Case Report Steven Jhonson Syndrome

22
LAPORAN KASUS (CASE REPORT) SINDROM STEVENS-JOHNSON Oleh: Shella Arivia 0918011078 Tri Agung Sanjaya 0918011100 Pembimbing dr. M. Syafei Hamzah, Sp.KK SMF ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. Hi. ABDUL MOELOEK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

description

Case Report Steven Jhonson Syndrome

Transcript of Case Report Steven Jhonson Syndrome

Page 1: Case Report Steven Jhonson Syndrome

LAPORAN KASUS

(CASE REPORT)

SINDROM STEVENS-JOHNSON

 

Oleh:

Shella Arivia 0918011078

Tri Agung Sanjaya 0918011100

Pembimbing

dr. M. Syafei Hamzah, Sp.KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. Hi. ABDUL MOELOEK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014

Page 2: Case Report Steven Jhonson Syndrome

STATUS PASIEN

No. Rekam Medik : 336863

Masuk RSAM : 19 Maret 2014

Pukul : 10.30 WIB

I. ANAMNESIS

Alloanamnesis dari suami pasien, tanggal 22 Maret 2014, pukul 13.00 WIB

Identitas

- Nama penderita : Ny. NH

- Umur : 19 Tahun

- Jenis kelamin : Perempuan

- Alamat : Taman Agung, Kec Kalianda, Lampung Selatan

- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

- Pendidikan : SMA

- Agama : Islam

- Suku Bangsa : Palembang

- Status : Menikah

ALLOANAMNESIS

Keluhan utama : bintil – bintil diikuti kerusakan kulit pada dada, leher,perut punggung

Lipat paha dan pergelangan tangan serta kaki

Keluhan tambahan : Sisik kehitaman pada bibir, mata berair, kulit terkelupas

1

Page 3: Case Report Steven Jhonson Syndrome

Riwayat Penyakit Sekarang

Pada hari Jum,at, 14 maret 2014, pasien mengeluhkan demam yang terus menerus, disertai

dengan mencret dengan frekuensi 3x/hari, disertai penurunan kesadaran. Sebelumnya pasien

sempat kontrol berobat ke Bidan dan diberikan amoxicillin dan paacetamol. Karena tidak ada

perubahaan, hari Sabtu 15 Maret 2014 pasien dibawa ke RS daerah dan mendapat perawatan.

Pada hari kedua perawatan (17 Maret 2014), muncul adanya bintil-bintil berisi air dengan

dasar kemerahan yang pada awalnya tersebar di dada dan sekitar leher. Sifatnya tidak gatal

Selasa 18 Maret 2014 bintil tersebut menyebar sampai ke ketiak dan punggung dan perut.

Kulit wajah mulai kemerahan dan bibir mengalami perdarahan. Akhirnya pasien dirujuk ke

RSUAM.

Rabu 19 Maret 2014 bintil bintil tersebut pecah meninggalkan kerusakan kulit dengan dasar

kemerahan, dan tersebar sebagian besar dada, leher,perut punggung, lipat paha dan

pergelangan tangan serta kaki. Pada bibir tampak sisik kehitaman. Pasien juga mengeluhkan

mata sering mengeluarkan air dan pandangan menjadi kabur. Kamis 20 Maret 2014,

kerusakan kulit disertai dengan adanya bagian kulit yang terkelupas terutama pada bagian

wajah.

Tidak pernah menderita gejala seperti ini sebelumnya. Riwayat asma dan alergi makanan

maupun alergi obat-obatan pada diri pasien dan keluarga disangkal.

II. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

- Kesadaran : Compos mentis

- Keadaan Gizi : Cukup

Vital sign

- TD : 130/80 mmHg

- Nadi : 96 x/menit, teratur, isi cukup

2

Page 4: Case Report Steven Jhonson Syndrome

- Respirasi : 26 x/menit

- Suhu : 38,7 OC

- Thoraks : Dalam Batas Normal

- Abdomen : Hepar dan lien teraba

STATUS DERMATOLOGIS

- Lokasi : Regio volar sinistra et dekstra, regio cruris sinistra et dekstra, Dermatom C3-

C5 ,Dermatom T1-T12,

- Inspeksi : Tampak erosi dengan dasar eritema disertai krusta tebal kehitaman pada

daerah tepi erosi yang multipel dengan ukuran numular-plakat dengan sebaran universal,

(efloresensi primer seperti vesikel tidak ditemukan lagi)

Gambaran dermatologis pada daerah sekitar leher

3

Page 5: Case Report Steven Jhonson Syndrome

Gambaran dermatologis pada daerah punggung

4

Page 6: Case Report Steven Jhonson Syndrome

Gambaran dermatologis pada pergelangan tangan dan kaki

LABORATORIUM

Tidak dilakukan

Diagnosis Banding

- Nekrolisis Epidermal Toksik

- Stafilococcal Scalded Skin Syndrom

Diagnosis Kerja

- Stevens-Johnson syndrome

PENATALAKSANAAN

1. UMUM

Memberikan penjelasan pada orangtua pasien tentang penyakit yang diderita

Menghentikan obat yang diduga menyebabkan penyakit yang diderita

Stabilisasi jalan napas dan hemodinamik, perawatan luka, dan mengontrol

nyeri.

