epilepsi psikomotor
-
Upload
muhammadrifqifarizanakbar -
Category
Documents
-
view
490 -
download
13
Transcript of epilepsi psikomotor
Laporan Kasus
GANGGUAN MENTAL LAINNYA AKIBAT KERUSAKAN
DAN DISFUNGSI OTAK DAN PENYAKIT FISIK (F06),
SUSPECT EPILEPSI PSIKOMOTOR
Oleh :
M. Rifqi Farizan A. NIM I1A008003
Pembimbing
Dr. H. Yulizar Darwis, Sp. KJ, MM
UPF/Lab Ilmu Kedokteran Jiwa
FK Unlam-RSUD ULIN
Banjarmasin
Juli, 2012
LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRIK
I. IDENTITAS OS
Nama : Ny. JM
Usia : 47 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. KH. A. Mukhsin Gg. Kubur No. 13
Tenggarong, Kalimantan Timur
Pendidikan : SD (lulus)
Pekerjaan : Buruh kerja perkebunan sawit
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Kawin
Berobat tanggal : 27 Juni 2012
II. RIWAYAT PSIKIATRIK
- Alloanamnesa pada tanggal 27 Juni 2012, pukul 23.30 WITA, diperoleh
dari anak penderita (Y) ketika berobat di IGD RSUD Ulin Banjarmasin
- Autoanamnesa pada tanggal 27 Juni 2012, pukul 24.00 WITA, di IGD
RSUD Ulin Banjarmasin
A. KELUHAN UTAMA
Lemah seluruh badan pasca kejang
1
KELUHAN TAMBAHAN
Mendengar bisikan, melihat bayangan, kejang dengan berbicara
sendiri, marah-marah, dan merasa dirasuki.
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Alloanamnesis:
Os datang ke IGD RSUD Ulin dengan keluhan lemas dan tidak
bertenaga seluruh tubuh, dengan riwayat kejang. Menurut anak os, os
memang telah lama dan sering kejang seperti ini sejak 13 tahun yang lalu
(1999), saat itu os kejang seperti kaku, diikuti berbicara sendiri, marah-
marah, mulut tidak berbusa, dan kadang-kadang terkencing, kemudian os
seperti bernapas dalam selanjutnya sadar sebentar dengan tidak mengenali
orang disekitarnya, dan berikutnya os tertidur. Sesaat sebelum kejang, os
sering melihat bayangan anak kecil dan mendengar bisikan-bisikan.
Sebelum kejang os tidak mempunyai masalah dalam kehidupan sehari-
harinya, maupun memikirkan suatu masalah berlebihan. Biasanya dalam 1
tahun terjadi 2 kali kejang. Akhir-akhir ini (sejak tahun 2012), kejangnya
bertambah sering terjadi. Dalam 2 bulan ini (mei-juni 2012) telah
mengalami kejang sebanyak 3 kali. Terakhir kejang terjadi pada hari jumat
satu minggu yang lalu (22 juni 2012). Saat ini kejang os sama seperti
gejala kejang yang dahulu, yaitu: dimulai dari melihat bayangan dan
mendengar bisikan lalu kejang seperti kaku, diikuti berbicara sendiri,
berbicara kacau, marah-marah, tertawa sendiri, tidak dapat diajak
2
berbicara, dan kadang-kadang terkencing, yang terlihat seperti kesurupan.
Kemudian bernapas dalam dan sadar sebentar dengan tidak mengenali
orang disekitarnya, dan tertidur. Os kejang kurang lebih selama 30 menit
sampai 1 jam. Setelah bangun dari tidur pasca kejang, os terlihat sangat
ketakutan, cemas, dan was-was akan dibunuh seseorang, kemudian os
merasa lemah tidak bertenaga selama berhari-hari. Setelah episode kejang
os juga mengalami kesulitan untuk memulai tidur karena terus merasa
takut akan dibunuh. Dan mengalami penurunan nafsu makan. Tetapi untuk
mandi dan merawat diri os masih dapat mengerjakan sendiri dan dengan
inisiatif sendiri tanpa disuruh terlebih dahulu. Os tidak memiliki masalah
dalam keluarga, lingkungan, maupun pekerjaan, tidak ada juga hal-hal
yang terlalu dipikirkan os sebelum kejang tersebut terjadi. Setiap setelah
terjadi kejang os selalu berobat ke puskesmas tetapi hanya diberikan
vitamin-vitamin saja, dan setelah meminum obat os merasa berkurang
kecemasannya dan tidak melihat bayangan maupun mendengar bisikan
kembali. Os tidak pernah mengalami trauma dan sakit parah seperti
demam tinggi yang sampai mengakibatkan penurunan kesadaran. Os juga
bukan penyalah guna obat-obatan dan alkohol.
Autoanamnesis :
Os mengaku sering kejang, dan pertama kali kejang pada tahun
1999. Tetapi os percaya bahwa kejang tersebut adalah kesurupan, karena
dirinya merasa kersukan, tidak sadar, dan tidak ingat apa yang terjadi saat
3
kejang tersebut. Menurut os semuanya bermula dari pada 13 tahun yang
lalu saat os pulang dari bekerja di perkebunan sawit, os melihat bayangan
wanita seperi hantu sambil menggendong anak, setelah itu bayangan
wanita itupun marah, os mendengar bisikan-bisikan yang mengancam os
dan menyuruh os melakukan sesuatu dan seketika setelah itu os kejang
seperti kaku seluruh tubuh, os merasa tidak sadarkan diri, tidak ingat apa
yang terjadi saat kejang, dan kemudian tertidur. Setelah sadar dari tidur os
merasa sangat takut dan gelisah merasa ada yang mengejar-ngejar dan
ingin membunuhnya. Dalam kejadian berikutnya sebelum kejang os selalu
seperti itu, os selalu melihat bayangan anak kecil yang mondar-mandir
dihadapannya dan mendengar bisikan yang mengancam dan menyuruh os
melakukan sesuatu, os merasa bahwa orang tersebut selalu mengetahui apa
yang ingin os lakukan. Setelah itu pun os kejang dengan gejala kejang
yang sama dari sebelumnya dengan kejang seperti kaku seluruh tubuh,
berbicara sendiri, berbicara kacau, marah-marah, tertawa sendiri,
kemudian tertidur, dan setelah bangun tidak ingat apa yang terjadi saat
kejang. Menurut os, memang sering mengalami kejang, dalam 2 bulan
trakhir ini telah mengalami kejang sebanyak 3 kali, dan terakhir kejang
terjadi pada hari jumat satu minggu yang lalu (22 juni 2012). Os
mengalami kesulitan dalam memulai tidur dan penurunan nafsu makan,
karena os masih merasa cemas dan was-was akan dibunuh seseorang,
tetapi itu hanya dalam beberapa hari setelah terjadinya serangan kejang
saja, hari-hari berikutnya os tidur dan makan dengan baik. Os mengaku
4
tidak memiliki masalah dalam kesehariannya baik dalam keluarga,
lingkungan, dan pekerjaannya, os juga tidak ada hal-hal yang sangat
dipikirkannya sebelum terjadinya kejang. Os rutin berobat ke puskesmas
tiap kali setelah terjadi kejang dan diberikan vitamin disana. Os merasa
setelah meminum vitamin dari puskesmas menjadi lebih baik dan
kecemasannya hilang, walaupun badannya masih lemas.
