sistem Integumentum : Kulit sawo matang, pucat (-), kering (-), terasa tebal (-)
PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGIS
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 26 Juli 2011
a. Vital Sign : TD = 90/60 mmHg
Nadi = 96 x/menit
RR = 20x/menit
Suhu = 36,50C
b. GCS : E4 V5 M6
c. Fx luhur : dalam batas normal
d. Fx vegetatif : -
e. Fx sensorik :
f.
f. Fx motorik :
Kekuatan Tonus Ref. Fisiologis Ref. Patologis
N N
N N
+2 +2
+2 +2
- -
- -
5 5
5 5
N N
N N
Babinsky Babinsky
Rangsang meningeal
Kaku kuduk : -
Brudinsky I : -
Brudinsky II : -
Brudinsky III : -
g. Nervi Craniales
N. I : tak ada kelainan
N. II : tak ada kelainan
N. III, IV,VI : RC (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), gerakan mata tak ada kelainan
N. V : tak ada kelainan
N.VII : tak ada kelainan
N. VIII : tak ada kelainan
N. IX : uvula simetris
N. X : tak ada kelainan
N. XI : tak ada kelainan
N.XII : tak ada kelainan
HASIL LABORATORIUM DARAH
HEMATOLOGIRUTIN
18 Juli 2011
SATUAN RUJUKAN
Hb 13 g/dl 12,0-15,6
HCT 39,1 33-45
AL 10,4 103/l 4,5-14.5
AT 368 103/l 150-450
AE 4,92 106/l 4.10-5.10
Gol.darah
KIMIA KLINIK
GDS100
mg/dL 80-140
Ureum 14 mg/dL <50
Kreatinin 0,6 mg/dL 0,7-1,3
Na 140 mmol/ L 136-145
K 3,6 mmol/ L 3,3-5,1
Cl 106 mmol/ L 98-106
HASIL EEG
Rekaman EEG ictal dan interictal menyokong focal secondary generalized seizure.
RESUME
+ 1 hari sebelum masuk rumah sakit, saat pasien berjalan di halaman
rumahnya ketika hendak bekerja, tiba-tiba pasien merasakan lengan dan tungkai
sebelah kiri melemah, dan sulit digerakkan sehingga pasien terjatuh di selokan dengan
posisi miring ke kiri. Saat jatuh pasien masih sadar, tapi sulit untuk bangun sendiri
sehingga pasien berteriak minta tolong dan saat itu pasien merasakan kalau bicaranya
pelo. Oleh para tetangga, pasien ditolong dan dibawa ke dalam rumah. Pasien tidak
merasakan sakit kepala (-), mual (-), muntah (-) serta tidak kejang (-). Setelah
kejadian itu, tangan kiri dirasa tidak kuat untuk mengangkat benda yang biasanya bisa
ia angkat, sulit digerakkan tetapi masih bisa digeser, dan masih bisa merasakan
sentuhan-sentuhan tetapi kurang peka dibandingkan yang kanan. Kaki kirinya juga
dirasa melemah sehingga sulit untuk berjalan. Oleh majikannya, pasien dibawa ke
RSUD Moewardi keesokan harinya.
± 2 minggu yang lalu pasien merasa sering nyeri kepala bagian belakang dan
kaku leher. Nyeri kepala terasa seperti berdenyut-denyut, terus menerus. Pasien
kemudian periksa ke Puskesmas, saat ditensi tekanan darahnya 190/100 mmHg.
Pasien diberi obat penurun tensi namun setelah obatnya habis pasien tidak kontrol ke
puskesmas lagi.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD = 180/120 mmHg, nadi = 76 x/menit,
RR = 24x/menit,suhu = 36,40C. . Kekuatan anggota gerak kiri 2, tonus kedua
tungkai bawah normal, terdapat reflek patologis Openheim di tungkai kiri dan .
Babinsky di kaki kiri. Terdapat parese N.VII dan N.XII.
