55501641-Bab-11
Transcript of 55501641-Bab-11
BAB II
TINJAUAN TEORI DAN STUDI PUSTAKA
2.1 Tinjauan Penelitian terdahulu
Beberapa penelitian mengenai corporate social responsibility di Indonesia telah
beberapa kali dilakukan. Terdapat beberapa penelitian yang bersifat mendukung penerapan
CSR, diantaranya Mirfazli dan Nurdiono (2007), menguji apakah ada perbedaan jumlah
penyajian pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial antara perusahaan dalam
kelompok aneka industri dasar yang tergolong industry high-profile dan low-profile. Hasil
dari penelitian ini terbukti bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam penyajian
jumlah pengungkapan sosial seluruh tema antara perusahaan dalam kelompok aneka industri
high-profile dengan perusahaan dalam kelompok aneka industri low-profile. Hal ini
menunjukkan bahwa banyaknya dampak sosial yang muncul pada sebagian perusahaan dalam
dua kelompok di atas yang termasuk dalam tipe high-profile yang mendorong mereka untuk
melakukan dan mengungkapkan pertanggungjawaban sosial perusahaan.
Irwanto dan Prabowo (2009) meneliti efektivitas program CSR yang dilakukan oleh
Yayasan Unilever Indonesia dan membandingkan profit untuk program CSR dengan
perusahaan sejenis. Berdasarkan hasil penelitian, didapat ada tiga program CSR yang
dilakukan oleh Yayasan Unilever Indonesia yang paling menonjol yaitu program lingkungan,
daur ulang dan pendidikan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi adalah faktor pihak
penerima bantuan, faktor organisasi dan faktor prioritas kebutuhan. Dari hasil analisis
diketahui persentase efektivitas program CSR yang dilakukan oleh Yayasan Unilever
Indonesia pada program daur ulang sebesar 4,55 dengan penilaian sangat efektif, kemudian
program lingkungan sebesar 4,59 dengan penilaian sangat efktif, dan program pendidikan
sebesar 3,89 dengan penilaian efektif.
Harmoni dan Andriyani (2008), menyatakan dalam penelitiannya bahwa Unilever
telah mencoba memanfaatkan laman resminya untuk mengungkapkan program CSR yang
dilakukannya, baik dari sisi tata kelola perusahaan, kebijakan lingkungan dan kebijakan
sosial.
Berkaitan dengan tingkat pengungkapan, hasil penelitian Zeghal dan Shadrudin (1991),
menunjukkan pengungkapan dalam laporan tahunan tidak sama antara satu kelompok industri
dengan kelompok lainnya. Gamble et.al (1995), menyatakan beberapa industri khususnya
pertambangan dan manufaktur menunjukkan kualitas ungkapan yang lebih tinggi dibanding
perusahaan dengan jenis industri lainnya. Cooke (1992), menyatakan perusahaan manufaktur
mengungkapkan informasi secara signifikan lebih tinggi dibanding industri tipe lainnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaporan non-financial issues (aspek sosial dan
lingkungan) mengalami peningkatan selama tahun 1998-2002 (Harte dan Owen, 1991; Kolk
2003). Keputusan untuk menyediakan informasi yang berkaitan dengan aspek sosial dan
lingkungan dilakukan dengan berbagai alasan (Claire 1991) misalnya : pertimbangan stock
market, menentramkan masyarakat dan pemerintah, mengubah persepsi, maupun mengurangi
berbagai political costs.
2.2 Landasan Teoritis
2.2.1 Corporate Social Responsibility
Tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) perusahaan dapat
didefinisikan sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela
mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan
interaksinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum
(Anggraini, 2006). Tanggung jawab sosial secara lebih sederhana dapat dikatakan sebagai
timbal balik perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya karena perusahaan
telah mengambil keuntungan atas masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Dimana dalam
proses pengambilan keuntungan tersebut seringkali perusahaan menimbulkan kerusakan
lingkungan ataupun dampak sosial lainnya.
Menilik sejarahnya, gerakan CSR modern berkembang pesat selama dua puluh tahun
terakhir ini, lahir akibat desakan organisasi-organisasi masyarakat sipil dan jaringannya di
tingkat global. Keprihatinan utama yang disuarakan adalah perilaku korporasi, demi
maksimalisasi laba, lazim mempraktekkan cara-cara yang tidak fair dan tidak etis, dan dalam
banyak kasus bahkan dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi. Beberapa raksasa
korporasi transnasional sempat merasakan jatuhnya reputasi mereka akibat kampanye dalam
skala global tersebut.
Pada tahun 1970-an, muncul sebuah pemikiran bahwa bumi tempat kita tinggal
memiliki daya dukung yang terbatas dimana manusia terus berkembang dan bertambah padat.
Oleh karena itu, eksploitasi perlu dilakukan secara hati-hati (Wibisono, 2007). Pada
dasarwarsa tersebut disadari timbulnya tanggung jawab sosial dengan pemikiran bahwa untuk
meningkatkan sektor produksi perlu didukung oleh peningkatan permintaan masyarakat.
Peningkatan tersebut salah satunya dapat diperoleh dengan berubahnya masyarakat yang
miskin menjadi mampu. Perubahan ini mungkin dapat dilakukan dengan adanya bantuan dari
luar, misalnya atas perbaikan sarana pendidikan dan kesehatan.
Pada tahun 1980-an terjadi perubahan atas bentuk kegiatan sosial dari yang berupa
kegiatan pendermaan menjadi ke arah pemberdayaan masyarakat. Menurut Elkingto dalam
Wibisono (2007) jika perusahaan ingin bertahan maka perlu memperhatikan 3P, yakni bukan
hanya profit yang diburu, namun juga harus memberikan kontribusi positif kepada
masyarakat (people) dan ikut aktif menjaga kelestarian lingkungan (planet).
Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth summit) di Rio de Janeiro Brazilia 1992,
menyepakati perubahan paradigma pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi (economic
growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Dalam
perspektif perusahaan, di mana keberlanjutan dimaksud merupakan suatu program sebagai
dampak dari usaha-usaha yang telah dirintis, berdasarkan konsep kemitraan dan rekanan dari
masing-masing stakeholder. Ada lima elemen sehingga konsep keberlanjutan menjadi
penting, di antaranya adalah; (1) ketersediaan dana (2) misi lingkungan, (3) tanggung jawab
sosial, (4) terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, korporat, dan pemerintah), (5)
mempunyai nilai keuntungan/manfaat.
Perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single
bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi
keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple
bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan.
Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara
berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila
perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta
bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan
terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi dan
lingkungan hidupnya.
Ebert (2003) dalam Rosmasita (2007) mendefinisikan corporate social responsibility
sebagai usaha perusahaan untuk menyeimbangkan komitmen-komitmennya terhadap
kelompok-kelompok dan individual-individual dalam lingkungan perusahaan tersebut,
termasuk didalamnya adalah pelanggan, perusahaan-perusahaan lain, para karyawan, dan
investor. CSR memberikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya
dan interaksinya dengan stakeholders yang melebihi tanggung jawab di bidang hukum
(Darwin, 2006).
