4.Bab 1,2,3 Talasemia
-
Upload
arif-nurmansyah-s -
Category
Documents
-
view
8 -
download
3
description
Transcript of 4.Bab 1,2,3 Talasemia
1
BAB I
PENDAHULUAN
Talasemia merupakan gangguan permbentukan hemoglobin yang diturunkan.
Talasemia ditemukan pertama kalinya secara bersamaan di Amerika Serikat dan Itali
antara 1925-1927. Kata talasemia dimaksudkan untuk mengaitkan penyakit tersebut
dengan penduduk Mediterania, dalam bahasa Yunani Thalasa berarti laut.1 Talasemia
ditemukan tersebar diseluruh ras Mediterania, Timur Tengah India sampai Asia
Tenggara. Dalam 30 tahun terakhir ini, daerah tersebut telah mengalami perubahan
pola penyakit yang bermakna. Peningkatan kebersihan dan pelayanan kesehatan
menyebabkan penyakit infeksi dan malnutrisi berkurang. Dulu, bayi yang lahir
dengan kelainan darah meninggal pada usia kurang dari 1 tahun. Tapi saat ini
sebagian besar berhasil selamat dan memerlukan diagnosis dan penatalaksanaan yang
lanjut. Karena penatalaksanaan talasemia cukup mahal, perubahan pola penyakit ini
akan menghabiskan dana yang cukup besar di negara frekuensi talasemia tinggi.1
Talasemia α0 ditemukan terutama di Asia Tenggara dan Kepulauan Mediterania,
talasemia α+ tersebar di Afrika, Mediterania, Timur Tengah, India, dan Asia Tenggara.
Angka kariernya mencapai 40-80%. Talasemia β memiliki distribusi yang sama
dengan talasemia α. Dengan kekecualian di beberapa negara, frekuensinya rendah di
Afrika, tinggi di Mediterania, dan bervariasi di Timur Tengah, juga Asia Tenggara.1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi dan Klasifikasi
Talasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis Hb
yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.2 Pada
talasemia α, sintesis rantai globin berkurang, sedangkan pada talasemia β, sintesis
rantai β globin tidak ada (diberi nama talasemia β0), atau sangat berkurang (talasemia
β+). Tidak seperti hemoglobinopati yang mencerminkan kelainan kualitatif, talasemia
terjadi akibat kelainan kuantitatif sintesis rantai globin.3
Ada 3 jenis talasemia secara klinis, yaitu :
1. Talasemia mayor : sangat tergantung pada transfusi
2. Talasemia minor/ karier : tanpa gejala
3. Talasemia intermedia
Talasemia juga dapat diklasifikasikan secara genetik menjadi α, β, dan δβ sesuai
dengan rantai globin yang berkurang produksinya.1
2.2 Etiologi dan Patofisiologi
Talasemia disebabkan oleh delesi gen.2 Terdapat pola kompleks defek molekuler yang
mendasari talasemia.3 Pengurangan produksi satu atau lebih rantai globin inilah yang
3
menyebabkan terdapatnya grup kelainan sintesis hemoglobin yang heterogen.
Talasemia ini diwariskan sebagai sifat kodominan autosomal. Bentuk heterozigot
(talasemia minor) mungkin asimptomatik atau bergejala ringan. Bentuk homozigot
(talasemia mayor) berkaitan dengan anemia hemolitik yang berat.2
Patologi molekuler, bagaimana ketidakseimbangan rantai globin mempengaruhi
kegagalan eritropoesis dan kecepatan pengrusakan eritrosit, yaitu :
Talasemia Beta
Lebih dari 150 mutasi telah diketahui tentang talasemia β, sebagian besar
disebabkan oleh perubahan satu basa. Dari mutasi ini, yang tersering sebagai
penyebab adalah mutasi yang menyebabkan kelainan pemrosesan m RNA.
