Steven Johnson Syndrome Akibat Alergi Obat
description
Transcript of Steven Johnson Syndrome Akibat Alergi Obat
Steven Johnson Syndrome Akibat Alergi Obat
Raynhard Salindeho
102013174
Alamat Korespondesi :Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta
11510.Telephone : ( 021 ) 5694-2061 (hunthing). Fax : (021) 563-17321.
Email: [email protected]
Abstrak
Manusia dilengkapi dengan sistem organ, dimana pada keseluruhan itu dilindungi oleh
kulit. Kulit merupakan proteksi pertama bagi organ tubuh manusia. Dalam hal ini juga tidak
jarang terjadi masalah pada kulit, mulai dari luka sampai dengan alergi obat. Salah satu kegawat-
daruratanya atau emergensi pada kulit ialah Sindrom Stevens Jhonson (SSJ). SSJ yang biasanya
juga disebut Eritema multiforme mayor merupakan suatu penyakit yang mengenai kulit, selaput
lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan bervariasi dari ringan sampai berat. SSJ merupakan
salah satu penyakit kulit yang mengancam nyawa manusia yang sifatnya akut (acute life-
threatening mucocutaneous reaction), karena berujung kematian jika tidak ditangani
segera.Hasil prognosis didasarkan pada keadaan umum pasien sendiri ketika datang berobat.
Prognosis daripada SSJ ini ialah tergantung cepat dan tepatnya penatalaksanaan yang dilakukan,
apabila ditangani dengan baik dan segera, maka hasilnya cukup memuaskan.
Kata kunci : kulit, manusia, Sindrom Stevens Jhonson.
Abstract
Humans are equipped with organ system, which on the whole was covered by skin. The
skin is the first protection for human organs. In this case also not uncommon skin problems,
ranging from wound up with a drug allergy. One-daruratana or emergency kegawat skin Stevens
Johnson Syndrome is (SSJ). SSJ which usually also called erythema multiforme major is a
disease of the skin, mucous membranes in the orifice, and the eyes of the state varies from mild
to severe. SSJ is a skin disease that threatens human lives that are acute (acute life-threatening
mucocutaneous reaction), because it leads to death if not treated immediately. Results prognosis
is based on the general state of the patient's own when it comes to treatment. The prognosis than
1
SSJ is dependent fast and precise management is done, if handled properly and promptly, then
the result is quite satisfactory.
Keywords: skin, humans, Stevens Johnson Syndrome.
Pendahuluan
Sindrom Stevens Johnson merupakan kelainan yang termasuk eritema multiforme mayor
yang mengenai kulit, selaput lendir atau mukosa di orifisium dan mata serta organ-organ tubuh
lain. Penyakit ini disertai dengan keadaan umum yang bervariasi dari ringan sampai berat.
Sindrom Stevens Johnson tersebut mengancam kondisi kulit yang mengakibatkan kematian sel-
sel kulit sehingga epidermis mengelupas. Sindrom ini dianggap sebagai hipersensitivitas
kompleks yang mempengaruhi kulit dan selaput lendir. Pada umumnya kasus sindrom Stevens
Johnson tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), biasanya penyebab utama yang paling sering
dijumpai adalah akibat dari alergi obat-obatan tertentu, infeksi virus dan atau keduanya, pada
kasus tertentu yang sangat jarang ditemukan sindrom ini berhubungan dengan kanker. Bentuk
yang berat dapat menyebabkan kematian, oleh karena itu perlu pentalaksanaan yang tepat dan
cepat sehingga jiwa pasien dapat ditolong.1
Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis.Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur dan
lengkap karena sebagian besar data yang diperlukandari anamnesis untuk menegakkan diagnosis.