Dalam kemajuan industri sekarang, tekanan masyarakat kepada perusahaan agar
mereka melakukan pembenahan sistem operasi perusahaan menjadi suatu sistem yang
memiliki kepedulian dan tanggung jawab terhadap sosial sangat kuat, perkembangan
teknologi dan industri yang pesat dituntut untuk memberikan kontribusi positif terhadap
lingkungan sekitar. Penerapan CSR dalam perusahaan-perusahaan diharapkan selain
memiliki komitmen finansial kepada pemilik atau pemegang saham (shareholders), tapi juga
memiliki komitmen sosial terhadap para pihak lain yang berkepentingan, karena CSR
merupakan salah satu bagian dari strategi bisnis perusahaan dalam jangka panjang.
Perihal penerapan CSR di Indonesia telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-
undangan dan keputusan menteri, yaitu UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
LN No.67 TLN No.4274, UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Keputusan
Menteri BUMN Nomor : Kep-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha
Milik Negara dengan Usaha kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL). Mewajibkan CSR
merupakan salah satu upaya pemerintah dalam menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan ekonomi.
Dalam menerapkan CSR, umumnya perusahaan akan melibatkan partisipasi
masyarakat, baik sebagai objek maupun sebagai subjek program CSR. Hal ini dikarenakan
masyarakat adalah salah satu pihak yang cukup berpengaruh dalam menjaga eksistensi suatu
perusahaan. Masyarakat adalah pihak yang paling merasakan dampak dari kegiatan produksi
suatu perusahaan, baik itu dampak positif ataupun negatif. Dampak ini dapat terjadi dalam
bidang sosial, ekonomi, politik maupun lingkungan. Adapun tujuan dari CSR adalah:
1. Untuk meningkatkan citra perusahaan dan mempertahankan, biasanya secara implisit,
asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik.
2. Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya kontrak sosial di
antara organisasi dan masyarakat. Kebendaan kontrak sosial ini menuntut dibebaskannya
akuntabilitas sosial.
3. Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya adalah untuk
memberikan informasi kepada investor.
Untuk itulah maka pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) perlu diungkapkan
dalam perusahaan sebagai wujud pelaporan tanggung jawab sosial kepada masyarakat.
Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang disebut
Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan mengenai kebijakan
ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di dalam
konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Sustainabitity report harus
menjadi dokumen strategik yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan
peluang Sustainability Development yang membawanya menuju kepada core business dan
sektor industrinya.
Milton Friedmans pernah mengkritisi bahwa tugas seorang manajer hanyalah
memaksimumkan return bagi para pemegang sahamnya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk
tujuan altruistik dipandang sebagai sosialisme. Di masa itu, isu-isu sensitif seperti good
governance, health and safety, environmental impacts, labor rights, social and ethical issues,
corruption, dan social development impacts, memang bukanlah “santapan” dunia bisnis.
Kalaupun tanggung jawab sosial perusahaan dijalankan, lebih didasari motif utilitarian
mengejar commercial benefit di balik simpati publik dan pemerintah.
Saat ini iklim bisnis telah banyak berubah. Entitas bisnis dituntut untuk lebih transparan
dan akuntabel dalam interaksinya. Ia menjadi “pusat perhatian” media, konsumen, dan
bahkan pemerintah. Dan karena entitas bisnis mempunyai pengaruh kuat terhadap komunitas,
sudah selayaknya entitas bisnis tersebut memiliki tanggung jawab kepada komunitasnya.
Yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial perusahaan menurut Lawrence et. al.
(2005:46) adalah bahwa perusahaan seharusnya menyajikan tiap kegiatan mereka yang
membawa dampak terhadap manusia komunitas, dan lingkungan mereka secara akuntabel.
Hopkins (2002) dalam Prasetyawati (2007:7) CSR diartikan sebagai suatu tindakan etis atau
tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholders. Tindakan etis atau tanggung jawab
tersebut dimaksudkan agar mendapat penerimaan dari masyarakat luas. Tanggung jawab
sosial meliputi aspek sosial dan lingkungan, dalam hal ini aspek ekonomi telah tercakup
dalam aspek sosial. Stakeholders terdiri dari pihak dalam dan luar perusahaan. Tujuan utama
dari tanggung jawab sosial adalah untuk meningkatkan standar hidup, tanpa
mengesampingkan pencapaian keuntungan untuk semua pihak baik yang berada di dalam
ataupun di luar perusahaan.
Sedangkan menurut Darwin (2006), secara luas CSR diartikan sebagai suatu
mekanisme yang mengintegrasikan isu sosial dan isu lingkungan ke dalam operasi
perusahaan, dan kemudian mengkomunikasikannya dengan pada stakeholders. Dimana
ruang lingkup CSR itu terkait erat dengan dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan
oleh akibat operasi perusahaan. Oleh sebab itu, CSR mencakup pula tanggung jawab dan
komitmen perusahaan terhadap para stakeholdersnya (terutama pemegang saham, pelanggan,
pemasok, karyawan, dan masyarakat). Djogo (2005) CSR diartikan sebagai pengambilan
keputusan yang dikaitkan dengan nilai-nilai etika, memenuhi kaidah-kaidah dan keputusan
hukum dan menghargai manusia masyarakat dan lingkungan.
Menurut Wibisono (2007) perusahaan memperoleh beberapa keuntungan karena
menerapkan tanggung jawab sosialnya antara lain: untuk mempertahankan dan mendongkrak
reputasi dan brand image perusahaan; layak mendapatkan ijin untuk beroperasi (social
license to operate), mereduksi risiko bisnis perusahaan melebarkan akses ke sumber daya;
membentangkan akses menuju market; mereduksi biaya; memperbaiki hubungan dengan
stakeholders, memperbaiki hubungan dengan regulator; dan meningkatkan semangat dan
produktivitas karyawan.
Penerapan CSR sangat dipengaruhi oleh pandangan perusahaan mengenai CSR.
Wibisono (2007) menjelaskan beberapa cara pandang perusahaan terhadap CSR, yaitu: (l)
Sekedar basa-basi atau keterpaksaan. Perusahaan mempraktekkan CSR karena external
driven (faktor eksternal), environmental driven (karena terjadi masalah lingkungan dan
reputation Drive/karena ingin mendongkrak citra perusahaan); (2) Sebagai upaya memenuhi
kewajiban (compliance); (3) CSR diimplementasikan karena adanya dorongan yang tulus dari
dalam (internal driven).
Saidi (2004) dalam Tanudjaja (2008) membagi CSR menjadi 4 model, yaitu
keterlibatan langsung, melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan, bermitra dengan
pihak lain, dan mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Sementara itu,
Wibisono (2007) menjelaskan bahwa penerapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan dapat
dibagi menjadi empat tahapan, yaitu tahap perencanaan, implementasi, evaluasi dan
pelaporan.
