pbl talasemia 24

32
TALASEMIA Junita Karla Taneo 10 2008 161 Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester VI Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 [email protected] Abstrak Talasemia merupakan penyakit herediter pada manusia. Terjadinya penyakit ini akibat perkawinan pasangan yang carrier talasemia. Oleh karena sampai saat ini belum ada pengobatan yang pasti unutk talasemia, maka pencegahan harrus dilaksanakan. Caranya dapat dnegan menyaring penduduk yang menjadi carrier dan memberikan penjelasan kepada penduduk yang mempunyai resiko sebelum mereka mempunyai anak yang akan mengidap talasemia. Dalam hal ini penyuluhan akan talasemia ini perlu dilakukan agar orangtua mengerti dan dapat mengurangi ataupun mencegah terjadinya perkawinan antara carrier talasemia. Peenjelasan penyakit ini meloputi bagaiman terjadinya dan akibatnya bagi anak dan bagaiman juga cara pencegahannya.

description

Makalah

Transcript of pbl talasemia 24

TALASEMIA

Junita Karla Taneo

10 2008 161

Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester VI

Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

[email protected]

Abstrak

Talasemia merupakan penyakit herediter pada manusia. Terjadinya penyakit ini akibat

perkawinan pasangan yang carrier talasemia. Oleh karena sampai saat ini belum ada

pengobatan yang pasti unutk talasemia, maka pencegahan harrus dilaksanakan. Caranya

dapat dnegan menyaring penduduk yang menjadi carrier dan memberikan penjelasan

kepada penduduk yang mempunyai resiko sebelum mereka mempunyai anak yang akan

mengidap talasemia. Dalam hal ini penyuluhan akan talasemia ini perlu dilakukan agar

orangtua mengerti dan dapat mengurangi ataupun mencegah terjadinya perkawinan

antara carrier talasemia. Peenjelasan penyakit ini meloputi bagaiman terjadinya dan

akibatnya bagi anak dan bagaiman juga cara pencegahannya.

BAB I

Pendahuluan

Talasemia adalah sekumpulan heterogonus penyakit akibat dari gangguan sintesis hemoglobin

yang diwariskan secra autosom resesif.

Talasemia juga merupakan sindroma kelainan herediter darah yang paling sering terjadi di dunia.

Talasemia merupakan suatu penyakit darah yang ditandai dengan berkurang atau ketiadaan

produksi dari hemoglobin normal. Talasemia biasanya terjadi di daerah-daerah dimana terjadi

endemik malaria, khususnya malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum

Darah terdiri dari plasma yang berupa cairan, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih

(leukosit), dan keping darah (trombosit). Leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap

infeksi, dan trombosit berfungsi untuk mekanisme pembekuan darah. Eritrosit membawa satu

protein yang disebut hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat oksigen di paru-paru,

membawanya ke peredaran darah, dan melepaskannya ke sel dan jaringan tubuh.

Molekul hemoglobin terdapat pada semua eritrosit dan menjadi penyebab dari merahnya warna

darah manusia. Hemoglobin terdiri dari haem (suatu kompleks yang terdiri dari zat besi) dan

berbagai macam globin ( rantai protein yang ada di sekeliling kompleks heme).6

Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin

sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan

mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan

pecahnya sel darah tersebut.4

BAB II

ISI

Anamnesis

Keluhan utama karena anemia: Pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan

perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluhan ini mulai terlihat pada

anak usia 6 bulan.

Tanyakan kepada pasien ataupun keluarganya mengenai identitas pasien,. Perlu ditanyakan juga

pekerjaan orang tua untuk menunjang pengobatan nantinya.

Tanyakan keluhan yang dialaminya, pada kasus mengeluh pucat dan distensi abdomen. Lalu

tanyakan juga riwayat penyakit.

Tanyakan juga riwayat keluarga.6

Pemeriksaan

a. Fisik

1. Pucat

2. Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)

3. Dapat ditemukan ikterus

4. Gangguan pertumbuhan- anak lebih pendek dari pertumbuhan normal seusianya.

5. Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar6

b. Laboratorium

Anemia biasanya berat, dengan kadar Hb berkisar 3-9 g/dL

Eritrosit memperlihatkan anisositosis, poikilositosis, dan hipokromia berat. Sering

ditemuakn sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak

dijumpai pasca splenoktomid.

Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoiesis yang hiperaktif sebanding

dengan anemianya. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis Hb.

Pada talasemia beta ( ) β kadar HbF bervariasi 10-90%, sedangkan dalam keadaan

normal <1%.