Anamnesis dapat langsung dilakukan pada pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarga atau
pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk diwawancarai,
misalnya dalam keadaan gawat-darurat, afasia akibat stroke dan lain sebagainya.2
Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khususwanita), riwayat penyakit dalam
keluarga, anamnesis susunan system dan anamnesis pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi,
budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).2
2
Identitas
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, nama orang tua atau
suami atau istri atau penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, dan
agama.2
Keluhan utama (Chief complaint)
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi
kedokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama harus disertai dengan
indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut. Dalam kasus ini, keluhan utama
pasien adalah melepuh pada beberapa bagian di badannya.2
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terperinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien datang berobat.
Dalam melakukan anamnesis, harus diusahakan mendapatkan data-data seperti waktu dan
lamanya keluhan berlangsung, sifat dan beratnya serangan, misalnya mendadak, perlahan-lahan,
terus menerus, hilang timbul, cenderung bertambah atau berkurang, dan sebagainya.Lokalisasi
dan penyebarannya, menetap, menjalar, berpindah-pindah. Hubungannya dengan waktu,
misalnya pagi lebih sakit daripada siang dan sore, atau sebaliknya, atau terus menerus tidak
mengenal waktu.Hubungannya dengan aktivitas, misalnya bertambah berat jika melakukan
aktivitas atau bertambah ringan bila beristirahat.Keluhan-keluhan yang menyertai serangan,
misalnya keluhan yang mendahului serangan, atau keluhan yang bersamaan dengan
serangan.Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali.Faktor risiko dan pencetus
serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan serangan.Apakah ada
saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama.Riwayat perjalanan ke
daerah endemis untuk penyakit tertentu. Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi
komplikasi atau gejala sisa.Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat
yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit
yang sedang diderita.2
Riwayat penyakit dahulu
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang. Tanyakan pula apakah pasien
3
pernah menderita kecelakaan, menderita penyakit berat dan menjalani operasi tertentu, memiliki
riwayat alergi pada obat-obatan dan makanan tertentu, dan lain-lain.2
Riwayat penyakit dalam keluarga
Penting untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit infeksi.2
Riwayat pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan kebiasaan. Perlu
ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam sehari-hari seperti masalah keuangan,
pekerjaan, dansebagainya.Kebiasaan pasien juga harus ditanyakan, seperti merokok, memakai
sandal saat bepergian, minum alcohol, dan sebagainya. Selain itu juga pada pasien yang sering
bepergian, perlu ditanyakan apakah baru saja pergi dari tempat endemik penyakit infeksi
menular. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah lingkungan tempat tinggal pasien, termasuk
keadaan rumahnya, sanitasi, sumber air minum, tempat pembuangan sampah, ventilasi, dan
sebagainya.2
PemeriksaanFisik
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun ke bawah karena imunitas belum begitu
berkembang. Keadaan umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat
kesadarannya menurun, pasien dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut dapat
disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malese, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri
tenggorok.3
Pada SSJ ini dapat dilakukan pemeriksaan inspeksi. Pasien akan menunjukkan trias
kelainan berupa kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orifisium, dan kelainan mata.3
Kelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel dan bula. Eritema adalah kemerahan pada kulit
yang disebabkan pelebaran pembuluh darah yang reversibel sedangkan vesikel adalah
gelembung berisi cairan serum beratap berukuran kurang dari 0,5 cm garis tengah dan
mempunyai dasar dan bula adalah vesikel yang berukuran lebih besar. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Di samping itu dapat juga terjadi purpura.
Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.3
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah kelainan mukosa mulut (100%) atau selaput
lendir di orifisium, kemudian disusul oleh kelainan di lubang alat genital (50%), sedangkan di
lubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).Kelainannya berupa vesikel dan
4
bula yang cepat memecah hingga terjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Di mukosa
mulut juga dapat terbentuk pseudomembran.Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta
bewarna hitam yang tebal. Lesi di mukosa mulut dapat juga terdapat di faring, traktus
respiratorius bagian atas, dan esofagus. Stomatitis dapat menyebabkan pasien sukar/tidak dapat
menelan.Adanya pseudo membran di faring dapat menyebabkan keluhan sukar bernapas.
