Steven R _rev 1
Click here to load reader
-
Upload
steven-roseily -
Category
Documents
-
view
58 -
download
3
description
Transcript of Steven R _rev 1
ANALISIS KESELAMATAN LALU LINTAS DAN
IDENTIFIKASI BLACK SPOT
PADA JALUR BUS TRANSJAKARTA
KORIDOR SATU SAMPAI DENGAN KORIDOR SEBELAS
PROPOSAL
Oleh
Steven Roseily 1301036995
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BINA NUSANTARA
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permasalahan moda angkutan atau transportasi di ibukota Jakarta sudah
diupayakan pemerintah daerah dengan berbagai cara dari tahun ke tahun. Hal ini
sebagai respon terhadap masalah kemacetan dan kepadatan lalu lintas di
sebagian besar jalan-jalan di Jakarta terutama pada jam-jam sibuk. Untuk
menunjang mobilisasi masyarakat, dibutuhkan moda transportasi massal yang
diharapkan dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sekaligus
mengakomodasi tingginya jumlah pengguna kendaraan umum.
Salah satu upaya yang saat ini menjadi andalan pemerintah adalah
Transjakarta Busway yang sudah mulai dioperasikan sejak Januari 2004 silam.
Transjakarta Busway merupakan angkutan umum massal yang menerapkan
konsep Bus Rapid Transit (BRT) meniru penerapannya yang sudah lebih dulu
dilakukan di beberapa negara di dunia. Bus Transjakarta dioperasikan pada jalur
khusus yang tidak boleh dilalui oleh kendaraan lain dan hanya berhenti pada
halte busway yang sudah disediakan di setiap koridornya.
Kendati masih belum cukup menjawab kebutuhan masyarakat Jakarta akan
angkutan umum, Transjakarta Busway juga mengalami banyak kendala dalam
pengoperasiannya. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka kecelakaan di
jalur busway yang cukup banyak memakan korban jiwa. Kecelakaan-kecelakaan
yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor termasuk diantaranya adalah
kelalaian manusia baik pengguna jalan maupun petugas Transjakarta Busway.
Untuk itu, perlu dilakukannya analisis mengenai keselamatan berlalu lintas di
jalur bus Transjakarta serta identifikasi titik-titik rawan kecelakaan (blackspot)
di sepanjang jalur busway.
1.2. Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
Kecelakaan yang terjadi di jalur bus Transjakarta koridor 1 sampai
dengan koridor 11.
Data kecelakaan yang digunakan dalam analisis merupakan data
kecelakaan bus Transjakarta berdasarkan laporan dari Badan Layanan
Umum Transjakarta.
Periode kecelakaan yang digunakan adalah dari tahun 2009 hingga 2012.
Waktu terjadinya kecelakaan berdasarkan jam operasional Bus
Transjakarta yaitu mulai dari pukul 05.00 hingga 22.00 WIB.
Kecelakaan melibatkan bus Transjakarta dengan kendaraan roda dua,
roda tiga, roda empat, truk, bus, mikrolet, metromini dan pejalan kaki.
Kriteria korban kecelakaan yaitu korban yang mengalami luka ringan,
luka berat, dan meninggal dunia.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Mengidentifikasi titik-titik rawan kecelakaan (black spot) di sepanjang
lintasan jalur bus Transjakarta serta waktu rawan terjadinya kecelakaan.
Mengetahui beberapa penyebab dari kecelakaan yang terjadi di jalur bus
Transjakarta.
Selain itu, penelitian ini juga diharapkan memberikan manfaat untuk evaluasi
bagi operator, regulator dan pengguna jalan agar dapat mewaspadai
kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas, dengan harapan
dapat menurunkan angka kecelakaan lalu lintas pada jalur koridor busway
Transjakarta.
1.4. Metodologi Penelitian
Untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan dan meningkatkan
kewapadaan berlalu lintas yang aman, diperlukan adanya analisis penyebab
kecelakaan berdasarkan data-data terdahulu. Berdasarkan data-data dan survei ke
lapangan, diharapkan dapat menunjang penelitian ini agar dapat dikaji dengan
lebih mendalam serta akurat.