Beberapa pendapat di atas mengandung pengertian bahwa CSR adalah sebuah tindakan
yang diambil oleh perusahaan sebagai wujud tanggung jawab perusahaan terhadap
stakeholders (pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan baik dalam maupun luar
perusahaan) atas berbagai dampak terhadap sosial maupun lingkungan yang ditimbulkan oleh
operasi perusahaan juga sebagai wujud kesadaran perusahaan atas posisinya sebagai bagian
dari suatu masyarakat yang juga turut bertanggung jawab atas kemajuan dan kelestarian
lingkungan dan masyarakat tempatnya beroperasi.
2.2.2 Beberapa Pendekatan Terkait dengan Tanggung Jawab Perusahaan
Ada beberapa pendekatan terkait dengan perubahan tanggung jawab perusahaan
menurut Glautier dan Underdown (2000) dalam Utami (2004:17-18):
1. Pendekatan Ekonomi Klasik
Pendekatan ini berpandangan bahwa perusahaan hanya memiliki satu tujuan, yaitu
memaksimalkan keuntungan. Dalam hal ini tujuan perusahaan harus mampu
memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham.
2. Pendekatan Manajerial
Pendekatan ini berpandangan bahwa manajer perusahaan harus membuat keputusan yang
memelihara keseimbangan yang wajar antara klaim pemegang saham, karyawan,
pelanggan, suplier, dan masyarakat umum. Perusahaan berusaha menjembatani
kepentingan dan membuat pertimbangan yang wajar tentang kepentingan yang beragam
dari koalisi ini. Hal. tersebut merupakan satu cara untuk memastikan tujuan
memaksimumkan keuntungan jangka panjang.
3. Pendekatan Lingkungan Sosial
Pendekatan ini beranggapan bahwa laba adalah salah satu alat atau cara untuk mencapai
tujuan dan bukan merupakan tujuan itu sendiri. Pendekatan ini memandang bahwa laba
bukan merupakan tujuan akhir, melainkan merupakan sarana untuk mencapai tujuan yang
lebih luas, yaitu tercapainya sasaran-sasaran sosial. Konsekuensinya, perusahaan
diharapkan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial
yang ada di lingkungannya seperti pengangguran, sistem pendidikan, pencemaran,
perumahan, dan sebagainya.
2.2.3 Ruang Lingkup Corporate Social Responsibility (CSR)
Menurut Ernst dan Ernst (2001) dalam Utami (2004:18-21) antara lain:
1. Lingkungan
Aspek-aspek lingkungan dalam operasi merupakan tanggung jawab manajemen. Antara
lain dapat diwujudkan dengan melakukan pengendalian polusi yang berkaitan dengan
aktivitas usaha pencegahan atau perbaikan kerusakan lingkungan sebagai akibat
pemrosesan sumber daya alam dan konservasinya.
2. Tujuan sosial perusahaan
Dapat dilihat dari usaha pengurangan efek sosial eksternalitas negatif akibat industri dan
dalam mengadopsi teknologi yang efisien untuk meminimalkan penggolongan sumber
daya yang tidak dapat digantikan dan meminimumkan produksi limbah.
3. Energi
Perusahaan bertanggung jawab atas usaha penghematan energi yang berkaitan dengan
aktivitas usaha perusahaan. Perusahaan juga bertanggung jawab atas peningkatan efisiensi
penggunaan energi pada produk-produk perusahaan.
4. Praktik usaha yang sehat
Meliputi hubungan perusahaan yang berkaitan dengan kelompok-kelompok yang
mempunyai kepentingan khusus, meliputi:
a. Jabatan bagi kelompok minoritas
b. Jabatan bagi kaum wanita
c. Jabatan bagi kelompok yang berkepentingan lainnya
d. Promosi bagi kelompok minoritas
e. Dukungan bagi pengusaha
5. Sumber daya manusia
Pada area ini, tanggung jawab sosial perusahaan berkaitan dengan efek dari aktivitas
perusahaan, yaitu terhadap orang-orang yang menyangkut terhadap sumber daya manusia
dari perusahaan. Aktivitas-aktivitasnya meliputi:
a. Praktik perekrutan
b. Praktik pelatihan
c. Tingkat gaji dan upah
d. Kesehatan Pekerja
e. Keamanan kerja dan stabilitas angkatan kerja
f. Peningkatan pengalaman rotasi pekerjaan
g. Kebijakan transfer dan promosi
6. Keterlibatan masyarakat
Tanggung jawab sosial perusahaan pada sektor ini meliputi aktivitas-aktivitas
kemasyarakatan yang berkaitan dengan kesehatan, pendidikan, seni dan pengungkapan
aktivitas kemasyarakatan lainnya.
7. Produk dan jasa
Meliputi aspek kualitatif produk, sebagai contoh adalah kegunaan, daya tahan umur,
keselamatan dan kemudahan servis dan efek-efek produk tersebut pada pencemaran. Di
damping itu, termasuk pula kepuasan konsumen, nilai kebenaran iklannya, juga
kelengkapan dan kejelasan label dan kemasan.
Menurut Darwin (2006) ruang lingkup CSR terdiri dari lima pokok, yaitu:
1. Hak Asasi Manusia (HAM). Bagaimana perusahaan menyikapi masalah HAM dan strategi
serta kebijakan apa yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari terjadinya
pelanggaran HAM di perusahaan yang bersangkutan.
2. Tenaga Kerja (Buruh). Bagaimana kondisi tenaga kerja di supply chain, di pabrik sendiri,
dan di kantor pusat mulai dari soal sistem penggajian, kesejahteraan hari tua dan
keselamatan kerja peningkatan keterampilan dan profesionalisme karyawan, sampai pada
soal penggunaan tenaga kerja di bawah umur.
3. Lingkungan Hidup. Bagaimana strategi dan kebijakan yang berhubungan dengan masalah
lingkungan hidup. Bagaimana perusahaan mengaksi dampak lingkungan atas produk atau
jasa mulai dari pengadaan bahan baku sampai buangan limbah, dan dampak lingkungan
yang diakibatkan oleh proses produksi dan distribusi produk.
4. Sosial-masyarakat. Strategi dan kebijakan dalam bidang sosial dan pengembangan
masyarakat setempat (community development), dampak operasi perusahaan terhadap
kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat.
5. Dampak Produk dan Jasa terhadap Pelanggan. Apa saja yang dilakukan oleh perusahaan
untuk memastikan bahwa produk dan jasa bebas dari dampak negatif, seperti:
mengganggu kesehatan, mengancam keamanan, dan produk terlarang.
Menurut Gloutie (2000) dalam Zuhroh (2003) tema-tema yang diungkapkan dalam
wacana akuntansi tanggung jawab sosial adalah:
1. Kemasyarakatan, tema ini mencakup aktivitas kemasyarakatan yang diikuti oleh
perusahaan, misalnya aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan, dan seni, serta
pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lainnya.
