53237951 Ketuban Pecah Dini

download 53237951 Ketuban Pecah Dini

of 13

description

kpd

Transcript of 53237951 Ketuban Pecah Dini

KETUBAN PECAH DINI

KETUBAN PECAH DINIFebruary 9, 2011

KETUBAN PECAH DINI (PROM)

PENDAHULUAN

Tolak ukur keberhasilan dan kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara diukur dengan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal. Diseluruh dunia terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa pertahun dan kematian bayi khususnya 10.000.000 jiwa pertahun. Sebesar 99% terjadi di negara sedang berkembang .

Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup menurut Profil Kesehatan Indonesia, 2005. Salah satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran hidup. Ketuban pecah dini (KPD) merupakan penyebab yang paling sering terjadi pada saat mendekati persalinan. Kejadian KPD mendekati 10% dari semua persalinan. Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu kejadiannya sekitar 4%. Kemungkinan infeksi ini dapat berasal dari dalam rahim (intrauterine), biasanya infeksi sudah terjadi tetapi ibu belum merasakan adanya infeksi misalnya kejadian ketuban pecah dini. Hal ini dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janinnya .

KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif. Selain itu terdapat berbagai macam komplikasi pada neonatus meliputi respiratory distress syndrome, cord compression, oligohidramnion, enterokolitis nekrotikans, gangguan neurology, infeksi neonatal dan perdarahan interventrikular.

Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan. Dilema sering terjadi pada penanganan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan sehingga masa tunggu akan memanjang, yang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.

DEFINISI

Ketuban pecah dini adalah pecahnya amnion atau khorion sebelum terdapat tanda mulai persalinan. Ketuban dinyatakan pecah dini bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Sebagian besar kasus ini terjadi pada waktu mendekati kelahiran, tetapi saat ketuban pecah sebelum masa gestasi 37 minggu, maka disebut preterm PROM(PPROM) atau ketuban pecah dini preterm. KPD memanjang (Prolonged rupture of membrane ) merupakan KPD lebih dari 24 jam yang berhubungan dengan peningkatan risiko infeksi intra-amnion. Pada kehamilan aterm kurang lebih 8% pasien mengalami ruptur membran sebalum masa persalinan.

Terdapat berbagai teori yang mendefinisikan KPD seperti teori yang menghitung berapa jam sebelum in partu, misalnya 2 atau 4 atau 6 jam sebelum in partu. Ada juga yang menyatakan dalam ukuran pembukaan serviks pada kala I, misalnya ketuban yang pecah sebelum pembukaan serviks 3 cm pada primigravid atau 5 cm pada multigravid dan sebagainya.

EPIDEMIOLOGI

Insiden PROM berkisar 3% sehingga 18.5% dari semua kehamilan. Preterm PROM berlaku dalam setiap 3% kehamilan dan menyebabkan 1/3 dari kelahiran prematur. KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 % , sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau PPROM terjadi sekitar 34 % semua kelahiran prematur. KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan repiratory distress syndrom(RDS) 8% hingga10% wanita dengan PROM adalah aterm dan akan diikuti dengan persalinan dalam tempoh 24 jam selepas ruptur membran dalam 90% kasus. Bila PPROM yang berlaku pada minggu ke 28 hingga minggu ke-34, 50% pasien akan melahirkan dalam tempoh 24 jam dan 80-90% pasien akan melahirkan dalam tempoh satu minggu. Jika pada minggu kurang dari 26 sering diikuti dengan persalinan dalam tempoh satu minggu.

FAKTOR RISIKO

Berbagai faktor risiko berhubungan dengan timbulnya ketuban pecah dini. Ras kulit hitam cenderung memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih. Pasien dengan status sosioekonomi rendah , perokok, riwayat penyakit menular seksual, riwayat persalinan preterm sebelumnya, perdarahan pervaginam atau distensi uteri (misal polihidramnion dan gemelli) memiliki risiko tinggi. Tindakan prosedural seperti amniosentesis juga dapat memicu ketuban pecah dini.

ETIOLOGI

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut : Serviks inkompeten. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi). Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/ Korioamnionitis). Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)

PATOGENESIS

Penelitian terbaru mengatakan PPROM terjadi karena meningkatnya apoptosis dari komponen sel dari membrane fetal dan juga peningkatan dari enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks extraselular amnion. Kolagen amnion interstisiel terutama tipe I dan III yang dihasilkan oleh sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.