Kelainan mata, merupakan 80% di antara semua kasus; yang tersering ialah konjungtivitis
kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen, perdarahan, simblefaron, ulkus
kornea, iritis dan iridosiklitis.Selain trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain,
misalnya: nefritis dan onikolisis.3
Nikolsky sign untuk mencari kulit lapisan atas yang terlepas dari bagian bawah ketika
digosok atau digores dengan lembut (gesekan biasa saja).Cara pengujian: Dokter atau suster akan
menggunakan sebuah penghapus karet, penghapus tersebut diletakan di kulit pasien dan dengan
lembut di toreh maju-mundur. Lihatgambar 1.
Gambar 1. Tanda Nikolsky4
Jika hasil positif maka akan ada area lepuhan, biasanya dalam beberapa menit. Area yang
digores oleh penghapus tersebut mempunyai karingan kulit yang sudha longgar dan akan jatuh
5
bebas ketika digores. Area dibawahnya berwarna merah jambu dan lembab, biasanya sangat
halus/lembut. Dikatakan hasil negatif jika tidak ada reaksi / kulit tidak terlepas.4-6
Pemeriksaanpenunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas. Jika terdapat leukositosis, ini menunjukkan
kemungkinan penyebabnya adalah infeksi. Bila diduga penyebabnya adalah infeksi, perlu
dilakukan pemeriksaan kultur darah untuk menentukan jenis kuman penyebabnya. Kalau
terdapat eosinofilia, kemungkinan penyebabnya adalah alergi obat. Di samping itu, juga
ditemukan adanya peningkatan enzim transaminase serum, albuminuria dan gangguan elektrolit
serta adanya gambaaran gangguan fungsi organ tubuh yng terkena.3Lihat table no.1.
Tabel no.1 data laboratorium9
Histopatologi
Gambaran histopatologiknya sesuai dengan eritema multiforme, bervariasi dari
perubahan dermal yang ringan sampai nekrosis epidermal yang menyeluruh berupa infiltrat sel
mononuklear di sekitar pembuluh-pembuluh darah dermis superfisial.Edema dan ekstravasasi sel
darah merah di dermis papilar.Degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel
subepidermal.Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang di adneksa.Spongiosis dan edema
intrasel epidermis.5-8
Diagnosis kerja
Sindrom Stevens – Jhonson (SSJ) merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput
lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat, kelainan
pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura. Nama lain dari penyakit ini
adalah Eritema Multiforme Mayor, namun yang lazim adalah SSJ. Selain itu didukung
pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan imunologis, biakan
kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi, dan pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.
Anemia dapat dijumpai pada kasus berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau
sedikit meninggi, terdapat peningkatan eosinofil.SJS dan NET (Nekrolisis Epidermal Toksik,
6
bentuk keparahan dari SSJ) merupakan peyakit rekasi akut mukokutaneus yang mengancam
jiwa, dikarenakan dikarakterisasi oleh nekrosis yang terekstensi dan pengelepasan (terkelupas)
epidermis.3Lihatgambar 2.
Gambar 2. SSJ karena obat Tetrasiklin2
Diagnosis Banding
Nekrolisis Epidermal Toksik merupakan bentuk keparahan daripada SSJ. Sehingga jika
tidak cepat diobati makan akan menimbulkan kematian. Insidensnya juga meningkat karena
penyebab utamanua adalah alergi obat dan hampir semua obat dapat dibeli bebas. Menurut
departemen ilmu bagian kulit dan kelamin FKUI, kasus ini jarang ditemukan, hanya 2-3 kasus
per tahun. Umumnya pada orang dewasa (sama dengan SSJ).Etiologinya sama dengan SSJ.