Berkurangnya sintesis β-globin menyebabkan pembentukkan HbA kurang memadai
sehingga konsentrasi Hb keseluruhan (MCHC) per sel berkurang, dan sel tampak
hipokromik. Yang jauh lebih penting a---dalah komponen hemolitik pada talasemia
ini. Hal ini bukan disebabkan oleh tidak adanya β-globin, tetapi oleh kelebihan relatif
rantai α-globin, yang sintesisnya normal. Rantai α yang tidak berpasangan
membentuk agregat tak larut yang mengendap di dalam eritrosit. Badan sel ini
merusak membran sel, mengurangi plastisitas, dan menyebabkan eritrosit rentan
terhadap fagositosis oleh sistem fagosit mononukleus.2
Talasemia Alfa
Patologi molekularnya lebih kompleks daripada talasemia Beta, karena adanya 2
gen α-globin pada tiap pasang kromosom 16. genotip normalnya digambarkan α α/ α
α. Talasemia α0 disebabkan oleh delesi 2 gen tersebut. Homozigot dan heterozigot
4
digambarkan -/- dan -/ α α.2 Bentuk lain talasemia α yang disebabkan oleh mutasi,
mirip talasemia β. Sebagai tambahan, didapatkan sindrom talasemia α dengan
retardasi mental ringan. Dengan penelitian klinis dan molekuler, ini berhubungan
dengan delesi bagian akhir lengan pendek kromosom 16.
Patologi Seluler
Meskipun dasarnya ketidakseimbangan produksi rantai globin, konsekuensi kelebihan
rantai α dan β pada talasemia α dan β berbeda. Kelebihan rantai α pada talasemia β,
tak dapat membentuk tetramer dan mengendap pada prekursor eritrosit. Sedangkan
kelebihan rantai γ dan β, mampu membentuk tetramen yang viable dan membentuk
hemoglobin Bart’s dan H. Perbedaan ini mempengaruhi patologi seluler kelainan ini.1
Talasemia Beta
Kelebihan rantai α mengendap pada membran sel eritrosit dan prekursornya. Hal ini
menyebabkan pengrusakan prekursor eritrosit yang hebat intrameduler. Eritrosit yang
mencapai darah tepi memiliki inclusion bodies yang menyebabkan pengrusakan di
lien dan oksidasi membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan
penumpukan besi pada eritrosit. Sehingga talasemia β terjadi berkurangnya produksi
dan umur eritrosit. 1
Talasemia Alfa
Pembentukkan tetramer HbH dan Bart’s menyebabkan eritropoiesis kurang
efektif. Tetramer HbH sering mengendap seiring dengan penuaan sel, mengahasilkan
inclusion bodies. Proses hemolitik merupakan gambaran utama kelainan ini.1
5
2.3 Gambaran Klinis Talasemia
Talasemia Beta
Hampir semua anak dengan talasemia beta homozigot dan heterozigot
memperlihatkan gejala klinis sejak lahir, yaitu:
gagal tumbuh,
kesulitan makan,
infeksi berulang, dan
kelemahan umum.
KU: tampak pucat dan didapatkan splenomegali.
Pada stadium ini tidak ada tanda klinis lain dan diagnosis hanya ditegakkan
berdasarkan kelainan hematologi. Bila menerima transfusi berulang, pertumbuhannya
biasanya normal sampai pubertas. Pada saat itu, jika tidak cukup mendapat terapi
kelasi, tanda-tanda kelebihan zat besi akan mulai nampak. Gambaran khas klinis
talasemia mayor ada dua1:
1. Cukup mendapat transfusi : Pertumbuhan dan perkembangannya akan normal,
splenomegali biasanya tidak ada,
2. Anemia kronis sejak kanak-kanak. Hal ini terjadi pada pasien yang tidak mendapat
transfusi inadekuat sehingga pertumbuhan & perkembangannya terganggu.