Matrix metalloproteinase (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam remodelling tisu dan degradasi dari kolagen. MMP-2, MMP-3 dan MMP-9 ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi pada kehamilan dengan PPROM. Aktivitas MMP ini diregulasi oleh tissue inhibitors of matrix metalloproteinases (TIMPs). TIMPs ini pula ditemukan rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan PPROM. Peningkatan enzim protease dan dan penurunan dari inhibitor mendukung teori yang enzim-enzim ini mempengaruhi kekuatan dari membran fetal.

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker-marker apoptosis di membran fetal pada PPROM berbanding dengan membran pada kehamilan yang normal. Banyak penelitian yang mengatakan bahawa PPROM terjadi karena gabungan dari aktivasi aktititas degradasi kolagen dan kematian sel yang membawa kepada kelemahan dinding membran fetal .

DIAGNOSIS

Anamnesis. Dari anamnesis sahaja bisa menegakkan 90% dari diagnosis. Kadangkala cairan seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir. Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.

InspeksiPengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.

Pemeriksaan inspekuloLangkah pertama dalam mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Yang dinilai adalah: Keadaan umum dari cervix, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari cervix. Dilihat prolaps dari tali pusat atau extrimitas bayi. Bau dari amnion yang khas juga diperhatikan Pooling dari cairan amnion pada fornix posterior mendukung diagnosis KPD.Melakukan perasat vasalva atau menyuruh pasien batuk untuk memudahkan melihat pooling. Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test.Kertas nitrazine akan berubah kepada biru jika ph cairan diatas 6.0-6.5.Sekret vagina ibu hamil adalah pH 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning Tes ini bisa memberikan hasil positif palsu bila tersamarkan dengan cairan seperti darah, semen, atau vaginitis seperti trichomonas. Mikroskopik (tes pakis). Jika dengan pooling dan tes nitrazine masih samar dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari cairan yang di ambil dari fornix posterior. Cairan di swab kemudian dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dibawah mikroskop gambaran ferning yang menandakan cairan amnion. Dilakukan juga kultur dari swab untuk Chlamydia,gonorrhea,dan Group B streptococcus.

Pemeriksaan Lab Pemeriksaan Alpha-fetoprotein (AFP) .Mempunyai konsentrasi tinggi didalam cairan amnion tetapi tidak di semen atau urin. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalysis Tes Pakis Tes Lakmus (Nitrazine test)

Pemeriksaan ultrasonogarphy (USG)Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit (oligohydramions atau anhydramions). Oligihydramions ditambah dengan anamnesis dari pasien bisa membantu diagnosis tapi bukan menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai Amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin , dan usia janin. Ultrasonografi dapat mengindentifikasikan kehamilan ganda, anormaly janin atau melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis dan sering digunakan dalam mengevaluasi janin. Ultrasound guided amnionfusion dengan menggunakan indigo carmine, dapat dilakukan apabila semua pemeriksaan masih memberikan hasil yang meragukan.Kemudian tampon dimasukkan kedalam vagina dan dikeluarkan lalu cairan yang keluar diobservasi.

PENATALAKSANAANKetuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten. 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.Minggu ke 24- 31 Persalinan sebelum minggu ke 32 dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas neonatal. Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksis sehingga mencapai 34 minggu. Namun begitu, harus di informasikan kepada keluarga pasien bahwa sering kali kehamilan tersebut akan diikuti dengan persalinan dalam tempoh 1 minggu. Kontraindikasi untuk melakukan terapi secara konservatif adalah chorioamnionitis, abruptio placentae, dan nonreassuring fetal testing.Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi. Denyut jantung bayi harus la dimonitor secara berterusan. Jika stabil bisa dilakukan tiap 8 jam. Ini karena kompresi dari tali pusat sering terjadi terutama pada PPROM yang < 32 minggu bisa dilakukan tiap 3-4 minggu jika suspek pertumbuhan janin terhambat. Selain itu perlu diobservasi tanda-tanda vital ibu. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital diperhatikan takikardi , suhu melebihi 38C, kontraksi rahim yang regular, nyei tekan pada fundus uterus atau leukositosis adalah tanda-tanda amnionitis. jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, persalinan diakhiri tanpa memandang umur kehamilan. Preterm PROM bukan kontraindikasi persalinan pervaginam.Minggu > 32