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan: Kolesterol total : 237 mg/dl
(meningkat).
DIAGNOSIS
K : kejang.......
T : cortex
E : idiopatik
TERAPI
Carbamazepin 2 x 200 mg
Vit B6 2 x 1 tab
PLANNING
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Kasus
1. Definisi
Stroke atau Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak.
Menurut WHO, stroke adalah terjadinya gangguan fungsional otak fokal
maupun global secara mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam akibat
gangguan aliran darah otak.
Stroke adalah gangguan potensial yang fatal pada suplai darah bagian otak.
Tidak ada satupun bagian tubuh manusia yang dapat bertahan bila terdapat gangguan
suplai darah dalam waktu relatif lama sebab darah sangat dibutuhkan dalam
kehidupan terutama oksigen. Penyempitan atau pecahnya pembuluh darah yang
menyebabkan pasokan darah ke otak berkurang.
Berdasarkan definisi-definisi stroke yang tersebut diatas penulis
menyimpulkan bahwa stroke merupakan gangguan fungsi otak yang menyebabkan
terjadinya gangguan neurologik akibat suplai darah ke otak tidak terpenuhi. Hal ini
mengakibatkan kebutuhan oksigen dan nutrisi lainnya tidak terpenuhi oleh otak.
2. Anatomi Fungsional
Masalah utama pada stroke adalah karena gangguan peredaran darah di otak,
sehingga kita perlu memahami tentang anatomi fungsional otak.
a. Anatomi Otak
Otak merupakan bagian depan dari sistem saraf pusat yang mengalami
perubahan dan pembesaran. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung
(meninges) dan berada di dalam rongga tengkorak. Selain itu otak juga merupakan
jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan
terutama berasal dari metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan
dan kebutuhan akan oksigen dan glukosa melalui aliran darah yang bersifat
konstan.
Bagian - bagian dari otak :
1) Hemisferium Serebri
Hemisferium serebri dibagi menjadi dua hemisferium yaitu
hemisferium kanan dan kiri yang dipisahkan oleh celah dalam yang disebut
dengan fisura longitudinalis serebri (Chusid, 1979). Bagian luar dari
hemisferium serebri terdiri dari substantia grisea yang disebut sebagai korteks
serebri. Kedua hemisferium ini dihubungkan oleh suatu pita serabut lebar yang
disebut dengan corpus calosum.
Pusat aktivitas sensorik dan motorik pada masing-masing hemisferium
dirangkap dua, dan biasanya berkaitan dengan bagian tubuh yang berlawanan.
Hemisferium serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah kiri dan
hemisferium serebri kiri mengatur bagian tubuh sebelah kanan. Konsep
fungsional ini disebut pengendalian kontralateral.
2) Korteks Serebri
Korteks serebri pada cerebrum mempunyai banyak lipatan yang
disebut dengan konvulsi atau girus. Celah-celah atau lekukan yang disebut
sulcus terbentuk dari lipatan-lipatan tersebut yang membagi setiap
hemispherium menjadi daerah-daerah tertentu, antara lain :
a) Lobus Frontalis
Lobus frontalis mencakup bagian dari korteks serebri ke depan dari
sulkus sentralis dan diatas sulkus lateralis. Bagian ini mengandung daerah-
daerah motorik. Daerah broca terletak di lobus frontalis dan mengotrol
expresi bicara. Lobus frontalis bertanggung jawab untuk perilaku
bertujuan, penentuan keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks.
Lobus ini juga memodifikasi dorongan-dorongan emosional yang
dihasilkan oleh sistem limbic.
Badan sel di daerah motorik primer lobus frontalis mengirim tonjolan-
tonjolan akson ke korda spinalis, yang sebagian besar berjalan dalam alur
yang disebut sebagai sistem piramidalis. Pada sistem ini neuron-neuron
motorik menyeberang ke sisi yang berlawanan. Informasi motorik sisi kiri
korteks serebrum berjalan ke bawah ke sisi kanan korda spinalis dan
mengontrol gerakan motorik sisi kanan tubuh, demikian sebaliknya.