Penyebab utama ialah obat sebanyak 80-95% dari semua pasien. Penyebab utama derivat
Penisilin (24%), disusul Parasetamol (17%), dan Karbamazepin (14%). Penyebab lain adalah
analgetik/antipiretik yang lain, Klotrimoksasol, Dilantin, Klorokuin, Seftriakson, jamu, dan
aditif. Gejala klinis merupakan penyakit berat dan sering menyebabkan kematian akibat
gangguan keseimbangan cairan/elektrolit atau karena sepsis, gejalanya mirip SSJ yang berat.
Penyakit mulai secara akut dengan gejala prodormal. Pasien tampak sakit berat dengan demam
tinggi, kesadaran menurun (soporo-komatosa), kelainan kulit mulai dengan eritema generalisata
kemudian timbul banyak vesikel dan bula, dapat juga disertai dengan purpura. Lesi pada kulit
7
dapat juga disertai dengan lesi pada bibir dan selaput lendir mulut berupa erosi, eksoriasi, dan
perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah hitam pada bibir. Kelainan semacam itu
terjadi di orifisium genitalia eksterna. Juga dapat disertai kelainan pada mata seperti SSJ. Pada
NET yang terpenting ialah terjadinya epidermolisis, yaitu epidermis terlepas dari dasarnya yang
kemudian menyeluruh. Gambaran klinisya menyerupai kombustio. Adanya epidermolisis
menyebabkan tanda Nikolsky positif pada kulit yang eritematosa, yaitu kulit ditekan dan digeser,
maka kulit akan terkelupas. Epidermolisis muda dilihat pada tempat yang sering terkena tekanan,
yakni pada punggung, bokong, karena biasanya pasien berbaring. Pada sebagian pasien, kelainan
kulit hanya berupa epidermolisis dan purpura, tanpa disertai erosi, vesikel, dan bula. Kuku dapat
terlepas (onikolisis). Terkadang, terdapat perdarahan di traktus gastrointestinal. Keadaan umum
NET lebih buruk daripada SSJ, juga pada NET terdapat epidermolisis (sedangkan SSJ tidak).
Demam lebih tinggi pada NET.6Lihatgambar 3.
Gambar 3. Epidermolisis pada NET2
Komplikasi nekrosis tubular akut (pada ginjal), akibat terjadinya ketida-seimbangan
cairan, bersama-sama glomerulonefritis. Komplikasi yang lain seperti SSJ. Diagnosis banding
SSJ, Dermatitis Kontatk Iritan (karena baygon, pada kasus bunuh diri, baygon yang tumpah ke
dada menyebabkan kulit menjadi epidermolisis). Pengobatannyaberupa obat tersangka alergi
harus dihentikan. Kortikosteroid (masih kontroversial, namun Dept. Kul-Kel FKUI
menggunakan ini). Dexametason 40mg i.v sehari (dosis terbagi). Dosis leih tinggi karena NET
lebih parah daripada SSJ. Kortikosteroid perlu di taper-off .Topikal: Sulfadiazun perak (krim
8
Dermazin, silvadene). Perak dimaksudkan sebagai astrigen dan mencegah/mengobati indeksi
oleh kuman gram negatif, gram positif dan Candida, sedangkan sulfa untuk gram positif.
Meskipun hal tersebut Sulfa, namun sampai sekarang belum ditemukan kasus alergi. Efek
samping Sulfadiazin ialah: neutropenia ringan dan reversibel (sehingga tidak perlu dihentikan).
