4 Abses serebri

34
LAPORAN PENDAHULUAN ABSES CEREBRI RSU Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO Oleh : Aditya Andirana A, S. Kep. NIM. 1401.14901.002 PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA

description

aaa

Transcript of 4 Abses serebri

LP ASKEP ABSES OTAK

LAPORAN PENDAHULUAN ABSES CEREBRIRSU Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO

Oleh :Aditya Andirana A, S. Kep.NIM. 1401.14901.002

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADAMALANG2015

LEMBAR PENGESAHANLAPORAN PENDAHULUAN ABSES CEREBRI RSUD Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners

Disetujui Pada :Hari:Tanggal:

Mahasiswa

Aditya Andriana A.,S.Kep. NIM. 1401.14901.002

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

Deny Purnomo. S.ST.NIDN. NIP.

A. DefinisiAbses cerebri (abses otak) adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringa otak yang disebabkan oleh baerbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa. (Hakim, 2005).Abses serebri adalah suatu lesi desak ruang berupa suatu penumpukan materi piogenik yang terjadi akibat invasi dan perkembangan mikroorganisme yang terlokalisir di dalam atau di antara jaringan otak. (Johan, 2008).Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai dengan cerebritis yang terlokalisir dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa dan merupakan suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak. (Robert, 2004).

B. Anatomi OtakAnatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit. Organ ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang.Pembagian otak :1. Prosencephalon - Otak depan2. Mesencephalon - Otak tengaha. Diencephalon = thalamus, hypothalamusb. Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum3. Rhombencephalon - Otak belakanga. Metencephalon= pons, cerebellumb. Myelencephalon= medulla oblongata

Gambar 2.1. Anatomi otak (Sumber: www. biology.about.com)Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf, yaitu otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga, yaitu darah. Tempat-tempat rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua kompartemen susunan saraf tersebut di atas, yaitu pleksus korioideus, pembuluh darah serebral dan ruang subarachnoid serta membrane araknoid yang menutupi ruang subaraknoid.Semua tempat sawar dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain dengan tight junction, yang membatasi difus interseluler. Sel-sel tersebut adalah endothelium pembuluh darah, epithelium pleksus korioideus dan sel-sel membran araknoid serta perineurium.Sawar darah otak dapat mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses patologis, seperti anoksia dan iskemia, lesi destruktif dan proliferatif, reaksi peradangan dan imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi serebral yang terganggu.

Gambar 2.2 Mekanisme Imunologi Sawar Darah OtakSumber: www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu menghalangi masuknya leukosit ataupun mikroorganisme patogen ke susunan saraf pusat. Tetapi pada proses radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi bocor. Leukosit polinuklearis terangsang oleh substansi-substansi yang dihasilkan dari sel-sel yang sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh darah, tanpa menimbulkan kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam T-sel ternyata dapat juga menyebrangi endothelium tanpa menimbulkan kerusakan structural pada pembuluh darah.C. Etiologi dan Faktor PredisposisiBerdasaran bakteri penyebab, maka etiologi dari abses otak dapat dibagi menjadi :1. Organisme aerobik:a. Gram positif : Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokusb. Gram negative : E. coli, Hemophilus influenza, Proteus, Pseudomonas2. Organisme anaerobik: B. fragilis, Bacteroides sp, Fusobacterium sp, Prevotella sp, Actinomyces sp, dan Clostridium sp.3. Fungi : Kandida, Aspergilus, Nokardia4. Parasit : E. histolytica, Schistosomiasis, AmoebaSebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru, bronkiektase, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari jaringan otak). Abses otak yang penyebarannya secara hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak. Dapat juga timbul akibat trauma tembus pada kepala atau trauma pasca operasi.Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS, penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. 20-37% penyebab abses otak tidak diketahui. Penyebab abses yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil, pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala, septikemia. Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus otak.Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya. Sinusitis frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus frontalis. Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau temporalis. Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis. Sinusitis ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis. Infeksi pada telinga tengah dapat pula menyebar ke lobus temporalis. Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan tulang temporal oleh kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum.Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau faktor lingkungan :1. Faktor tuan rumah (host)Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna.2. Faktor kumanKuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan meningitis bacterial akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor pertahanan host. Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada sistem limfoid atau retikuloendotelial.3. Faktor lingkunganFaktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman. Yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.

D. PatofisiologiFase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul meningitis. Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat permukaan otak pada lobus tertentu.Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga abses otak adalah soliter, hanya sepertiga abses otak adalah multipel. Pada tahap awal Abses otak terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan abses otak yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan abses otak lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen.