2. Ketenagakerjaan, tema ini meliputi dampak aktivitas perusahaan pada orang-orang dalam
perusahaan tersebut. Aktivitas tersebut meliputi rekruitmen, program pelatihan, gaji dan
tunjangan, mutasi dan promosi, dan lainnya.
3. Produk dan konsumen, tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produk atau jasa, antara
lain kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam iklan,
kejelasan atau kelengkapan isi pada kemasan dan lainnya.
4. Lingkungan hidup, tema ini meliputi aspek lingkungan dari proses produksi, yang meliputi
pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan
kerusakan lingkungan akibat pemrosesan sumber daya alam dan konversi sumber daya
alam.
Sedangkan menurut Harahap (2002), keterlibatan sosial yang dilakukan oleh
perusahaan berdasarkan keadaan di negara Indonesia, yaitu:
1. Lingkungan hidup, antara lain: pengawasan terhadap efek polusi, perbaikan pengrusakan
alam, konservasi alam, keindahan lingkungan, pengurangan polusi suara, penggunaan
tanah, pengelolaan sampah dan air limbah, riset dan pengembangan lingkungan, kerja
sama dengan energi, yaitu antara lain: konservasi dan penghematan energi yang dilakukan
oleh perusahaan dalam aktivitasnya.
2. Sumber daya manusia dan pendidikan, antara lain: keamanan dan kesehatan karyawan,
pendidikan karyawan, kebutuhan keluarga dan rekreasi karyawan, menambah dan
memperluas hak-hak karyawan, usaha untuk mendorong partisipasi, perbaikan pensiun,
beasiswa bantuan pada sekolah, pendirian sekolah, membantu pendidikan tinggi, riset dan
pengembangan, pengangkatan pegawai dari kelompok miskin, dan peningkatan karir
karyawan.
3. Praktek bisnis yang jujur, antara lain: memperhatikan hak-hak karyawan wanita jujur
dalam iklan, kredit, service, produk, jaminan, mengontrol kualitas produk, pemerintah,
universitas, dan pembangunan lokasi rekreasi.
4. Membantu masyarakat lingkungan antara lainnya: memanfaatkan tenaga ahli perusahaan
dalam mengatasi masalah sosial di lingkungannya, tidak campur tangan dalam struktur
masyarakat, membangun klinik kesehatan, sekolah, rumah ibadah, perbaikan desa atau
kota sumbangan kegiatan sosial masyarakat, perbaikan perumahan desa, bantuan dana,
perbaikan sarana pengangkutan pasar.
5. Kegiatan seni dan kebudayaan, antara lain: membantu lembaga seni dan budaya, sponsor
kegiatan seni dan budaya, penggunaan seni dan budaya dalam iklan, merekrut tenaga
yang berbakat dalam seni dan olah raga.
6. Hubungan dengan pemegang saham, antara lain: sifat keterbukaan direksi pada semua
persero, peningkatan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan, pengungkapan
keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial.
7. Hubungan dengan pemerintah, antara lain: menaati peraturan pemerintah, membatasi
kegiatan lobbying, mengontrol kegiatan politik perusahaan, membantu lembaga
pemerintah sesuai dengan kemampuan perusahaan, membantu secara umum peningkatan
kesejahteraan sosial masyarakat, membantu proyek dan kebijakan pemerintah,
meningkatkan produktivitas sektor informal, pengembangan dan inovasi manajemen.
Model atau pola CSR yang umum diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia
(Saidi dan Abidin, 2004) sebagai berikut:
1. Keterlibatan langsung, perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan
menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan ke masyarakat
tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, perusahaan biasanya menugaskan salah satu
pejabat seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi
bagian dari tugas pejabat public relation.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial milik perusahaan, perusahaan mendirikan yayasan
sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Model ini merupakan adopsi yang lazim
dilakukan di negara maju. Di sini perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau
dana abadi yang dapat digunakan untuk operasional yayasan.
3. Bermitra dengan pihak lain, perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama
dengan lembaga/organisasi non pemerintah, instansi pemerintah, universitas atau media
massa baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorium, perusahaan turut mendirikan,
menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial
tertentu. Pihak konsorsium yang dipercaya oleh perusahaan-perusahaan yang
mendukungnya akan secara proaktif mencari kerja sama dari berbagai kalangan dan
kemudian mengembangkan program yang telah disepakati.
2.2.4 Aktivitas dalam Akuntansi Sosial
Terdapat lima jenis aktivitas dalam akuntansi sosial menurut Mathew (2000) dalam
Utami (2004: 22), yaitu:
1. Social Responsibility Accounting (SRA)
SRA adalah pengungkapan informasi secara sukarela baik informasi yang bersifat
kualitatif maupun informasi yang bersifat kuantitatif yang dibuat oleh organisasi yang
bertujuan untuk memberi informasi ataupun mempengaruhi sekelompok pengguna
informasi tersebut. Sub disiplin ini bertujuan untuk mengungkapkan item-item individual
yang mempunyai dampak sosial pada sektor privat dalam jangka pendek. Ukuran yang
digunakan bersifat non keuangan dan kualitatif, contoh: laporan tentang karyawan,
akuntansi sumber daya manusia, dan demokrasi industrial.
2. Total Impact Accounting (TIA)
TIA meliputi pengukuran seluruh biaya yang ditanggung perusahaan akibat operasi usaha
yang dijalankan, baik biaya privat maupun biaya publik (eksternalitas). Displin ini juga
disebut Cost Benefit Analysis (CBA) untuk menilai seberapa besar social cost dan social
benefit yang terjadi karena aktivitas operasional perusahaan, seperti biaya pengobatan
karena polusi yang ditimbulkan oleh limbah pabrik. Sedangkan social benefit adalah
manfaat yang diterima dan dirasakan oleh pihak dalam maupun pihak luar perusahaan
sebagai akibat kegiatan sosial perusahaan.
3. Socio Economic Accounting (SEA)
Sub displin ini dipergunakan untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan yang didanai oleh
masyarakat, baik yang menggunakan ukuran-ukuran finansial maupun non finansial.
Biasanya digunakan dalam sektor manufaktur. SEA merupakan proses pengukuran,
pengaturan dan pengungkapan dampak pertukaran antara perusahaan dengan
lingkungannya. SEA timbul dari dampak penerapan akuntansi dalam ilmu sosial. Ini
menyangkut peraturan, pengukuran analisis, dan pengungkapan pengaruh ekonomi dan
sosial dari kegiatan pemerintah dan perusahaan. Hal ini termasuk kegiatan yang bersifat
makro dan mikro. Pada tingkat makro bertujuan untuk mengukur dan mengungkapkan
kegiatan ekonomi dan sosial negara mencakup social accounting dan reporting, serta
peranan akuntansi dalam pembangunan ekonomi.
4. Socio Indicator Accounting
Sub disiplin ini digunakan untuk mengukur aktivitas dalam skala makro. Indikator-
indikator yang disusun dipergunakan untuk pengambilan keputusan mengukur pencapaian
tujuan.