Pengobatan untuk mulut dan bibir sama dengan SSJ. Prognosisnya jika penyebabnya adalah
infeksi maka prognosisnya lebih baik daripada karena alegi obat. Jika kelainan kulit luas
(meliputi 50-70% permukaan kulit) prognosisnya buruk. Jadi luas kelainan kulitnya
memperngaruhi prognosisnya. Juga bila terdapat purpura luas dan leukopenia. Angka kematian
lebih tinggi daripada SSJ karena memang penyakitnya lebih berat daripada SSJ.6
Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (S4)
Dahulu penyakit S4 ini dimasukan ke dalam bagian penyakit NET, namun setelah tahun
1970 dilakukan penelitian oleh Milish & Glasgow pada hewan percobaan tikus, terbukti bahwa
S4 ini berbeda secara klinis dan histopatologik. S4 merupakan penyakit kulit bagian dari
pioderma. S4 ialah infeksi kulit akibat Staphulococcus aureus tipe tertentu dengan ciri khas
terdapatnya epidermolisis. Banyak diderita anak dibawah 5 tahun, dan pria lebih banyak daripada
wanita. Penyebabnya ialah : S. aureus grup II faga 52, 55, dan atau faga 71. Gejala klinisnya
demam tinggi disertai infeksi pada saluran napas bagian atas. Kelainan kulit yang pertama timbul
ialah eritema, yang timbul mendadak pada muka, leher, ketiak, dan lipat paha kemudian
menyeluruh dalam waktu 24 jam. Dalam waktu 24-48 jam akan timbul bula-bula besar
berdinding kendur. Jika kulit ynag tampaknya ditekan dan digeser, kulit tersebut akan terkelupas
sehingga memberiksan tanda Nikolsky positif. Dalam 2-3 hari terjadi pengeriputan spontan
disertai pengelupasan lembaran-lembaran kulit sehingga tampak daerah-daerah erosif. Akibat
epidermolisis tersebut gambarannya mirip kombustio (luka bakar). Daerah-daerah tersebut akan
mengering dalam beberapa hari dan terjadi deskuamasi. Deskuamasi pada daerah yang tidak
eritematosa yang tidak mengelupas terjadi dalam waktu 10 hari. Meskipun bibir sering dikenal,
tetapi mukosa jarang diserang. Penyembuhan penyakit akan terjadi setelah 10-14 hari tanpa
disertai sikatriks. Komplikasi: selulitis, pneumonia, septikemia.Diagnosis banding: NET,
bedanya ialah S4 mengenai selaput lendir (sedangkan NET jarang), juga gambaran
histopatologiknya berbeda, S4 di celah stratum granulosumm sedangakan NET di subepidermal.
Pengobatan antibiotik berupa kloksasilin: 3x250mg untuk dewasa sehari per os, dan 3x50mg
sehari per os untuk bayi. Observasi keseimbangan cairan dan elektrolit. Steroid tidak diperlukan.
9
Prognosisnya kematian dapat terjadi, terutama padi bayi dibawah 1 tahun, yang berkisar antara
1-10%. Penyebab utamanya adalah tidak adanya keseimbangan cairan/elektrolit dan sepsis.7
Eksantem fikstum multiple
Pada penyakit ini lesi timbul pada tempat yang sama dan biasanya tidak menyeluruh. Jika
sembuh meninggalkan bercak hiperpigmentasi menetap. Kelainan eksantema fikstum multipel
berupa eritem atau hiperpigmentasi dengan vesikel atau bula berbentuk bulat tau lonjong, di
atasnya, berukuran lentikular, numular sampai plakat. Lesi dapat timbul di seluruh tubuh, paling
sering di sekitar mulut, penis. Lesi di bibir dan genitalia eksterna dapat berupa erosi. Bila