Terapi cairan yang adekuat serta koreksi elektrolit.

5

Page 7: Case Report Steven Jhonson Syndrome

Konsultasi dengan dokter spesialis lain (seperti spesialis mata, penyakit

dalam dan saraf)

2. KHUSUS

Sistemik (oral) :

- Siprofloxacin 2x400 mg i.v

- Cetirizine 1x1 tab

Topikal :

- Silver sulfadiazine 1 % krim

Pemeriksaan Anjuran

- Pemeriksaan Histopatologi : Biopsi kulit

- Pemeriksaan imunologi : Imunofluoresensi

Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad malam

6

Page 8: Case Report Steven Jhonson Syndrome

ANALISA KASUS

PEMBAHASAN

Diagnosis sindroma Stevens-Johnson inisesuai dengan adanya trias kelainan kulit,

mukosa, dan mata, serta hubungannya dengan faktor penyebabnya. Dari anamnesis

diketahui bahwa terdapat kelainan pada kulit yang awalnya berupa gambaran kulit berwarna

kemerahan lalu berkembang jadi timbul gelembung-gelembung berisi cairan pada hampir

seluruh badan dan pada beberapa tempat mengelupas terlihat kemerahan dan terasa perih.

SMRS. OS mengaku nyeri saat menelan dan mulutnya terasa perih. OS merasa matanya lebih

merah dan terasa lebih berair serta gatal.

Pada pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan pada pemeriksaan mata

ditemukan konjungtiva hipersekresi dan gambaran dermatologis pada regio volar sinistra et

dekstra, regio cruris sinistra et dekstra, Dermatom C3-C5 ,Dermatom T1-T12, didapatkan

eritema dan erosi disertai krusta tebal kuning kehijauan pada daerah tepi erosi yang multipel

dengan ukuran numular-plakat dengan sebaran universal,(efloresensi primer seperti vesikel

tidak ditemukan lagi)

Secara klinis terdapat lesi berbentuk target, iris atau mata sapi (tetapi pada pasien ini

tidak terlihat), kelainan pada mukosa, mata, serta dapat disertai dengan demam. Selain itu

dapat didukung dengan pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi,

pemeriksaan imunologik serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat

dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit

meninggi, dapat pula terjadi peningkatan eosinophil. Biopsi kulit dapat direncanakan bila lesi

klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa membantu diagnosa kasus-kasus yang atipik.

Pasien dapat diklasifikasikan menjadi tiga grup berdasarkan luas area epidermis

yang mengelupas atau dapat dikelupas (tanda Nikolsky positif), yaitu:

1. Sindroma Stevens-Johnson; bila kurang dari 10% luas permukaan tubuh (BSA)

2. SJS/TEN overlap bila antara 10-30% luas permukaan tubuh

3. TEN (Toxic Epidermal Necrolysis) bila lebih dari 30% luas permukaan tubuh

Penyakit ini perlu dibedakan dengan Eritema Multiforme Majus (EMM). Lesi target

yang menimbul (raised) baik yang tipikal maupun atipikal merupakan lesi karakteristik untuk

7

Page 9: Case Report Steven Jhonson Syndrome

EMM. Lesi ini kebanyakan muncul pada ekstremitas, namun kadangkala dapat pula terdapat

pada wajah dan tubuh, terutama pada anak-anak. Sebaliknya, lesi target yang tersebar luas,

seringkali berupa makula konfluens atau lesi target atipikal datar yang dominan di tubuh

merupakan gambaran lesi yang khas pada Sindroma Stevens-Johnson. Perbedaan Eritema

Multiforme, Sindroma Stevens-Johnson dan Epidermal Nekrolisis Toksik

Tabel 1. Perbedaan Eritema Multiforme dan Epidermal Necrolysis(SSJ/ENT)