Sedangkan akson-akson lain dari daerah motorik berjalan dalam jalur
ekstrapiramidalis. Serat ini mengontrol gerakan motorik halus dan berjalan
di luar piramidal ke korda spinalis.
b) Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke
bawah dari fisura lateralis dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis. Lobus ini adalah daerah asosiasi untuk informasi auditorik dan
mencakup daerah wernicke tempat interpretasi bahasa. Lobus ini juga
terlibat dalam interpretasi bau dan penyimpanan ingatan.
c) Lobus Parietalis
Lobus parietalis adalah daerah korteks yang terletak dibelakang sulkus
sentralis, diatas fisura lateralis dan meluas ke belakang ke fisura parieto-
oksipitalis. Lobus ini merupakan daerah sensorik primer otak untuk rasa
raba dan pendengaran.
d) Lobus Oksipitalis
Lobus oksipitalis adalah lobus posterior korteks serebrum. Lobus ini
terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis dan diatas fisura
parieto-oksipitalis. Lobus ini menerima informasi yang berasal dari retina
mata.
Hemisferium Serebri dari sisi kiri
Beberapa daerah tertentu korteks serebri telah diketahui memiliki
fungsi spesifik. Pembagian dan klasifikasi korteks serebri telah diusahakan
oleh banyak peneliti berdasarkan arsitektur sel (cytoarchitecture). Sistem
yang paling digunakan ialah sistem dari von Economo dan Brodmann. Von
Economo membedakan 5 tipe isokorteks yang utama berdasarkan ciri-ciri
lapisannya. Dengan memakai angka-angka, Brodmann memberikan label
pada masing-masing daerah yang dianggap berbeda dengan yang lain.
Daerah-daerah tersebut telah dipergunakan sebagai penetapan lokalisasi
proses-proses fisiologi dan patologis.
Pada lobus frontalis terdiri dari area 4 yang merupakan daerah
motorik yang utama, area 6 merupakan bagian sirkuit traktus
extrapiramidalis, area 8 berhubungan dengan gerakan mata dan pupil, area 9,
10, 11,12 adalah daerah asosiasi frontalis. Lobus parietalis terdiri dari area 3,
2, 1 merupakan daerah sensoris post-sentralis yang utama. Lobus temporalis
terdiri dari area 41 yang merupakan daerah auditorius primer, area 42
merupakan korteks audiotorius sekunder atau asosiasi, area 38, 40, 20, 21 dan
22 adalah daerah asosiasi. Lobus oksipitalis terdiri dari area 17 yaitu korteks
striata, korteks visual yang utama, area 18 dan 19 merupakan daerah asosiasi
visual.
3) Ganglia Basalis
Ganglia basalis adalah massa substantia grisea yang terletak dibagian
dalam hemisferium serebri. Massa yang berwarna kelabu dalam ganglion
basalis terbagi menjadi empat bagian, yaitu nukleus kaudatus, nukleus
lentiformis, korpus amygdala dan claustrum. Nukleus kaudatus dan nukleus
lentiformis bersama fasiculus interna membentuk korpus striatum yang
merupakan unsur penting dalam sistem extrapiramidal. Fungsi dari ganglia
basalis adalah pusat koordinasi dan keseimbangan.
4) Traktus Extrapiramidalis
Traktus extrapiramidalis tersusun atas korpus striatum, globus palidus,
thalamus, substantia nigra, formation lentikularis, cerebellum dan cortex
motorik. Traktus extrapiramidalis merupakan suatu mekanisme yang tersusun
dari jalur-jalur dari korteks motorik menuju Anterior Horn Cell (AHC).
