61591497 Latest Lapkas GGK 1

71
1 BAB 1 PENDAHULUAN Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG) yang bersifat tidak reversibel, dan terbagi dalam beberapa stadium sesuai dengan jumlah nefron yang masih berfungsi. Gagal ginjal kronik adalah apabila laju filtrasi glomerulus sudah mula berkurang dari 50 ml/menit/1.73m2 luas permukaan tubuh, oleh karena dibawah kadar fungsi ginjal tersebut gangguan asidosis metabolik dan hiperparatiroidisme sekunder telah tampak nyata, pertumbuhan mulai terganggu, dan progresivitas penurunan fungsi ginjal akan terus berlanjut. Terapi pengganti ginjal (TPG) baik dialisis maupun transplantasi tidak serta merta diperlukan sampai laju filtrasi glomerulus turun dibawah 10 ml/menit/1.73m2. Dengan dimulainya TPG berarti dimulailah onset dari gagal ginjal terminal (GGT). Gagal ginjal pra-terminal adalah stadium yang belum memerlukan TPG. Perawatan anak dengan gagal ginjal haruslah merupakan perawatan yang berkesinambungan sejak dari stadium gagal ginjal pra-trermial, dimana mereka membutuhkan perawatan konservatif untuk mencegah gangguan metabolik, mengoptimalkan pertumbuhannya, dan mempertahankan fungsi ginjalnya selama mungkin, yang bahkan beberapa diantara mereka sampai memasuki masa dewasa. KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Transcript of 61591497 Latest Lapkas GGK 1

Page 1: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

1

BAB 1

PENDAHULUAN

Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG)

yang bersifat tidak reversibel, dan terbagi dalam beberapa stadium sesuai dengan jumlah nefron

yang masih berfungsi. Gagal ginjal kronik adalah apabila laju filtrasi glomerulus sudah mula

berkurang dari 50 ml/menit/1.73m2 luas permukaan tubuh, oleh karena dibawah kadar fungsi

ginjal tersebut gangguan asidosis metabolik dan hiperparatiroidisme sekunder telah tampak

nyata, pertumbuhan mulai terganggu, dan progresivitas penurunan fungsi ginjal akan terus

berlanjut.

Terapi pengganti ginjal (TPG) baik dialisis maupun transplantasi tidak serta merta

diperlukan sampai laju filtrasi glomerulus turun dibawah 10 ml/menit/1.73m2. Dengan

dimulainya TPG berarti dimulailah onset dari gagal ginjal terminal (GGT). Gagal ginjal pra-

terminal adalah stadium yang belum memerlukan TPG.

Perawatan anak dengan gagal ginjal haruslah merupakan perawatan yang

berkesinambungan sejak dari stadium gagal ginjal pra-trermial, dimana mereka membutuhkan

perawatan konservatif untuk mencegah gangguan metabolik, mengoptimalkan pertumbuhannya,

dan mempertahankan fungsi ginjalnya selama mungkin, yang bahkan beberapa diantara mereka

sampai memasuki masa dewasa.

Anak-anak dengan GGT memerlukan perawatan yang lebih kompleks, sebaiknya

ditangani dengan pendekatan secara tim. Tim tersebut selain terdiri dari penderita, orang tua

penderita dan keluarganya, sebaiknya mengikutsertakan dokter spesialis ginjal anak, perawat

yang telah mendapat latihan khusus dalam hal penyakit ginjal anak, ahli gizi yang

berpengalaman dalam diet anak dengan penyakit ginjal, guru, pekerja sosial, psikologi anak dan

atau psikiater anak.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 2: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gagal Ginjal Kronik

2.1.1 Definisi

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu keadaan menurunnya laju filtrasi glomerulus

(LFG) yang bersifat tidak reversibel dan terbagi dalam 4 stadium sesuai dengan jumlah nefron

yang masih berfungsi. Pada anak-anak GGK dapat disebabkan oleh berbagai hal, terutama

karena kelainan kongenital, glomerulonefritis, penyakit multisistem, dan lain-lain.8

2.1.2 Epidemiologi

Angka kejadian GGK pada anak di Indonesia yang bersifat nasional belum ada. Pada

penelitian di 7 rumah sakit Pendidikan Dokter Spesialis Anak di Indonesia didapatkan 2% dari

2889 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal (tahun 1984-1988) menderita GGK. Di RSCM

Jakarta antara tahun 1991-1995 ditemukan GGK sebesar 4.9% dari 668 anak penderita penyakit

ginjal yang dirawat inap, dan 2.6% dari 865 penderita penyakit ginjal yang berobat jalan. GGK

pada anak umumnya disebabkan oleh karena penyakit ginjal menahun atau penyakit ginjal

kongenital. Angka kejadian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya selama 5

tahun (1988-1992) adalah 0,07% dari seluruh penderita rawat tinggal di bangsal anak

dibandingkan di RSCM Jakarta dalam periode 5 tahun (1984-1988) sebesar 0,17%.4

2.1.3 Etiologi

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 3: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

3

Dua penyebab utama GGK pada anak adalah kelainan kongenital dan glomerulonefritis

kronik. Etiologi yang paling sering didapatkan pada anak di bawah 6 tahun adalah kelainan

kongenital, kelainan perkembangan saluran kencing seperti uropati obstruktif, hipoplasia dan

displasia ginjal, dan ginjal polikistik. Menurut laporan EDTA, glomerulonefritis dan pielonefritis

merupakan penyebab tersering timbulnya GGK (24%), diikuti oleh penyakit herediter (15%),

penyakit sistemik (10,5%), hipoplasia ginjal (7,5%), penyakit vaskular (3%), penyakit lainnya

(9%) serta yang tidak diketahui etiologinya 7%. Dari kelompok pielonefritis dan nefritis

interstitial yang tersering adalah uropati obstruktif kongenital dan nefropati refluks (>60%),

diikuti oleh displasia ginjal. 4,10

Gagal Ginjal Terminal disebabkan oleh berbagai hal, terutama kelainan kongenital,

glomerulonefritis, penyakit multisistem, dan lain-lain. Kelainan kongenital, yang lebih banyak

dijumpai pada anak laki-laki pada usia lebih muda, menempati porsi terbanyak dari seluruh

kelainan kongenital, berkisar antara 13.3-35%. Oleh karena itu 50% penyebab GGT telah dapat

ditentukan antenatal.8

Secara praktis penyebab GGK dapat dibagi menjadi kelainan kongenital, kelainan

didapat, dan kelainan herediter:

1. Kelainan kongenital: hipoplasia renal, displasia renal, uropati obstruktif

2. Kelainan herediter: nefronoftisis juvenil, nefritis herediter, sindrom alport

3. Kelainan didapat: glomerulosklerosis fokal segmental, glomerulopati membranosa,

kelainan metabolit (oksalosis, sistinosis)

Penyebab GGK pada anak sangat erat hubungannya dengan usia saat timbul GGK. Gagal

ginjal kronik yang timbul pada anak di bawah usia 5 tahun sering ada hubungannya dengan

kelainan anatomis ginjal seperti hipoplasia, displasia, obstruksi dan kelainan malformasi ginjal.

Sedangkan GGK yang timbul pada anak diatas 5 tahun dapat disebabkan oleh penyakit

glomerular (glomerulonefritis, sindrom hemolitik ureumik) dan kelainan herediter (sindrom

Alport, kelainan ginjal kistik) 4

2.1.4 Klasifikasi

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 4: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

4

Dalam arti luas GGK menunjukkan bahwa pada anak tersebut telah terjadi penurunan

fungsi ginjal, tetapi beratnya gangguan fungsi ini bervariasi dari ringan sampai berat.

Kebanyakan penulis membuat klasifikasi berdasarkan presentase laju filtrasi glomerulus (LFG)

yang tersisa. GGK dibagi atas 4 tingkatan yaitu :

1. Gagal ginjal dini

Ditandai dengan berkurangnya sejumlah nefron sehingga fungsi ginjal yang ada sekitar

50-80% dari normal. Dengan adanya adaptasi ginjal dan respon metabolik untuk

mengkompensasi penurunan faal ginjal maka tidak tampak gangguan klinis.

2. Insufisiensi ginjal kronik

Pada tingkat ini fungsi ginjal berkisar antara 25-50% dari normal. Gejala mulai dengan

adanya gangguan elektrolit, gangguan pertumbuhan dan keseimbangan kalsium dan

fosfor. Pada tingkat ini LFG berada di bawah 89 ml/menit/1,73m2.

3. Gagal ginjal kronik

Pada tingkat ini fungsi ginjal berkurang hingga 25% dari normal dan telah menimbulkan

berbagai gangguan seperti asidosis metabolik, osteodistrofi ginjal, anemia, hipertensi, dan

sebagainya. LFG pada tingkat ini telah berkurang menjadi di bawah 30 ml/menit/1,73m2.

4. Gagal ginjal terminal

Pada tingkat ini fungsi ginjal 12% dari normal, LFG menurun sampai < 10

ml/menit/1,73m2 dan pasien telah memerlukan terapi dialisis atau transplantasi ginjal.8

Klasifikasi lain GGK berdasarkan LFG, yaitu:

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 5: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

5

1. Gangguan fungsi ginjal (Impaired renal functions):

LFG = 50-80 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini biasanya pasien masih asimptomatik.

2. Insufisiensi ginjal kronik

LFG = 30-50 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini sudah bisa ditemukan gejala:

-         Gangguan metabolik a.l. Hiperparatiroid sekunder, asidosis metabolik ringan

-         Hambatan pertumbuhan dan

-         Fungsi ginjal akan progresif menurun.

3. Gagal ginjal kronik

LFG = 10-30 ml/menit/1,73m2. Pada tingkat ini penurunan fungsi ginjal akan terus

berlanjut.