5. Societal Accounting
Ditujukan untuk mencari gambaran yang tepat tentang hubungan akuntansi dengan
lingkungannya, dimana hubungan tersebut sangat tergantung pada budaya setempat.
2.2.5 Pengungkapan
Laporan keuangan merupakan media komunikasi antara manajemen perusahaan dengan
pihak-pihak yang berkepentingan. Menurut Statement Financial Accounting Concept (SFAC)
No.1, tujuan pelaporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang berguna bagi
investor, calon investor, kreditor, calon kreditor dan para pemakai izin dalam membuat
keputusan investasi, kredit, dan keputusan lainnya secara rasional. Informasi yang terkandung
dalam laporan keuangan sangat penting sebagai dasar mengalokasikan dana-dana investasi
secara efisien dan produktif. Perusahaan-perusahaan memberikan laporan keuangan kepada
berbagai stakeholders dengan tujuan untuk memberikan informasi yang relevan dan tepat
waktu agar berguna dalam pengambilan keputusan investasi, monitoring, penghargaan kerja
dan pembuatan kontrak-kontrak.
Kualitas keputusan investasi dipengaruhi oleh kualitas pengungkapan perusahaan yang
diberikan melalui laporan tahunan. Scott (1997:92) menunjukkan dua manfaat pengungkapan
penuh; yang pertama pengungkapan memungkinkan investor membuat keputusan investasi
lebih baik dan kedua pengungkapan meningkatkan kemampuan pasar modal untuk investasi
langsung yang paling produktif. Pengungkapan tidak hanya penting untuk masa sekarang,
tetapi juga untuk masa yang akan datang. Wolk et. al. dalam Subroto (2004: 83) alasan
semakin pentingnya pengungkapan pada masa mendatang adalah karena lingkungan bisnis
tumbuh semakin kompleks, dan pasar modal mampu menyerap dan mencerminkan informasi
baru dalam harga saham secara cepat.
Pengungkapan penting bagi investor, karena dengan adanya pengungkapan maka resiko
informasi yang diterima investor lebih kecil. Berkurangnya resiko informasi ini dapat
meningkatkan rasa aman investor untuk melakukan investasi pada sekuritas perusahaan
publik tersebut. Dengan demikian, investor akan memberikan kepercayaan lebih tinggi pada
perusahaan yang memberikan pengungkapan laporan keuangan secara lebih lengkap daripada
perusahaan yang laporan keuangannya kurang lengkap. Pengungkapan juga diperlukan oleh
investor untuk meningkatkan kualitas investasi mereka karena dengan adanya pengungkapan
semua informasi yang relevan tersedia lebih banyak.
Bukan hanya investor yang berkepentingan dengan adanya pengungkapan laporan
keuangan. Pihak-pihak lain di luar perusahaan (stakeholders) juga sangat membutuhkan.
Dengan adanya pengungkapan maka pemerintah sebagai pemegang kendali peraturan bisa
mengambil kebijakan yang terkait dengan perusahaan/bidang usaha yang bersangkutan secara
tepat. Selain itu, pihak lain seperti pengamat lingkungan, masyarakat umum (pengguna hasil
perusahaan) dapat memberi penilaian kepada perusahaan secara lebih objektif.
2.2.6 Definisi Pengungkapan
Hendriksen (1987:203) menyatakan bahwa pengungkapan merupakan penyajian
informasi yang diperlukan untuk operasi optimal pasar modal yang efisien. Dalam
interpretasi yang lebih luas pengungkapan terkait dengan informasi baik yang terdapat dalam
laporan keuangan maupun komunikasi tambahan (supplementary communication) yang
terdiri atas catatan kaki, informasi kejadian setelah tanggal laporan, analisis manajemen atas
operasi di masa mendatang, perkiraan keuangan serta operasi dan operasi lainnya. Menurut
Wolk et. al. dalam Subroto (2004: 84) pengungkapan merupakan informasi yang ada dalam
laporan keuangan maupun komunikasi pelengkap yang mencakup catatan kaki, peristiwa
setelah pelaporan, analisa manajemen atas operasi yang akan datang, peramalan keuangan
dan operasi, serta laporan keuangan tambahan.
Pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory), yaitu pengungkapan informasi
yang wajib dilakukan oleh perusahaan yang didasarkan pada peraturan atau standar tertentu.
Menurut SAK, pengungkapan yang wajib meliputi pengungkapan dalam laporan keuangan,
catatan atas laporan keuangan dan informasi pelengkap yang diwajibkan. Selain bersifat
wajib, pengungkapan juga ada yang bersifat sukarela (voluntary) yang merupakan
pengungkapan informasi yang melebihi persyaratan minimum dari peraturan yang berlaku.
Pengungkapan ini merupakan wujud dari pemenuhan terhadap tekanan masyarakat untuk
meningkatkan citra perusahaan di mata publik. Suripto dan Baridwan dalam Subroto (2004:
85) mengatakan bahwa pengungkapan sukarela merupakan pilihan bebas manajemen
perusahaan untuk memberikan informasi akuntansi dan informasi lainnya yang dipandang
relevan sebagai dasar untuk membuat keputusan oleh para pemakai laporan tahunan.
2.2.7 Tujuan Pengungkapan
Tujuan pengungkapan menurut SEC (Security Exchange Commision) dikategorikan
menjadi dua:
1. Protective Disclosure, yang dimaksudkan sebagai upaya perlindungan terhadap investor.
2. Informative Disclosure, yang bertujuan memberikan informasi yang layak kepada
pengguna laporan.
Sedangkan menurut Belkaoui (2000) tujuan pengungkapan ada enam, yaitu:
1. Untuk menjelaskan item-item yang diakui dan untuk menyediakan ukuran yang relevan
dari item-item tersebut selain ukuran dalam laporan keuangan.
2. Untuk menjelaskan item-item yang belum diakui dan untuk menyediakan ukuran yang
bermanfaat bagi item-item tersebut.
3. Untuk menyediakan informasi untuk membantu investor dan kreditor dalam menentukan
rasio dan item-item yang potensial untuk diakui dan yang belum diakui.
4. Untuk menyediakan informasi penting yang dapat digunakan oleh pengguna laporan
keuangan untuk membandingkan antar perusahaan.
5. Untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan kas keluar di masa
mendatang.
6. Untuk membantu investor dalam menetapkan return dan investasi.
2.2.8 Kuantitas dan Kualitas Pengungkapan
Tuntutan para stakeholders terhadap akuntabilitas perusahaan publik semakin hari
semakin tinggi. Kondisi ini semakin memaksa perusahaan untuk lebih memperhatikan berapa
banyak informasi yang harus diungkapkan. Dalam hal ini perusahaan harus mengetahui
tentang informasi mana yang seharusnya diungkap dan informasi mana yang tidak perlu
diungkap. Tuanakota (1986: 221) menyatakan tiga konsep umum tentang pengungkapan yang
umumnya diusulkan:
1. Pengungkapan yang cukup (adequate) merupakan pengungkapan yang minimal cukup
untuk membuat laporan yang tidak menyesatkan.