Identifikasi black spot akan didapatkan melalui pengolahan data laporan
kecelakaan menggunakan perhitungan statistik yaitu metode frekuensi dan
hasilnya akan dievaluasi terhadap penelitian Muhd Tozi Akbar (2010) yang
berjudul STUDI ANALISA KESELAMATAN LALU LINTAS PADA JALUR
BUS TRANSJAKARTA KORIDOR SATU SAMPAI DENGAN KORIDOR
DELAPAN TAHUN 2007-2009. Selanjutnya akan ditentukan langkah-langkah
yang tepat untuk mengurangi angka kecelakaan di titik-titik rawan tersebut
melalui cara-cara atau metode yang relevan.
1.5. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan diuraikan ke dalam berapa bagian :
Bab 1 Pendahuluan
Pada bab ini akan dijabarkan mengenai latar belakang permasalahan
dalam penelitian, ruang lingkup penelitian, tujuan dilakukannya
penelitian, manfaat yang didapatkan dari penelitian, serta metodologi dan
sistematika penulisan laporan.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Bab ini akan menguraikan beberapa landasan teori yang mendukung
pembahasan penelitian seperti konsep BRT (Bus Rapid Transit), aspek
penting dalam keselamatan lalu lintas, serta mengenai kecelakaan lalu
lintas dan faktor-faktor penyebabnya.
Bab 3 Metodologi Penelitian
Pada bagian ini akan ditampilkan bagan alir (flowchart) tahapan-tahapan
dalam penelitian. Selain itu juga akan dijelaskan mengenai teknik
pengumpulan data yang nantinya akan digunakan dalam analisis.
Bab 4 Analisis dan Pembahasan
Bab ini akan membahas secara terperinci mengenai data kecelakaan.
Data kecelakaan akan diolah dan dianalisis berdasarkan beberapa
parameter kecelakaan untuk menentukan blackspot di setiap koridor
Transjakarta Busway.
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
Pada bagian terakhir ini akan dipaparkan kesimpulan yang didapat dari
hasil penelitian dan analisis data kecelakaan yaitu black spot area dan
beberapa penyebab umum kecelakaan pada titik tersebut serta saran
untuk pengembangan penelitian di masa mendatang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bus Rapid Transit
Gambar 2.1 BRT di Curitiba, Brazil
(diakses pada 5 Maret 2013 dari http:// www.urbanhabitat.org)
BRT atau Bus Rapid Transit merupakan sebuah sistem transportasi massal
yang mengoperasikan bus pada jalur tersendiri baik pada badan jalan maupun di
luar badan jalan umum. Sistem ini mengadopsi sistem rail transit yang
menggunakan kereta listrik dan jalur rel, namun penerapannya jauh lebih
sederhana dan lebih rendah biaya (low cost). BRT pertama kali diterapkan di
Curitiba, Brazil pada tahun 1974. Sejak itu, sistem ini mulai menjamur di
beberapa kota di dunia termasuk Indonesia. Bahkan menurut Wikipedia.org,
sejak tahun 2012, Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki lintasan BRT
terpanjang yakni mencapai 200 km secara keseluruhan (180 km lintasannya
terdapat di Ibukota Jakarta), mengalahkan Kolombia dengan lintasan sepanjang
87 km.
Jaringan transportasi massal ini merupakan cara yang cukup ampuh dalam
mengatasi masalah utama di kota besar seperti kemacetan lalu lintas, polusi
udara, dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Beberapa keuntungan yang
diberikan oleh sistem BRT ini adalah :
a. Penerapan atau implementasi yang cepat, artinya jangka waktu yang
dibutuhkan mulai dari perencanaan hingga pengadaan sistem BRT ini lebih
cepat dibandingkan alternatif transportasi lain yang sejenis seperti Rail
Transit System atau Monorail. Hal ini tentu sangat mendukung kinerja
pemerintah daerah sebagai badan regulator yang memiliki tenggat masa
jabatan yang singkat.