Perubahan hematologi :
Pertama kali datang biasanya Hb berkisar 2-8 g/dl. Eritrosit hipokromik dengan
berbagai ukuran dan bentuk. Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan
peningkatan sistem eritroid.
6
Talasemia Alfa
Sindrom hidrops Hb Bart’s biasanya terjadi dalam rahim. Bila hidup, biasanya hanya
dalam waktu pendek. Gambaran klinisnya: hidrops fetalis dengan edema premagna
dan hepatosplenomegali. Kadar Hb 6-8 gr/dl dengan eritrosit hipokromik dan
beberapa inti. Beberapa bayi berhasil diselamatkan dengan transfusi tukar dan
transfusi berulang. Pertumbuhan dan perkembangan bisa mencapai normal.1
Pada HbH disease ditandai dengan anemia dan splenomegali sedang. Memiliki variasi,
beberapa tergantung transfusi, sedangkan sebagian besar bisa tumbuh normal tanpa
transfusi.1
Gambaran klinis secara umum3:
1. Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6 bulan setelah kelahiran.
2. Hepatosplenomegali terjadi akibat destruksi eritrosit yang berlebihan, hemopoesis
ektramedula, dan lebih lanjut akibat penimbunan besi.
3. Pelebaran tulang karena hiperplasia sumsum tulang yang hebat sehingga
menyebabkan terjadinya facies talasemia.
2.4 Pemeriksaan Penunjang Talasemia
Diagnosis laboratorium3
1. Terdapat anemia mikrositik hipokrom ringan (talasemia minor) sampai berat
(talasemia mayor) dengan presentase retikulosit tinggi disertai normoblast,
dijumpai sel target pada sediaan apus darah tepi.
7
2. Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tidak adanya atau hampir tidak adanya
HbA (Adult) dan hampir semua hemoglobin dalam darah adalah HbF (Fetal).
3. Rontgen foto torak Pada talasemia mayor terdapat gambaran ‘rambut berdiri’
akibat ekspansi sumsum tulang ke dalam tulang kortikal.
2.5 Penatalaksanaan Talasemia
Penatalaksanaan klinis
1. Transfusi sel darah merah
Pemberian sel darah merah yang teratur mengurangi komplikasi anemia dan
eritropoiesis inefektif sehingga membantu pertumbuhan dan perkembangan selama
masa kanak-kanak dan memperpanjang ketahanan hidup pada talasemia mayor.
Keputusan untuk memulai program transfusi didasarkan pada kadar Hb <6gr/dl dalam
interval 1 bulan selama 3 bulan berturut-turut, yang berhubungan dengan
pertumbuhan yang terganggu, splenomegali, dan atau ekspansi sumsum tulang.
Sebelum dilakukan transfusi pertama, status besi dan folat pasien harus diukur.1
Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan untuk mempertahankan hemoglobin
diatas 10 g/dl setiap saat dengan Hb sasaran adalah 12g/dl.3 Biasanya membutuhkan
2-3 unit tiap 4-6 minggu.3
2. Asam folat diberikan secara teratur (misal 5mg/ hari) jika asupan diet buruk.3
3. Kelasi besi digunakan untuk mengatasi kelebihan besi.
Terapi yaitu dengan pemberian desferioksamin (iv) sebanyak 1-2 g untuk tiap unit
darah yang ditransfusikan dan melalui infus subkutan 20-40 mg/kgBB dalam 8-12
8
jam, 5-7 hari seminggu. Hal ini dilaksanakan pada bayi setelah pemberian
transfusi 10-15 unit darah. Besi yang terkhelasi oleh desferioksamin terutama
diekskresi dalam urine, tetapi hingga sepertiganya juga diekskresikan dalam tinja.3