Pada pemeriksaan laboratorium, penderita thalassemia berat :

1. penurunan Hemoglobin (2-5 g/dl), hematokrit, eritrosit, MCV, MCHC, MCH.

2. Kenaikan retikulosit.

3. Pada anak-anak, jumlah hemoglobin normal adalah 10 – 16 gr/dl, jumlah AL adalah

9000-12.000/ l, AL pada anak-anak adalah 200.000-400.000 / l darah, danμ μ

Hematokrit pada anak-anak adalah 33-38 volume %.5

a. Pemeriksaan Hematologi

Sediaan Hapus Darah Tepi

Tujuannya: untuk evaluasi morfologi sel darah tepi (eritrosit,leukosit, trombosit),

memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit serta mengidentifikasi parasit.

Bahan pemeriksaan :darah vena atau kapiler

Pelaporan sediaan hapus darah tepi meliputi:

1. Eritrosi : ukuran, bentuk dan warna

Normalnya: sel berbentuk bulat, tepi rata, sitoplasma merah dan pucat pada bagian

tengah. Inti sel tidak ada.

2. Leukosit: 5.000-10.000/uL

3. Trombosit: 4-8 trombosit/100 eritrosit1

Gambar 1.7

Pemeriksaan Hemoglobin

Hemoglobin merupakan cairan berwarna merah yang berada dalam eritrosit. Apabila eritrosit dilisiskan maka cairan ini akan keluar dan disebut hemolisat.

Fungsi hemoglobin untuk menangkap dan mengikat oksigen diparu-paru dan melepaskannya ke jaringan serta mengikat karbondioksida dan melepaskannya di

paru-paru.Rantai peptide dan tetramernya.1

Tetramer rantai peptide Nama tetramer Keterangan

ε 4 Gower 1

ε 4 Gower 2

ζ2 γ2 Portland 1

α2γ2 HbF Hb Fetal (dewasa <1%)

α2β2 HbA 98% Hb dewasa

α2δ2 HbA2 1-2% Hb dewasa

Pemeriksaannya dengan dua cara:

1. Sahli

Prinsipnya: Hb + HCl 0,1% Hematin asam (berwarna coklat)

2. Fotoelektrik

Prinsipnya: hemoglobin oleh K3Fe(CN)6 akan diubah menjadi methemoglobin yang

kemudian oleh KCN akan diubah menjadi Heoglobinsianiida (HiCN).1

Rumusnya:

Pemeriksaan Hematokrit

Tujuannya: mengukur volume erotrosit dalam 100ml darah, biasanya dinyatakan dalam

% (persen).

Prinsi pemeriksaan: mendapat endapan maksimal dari sel-sel darah dengan memutar

darah menggunakan mesiin sentrifus.1

1. Cara Makro (Wintrobe)

Tiga data yang dapat di nilai:

Hematokrit pria 40-48%, wanita 37-43%

Tebal Buffy coat: 0,5-1mm

indeks ikterus: 4-7 unit/satuan1

Pemeriksaan Hitung Sel Darah Tepi

Hitung sel darah adalah suatu pemeriksaan untuk menentukan jumlah sel dalam tiap mikroliter

sel darah. Pemeriksaann ini dapat dilakukan secara manual ataupun otometik. Prinsip

pemeriksaan dengan cara manual aalah dengan melakukan pengenceran darah dengan suatu

larutan. Larutan yang digunakan: formal sitrat, Hayem, gower. Alat yang dipakai Pipet Sahli

ataupun Pipet Thoma. Kamar hitung yang di gunakan, kamar hitung Improved Neubauer1

1. Hitung Eritrosit.

Nilai rujukan : wanita: 4.00-5.20x106/uL atau 4.00-5.2x109/liter

Pria :4.50-5.90x106/uL atau 4.50-5.9x109/liter

2. Hitung Retikulosit

Nilai rujukan: relative: 0.5-1.5% atau 5-15 per seribu

Absolute : (25.000 – 75.000)/ uL darah

Hb Hematokrit Erirosit

Wanita 12-15 g/dL 42-53 % 4,6-6,2 juta/uL

Pria 14-17 g/dL 38-46 % 4,2-5,2 juta/uL

Anak-anak(3-13 thn) 10-14,5 g/dL 31-43 % 3,8-5,8 juta/uL

Pemeriksaan Nilai Eritrosit Rata-rata (NER)/Mean Corpuscular Values (MCV)

Pemeriksaan NER terdiri dari 3 pemeriksaan yaitu:

Hemoglobin Eritrosit Rata-rata/Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata/ Mean Corpuscular Hemoglobin

Concetratiaon (MCHC)

Untuk pemeriksaan ini diperlukan hasil data pemeriksaan kadar Hb (gr/dl), dan nilai hematokrit

(%), dan Hitung eritrosit (juta/uL). Pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan dengan cara

fotoelektrik dan tidak dianjurkan dengan cara sahli. Pemeriksaan eritrosit dengan cara otomatik

atau manual. Pemeriksaan nilai hemtokrit dapat dilakukan dengan cara makro atau mikro.