4. Gagal ginjal terminal

LFG = < 10 ml/menit/1,73m2; pada tingkat ini perlu dilakukan terapi pengganti yaitu

dialisis peritoneal/hemodialisis atau transplantasi. Tingkat ini juga disebut gagal ginjal

tahap akhir (End Stage Renal Failure).4

Fase sebelum GGT disebut pra GGT (Pre terminal renal failure). Pada fase ini perlu

dilakukan pengobatan konservatif secara berhati-hati untuk menjaga pertumbuhan anak secara

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 6: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

6

optimal dan memperlambat penurunan fungsi ginjal selama mungkin. Banyak diantaranya bisa

mencapai umur dewasa. Sebaiknya penanggulangan dilakukan oleh atau bersama dengan

konsultan nefrologi anak.4

Stadium Gagal Ginjal :

Tabel 1 : Stadium Gagal Ginjal

Residual functional renal mass (%) GFR(ml/min/ 1.73m2)

Mild renal insufficiency

50-25 50-80 Asymptomatic

Moderaterenal insufficiency

25-15 30-50 Metabolic abnormalities, Impaired growth, Progressive renal failuire

Severe renal insufficiency 15-5 10-30

End-stage renal failure

< 5 <10 RRT required

(Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

2.1.5 Patogenesis

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 7: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

7

Tanpa memandang penyebab kerusakan ginjal, bila tingkat  kemunduran fungsi ginjal

mencapai kritis, penjelekan sampai gagal ginjal stadium akhir tidak dapat dihindari. Mekanisme

yang tepat, yang mengakibatkan kemunduran fungsi secara progresif belum jelas, tetapi faktor-

faktor yang dapat memainkan peran penting mencakup cedera imunologi yang terus-menerus;

hiperfiltrasi yang ditengahi secara hemodinamik dalam mempertahankan kehidupan glomerulus;

masukan diet protein dan fosfor; proteinuria yang terus-menerus; dan hipertensi sistemik.

Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membrana basalis glomerulus secara terus-

menerus pada glomerulus dapat mengakibatkan radang glomerulus yang akhirnya menimbulkan

jaringan parut.

Cedera hiperfiltrasi dapat merupakan akhir jalur umum yang penting pada destruksi

glomerulus akhir, tidak tergantung mekanisme yang memulai cedera ginjal. Bila nefron hilang

karena alasan apapun, nefron sisanya mengalami hipertroti struktural dan fungsional yang

ditengahi, setidak-tidaknya sebagian, oleh peningkatan aliran darah glomerulus. Peningkatan

aliran darah sehubungan dengan dilatasi arteriola aferen dan konstriksi arteriola eferen akibat-

angiotensin II menaikkan daya dorong filtrasi glomerulus pada nefron yang bertahan hidup.

“Hiperfiltrasi” yang bermanfaat pada glomerulus yang masih hidup ini, yang berperan

memelihara fungsi ginjal, dapat juga merusak glomerulus dan mekanismenya belum dipahami.

     Mekanisme yang berpotensi menimbulkan kerusakan adalah pengaruh langsung

peningkatan tekanan hidrostatik pada integritas dinding kapiler, hasilnya mengakibatkan

keluarnya protein melewati dinding kapiler, atau keduanya. Akhirnya, kelainan ini menyebabkan

perubahan pada sel mesangium dan epitel dengan perkembangan sklerosis glomerulus. Ketika

sklerosis meningkat, nefron sisanya menderita peningkatan beban ekskresi, mengakibatkan

lingkaran setan peningkatan aliran darah glomerulus dan hiperfiltrasi. Penghambatan enzim

pengubah angiotensin mengurangi hiperfiltrasi dengan jalan menghambat produksi angiotensin

II, dengan demikian melebarkan arteriola eferen, dan dapat memperlambat penjelekan gagal

ginjal.

Model eksperimen insufisiensi ginjal kronis telah menunjukkan bahwa diet tinggi-protein

mempercepat perkembangan gagal ginjal, mungkin dengan cara dilatasi arteriola aferen dan

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 8: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

8

cedera hiperperfusi. Sebaliknya, diet rendah-protein mengurangi kecepatan kemunduran fungsi.

Penelitian manusia memperkuat bahwa pada individu normal, laju filtrasi glomerulus (LFG)

berkorelasi secara langsung dengan masukan protein dan menunjukkan bahwa pembatasan diet

protein dapat mengurangi kecepatan kemunduran fungsi pada insufisiensi ginjal kronis.

Proteinuria menetap atau hipertensi sistemik karena sebab apapun dapat merusak dinding

kapiler glomerulus secara langsung, mengakibatkan sklerosis glomerulus dan permulaan cedera

hiperfiltrasi.Ketika fungsi ginjal mulai mundur, mekanisme kompensatoir berkembang pada

nefron sisanya dan mempertahankan lingkungan internal yang normal. Namun, ketika LFG turun

di bawah 20% normal, kumpulan kompleks kelainan klinis, biokimia, dan metabolik berkembang

sehingga secara bersamasaan membentuk keadaan uremia.2,8

Gambar 2. Gambar menunjukkan kelainan anatomis pada ginjal

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Penyakit Primer Ginjal

Page 9: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

9

Gambar 2. Siklus terjadinya gagal ginjal progresif.

2.1.6 Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang timbul pada GGK merupakan manifestasi dari:

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Tekanan dan aliran kapiler meningkat

Diabetes

Hipertensi

Protein flux meningkat

Jumlah nefron berkurang

Kerusakan sel Glomerulus

Hiperfiltrasi Glomerulus

Glomerulosklerosis

Page 10: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

10

1. Kegagalan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Penumpukan metabolit toksik yang disebut toksin uremik.

3. Kurangnya hormon ginjal seperti eritropoietin dan bentuk aktif vitamin D (1,25

dihidroksivitamin D3).

4. Abnormalitas respons end organ terhadap hormon endogen (hormon pertumbuhan).

Pada pasien GGK yang disebabkan penyakit glomerulus atau kelainan herediter, gejala

klinis dari penyebab awalnya dapat kita ketahui sedangkan gejala GGK-nya sendiri tersembunyi

dan hanya menunjukkan keluhan non-spesifik seperti sakit kepala, lelah, letargi, kurang nafsu

makan, muntah, polidipsia, poliuria, gangguan pertumbuhan. Pada pemeriksaan fisik sering

ditemukan anak tampak pucat, lemah, dan menderita hipertensi. Keadaan ini dapat berlangsung

bertahun-tahun, sehingga pasien telah menderita gangguan anatomis berupa gangguan

pertumbuhan dan ricketsia. Namun dengan pemeriksaan yang teliti dan cermat akan ditemukan

keadaan-keadaan seperti azotemia, asidosis, hiperkalemia, gangguan pertumbuhan, osteodistrofi

ginjal, anemia, gangguan perdarahan, hipertensi, gangguan neurologi.4

1. Gangguan keseimbangan elektrolit

Natrium :

Dengan berkurangnya LFG yang progresif pada pasien GGK, ginjal akan

mempertahankan keseimbangan natrium dengan meningkatkan ekskresi natrium oleh nefron

yang masih baik. Bila adaptasi ini tidak terjadi, akan timbul retensi natrium yang akan

membahayakan tubuh. Meningkatnya ekskresi natrium ini disebabkan karena meningkatnya

rejeksi tubular dengan akibat meningkatnya fraksi ekskresi natrium (FeNa). Faktor-faktor yang

dapat meningkatkan FeNa pada pasien GGK belum jelas diketahui. Suda, dkk dalam

penelitiannya pada pasien GGK (LFG antara 11-66 ml/menit/1,73m2 melaporkan kemungkinan

peningkatan FeNa disebabkan pembentukan faktor natriuretik atrial. Tetapi penderita GGK ini

tidak dapat mengeliminasi beban natrium ini dengan cepat, yaitu pada pasien GGK dengan LFG

subnormal (LFG rata-rata 34ml/menit/1,73m2) hanya mampu mengekskresi setengah dari jumlah

natrium dalam waktu 2 jam setelah diberi infus NaCl, dibanding orang normal. Hal ini

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 11: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

11

menunjukkan toleransi pasien GGK terhadap peningkatan masukan natrium yang tiba-tiba adalah

buruk dan dapat menimbulkan perubahan volume ekstraseluler dengan segala akibatnya.

Sebaliknya pasien GGK tidak mampu menurunkan ekskresi natrium pada saat diberikan

diet dengan restriksi natrium. Konsentrasi minimum natrium urin pada pasien GGK ringan

sampai sedang adalah 25-50 mEq/L. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan nefron distal

meningkatkan reabsorbsi natrium. Bila diberikan restriksi garam secara tiba-tiba pada pasien

GGK akan menimbulkan penurunan volume cairan ekstraseluler, perfusi ginjal dan LFG. Pasien

Ggk karena penyakit ginjal interstitial, displasia ginjal, dan penyakit ginjal kistik adalah yang

paling sering menyebabkan salt wasting ini. Tubulus ginjal pasien GGK karena nefropati

obstruktif ditemukan kurang responsif terhadap aldosteron endogen (pseudohipoaldosteronisme).

Kalium :

Keseimbangan kalium relatif dapat dipertahankan pada LFG di atas 10 ml/menit/1,73m2.

Homeostasis kalium pada pasien GGK dipertahankan dengan meningkatkan ekskresi renal dan

ekstrarenal. Ekskresi renal dicapai dengan meningkatkan ekskresi fraksional (oleh proses sekresi

tubulus ginjal) pada nefron yang masih berfungsi. Sedangkan ekskresi ekstrarenal terutama

melalui feses yaitu sebanyak 75% (pada orang normal 20%). Walaupun  demikian keadaan

hiperkalemia tetap merupakan ancaman bagi pasien GGK, karena mungkin saja mereka

mendapat kalium dalam jumlah besar tiba-tiba misalnya dari makanan, transfusi darah, keadaan

sepsis, ataupun asidosis.