4. Vitamin C (200mg per hari) meningkatkan ekskresi besi.3
5. Splenektomi mungkin perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan darah.
Spelenektomi harus ditunda sampai pasien berusia > 6 tahun.3
6. Terapi endokrin diberikan sebagai terapi pengganti kegagalan organ akhir atau
untuk merangsang hipofisis bila pubertas terlambat.3
7. Imunisasi hepatitis B harus dilakukan pada semua pasien non-imun.3
8. Transplantasi sumsum tulang alogenik memberi prospek kesembuhan yang
permanen.3
2.6 Komplikasi Talasemia
1) Infeksi
Hepatitis
Dilaporkan sebagai penyebab kematian tersering pasien talasemia usia > 15 tahun.1
Infeksi Yernisia
Faktor risiko dari infeksi ini adalah peningkatan beban besi tubuh dan terapi
deferoksamin (desferioksamin). Infeksi harus dicurigai pada pasein dengan kelebihan
besi yang menderita panas tinggi dan focus infeksi tidak ditemukan, seringkali disertai
dengan diare.1
9
2) Kelebihan Besi
Merupakan konsekuensi yang paling penting pada pasien talasemia yang setelah
ditransfusi darah.1 Dampak Transfusi Berulang pada Thalassemia adalah
hemosiderosis. Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang yang
tidak dapat dihindari, karena dalam setiap 500 mL darah dibawa 200 mg besi ke
jaringan. Pada individu normal, semua besi plasma terikat pada transferin. Kapasitas
transferin untuk mengikat besi terbatas sehingga bila terjadi kelebihan besi seperti
pada pasien talasemia, seluruh transferin akan berada dalam keadaan tersaturasi.
Akibatnya besi akan berada dalam plasma dalam bentuk tidak terikat, atau disebut
juga Non-Transferrin Bound Plasma Iron (NTBI).3
Besi yang berlebihan dalam tubuh terbanyak berakumulasi dalam hati, namun efek
paling fatal disebabkan oleh akumulasi di jantung. Siderosis miokardium merupakan
faktor penting yang ikut berperan pada kematian awal penderita. Gejala kelainan
jantung lain yang ditemui adalah perikarditis dan gagal jantung kongestif. Gagal
jantung yang berkelanjutan akan menyebabkan blok atrioventrikular (AV block)
sehingga dapat menyebabkan blok jantung total atau kanan atau kiri. Juga ditemukan
aritmia atrial pada setengah pasien talasemia yang mendapat transfusi teratur tanpa
terapi pengikatan besi.3 Kadar kelebihan besi dalam tubuh dapat diukur dengan
melakukan berbagai pemeriksaan penunjang, baik pengukuran secara langsung
maupun tidak langsung, berikut penjelasanya:3
10
1. Tidak langsung
Konsentrasi feritin serum/plasma
Saturasi transferin serum
Tes deferoksamin 24 jam
Pencitraan (CT scan hati, MRI hati, MRI jantung, MRI hipofisis anterior)
Evaluasi fungsi organ
2. Langsung
Biopsi hati dan jantung untuk mengetahui kadar besi pada organ tersebut. Terapi
hanya dimulai bila konsentrasi besi hati minimal 3.2 mg/g berat kering hati. Apabila
biopsi tidak mungkin dilakukan, terapi kelasi besi dapat dimulai pada pasien usia < 3
tahun yang sudah mendapat transfusi teratur selama 1 tahun.
Terapi kelasi besi secara umum harus dimulai setelah kadar feritin serum mencapai
1000 µg/L, yaitu kira-kira 10-20 kali transfusi (±1 tahun). Hemosiderosis dapat
diturunkan atau bahkan dicegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi
(iron chelating drugs). Obat pengkelasi besi yang dikenal adalah deferoksamin,
deferipron, dan deferasirox.
1. Deferoksamin (DFO)
Dosis standar adalah 40 mg/kgBB melalui infus subkutan dalam 8-12 jam dengan
menggunakan pompa portabel kecil selama 5 atau 6 malam /minggu. Lokasi infus
yang umum adalah di abdomen, daerah deltoid, maupun paha lateral. Penderita yang
menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum < 1000 µg/L. Efek
11
samping yang mungkin terjadi adalah toksisitas retina, pendengaran, gangguan tulang
dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.