Pemeriksaan ini diperoleh dengan mengguanakan rumus:1

1.

2.

3.

b. Pemeriksaan Sumsum tulang

Merupakan pemeriksaan khusus dan bukan pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang hematopoesisyang terjadi dalam sumsum

tulang. Oleh karena itu, untuk melakukan pemeriksan ini diperlukan beberapa data yang telah

diperoleh sebelum melakukan pemeriksaan. Data tersebut meliputi riwayat penyakit, hasil

pemeriksaan fisik, data pemeriksaan hematologi lengkap, hasil pemeriksaan laboratorium

lain yang berhubungan atau yang abnormal (pemeriksaan kimia darah, urinalisasi), serta

data-data lain misalnya radiologi,biopsy,dll.1,4

c. TIBC, Saturasi Transferin, dan Hemosiderin Sumsum Tulang

TIBC atau kapasitas mengikat besi total merupakan suatu pengukuran untuk mengukur

kapasitas transferin serum mengikat besi. Pengambilan darah unutk pemeriksaan ini

sebaiknya pada pagi hari setelah puasa 12 jam dan eksklusi suplemen besi selama 12-

24 jam. Kemampuan total transferin mengikat besi diukur dari mengukur besi total

yang terikat dan pemeriksaan TIBC ini tidak mengukur kadar transferin. Rentang

normal untuk TIBC pada orang dewasa adalah 240-360 µg/dl, dan cenderung akan

berkurang seiring bertambahnya usia sampai 250 µg/dl pada orang dengan usia di atas

70 tahun. TIBC meningkat pada defisiensi besi dan kehamilan, tetapi mungkin normal

atau rendah pada penyakit kronis dan malnutrisi .

Saturasi transferin menggambarkan perbandingan antara besi serum yang ada dengan

TIBC dalam bentuk persentase. Saturasi transferin normalnya 20-50%, ini memiliki

pola diurnal, tinggi pada pagi hari dan rendah pada siang dan sore hari. Persentase

saturasi rendah pada defisiensi besi dan penyakit kronis dan tinggi pada anemia

sideroblastik, keracunan besi, serta hemolisis intravascular dan hemokromatosis.

Pemeriksaan sumsum tulang untuk melihat kadar cadangan besi untuk proses

eritropoesis.1,4

d. Besi serum, protoporfirin eritrosit, ferritin serum

Pemeriksaan besi serum dan ferritin serum untuk melihat ada/tidaknya besi dan

cadangannya dalam tubuh. Dan protoporfirin eritrosit untuk menentukan

pembentukan heme dimana besi akan diikat oleh protoporfirin.1,4

e. Analisis DNA

Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang memproduksi

rantai alpha dan beta. Pemeriksaan ini merupakan tes yang paling efektif untuk mendiagnosa

keadaan karier pada talasemia. 1,6,7

f. Pemeriksaan Radiologis

Gambaran radiologis tulang akan memperlihatkan medulla yang lebar, korteks tipis dan

trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada anak besar kadang-

kadang terlihat brush appearance. Sering pula ditemukan gangguan pneumatisasi rongga

sinus paranasalis. 7

Working Diagnosis

Talasemia

Differential Diagnosa

Anemia Defisiensi Besi

Gejala Umum Anemia

Gejala umum anemia yang disebut sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai

pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8d/dl. Gejala ini

berupa badan lemas, lesu, cepat lelah, mata kunang-kunang, serta telinga yang berdenging.

Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara

perlahan-lahan seringkali syndroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan

anemia yang lainyang penurunan kadar hemoglobinnya lebih cepat terjadi, oleh karena

mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Pada pemeriksaan fisik dijumpai

pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku.2,3

Gejala Khas Defisiensi Besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain

adalah:

Koilonychias: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertical dan

menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.

Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah

menghilang.

Stomatitis angularis (cheilosis): adanya peradangan pada sudut mulut sehingga tampak

sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

Disfagia: nyeri menelan kerena kerusakan epitel hipofaring.

Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, lem dll.2,3,5

Anemia Sideroblastik

Anemia sideroblastik adalah anemia mikrositik-hipokromik yang ditandai oleh adanya

sel-sel darah merah imatur (sideroblas) dalam sirkulasi dan sumsum tulang. Anemia

sideroblastik primer dapat terjadi akibat efek genetik pada kromosom X yang jarang

ditemukan (terutama dijumpai pada pria) atau dapat timbul secara spontan, terutama

pada orang tua. Penyebab sekunder anemia sideroblastik adalah obat-obat tertentu,

misalnya beberapa obat kemoterapi dan ingesti timah.

Anemia sideroblastik adalah anemia mikrositik hipokrom yang ditandai adanya sel-sel

darah merah abnormal (sideroblas) dalma sirkulasi dan sumsum tulang. Sideroblas

membawa besi di mitokondria bukan di molekul hemoglobin, sehingga tidak mampu

untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Oleh sebab itu tida terjadi defisiensi besi.

Berkurangnya pengangkutan oksigen menyebabkan hipoksia. Hal ini dideteksi oleh sel-

sel ginjal penghasil eritropotein. Eritropoietin merangsang pembentukan sel-sel darah

merah baru di sum-sum tulang. Hal ini menyebabkan sumsum tulang mengalami

kongesti dan meningkatkan pembentukan sideroblas yang memperparah anemia.

Anlaisis darah

Anemia yang ditandai dengan sel mikrositik hipokrom, peningkatan besi plasma dan

kapasitas peningkatan besi normal.

Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan adanya penimbunan besi, sideroblas dan

makrofak fagositik. 2,3

Hemoglobinopati

Hemoglobinopati structural

Di sini terjadi perubahan sturktur hemoglobin (kualitatif) karena substitusi satu asam

amino atau lebih pada salah satu rantai peptida hemoglobin. Hemoglobinopati yang

penting sebagian besar merupakan varian rantai Beta ( ). Pada hemoglobinopatiβ

struktural dapat ditemukan splenomegali namun tidak dapat ditemukan hepatomegali.

Contoh hemoglobinopati struktural adalah penyakit Hb C, Hb D, Hb E dan Hb SC.3,4

a. Hb C

Terdapat pada 2% kalangan kulit hitam Amerika. Pada keadaan heterozigot (Hb AC)

tidak ditemukan anemia atau penyakit, tetapi ditemukan peningkatan jumlah sel

target dalam darah tepi. Pada orang-orang homozigot (penyakit Hb CC) dapat

ditemukan anemia hemolitik dengan derajat sedang dan kadar Hb 8-11 g/dL,

retikulositosis 5-10% dan splenomegali. Darah tepi mengandung sel target dan

sferosit dalam jumlah banyak

b. Hb D

Dalam Hb D termasuk beberapa varian Hb abnormal dengan mobilitas

elektroforesis serupa dengan Hgb S, tetapi dengan sifat biokimia dan fisik yang

berbeda. Sikling tidak terjadi pada sindroma Hb D. Keadaan homozigot (Hb DD)

ditandai dengan anemia hemolitik ringan dan splenomegali.

c. Hb E

Hb E prevalen pada orang-orang dari Asia tenggara terutama Thailand. Penyakit

Hgb E homozigot ditandai dengan anemia hemolitik ringan dengan sel target nyata

serta mikrositosis dengan splenomegali sedang hingga berat. Temuan-temuan klinis

dan hematologis mirip dengan Hb C.

d. Hb SC

Jika kedua gen Hb S dan Hb C ditemukan pada orang yang sama, akan terjadi suatu

anemia dengan derajat sedang disertai splenomegali. Ditemukan episode vaso-

oklusi tetapi biasanya jarang dan ringan dibandingkan pada penyakit sel sabit.

Nekrosis apseptik dari kaput femoris kadang-kadang merupakan penyulit dan

ditemukan kerusakan retina berat. Kadar Hb rata-rata 9-10 g/dL. Sel target banyak,

tetapi sel sabit yang ireversibel jarang ditemuui dalam darah tapi. Pada

elektroforesis Hb menunjukkan campuran sama Hgb S dan Hgb C dengan sedikit

peningkatan Hgb F. Penyakt Hgb SC biasanya tidka mempengaruhi pertumbuhan

dan berhubungan dengan daya tahan yang berlanjut hingga dewasa. Krisis aplastis

dan sekuestrasi merupakan ancaman terhadap hidup.3,4

Etiologi

Genetic

Thalassemia adalah suatu kelainan darah kongenital yang disebabkan oleh menurun atau

tidak adanya sintesa salah satu atau lebih rantai globin yang berperan penting dalam

pembentukan hemoglobin. Hal ini menyebabkan kerusakan dari sel darah merah dan

hambatan produksinya. Kelainan ini diturunkan secara autosomal dari orang tua kepada

anaknya.1,2,3,4.