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Os tidak pernah mengonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak
pernah mengalami kelainan atau gangguan mental dan perilaku. Tidak ada
riwayat demam tinggi hingga penurunan kesadaran. Tidak ada riwayat
trauma kepala.
D. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
Menurut Erik H. Erikson
1. Trust VS Mistrust (0 - 1/1,5 tahun)
Saat bayi, os disusui ibunya dengan baik, os tidak rewel jika dengan
ibunya ataupun keluarga dan nafsu menyusuinya baik. kadang-kadang
os menangis bila di pangku oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia
bukan saja tidak percaya kepada orang-orang yang asing tetapi juga
kepada benda asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan
sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi tersebut seringkali os
menangis.
5
2. Otonomi VS Rasa Malu dan Ragu (early chilhood: 1/1,5 - 3tahun)
Pada masa ini os sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri,
berjalan, bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang
tuanya, tetapi di pihak lain os telah mulai memiliki rasa malu dan
keraguan dalam berbuat, sehingga seringkali minta pertolongan atau
persetujuan dari orang tuanya.
3. Inisiatif VS Rasa Bersalah (late chilhood : 3 - 6th)
Di masa ini os sudah memiliki inisiatif dalam mempelajari sesuatu dan
rasa ingin tau os cukup tinggi. Os tidak mengalami gangguan dalam
fase ini ditandai dengan, saat ini os sangat jarang berdiam diri
(inhibition) di kesehariannya. Berdiam diri merupakan suatu sifat
yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan
apa-apa.
4. Industri VS Inferiority ( usia sekolah:6 - 12 tahun)
Dalam fase ini os telah dapat menghasilkan sesuatu dari kemauannya
yang giat belajar, seperti telah dapat menggambar dengan baik dan
telah dapat membantu pekerjaan ayahnya, bertani dengan baik.
5. Identitas dan Penolakan VS difusi Identitas
(masa remaja: 12 – 20 tahun)
Pada fase ini os telah mulai banyak bergaul dan memiliki beberapa
teman akrab. Os lebih sering bejalan keluar rumah, bergaul dengan
lingkungan sekitarnya.
6
6. Intimasi dan Solidaritas VS Isolasi (Early adulthood : 20 - 35 th)
pada masa ini ikatan os dengan beberapa teman os sudah mulai
longgar. os sudah mulai selektif, dan os lebih membina hubungan
yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham.
7. Generativitas VS Stagnasi (middle adulthood : 35 - 65 th)
Dalam fase ini os berusaha untuk tetap menyenangkan orang
disekitarnya dan mulai memberikan peraturan-peraturan terhadap
kegiatan anak-anaknya.
E. RIWAYAT KELUARGA
Genogram:
Keterangan :
Laki-laki :
Perempuan :
7
Penderita :
Meninggal :
Tidak ada keluarga yang memiliki kelainan jiwa atau pernah mengalami
kejang dan gangguan jiwa.
F. RIWAYAT SITUASI SEKARANG
Os sekarang tinggal dengan ibu, suami, dan seorang anak
kandungnya yang paling kecil. Tiga anak kandung yang lain telah
menikah dan tinggal dirumah masing-masing.
G. PERSEPSI OS TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA
Os sadar sepenuhnya akan penyakitnya dan ingin sembuh dari
penyakitnya tersebut sehingga memutuskan untuk berobat ke rumah
sakit. Tapi os tetap meyakini kalau dirinya mengalami gangguan ini
sebagai akibat dari kesurupan.
III. STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
Pada saat datang ke IGD Rumah Sakit Umum Ulin tanggal 27 Juni
2012 seorang wanita paruh baya dengan perawakan sedang rambut
lurus panjang terikat berumur 47 tahun, mengenakan celana panjang
8
warna hitam dengan baju lengan panjang warna biru. Os tampak
terawat.
2. Kesadaran
Komposmentis
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Hipoaktif
4. Pembicaraan
Koheren
5. Sikap terhadap Pemeriksa
Kooperatif
6. Kontak Psikis
Kontak ada wajar dan dapat dipertahankan
B. KEADAAN AFEKTIF, PERASAAN EKSPRESI AFEKTIF
KESERASIAN SERTA EMPATI
1. Afek (mood) : Hypothym
2. Ekspresi afektif : murung
3. Keserasian : appropiate
4. Empati : Dapat dirasakan
A. FUNGSI KOGNITIF
1. Kesadaran : komposmentis
2. Orientasi
- Waktu : baik
9
- Tempat : baik
- Orang : baik
3. Konsentrasi : baik
4. Daya Ingat :
Jangka pendek : terganggu
Jangka panjang : baik
Segera : baik
5. Intelegensi dan Pengetahuan Umum :
Sesuai usia dan taraf pendidikan
B. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi :
- Auditorik : (+). Os merasa adanya bisikan-bisikan. Bisikan
tersebut mengatakan bahwa os harus melakukan apa yang
dibisikan, dan os merasa bahwa orang tersebut selalu mengetahui
apa yang ingin os lakukan.