8

Page 10: Case Report Steven Jhonson Syndrome

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Steven Johnson sindrom merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lemdir di

orifisium, dan mata dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat ;

kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura. Pertama kali

dideskrpsikan tahun 1922, SJS merupakan kompleks imun yang memediasi proses

hipersentitifitas. Banyak penelitian meempertimbangakan bahwa steven Johnson sindrom

dan Toxic Epidermal Necrolisis (TEN) adalah sebuah penyakit yang sama hanya berbeda

manifestasi, daripada itu, banyak yang Penyebutan SJS-TEN(. Pada SJS, pelepasan

epidermal terjadi kurang dari 10% total area tubuh. Pada transisional SJS-TEN ,

pelepasan epidermis tubuh terjadi antara 10-30% dari total area tubuh. Pada TEN ,

Pelepasan epidermis terdali pada lebih dari 30% dari total area tubuh. Pada sumber

lain( Fitzpatrick:Bahwa SJS maupun TEN digolongkan sebagai suatu kelainan membran

mukosa kulit yang disebut sebagai Epidermal Necrolysis/EN)

B. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi dari penyakit EN masih belum jelas, namun dapat ditegakkan bahwa Obat

obatan merupakan faktor penyebab terpenting. Sedangkan selebihnya yang berkembang

dalam penyebab terjadinya EN adalah faktor agen infeksius seperti bakteri atau

virus.Sasaran utama SJS dan NET adalah pada kulit berupa dekstruksi keratinosit. Pada

alergi obat akan terjadi aktifitass sel T, termasuk CD4 dan CD8. IL-5 juga meningkat. ,

juga sitokin-sitokin yang lain. CD4 terutama terdapat dalam dermis, sedangkan CD8

pada epidermis. Faktor resiko yang bisa memperberat SJS antara lain : penyakit HIV atau

autoimun yang lain (misal SLE).

9

Page 11: Case Report Steven Jhonson Syndrome

C. ETIOLOGI

Obat obatan merupakan faktor penyebab terpenting. Sedangkan selebihnya yang

berkembang dalam penyebab terjadinya EN adalah faktor agen infeksius seperti bakteri

atau virus.

D. MANIFESTASI KLINIS

Biasanya, proses penyakit dimulai dengan infeksi saluran pernapasan atas yang tidak

spesifik. Hal ini merupakan bagian dari gejala prodormal yang biasanya berlangsung

selama 1-14 hari . Selain itu dapat ditemukan juga gejala lain seperti: demam, sakit

tenggorokan, menggigil, sakit kepala, dan malaise. Dalam sedikit kasus dapat juga

ditemukan mual dan muntah. Lesi pada kulit muncul dengan tiba-tiba. Kulit akan

mengalami keadaan melepuh selama 2-4 minggu, lesi yang terjadi biasanya non pruritik.

Demam dilaporkan terjadi pada sekitar 85% kasus. Lesi yang terjadi pada bibir bisa

terjadi sangat parah sehingga pasien sampai kesulitan untuk makan.

10

Page 12: Case Report Steven Jhonson Syndrome

E. KELUHAN FISIK

Ruam dapat mulai sebagai macula yang berkembang menjadi papul, vesikel, bula,

plak, urtikaria, atau eritma konfluen

Lesi khas memiliki penampilan target.target dianggap patogmonic. Berbeda dengan

lesi pada eritema multiforme, lesi pada eritema multiforme hanya memiliki dua zona

warna. Inti mungkin vesikuler, purpura, ataupun nekrotik. Zona tersebut dikelilingi

oleh eritema macular. Beberapa menyebutnya target lesi

Lesi dapat pecah dan meninggalkan kulit yang terbuka. Kulit ini rentan terhadap

infeksi sekunder

Lesi urtikarial biasanya tidak gatal

Infeksi mungkin bertanggung jawab atas bekas luka yang berhubungan dengan

morbiditas

Meskipun lesi dapat terjadi di mana saja, akan tetapi bagian telapak tangan,

punggung tangan, dan permukaan ekstensor paling banyak dialporkan terjadi

Keterlibatan mukosa termasuk adanya eritema, edema, ulserasi, dan nekrosis.

11

Page 13: Case Report Steven Jhonson Syndrome

12

Page 14: Case Report Steven Jhonson Syndrome

F. DIAGNOSIS BANDING

Burns Thermal

Eritema multiforme

Toxic Epidermal nekrolisis

Stafilococcal Scalded skin syndrome

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak ada pemeriksaan laboratorium khusus ( keculai biopsy) yang dapat menegakkan

diagnosis SJS.

Pemeriksaan darah :Namun tidak spesifik, seperti adanya anemia,ketidakseimbangan

elektrolit,hipoproteinemia, hipoalbuminemia, dll. HItung darah lengkap dapat

menunjukkan keadaan leusitosis yang non spesifik. Hitung jenis leukosis yang

sangat tinggi dapat menunjukkan adanya infeksi bakteri.

Kultur darah, urine, dan luka diindikasikan ketika infeksi secara klinis dicurigai.