Fungsi utama dari traktus extrapiramidalis berhubungan dengan gerakan yang
berkaitan pengaturan sikap tubuh dan integrasi otonom. Lesi pada setiap
tingkat dalam traktus extrapiramidalis dapat menghilangkan gerakan dibawah
sadar.
5) Traktus Piramidalis
Traktus piramidalis berasal dari sel-sel betz pada lapisan ke lima
korteks serebri pada girus presentralis lobus frontalis ke kapsula interna
masuk ke diencephalon diteruskan ke mesencephalon, pons varolli sampai
medulla oblongata. Di perbatasan medulla oblongata dan medulla spinalis
sebagian besar traktus ini merupakan penyilangan di dekusasio piramidalis.
Fungsi dari sistem pyramidalis berhubungan dengan gerakan terampil dan
motorik halus.
b. Anatomi Peredaran Darah Otak
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus. Suplai darah
arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh- pembuluh darah yang
bercabang-cabang, behubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat
menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.
1) Peredaran Darah Arteri
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis
dan arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk
circulus willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri
karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri
medial. Di dekat akhir arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar
arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal dengan arteri
serebri posterior. Arteri serebri anterior saling berhubungan melalui arteri
communicans anterior.
Arteri vertebralis kiri dan kanan bersal dari arteria subklavia sisi yang
sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteria inominata,
sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk
arteri basilaris.
2) Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater,
suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater yang
liat. Sinus-sinus dura mater tidak mempunyai katub dan sebagian besar
berbentuk triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengallir ke dalam sinus
longitudinalis superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang
utama adalah vena anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus
longitudinalis superior dan vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam
sinus transversus. Vena-vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari
basal ganglia.
Circulus Willisi
3. Etiologi
Berdasarkan etiologinya stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke
haemoragic (perdarahan) jika arteri pecah dan stroke non haemoragic (ischemic) jika
arteri tersumbat. Stroke non haemoragic mencakup stroke thrombotic dan embolic.
Banyak faktor resiko yang dapat membuat seseorang yang menjadi rentan
terhadap serangan stroke, secara garis besar faktor resiko stroke dibagi menjadi dua
yaitu:
a. Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol yaitu:
1) Umur, semakin tua kejadian stroke semakin tinggi.
2) Ras/bangsa : Negro/Afrika, Jepang, dan Cina lebih sering terkena stroke.
3) Jenis kelamin, laki-laki lebih beresiko dibanding wanita.
4) Riwayat keluarga yang pernah mengalami stroke.
b. Faktor resiko yang dapat dikontrol
1) Hipertensi
2) Diabetes Millitus
3) Merokok
4) Hiperlipidemia dan Kolesterol
5) Obesitas
6) Penggunaan obat - obatan yang mempengaruhi cerebrovascular
4. Patofisiologi
Gangguan peredaran darah otak dapat terjadi di mana saja di dalam arteri-
arteri yang membentuk circulus willisi yang terdiri dari arteri karotis interna dan
arteri vertebra basilaris atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran
darah yang ke jaringan otak terputus 15 sampai 20 menit, akan terjadi kematian
jaringan atau infark
a. Trombotik Serebri
Pembuluh darah yang menuju otak mengeras dan terjadi perubahan
degenerasi dari dinding pembuluh darah. Dinding pembuluh darah menjadi
lemah, berwarna kuning dan menebal oleh karena penumpukan zat lemak. Selain
itu pengendalian zat kapur menyebabkan pembuluh darah mengeras dari
permukaan pembuluh darah bagian dalam yang permukaannya licin menjadi
tidak rata
Penebalan dinding pembuluh darah menyebabkan penyempitan dan aliran
darah menjadi berkurang. Sehingga jaringan otak kekurangan kebutuhan oksigen
(O2) dan zat-zat lainnya, yang akhirnya jaringan otak menjadi mati atau rusak.
b. Emboli Serebri
Emboli Serebri ialah penyumbatan pembuluh darah oleh sepotong kecil
bekuan darah, tumor, lemak, udara atau substansi lainnya. Emboli biasanya
berhubungan dengan penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah. Emboli
dapat menyumbat pembuluh darah otak secara total atau partial. Daerah jaringan
otak yang disuplai oleh pembuluh darah ini akan mengalami infark atau
thrombosis.