sembuh lesi akan meninggalkan warna hiperpigmentasi yang akan menghilang dalam jangka
waktu yang lama.6
Etiologi
Berbagai faktor etiologi telah terlibat sebagai penyebab sindrom Stevens-Johnson. Obat
yang paling sering ditemukan sebagai penyebabnya. 4 etiologi kategori adalah sebagai berikut:
Infeksi, induksi obat, keganasan, dan Idiopatik.8
Sindrom Stevens-Johnson adalah idiopatik pada 25-50% kasus. Obat-obatan dan
keganasan yang paling sering terlibat sebagai etiologi pada orang dewasa dan orang tua. Kasus
pediatrik terkait lebih sering infeksi. Infeksi penyebab. Penyakit virus yang telah dilaporkan
menyebabkan sindrom Stevens-Johnson adalah sebagai berikut:8
- Herpes simplex virus (mungkin, tetap menjadi isu diperdebatkan)
- AIDS
- Infeksi virus Coxsackie
- Influensa
- Hepatitis
- Penyakit gondok
Pada anak-anak, virus Epstein-Barr dan enterovirus telah diidentifikasi. Lebih dari
setengah dari pasien dengan Stevens-Johnson laporan sindrom infeksi saluran pernapasan atas
terbaru.8
Etiologi bakteri meliputi:
Streptokokus grup A beta-hemolitik:
10
Difteri, Brucellosis, Lymphogranulomavenereum, Mikobakteri, Mycoplasma pneumoniae,
Infeksi riketsia, Tularemia, Penyakit tipus.8
Penyebab jamur mungkin termasuk coccidioidomycosis, dermatofitosis, dan
histoplasmosis. Malaria dan trikomoniasis dilaporkan sebagai penyebab protozoa.8
Antibiotik adalah penyebab paling umum dari sindrom Stevens-Johnson, diikuti oleh
analgesik, batuk dan obat dingin, NSAID, psychoepileptics, dan obat-obatan antigout. Antibiotik,
penisilin dan obat sulfa yang menonjol, ciprofloxacin juga telah dilaporkan. Para antikonvulsan
berikut telah terlibatadalahFenitoin, Carbamazepine, oxcarbazepine (Trileptal), Asam valproik,
Lamotrigin, Barbiturat.Mockenhapupt dkk menekankan bahwa sebagian SJS antikonvulsan
diinduksi terjadi pada 60 hari pertama penggunaan. Obat antiretroviral yang terlibat dalam
sindrom Stevens-Johnson termasuk non-nucleoside transcriptase inhibitor nevirapine dan
mungkin lain sebaliknya. Indinavir telah disebutkan.Sindrom Stevens-Johnson juga telah
dilaporkan pada pasien yang memakai obat sepertiModafinil(Provigil), Allopurinol, Mirtazapin,
TNF-alpha antagonis (misalnya, infliximab, etanercept, adalimumab), Kokain, Sertraline,
Pantoprazole, Tramadol.8
Menurut departemen Ilmu Penyakit Kulit-Kelamin FKUI bahwa penyebab utama ialah
alergi obat, lebih dari 50%. Sebagian kecil karena infeksi, vaksinasi, penyakit graft-versus-host,
neoplasma, dan radiasi. Pada penelitian Adhi Djuanda selama 5 tahun (1998-2002), SSJ yang
diduga alergi obat tersering ialah analgetik/antipiretik (45%), disusul Karbamazepin (20%) dan
jamu (13,3%). Sebagian besar jamu dibubuhi obat. Kausa lain ialah; Amoksisilon,
Klotrimoksasol, Dilantin, Klorokuin, Seftriakson, dan adiktif.8
Ada bukti kuat untuk predisposisi genetik untuk reaksi obat yang merugikan kulit yang
parah seperti sindrom Stevens-Johnson. Pengangkutan antigen leukosit manusia berikut telah
dikaitkan dengan peningkatan risikoHLA (tipebanyak).8Lihattabel no.2.