Pada pasien GGK selain hiperkalemia dapat terjadi hipokalemia. Keadaan hipokalemia

biasanya terjadi akibat pemakaian diuretik seperti hidroklortiazid, furosemid atau bisa juga

akibat pemberian diet rendah kalium. Gejalanya adalah penurunan atau hilangnya refleks otot

yang akan sangat berbahaya bila mengenai otot-otot interkostal karena dapat menyebabkan henti

napas (respiratory arrest).

Asidosis Metabolik :

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 12: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

12

Asidosis metabolik biasanya ditemukan pada pasien GGK dengan LFG <25% dari

normal, ditandai dengan penurunan kadar bikarbonat plasma (tCO2 12-15 mEq/L) dan

peningkatan senjang anion. Asidosis metabolik terjadi akibat ketidakmampuan pengeluaran ion

hidrogen atau asam endogen yang dibentuk karena insufisiensi sintesis amonium pada segmen

nefron distal. Meningkatnya senjang anion terjadi akibat retensi anion seperti sulfat, fosfat, urat,

dan hipurat dalam plasma (pada ginjal normal anion ini diekskresi oleh filtrasi glomerulus). Juga

ada bukti yang menunjukkan bahwa kebocoran bikarbonat ginjal berperan dalam menimbulkan

asidosis ini, seperti pada sindrom Fanconi, asidosis tubular ginjal tipe IV, dan

hiperparatiroidisme sekunder.

Asidosis pada GGK dini (LFG 30-50% normal) lebih sering berupa tipe dengan senjang

anion normal (hiperkloremik) dan sebaliknya pada GGK yang berat (LFG <20ml/menit/1,73m2)

biasanya berupa senjang anion yang besar. Selain terlibat dalam patogenesis terjadinya gangguan

pertumbuhan dan memperburuk hiperkalemia yang telah ada, asidosis juga menimbulkan

keadaan katabolik pada pasien GGK. Manifestasi klinis asidosis adalah takipneu, hiperpneu, dan

perburukan hiperkalemia dan mungkin gangguan pertumbuhan.

2. Gangguan keseimbangan cairan

GGK dihubungkan dengan gangguan dalam pemeketan urin. Pada keadaan restriksi

cairan, orang normal mampu memekatkan urin sampai 1.500 mosmol/L, sedangkan pasien GGK

biasanya tidak mampu memekatkan urin di atas 300 mosmol/L. Berat jenis dan osmolalitas urin

seringkali mirip dengan plasma. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya nefron yang

rusak, beban osmotik ekskresi yang ditanggung oleh nefron yang tersisa semakin bertambah.

Dengan demikian mengakibatkan reabsorbsi air oleh tubulus berkurang dan menyebabkan berat

jenis urin mirip dengan plasma (300 mosmol/L dan berat jenis 1,010, disebut isostenuria).

Isostenuria yang resisten terhadap pemberian pitresin dari luar pada GGK, menunjukkan adanya

gangguan terhadap respons tubulus terhadap ADH yang juga berperan dalam terjadinya

isostenuria. Hal  di atas sering terjadi pada GGK yang disebabkan oleh uropati obstruktif,

displasia ginjal, penyakit ginjal kistik dan interstitial. Pasien ini sering mengalami dehidrasi bila

masukan cairan tidak mencukupi atau dibatasi. Dehidrasi yang berulang dan syok akan

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 13: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

13

memperburuk LFG. Anak yang demikian dianjurkan untuk tidak dibatasi masukan cairannya dan

segera mencari pertolongan bila terserang gastroentritis. Pasien juga tidak dapat mengencerkan

urin secara maksimal dan tidak dapat membuang kelebihan cairan tubuh secara tepat dan efektif

sehingga dapat timbul masalah kelebihan cairan.

3. Gangguan metabolisme

Metabolisme karbohidrat :

Pasien GGK dapat disertai timbulnya intoleransi glukosa akan menunjukkan adanya 

hiperglikemia. Keadaaan ini sebagai akibat terjadinya resistensi terhadap insulin yang

menghambat masuknya glukosa ke dalam sel. Pada anak yang menderita GGK kadar insulin

plasma meningkat hingga harus dilakukan pemantauan kadar glukosa, karena dalam keadaan

akut pasien GGK memerlukan pemberian glukosa parenteral. Karena dialisis dapat memperbaiki

intoleransi glukosa pada pasien GGK, maka diduga toksin uremik yang menyebabkan terjadinya

resistensi insulin ini. Faktor lainnya seperti peninggian kadar glukagon dan hormon pertumbuhan

juga  berperan.

Metabolisme lemak :

Biasanya timbul hiperlipidemia yang bermanifestasi sebagai hipertrigliserida, kadar

kolesterol darah normal, peninggian VLDL (very low density lipoprotein) dan penurunan LDL

(low density lipoprotein). Hal ini terjadi karena meningkatnya produksi trigliserida di hepar

akibat hiperinsulinemia dan menurunnya fungsi ginjal serta karena menurunnya katabolisme

trigliserida. Keadaan ini biasanya terjadi bila LFG <40ml/menit/1,73m2 dan meningkatnya lemak

ini sesuai dengan bertambahnya progresivitas GGK. Lebih dari 2/3 anak akan mengalami

hiperlipidemia pada saat gagal ginjal terminal. Walaupun demikian penyebab peningkatan

produksi trigliserida dan  VLDL ini belum diketahui.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 14: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

14

4. Anemia

Anemia normositer, normokromik merupakan komplikasi GGK yang biasa ditemukan

dan berhubungan dengan derajat GGK. Penyebab utama anemia pada GGK adalah berkurangnya

produksi eritropoietin, suatu hormon glikoprotein yang diproduksi ginjal (90%) dan sisanya 

diproduksi di luar ginjal (hati dan sebagainya).  Kadar eritropoietin serum nyata menurun pada

pasien GGK berat, tetapi korelasi ini tidak jelas pada LFG >20ml/menit/1,73m2. Anemia pada

pasien dapat dikoreksi dengan pemberian eritropoietin rekombinan dan responsnya tergantung

dari dosis yang diberikan. Dengan terapi ini terlihat perbaikan pada toleransi latihan, fungsi

kognitif dan kualitas hidup keseluruhan. Mekanisme lain terjadinya anemia pada GGK adalah

pemendekan umur eritrosit menjadi 2/3 umur normal, toksisitas aluminium karena pemakaian

obat-obat pengikat fosfat yang mengandung aluminium, iatrogenik karena kehilangan darah

sewaktu dialisis dan pengambilan contoh darah, serta terjadinya defisiensi asam folat pada pasien

yang sedang menjalani dialisis. Anemia yang terjadi karena toksisitas aluminium mempunyai

gambaran mikrositik, hipokromik yang mirip dengan defisiensi zat besi, tetapi kemampuan

mengikat besi dan kadar feritin serumnya normal.5

Gambar 3. Gambar menunjukkan perbedaan produksi EPO pada ginjal normal dan ginjal

rusak.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 15: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

15

5. Gangguan perdarahan

GGK yang berat biasanya akan diperberat dengan adanya gangguan perdarahan yang

menyertai. Walaupun jumlah trombosit normal, tetapi waktu perdarahan sering memanjang. Hal

ini diduga disebabkan oleh adanya gangguan pada agregasi trombosit dan berkurangnya respons

terhadap ADP (adenosin difosfat) eksogen, kolagen, dan epinefrin. Jumlah platelet factor 3 dan

retraksi bekuan juga menurun pada GGK yang tidak menjalani dialisis, diduga karena adanya

peranan “dialyzable factor” sebagai penyebab. Faktor lain yang diduga berperan dalam

menyebabkan gangguan perdarahan adalah gangguan pada faktor VIII (dapat diperbaiki dengan

kriopresipitat dan desmopresin), gangguan metabolisme (prostaglandin inhibitor-2) PGI2 dan

aspirin.

6. Gangguan fungsi kardiovaskular

Hipertensi :

Terjadinya hipertensi pada pasien GGK disebabkan karena tingginya kadar renin akibat

ginjal yang rusak. Tetapi bila LFG menurun dan jumlah urin berkurang, hipertensi terjadi akibat

kelebihan cairan. Keadaan ini akan menimbulkan keluhan sakit kepala, badan lemah, gagal

jantung bendungan, kejang; sedangkan hipertensi persisten mungkin terjadi akibat berkurangnya

LFG. Pada pasien hipertensi persisten yang tanpa keluhan harus dievaluasi secara terus menerus

untuk mencari adanya kerusakan organ target. Pemeriksaan oftamologi perlu selalu dilakukan

pada pasien hipertensi persisten, selain itu pemeriksaan EKG perlu dilakukan untuk mencari

adanya hipertrofi jantung kiri.