b. Biaya yang relatif murah, artinya pemerintah hanya akan mengeluarkan
biaya yang lebih murah dibandingkan harus membangun sistem Rail Transit
atau Monorail. Selain itu, biaya perawatannya juga tergolong lebih muurah
dibandingkan dengan kedua sistem tersebut.
c. Keterhubungan jaringan, artinya karena bagian jaringan lintasan BRT bisa
dioperasikan di jalan raya normal, maka akan lebih murah dan cepat untuk
dapat membuat jaringan berbasis BRT. Selain itu akan menjadi sarana
transportasi yang dekat dengan tempat-tempat tujuan tanpa harus memakan
lahan yang besar seperti stasiun kereta pada umumnya.
2.2. Transjakarta Busway
Transjakarta Busway merupakan sebuah sistem transportasi yang menerapkan
sistem BRT (Bus Rapid Transit) di Jakarta. Sesuai sistemnya, Busway memiliki
jalur tersendiri yang terpisah dengan jalur kendaraan lain. Transjakarta mulai
dibuka dan dioperasikan sejak tanggal 15 Januari 2004. Menurut Kepala Unit
Pengelola Transjakarta Busway, M. Akbar, MSc., hingga akhir tahun 2012,
Transjakarta Busway telah memiliki 11 koridor dengan panjang total lintasan
184,31 km dan telah mengangkut rata-rata 350.000 orang per harinya.
Tujuan pemerintah daerah Jakarta membangun sistem Transjakarta Busway ini
adalah sebagai berikut :
a. Sebagai sarana transportasi masyarakat Jakarta yang dapat menampung
penumpang dalam jumlah banyak (transportasi massal) dan menjangkau
setiap kawasan tertentu di Jakarta.
b. Sebagai langkah dalam mengurangi kemacetan lalu lintas yang disebabkan
oleh tingginya pemakaian kendaraan pribadi. Dengan adanya Transjakarta
Busway ini, diharapkan masyarakat dapat beralih menggunakan transportasi
umum.
c. Menyediakan sarana transportasi umum yang cepat, aman, dan nyaman
mengingat tingginya kebutuhan akan sarana mobilitas masyarakat di tengah
pesatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk di Jakarta.
d. Dengan adanya jalur tersendiri yang terpisah dengan jalur kendaraan lain,
maka dapat memfasilitasi mobilitas kendaraan darurat seperti mobil
pemadam kebakaran atau ambulans untuk menembus kemacetan lalu lintas.
e. Dengan adanya jaringan koridor busway yang tersebar di Jakarta, maka akan
menjadi peluang investasi bagi para investor ataupun perusahaan dalam
mengoperasikan busway, sekaligus membuka lapangan pekerjaan baru
dalam skala besar bagi masyarakat Jakarta.
Gambar 2.2 Jalur Busway yang terpisah dari jalur kendaraan lain
(diakses pada 5 Maret 2013 dari http://www.transjakarta.co.id)
Sebagai moda transportasi yang tergolong baru, proses perencanaan,
pembangunan dan pengelolaan sistem Transjakarta disediakan oleh Pemerintah
Daerah DKI Jakarta (Badan Layanan Umum Transjakarta di bawah naungan
Dinas Perhubungan DKI Jakarta). Namun untuk kegiatan operasional bus,
operasional tiket dan kegiatan penunjang lainnya dilaksanakan secara kerjasama
dengan pihak operator. Operator bus yang melayani di koridor busway, yaitu :
a. PT Jakarta Express Trans
b. PT Trans Batavia
c. PT Jakarta Trans Metropolitan
d. PT Jakarta Mega Trans
e. PT Primajasa Perdanaraya Utama
f. PT Eka Sari Lorena Transport
g. PT Bianglala Metropolitan
h. PT Trans Mayapada Busway
i. PT Perum Damri
Untuk memfasilitasi tingginya jumlah penumpang setiap harinya,
Transjakarta Busway sudah memiliki total 215 halte atau shelter di sepanjang 11
koridor. Halte atau shelter ini sebagian besar dibangun di atas pemisah jalan
sengan ketinggian 110 meter dari permukaan jalan sehingga untuk aksesnya
menggunakan jembatan penyeberangan orang (JPO). Di setiap halte dilengkapi
dengan loket pembelian tiket, pintu barrier keluar masuk penumpang, pintu
otomatis untuk akses ke bus, tempat sampah, informasi rute, dan tempat duduk
untuk memberikan kenyamanan dan keamanan penumpang saat menunggu bus.