Biopsi kulit merupakan alat diagnosis pasti terhadap SJS tapi bukan merupakan

prosedur emergency

H. PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan pasien SJS sebelum rumah sakit sama dengan penatalaksanaan

pasien luka bakar, dengan pencegahan infeksi. Penatalaksanaan pasien SJS meliputi

Penatalaksanaan simptomatik dan penatalaksanaan khusus.

Penatalaksanaan simptomatik dari EN (SJS ataupun TEN) diasosiasikan dengan

kehilangan cairan yang signifikan karena erosi pada kulit sehingga dapat terjadi kondisi

hipovolemia dan ketidakseimbangan electrolit. Maka harus dilakukan terapi pengganti

cairan/fluid replacement yang adekuat sama halnya dengan orang yang mengalami luka

bakar.

Pemberian nutrisi makanan dapat ditunjang dengan menggunakan Nasogastric

tube(NGT) untuk mengurangi resiko terjadinya translokasi bakteri dari saluran cerna.

Pemberian antibiotik profilaksis tidak diindikasikan, pasien baru dapat diberikan

13

Page 15: Case Report Steven Jhonson Syndrome

antibiotik bila diduga ditemukan gejala klinis infeksi. Tindakan debridement tak

direkomendasikan karena pada epidermis yang mengalami nekrosis karena nekrosis

superfisial bukan berarti tidak mungkin terjadi suatu proses re-epitelisasi

Penatalaksanaan khusus disini meliputi:

Kortikosteroid sistemik: Penggunaan kortikosteroid masih kontroversial. Salah satu

penelitian menunjukkan bahwa pemberian kortikosteroid pada fase akut dapat

memberikan hasil yang baik pada kasus SJS. Dosis yang digunakan seperti Prednison

60mg selama 4 hari. Setelah itu diturunkan menjadi 40mg/hari. Setelah satu minggu

dosis diturunkan kembali menjadi 20mg/hari. Satu minggu kemudian dosis diturunkan

kembali menjadi 10mg/hari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu kemudian

pengobatan di stop. Namun penelitian lain menganggap bahwa penggunanan

kortikosteroid tidak dapat menghambat progresivitas dari penyakit EN dan malah sering

dihubungkan sebagai penyebab kematian pasien dikarenakan sepsis. Sejauh ini laporan

menunjukkan bahwa kortikosteroid meningkatkan resiko mortalitas EN dan tidak

direkomendasikan.

Cyclosporin:Adalah agen imunosupresif yang kuat dan secara teori berguna dalam kasus

EN meliputiaktivasi sel T helper 2 cytokines dan inhibisi dari sel CD 8 cytotoxic dan anti

apoptotic effect. Namun masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai

keuntungan dari obat ini.

Agen anti Tumor Necrosis Factor: Anti TNF monoklonal antibodi secara klinis sukses

dalam menurunkan gejala EN. Adapun penatalaksanaan spesifik lain seperti

imunoglobulin intravena aaupun plasmapheresis serta hemodialisis.

SJS merupakan penyakit sistemik bermanifestasi bukan hanya pada kulit, melainkan juga

pada mukosa dan mata untuk itu, kasus SJS perlu di konsultasikan pada berbagai disiplin

ilmu seperti spesialis kulit kelamin untuk perawatan, spesialis gigi dan mulut, spesialis

telinga hidung tenggorok, spesialis penyakit dalam, spesialis mata.

J. KOMPLIKASI

• Mata : ulserasi kornea, uveitis anterior, panophtalmitis, kebutaan

• Gastroenterology : striktur esophagus

14

Page 16: Case Report Steven Jhonson Syndrome

• Genitourinary : Renal tubular nekrosis, gagal ginjal

• Kulit : pembentukan skar, infeksi sekunder

K. PROGNOSIS

Adapun prognosis dari EN tidak dipengaruhi dari dosis ataupun golongan obat yang

diduga sebagai penyebab EN. Selain itu juga tidak dipengaruhi human imunodefisiensy

virus. Adapun angka mortalitas berkisar 5 – 12 % untuk SJS sedangkan untuk TEN

angka mortalitas melebihi 30%. Telah dibuat prognosis skor untuk EN yang disebut

Score Ten.

15

Page 17: Case Report Steven Jhonson Syndrome

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A. Sindrom Stevens-Johnson. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th

edition. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007.

2. Hamzah M. Erupsi Obat Alergik. In: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5th edition.

Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007.

3. Klauss, wolff et al.,Fitzpatrick, Dermatology in General Medicine seventh edition

Volume 1&2,2008

4. Siregar, R.S. Sindrom Stevens Johnson. In : Saripati Penyakit Kulit. 2nd edition. EGC.

Jakarta. 2004.

16