55862511 Copy of Steven Johnson Syndrome

download 55862511 Copy of Steven Johnson Syndrome

of 7

Transcript of 55862511 Copy of Steven Johnson Syndrome

Dibacakan, hari SelasaTgl 31/3/2011, jam 08.00Laporan Kasus

Sindroma steven johnson

Pembimbing : dr. Kristo A. Nababan, SpKKPenyaji : dr. Ahmad Fajar

SUB BAGIAN ALERGI & IMUNOLOGIDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMINFK USURSUP H. ADAM MALIK/RSU DR. PIRNGADIMEDAN2011

SINDROMA STEVENS-JOHNSON

PendahuluanSindroma Stevens-Johnson (SJS) dan Toksik Epidermal Nekrolisis (TEN) adalah reaksi mukokutaneus akut yang berat dan sering diperburuk oleh obat-obatan dan terkadang diperburuk oleh adanya infeksi.1-4 Mereka sangat berhubungan dengan atau identik dengan, hanya berbeda dengan luasnya permukaan tubuh yang terlibat. Keduanya dicirikan oleh adanya perluasan yang cepat, berupa makula yang ireguler (lesi-lesi target atipikal) dan melibatkan lebih dari satu bagian mukosa (oral, konjungtiva dan anogenital).1 Gejala konstitusional dan keterlibatan organ bagian dalam dapat terjadi dan bisa menjadi berat. Prinsipnya, SJS dan TEN bisa sembuh sendirinya; tingkat kematian dalam TEN adalah bermakana, bagaimanapun, dan sisa gejala bisa terjadi, karena skar dari mukosa. 1-4Insidensi SJS diperkirakan pada 1 sampai 6 kasus perjuta populasi pertahun di Eropa dan Amerika Serikat. SJS mengenai wanita sekitar 2x lipat daripada pria.1,2,3 Insidensi meningkat hingga sebesar 3x dalam populasi yang terinfeksi HIV.4 Kelainan tampak muncul lebih sering pada yang dewasa pada dekade ke-4, tetapi dapat terjadi pula pada anak-anak, tetapi secara ilmu epidemik meyatakan karena pemakaian obat-obatan, terutama setelah pemaparan kembali terhadap obat-obatan yang dicurigai dan menimbulkan perjalanan penyakit yang lebih berat. Keterkaitan SJS-TEN dengan adanya haplotipe HLA-A29 dan HLA-B12 (resiko relative, 13.4) dan dengan adanya haplotipe HLA-B12 dan haplotipe DR7 telah ditemukan.1,4 Walaupun SJS-TEN punya pola reaksi polietiologi, obat-obatan dengan jelas sebagai faktor kausatif (70 sampai 95% pasien-pasien TEN, lebih dari 50% pasien dengan SJS), dan hanya sedikit kasus minor yang tampaknya berkaitan dengan infeksi, vaksinasi, atau penyakit graft versus host. Walaupun daftar obat-obat kausatif bisa bervariasi dari berbagai negara, 3 grup ditempatkan sebagai pemicu-pemicu yang paling umum dalam tinjauan-tinjauan ulang: antibakteri sulfonamide, antikonvulsan (fenitoin, carbamazepin, Phenobarbital), dan NSAID. Antimalaria, allopurinol dan yang lain juga dapat mencetuskan SJS-TEN. 1-4Patomekanisme SJS hanya sebagian saja yang dipahami, SJS dilihat sebagai reaksi imunitas sitoktosika yang tertuju pada destruksi keratinosit yang mengespresikan antigen-antigen asing (terkait-obat obatan) yang cenderung lebih singkat pada pajanan ulangan, juga menyatakan suatu patogenesa imunitas.1,4,5 Sifat-sifat antigen yang mendorong reaksi imunitas seluler sitotoksika belum benar-benar dipahami. Secara genetik, dideterminasi detoksifikasi defektif kemudian mengakibatkan toksisitas langsung maupun perubahan sifat antigenik keratinosit. Antibodi-antibodi yang melawan desmoplakin I dan II telah terdeteksi di dalam suatu subset SJS.4,5Pada sebagian pasien, SJS mulai dengan prodromal nonspesifik 1-5 hari (demam, sakit kepala, rinitis, muntah, diare, mialgia dan anthralgia). Lesi biasanya berupa adanya lesi target yang bersifat melepuh halus-halus dan flaccid, cenderung berkoalensi, dengan onset maksimum dalam 4-5 hari. 1,2 Keterlibatan ruam kavitas oral, adanya krusta hemoragik yang masif menutupi bibir. Lesi-lesi oral sangat nyeri dan menyebabkan kesulitan makan dan bernafas serta terjadi hipersalivasi. Pada daerah mata dapat terjadi konjungtivitis purulenta ditandai adanya fotofobia atau pseudomembran, ulserasi kornea, uveitis anterior dan paroftalmitis. Keterlibatan genitalia paling sering meliputi: erosif-bullosa hemoragik yang sakit atau lesi purulenta fossa navikularis dan glans penis, maupun vulva serta vagina, dan bisa menyebabkan reaksi urtikaria dan fimosis. 