Pada penyakit GGK yang progresif, timbulnya hipertensi dapat merupakan akibat

langsung dari penyakit ginjalnya. Pada setiap keadaan hipertensi, kita harus meneliti semua

faktor yang dapat menimbulkan peninggian tekanan darah seperti faktor kardiovaskular,

peningkatan tahanan pembuluh darah perifer, faktor neurogen, faktor hormonal, dan faktor

renovaskular.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 16: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

16

7. Gangguan jantung

Perikarditis :

Perikarditis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada GGK, terutama timbul pada

pasien dengan uremia berat yang tidak dilakukan dialisis. Eksudat pada perikarditis uremik

biasanya sedikit dan bersifat fibrinosa atau serofibrinosa. Kadang pada pasien yang mendapat

dialisis yang adekuat juga timbul perikarditis dan efusi yang hemoragis. Pasien yang mendapat

terapi dialisis peritoneal dilaporkan lebih jarang menderita perikarditis. Patogenesis perikarditis

ini masih belum diketahui dengan pasti. Walaupun toksin uremik yang tinggi pada keadaan

dialisis sering dijadikan kambing hitam, tetapi ada dugaan bahwa kelebihan cairan berperan

dalam menimbulkan perikarditis. Walaupun pasien perikarditis uremik sering mengalami infeksi

terutama oleh virus, tetapi pada cairan perikardial sulit ditemukan penyebab infeksi, sedangkan

cairan perikardial yang hemoragis sering dihubungkan dengan pemakaian antikoagulan pada

dialisis.

Manifestasi klinis perikarditis uremik dapat berupa nyeri dada, demam, dan efusi

perikardial. Setelah penumpukan cairan perikardial cukup banyak, pericardial rub akan

menghilang, dan bunyi jantung menjadi redup. Juga dapat terjadi tamponade jantung, terutama

pada efusi perikardial yang hemoragis. Perikarditis dan efusi perikardial uremik yang lama.

Fungsi miokard dan respons terhadap latihan :

Pada pasien GGK toleransi terhadap latihan rendah. Kapasitas kerja aerobik pada pasien

GGK dan GGT yang menjalani hemodialisis kronik dilaporkan menurun sesuai dengan

penurunan konsentrasi Hb. Toleransi terhadap latihan dilaporkan membaik, bila anemia yang

terjadi dikoreksi dengan eritropoietin rekombinan. Kardiomiopati uremik sering menimbulkan

gangguan fungsi jantung berupa gagal jantung kongestif yang biasanya ditemukan pada GGK

yang berat dan GGT. Kardiomiopati uremik ini disebabkan oleh kelebihan cairan, anemia,

hipertensi, dan mungkin toksin uremik.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 17: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

17

Pada kebanyakan pasien GGK yang  dilakukan dialisis, kelebihan cairan ini dapat diatasi

dengan dialisis sehingga fungsi jantung dapat diperbaiki; tetapi hal ini tidak terjadi pada

beberapa pasien; diduga penyebabnya toksin uremik. Pada pasien GGK dapat ditemukan

hipertrofi ventrikel kiri dan penebalan septum interventrikular.

8. Gangguan neurologis

Neuropati perifer :

Komplikasi berupa neuropati motorik dan sensorik yang mengenai segmen distal

(neuropati perifer) jarang ditemukan pada anak. Penelitian terdahulu mendapatkan adanya

penurunan elektrofisiologis saraf perifer pada anak yang menderita GGK. Gejalanya dapat

berupa parestesia telapak tangan dan atau kaki, adanya rasa nyeri, mati rasa pada bagian distal

dan refleks tendon merupakan manifestasi neuropati perifer uremik. Pada pemeriksaan dapat

ditemukan menurunnya kecepatan konduksi saraf perifer. Pemeriksaan konduksi saraf pada

pasien GGK sebaiknya dilakukan secara serial untuk mendeteksi adanya gangguan saraf sedini

mungkin. Kedaaan ini sering terjadi pada keadaan uremia berat dan dengan tindakan dialisis

memberikan hasil yang bervariasi, sedangkan transplantasi ginjal memberikan hasil yang baik.

Ensefalopati hipertensif :

Peninggian tekanan darah yang hebat dan tiba-tiba dapat menyebabkan nekrosis arteri

intrakranial dan edema serebri dengan gejala sakit kepala, penurunan kesadaran dan kejang.

Krisis hipertensi sering terjadi pada GGT. Tindakan penurunan tekanan darah yang dilakukan

segera tidak akan meninggalkan gejala sisa yang berat, tetapi bila telah terjadi perdarahan

intraserebral dan intraventrikular dapat menimbulkan gejala sisa yang berat dan bahkan

kematian.

Retardasi mental :

Diperkirakan terjadi peningkatan kejadian retardasi mental dengan meningkatnya

gangguan fungsi ginjal pada bayi dan anak kecil yang menderita GGK pada tahun pertama

kehidupan. Hal ini diduga akibat pengaruh ureum terhadap perkembangan otak dan banyaknya

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 18: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

18

alumunium dalam makanan bayi. Terjadinya disfungsi otak diduga sebagai akibat keracunan

aluminium, karena suatu penelitian menunjukkan kejadian retardasi mental dan disfungsi otak

menurun pada bayi yang mendapat calcium binding agents yaitu kalsium karbonat sebagai

pengganti aluminium containing, fosfat binding agent.

9. Osteodistrofi ginjal

Penimbunan asam fosfat mengakibatkan terjadi hiperfosfatemia dan menyebabkan kadar

ion kalsium serum menurun. Keadaaan ini merangsang kelenjar paratiroid untuk mengeluarkan

hormon lebih banyak agar ekskresi fosfor meningkat dan kadar fosfat kembali normal. Jadi

osteodistrofi ginjal adalah kelainan tulang pada GGK sebagai akibat gangguan absorpsi kalsium,

hiperfungsi paratiroid, dan gangguan pembentukan vitamin D aktif.

Gejala klinis osteodistrofi ginjal antara lain gangguan pertumbuhan, gangguan bentuk

tulang, fraktur spontan dan nyeri tulang. Apabila disertai gejala rakitis yang jelas akan timbul

hipotonia umum, lemah otot, dan nyeri otot. Pada pemeriksaan radiologi dan histologi ditemukan

gambaran tulang yang abnormal dengan ciri khas seperti osteomalasia dan osteofibrosis.

Pemeriksaan yang paling sederhana untuk melihat gambaran osteodistrofi ginjal adalah ujung-

ujung tulang panjang yaitu foto falangs, sendi lutut, dan sendi siku.

Gambar 4. Gambar menunjukkan gambaran osteodistrofi ginjal pada anak.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 19: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

19

10. Gangguan pertumbuhan

Terjadinya gangguan pertumbuhan pada pasien GGK dapat disebabkan oleh banyak

faktor. Kemungkinan faktor yang paling penting adalah umur waktu timbulnya GGK, karena

yang paling sering mempengaruhi pertumbuhan adalah penyakit ginjal kongenital. Hal-hal yang

diduga ada hubungannya dengan gangguan fungsi ginjal usia dini, asidosis, osteodistrofi ginjal,

dan gangguan hormonal.

Keadaan asidosis dapat mengganggu pertumbuhan anak pasien GGK. Terjadinya

osteodistrofi ginjal dan menurunnya nafsu makan pada pasien GGK akan menyebabkan masukan

makanan dan energi tidak adekuat sehingga mengganggu pertumbuhan. Adanya gangguan

sekresi hormon tumbuh dan insulin like growth factors pada pasien GGK akan mempengaruhi

pertumbuhan anak karena pemberian hormon tumbuh rekombinan dapat mempercepat

pertumbuhan anak tapi mekanismenya sendiri belum diketahui.

11. Perkembangan seksual

Keterlambatan perkembangan seksual sering dijumpai pada pasien GGK. Keadaan ini

merupakan akibat disfungsi gonad primer dalam memproduksi steroid gonad, disfungsi hipofisis

dan gangguan pengeluaran gonadotropin. Terjadinya gangguan pengeluaran gonadotropin akan

mengakibatkan terlambatnya pubertas. Keadaan ini mungkin disebabkan uremia berat.2,4,8

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 20: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

20

2.1.7 Diagnosis

Kadang-kadang sulit membedakan apakah anak menderita GGA yang reversible, atau

GGK. Oleh karena itu sebaiknya dikenal kriteria atau indikasi kapan seorang anak harus segera

dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis.

Tabel 2 : Indications for transfer to a specialist pediatric nephrology centre.Symptomatic electrolyte abnormalities Hyperkalemia: K+ > 6 mmol/l Hypernatremia, hyponatremia Metabolic acidosis Hypocalcemia, hyperphosphatemia Severe hypertension Pulmonary edema Anuria/oligouria (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3 rd

edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

Tabel 3: Specific investigations to elucidate the underlying cause of chronic renal failure.Renal tract ultrasound Micturating cystourethrogram Radio-isotope scans: DMSA, MAG3, or DTPA Antegrade pressure flow studies Intravenous urogram Urinalysis Urine microscopy and culture C3, C4, antinuclear antibody, anti-DNA antibodies, anti-GBM antibodies, ANCA Renal biopsy White cell cystine level Oxalate excretion Purine excretion (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 21: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

21

Tabel 4: Features suggestive of acute and chronic renal failure.Acute renal failure Chronic renal failure

Previously healthy

Normal or slightly enlarged kidneys on ultrasound

Family history of renal disease Small/asymmetric kidneys, cystic kidneys, abnormal collecting systems, ureters, and bladder on ultrasound

Microangiopathic hemolytic anemia, thrombocytopenia

Normochromic, normocytic anemia End-organ effects of hypertension, e.g.

retinopathy Poor growth Radiological evidence of rickets or secondary

hyperparathyroidism(Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

Tabel 5: Investigations to assess the severity and duration of CRFFull blood count Biochemistry B blood electrolyte, urea, creatinine, calcium,

phosphate, alkaline phosphatase, total protein, albumin, urate

GFR Of less value in severe chronic renal failure Left hand and wrist X-ray For bone age and evidence of renal

osteodystrophy Chest X-ray ECG or echocardiogram To asses left ventricular hypertrophy (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 22: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

22

2.1.8 Penatalaksanaan

Secara garis besar penatalaksanaan dapat dibagi 2 golongan, yaitu pengobatan

konservatif dan pengobatan pengganti. Pada umumnya pengobatan konservatif masih mungkin

dilakukan bila klirens kreatinin > 10 ml/menit/1,73 m2, tapi bila sudah < 10 ml/menit pasien

tersebut harus diberikan pengobatan pengganti.3

1. Pengobatan konservatif

Tujuan pengobatan konservatif adalah memanfaatkan faal ginjal yang masih ada,

menghilangkan berbagai faktor pemberat, dan bila mungkin memperlambat progresivitas gagal

ginjal. Tujuan terapi konservatif gagal ginjal pra-terminal, adalah:

Anak merasa sehat, tidak ada keluhan atau rasa sakit yang disebabkan oleh uremia,

seperti misalnya mual, muntah.