Tabel no.2 etiologi9
11
Epidemologi
Insidens SSJ dan NET diperkirakan 2-3% per juta populasi setiap tahun di Eropa dan
Amerika Serikat. Umumnya terdapat pada dewasa. Hal tersebut berhubungan dengan kausa SSJ
yang biasanya disebabkan oleh alergi obat. Pada dewasa imunitas telah berkembang dan belum
menurun seperti pada usia lanjut.3
Patogenesis
Patogenesis kelainan ini belum diketahui dengan jelas. Diduga terjadinya kelainan ini
diperankan oleh reaksi alergi tipe III dan tipe IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya
kompleks antigen-antibody yang membentuk mikro-presipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem
komplemen akibat adanya akumulasi sel neutrofil yang melepaskan lisozim yang menyebabkan
kerusakan jaringan pada organ target. Reaksi tipe IV terjadi akibat sel limfosit T yang telah
tersensititasi terkontak ulang dengan antigen yang sama lalu sel T tersebut melepaskan limfokin
dan menimbulkan reaksi peradangan. Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi
kerusakan kulit sehingga terjadi : 1) kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan
cairan; 2) stres hormonal diikuti peningkatan tsistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan
glukosuria; 3) kegagalan termoregulasi; 4) kegagalan fungsi imun; 5) infeksi.7
Penatalaksaan
Jika keadaan umum pasien SSJ baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati dengan
prednison 30-40 mg sehari. Kalau keadaan umumnya buruk dan lesi menyeluruh harus diobati
secara tepat dan cepat dan pasien harus dirawat inap. Penggunanaan obat kortikosteroid
merupakan tidakan life-saving, dapat digunakan deksametason secara intravena dengan dosis
permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Seorang pasien SSJ yang berat harus segera dirawat inap dan
diberikan deksametason 6 x 5 mg iv. Biasanya setelah beberapa hari (2-3 hari) masa kritis telah
teratasi, keadaan membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama tampak mengalami
involusi. Dosisnya segera diturunkan secara cepat, setiap hari diturunkan 5 mg, setelah dosis
telah mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet kortikosteroid misalnya prednison yang
diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari; sehari kemudian obat tersebut ditutunkan
lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Jadi lama pengobatan kira-kira 10 hari.8
12
Selain deksametason dapat digunakan pula metilprednisolon dengan dosis setara.
Kelebihan metilprednisolon ialah efek sampingnya lebih sedikit dibandingkan dengan
deksametason karena termasuk dalam golongan kerja sedang, sedangkan deksametason termasuk
golongan kerja lama, namun harganya lebih mahal.8
Antibiotik yang dipilih, hendaknya yang jarang menyebabkan alergi, berspektrum luas,
bersifat bakterisidal dan tidak atau sedikit nefrotoksik. Hendaknya antibiotik yang akan diberikan
jangan yang segolongan atau yang rumusnya mirip dengan antibiotik yang diduga menyebabkan
alergi atau obat sulfa. Hal ini untuk mencegah sensititasi silang. Obat yang memenuhi syart
tersebut misalnya siprofloksasin 2 x 400 mg iv. Klindamisin meskipun tidak berspektrum luas
juga cukup efektif bagi kuman anaerob, dosisnya 2 x 600 mg iv sehari. Obat lain juga dapat
digunakan misalnya seftriakson dengan dosis 2 gram iv sehari 1 x 1. Untuk mengurangi efek
samping kortikosteroid diberikan diet yang miskin garam dan tinggi protein, karena
kortikosteroid bersifat katabolik. Setelah seminggu diperiksa pula kadar elektrolit dalam darah.
Bila terdapat penurunan k dapat diberikan KCL 3 x 500 mg per os.8
Jika dengan terapi tersebut belum tampak perbaikan selama 2 hari, maka dapat diberikan
transfusi darah sebanyak 300 cc selama 2 hari berturut-turut. Efek transfusi darah (whole blood)
ialah sebagai imunorestorasi. Bila terdapat leukopenia prognosisnya menjadi buruk, setelah
diberi transfusi leukosit cepat menjadi normal. Indikasi pemberian transfusi darah SSJ dan NET
adalah bila terlah diobati dengan kortikosteroid dengan dosis adekuat setelah 2 hari belum ada
perbaikan. Dosisi adekuat untuk SSJ 30 mg deksametason sehari dan NET 40 mg sehari.Bila
terdapat purpura generalisata.Jika terdapat leukopenia.8
Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula ditambahkan vitamin C 500 mg atau
1000 mg sehari iv.Terapi topikal tidak sepenting terapi sistemik. Pasien dimandikan dengan
larutan permanganas kalikus 1 : 10.000. Lesi pada bibir dioleskan dengan kanalog in
orabase.Konsultasi ke bagian oftalmologi untuk kelainan pada mata. Biasanya dokter mata
memberikan airmata artifisial atau gentamisin tetes mata bila ada dugaan infeksi sekunder.