Gambar 2.3 Rute Bus Transjakarta
(diakses pada 3 Maret 2013 dari http://www.transjakarta.co.id)
Armada bus yang dikerahkan berjumlah 524 unit (berdasarkan data 2012)
yang terdiri atas bus single dan bus gandeng dan dioperasikan secara terjadwal
di 11 koridor. Sebagai upaya antisipasi padatnya penumpang yang menunggu di
halte transit tertentu pada jam-jam sibuk, maka armada bus Transjakarta
melayani rute-rute langsung selain rute regulator yang ada di koridor 1 sampai
11.
Waktu operasional Transjakarta busway adalah pukul 05.00 – 22.00 WIB.
Tarif tiket untuk sekali perjalanan adalah Rp 3.500,- per orang, namun
pembelian tiket pukul 05.00 – 07.00 akan dikenakan harga ekonomis yaitu Rp
2.000,- per orang untuk sekali perjalanan.
Sejak dioperasikan pertama kali hingga sekarang, Transjakarta Busway
dinilai masih belum memenuhi ekspektasi masyarakat dalam hal mengurangi
kemacetan maupun aspek operasional lainnya. Ada beberapa kekurangan dan
sisi negatif dari Transjakarta Busway ini, di antaranya :
a. Pembangunan jalur busway seringkali mengabaikan analisis mengenai
dampak lingkungan (AMDAL) sehingga tidak jarang menjadi masalah bagi
warga sekitar dan lalu lintas yang terjadi di lokasi pembangunan. Bahkan,
pembangunan jalur busway seringkali menimbulkan kemacetan parah
karena penyempitan jalan yang diakibatkannya.
b. Armada bus yang dioperasikan seringkali tidak sesuai jadwal dan tidak
dapat menyesuaikan dengan kapasitas penumpang terutama di jam-jam
sibuk. Hal ini menimbulkan tumpukan antrean penumpang di beberapa halte
transit yang menyebabkan ketidaknyamanan dan tidak jarang terjadi
tindakan kriminal yang dialami penumpang.
c. Pemeliharaan sarana dan prasarana pendukung Transjakarta dinilai kurang
diperhatikan. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa kasus bus yang
mogok saat operasi, bus yang rusak bahkan terbakar, interior bus dan halte
yang kotor dan tidak terawat, fasilitas informasi yang rusak, dan jembatan
penyeberangan yang rusak.
d. Kurangnya SPBG (Stasiun Pengisian Bahan bakar Gas) menjadi salah satu
faktor penyebab terhambatnya headway di beberapa koridor.
e. Sterilisasi jalur busway seringkali bermasalah karena di beberapa titik di
koridor tertentu masih sering dilalui oleh kendaraan pribadi maupun
kendaraan umum lainnya sehingga menghambat laju bus Transjakarta dalam
operasionalnya.
f. Karena kurangnya pengawasan dan kelalaian, bus Transjakarta juga sering
mengalami kecelakaan baik dengan pejalan kaki atau kendaraan yang masuk
secara tiba-tiba ke jalur busway.