Suatu thrombosis yang melekat di permukaan dalam pembuluh darah atau
jantung terlepas dan kemudian masuk ke dalam perdaran darah otak yang
menimbulkan gejala-gejala stroke yang timbul secara mendadak.
Stroke akibat thrombosis dan stroke akibat emboli
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala merupakan bentuk keluhan dari timbulnya penyakit tersebut
(Hudaya,1997). Tanda dan gejala yang ditimbulkan sangat bervariasi tergantung dari
topis dan derajat beratnya lesi. Akan tetapi tanda dan gejala yang dijumpai pada
penderita post stroke secara umum yaitu :
a. Gangguan Motorik
Gangguan motorik yang terjadi yaitu :
1) Tonus abnormal, baik hipotonus maupun hipertonus.
2) Penurunan kekuatan otot.
3) Gangguan gerak volunteer.
4) Gangguan keseimbangan.
5) Gangguan koordinasi.
b. Gangguan Sensorik
Gangguan sensorik yang ditimbulkan adalah :
1) Gangguan propioceptif.
2) Gangguan kinestetik.
3) Gangguan diskriminatif.
6. Komplikasi
Komplikasi merupakan suatu proses patologis atau tidak langsung akibat
disuse (karena imobilisasi) atau misuse (karena salah menggerakkannya)
(Hudaya,1997). Pasien yang telah menderita stroke beresiko mengalami komplikasi
lanjut yang terjadi akibat immobilisasi, serta masalah-masalah yang berhubungan
dengan kondisi medis umumnya. Komplikasi yang ditimbulkan :
a. Pneumonia
Salah satu masalah yang paling serius dari stroke adalah radang paru-paru/
pneumonia. Itu dibuktikan pada penelitian yang telah menemukan bahwa dari
58% kematian pasien stroke penyebab utamanya adalah radang paru-paru.
b. Subluksasi sendi bahu
Subluksasi sendi bahu yang terjadi akibat adanya gangguan faktor
biomekanik stabilitas sendi bahu karena kelemahan otot rotator cuff
mengakibatkan perlindungan terhadap sendi bahu tidak ada.
c. Trombosis Vena Profunda
Kira-kira 30 %-50 % pasien stroke menderita trombosis vena profunda pada
deep vein trombosis (DVT) pada tungkai. Resiko terjadinya emboli paru dengan
DVT kurang lebih 10 % pada pasien stroke. Hal ini disebabkan thrombus dari
pembuluh darah balik terlepas membentuk emboli, bersama darah menuju
keparu-paru sehingga terjadilah emboli paru.
d. Sindroma Bahu
Sindroma bahu (Shoulder Hand Syndrome) merupakan suatu bentuk
komplikasi pasca stroke yang telah dikenal secara baik walaupun kondisi ini
jarang ditemui pada pasien pasca stroke. Gejala ini ditandai dengan adanya nyeri
pada gerak aktif dan pasif pada bahu yang terkena, diikuti nyeri pada gerakan
ekstensi pergelangan tangan dan bengkak pada pergelangan tangan dan tangan.
e. Spastisitas
Spastisitas terjadi karena pengaruh hambatan cortical dimana terjadi
peningkatan tonus lebih tinggi dari normal karena terputusnya aktifitas stretch
reflek karena hilangnya kontra supra spinal (sistem ekstrapiramidalis).
f. Dekubitus
Dekubitus terjadi karena gangguan sensoris sehingga tidak merasakan
adanya tekanan pada daerah yang menonjol pada tubuh yang kontak langsung
dengan bed dalam waktu lama, pembuluh darah tertekan, dan terjadilah nekrosis
pada daerah yang tertekan.