1-4Laporan kasusSeorang pria, 32 tahun, suku Batak, dikonsulkan ke Poliklinik IKKK RSUP H. Adam Malik Medan tanggal 22-02-2010 dengan keluhan utama kulit menjadi merah dan terdapat gelembung-gelembung kecil berisi cairan yang kemudian pecah, mengelupas dan mengering hampir diseluruh badan, tangan, kaki, dan kemaluan sejak 1 minggu ini. Pada bibir os juga terdapat luka dan sudah mengering, pasien juga mengeluhkan rasa tidak nyaman pada matanya. Sebelum keluhan kulitnya muncul, pasien pernah meminum obat yang dibelinya di apotik karena keluhan demam tetapi pasien lupa nama obatnya. Tiga hari kemudian pada permukaan kulit menjadi merah dan muncul gelembung-gelembung berisi cairan. Kulit yang menjadi merah semakin banyak dan meluas hingga hari ke tujuh. Anamnesis riwayat penyakit, pasien menderita gangguan jiwa. Pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum pasien lemah, status gizi: cukup, suhu badan: 37,50C, tekanan darah 120/80 mmHg dan denyut nadi 120 kali/menit.Pemeriksaan status dermatologis adanya makula eritem, vesikel multipel, berkoalesensi yang kemudian ruptur dan mengalami deskuamasi pada regio generalisata dan regio genitalia. Pada regio oralis dijumpai erosi serta krusta yang tebal. Pemeriksaan laboratorium didapati Hb: 12,2 g/dl, leukosit: 4300 sel/mm3, LED: 22 mm/jam, trombosit: 287.000 sel/mm3, eritrosit: 3,92 juta/mm3, hitung jenis: eos/baso/btg/neutro/limf/mono: 2/0/2/72/17/6. Sedangkan dari pemeriksaan urin rutin, fungsi ginjal, fungsi hati, kadar gula darah berada dalam batas yang normal.Diagnosis banding penyakit ini adalah sindroma steven johnson, toksik epidermal nekrolisis, eritema multiforme. Diagnosis kerja: sindroma steven johnson.Penatalaksanaan SJS pada pasien ini adalah dengan rawat inap pasien hingga keadaan umum membaik. Diberikan cairan intravena Ringer laktat 20 tetes/menit. Pengobatan selanjutnya diberikan injeksi dexametason 1 ampul/12 jam. Untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder, diberikan injeksi antibiotik gentamisin 1 ampul/12 jam. Untuk menghindari gangguan gastrointestinal diberikan injeksi ranitidin 1 ampul/12 jam. Pada pasien ini juga diberikan diet makanan yang tinggi protein. Pasien ini kemudian dikonsulkan ke bagian Ilmu Penyakit Mata RSUP H. Adam Malik Medan untuk melihat keterlibatan mata. Dan pasien ini dianjurkan untuk rawat bersama dengan bagian Ilmu Penyakit Psikiatri RSUP H. Adam Malik Medan karena riwayat penyakit gangguan jiwa.Kontrol pasien hari ke-3, keadaan umum pasien: baik, pada status dermatologi dijumpai makula eritem disertai deskuamasi yang luas pada seluruh badan dan pada regio oralis krusta sudah mulai menipis. Injeksi antibiotik gentamisin 1 ampul/12 jam, injeksi ranitidin 1 ampul/12 jam diteruskan dan pemberian injeksi dexametason di tappering off menjadi 1 ampul / 24 jam. Hasil konsul pada bagian Ilmu Penyakit Mata tidak dijumpai ada kelainan pada mata kiri dan kanan pasien.Kontrol pasien hari ke-6, keadaan umum pasien: semakin baik, pada status dermatologi dijumpai skuama yang banyak, dan lesi eritematosa sudah mulai berkurang dan tidak ada deskuamasi lagi. Pasien dianjurkan untuk berobat jalan dan anjuran kontrol ulang 3 hari kedepan. Cairan infus RL dan obat injeksi dihentikan, diberikan obat oral metil prednisolon 24 mg per hari sebanyak 3x8 mg (2-2-2 tab) direncanakan tappering off per 3 hari dan diberikan oral antasida 3x1 tablet.Prognosis quo ad vitam dubia ad malam, quo ad funtionam dubia, quo ad sanationam dubia.DISKUSIDiagnosis SJS pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.Berdasarkan anamnesis, keluhan pasien adalah kulit menjadi merah dan gelembung-gelembung berisi cairan yang kemudian mengelupas dan mengering hampir diseluruh badan, tangan, kaki, dan kemaluan sejak 1 mingguini. Pada bibir os juga terdapat luka dan sudah mengering, pasien juga mengeluhkan rasa tidak nyaman pada matanya. Sebelum keluhan kulitnya muncul, pasien meminum obat yang dibelinya di apotik karena keluhan demam, tiga hari kemudian kulit pasien menjadi merah dan muncul gelembung-gelembung kecil. Menurut kepustakaan, SJS dapat dicetuskan oleh reaksi dari obat-obatan sistemik dan ditemukan 50-70% dari semua kasus SJS disebabkan oleh obat-obatan. Oleh karena itu penting untuk mengetahui etiologi dengan anamnesis secara detail terhadap riwayat penyakit penderita, dan pemakaian obat-obatan.1 Obat-obatan yang dapat menyebabkan terjadinya SJS seperti: dimercaprol, codeine, diphenylhydantoin, antimikroba (sulfas, penicillin, cephalosporins, minocycline, isoniazid), allopurinol, aspirin, carbamazepine, dan lain-lain.2,5 Antimalaria, allopurinol juga pernah dilaporkan dapat mencetuskan SJS.Pada Pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum pasien lemah, status gizi: cukup, suhu badan: 37,50C, tekanan darah 120/80 mmHg dan denyut nadi 120 kali/menit. Berdasarkan kepustakaan, gejala sistemik pasien SJS berupa demam, sakit kepala, rinitis, mialgia, dan disertai takikardia4,5. Pemeriksaan status dermatologis dijumpai adanya makula eritem, vesikel multipel, berkoalesensi yang kemudian ruptur dan mengalami deskuamasi pada regio generalisata dan regio genitalia. Pada regio oralis dijumpai erosi serta krusta yang tebal. Menurut kepustakaan, lesi SJS berupa makula eritem serta adanya lesi target yang bersifat melepuh halus-halus dan flaccid, cenderung berkoalensi yang kemudian terjadi pelepasan epidermis yang selanjutnya menjadi erosi. Pada regio oral dapat dijumpai erosi yang luas dan terjadinya nekrosis pada bibir. Meskipun etiologi SJS cukup bervariasi, namun gambaran dermatologisnya hampir sama yaitu eritema generalisata dan terbentuk deskuamasi hingga eksfoliatif dimulai dari satu regio hingga menyebar luas ke regio lainnya seiring waktu, disertai rasa hangat atau panas.5Pemeriksaan laboratorium didapati Hb: 12,2 g/dl, leukosit: 4300 sel/mm3, LED: 22 mm/jam, trombosit: 287.000 sel/mm3, eritrosit: 3,92 juta/mm3, hitung jenis: eos/baso/btg/neutro/limf/mono: 2/0/2/72/17/6. Sedangkan dari pemeriksaan urin rutin, fungsi ginjal, fungsi hati, kadar gula darah berada dalam batas yang normal. Menurut kepustakaan, pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik1, namun biasanya terjadi leukositosis, trombositopenia, neutopenia dan dapat juga terjadi hiperglikemia. Sedangkan pada pemeriksaan analisa gas darah dapat dijumpai peningkatan kadar serum urea, bikarbonat dan glukosa dalam darah1,3,4.Diagnosis banding penyakit ini adalah sindroma steven johnson, toksik epidermal nekrolisis, eritema multiforme. Diagnosis kerja: sindroma steven johnson. Sesuai dengan teori bahwa SJS dan TEN sering tumpang tindih pada diagnosisnya, namun dapat dibedakan body surface area (BSA) yang terlibat dimana BSA SJS 10-30%, sedangkan BSA TEN >30%. Pada eritema multiforme, sering dikaitkan dengan infeksi akut dan yang tersering adalah infeksi virus herpes simpleks, dan pada lesi terdapat gambaran lesi target berupa papul yang berbeda pada SJS dimana lesi targetnya berupa makula.1,7Penatalaksanaan SJS pada pasien ini adalah dengan rawat inap pasien hingga keadaan umum membaik. Menurut kepustakaan, pasien SJS mengalami kondisi yang kurang stabil, sehingga memerlukan monitoring dan perawatan yang baik, nutrisi, cairan dan elektrolit, mempertahankan keadaan hemodinamik dan termoregulasi agar tetap normal dan pengobatan terhadap kemungkinan infeksi.1,2Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah injeksi dexametason 1 ampul/12 jam. Untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder diberikan injeksi gentamisin 1 ampul/12 jam, untuk menghindari gangguan gastrointestinal diberikan injeksi ranitidin 1 ampul/12 jam. Menurut kepustakaan, pengobatan SJS dapat diberikan kortikosteroid, namun sampai saat ini hal tersebut masih menjadi kontroversi. Dalam beberapa studi pemberian kortikosteroid pada fase akut dapat mencegah perluasan dari penyakit serta berfungsi mengendalikan inflamasi yang terjadi. 1,2Untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder, diberikan injeksi antibiotik gentamisin 1 ampul/12 jam. Menurut kepustakaan, antibiotik sistemik dibutuhkan untuk penderita SJS dengan adanya bukti infeksi sekunder lokal dan sistemik. Namun, penderita SJS tanpa bukti infeksi sekunder juga bermanfaat diberikan antibiotik sistemik untuk menghindari terjadinya infeksi saat proses pelepasan epidermis terjadi.1,2 Prognosis quo ad vitam dubia ad malam, quo ad funtionam dubia, quo ad sanationam dubia. Menurut kepustakaan, prognosis tergantung pada etiologi yang mendasari penyakit dan prognosis terbaik adalah SJS akibat obat, karena kelainan kulit cepat mengalami resolusi apabila obat pencetus segera dihentikan dan segera mendapatkan terapi.1,6