2.3. Keselamatan Lalu Lintas
Untuk mengantisipasi dan mengurangi resiko terjadinya kecelakaan lalu
lintas, perlu ada pemahaman khusus dari para pengguna jalan tentang
keselamatan lalu lintas. Berdasarkan PP No. 32 tahun 2011, keselamatan lalu
lintas adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko kecelakaan
selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau
lingkungan. Keselamatan lalu lintas merupakan suatu upaya untuk menjaga
keamanan dan keselamatan setiap pengguna jalan melalui program keselamatan
tertentu. Beberapa aspek penting dalam keselamatan berlalu lintas antara lain :
a. Manusia, artinya bahwa manusia sebagai subyek pengguna jalan harus
memahami benar-benar setiap peraturan lalu lintas yang berlaku di jalan dan
memiliki kesadaran yang tinggi untuk mematuhinya. Tidak hanya itu,
manusia juga berperan sebagai obyek lalu lintas di mana setiap pelanggaran
yang terjadi tidak hanya mengakibatkan kerugian materi namun juga korban
jiwa. Dengan demikian peranan ini harus dipahami benar-benar oleh para
pengguna jalan baik pengemudi kendaraan, penumpang, maupun pejalan
kaki.
b. Jalan, artinya bahwa lalu lintas sangat bergantung pada jalan yang ada.
Dengan keragaman jenis jalan berdasarkan ukuran, fungsi, dan bentuk
geometrinya, perlu diperhatikan faktor-faktor pendukung keselamatan di
jalan sehingga resiko kecelakaan dapat diminimalkan. Selain itu,
pemeliharaan jalan juga sangat penting untuk menjaga kelayakan jalan yang
dilalui oleh para pengguna jalan.
c. Kendaraan, artinya bahwa lalu lintas di jalan sangat dipengaruhi oleh
kendaraan. Setiap jalan memiliki kriteria kendaraan khusus yang boleh
melaluinya. Oleh karena itu, kendaraan harus melalui uji kelayakan dan
inspeksi khusus agar dapat dikendarai di jalan. Pengemudi juga harus
mengenali dan mengerti tentang spesifikasi kendaraannya agar dapat
mengurangi resiko yang dapat terjadi di jalan. Alat pengaman pada
kendaraan wajib digunakan dengan benar selama berkendara.
d. Peraturan dan Rambu Lalu Lintas, artinya bahwa manajemen lalu lintas
perlu kejelasan dalam pengaturan dan penindakan terhadap para pelanggar.
Untuk itu, perlu ada peraturan lalu lintas dan rambu-rambu yang dipasang di
jalan untuk memberikan informasi kepada para pengguna jalan. Pengawasan
peraturan lalu lintas dilakukan dan ditindak oleh kepolisian. Setiap rambu
harus mudah dimengerti dan ditempatkan di tempat yang mudah terlihat
sehingga dapat memfasilitasi para pengguna jalan dengan baik. Adanya
marka jalan juga akan membantu menjaga sirkulasi arus kendaraan berjalan
dengan baik dan benar.
e. Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas, artinya bahwa keselamatan lalu lintas
masih dapat dilanggar dan mengakibatkan kecelakaan, sehingga perlu ada
penanganan kecelakaan lalu lintas yang dapat mengakomodasi korban
kecelakaan. Ketersediaan petugas kepolisian maupun paramedis menjadi
sangat penting dalam hal darurat seperti kecelakaan lalu lintas, maka perlu
ada akses mudah dalam menghubungi kedua pihak tersebut. Selain itu
dibutuhkan fleksibilitas tinggi agar korban kecelakaan bisa segera
dievakuasi dan ditangani secara medis untuk mengurangi resiko kehilangan
nyawa ataupun tambahan korban materi dan jatuhnya korban jiwa lainnya.
Gambar 2.4 Himbauan tentang Keselamatan Berlalu Lintas
(diakses pada 05 Maret dari http://www.jasaraharja.co.id)
Dengan memahami aspek keselamatan lalu lintas tersebut, diharapkan
terwujud sistem manajemen lalu lintas yang dapat bekerja secara terintegrasi di
jalan.
2.4. Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian yang melibatkan satu kendaraan atau
lebih bertabrakan dengan pejalan kaki atau benda atau kendaraan lainnya.
Kecelakaan dapat menyebabkan jatuhnya korban luka-luka, korban meninggal,
kerusakan kendaraan, atau kerusakan properti lainnya.