Gejala Klinik

Secara klinis Thalasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai beratnya gejala

klinis : Mayor, Intermedia dan Minor atau troit (pembawa sifat). Batas diantara tingkatan

tersebut sering tidak jelas.

a. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)

Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 – 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup

tanpa ditransfusi. Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah

merah berlebihan, haemopoesis ekstra modular dan kelebihan beban besi. Limpa yang

membesar meningkatkan kebutuhan darah dengan menambah penghancuran sel

darah merah dan menyebabkan pertambahan volume plasma. Perubahan pada tulang

karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas dan fraktur spontan,

terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi darah. Deformitas tulang,

disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat menyebabkan pertumbuhan

berlebihan tulang prontal dan zigomaticus serta maxilla. Pertumbuhan gigi biasanya

buruk. Gejala lain yang tampak ialah anak lemah, pucat, perkembanga fisik tidak sesuai

umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering mendapat

transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi

dalam jaringan kulit.

b. Thalasemia intermedia

Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor,

anemia sedang (hemoglobin 7 – 10,0 g/dl) Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan

splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi

nampak pada masa dewasa.

c. Thalasemia minor atau troit ( pembawa sifat)

Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositik,

bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan.3,4

Patofisiologi

Talasemia adalah penyakit keturunan dengan gejala utama pucat, perut tampak membesar karena

pembengkakakan limpa dan hati, dan apabila tidak diobati dengan baik akan terjadi perubahan

bentuk tulang muka dan warna kulit menjadi menghitam. Penyebab penyakit ini adalah

kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin (Hb) sehingga produksi hemoglobin

berkurang.

Pada talasemia terjadi gangguan sintesis satu ata lebih rantai globin. Pada orang dewasa normal,

susunan Hb adalah sebagai berikut.

HbA 97% (α2 ß2)

HbA2 2-3% (α2 δ2)

Hb 1% (α2 γ2)1

Defek genetic mengakibatkan pengurangan atau peniadaan sintesis satu atau lebih rantai globin

HbA. Keadaan ini dapat mengakibatkan:

1. Pembentukan tetramer Hb berkurang sehingga terjadi anemia mikrositik hipokrom.

2. Sebagian rantai globin tidak mendapat pasangan, bebas, besifat tidak larut (insoluble) dan

tidak mampu mengikat oksigen. Akumulasi rantai globin yang bebas ini mengakibatkan

lisis eritrosit intrameduler (eritropoesis intrameduler).5

Talasemia α

Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa pada bayi yang baru lahir masih terdapat

jumlah HbF( 2 2) yang masih cukup tinggi. Pada usia 20 hari sesudah kelahiran kadarα γ

HbF akan menurun dan setelah 6 bulan kadarnya akan menjadi normal seperti orang

dewasa. Selanjutnya pada masa tersebut akan terjadi konversi HbF menjadi HbA( 2 2)α β

dan HbA2 ( 2 2).α δ

Rantai globin a di produksi pada kromosom 16. Rantai globin a telah terbenntuk dari masa

embrio sampai akhir kehamilan. Apabila terjadi gangguan pembentukan rantai globin a maka

terjadi talasemia a. talasemia a sering di jumai di Asia. Nilai Mean Cell Volume (MCV), Mean

Cell Hemoglobin (MCH) dan Mean Cell Hemoglobin Conceration (MCHC) penderita talasemia

a rendah ( kadar normalnya MCV: 80-100fl, MCH: 27-34pg dan MCHC: 32-36 gr/dl). Talasemia

a terdiri dari 4 jenis yaitu : talasemia a mayor, intermedia, minor (carrier) dan silent carrier.3,5,7

1. Talasemia α mayor ( Hb-Bart’s)

Merupakan talasemia homozigot yang dijumpai di Asia Tenggara dan sedikit di beberapa