2. Pengungkapan yang wajar (fair) merupakan pengungkapan yang memberikan perlakuan
yang sama bagi semua pembaca yang potensial.
3. Pengungkapan yang lengkap (full) merupakan penyajian semua informasi yang relevan.
Bagi beberapa pihak pengungkapan yang lengkap ini dikatakan sebagai penyajian
informasi yang berlebihan sehingga tidak bisa dikatakan layak.
Dalam PSAK tahun 2007 dinyatakan bahwa karakteristik kualitatif merupakan ciri khas
yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai. Terdapat empat
karakteristik kualitatif pokok yaitu: dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat
diperbandingkan.
l. Dapat Dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah
kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai
diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis,
akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar.
Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan
keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi
tersebut terlalu sulit untuk dipahami oleh pemakai tertentu.
2. Relevan
Agar bermanfaat, informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam
proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan jika dapat
mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi
peristiwa masalah masa kini atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi, hasil
evaluasi mereka di masa lalu.
3. Keandalan
Agar dapat bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas
handal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat
diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang tulus dan jujur (faithful representation)
dari yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan.
4. Dapat diperbandingkan
Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan perusahaan antar periode
untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga
harus dapat memperbandingkan laporan keuangan antar perusahaan untuk mengevaluasi
posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan secara relatif, Oleh karena itu,
pengukuran dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa
harus dilakukan secara konsisten untuk perusahaan tersebut, antar periode perusahaan
yang sama dan untuk perusahaan yang berbeda.
2.2.9 Tipe Pengungkapan
Semakin banyak tema dan item atau unsur yang diungkapkan oleh suatu perusahaan
maka dikatakan bahwa tingkat pengungkapan tanggung jawab sosialnya semakin luas.
Dengan kata lain, tingkat/luas pengungkapan berarti banyaknya jumlah item-item yang
diungkapkan oleh suatu perusahaan dibandingkan dengan junlah keseluruhan item yang
selayaknya diungkapkan.
Berkaitan dengan tingkat pengungkapan, hasil penelitian Zeghal dan Shadrudin
(1991), Cooke (1992), Gamble et.al. (1995), dan Kolk (2003) menunjukkan pengungkapan
dalam laporan tahunan tidak sama antara satu kelompok industri dengan kelompok lainnya.
Gamble et.al. menyatakan beberapa industri khususnya pertambangan dan manufaktur
menunjukkan kualitas ungkapan yang lebih tinggi dibanding perusahaan dengan jenis industri
lainnya. Cooke menyatakan perusahaan manufaktur mengungkapkan informasi secara
signifikan lebih tinggi dibanding industri tipe lainnya. Di Indonesia penelitian Utomo (2000),
Fitriany (2001), dan Masnila (2006) menunjukkan hasil yang sama.
2.2.10 Metode Pengungkapan
Pedoman umum yang dipakai untuk memilih atau menentukan metode pengungkapan
adalah bahwa informasi seharusnya disajikan dalam bentuk yang dapat dengan mudah
dipahami oleh seseorang dengan pengetahuan rata-rata, relevan, andal, dan dapat
dibandingkan. Ada tujuh metode pengungkapan menurut Hendriksen (1987):
1. Bentuk dan susunan laporan formal
Bentuk dan susunan laporan formal mencakup tiga laporan utama, yaitu: laporan posisi
(position statement),laporan arus kas (income statement), dan laporan perubahan posisi
keuangan (funds statement).
2. Terminologi dan penyajian terinci
Dalam laporan keuangan harus digunakan istilah-istilah yang jelas dan umum digunakan
dalam analisis keuangan, dan informasinya harus terinci.
3. Informasi selipan (Parenthical information)
Informasi yang sangat penting seharusnya disajikan langsung dalam ikhtisar keuangan
yang bersangkutan bukan dalam catatan kaki (footnotes) ataupun dalam bentuk daftar
tambahan (suplementary schedule). Apabila judul atau nama pos-pos neraca dan ikhtisar
laba/rugi terlalu panjang untuk disajikan maka dapat disajikan sebagai catatan setelah
judul dalam laporan.
4. Catatan kaki (footnotes)
Catatan kaki merupakan sarana menyajikan pengungkapan yang tidak dapat ditempatkan
dalam ikhtisar keuangan yang bersangkutan dan tidak boleh bertentangan atau bersifat
pengulang terhadap informasi yang disajikan dalam ikhtisar keuangan.
5. Ikhtisar dan skedul pelengkap (Supplementary statement and supplementary schedule)
Supplementary statement merupakan informasi tambahan atau informasi yang disajikan
dalam bentuk yang agak berbeda dari ikhtisar keuangan dasar.
6. Sertifikasi Auditor
Sertifikasi auditor bukan merupakan tempat yang tepat untuk mengungkapkan informasi
keuangan yang signifikan mengenai perusahaan, namun ia berperan sebagai satu metode
untuk mengungkapkan jenis informasi sebagai berikut:
a. Pengaruh yang material dari penggunaan metode akuntansi yang berbeda dari yang
diterima umum.
b. Pengaruh yang material dari perubahan satu metode akuntansi yang lazim ke metode
akuntansi yang lazim lainnya.
c. Perbedaan pendapat antara auditor dengan klien mengenai dapat diterima atau tidaknya
suatu prinsip akuntansi dalam laporan tersebut.
7. Surat Direktur Utama (The president letter)
Untuk jenis informasi tertentu dapat disajikan secara langsung oleh manajemen dalam
bentuk surat dari direktur utama. Informasi tambahan ini mencakup :
a. Kejadian-kejadian non keuangan dan perubahan-perubahan selama tahun tersebut yang
mempengaruhi operasi perusahaan.
b. Harapan dan perkiraan di masa mendatang dari industri yang bersangkutan dan
ekonomi serta peran perusahaan dalam harapan ini.
c. Rencana pertumbuhan dan perubahan dalam operasi pada periode atau periode-periode
berikutnya.
d. Jumlah dan pengaruh yang diharapkan dengan adanya pengeluaran untuk barang-
barang modal saat ini dan yang diantisipasi dilakukan serta usaha-usaha penelitian.
2.2.11 Manfaat Pengungkapan
Tujuan dari pengungkapan laporan keuangan adalah untuk memenuhi kebutuhan
informasi para pemakai laporan keuangan dan juga pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap perusahaan. IAI dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan menyatakan pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor
potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya pelanggan,
pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat. Mereka menggunakan laporan
keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda.
1. Investor. Penanam modal beresiko dan penasehat mereka berkepentingan dengan resiko
yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka
membutuhkan informasi untuk membantu menentukah apakah harus membeli, menahan,
atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang
memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar deviden.
2. Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik pada informasi
mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan. Mereka juga tertarik pada informasi
yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan
balas jasa, manfaat pensiun dan kesempatan kerja.
3. Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk
memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar setelah jatuh tempo.