- Visual : (+). Os merasa melihat bayangan-bayangan anak
kecil seperti hantu. Kadang os pernah melihat bayangan orang
yang mengikuti dan membisikinya yaitu seorang ibu dan anaknya.
2. Ilusi : tidak ada
3. Depersonalisasi / Derealisasi : tidak ada
10
C. PROSES PIKIR
1. Arus pikir
a. Produktivitas : Baik dan spontan
b. Kontinuitas : relevan
c. Hendaya berbahasa : tidak ada
2. Isi Pikir
a. Preocupasi : tidak ada
b. Gangguan pikiran :
Waham : (+) kejar
3. Stabilitas emosi : baik dan Sungguh-sungguh
D. PENGENDALIAN IMPULS
Os pernah tidak dapat mengendalikan impuls, ketika os mengalami
kejang, seperti berbicara sendiri, berbicara kacau, dan marah-marah.
Namun, os mengaku setelah kejang ataupun jika tidak kejang os tidak
pernah berbicara sendiri, berbicara kacau, dan marah-marah
berlebihan.
E. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : Baik
2. Uji Daya nilai : Baik. Ketika pasien ditanya: Apa yang akan
anda lakukan jika menemukan sebuah dompet di jalanan? Pasien
menjawab akan mengembalikan kepada pemiliknya.
11
3. Penilaian Realita : gangguan persepsi (halusinasi auditorik dan
visual), gangguan isi pikiran : waham (kejar).
F. TILIKAN
Derajat 3: os sadar bahwa dirinya sakit tetapi menyalahkan orang lain,
atau faktor dari luar sebagai penyebabnya.
G. TARAF DAPAT DIPERCAYA
Dapat dipercaya
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
1. STATUS INTERNUS
Keadaan umum : Tampak baik
Gizi : baik
Tanda vital : TD = 120/80
N = 104 x/m
RR = 24 x/m
T = 36,5° C
Kepala:
Mata : palpebra tidak edema, konjungtiva tidak anemis, sklera
tidak ikterik, pupil isokor, refleks cahaya +/+
Telinga : bentuk normal, sekret tidak ada, serumen minimal
12
Hidung : bentuk normal, tidak ada epistaksis, tidak ada tumor,
kotoran hidung minimal
Mulut : bentuk normal dan simetris, mukosa bibir tidak kering dan
tidak pucat, pembengkakan gusi tidak ada dan tidak
mudah berdarah, lidah tidak tremor.
Leher : Pulsasi vena jugularis tidak tampak, tekanan tidak
meningkat, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Thoraks:
Inspeksi : bentuk dan gerak simetris
Palpasi : fremitus raba simetris
Perkusi :
- pulmo : sonor
- cor : batas jantung normal
Auskultasi:
- pulmo : vesikuler
- cor : S1S2 tunggal
Abdomen :
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi: bising usus (+) tidak meningkat
13
Ekstemitas : pergerakan bebas, tonus baik, tidak ada edema dan atropi,
tremor (-)
2. STATUS NEUROLOGIKUS
N I – XII : Tidak ada kelainan
Gejala rangsang meningeal : Tidak ada
Gejala TIK meningkat : Tidak ada
Refleks Fisiologis : Normal
Refleks patologis : Tidak ada
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Os datang dengan keluhan lemas dan tiudak bertenaga seluruh tubuh,
dengan riwayat kejang
Os telah lama dan sering kejang sejak tahun 1999, Biasanya dalam 1
tahun terjadi 2 kali kejang.
Os kejang seperti kaku, diikuti berbicara sendiri, marah-marah, mulut
tidak berbusa, dan kadang-kadang terkencing, kemudian os seperti
bernapas dalam, selanjutnya sadar sebentar dengan tidak mengenali
orang disekitarnya, dan berikutnya os tertidur.
Sebelum kejang melihat bayangan dan mendengar bisikan-bisikan.
Sebelum kejang os tidak mempunyai masalah dalam kehidupan
sehari-harinya, maupun memikirkan suatu masalah berlebihan.
14
Sejak tahun 2012, kejangnya bertambah sering terjadi. Dalam bulan
mei-juni 2012 telah mengalami kejang sebanyak 3 kali.
Terakhir kejang terjadi pada hari jumat 22 juni 2012
Saat ini gejala kejang os sama seperti gejala kejang yang dahulu
Os kejang kurang lebih selama 30 menit sampai 1 jam.
Setelah bangun dari tidur pasca kejang, os terlihat sangat ketakutan,
cemas, dan was-was akan dibunuh seseorang, kemudian os merasa
lemas tidak bertenaga selama berhari-hari.
Setelah episode kejang os juga mengalami kesulitan untuk memulai
tidur karena terus merasa takut akan dibunuh. Dan mengalami
penurunan nafsu makan.
Setelah meminum obat os merasa berkurang kecemasannya dan tidak
melihat bayangan maupun mendengar bisikan kembali, walaupun os
masih merasa lemas.
Halusinasi : ada, visual dan auditorik
Waham : waham kejar
Stabilitas emosi : baik dan Sungguh-sungguh
Tilikan : tilikan 3
Taraf dapat dipercaya : dapat dipercaya
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Neurosis histerik
2. Space occupying lesion (Tumor otak)
15
3. Kejang akibat ganguan elektrolit
VII. EVALUASI MULTIAKSIAL
1. AKSIS I : Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan
disfungsi otak dan penyakit fisik, dengan halusinosis
organik (F06.0)
2. AKSIS II : None
3. AKSIS III : Suspect epilepsi psikomotor
4. AKSIS IV : None
5. AKSIS V : GAF scale 80-71 (gejala sementara dan dapat diatasi,
disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, dll)
VIII. DAFTAR MASALAH
1. ORGANOBIOLOGIK
Diduga terdapat gangguan dalam fungsi otak (suspect epilepsi)
2. PSIKOLOGIK
Halusinasi auditorik dan visual, waham kejar, dan tilikian 3
3. SOSIAL/KELUARGA
Tidak ada masalah yang memicu terjadinya kejang pada os.