Negara di Mediterania. Talasemia a mayor disebabkan oleh kegagalan tubuh membentuk

ke empat rantai globin a pada masa fetus dan menyebabkan terbentuknya Hb-Bart’s

hydrops fetalis. Hb-Bart’s fetelis memiliki afinitas yang tinggi terhadap oksigen yang

menyebabkan penderita meninggal dalam kandungan pada usia trisemester kedua atau

ketiga dan dapat juga terjadi setelah ± 1 jam dilahirkan karena anoxia. Bayi yang lahir

dengan talasemia a mayor mengalami udem dan asites karena penumpukna cairan dalam

jaringan akibat anemia berat.3,5

2. Talasemia α intermedia (Hb H Disease)

Talasemia a intermedia di jumpai di Asia Tenggara, Mediterania beberapa Asia Tengah

dan jarang di Afrika. Talasemia a intermedia terjadi karena tidak terbentuknya 3 dari 4

globin gen α. Cirri hematologis utama di tandai dengan kelebihan rantai globin B

sehingga terbentuk homotetramer B4 atau Hb H dalam eritrosit. Penderita talasemia

intermedia mengalami pembesaran sumsum tulang yang ektopik, gallstones, jaundice,

demam, nyeri sendi, anemia kronik dengan Hb 7-10gr/dl, pembesaran limpa dan hati.3,5

3. Talasemia α Minor (Carrier)

Talasemia a minor di jumpai di Asia Tenggara, Asia Tengah dan Indian subkontinen.

Talasemia a minor terjadi karena atidak terbentuknya2 dari 4 gen a. talasemia yang di

derita di ketahui dengn pemeriksaan darah dengan di jumpai bentuk darah yang

abnormal, anemia ringan, nilai MCV 72 fl, MCH 22 pg, dan MCHC 31 gr/dl.3,5

4. Talasemia α silent carrier

Pada orang Amerika berkulit hitam (Afrika Amerika). Terjadi karena tidak terbentuknya

1 dari 4 gen a. penderita biasanya sehat dan tidak ada gangguan darah. Kadar Hb normal

baik pada wanita maupun pria.3,5

Talasemia β

Rantai globin B di produksi pada kromosom 11. Apabila terjadi gangguan pembentukan rantai

globin B maka terjadi talasemia B. talasemia B sering dijumpai di daerh laut Mediterania dan

Alfo-Karibia. Talasemia B terdiri atas 3 jenis, yaitu talasemia mayor ( Cooley’s anemia),

intermedia dan minor.3,5,7

1. Talasemia β Mayor (cooley Anemia)

Talasemia B mayor adalah talasemia B yang homozigot dan paling banyak dijumpai.

Talasemia B mayor memiliki sedikit atau tidak ada kemampuan untuk memproduksi

rantai globin B. secara patologis, penderita talasemia B mayor mengalami hemolisis yang

berat karena tidak seimbangnya produksi rantai a dan B. jumlah rantai a yang banyak

cenderung tidak stabil dan dapat menyebabkan destruksi dari dalam eritrosit. Sehingga

pada penderita ini mengalami anemia yang berat dengan Hb 2-6 gr/dl, hierplasia sumsum

tulang, zat besi berlebihan, pembesaran hati dan limpa. Selain itu, penderita talasemia

juga mnegalami keterlambatan pertumbuhan, jaundice, pembesaran maxilla, penipisan

korteks dan penebalan medulla pada tulang.3,5

2. Talasemia β intermedia

Talasemia B intermedia adalah talasemia pertengahan antara mayor dan minor. Penderita

mengalami anemia dengan Hb 6-9gr/dl, perubahan skeletal, pembesaran limpa,

meningkatnya produksi eritrosit disumsum tulang dan resopsi zat besi. Penderita

membutuhkan tranfusi darah jika di perlukan.3,5

3. Talasemia β Minor

Talasemia B minor adalah talasemia B yang heterozigot. Talasemia ini mengalami mutasi

dalam sintesa rantai globin B, dan meupakan pembawa sifat talasemia. Kadar Hb pada

penderita talasemia minor (carrier) normal baik pada pria maupun wanita.3,5

Penyebab anemia pada thalassemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah

berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-

sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat,

bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi, dan

destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian

biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa

atau beta dari hemoglobin berkurang. Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil

kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena

eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.7

Epideomologi

Frekuensi gen Thalassemia di Indonesia berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini, diperkirakan

lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia.3,5,6

Penatalaksanaan

a. Medikamentosa

Sampai saat ini belum ditemukan cara yang dapat menyembuhkan thalassemia. Namun

terdapat beberapa terapi untuk mengurangi gejala yang ditimbulkannya:

1. Usaha untuk mencegah penumpukan besi (hemochromatosis) akibat transfusi dan

akibat patogenesis dari thalassemia dapat dilakukan dengan pemberian iron

chelator yaitu desferoksamin (desferal R) sehingga meningkatkan ekskresi besi

dalam urine. Desferal diberikan dengan infus bag atau secara subkutan.3,5

2. Pemberian asam folat 5 mg/hari secara oral untuk mencegah krisis megaloblastik.

3. Vitamin C (200 mg perhari) meningkatkan eksresi besi yang disebabkan oleh

desferioksamin.

4. Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel

darah merah.

5. Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah

infeksi virus tersebut melalui transfusi darah.6,7

6. Terapi definitif dengan transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada

setiap kasus baru dengan talasemia mayor. Transplantasi yang berhasil akan

memberikan kesembuhan permanen.

7. Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hati,

endokrin termasuk kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata, dan tulang.7

Bedah

1. Usaha untuk mengurangi proses hemolisis dengan splenektomi jika splenomegali

cukup besar dan terbukti adanya hipersplenisme sehingga membatasi gerak pasien,

menimbulkan tekanan intraabdominal yang mengganggu napas dan berisiko

mengalami ruptur. Hipersplenisme dini ditandai dengan jumlah transfusi melebihi

250 mL/kgBB dalam 1 tahun terakhir dan adanya penurunan Hb yang drastis.

Hipersplenisme lanjut ditandai oleh adanya pansitopenia. Splenektomi sebaiknya

dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat fungsi limpa dalam sistem imun tubuh

telah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain.3,5,7

Splenektomi, dengan indikasi:

Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan

peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya rupture.

Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan

suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.3,7

2. Cangkok sumsum tulang (CST) adalah kuratif pada penderita dan telah terbukti

keberhasilan yang meningkat, meskipun pada penderita yang telah menerima tranfusi

sangat banyak. Namun, prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas dan mortalitas

dan biasanya hanya digunakan untuk penderita yang mempunyai saudara kandung yang

sehat yang histokompatibel.7

b. Non Medikamentosa

Atasi anemia dengan transfusi PRC (packed red cell) . Transfusi hanya diberikan bila Hb

<8g/dL. Sekali diputuskan untuk diberi transfusi darah, Hb harus selalu dipertahakan di

atas 12 g/dL tidak melebihi 15 g/dL. Bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb

sebelum transfusi di atas 5 g/dL, diberikan 10-15 mg/kgBB per satu kali pemberian

selama 2 jam atau 20 mL/kgBB dalam waktu 3-4 jam. Bila terdapat tanda gagal jantung,

pernah ada kelainan jantung, atau Hb <5 g/dL, dosis satu kali pemberian tidak boleh

lebih dari 5 ml/kgBB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 mL/kgBB/jam. Sambil

menunggu persiapan transfusi darah diberikan oksigen dengan kecepatan 2-4/menit.

Setiap selesai pemberian satu seri transfusi, kadar Hb pasca transfusi diperiksa 30

menit setelah pemberian transfusi terakhir. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan

tubuh diberikan chelating agents, Desferal secara im atau iv. 1,3,5,6,7

Jenis-jenis transfusi darah

a. Darah lengkap (whole blood)

Berguna untuk meningkatkan jumlah sel darah merah dan volume plasma dalam waktu

yang bersamaan, misal pada perdarahan aktif dengan kehilangan darah lebih dari 25 -35

% volume darah total.

b. Sel darah merah pekat (packed red cell)

Digunakan untuk meningkatkkan sel darah merah pada pasien yang menunjukkan gejala

anemia, misal pada pasien gagal ginjal dan keganasan.

c. Sel darah merah pekat dengan sedikit leukosit (packed red blood cell leucocyte reduced)

Digunakan untuk meningkatkan jumlah RBC pada pasien yang sering

mendapat/tergantung pada transfusi darah dan pada mereka yang mendapat reaksi

transfusi panas dan reaksi alergi yang berulang.

d. Sel darah merah pekat cuci (packed red blood cell washed)

Pada orang dewasa komponen ini dipakai untuk mencegah reaksi alergi yang berat atau

alergi yang berulang.

e. Sel darah merah pekat beku yang dicuci (packed red blood cell frozen)

Hanya digunakan untuk menyaimpan darah langka.

f. Trombosit pekat (concentrate platelets)

Diindikasikan pada kasus perdarahan karena trombositopenia atau trombositopati

congenital/didapat. Juga diindikasikan untuk mereka selama operasi atau prosedur

invasive dengan trombosit < 50.000/Ul.

g. Trombosit dengan sedikit leukosit (platelets leukocytes reduced)

Digunakan untuk pencegahan terjadinya alloimunisasi terhadap HLA, terutama pada

pasien yang menerima kemotrrapi jangka panjang.

h. Plasma segar beku (fresh frozen plasma)