Merasa normal, seperti teman-temannya, mempunyai cukup energi untuk berpartisipasi

dalam kegiatan sekolah dan aktivitas sosial lainnya; sehingga dapat mencapai

pertumbuhan motorik, sosial, dan intelektual yang optimal.

Mempertahankan pertumbuhan fisik yang normal.

Mempertahankan agar fungsi keluarga berjalan seperti biasanya.

Memperlambat progresivitas penurunan LFG.

Mempersiapkan anak dan keluarganya untuk menghadapi keadaan gagal ginjal terminal.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 23: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

23

Nutrisi :

Malnutrisi energi protein seringkali ditemukan pada anak-anak dengan GGK. Patogenesis

terjadinya malnutrisi ini multifaktorial. Faktor-faktor tersebut, antara lain adalah anoreksia, diet

protein yang rendah, proses katabolisme akibat uremia yang menyebabkan pemecahan protein

otot dan inhibisi sintesis protein, sekresi kortisol dan hormon paratiroid yang meningkat,

resistensi insulin, asidosis metabolik, dan toksin uremia lain. Pada pasien yang mendapat terapi

dialisis, terjadi pembuangan asam amino, peptida dan protein melalui dialisis, dan proses

katabolisme pada hemodialisis yang akan memperberat malnutrisinya.3,8

Bila nutrisi tidak diperhatikan, pasien gagal ginjal akan jatuh dalam keadaan malnutrisi,

dan anak-anak akan mengalami gagal tumbuh. Terapi nutrisi, berperan dalam menghambat

kecepatan penurunan fungsi ginjal dan akan dapat meningkatkan perasaan well-being serta

pertumbuhan.

Intake nutrisi yang direkomendasikan untuk anak-anak dengan GGK hendaklah memperhatikan

hal-hal berikut:

Asupan nutrisi sebaiknya dipantau melalui cara penilaian diet secara prospektif 3 hari

berturut-turut 2 kali setahun, dan lebih sering bila ada indikasi klinik.

Anak-anak dengan GGK cenderung kehilangan nafsu makan dan seringkali mendapatkan

intake dibawah kebutuhan yang dianjurkan. EAR adalah estimasi kebutuhan rata-rata

energi, protein, vitamin, mineral. Kriteria ini dipakai untuk menggantikan Recommended

Daily Allowance (RDA), yang didefinisikan sebagai kecukupan kebutuhan nutrisi untuk

anak sehat dengan jenis kelamin, tinggi badan dan umur yang sama. Asupan energi

kurang dari 80% dari RDA telah terbukti berasosiasi dengan gagal tumbuh (Rizzoni

1984), yang dapat dipulihkan dengan meningkatkan energi menjadi 100% RDA. Untuk

mencapai EAR yang sesuai umur dan energi, sebagian besar anak dengan GGK

membutuhkan suplemen kalori dalam bentuk polimer glukosa atau emulsi lemak, dimana

pada bayi dan anak-anak kecil, diperlukan nutrisi tambahan melalui pipa nasogastrik.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 24: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

24

Untuk mencegah atau mengobati hiperparatiroidisme sekunder, batasi diet fosfat dan

gunkan kalsium karbonat sebagai pengikat fosfat. Sumber fosfat terbanyak adalah susu,

keju dan yoghurt.

Anak-anak dengan GGK sebaiknya memperoleh asupan protein minimum sesuai EAR

untuk usia. Tetapi bila kadar urea darah anak tetap diatas 120 mg/dl, barulah dilakukan

restriksi protein secara bertahap sampai kadar ureumnya menurun.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 25: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

25

Tabel 6 : Kebutuhan Kalori dan Protein yang Direkomendasikan Untuk Anak dengan

Gagal Ginjal Kronik.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Umur Tinggi (cm) Energi (kkal) Minimal Protein (g)

Kalsium (g) Fosfor (g)

0-2 bulan

2-6 bulan

6-12 bulan

1-2 tahun

2-4 tahun

4-6 tahun

6-8 tahun

8-10 tahun

10-12 tahun

12-14 tahun  L

P

14-18 tahun  L

P

18-20 tahun  L

P

55

63

72

81

96

110

121

131

141

151

154

170

159

175

163

120/kg

110/kg

100/kg

1000

1300

1600

2000

2200

2450

2700

2300

3000

2350

2800

2300

2,2/kg

2,0/kg

1,8/kg

18

22

29

29

31

36

40

34

45

35

42

33

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

0,9

1,0

1,2

1,4

1,3

1,4

1,3

0,8

0,8

0,2

0,4

0,5

0,7

0,8

0,9

0,9

1,0

1,2

1,4

1,3

1,4

1,3

0,8

0,8L= Laki-laki                       P=Perempuan

Page 26: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

26

Keseimbangan air dan elektrolit :

Penilaian secara klinik adanya dehidrasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan turgor

kulit, kekeringan mukosa, tekanan darah, tekanan vena juguler, dan berat badan, yang harus

selalu dilakukan pada setiap kunjungan. Anak dengan uropati obstruktif atau displasia ginjal

umumnya cenderung menderita kekurangan garam natrium dan kalium, yang akan mengganggu

pertumbuhannya. Suplemen natrium khlorida sebaiknya diberikan pada kasus-kasus tersebut

dengan pemantauan ketat terhadap pertumbuhan, sembab, hipertensi, atau hipernatremia.

Kebutuhan air disesuaikan dengan jumlah urine yang keluar. Anak-anak dengan penyakit

ginjal primer yang menimbulkan hipertensi, dianjurkan untuk membatasi asupan natrium dan air.

Sebagian besar anak dengan GGK mampu mempertahankan homeostasis kalium. Bila terjadi

hiperkalemia, perlu dipikirkan apakah tidak ada obat2an seperti misalnya ACE inhibitors,

katabolisme, atau asidosis metabolik, sebagai penyebabnya, sebelum membatasi asupan kalium

atau memberikan kalium exchange resin.

Keseimbangan asam – basa :

Metabolik asidosis yang menetap seringkali menyebabkan gagal tumbuh pada bayi dan

menimbulkan demineralisasi tulang, serta hiperkalemia. Untuk mempertahankan keseimbangan

asam basa perlu diberikan suplemen natrium bikarbonat dimulai dari dosis 2 mmol/kg/hari,

dengan pemantauan pH dan kadar bikarbonat pada analisis gas darahnya.

Osteodistrofi Renal :

1. Kadar hormon paratiroid (PTH) meningkat dan kadar 1,25 dihydroxycholecalciferol menurun,

sejak mulai terjadinya insufisiensi ginjal ringan, yaitu pada LFG 50-80 ml/menit/1.73m2. Kadar

fosfat plasma merupakan sebab utama terjadinya hiperparatiroidisme sekunder. Diet rendah

fosfat berarti membatasi intake susu sapi dan produknya. Bila kadar fosfat plasma tetap diatas

harga rata-rata untuk umur, pengikat fosfat misalnya kalsium karbonat 100 mg/kg/hari diberikan

bersama makanan, dosis disesuaikan sampai kadar fosfat plasma berada antara harga rata-rata

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 27: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

27

dan -2SD sesuai umurnya. Kalsium asetat, dan yang lebih baru, sevelamer (non-calcium/non-

aluminium containing polymer) juga merupakan pengikat fosfat yang bermanfaat.

2. Penurunan kadar fosfat plasma dapat meningkatkan kadar 1,25-dihydroxycholecalciferol

endogen dan kalsium ion, yang mampu menormalkan kadar PTH. Namun, bila kadar PTH tetap

tinggi dan kadar fosfat plasma normal, perlu ditambahkan vitamin D3 hidroksilasi.

3. Tipe, dosis, frekuensi, dan rute pemberian vitamin D sebagai prevensi dan terapi osteodistrofi

renal masih merupakan kontroversi. Dianjurkan pemberian dosis rendah 1,25-

dihydroxycholecalciferol 15-30 ng/kg/sekali sehari untuk anak-anak dengan berat kurang dari 20

kg, dan 250-500 ng sekali sehari untuk anak-anak yang lebih besar, untuk menaikkan kadar

kalsium plasma sampai batas normal atas: bila kadar PTH telah normal, 1,25-

dihydroxycholecalciferol dapat dihentikan sementara. Pemberian 1,25-dihydroxycholecalciferol

secara intravena lebih efektif untuk menurunkan kadar PTH, tetapi dapat menyebabkan

adynamic bone, oleh karena 1,25-dihydroxycholecalciferol pada dosis tinggi mempunyai efek

antiproliferatif pada osteoblast.