Secara rutin pasien juga kita konsultasikan ke bagian kulit kelamin untuk perawatan yang
komprehensif.8Pencegahannyaseperti hindari obat-obat pemicu (jangan digunakan lagi). Edukasi
pada pasien obat apa saja yang dapat menyebabkan SSJdan menjaga kesehatan.8
Komplikasi
13
Yang tersering adalah broncopneumonia. Komplikasi lain ialah kehilangan cairan/darah,
gangguan keseimbangan elektrolit, dan shock. Pada mata dapat terjadi kebutaan akibat gangguan
lakrimasi.3
Prognosis
Kalau kita bertindak tepat dan cepat, maka prognosis cukup memuaskan. Bila terdapat
purpura yang luas dan leukopenia prognosisnya lebih buruk. Pada keadaan umum yang buruk
dan terdapat bronkopneumonia penyakit ini dapat mendatangkan kematian.7
Persentase kematian di berbagai kota di Indonesia bervariasi. Dalam publikasi Sri Lestari
dan Adhi Djuanda pada tahun 1994 dicantumkan angka kematian di berbagai kota di Indonesia.
Angka kematian di RS Dr. Kariadi Semarang 14,6%, RS DR. Soetomo Surabaya 5,1%, RS Dr.
Sardjito Yogyakarta 7,0%, RS Wangaya Denpasar 9% dan RS Denpasar 20%; sedangkan di RS
Dr. Cipto Mangunkusumo 4%. Laporan terakhir dari RS Dr. Saiful Anwar, Malang 8,7%.
Sedangkan di RS Dr. Cipto Mangunkusumo hanya 1%.7
Kesimpulan
Penyakit SSJ merupakan salah satu penyakit kulit yang sifatnya gawat-darurat/
emergensi, lebih tepatnya merupakan penyakit kulit yang bersifat mukokutaneus akut yang dapat
mengancam nyawa. Sifatnya gejala klinisnya yang utama ialah : okulo-muko-kutakenus.
Komplikasi daripada penyakit ini dapat penurunan penglihatan, terganggunya
keseimbangan cairan, infeksi, septikemia. Maka dari itu harus ditangani segera sebelum
terlambat, karena dapat menuju kematian jika terlambat ditangani atau ditangani dengan tidak
baik.
Daftar pustaka
1. Scholarly Paper. Steven Johnson Syndrome: New insights for the healthcare professional.
Atlanta, Georgia: Scholarly Editions; 2011.p.1-2.
2. Sudoyo AW, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku ajar ilmupenyakitdalam.
Jilid 3. 5th ed. Internal Publishing; 2010.p.2911-23.
14
3. Hamzah M, Djuanda A. Ilmupenyakitkulitdankelamin. 5th ed. Jakarta:
FakultasKedokteranUniversitas Indonesia; 2011.p.163-7.
4. Stevens Johnson Syndrome and Children. Skinassociation. Diunduh dari:
http://www.skinassn.org/stevens-johnson-syndrome-and-children.html. 20 April 2013.
5. Burns BT, Graham R. Lecture notes on dermatology. 8th Ed. Jakarta: Erlangga Medical
Series; 2011.p.152-4.
6. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2009.p.417.
7. Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Dalam: Pioderma. Ed.6. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2010. h.57-63.
8. Stevens-Jhonson Syndrome. Foster CS. 25 Maret 2013. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1197450-overview#showall. 20 April 2013.
9. DermatolIJ.retrospective analysis of stevens-johnson syndrome and toxic epidermal
necrolysis over a period of 10 years. Diambildariwww.ncbi.nlm.nih.gov, 20 april 2015
15