IX. PROGNOSIS
Diagnosa penyakit : baik
Perjalanan penyakit : buruk
Ciri kepribadian : baik
16
Stressor psikososial : baik
Riwayat Herediter : baik
Usia saat menderita : baik
Pola keluarga : baik
Pendidikan : buruk
Aktivitas pekerjaan : buruk
Perkawinan : baik
Ekonomi : baik
Lingkungan sosial : baik
Organobiologik : baik
Pengobatan psikiatrik : baik
Ketaatan berobat : baik
Kesimpulan : Dubia ad bonam
X. RENCANA TERAPI
Medika mentosa :
Phenytoin dosis awal 5-7 mg/KgBB/hari PO, kemudian
dilanjutkan dengan dosis rumatan 5-7 mg/KgBB/hari PO
Clozaril 2 x 25 mg
Psikoterapi : Psikoterapi suportif terhadap penderita dan keluarga.
Usul pemeriksaan penunjang:
- Tes kepribadian
- Electro Enceplalografi
17
- CT Scan
- MRI (Magnetic Resonance Imaging), bila diperlukan
- Laboratorium darah
XI. DISKUSI
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan psikiatri, menunjukkan
bahwa os mengalami gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi
otak dan penyakit fisik, dengan halusinosis organik (F06.0), suspect epilepsi
psikomotor. Gejala gangguan mental yang dialami, akibat epilepsi psikomotor
yaitu halusinasi auditorik dan visual, diikuti kejang dengan berbicara sendiri,
berbicara kacau, marah-marah, tidak mengenali orang disekitarnya, kadang-
kadang tertawa sendiri dan tidak sadarkan diri. Merujuk pada kriteria diagnostik
dari PPDGJ III, Pedoman diagnostik secara umum untuk (F06) telah terpenuhi
yaitu (1):
Adanya penyakit, kerusakan atau disfungsi otak, atau penyakit fisik
sistemik yang diketahui berhubungan dengan salah satu sindrom mental
yang tercantum
Kesembuhan dari gangguan mental setelah perbaikan atau dihilangkannya
penyebab yang mendasarinya
Tidak adanya bukti yang mengarah pada penyebab alternatif dari sindrom
mental ini (seperti pengaruh yang kuat dari riwayat keluarga atau
pengaruh stres sebagai pencetus).
18
Dan secara spesifik digolongkan ke dalam halusinosis organik, dengan
pedoman diagnostik (1):
Kriteria umum (F06) terpenuhi
Adanya halusinasi dalam segala bentuk (biasanya visual atau auditorik),
yang menetap atau perulang
Tidak ada penurunan fungsi intelek yang bermakna
Tidak ada gangguan afektif yang menonjol
Pasien diduga mengalami epilepsi dilihat dari perjalanan/fase-fase yang
terjadi saat pasien kejang yang merupakan fase dari epilepsi, antara lain :
1. Fase aura
2. Fase kehilangan kesadaran
3. Fase kejang tonik
4. Fase kejang klonik
5. Fase apneu
6. Fase sadar (disorientasi)
7. Fase tertidur
8. Fase sadar sempurna
Fase-fase diatas dapat dilihat dari gejala yang ditunjukan os saat kejang,
yaitu :
Sesaat sebelum kejang os melihat bayangan dan mendengar bisikan kemudian
kejang seperti kaku, diikuti berbicara sendiri, marah-marah, mulut tidak berbusa,
dan kadang-kadang terkencing, kemudian os seperti bernapas dalam, selanjutnya
19
sadar sebentar dengan tidak mengenali orang disekitarnya, dan berikutnya os
tertidur.
Pada pasien ini dinyatakan suspect epilepsi psikomor, dikarenakan gejala-
gejala yang ditunjukan oleh pasien sering terjadi pada epilepsi psikomotor, yaitu:
1. Os sesaat sebelum kejang mengalami halusinasi auditorik dan visual, yang
dalam fase epilepsi merupakan gejala fase aura
2. Os saat fase kejang tidak mengalami kejang klonik, melainkan fase kejang
itu diisi oleh gangguan psikiatrik (berbicara sendiri, berbicara kacau,
marah-marah, teratawa sendiri)
3. Saat kejang os sering terkencing, tidak sadarkan diri, dan tidak ingat apa
yang terjadi saat kejang.
4. Sebelum terjadi kejang, tidak ada faktor pencetus dari luar, seperti fakror
stres maupun masalah.
Os merasa terganggu dengan semua bisikan-bisikan dan penglihatan akan
bayangan-bayangan (halusinasi auditorik dan visual) yang diikuti kejang. Hal ini
membuat os mengalami penurunan dalam bekerja dan kecemasan, terlihat dari
gejala yang dialami yaitu lemah tidak bertenaga dalam beberapa hari, tidur yang
terganggu, nafsu makan berkurang, ketakutan, merasa dikejar-kejar, dan ingin
dibunuh (2).
Dilihat dari penilaian fungsi secara global, gangguan yang dialami os
tergolong dalam GAF scale 80-71, yaitu gejala sementara dan dapat diatasi,
disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, dll (1).
20
Pada pasien ini untuk menyingkirkan kemungkinan dari diagnosis
bandingnya adalah sebagai berikut:
1. Neurosis histerik
Pada pasien histerik dapat dibedakan dari stabilitas emosinya yang tidak
sungguh-sungguh, dari hasil tes kepribadiannya, dan hasil EEG. Oleh
karena itu diperlukan pemeriksaan lanjutan berupa tes kepribadian dan
EEG.
Epilepsi dapat dibedakan dari neorosis histerik seperti berikut (5):
Epilepsi : Neurosis histerik :
a. Bangkitan dapat timbul sewaktu
penderita berada sendirian
(misalnya, sewaktu sedang tidur
malam hari).
b. Muka :
Mungkin agak sianotik
c. Ada teriakan sebelum timbul
bangkitan.
d. Terdapat kejang tonik atau
klonik.
e. Refleks kornea sewaktu
bangkitan dapat menjadi negatif.