4. Pemasok dan kreditor usaha lainnya tertarik dengan informasi yang memungkinkan
mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh
tempo. Kreditor usaha berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih
pendek dari pada pemberi pinjaman kecuali kalau sebagai pelanggan utama mereka
tergantung pada kelangsungan hidup perusahaan.
5. Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup
perusahaan terutama jika mereka terlibat dengan perjanjian jangka panjang dengan, atau
tergantung pada perusahaan.
6. Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada di bawah kekuasaannya berkepentingan
dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perusahaan.
Mereka juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan
kebijakan pajak dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan
statistik lainnya.
7. Perusahaan mempengaruhi anggota masyarakat dengan berbagai cara. Misalnya
perusahaan dapat memberikan kontribusi berarti kepada perekonomian nasional, termasuk
jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan terhadap penanam modal domestik.
Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi
kecenderungan (trend) atau perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta
rangkaian aktivitasnya.
2.2.12 Pengungkapan Sosial sebagai Tanggung Jawab Perusahaan
Tanggung jawab adalah suatu kewajiban perusahaan yang tidak hanya menyediakan
barang dan jasa baik bagi masyarakat maupun juga dalam mempertahankan kualitas
lingkungan sosialnya secara fisik maupun memberikan kontribusi positif terhadap
kesejahteraan masyarakat dimana mereka berada. Perusahaan bertanggung jawab secara
sosial ketika manajemennya memiliki visi atas kinerja operasionalnya, tidak hanya
mengutamakan atas laba/profit perusahaan tetapi juga dalam menjalankan aktivitasnya,
memperhatikan lingkungan yang ada disekitarnya. Perusahaan tidak hanya memandang laba
sebagai satu-satunya tujuan dari perusahaan tetapi ada tujuan yang lainnya yaitu kepedulian
perusahaan terhadap lingkungan, karena perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih
luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham (Gray et. al., 1987).
Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai Corporate social
reporting adalah proses pengkomunikasian efek-efek sosial dan lingkungan atas tindakan-
tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada
masyarakat secara keseluruhan (Gray et. al., 1987). Kontribusi negatif perusahaan terhadap
lingkungan sekitamya telah menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat adalah dengan
mengungkapkan informasi-informasi mengenai operasi perusahaan sehubungan dengan
lingkungan sebagai tanggung jawab perusahaan.
Menurut Gray et. al., (1995) ada dua pendekatan yang secara signifikan berbeda dalam
melakukan penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama
pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlakukan sebagai suatu
suplemen dari aktivitas akuntansi konvensional. Pendekatan ini secara umum akan
menganggap masyarakat keuangan sebagai pemakai utama pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan dan cenderung membatasi persepsi tentang tanggung jawab sosial yang
dilaporkan.
Pendekatan alternatif kedua dengan meletakkan pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan pada suatu pengujian peran informasi dalam hubungan masyarakat dan
organisasi. Pandangan yang lebih luas ini telah menjadi sumber utama kemajuan dalam
pemahaman tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dan sekaligus
merupakan sumber kritik yang utama terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Gray et. al., (1995) menyebutkan 3 studi yang menjelaskan mengapa perusahaan
cenderung untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak
yang ditimbulkan oleh emiten tersebut, yaitu:
1. Decision-userfulnes study
Penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti menemukan bahwa informasi sosial
dibutuhkan users, seperti analis, banker, dan pihak lain yang terlibat. Penelitian tersebut
menyebutkan bahwa informasi aktivitas sosial perusahaan berada pada posisi moderately
important.
2. Economic theory study
Studi dalam corporate responsibility reporting ini mendasari pada Economic agency
theory dan Accounting positivism theory yang menganalogikan manajemen sebagai agen
dari suatu prinsipal. Prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau traditional users
lain. Namun, pengertian users tersebut telah berkembang menjadi seluruh interest group
perusahaan yang bersangkutan sebagai agen, manajemen akan berupaya mengoperasikan
perusahaan sesuai dengan keinginan publik (stakeholder).
3. Social and political theory studies
Bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi organisasi, dan teori ekonomi
publik. Teori stakeholder mengasumsikan bahwa perusahaan berusaha mencari
pembenaran dari para stakeholder dalam menjalankan operasi perusahaannya. Semakin
kuat posisi stakeholder, semakin besar kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri
terhadap keinginan stakeholder-nya.
Pengungkapan sosial dalam tanggung jawab perusahaan sangat perlu dilakukan, karena
bagaimanapun Juga perusahaan memperoleh nilai tambah dari kontribusi masyarakat di
sekitar perusahaan termasuk dari penggunaan sumber-sumber sosial (social resources). Jika
aktivitas perusahaan menyebabkan kerusakan sumber-sumber sosial maka dapat timbul
adanya biaya sosial (social cost) yang harus ditanggung oleh masyarakat, sedang apabila
perusahaan meningkatkan mutu social resources maka akan menimbulkan social benefit
(manfaat sosial).
Beberapa alasan lain perusahaan mengungkapkan kinerja sosialnya, antara lain:
1. Jika perusahaan tidak mengungkapkan CSR secara sukarela, dikhawatirkan pengungkapan
tersebut akan menjadi kebijakan pemerintah yang bersifat wajib.
2. Sebagai legitimasi atas kegiatan yang dilakukan perusahaan.
3. Untuk mengalihkan perhatian pemakai laporan dari isu lain.
4. Untuk meningkatkan citra perusahaan di hadapan publik.
5. Untuk meningkatkan keuntungan kompetitif.
6. Pemenuhan hak para stakeholder untuk mengetahui aktivitas perusahaan.
7. Untuk mendapat keuntungan politik.
8. Dorongan untuk mengkomunikasikan aktivitas perusahaan kepada khalayak.
9. Untuk menjelaskan pola pengeluaran perusahaan.
Pengungkapan kinerja sosial perusahaan menurut Ikhsan dan Ishak dalam Syam (2007),
baik secara internal maupun eksternal, dapat ditempuh melalui beberapa pendekatan, yaitu:
1. Audit sosial, yaitu mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan
dari program-program yang berorientasi sosial dan operasi perusahaan yang reguler.
Mulanya, manajer perusahaan diminta membuat daftar aktivitas dengan konsekuensi
sosial. Setelah daftar tersebut dihasilkan, auditor sosial kemudian mengukur dan menilai
dampak-dampak dari kegiatan sosial perusahaan.
2. Laporan-laporan sosial. Laporan eksternal terpisah yang menggambarkan hubungan
perusahaan dengan komunitasnya, dikembangkan salah satunya oleh David Linowes. Ia
membagi laporannya dalam tiga kategori: hubungan dengan manusia hubungan dengan
lingkungan, dan hubungan dengan produk.