4. Kadar kalsium, fosfat, dan alkali fosfatase plasma hendaknya diperiksa setiap kunjungan.

Kadar PTH diukur setiap bulan, atau setiap kunjungan bila anak melakukan kunjungan yang

lebih jarang, dan terapi disesuaikan. 2,4,8

Hipertensi :

Hipertensi dapat berasal dari penyakit ginjal primer, misalnya nefropati refluks, penyakit

ginjal polikistik autosomal resesif, atau karena GGK yang telah lanjut, akibat retensi natrium dan

air. Pengendalian tekanan darah pada GGK, bukan saja untuk mencegah morbiditas dan

mortalitas akibat hipertensi itu sendiri, melainkan juga untuk mencegah progresivitas penurunan

fungsi ginjal. Bila tidak ada circulatory volume overload, sistolik dan diastolik dalam

pemeriksaan berulang lebih dari 90 persentil untuk umur, perlu diberikan terapi antihipertensi

untuk prevensi komplikasi hipertensi dan menghambat laju GGK. Bila ada tanda-tanda

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 28: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

28

circulatory volume overload sebagai penyebab hipertensi, diberikan diuretik dari golongan

furosemide dengan dosis 1-3 mg/kg dan diet rendah garam.

Infeksi :

Anak-anak dengan kelainan ginjal rentan mengalami infeksi saluran kemih berulang. Bila

menderita refluks vesiko-ureter perlu diberikan antibiotik dosis rendah sebagai profilaksis.

Anemia :

Anemia pada GGK adalah anemia normokromik normositer, karena produksi

eritropoietin yang tidak adekuat. Eritropoietin rekombinan (rHuEPO) telah dipakai secara luas

untuk mencegah anemia pada GGK. Disamping eritropoietin masih ada faktor lain yang dapat

mempermudah terjadinya anemia antara lain menurunnya daya survival sel darah merah, inhibisi

sumsum tulang terutama oleh PTH, kehilangan darah intestinal, dan paling sering defisiensi besi

dan folat.

Sebagian besar anak-anak dengan pra-GGT dapat mempertahankan kadar hemoglobin

tanpa bantuan terapi eritropoietin rekombinan, dengan cara pengaturan nutrisi yang baik,

suplemen besi dan folat, dan bila diperlukan supresi hiperparatiroid sekunder dengan memakai

pengikat fosfat yang tidak mengandung aluminium. Bila anemia tetap terjadi, dapat diberikan

eritropoietin rekombinan dengan dosis 50 unit/kg secara subkutan dua kali seminggu, dosis dapat

dinaikkan sesuai respon agar mencapai target hemoglobin 10-12 g/dl. 5

Pertumbuhan :

Pertumbuhan merupakan indikator yang paling sensitif untuk terapi GGK yang adekuat.

Pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, status pubertal, volume testes, dan lingkar

lengan atas sangat dianjurkan untuk dilakukan secara rutin, sehingga akan dapat dideteksi secara

dini setiap gangguan kecepatan pertumbuhan. Pola pertumbuhan masing-masing anak dengan

GGK dipengaruhi oleh umur anak, umur saat onset GGK dan terapi yang diberikan. 9

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 29: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

29

Mempertahankan fungsi ginjal :

Pada sebagian besar anak dengan GGK, fungsi ginjalnya akan terus menurun secara

progresif, meskipun penyakit ginjal primernya telah tidak aktif. Progresifitas GGK berkaitan

dengan kelainan histologinya yaitu glomerulosklerosis progresif, fibrosis interstitial, dan

sklerosis vaskuler atau arterioler.

Untuk mempertahankan fungsi ginjal yang berada pada suatu fase tertentu, dapat

dilakukan dengan cara-cara: pengendalian hipertensi, menghilangkan proteinuria, mencegah

terjadinya hiperparatiroidisme sekunder, dan diet protein yang cukup.4,7,8

Edukasi dan persiapan :

Masa terapi konservatif GGK, merupakan saat terbaik untuk melaksanakan program

edukasi bagi pasien dan keluarganya, untuk menjelaskan tentang apa yang sebenarnya terjadi

sehingga mereka dan keluarganya akan ikut secara aktif dalam program pengobatan tersebut.

Masa tersebut juga dapat digunakan untuk mempersiapkan mereka menghadapi stadium gagal

ginjal terminal. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum anak masuk dalam stadium GGT:

1. Anak harus telah mendapatkan imunisasi lengkap sebelum dilakukan transplantasi, setidak-

tidaknya 3 bulan sebelum dimulainya TPG.

2. Anak-anak dengan GGK yang mengalami disfungsi buli-buli, misalnya buli-buli neurogenik,

atau katup uretra posterior harus diatasi terlebih dahulu sebelum transplantasi dilakukan.

2. Anak-anak yang membutuhkan dialisis sebelum transplantasi, tetapi tidak sesuai untuk dialisis

peritoneal, hendaknya dibuatkan fistula arteri-vena untuk akses hemodialisis.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 30: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

30

2. Pengobatan pengganti

Tujuan pengobatan pengganti pada anak-anak tidak hanya untuk memperpanjang hidup

anak, namun juga untuk meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan, dengan tujuan utama

adalah kehidupan masa dewasa yang lebih baik.

Tindakan Dialisis

Indikasi dialisis pada bayi,anak dan remaja sangat bervariasi dan tergantung dari status

klinis pasien. Dengan penatalaksanaan yang optimal, pasien GGK pada anak dapat terhindar dari

berbagai komplikasi. Tindakan dialisis baik peritoneal maupun hemodialisis harus dilakukan

sebelum LFG mencapai 10 ml/mnt/1,73m2 dan hasilnya akan lebih baik daripada LFG < 5

ml/mnt/1,73m2 yang disertai manifestasi klinis yang berat. Ada 2 cara pelaksanaan dialisis

peritoneal, yaitu:

1. Automated Peritoneal Dialysis (APD), dimana dialisis dilakukan malam hari dengan mesin

dialisis peritoneal, sehingga pada siang hari pasien bebas dari dialisis.

2. Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), dialisis berlangsung 24 jam sehari

dengan rata-rata pertukuran cairan dialisat setiap 6 jam sekali.

Indikasi absolut untuk tindakan awal dialisis pada anak dengan gagal ginjal:

Hipertensi Tidak Terkendali

Gagal Jantung Bendungan : Kardiomiopati

Perikarditis : Tamponade

Neuropati Perifer : Parestesia, Disfungsi Motorik

Osteodistrofi Ginjal : Kalsifikasi Tersebar, Deformitas Tulang

Depresi SST : Anemia Berat, Leukopenia

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 31: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

31

Trombositopenia

Gambar 5. Gambar menunjukkan seorang yang menjalani hemodialisa.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 32: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

32

Gambar 6. Gambar menunjukkan proses hemodialisa.

Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal merupakan pilihan ideal untuk pengobatan gagal ginjal tahap akhir

( End Stage Renal Failure ). Indikasi transplantasi ginjal adalah pasien gagal ginjal tahap akhir

dengan gagal tumbuh berat atau mengalami kemunduran klinis setelah mendapat pengobatan

yang optimal. Secara teknis transplantasi ginjal telah mengalami kemajuan, bahkan telah

dilaporkan keberhasilan transplantasi ginjal pada bayi < 1 tahun, namun mencegah terjadinya

reaksi penolakan alograf yang merupakan kunci keberhasilan transplantasi ginjal masih

memerlukan penelitian yang lebih lanjut. Pemeriksaan imunologi yang penting untuk

kelangsungan keberhasilan transplantasi ginjal adalah golongan darah ABO dan antigen HLA.

Organ ginjal yang akan ditransplantasikan dapat berasal dari cadaver ( jenazah ) atau donor

hidup-keluarga.

Sejak 1960 sampai sekarang terutama akibat berbagai kemajuan yang dicapai dalam

bidang imunologi (pemilihan donor dan resipien sesuai), persiapan yang lebih baik, diagnosis

dini komplikasi, pengelolaan preservasi serta keberhasilan dalam pencegahan serta mengatasi

reaksi penolakan dengan imunosupresi, maka TG merupakan salah satu alternatif terbaik

pengelolaan penderita gagal ginjal kronik (GGK) stadium akhir.1,4,6,8

2.1.9 Prognosis

Angka kelangsungan hidup anak-anak dengan gagal ginjal kronik saat ini semakin baik.

Dari 1070 anak yang berumur kurang dari 18 tahun saat menerima ginjal donor jenazah di

Inggeris dan Irandia dalam periode 10 tahun (1986-1995): 91 (9%) meninggal dengan penyebab

kematian: 19% oleh karena infeksi, 4.5% lymphoid malignant disease, 4.5% uremia karena graft

failure.13 Sedangkan data dari Amerika Utara melaporkan angka kelangsungan hidup 5 tahun

setelah transplantasi donor hidup berkisar antara 80.8% pada anak-anak yang berusia kurang dari

1 tahun saat ditransplantasi, sampai 97.4% pada anak-anak yang berusia antara 6-10 tahun.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 33: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

33

BAB III

LAPORAN KASUS

OBJEKTIF

Tujuan dari kasus ini adalah untuk melaporkan sebuah kasus Gagal Ginjal Kronik pada

seorang anak lelaki berumur 14 tahun yang dirawat di Bagian Non-Infeksi Ruang Rawat Inap

Anak dan Perinatologi RSUP H. Adam Malik Medan.

KASUS

Nama : Abdul Chalik

Umur : 14 tahun 7 bulan

Tanggal Masuk : 8 Juni 2011

Tempat Tinggal : Kota Binjai

NO MR : 44.82.46

A, anak lelaki berumur 14 tahun, dengan berat badan 25 kg dan panjang badan 134 cm,

diterima dan dirawat di Bagian Non-Infeksi Ruang Rawat Inap Anak dan Perinatologi RSUP H.

Adam Malik pada tanggal 8 Juni 2011 pukul 10.45 WIB dengan keluhan utama demam dan Post

HD.