2. Deferipron (L1)
Terapi standar biasanya menggunakan dosis 75 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
Kelebihan deferipron dibanding deferoksamin adalah efek proteksinya terhadap
jantung. Anderson dkk menemukan bahwa pasien talasemia yang menggunakan
deferipron memiliki insiden penyakit jantung dan kandungan besi jantung yang lebih
rendah daripada mereka yang menggunakan deferoksamin, namun masih terdapat
kontroversi mengenai keamanan dan toksisitas deferipron sebab deferipron dilaporkan
dapat menyebabkan agranulositosis, artralgia, kelainan imunologi, dan fibrosis hati.
Saat ini deferipron tidak tersedia lagi di Amerika Serikat.
3. Deferasirox (ICL-670)
Deferasirox adalah obat kelasi besi oral yang baru saja mendapatkan izin pemasaran
di Amerika Serikat pada bulan November 2005. Terapi standar yang dianjurkan
adalah 20-30 mg/kgBB/hari dosis tunggal. Deferasirox menunjukkan potensi 4-5 kali
lebih besar dibanding deferoksamin dalam memobilisasi besi jaringan hepatoseluler,
dan efektif dalam mengatasi hepatotoksisitas. Efek samping yang mungkin terjadi
adalah sakit kepala, mual, diare, dan ruam kulit.
4. Terapi Kombinasi
Dapat berupa terapi kombinasi simultan maupun sekuensial. Terapi kombinasi secara
simultan yaitu deferoksamin 2-6 hari / 1 minggu dan deferipron setiap hari selama 6-
12
12 bulan. Terapi kombinasi sekuensial adalah pemberian deferipron oral 75 mg/kgBB
selama 4 hari diikuti deferoksamin subkutan 40 mg/kgBB selama 2 hari setiap
minggunya. Terapi kombinasi diharapkan dapat menurunkan dosis masing-masing
obat, sehingga menurunkan toksisitas obat namun tetap menjaga efektifitas kelasi.
2.7 Pencegahan Talasemia
Edukasi pada masyarakat
Edukasi tentang penyakit talasemia memegang peranan yang sangat penting
dalam program pencegahan. Masyarakat harus diberi pengetahuan tentang penyakit
yang bersifat genetik dan diturunkan, terutama tentang talasemia dengan frekuensi
kariernya yang cukup tinggi di masyarakat. Pendidikan genetika harus diajarkan di
sekolah, demikian pula pengetahuan tentang gejala awal talasemia. Media massa
harus dapat berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan informasi tentang talasemia.4
Diagnosis Pranatal
Diagnosis pranatal meliputi skrining karier talasemia saat kunjungan pranatal
pada wanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining karier pada suaminya bila
wanita hamil tersebut teridentifikasi karier. Bila keduanya adalah karier, maka
ditawarkan diagnosis pranatal pada janin serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko
gen talasemia homozigot. Saat ini, program ini hanya ditujukan pada thalassemia β+
dan β0 yang tergantung transfusi dan sindroma Hb Bart’s hydrops. Diagnosis pranatal
dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu kehamilan. Metode yang digunakan adalah
identifkasi gen abnormal pada analisis DNA janin. Pengambilan sampel janin
13
dilakukan melalui amniosentesis atau biopsi vili korialis (Villi Chorealis Sampling).