7. Diagnosis dan Pemeriksaan Tambahan
Sebelum dikenal adanya CT scan, pemeriksaan CSF merupakan metode yang
paling sering dipakai untuk menegakkan diagnosis dari stroke hemorhagik. Adanya
darah atau CSF yang xanthokromik mengindikasikan adanya komunikasi adantara
hematom dengan rongga ventrikular namun jarang pada hematoma lobar atau yang
kecil. Secara umum, pungsi lumbal tidak direkomendasikan, karena hal ini dapat
menyebabkan atau memperparah terjadinya herniasi. Selain itu dapat terjadi kenaikan
leukosit serta LED pada beberapa pasien.
Computerized tomography (CT) serta kemudian magnetic resonance imaging
(MRI) memberikan visualisasi langsung dari darah serta produknya di ekstravaskuler.
Komponen protein dari hemoglobin bertanggung jawab lebih dari 90% hiperdensitas
gambaran CT pada kasus perdarahan, sedangkan paramagnetic properties dari
hemoglobin bertanggung jawab atas perubahan sinyal pada MRI. CT scan dapat
mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan akut. Lesi menjadi hipodens dalam 3
minnggu dan kemudian membentuk suatu posthemorrhagic pseudocyst. Perbedaan
antara posthemorrhagic pseudocyst dari kontusio lama, lesi iskemik atau bahkan
astrositoma mungkin dapat menjadi sulit. MRI dapat membedaakan 5 stage dari
perdarahan berdasarkan waktunya yaitu: hiperakut, akut, subakut stage I, subakut
stage II, dan kronik.
Penggunaan angiography pada diagnosis dari PIS menurun setelah adanya CT
dan MRI. Peranan utama dari angiografi adalah sebagai alat diagnosis etiologi dari
PIS non-hipertensif seperti AVM, aneurysm, tumor dll, PIS multipel, dan juga PIS
pada tempat tempat atipikal (hemispheric white matter, head of caudate nucleus).
Walaupun demikian penggunaannya tetap terbatas oleh karena perkembangan
imaging otak yang non-invasif.
8. Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan stroke meliputi (PERDOSSI, 2007):
Penatalaksanaan Umum Stroke Akut
A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis
klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
a) Anamnesis
b) Pemeriksaan fisik
c) Pemeriksaan neurologik dan skala stroke.
d) Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD,
elektrolit darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah
rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi oksigen.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan
hipotonik)
Optimalisasi tekanan darah
Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi,
dapat diberikan obat-obat vasopressor.
Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal
Derajat kesadaran
Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan
dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari
pertama stroke
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien
yang mengalami penurunan kesadaran
Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
Elevasi kepala 20-30º.
Hindari penekanan vena jugulare
Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20
menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan
dosis inisial 1 mg/kgBB IV.
Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke
iskemik serebelar
e. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti
phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan
maksimum 50 mg/menit.
Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi
profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan
bila kejang tidak ada.
f. Pengendalian suhu tubuh
Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya.
Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC
g. Pemeriksaan penunjang
E KG
Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal
hemostasis, KGD, analisa urin, AGDA dan elektrolit.
Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada
B. Penatalaksanaan Umum di Ruang Rawat Inap
1. Cairan
o Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin , CVP pertahankan antara 5-12
mmHg. Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB.
o Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari
ditambah pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.
o Elektrolit (sodium, potassium, calcium, magnesium) harus selalu
diperiksaa dan diganti bila terjadi kekuranngan.
o Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGDA.
o Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia.
2. Nutrisi
o Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam.
o Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau
kesadaran menurun.
o Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.
3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
o Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
(aspirasi, malnutrisi, pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi
ortopedik dan fraktur)
o Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas
kuman.
o Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.