3. Pengungkapan dalam laporan tahunan. Beberapa perusahaan menerbitkan laporan tahunan
kepada pemegang saham disertai beberapa informasi sosial yang dilakukan. Namun,
melalui informasi yang dicantumkan dalam laporan tahunan tersebut, belum dapat dinilai
kinerja sosial perusahaan secara komprehensif, karena kebanyakan informasi yang
diungkapkan dalam laporan tahunan bersifat sukarela dan selektif. Dalam artian, bisa jadi
perusahaan hanya menyoroti kontribusi positifnya dan mengabaikan dampak negatif yang
ditimbulkan dari aktivitas usahanya.
2.2.13 Pelaporan Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan
Ada dua jenis ungkapan dalam pelaporan keuangan yang telah ditetapkan oleh badan
yang memiliki otoritas di pasar modal. Yang pertama adalah ungkapan wajib (mandatory
disclosure), yaitu informasi yang harus diungkapkan oleh emiten yang diatur oleh peraturan
pasar modal di suatu negara. Sedangkan yang kedua adalah ungkapan sukarela (voluntary
disclosure), yaitu ungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan
oleh standar yang ada. Pengungkapan sosial yang diungkapkan perusahaan merupakan
informasi yang sifatnya sukarela. Karenanya, perusahaan memiliki kebebasan untuk
mengungkapkan informasi yang tidak diharuskan oleh badan penyelenggara pasar modal.
Keragaman dalam pengungkapan disebabkan oleh entitas yang dikelola oleh manajer yang
memiliki filosofis manajerial yang berbeda dan keluasan dalam kaitannya dengan
pengungkapan informasi kepada masyarakat.
Standar pelaporan pertanggungjawaban sosial sampai saat ini belum mempunyai
standar yang baku, hal ini dikarenakan adanya permasalahan yang berhubungan dengan biaya
dan manfaat sosial. Perusahaan dapat membuat sendiri model pelaporan pertanggungjawaban
sosialnya.
Dalam menyusun dan mengungkapkan informasi tentang aktivitas pertanggungjawaban
sosial perusahaan, Zhegal & Ahmed (1990) mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan
pelaporan sosial perusahaan, yaitu sebagai berikut :
1. Lingkungan. Bidang ini meliputi aktivitas pengendalian pencemaran dan pelestarian
lingkungan hidup. Meliputi, pengendalian terhadap polusi, pencegahan atau perbaikan
terhadap kerusakan lingkungan, konservasi alam, dan pengungkapan lain yang berkaitan
dengan lingkungan.
2. Energi. Bidang ini meliputi aktivitas dalam pengaturan penggunaan energi dalam
hubungannya dengan operasi perusahaan dan peningkatan efisiensi terhadap produk
perusahaan. Meliputi, konservasi energi, efisien energi, dan lain-lain.
3. Praktek bisnis yang wajar. Meliputi pemberdayaan terhadap minoritas dan perempuan,
dukungan terhadap usaha minoritas, tanggung jawab sosial.
4. Sumber daya manusia. Bidang ini meliputi aktivitas untuk kepentingan karyawan sebagai
sumber daya manusia bagi perusahaan maupun aktivitas di dalam suatu komunitas.
Aktivitas tersebut antara lain, program pelatihan dan peningkatan keterampilan, perbaikan
kondisi kerja upah dan gaji serta tunjangan yang memadai, pemberian beberapa fasilitas,
jaminan keselamatan kerja pelayanan kesehatan, pendidikan, seni, dan lain-lain.
5. Produk. Meliputi keamanan, pengurangan polusi, dan lain-lain.
2.2.14 Indonesia sustainability Reporting Awards (ISRA)
Indonesia Sustainability Reporting Awards (ISRA) adalah penghargaan yang diberikan
kepada perusahaan-perusahaan yang telah membuat pelaporan atas kegiatan yang
menyangkut aspek lingkungan dan sosial disamping aspek ekonomi untuk memelihara
keberlanjutan (sustainability) perusahaan itu sendiri. ISRA merupakan penghargaan terhadap
perusahaan-perusahaan yang telah menyelenggarakan laporan keberlanjutan (sustainability
report), baik yang diterbitkan secara terpisah maupun terintegrasi dalam laporan tahunan
(annual report).
Tujuan ISRA adalah sebagai berikut :
1. Memberikan pengakuan terhadap organisasi-organisasi yang melaporkan dan
mempublikasikan informasi mengenai lingkungan, sosial, dan informasi keberlanjutan
terintegrasi.
2. Mendukung pelaporan di bidang lingkungan, sosial, dan keberlanjutan.
3. Meningkatkan akuntabilitas perusahaan dengan menekankan tanggung jawab terhadap
pemangku kepentingan utama (keys take holders).
4. Meningkatkan kesadaran perusahaan terhadap transparansi dan pengungkapan.
Penghargaan tahunan ini terselenggara atas kerjasama Institut Akuntan Manajemen
Indonesia (IAMI-d/h IAI-KAM) dan National Center for Sustainability Reporting (NCSR).
ISRA 2010 akan melakukan penilaian terhadap pelaporan keberlanjutan (sustainability
reporting) termasuk pelaporan kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan
tahunan 2009. Penilaian tersebut akan dilakukan oleh dewan juri yang terdiri dari berbagai
pemangku kepentingan utama, termasuk : Institut Akuntan Publik Indonesia, Kementerian
Negara Lingkungan Hidup, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan-
Departemen Keuangan RI, Bursa Efek Indonesia Perguruan Tinggi, National Comitte on
Governance, press media, dan lembaga swadaya masyarakat.
Tahun 2010, merupakan tahun keenam penyelenggaraan ISRA. Sejak Tahun 2005,
telah terjadi beberapa perubahan dalam kriteria penilaian dan kategori pemenang. Kriteria
penilaian untuk laporan keberlanjutan yang digunakan dalam ISRA 2010 mengacu kepada
Global Reporting Initiative (CRI) Sustainability Reporting Guidelines versi 3.0. Sementara
itu, kategori pemenang ISRA dibagi menjadi:
1. Best Sustainability Report 2009 Kelompok A (Meliputi perusahaan-perusahaan dalam
industri: Pertanian, pertambangan, serta Industri dasar dan kimia) .
2. Best Sustainability Report 2009 Kelompok B (Meliputi perusahaan-perusahaan dalam
industri: Properti dan real estat, Aneka industri, serta Industri barang konsumsi)
3. Best Sustainability Report 2009 Kelompok C (Meliputi perusahaan-perusahaan dalam
industri: Jasa Keuangan. Infra struktur, utilitas dan transportasi, serta Perdagangan, jasa dan
investasi)
4. Best CSR Reporting in Annual Report 2009
5. Best Sustainability Report on Website 2010
Khusus untuk tahun ini, ISRA 2010 merubah kategori penjurian menjadi Best
Sustainability Reporting berdasarkan kelompok yang sesuai dengan yang ada di kriteria
Annual Report Award serta Bursa Efek Indonesia. Sebagai upaya melakukan benchmarking
dan penyesuaian tingkat laporan sesuai dengan industry.
Proses penjurian dalam ISRA terdiri dari penilaian atas laporan dan interview dengan
manajemen perusahaan-perusahaan Peserta.