Os merupakan pasien poli Nefrologi yang telah menjalani HD selama ± 1 tahun ini. Os

tidak HD dalam ± 2 minggu terakhir. Demam (+) dialami Os ± 2 jam yang lalu, setelah selesai

HD. Batuk (-), Mual (-). Muntah (+) dialami os ± 1 minggu ini. Kejang (-). Pucat (+) disadari

orang tua dalam 1 minggu ini. Riwayat pendarahan (-). Badan lemas (+) dirasakan os dalam 5

hari ini. BAB (+) N.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 34: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

34

RPT: Os merupakan pasien lama poli nefrologi dalam menjalani HD 3x dalam 1 minggu.

RPO: EAS primer, Biknat.

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalisata:

Berat Badan (BB) : 25 kg Panjang Badan (PB): 134 cm

Sensorium : Compos Mentis(CM) Suhu Tubuh : 40,0°C

Pasien tidak mengalami ikterik, sianotik, oedem, ataupun dyspnea tetapi anemia (+).

Status Lokalisata:

Kepala : Pada pemeriksaan mata ditemukan Refleks Cahaya (+) pada kedua mata, Pupil

Isokor pada kedua mata, dijumpai kepucatan pada konjungtiva palpebra inferior.

Pemeriksaan pada telinga, mata, dan hidung dijumpai kesan normal.

Leher : Pembesaran pada kelenjar getah bening (KGB) tidak dijumpai

Thoraks : Bentuk dada simetris fusiformis dan retraksi tidak dijumpai.

Denyut Jantung (HR) 100 kali per menit, reguler, desah tidak dijumpai.

Pernafasan (RR) 28 kali per menit, reguler, tidak dijumpai ronkhi.

Abdomen : Soepel, peristaltik dalam batas normal, H/L/R : ttb

Ekstremitas : Pulsasi pembuluh darah 100 kali per menit, reguler, t/v cukup dan akral hangat.

Cappilary Refill Time (CRT) dijumpai < 3 detik. Tekanan darah didapat 130/60

mmHg.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 35: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

35

Hasil Pemeriksaan Laboratorium tanggal 08 Juni 2011

No. Lab/MR: 1106080304 / 448246

Darah Lengkap (CBC)

- Hemoglobin 3,69 g%

- Eritrosit 1,49 x 106/mm3

- Leukosit 11,30 x 103/mm3

- Hematokrit 11,40 %

- Trombosit 379 x 103/mm3

- MCV 76,40 fL

- MCH 24,70 pg

- MCHC 32,40 g%

- RDW 17,10 %

- MPV 7,22 fL

- PCT 0,274 %

- PDW 016,6 fL

Hitung Jenis

- Neutrofil 84,30 %

- Limfosit 10,70 %

- Monosit 4,90 %

- Eosinofil 0,06 %

- Basofil 0,033 %

- Neutrofil Absolut 09,55 x 103/µL

- Limfosit Absolut 01,21 x 103/µL

- Monosit Absolut 0,555 x 103/µL

- Eosinofil Absolut 0,006 x 103/µL

- Basofil Absolut 0,004 x 103/µL

Hati

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 36: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

36

- Bilirubin Total 0,29 mg/dL

- Bilirubin Direk 0,12 mg/dL

- Fosfatase alkali (ALP) 75 U/L

- AST/SGOT 20 U/L

- ALT/SGPT 12 U/L

Ginjal

- Ureum 45,20 mg/dL

- Kreatinin 3,23 mg/dL

- Asam Urat 4,5 mg/dL

Berdasarkan hasil lab :

GFR = 0,7 x PB = 29 (CHRONIC KIDNEY FAILURE)

CR

Kadar Hb rendah = 3,69 g%

Leukositosis = 11.03 103/mm3

Berdasarkan CDC : BB/TB (IBW) menunjukkan hasil 86,2% yaitu mild malnutrition.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 37: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

37

Diagnosis Kerja : Gagal Ginjal Kronik

Tatalaksana :

• IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro)

•IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro

•Parasetamol 300mg (k/p)

•Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg)

•Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein

Rencana Pemeriksaan :

•Darah Rutin

•Balance Cairan per 6 jam

•Dipstick Urin

•Kultur urin dan ST

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 38: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

38

FOLLOW UP Tanggal 8 Juni 2011

S : Post HD, Demam (+)

O : Sensorium : Compos Mentis (CM), Suhu : 38,7°C, BB : 25 kg, PB : 134 cm

Kepala : Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor pada kedua mata, konjungtiva palpebra inferior

pucat(+/+). T/H : kesan normal, M : Mukosa bibir pucat (+)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks : Simetris Fusiformis, retraksi (-), HR : 120 x/i, reguler, desah (-), RR : 28 x/i, reguler,

ronkhi (-).

Abdomen : Soepel, peristaltic (+)N, H/L/R : ttb

Ekstremitas : P : 120 x/i, reguler, t/v cukup. Akral Hangat. CRT <3 detik.

Tekanan darah didapat 130/60 mmHg. Oedem pretibial minimum (+)

A : GGK

P : IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro)

IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro

Parasetamol 300mg (k/p)

Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg)

Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein

Pemeriksaan : Balance Cairan per 6 jam

Dipstick Urin

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 39: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

39

FOLLOW UP Tanggal 9 Juni 2011

S : Post HD, Demam (+), Badan Lemas (+) berkurang dan Pucat (+)

O : Sensorium : Compos Mentis (CM), Suhu : 37,8°C, BB : 25 kg, PB : 134 cm

Kepala : Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor pada kedua mata, konjungtiva palpebra

inferior pucat(+/+). T/H : kesan normal, M : Mukosa bibir pucat (+)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks : Simetris Fusiformis, retraksi (-), HR : 116 x/i, reguler, desah (-), RR : 24 x/i, reguler,

ronkhi (-).

Abdomen : Soepel, peristaltic (+)N, H/L/R : ttb

Ekstremitas : P : 116 x/i, reguler, t/v cukup. Akral Hangat. CRT <3 detik.

Tekanan darah didapat 110/50 mmHg.

A : GGK

P : IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro)

IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro

Inj Ceftriaxone 250mg/12jam ( Hr I )

Parasetamol 300mg (k/p)

Apialis 1 x cth 1

Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg)

Asam Folat 1x 1mg

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 40: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

40

Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein

Susu VitaPlus

Pemeriksaan : Balance Cairan per 6 jam

Dipstick Urin

Transfusi PRC

FOLLOW UP Tanggal 10 Juni 2011

S : Demam (+), Pucat (+)

O : Sensorium : Compos Mentis (CM), Suhu : 37,8°C, BB : 25 kg, PB : 134 cm

Kepala : Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor pada kedua mata, konjungtiva palpebra inferior

pucat(+/+). T/H : kesan normal, M : Mukosa bibir pucat (+)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks : Simetris Fusiformis, retraksi (-), HR : 124 x/i, reguler, desah (-), RR : 24 x/i, reguler,

ronkhi (-).

Abdomen : Soepel, peristaltic (+)N, H/L/R : ttb

Ekstremitas : P : 124 x/i, reguler, t/v cukup. Akral Hangat. CRT <3 detik.

Tekanan darah didapat 100/50 mmHg.

A : GGK

P : IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro)

IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro

Inj Ceftriaxone 250mg/12jam ( Hr I )

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 41: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

41

Parasetamol 300mg (k/p)

Apialis 1 x ct

Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg)

Asam Folat 1x 1mg

Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein

Susu VitaPlus

Pemeriksaan : Balance Cairan per 6 jam

Dipstick Urin

Transfusi saat HD – hari Sabtu 11 Juni 2011

Menunggu hasil kultur urin

FOLLOW UP Tanggal 11 Juni 2011

S : Demam (+), Pucat (+)

O : Sensorium : Compos Mentis (CM), Suhu : 38°C, BB : 25 kg, PB : 134 cm

Kepala : Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor pada kedua mata, konjungtiva palpebra inferior

pucat(+/+). T/H : kesan normal, M : Mukosa bibir pucat (+)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks: Simetris Fusiformis, retraksi (-), HR : 120 x/i, reguler, desah (-), RR : 22 x/i, reguler,

ronkhi (-).

Abdomen : Soepel, peristaltic (+)N, H/L/R : ttb

Ekstremitas : P : 120 x/i, reguler, t/v cukup. Akral Hangat. CRT <3 detik.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 42: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

42

Tekanan darah didapat 110/50 mmHg.

A : GGK

P : IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro)

IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro

Inj Ceftriaxone 250mg/12jam ( Hr I )

Parasetamol 300mg (k/p)

Apialis 1 x cth 1

Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg)

Asam Folat 1x 1mg

Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein

Susu VitaPlus

Pemeriksaan : Balance Cairan per 6 jam

Dipstick Urin

Transfusi saat HD – hari Sabtu 11 Juni 2011

Menunggu hasil kultur urin

Keterangan : Os HD selama 4 jam, os transfusi 2 bag PRC ( gol darah A )

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 43: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

43

FOLLOW UP Tanggal 12 Juni 2011

S : Demam (+) berkurang

O : Sensorium : Compos Mentis (CM), Suhu : 37,8°C, BB : 25 kg, PB : 134 cm

Kepala : Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor pada kedua mata, konjungtiva palpebra

inferior pucat(+/+). T/H : kesan normal, M : Mukosa bibir pucat (+)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks : Simetris Fusiformis, retraksi (-), HR : 80 x/i, reguler, desah (-), RR : 24 x/i, reguler,

ronkhi (-).

Abdomen : Soepel, peristaltic (+)N, H/L/R : ttb

Ekstremitas : P : 80 x/i, reguler, t/v cukup. Akral Hangat. CRT <3 detik.

Tekanan darah didapat 130/90 mmHg.