Bangkitan timbul sewaktu penderita
dikelilingi banyak orang, ada banyak
emosi.
Muka :
Tidak sianotik
Ada juga teriakan sebelum timbul
bangkitan, tetapi teriakan itu berbentuk
suatu kalimat yang cukup panjang.
Terdapat gerakan-gerakan tertentu
seperti mau memegang barang atau
orang.
Refleks kornea sewaktu bangkitan
positif bahkan sewaktu mata hendak
21
f. Refleks plantar sewaktu
bangkitan dapat jadi ekstensor.
g. Sewaktu bangkitan penderita
mungkin dapat :
Luka-luka
Lidah yang tergigit
Inkontinensia urine
Inkintinensia alvi
h. EEG : ada abnormalitas
dibuka untuk memeriksa refleks kornea
itu, kelopak matanya dipejamkan.
Refleks plantar sewaktu bangkitan
selalu plantar (normal).
Sewaktu bangkitan tidak pernah dapat
luka, lidah tergigit, atau inkontinensia
urine/alvi.
EEG : normal
2. Space occupying lesion (Tumor otak)
Kejang dapat disebabkan dari Space occupying lesion, yang berasal dari
tumor otak. Sehingga untuk menegetahuinya perlu pemeriksaan berupa
CT Scan, ataupun MRI.
3. Kejang akibat gangguan elektrolit
Gangguan elektrolit, contohnya hipokalsemia dapat menimbulkan
manifestasi berupa kejang. Oleh karena itu untuk melihat ini perlu
pemeriksaan lanjutan berupa uji laboratorium darah.
Faktor pencetus terjadinya halusinasi adalah (3):
a. Berlebihnya sistem informasi pada syaraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus frontal otak
b. Mekanisme penghantar listrik di saraf terganggu (mekanisme abnormal)
22
c. Gajala-gejala seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku
Epilepsi ialah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai
keadaan yang mempunyai satu sifat khas sama, yakni adanya kecenderungan
timbulnya gejala-gejala klinis secara berjangkitan yang dikenal sebagai serangan-
serangan epileptis (4).
Menurut Mahar Marjono (2003). Epilepsi ialah manifestasi gangguan fungsi
otak dengan berbagai etiologi, namun dengan gejala tunggal khas, yakni serangan
berkala yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik neuron-neuron otak secara
berlebihan dan paroksismal (4).
Sedangkan Simon Shorvon (2000) menyatakan epilepsi adalah kondisi
dimana penderitanya cenderung mengalami kejang epilepsi berulang lebih dari
dua kali, semantara kejang epilepsi didefinisikan sebagai manifestasi klinik yang
berlebihan dari satu kumpulan neuron otak (4).
Pendapat lain menyatakan, epilepsi merupakan gangguan susunan syaraf
pusat (SSP) yang dicirikan oleh terjadinya serangan (seizure, fit, attack, spell)
yang bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Serangan dapat diartikan sebagai
modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari
sekelompok besar sel-sel otak, bersifat sikron dan berirama (5).
Istilah epilepsi tidak boleh digunakan untuk serangan yang terjadi hanya
sekali saja atau serangan yang terjadi selama penyakit akut berlangsung (5).
23
Epilepsi Psikomotor.
Epilepsi psikomotor atau epilepsi lobus temporalis atau juga disebut epilepsi
partial kompleks. Bangkitan epilepsi yang disebabkan oleh suatu lesi pada lobus
temporalis sudah dikenal sejak Hippocrates (4).
Epilepsi lobus temporalis pada tahun 1881 oleh John Hughlings Jackson
disebut: Uncinate Fits dan Dream State. Gibbs menganjurkan nama “epilepsi
psychomotor” untuk bangkitan gerakan automatik yang disertai kelainan EEG
yang khas. Menurut Lennox nama “epilepsi lobus temporalis” lebih tepat karena
bangkitan tersebut ternyata disebabkan oleh suatu fokus pada lobus temporalis,
meskipun bagian otak yang lain dapat ikut terkena (5).
Disebut epilepsi lobus temporalis oleh Mahar Marjono karena berhubungan
dengan lobus temporalis atau epilepsi “psychomotor” karena bangkitannya
meliputi bermacam gejala motorik dan mental (6).
Dinamakan “epilepsi partial kompleks” karena serangan disebabkan oleh
letupan fokal abnormal yang menimbulkan kehilangan kesadaran, amnesia atau
bingung selama ataupun setelah serangan (6).
Etiologi epilepsi lobus temporalis antara lain (7):
Post infeksi: herpes ensefalitis, atau meningitis bakterialis.
Trauma mengakibatkan kontusio atau perdarahan dengan
akibat ensefalomalasia atau sikatrik kortikal.
Hamartoma
Tumor glioma
angioma
24
Vaskuler malformasi (cth, arterio-venous malformasi,
cavernous angioma)
Gangguan migrasi neuronal
Hipokampus sklerosis yang disebut dengan mesial temporal sklerosis
yang mulai masa kanak-kanak, kemudian remisi, tetapi muncul
kembali pada usia remaja atau awal dewasa muda dengan bentuk yang
refrakter.
Kejang demam lebih dari 15 menit, mempunyai gambaran fokal atau
terjadi berulang dalam 24 jam.
Gambaran serangan epilepsi secara klinis tergantung pada fungsi daerah
otak yang tersangkut lepas muatan listrik epileptis, sehingga dapat dijumpai
bermacam gejala. Fokus di lobus temporalis akan menimbulkan berbagai gejala
diantaranya halusinasi, vertigo, dan sebagainya atau serangan yang lebih
kompleks (4).
Epilepsi lobus temporalis mempunyai simtomatologi tersendiri dan sering
bersifat kompleks. Serangan epilepsi lobus temporalis dapat menjelma sebagai
suatu serangan sederhana apabila lepas muatan listrik fokus epileptogen tidak
terlampau keras atau meluas, misalnya serangan oditoris, olfaktoris dan
sebagainya. Apabila lepas muatan listrik meluas dan menyangkut daerah yang
lebih luas maka simtomatologi akan lebih kompleks misalnya berupa halusinasi,
gejala otonom, psikomotor, reaksi afektif, otomatisme dan sebagainya yang
disertai perubahan kesadaran dan amnesi mengenai serangan (4).