Bila telah dikonfirmasi permatangan paru, resiko melakukan konservatif melebihi resiko melakukan induksi/augmentasi. Dianjurkan melakukan induksi pada wanita dengan PPROM melebihi 32 minggu disamping pemberian antibiotik.Minggu ke 34 - 36 Tidak dianjurkan untuk memperpanjang masa kehamilan. Induksi persalinan bisa dilakukan setelah minggu ke 34.Walau pada minggu ke 34 tidak dianjurkan pemberian kortikosteroid namun pemberian antibiotik untuk B streptococcus sebagai profilaksis sangat dianjurkan.Aterm (> 37 Minggu)Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent Makin muda umur kehamilan makin memanjang periode latent .Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah dan belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, jika gagal dilakukan bedah caesar. Beberapa meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan memerhatikan skor bishop jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria. (7,9)PENGOBATANKortikosteroidRegimen 12 mg Betamethason(celestone) tiap 24 jam selama dua hari atau Dexamethasone (Decadron) 12mg/tiap 12 jam secara intramuskular selama dua hari. Kortikosteroid direkomendasikan dibawah 32 minggu. Pemberian pada 32-34 minggu masih menjadi kontorversi manakala untuk kehamilan 34 minggu ke atas tidak dianjurkan kecuali terbukti paru janin masih belum matang dengan amniosintesis. Pemberian kortikosteroid pada penderita KPD dengan kehamilan kurang bulan diharapkan tercapainya pematangan paru janin, mengurangkan komplikasi pada neonatal seperti pendarahan intraventrikular dan RDS..AntibiotikAmpicillin 2 g secara intravena diberikan tiap 6 jam bersamaan dengan erythromycin 250 mg tiap 6 jam selama dua hari. Diikuti dengan pemberian antibiotik oral, amoxicillin 250mg tiap 8 jam dan erythromycin 333 mg tiap 8 jam selama lima hari. Pemberian antibiotik terbukti memperpanjangkan masa laten dan mengurangi resiko infeksi seperti postpartum endometritis, chorioamnionitis, neonatal sepsis, neonatal pneumonia, dan pendarahan intraventricular. Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan.Terapi TocolyticTerapi tokolitik bisa memperpanjang masa laten sementara tetapi tidak memberikan efek yang lebih baik pada janin pada pemberiannya. Penelitian tentang pemberian tokolitik dalam menangani kasus PPROM masih kurang sehinggakan pemberiannya bukanlah indikasi.KOMPLIKASI Infeksi Walaupun ibu belum menunjukan infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi intrauteri terlebih dahulu sebelum gejala pada ibu dirasakan. Infeksi ini melalui ascending fetoplasental infection atau melalui darah, usus, tuba. Infeksi dapat pula terjadi melalui infeksi intra uterin: Staphylococcus, Streptococcus, E. Coli, Klebsiella, jamur, virus, bakteri anaerob. Partus prematurusKetuban yang pecah dapat merangsang janin untuk keluar. Ini dapat dicegah dengan pemberian tokolitik Prolaps Tali Pusat Distosia ( partus kering / dry labor)Menyebabkan gesekan anak dan jalan lahir serta kontraksi uterus tidak simetris karena bentuk uterus tidak sesuai dengan bentuk janin.

TABLE 1Complications of Preterm PROM

ComplicationsIncidence (%)

Delivery within one week50 to 75

Respiratory distress syndrome35

Cord compression32 to 76

Chorioamnionitis13 to 60

Abruptio placentae4 to 12

Antepartum fetal death1 to 2

DAFTAR PUSTAKA1. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics 22ND EDITION 2005 .2. Dee Harney M Alan & Pernoll L Martin . Current Obstetric Gynecologic Diagnostic & Treatment , Lange Medical Book .3. Wiknjosastro Hanifa , Saifuddin Bari Abdul , Rachimhadhi Trijatmo . Ilmu Kebidanan , edisi ketiga , cetakan keempat ; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo , 1997.4. http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html5. http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview

6