WHO menganjurkan biopsi vili korialis pada usia gestasi 10-12 minggu, karena pada
usia <10 minggu ditemukan risiko malformasi janin. Seluruh prosedur pengambilan
sampel janin harus dilakukan oleh ahli fetomaternal dengan panduan USG kualitas
tinggi. Risiko terjadinya abortus pada biopsi villi korialis sekitar 1-2% bila dilakukan
oleh tenaga ahli. Sedangkan tindakan amniosentesis, yaitu mengambil cairan amnion,
umumnya efektif dilakukan pada usia kehamilan >14 minggu. Hal ini dikarenakan
untuk menjaring sel-sel janin yang baru lepas dalam jumlah cukup ke dalam cairan
amnion. Teknik ini relatif lebih mudah, namun mempunyai kelemahan pada usia
kehamilan yang lebih besar. Teknik lain yang juga sudah dikembangkan adalah isolasi
darah janin (fetal nucleated red blood cell) sebagai sumber DNA janin dari darah
perifer ibu. DNA janin dianalis dengan metode polymerase chain reaction (PCR).
Untuk mutasi talasemia, analisis dilakukan dengan Southern Blot Analysis, pemetaan
gen (gene mapping), dan restriction fragmen length polymorphism (RFLP) analysis.
Seiring dengan munculnya trauma akibat terminasi kehamilan pada ibu hamil dengan
janin yang dicurigai alami talasemia mayor, saat ini sedang dikembangkan diagnosis
pranatal untuk talasemia β sebelum terjadinya implantasi janin dengan polar body
analysis.4
Konseling genetika
Informasi dan konseling genetika harus tersedia ditempat skrining karier dilakukan.
Tenaga kesehatan tidak boleh memaksa orang untuk menjalani skrining dan harus
mampu menginformasikan pada peserta skirining bila mereka teridentifikasi karier
14
dan implikasinya. Prinsip dasar dalam konseling adalah bahwa masing-masing
individu atau pasangan memiliki hak otonomi untuk menentukan pilihan, hak untuk
mendapat informasi akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka terjamin penuh. Hal
yang harus diinformasikan berhubungan dengan kelainan genetik secara detil,
prosedur obstetri yang mungkin dijalani dan kemungkinan kesalahan diagnosis
pranatal. Informasi tertulis harus tersedia, dan catatan medis untuk pilihan konseling
harus tersimpan. Pemberian informasi pada pasangan ini sangat penting karena
memiliki implikasi moral dan psikologi ketika pasangan karier dihadapkan pada
pilihan setelah dilakukan diagnosis pranatal. Pilihan yang tersedia tidak mudah, dan
mungkin tiap pasangan memiliki pilihan yang berbeda-beda. Tanggung jawab utama
seorang konselor adalah memberikan informasi yang akurat dan komprehensif yang
memungkinkan pasangan karier menentukan pilihan yang paling mungkin mereka
jalani sesuai kondisi masing-masing.4
Bila heterozigot menikah, 1 dari 4 anak (25%) mereka bisa menjadi homozigot atau
gabungan heterozigot. Bila ibu heterozigot telah diketahui sejak lahir, pasangannya
bisa diperiksa dan bila termasuk karier, pasangan tersebut ditawari diagnosis prenatal
dan terminasi kehamilan pada fetus dengan talasemia β berat.1,5
15
BAB 3
KESIMPULAN
1. Talasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis Hb
yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin.
2. Ada 3 jenis talasemia secara klinis : talasemia mayor, minor dan intermedia.
Selain itu, talasemia juga dapat diklasifikasikan secara genetik menjadi α, β,
dan δβ sesuai dengan rantai globin yang berkurang produksinya.
3. Pada talasemia mayor penderita yang mendapat transfusi darah saja secara
rutin dapat bertahan hidup hingga dekade kedua atau ketiga, namun pada
akhirnya terjadi kelebihan zat besi.
4. Tidak hanya penatalaksanaan, namun komplikasi yang dapat terjadi akibat
penatalaksanaan tersebut juga harus diperhatikan, seperti kelebihan zat besi
post transfusi darah.
5. Melalui edukasi pada masyarakat, melakukan diagnosis pranatal dan
konseling genetika diharapkan mampu mencegah terjadinya talasemia pada
anak.