E. Manifestasi KlinisGejala dan tanda klinis dari abses otak tergantung kepada banyak faktor, antara lain lokasi, ukuran, stadium dan jumlah lesi, keganasan kuman, derajat edema otak, respons pasien terhadap infeksi, dan juga umur pasien. Bagian otak yang terkena dipengaruhi oleh infeksi primernya.Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi seperti demam, malaise, anoreksi dan gejala-gejala peninggian tekanan intrakranial berupa muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal.Manifestasi abses otak sebenarnya didasarkan dengan adanya :1. Manifestasi peningkatan tekanan intrakranial, berupa sakit kepala, muntah, dan papiledema.2. Manifestasi supurasi intrakranial berupa iritabel, drowsiness, atau stupor, dan tanda rangsang meningeal.3. Tanda infeksi berupa demam, menggigil, leukositosis.4. Tanda local jaringan otak yang terkena berupa kejang, gangguan saraf kranial, afasia, ataksia, paresis.Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan perforasi ke dalam kavum ventrikel.Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan hemianopsi komplit. Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus. Abses batang otak jarang sekali terjadi, biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.

F. DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya. Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat dipastikan diagnosisnya. Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental, derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak, ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap darah. Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang. kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel.Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya abses. Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum. Dengan arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns. CT scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat.

Gambar 2.2. Early cerebritis pada CT-Scan (Sumber: http://emedicine.medscape.com)

Gambaran CT-scan pada abses :1. Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.2. Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis dari zona central inflamasi.3. Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis, hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini dapat terlihat gambaran ring enhancement.4. Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens (sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)

Gambar 2. Gambaran CT-Scan Abses SerebriSumber: Kepustakaan 13Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik, dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri. Yang perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma), infark, metastasis, hematom yang diserap dan granuloma.Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis) dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada kasus, kapsul bagian medial lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya vaskularisasi dari massa putih dan menjelaskan mengapa abses biasanya berkembang di medial.Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas.

G. PenatalaksanaanDasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan menghilangkan kuman penyebab. Terapi definitif untuk abses melibatkan :1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)4. Pengobatan terhadap infeksi primer5. Pencegahan kejang6. NeurorehabilitasiPenatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan terjadinya abses. Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin generasi ketiga dan metronidazole.Jika terdapat riwayat cedera kepala dan komplikasi pembedahan kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia.

Tabel 1.1 Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses OtakEtiologiAntibiotik

Infeksi bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus Meropenem

Penyakit jantung sianotik Penissilin dan metronidazole.

Post VP-Shunt Vancomycin dan ceptazidine

Otitis media, sinusitis, atau mastoiditis Vancomycin

Infeksi meningitis citrobacter Sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida

Pada abses yang terjadi akibat trauma penetrasi, cedera kepala, atau sinusitis dapat diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone dan juga metronidazole. Monoterapi dengan meropenem terbukti baik melawan bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi pilihana alternative.Pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik dapat diterapi dengan penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine. Jika otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Jika meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi aminoglikosida. Pada pasien dengan immunocompromised digunakan antibiotik yang berspektrum luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.

Tabel 1.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses OtakDrug DoseFrekwensi dan rute

Cefotaxime (Claforan) 50-100 mg/KgBBt/Hari 2-3 kali per hari,IV

Ceftriaxone (Rocephin)50-100 mg/KgBBt/Hari 2-3 kali per hari,IV

Metronidazole (Flagyl)35-50 mg/KgBB/Hari 3 kali per hari,IV

Nafcillin (Unipen, Nafcil)2 gramssetiap 4 jam,IV

Vancomycin 15 mg/KgBB/Hari setiap 12 jam,IV

Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta midline shift pada CT scan. Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada pemeriksaan nervus optikus hari XV tidak didapatkan papil edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses otak dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multiple.Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih luas digunakan eksisi.Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti: small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam mengurangi risiko kejang.Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi mengingat proses desak ruang yang cukup besar guna mengurangi efek massa baik oleh edema maupun abses itu sendiri, disamping itu pertimbangan ukuran abses yang cukup besar, tebalnya kapsul dan lokasinya di temporal.Antibiotik mungkin dapat digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses berkapsul dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang berefek terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Namun, harus ditatalaksanakan dengan kombinasi antibiotik dan aspirasi abses.Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik bergantung pada organisme dan respon terhadap penatalaksanaan awal. Tetapi, efek yang nyata terlihat 4-6 minggu.Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging).Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah mengalami kejang dengan frekuensi yang cukup sering. Penghentian antikonvulsan ini ditetapkan berdasarkan perkembangan klinis penderita selanjutnya.

H. Diagnosa BandingSebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat bermanifestasi klinis hampir sama dengan suatu neoplasma maupun hematoma subdural. Oleh karena itu, diperlukan teknik diagnosa yang menyeluruh agar terapi yang diberikan tepat.Tabel 1.3 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan NeuroimagingABSCESSTUMOUR

WallSmooth, thin, regularThick , irregular

Thinner on inner aspectThinner on outer aspect

Nodularity If present, on inner borderouter border

T1Hyperintense rim.

T2Hypointense rim.

Meningeal enhancementFavoursnot seen.

Diffusion imagingHigh signal low signal

Perfusion imaging.dynamicnormal signal due to collagen and fibrosis in wallLow signal due high capillary density in tumour.