4. Penatalaksanaan medik yang lain
o Hiperglikemia pada stroke akut harus diobati dan terjaga normoglikemia.
o Jika gelisah dapat diberikan benzodiazepin atau obat anti cemas lainnya.
o Analgesik dan anti muntah sesuai indikasi
o Berikan H2 antagonist, apabila ada indikasi.
o Mobilisasi berthap bila hemodinamik dan pernafasan stabil.
o Rehabilitasi
o Edukasi keluarga.
o Discharge planning.
Penatalaksanaan stroke perdarahan intra serebral (PIS)
Terapi Medik pada PIS Akut
a. Terapi hemostatik
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
hemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemophilia yang resisten terhadap
pengobatan factor VII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita
dengan fungsi koagulasi yang normal.
Aminocaproic acid terbukti tidak mempunyai efek yang menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highly-
significant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih
dari 3 jam.
b. Reversal of Anticoagulation
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya di berikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic complex concentrate suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII,IX, X, menormalkan INR lebih cepat dibandingkan
FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman untuk jantung
dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10µ/kg- 90 µ/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian
obat ini harus tepat diikuti dengan coagulation factor replacement dan vitamin
K karena efeknya hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractioned or low moleculer weight heparin
diberikan Protamine Sulfat dan pasien dengan trombositopenia atau adanya
gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin,
transfusi platelet atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke 7-14 setelah terjadinya perdarahan.
Tindakan Bedah pada PIS berdasarkan EBM
Tidak dioperasi bila (non-surgical candidate) :
- Pasien dengan perdarahan kecil (<10 cm3) atau defisit neurologis minimal
- Pasien dengan GCS ”4. Meskipun pasien GCS ”4 dengan perdarahan serebelar
disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life saving.
Dioperasi bila (surgical candidate) :
Pasien dengan perdarahan serebelar >3 cm dengan perburukan klinis atau
kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi structural seperti aneurisma, malformasi AV atau angioma
cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas.
9. Prognosis
Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume
perdarahan. Semakin rendah nilai SKG maka prognosis semakin buruk dan tingkat
mortalitasnya tinggi. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin
buruk. Dan adanya darah di dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas
yang tinggi. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak
2 kali lipat (Nassisi, 2009). Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstructive
hydrocephalus atau efek massa langsung dari darah ventrikular pada struktur
periventrikular, yang mana berhubungan dengan hipoperfusi global korteks yang
didasarinya. Darah ventrikular juga mengganggu fungsi normal dari C dengan
mengaki atkan asidosis laktat local.
BAB III
PENUTUP
Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab pertama
kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat
melakukan kegiatan mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke
hemoragik mencapai 40-80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama.
Faktor resiko stroke antara lain hipertensi, kolesterol tinggi dan beberapa
kebiasaan seperti merokok, mengkonsumsi alkohol dan kurang berolahraga.cara
pencegahan dapat melalui modifikasi faktor-faktor resiko yang dapat diubah seperti
mengatur pola makan, berolahraga, meleakukan kontrol kesehatan secara rutin.
Stroke tidak hanya ditemukan pada orang-orang kelas atas, stroke bisa
menghampiri siapa saja yang memiliki faktor resikonya. Pencegahan dan penanganan
stroke harus dilakukan sesegera mungkin karena golden periodenya yang singkat.
Penanganan yang cepat pada serangan stroke bisa meminimalkan kerusakan neurologik
pasien dan mencegah dari kerusakan yang lebih berat.
DAFTAR PUSTAKA
Chandra, B. 1994. Neurologi Klinik. Bagian Ilmu Penyakit Syaraf FK Unair.
Dorland, W.A Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, 29th ed. Jakarta: EGC.
Ginsberg et. al. Lesture Notes Neurologi ed. 8. 2008. Jakarta: Penerbit Erlangga
Guideline stroke 2007. Jakarta; Kelompok Studi Stroke PERDOSSI
Guyton, Arthur C. dan Hall, John E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:EGC