Dipakai untuk pasien denagn gangguan proses pembekuan pembekuan bila tidak tersedia

faktor pembekuan pekat atau kriopresipitat, misalnya pada defisiensi faktor pembekuan

multiple. 6

Komplikasi

1. Fraktur tulang

2. Hepatosplenomegali

3. Gangguan tumbuh kembang

4. Disfungsi organ

5. Gagal jantung3,5

Pencegahan

a. Pencegahan primer

Penyuluhan sebelum perkawinan (marriage counselling) untuk mencegah perkawinan

diantara pasien Thalasemia agar tidak mendapatkan keturunan yang homozigot. Perkawinan

antara 2 hetarozigot (carrier) menghasilkan keturunan : 25 % Thalasemia (homozigot), 50 %

carrier (heterozigot) dan 25 normal.

b. Pencegahan sekunder

Pencegahan kelahiran bagi homozigot dari pasangan suami istri dengan Thalasemia

heterozigot salah satu jalan keluar adalah inseminasi buatan dengan sperma berasal dari

donor yang bebas dan Thalasemia. Kelahiran kasus homozigot terhindari, tetapi 50 % dari

anak yang lahir adalah carrier, sedangkan 50% lainnya normal. Diagnosis prenatal melalui

pemeriksaan DNA cairan amnion merupakan suatu kemajuan dan digunakan untuk

mendiagnosis kasus homozigot intra-uterin sehingga dapat dipertimbangkan tindakan

abortus.3,6

c. Edukasi:

Sampaikan kepada pasien dan keluarga mengenai kondisinya sekarang.

Beri saran agar sebelum melakukan pernikahan, cek pasangan untuk kemungkinan

thalasemia.

Hindari pemakaian obat pencetus hemolitik seperti fenasetin, klorpromazin,

penisilin, kina, dan sulfonamid.

Makan-makanan bernutrisi khususnya asupan B12 dan folic acid.6

Prognosis

Tetapi pada skenario 3 ini, terdapat gejala hepatosplenomegali yang mengindikasikan

bahwa penderita yang masih berusia 2 tahun telah sampai pada stadium berat. Dalam hal

ini, prognosisnya buruk.

BAB III

Kesimpulan

1. Dari hasil heteroanamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium, anak

tersebut didiagnosa menderita thalassemia.

2. Thalassemia merupakan bagian dari hemoglobinopati yang merupakan salah satu dari

jenis anemia hemolitik.

3. Thalassemia pada anak tersebut belum pasti diketahui jenisnya. Untuk itu, perlu

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut agar nantinya dalam penatalaksanaan penanganan

yang dilakukan dapat tepat sesuai dengan jenis thalassemianya. Akan tetapi,

kemungkinan besar thalassemia beta mayor. Hal ini dikarenakan terdapat gejala

hepatosplenomegali.

4. Penatalaksanaan pada thalassemia diberikan (desferoxamine), Vitamin C 100-250 mg

perhari, Asam folat 2-5 mg perhari, dan Vitamin E 200-400 IU (International Unit)

perhari.

5. Prognosis dari thalassemia pada umumnya baik apabila diberi penatalaksanaan yang

sesuai.

6. Di samping terapi medikamentosa, juga diberikan edukasi dan program prevensi.

Daftar Pustaka

1. Sudiono Herawati dr, Iskandar dr, Harni Edward dr, Halim SK dr, Santoso Regie dr.

Penuntun Patologi Klinik Hematologi. Cetakan III. Jakarta: SinarSurya MegaPerkasa. 2009.

Hal: 41-139.

2. Sudoyo,Setiyohadi, Alwi, et al. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed. IV. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI. 2001. Hal 634-40.

3. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC. 2004. Hal: 2789-793.

4. Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. EGC: Jakarta. Hal: 19-43.

5. Robbins, Kumar Cotran. Buku Ajar Patologi. Vol.2. 2005. Jakarta: EGC. Hal: 135-39.

6. Thalassaemia. Lab Test online 2006 (sited 2007 August);1(1): Available from URL :

http://www.labtestsonline.org.uk/understanding/conditions/thalassemia.html

7. Kalpravidh RW, Wichit A, Siritanaratkul N, Fucharoen S. Effect of coenzyme Q10 as an

antioxidant in β-thalassemia/Hb E patients. BioFactors 2005 (cited 2007 August);1(1):

Available from URL : http://iospress.metapress.com/app/home/contribution.asp?

referrer=parent&backto=issue,28,32;journal,11,50;linkingpublicationresults,1:103144,1