KEPUSTAKAAN1. L. Valeyrie-Allanore, Jean-Claude Roujeau. Epidermal necrolysis (Steven-Johnson Syndrome and toxic epidermal necrolysis. In: Fitzpatricks Dermatology In General Medicine, 7th Ed, Vol.1, 2008;p.349-355.2. S. M. Breathnach. Erythema multiforme, Steven-Johnson Syndrome and toxic epidermal necrolysis. In: Rooks Textbook of dermatology, 8th Ed,2010; Chapter 76.1-223. Maja Mockenhaupt. Steven-Johnson Syndrome and toxic epidermal necrolysis. In: Life threatening dermatoses and emergencies in dermatology, 2008; p.87-96.4. Steven J. P. Parrillo, Catherine V. Parrillo.. In: Steven-Johnson Syndrome, available at: http://www.emedicine.com5. M. J. Torres, C. Mayorga, M. Blanca. Non immediate allergic reactions induced by drugs: pathogenesis and diagnostic tests. Journal Investig Allergol Clin Immunol, 2009: Vol: 19; p.80-906. Klemen Rappersberger, Dagmar Foedinger. Treatment of erythema multiforme Steven-Johnson Syndrome and toxic epidermal necrolysis. In: Dermatologic therapy, Vol. 15, 2002;p.397-408.7. Jean-Claude Roujeau. Erythema multiforme. In: Fitzpatricks Dermatology In General Medicine, 7th Ed, Vol.1, 2008;p.343-349.0