25
Dasar neurofisiologis serangan epilepsi lobus temporalis terpusat
pada kompleks amigdala-hipokampus. Lepas muatan listrik di amigdala misalnya
dapat menjalar ke daerah kortikal dan subkortikal secara difus. Dalam semua
serangan epilepsi lobus temporalis rupanya sistem amigdala-hipokampus ikut
terlibat dan dari sini lepas muatan listrik tersebar ke daerah proyeksi sistem
tersebut dan melibatkan pula kedua lobus temporalis dan daerah kortikal serta
subkortikal lainnya. Yang termasuk dalam golongan ini epilepsi parsial yang
disertai dengan gangguan kesadaran. Gejala yang dikatakan kompleks ialah gejala
motorik, sensorik dan autonom yang memperlihatkan ciri yang tampaknya
bertujuan dan terintegrasi (5).
Gejala klinik yang biasa terlihat pada serangan parsial kompleks (lobus
temporalis, psikomotor) berupa (4):
1. Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan kesadaran; dalam hal ini penderita mengalami
gangguan dalam berinteraksi dengan lingkungannnya. Penderita dapat
tampak sadar, namun apabila diperiksa lebih dekat maka penderita tidak
sadar akan lingkungannya, tidak dapat menjawab pertanyaan atau dapat
menjawab pertanyaan secara tidak tepat, dan kemudian tidak dapat
mengingat kembali tentang apa yang baru saja dialaminya. Serangan parsial
kompleks melibatkan bagian-bagian otak yang bertanggung jawab atas
berlangsungnya kesadaran dan memori, dan pada umumnya melibatkan
kedua belah lobus temporalis atau frontalis dan sistem limbik.
26
2. Sensasi Epigastrik
Sensasi epigastrik sebenarnya lebih merupakan halusinasi somatik,
biasanya berupa rasa tidak enak bercampur dengan perasaan takut. Sensasi
epigastrik ini biasanya naik ke dada, tenggorokan, dan kemudian ke mulut
dan bibir sehingga mulut penderita berkomat-kamit atau mengecapkan lidah
dan bibir berkali-kali. Gejala tersebut bersumber pada fokus epilepsi di
lobus temporalis bagian anterior, dan kadang-kadang melibatkan amigdala.
Gejala ini sering disebut otomatisme sederhana atau kompleks (aktivitas
motorik yang berulang-ulang tanpa tujuan, tanpa arah dan aneh). Gejala
motorik juga berupa menarik-narik baju dan perilaku yang sulit dimengerti.
3. Halusinasi dan Ilusi
Pada epilepsi lobus temporalis dapat terjadi halusinasi pembauan atau
penghiduan, pengecapan lidah, pendengaran, penglihatan, dan vestibuler.
Pada tipe lobus temporal mesial berupa halusinasi visual, sedang temporal
lateral berupa ilusi seperti makropsia atau mikropsi. Pada beberapa
penderita dapat terjadi perubahan orientasi visual secara mendadak ataupun
perubahan dalam hal depth perception. Halusinasi kadang-kadang disertai
oleh perubahan dalam apresiasi terhadap kecepatan atau intonasi bicara serta
gangguan persepsi waktu. Fenomena vestibuler dapat berupa vertigo
paroksismal. Menurut Acharya dkk aura olfaktori dikaitkan dengan adanya
tumor lobus temporalis.
27
4. Gangguan Memori
Gangguan memori dan keadaan seperti mimpi meliputi dymnesic
syndrome (déjàvu, jamais vu) dan keadaan seperti mimpi. Penderita merasa
seakan-akan melayang-layang atau terapung-apung, atau merasa bahwa jiwa
dan raganya seolah-olah terpisah. Disamping itu sering terdapat gangguan
afektif yang berupa perasaan takut, panik, cemas, ekstase, depresi atau
kombinasi dari berbagai episode tadi. Hal ini merupakan fenomena
temporo-limbik. Rata-rata serangan berlangsung selama 1-3 menit. Sesudah
serangan penderita tampak bingung, mengantuk, mengalami perubahan
perilaku, dan lupa akan apa yang telah terjadi. EEG menunjukkan cetusan
unilateral atau sering kali bilateral di daerah temporal atau frontotemporal.
5. Hipergrafia
Hipergrafia meliputi tiga hal pokok ialah cara penulisan (misalnya
memakai bayangan cermin, kode, warna tinta yang berbeda-beda, kaligrafi),
rituailized script excessive (misalnya panjang tulisan dan atau frekuensi
serta lamanya menulis), dan isi atau tema tulisan (misalnya filosofi, etika,
moral). Hipergrafia merupakan salah satu perubahan tingkah laku yang
terdapat pada epilepsi lobus temporalis.
Secara sederhana pasien-pasien dengan epilepsi lobus temporalis dengan
serangan partial komplek akan dijumpai aura diikuti dengan mata melebar (wide
eyed), pandangan kosong (motionless stare), dilatasi pupil, dan berhenti bergerak.
Automatisme oral seperti mengecapkan bibir, mengunyah, dan menelan. Gerakan
otomatis tangan, atau postur dystonik unilateral diri lengan. Pasien setelah
28
serangan akan terlihat bingung, ini membedakannya dengan serangan absence.
Adanya afasia setelah serangan memberikan kesan bahwa lesi berasal dari epilepsi
lobus temporal dominan.Manifestasi kompleksi tersebut berhubungan dengan
kelainan pada lobus temporalis, dikenal sebagai epilepsi lobus temporalis atau
epilepsi psikomotor (5).
Epilepsi parsial merupakan suatu gejala dari gangguan serebral, maka
penyakit primernya harus ditentukan terlebih dahulu sebelum pengobatan
ditentukan. Oleh karena epilepsi parsial pada orang dewasa seringkali merupakan
tanda pertama tumor intrakranial maka perlu dilakukan pemeriksaan yang
mendalam apalagi disertai tanda-tanda defisit neurologi yang progresif (6).