Ada tiga penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas, di antaranya :
a. Faktor manusia
artinya kelalaian manusia menjadi faktor utama dalam terjadinya kecelakaan
lalu lintas. Kelalaian ini antara lain disebabkan oleh :
Mengendarai kendaraan dengan mengebut atau melewati batas
kecepatan yang ditentukan
Kelemahan pengemudi meliputi pengaruh alkohol, kelemahan secara
fisik (kelelahan atau sakit), usia lanjut, penggunaan obat-obatan,
gangguan luar seperti penggunaan telepon genggam sambil
mengemudi, serta kombinasi dari hal-hal tersebut.
b. Faktor jalan
artinya bahwa kondisi jalan juga berpengaruh dalam mengakibatkan
kecelakaan lalu lintas. Faktor ini meliputi kondisi geometrik jalan yang
kurang baik, kurangnya rambu-rambu keselamatan, serta kondisi cuaca
di jalan.
c. Faktor kendaraan
artinya bahwa kecelakaan juga dipengaruhi oleh kendaraan dan
pemeliharaannya. Hal ini disebabkan oleh kurang terstandarnya alat
pengaman pada kendaraan, kurangnya perawatan kendaraan sehingga
terjadi kerusakan, desain titik berat kendaraan yang kurang baik, serta
penggunaan sepeda motor yang cenderung memiliki tingkat keselamatan
rendah.
Menurut Panduan Keselamatan Jalan untuk Kawasan Asia Pasifik yang
dikeluarkan oleh ADB dan diterbitkan oleh Ditjen Perhubungan Darat, ada
beberapa tahapan usaha yang dapat dilakukan oleh sebagian besar negara
berkembang dalam menangani masalah keselamatan jalan antara lain :
a. Tahap 1 : membangkitkan kepedulian (dalam berlalu lintas)
b. Tahap 2 : rencana aksi prioritas
c. Tahap 3 : program lima tahun untuk keselamatan jalan
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa peran serta pemerintah
sangat penting dalam mengurangi resiko kecelakaan lalu lintas sebagai upaya
menjaga keselamatan berlalu lintas. Namun upaya tersebut akan sia-sia jika tidak
didukung masyarakat sebagai pengguna jalan.
2.5. Identifikasi Black Spot
Black spot adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan titik-titik rawan
kecelakaan yang ada pada suatu lintasan jalan tertentu dalam kurun waktu
tertentu. Dalam kata lain, black spot merupakan lokasi di mana frekuensi
kecelakaan paling sering terjadi. Penentuan black spot dapat dilakukan
menggunakan pendekatan-pendekatan atau analisis tertentu, salah satunya
metode frekuensi.
Dalam analisis dengan metode frekuensi dilakukan identifikasi titik rawan
kecelakaan berdasarkan jumlah kecelakaan per kilometer setiap tahunnya. Suatu
segmen diidentifikasi sebagai titik rawan (black spot) apabila terjadi kecelakaan
dalam jumlah melebihi nilai kritis yang telah ditetapkan, misalnya 10 kejadian
kecelakaan per tahun. Namun bukan berarti lokasi yang memiliki kecelakaan
lebih kecil dari 10 tidak perlu diperhatikan lebih lanjut. Dalam hal ini, angka
kritis 10 ditetapkan untuk menunjukkan lokasi titik rawan dengan skala prioritas
tertinggi. Selanjutnya dengan prosedur yang sama, akan ditentukan lokasi
dengan jumlah kecelakaan lebih dari 5. Sehingga pada akhirnya akan terlihat
segmen – segmen mana yang menjadi prioritas dalam penerapan upaya
penanggulangan kecelakaan.