A : GGK

P : IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro)

IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro

Inj Ceftriaxone 250mg/12jam ( Hr I )

Parasetamol 300mg (k/p)

Apialis 1 x cth 1

Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg)

Asam Folat 1x 1mg

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 44: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

44

Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein

Susu VitaPlus

Pemeriksaan : Balance Cairan per 6 jam

Dipstick Urin

FOLLOW UP Tanggal 13 Juni 2011

S : Badan Lemas (+), Pucat (+),Demam (-)

O : Sensorium : Compos Mentis (CM), Suhu : 36,5°C, BB : 29 kg, PB : 134 cm

Kepala :Refleks Cahaya (+/+), Pupil Isokor pada kedua mata, konjungtiva palpebra inferior

pucat(+/+). T/H : kesan normal, M : Mukosa bibir pucat (+)

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thoraks : Simetris Fusiformis, retraksi (-), HR : 80 x/i, reguler, desah (-), RR : 20 x/i, reguler,

ronkhi (-).

Abdomen : Soepel, peristaltic (+)N, H/L/R : ttb

Ekstremitas : P : 80 x/i, reguler, t/v cukup. Akral Hangat. CRT <3 detik.

Tekanan darah didapat 130/100 mmHg.

A : GGK

P : IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro)

IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro

Inj Ceftriaxone 250mg/12jam ( Hr I )

Parasetamol 300mg (k/p)

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 45: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

45

Apialis 1 x cth 1

Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg)

Asam Folat 1x 1mg

Diet MBRG 1620 kkal dengan 52 kkal protein

Susu VitaPlus

Pemeriksaan : Balance Cairan per 6 jam

Dipstick Urin

Keterangan : Os HD ulang pada hari Rabu – 15 Juni 2011

Transfusi 2 bag saat HD

PASIEN PAPS

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 46: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

46

BAB IV

PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

PEMBAHASAN

R, anak lelaki berumur 14 tahun, dengan berat badan 25 kg dan panjang badan 134 cm,

diterima dan dirawat di Bagian Non-Infeksi Ruang Rawat Inap Anak dan Perinatologi RSUP H.

Adam Malik pada tanggal 8 Juni 2011 pukul 10.45 WIB dengan keluhan utama demam dan Post

HD. Tidak dijumpai adanya riwayat kejang maupun menggigil.

Os merupakan pasien poli Nefrologi yang telah menjalani HD selama ± 1 tahun ini. Os

tidak HD dalam ± 2 minggu terakhir. Demam dialami Os ± 2 jam yang lalu, setelah selesai HD.

Batuk tidak dijumpai, mual tidak dijumpai. Muntah dialami os ± 1 minggu ini. Pucat disadari

orang tua dalam 1 minggu ini. Riwayat pendarahan tidak dijumpai. Badan lemas (+) dirasakan os

dalam 5 hari ini. Buang air kecil dan buang air besar dijumpai normal.

Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan menurunnya laju filtrasi glomerulus (LFG)

yang bersifat tidak reversibel, dan terbagi dalam beberapa stadium sesuai dengan jumlah nefron

yang masih berfungsi. Gagal ginjal kronik adalah apabila laju filtrasi glomerulus sudah mula

berkurang dari 50 ml/menit/1.73m2 luas permukaan tubuh, oleh karena dibawah kadar fungsi

ginjal tersebut gangguan asidosis metabolik dan hiperparatiroidisme sekunder telah tampak

nyata, pertumbuhan mulai terganggu, dan progresivitas penurunan fungsi ginjal akan terus

berlanjut.

Pada pasien ini, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dijumpai laju flitrasi

glomerulus (LFG) menurun yaitu mencapai 29 ml/min/ 1.73m2. Ini termasuk dalam tahap Gagal

Ginjal Kronik. Kadar Hb pada os sangat rendah yaitu 3,69 g% menunjukkan os anemis dan juga

dijumpai jumlah leukosit tinggi. Pada seorang pasien GGK, dijumpai keluhan non spesifiknya

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 47: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

47

yaitu sakit kepala, lelah, letargi, kurang nafsu makan, muntah, pucat dan menderita hipertensi.

Os mengeluhkan demam, muntah, badannya lemas, pucat dan juga menderita hipertensi.

Daripada sumber yang dibaca, diketahui bahwa, keluhan seperti demam, mual dan muntah bisa

juga karena komplikasi dari hemodialisa. Bila nutrisi tidak diperhatikan, pasien gagal ginjal akan

jatuh dalam keadaan malnutrisi, dan os dalam kategori mild malnutrition.

Berdasarkan gejala yang telah dijumpai di atas, maka untuk penatalaksanaan os adalah

tirah baring dengan memberikan terapi cairan IVFD D5% NaCl 0,225% (6gtt/mnt mikro) dan

IVFD EAS Primer 10gtt/mnt mikro sebagai terapi cairan. Terapi cairan diberi sesuai dengan

balance cairan yang dilakukan setiap 6jam menyesuaikan kebutuhan air yang masuk dengan

jumlah urin yang keluar. Ini adalah supaya dapat mengatasi gangguan keseimbangan air dan

elektrolit.

Pasien diberi Inj Ceftriaxone 250mg/12jam karena dari hasil pemeriksaan laboratorium

dijumpai kadar leukosit yang agak meninggi yang mungkin menunjukkan indikasi suatu infeksi.

Parasetamol diberikan untuk mengatasi demamnya. Asam Folat diberikan untuk mengatasi

gejala klinis anemia. Apialis adalah vitamin yang diberi dan ini biasanya perlu diberikan untuk

gantikan zat gizi yang hilang pada proses dialisa. Tujuan pemberian Bicnat tab 3-2-2 ( 1meq/kg)

adalah untuk mengontrol tingkat keasaman darah. Asam folatnya pula bertujuan untuk

mencukupi nutrisi yang baik dengan mengatasi gejala anemia pada os. Diet MBRG 1620 kkal

dengan 52 kkal protein diberi karena pada anak untuk mengatasi malnutrisi dan yang paling

diutamakan adalah pembatasan asupan garam untuk mengatasi hipertensinya. Susu VitaPlus

diberi untuk nutrisinya.

Hal lain yang dilakukan adalah pemantauan vital sign dan tanda-tanda anemia

dikarenakan os sering kelihatan pucat dan kadar Hb os rendah. Transfusi PRC dilakukan setelah

menghitung kebutuhan dan kemampuan os. Balance cairan per 6 jam dan Dipstick Urin

dilakukan secara rutin untuk memantau fungsi ginjal. Pada pasien dengan GGK angka

kelangsungan hidup saat ini semakin baik. Pada kasus ini os telah diberikan terapi cairan,

transfusi darah, hemodialisis dan nutrisi yang adekuat supaya prognosis yang dihasilkan cukup

baik. OS PAPS setelah 6 hari dirawat di ruangan.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 48: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

48

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus tentang seorang anak lelaki berumur 14 tahun, dengan

berat badan 25 kg dan panjang badan 134 cm, diterima dan dirawat di Bagian Non-Infeksi Ruang

Rawat Inap Anak dan Perinatologi RSUP H. Adam Malik pada tanggal 8 Juni 2011 dengan

diagnosa GGK yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis, dan hasil

pemeriksaan laboratorium. Penatalaksanaan untuk pasien tersebut adalah pengobatan konservatif

dan pengobatan pengganti. Setelah 6 hari dirawat di ruangan, os PAPS.

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 49: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

49

DAFTAR PUSTAKA

1) Barbara F. et al, 2006. Overview of Kidney Diseases in Children. The National Kidney and

Urologic Diseases Information Clearinghouse (NKUDIC). Available from :

file:///F:/daftar%20pustaka%20for%20ggk/NKUDIC.htm [ Accesed 18 Juni 2011]

2) Dilys A.W. et al, 2008. Chronic Kidney Disease in Children. American Academy of

Pediatrics. Available from :

file:///F:/daftar%20pustaka%20for%20ggk/pediatrics%20in%20review.htm [ Accesed 16 Juni

2011]

3) Husein A. et al, 2010. Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi Kedua FKUI, Jakarta.509-530

4) Ilmu Bedah, 2011. Gagal Ginjal Kronik Pada Anak. Available from :

http://ilmubedah.info/gagal-ginjal-kronik-chronic-kidney-disease-pada-anak-20110319.html

[ Accesed 1 Juni 2011]

5) Larry A.G. 2005. Anemia in Children with Chronic Kidney Disease. Department of

Pediatrics, Medical College of Wisconsin, Milwaukee. Available from :

file:///F:/daftar%20pustaka%20for%20ggk/ackd.htm [ Accesed 11 Juni 2011]

6) Nurdin B. et al, 1988. Transplantasi Ginjal Pada Anak, Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/RSU Ujung Pandang,Ujung Pandang. 45-49

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe

Page 50: 61591497 Latest Lapkas GGK 1

50

7) Sanjeev G. 2010. Chronic Kidney Disease Treatment & Management. WebMD Professional.

Available from : file:///F:/daftar%20pustaka%20for%20ggk/medscape.htm [ Accesed

11 Juni 2011]

8) Sjaifullah N.M, . Gagal Ginjal Kronik Pada Anak. Available from :

[ Accesed 10 Juni 2011]

9) Valerie L.J. 2010. Growth Failure in Children with Chronic Kidney Disease.American

Association of Kidney Patients. Available from :

file:///F:/daftar%20pustaka%20for%20ggk/AAKP.htm. [ Accesed 11 Juni 2011]

10) Wong S.N. 2004. Can We Prevent Chronic Renal Failure in Children? Hong Kong Journal

of Paediatrics. Available from : http://www.fmshk.org/journal/hkjp/v09n01-010.htm

[Accesed 14 Juni 2011]

KKS FK Univ.Malahayati– RSUD Kaban Jahe