Beberapa pencetus terjadinya epilepsi adalah sebagai berikut (4):
1. Cahaya
Cahaya tertentu dapat merangsang terjadinya serangan; epilepsi ini disebut
sebagai epilepsi fotosensitif atau fotogenik. Epilepsi jenis ini berkaitan
dengan epilepsi umum idiopatik. Pada remaja, 18% di antaranya bersifat
fotosensitif. Cahaya yang mampu merangsang terjadinya serangan adalah
cahaya yang berkedip-kedip dan/atau yang menyilaukan. Keadaan demikian
ini sering terjadi pada anak berumur 6 – 12 tahun.
Prinsip fotosensitif dipakai untuk pemeriksaan elektro-ensefalografi ialah
dengan memberi rangsangan cahaya berkedip-kedip (photic stimulation)
2. Kurang tidur
Kurang tidur maupun pola tidur yang tidak teratur dapat merangsang
terjadinya serangan. Diduga bahwa kurang tidur dapat menurunkan ambang
29
serangan yang kemudian memudahkan terjadinya serangan. Dengan
demikian kepada penderita perlu ditekankan untuk tidur secara teratur dan
terjaga jumlah jam tidurnya. kurang tidur dapat memperberat dan
memperlama serangan. Fenomena ini dapat digunakan untuk stimulasi
penderita sebelum dilakukan pemeriksaan EEG.
3. Faktor makan dan minum
Faktor makan dan minum sehari-hari dapat menjadi masalah pada
penderita epilepsi : Makan dan minum harus teratur, jangan terlalu lapar,
terlalu haus, dan sebaliknya : jangan terlalu kenyang, terutama terlalu
banyak minum.
Hipoglikemia dapat memicu terjadinya serangan. Hipoglikemia maupun
hiperglikemia dapat memunculkan serangan pada orang yang tidak
mengalami epilepsi. Sementara itu ada penderita yang sensitif terhadap
mentega, coklat, atau keju
4. Suara tertentu
Suara tertentu dapat merangsang terjadinya serangan. Epilepsi jenis ini
disebut epilepsi audiogenik atau epilepsi musikogenik. Suara dengan nada
tinggi atau berkualitas keras dapat menimbulkan serangan. Begitu
mendengar suara yang mengejutkan maka penderita langsung mengalami
serangan yang sangat mendadak sehingga mengejutkan orang lain
5. Reading dan eating epilepsy
Reading epilepsy berarti serangan dirangsang oleh kegiatan membaca.
Bahan yang dibaca dapat berupa bacaan biasa (berita, cerita) maupun
30
bacaan yang memberi persoalan sehingga penderita harus berpikir. Eating
epilepsy menunjukkan bahwa serangan terjadi pada saat penderita
mengunyah makanan. Ada yang berpendapat bahwa faktor pencetusnya
bukan kegiatan mengunyah tetapi bahan makanan yang dikunyah.
6. Lupa dan/atau enggan minum obat
Penderita epilepsi harus diberitahu secara jelas bahwa lupa dan/atau
enggan minum OAE dapat menimbulkan serangan dan bahkan serangan
yang muncul dapat lebih lama atau lebih berat. Lupa minum obat paling
sering terjadi pada penderita yang minum obat dengan dosis tunggal.
Sebaliknya, minum obat 2 atau 3 kali sehari dapat menimbulkan rasa bosan
sehingga penderita enggan minum obat.
7. Drug abuse
Kokain, dengan berbagai bentuk konsumsi. dapat menimbulkan serangan
dalam waktu beberapa detik, menit, atau jam sesudah mengkonsumsinya.
Serangan sebagai akibat kokain ini dapat disertai dengan serangan jantung.
Amfetamin dan metilfenidat sering diberikan pada penderita attention
deficit disorder and hyperactivity (ADHD) dan narkolepsi. Apabila kedua
jenis obat ini diminum tanpa pengawasan dokter maka dapat menimbulkan
gangguan tidur, bingung, dan gangguan psikiatrik. Hal ini apabila terjadi
pada penderita epilepsi akan mudah terjadi serangan karena penderita
lupa minum obat. Disamping itu secara primer epilepsi merupakan salah
satu kontra-indikasi untuk pemberian metilfenidat.
31
Narkotika tidak berkaitan secara langsung dengan munculnya serangan
pada epilepsi. Narkotika menyebabkan penderita epilepsi lupa untuk minum
obat. Bila narkotika dikonsumsi dalam dosis besar dapat mengurangi
penyediaan oksigen ke otak; ini dapat menimbulkan serangan. Sementara
itu, hipoksia dapat menimbulkan status epileptikus.
8. Menstruasi
Hampir setengah dari wanita yang menderita epilepsi melaporkan adanya
peningkatan serangan pada saat menjelang, selama, dan/atau sesudah
menstruasi. Sebagian besar mengalami peningkatan (kuantitas dan kualitas)
serangan pada periode perimenstrual dan fase folikular. Hal ini berkaitan
dengan kadar estrogen yang tinggi dan rendahnya kadar progesteron.
Gambaran seperti ini merupakan refleksi excitatory effects dari estrogen dan
inhibitory effects dari progesteron terhadap ambang serangan.
Hormon steroid dapat menembus blood-brain barrier dengan mudah. Sel-
sel otak dapat dipengaruhi estrogen dan progesteron secara langsung.
Estrogen memudahkan terjadinya serangan dengan cara menu runkan
ambang serangan; progesteron bertindak seperti OAE dengan cara
menaikkan ambang serangan. Estrogen mampu mempengaruhi aksis stres
juga berpengaruh secara langsung terhadap hipokampus dan amigdala.
Estrogen memiliki dua jalur yang berbeda untuk memudahkan terjadinya
serangan.