BAB 3
METODOLOGI
3.1.Tahapan Penelitian
Gambar 3.1 Metodologi Penelitian
Berdasarkan Gambar 3.1 penelitian ini akan melalui tahapan-tahapan sebagai
berikut :
a. Penelitian dimulai dengan melakukan identifikasi masalah terkait dengan
topik penelitian terlebih dahulu. Identifikasi masalah yaitu menemukan
faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan di jalur Transjakarta Busway
serta mengidentifikasi titik rawan kecelakaan atau black spot di sepanjang
jalur busway dari koridor 1 hingga koridor 11.
b. Dari identifikasi masalah tersebut, dilakukan studi pustaka yaitu mencari
teori-teori dan referensi yang berkaitan dengan konsep BRT (Bus Rapid
Transit), keselamatan lalu lintas, dan analisis kecelakaan. Hal ini
dilakukan untuk menunjang isi penelitian dan analisis di dalamnya.
c. Setelah studi pustaka, tahap selanjutnya yaitu mengumpulkan data yaitu
data kecelakaan dari Badan Layanan Umum Transjakarta yang
melibatkan bus Transjakarta dari koridor 1 hingga 11 pada periode 2009
sampai 2012. Data kecelakaan merupakan kejadian yang terjadi pada
waktu operasional Transjakarta Busway yaitu mulai pukul 05.00 – 22.00
WIB.
d. Setelah mendapatkan data, kemudian dilakukan analisis data
menggunakan perhitungan statistik metode frekuensi untuk mencari titik
rawan kecelakaan pada masing-masing jalur di setiap koridor.
Metode frekuensi adalah metode yang menggambarkan titik-titik rawan
kecelakaan dengan angka yang mewakili nilai kritis. Metode frekuensi
ini dapat dihitung berdasarkan jumlah kecelakaan atau tingkat kecelakaan.
Dalam perhitungan berdasarkan jumlah kecelakaan, dicari segmen atau
halte yang memiliki jumlah kecelakaan lebih besar dari nilai kritis.
Sedangkan untuk perhitungan berdasarkan tingkat kecelakaan, suatu
segmen dinyatakan sebagai black spot apabila tingkat kecelakaan di
segmen tersebut lebih tinggi dari indeks tingkat kecelakaan.
Tingkat kecelakaan dinyatakan dengan jumlah kecelakaan lalu lintas di
suatu lokasi atau ruas jalan per jumlah total panjang perjalanan yang
dilakukan oleh semua kendaraan yang menggunakan ruas jalan tersebut
dalam 1 tahun, dikenal dengan istilah jumlah kecelakaan per 100 juta
kendaraan-km panjang perjalanan (100JKKP) dalam 1 tahun. Tingkat
kecelakaan dirumuskan sebagai berikut :
( )
e. Hasil perhitungan berdasarkan jumlah dan tingkat kecelakaan kemudian
diperiksa terhadap ambang batas nilai kritis. Jika melebihi atau melewati
ambang batas nilai kritis, maka segmen atau halte tersebut merupakan
titik rawan kecelakaan (black spot).
f. Dari hasil identifikasi black spot dan mendapat data lokasinya, dilakukan
survei ke lapangan tempat terjadinya titik rawan kecelakaan dan dianalisis
faktor-faktor penyebab kecelakaan yang terjadi berkaitan dengan standar
operasional bus Transjakarta dan peraturan lalu lintas.
g. Tahap selanjutnya yaitu memberikan kesimpulan yang berisi tentang titik
rawan kecelakaan (black spot) di setiap jalur pada koridor busway dan
diberikan solusi yang dapat mengurangi frekuensi kecelakaan di titik-titik
tersebut.
3.2.Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian, data yang digunakan adalah data kecelakaan
bus Transjakarta di koridor 1 hingga 11 periode 2009-2012 yang akan didapat
dari Badan Layanan Umum Transjakarta. Data kecelakaan berikut informasi
tambahan seperti jenis kendaraan yang terlibat, waktu dan lokasi kecelakaan,
uraian kejadian, jumlah korban dan tindak lanjutnya juga akan diperoleh dari
BLU Transjakarta.
Selain data kecelakaan, survei lapangan juga dilakukan untuk meneliti lebih
jelas faktor-faktor yang menjadi penyebab utama kecelakaan di lokasi kejadian
yang frekuensinya tinggi (black spot). Selain itu, observasi ini dapat
memberikan gambaran lebih detail mengenai lokasi kejadian.