32
Terapi Epilepsi adalah sebagai berikut (6,7):
1. Terapi Medikamentosa
Obat anti epilepsi yang bisa dipakai untuk Epilepsi psikomotor :
Phenytoin dosis awal 5-7 mg/KgBB/hari PO, kemudian dilanjutkan dengan
dosis rumatan 5-7 mg/KgBB/hari PO, atau
Carbamazepine dosis awal 5 mg/KgBB/hari PO, kemudian dilanjutkan
dengan dosis rumatan 15-20 mg/KgBB/hari PO
Phenytoin merupakan senyawa hidantoin yang strukturnya mirip dengan
fenobarbital. Phenytoin berupa bubuk kristal dan larut dalam lemak. Phenytoin
merupakan asam lemah dan tidak begitu larut dalam air dengan derajat keasaman
tinggi tetapi larut dalam larutan alkali. Phenytoin merupakan pilihan utama untuk
serangan parsial maupun serangan umum, kecuali mioklonus dan absence. Efektif
untuk status epileptikus, sindrom Lennox-Gestaut, dan sindrom epilepsi pada
anak. Di Indonesia tersedia dalam bentuk pulvis (harganya sangat muah), kapsul
(dengan berbagai merek), dan ampul juga dalam bentuk tablet yang
dikombinasikan dengan fenobarbital.
Phenytoin memblokade gerakan ion di dalam sodium channels selama
proses depolarisasi. Phenytoin menekan aktivitas listrik paroksismal, blokasi
terhadap potensiasi pasca-tetanik, dan mencegah penyebaran serangan epilepsi.
Phenytoin menghambat kalsium dan sekuestrasi kalsium di dalam terminal saraf;
dengan demikian menghambat pelepasan neurotransmiter voltage-dependent di
sinapsis. Phenytoin juga menghambat aksi kalmodulin dan second messenger
system.
33
Carbamazepine merupakan senyawa trisiklik dan pada awalnya untuk
mengobati neuralgia trigeminal, neuralgia glosofaringeal, dan digunkan pula
sebagai antidepresan. Sejak tahun 1959 digunakan sebagai OAE dan
Carbamazepine obat pilihan pertama yang utama untuk jenis serangan parsial dan
jenis tertentu serangan umum. Carbamazepine tidak efektif untuk jenis serangan
absence, mioklonus, dan akinetik.
Sudah diketahui bahwa Carbamazepine melakukan stabilisasi membran
neuron baik yang pre maupun pascasinaptik dengan cara blokade terhadap saluran
natrium. Mekanisme ini mungkin merupakan hal utama di samping mekanisme
yang lain dalam bentuk blokade terhadap NMDA (N-methyl-D-aspartate) receptor
activated sodium dan blokade terhadap aliran masuknya kalsium ke dalam sel.
Aksi terhadap saluran natrium mengurangi cetusan berulang yang terus-menerus
dari aksi potensial yang merupakan aktivitas epileptik. Ada dugaan
Carbamazepine beraksi terhadap reseptor yang lain, termasuk reseptor-reseptor
purin, monoamin, dan asetilkolin.
2. Terapi Bedah
Akhir-akhir ini terapi bedah menjadi populer, tetapi kita harus tahu manfaat
dan keterbatasannya. Pada permulaan, terapi bedah terutama untuk kasus dimana
pengobatan medikamentosa tidak berhasil dengan baik, apa yang disebut
intractable epilepsi. Terapi bedah dengan hasil terbaik adalah pada sklerosis
hipokampus sepihak. Pada lesiotomi, misalnya serebral disgenesis hasilnya
kurang memuaskan. Demikian juga korpus kalosotomi.
34
Di dalam prognosis epilepsi terdapat dua hal penting, ialah kesempatan
untuk mencapai remisi serangan serta kemungkinan terjadinya kematian secara
prematur. Data yang lengkap dan teliti tentang kedua hal tadi sangat penting untuk
menentukan terapi secara rasional maupun pemberian penyuluhan ataupun nasihat
secara tepat. Penelitian tentang prognosis epilepsi belum memberi hasil yang pasti
karena masalah metodologi dan adanya fakta bahwa epilepsi merupakan ekspansi
dari sekian banyak sindrom dengan faktor penyebab yang berbeda (5).
Dalam menentukan tingkat keberhasilan terapi epilepsi maka terdapat
beberapa kendala yang menyebabkan hasil penilaian tidak konsisten. Kendala-
kendala tersebut meliputi realibilitas, validitas, komparabilitas, obyektivitas, dan
penentuan titik akhir penilaian (6).
Risiko kematian pada epilepsi masih menjadi bahan perdebatan. Hal ini
disebabkan oleh metodologi yang berbeda serta sebab-sebab kematian pada
epilepsi yang bervariasi sehingga menimbulkan pertanyaan apakah kematian tadi
secara langsung disebabkan oleh epilepsi. Dari suatu penelitian epidemiologik,
frekuensi status epileptikus tiap tahuin di Amerika Serikat berkisar antara
102.000-152.000, dengan 55.000 kematian sebagai akibat dari status epileptikus
(8).
Prognosis: sekitar 40-69% penderita epilepsi psikomotor akan terkontrol
dengan baik (8).
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ-III. Jakarta : PT Nuh Jaya, 2001.
2. Maramis WF. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press, 2005.
3. Rasmun. Keperawatan Kesehatan Kental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga. Jakarta : Fajar Interpratama, 2001.
4. Acharya V, Acharya J, Luders H, Olfactory epilepsy aura. Neurology 1998
Jul;51(1):56-61
5. Foldvary N, Nashold B, Mascha E, Seizures outcome after temporal
lobectomy for temporal lobe epilepsy: a Kaplan-Meier survival analysis.
Neurology 2000 Feb 8;54(3):630-4
6. Gollham R, Kane K, Bryant-Comstock L: A double-blind comparison of
lamotrigine and carbamazepine in newly diagnosed epilepsy with health-
related quality of life as an outcome measure. Seizures 2000;9(6):375-9
7. Harvey AS, Berkovic SF, Wrennall JA: Temporal lobe epilepsy in
childhood, clinical EEG and neuroimaging findings and syndrome
classification in a cohort with new onset seizures. Neurology 1997
Oct;49(4):960-8
8. Tjahjadi, P. Kapita Selekta Neurologi. Edisi dua. In: Gambaran Umum
Mengenai Epilepsi, Gadjah Mada University Press. 2003. Jogjakarta.
P119-133.
36