Sumber: Kepustakaan no. 16I. KomplikasiAbses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya adalah :1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus3. Edema otak4. Herniasi oleh massa Abses otak

J. Faktor predisposisi; invasi bakteri ke otak langsung, penyebaran infeksi dari daerah lain, penyebaran infeksi dari organ lainInfeksi/septikemia jaringan otakProses Supurasi dari meningenPeningkatan TIKPenekanan Area fokalHipertermiaPenekanan area pengatur kesadaranKejang dan nyeri kepalaPembentukan Eksudat dan transudatEdema serebralPerubahan tingkat kesadaran; letargi; perubahan perilaku; disorientasi dan fotofobiaNyeriResiko tinggi CideraGangguan perfusi jaringan serebralKomaKematianKesadaran Intake nutrisi tidak adekuatPemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhanPerubahan pemenuhan nutrisiKoping keluarga tidak efektifKecemasan keluargaGangguan mobilitas fisikGangguan persepsi sensorikPenumpukan secret, kemampuan batuk menurunBersihan jalan nafas tidak efektifPathway dan Problem Three

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATANA. Pengkajian1. Identitas klien dan psikososiala. Usia b. Jenis kelamin c. Pendidikand. Alamate. Pekerjaanf. Agamag. Suku bangsah. Reran keluargai. Penampilan sebelum sakitj. Mekanisme kopingk. Tempat tinggal yang kumuh2. Keluhan utama: nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.3. Riwayat penyakit sekarang: demam, anoreksi dan malaise, peninggikatan tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal .4. Riwayat penyakit dahulu: pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.5. Pemeriksaan fisika. Tingkat kesadaranb. Nyeri kepalac. Nystagmusd. Ptosise. Gangguan pendengaran dan penglihatanf. Peningkatan sushu tubuhg. Paralisis/kelemahan ototh. Perubahan pola napasi. Kejangj. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranialk. Kaku kudukl. Tanda brudzinskis dan kernigs positifB. Diagnosa1. Bersihan jalan nafas tidak efektif bd. akumulasi secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.2. Perubahan perfusi jaringan orak bd. peradangan dan edema pada otak dan selaput otak3. Hypertermi bd. Inflamasi sekunder pada pusat pengatur suhu tubuh.4. Nyeri bd. iritasi selaput dan jaringan otak5. Resiko tinggi cedera bd. kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.6. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd. Ketidakmampuan menelan, keadaan hypermetabolik.7. Gangguan persepsi sensorik bd. kerusakan penerima rangsangan sensorik, transmisi sensorik dan integrasi sensorik.8. Koping individu tidak efektif bd. prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan actual dalam struktur dan fungsi, etidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan.C. Intervensi

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif bd. akumulasi secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.Tujuan : Jalan nafas menjadi efektif,KH : Sesak nafas tidak ada, frequensi nafas 16-20 x/m, tidak menggunakan otot bantu pernafasan, retraksi ICS (-), ronchi (-), wheezing (-), dapat mendemonstrasikan batuk efektif.IntervensiRasionalisasi

Observasi fungsi paru, adanya bunyi nafas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot bantu pernafasan.Memantau dan mengatasi komplikasi potensial.

Atur posisi tidur semifowler 30-45 0

Peninggian tempat tidur memudahkan pernafasan, dan meningkatkan ekspansi dada dan meningkatkan batuk efektif.

Ajarkan batuk efektif

Resiko tinggi apabila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan nafas.

Lakukan fisioterapi dadaTerapi fisik dapat meningkatkan batuk efektif

Penuhi hidrasi cairan via oral dan pertahankan asupan cairan 2500ml/hariPemenuhan cairan dapat mengencerkan mucus yang kental dan dapat memenuhi kebutuhan cairan tubuh.

Lakukan penghisapan lendir jalan nafas

Penghisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan jalan nafas menjadi bersih.

2. Perubahan perfusi jaringan orak bd. peradangan dan edema pada otak dan selaput otakTujuan : Perfusi jaringan otak meningkat.KH : Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasi (-), konsentrasi baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, TTV dalam batas normalIntervensiRasionalisasi

Monitor kesadaran klien dengan ketatUntuk mengetahui secara dini perubahan tingkat kesadaran.

Monitor tanda tanda TIK selama perjalanan penyakit( nadi lambat, TD Meningkat, Kesadaran menurun, nafas irregular, reflek pupil menurun)Untuk mendeteksi tanda syok

Monitor tanda vital dan neurologis setiap 5-30 menit.Untuk memudahkan intervensi program pengobatan dan perawatan lebih dini

Hindari posisi tungkai di tekukUntuk mencegah peningkatan TIK

Tinggikan sedikit kepala secara hati-hati, cegak gerakan secara tiba-tiba, hindari fleksi leherUntuk mencegah peningkatan TIK

Bantu seluruh aktivitas dan gerakan klien

Untuk mencegah regangan oto yang dapat menimbulkan peningkatan TIK

Beri penjelasan keadaan lingkungan kepada klienUntuk mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi sensorik yang terganggu

Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap gangguan motoric, sensorik dan intelektualUntuk merujuk ke rehabilitasi

Kolaborasi :Pemberian steroid osmoticUntuk menurunkan TIK

3. Hypertermi bd. Inflamasi sekunder pada pusat pengatur suhu tubuh.Tujuan : Klien tidak panas/hypertermiKH : Suhu tubuh dalam rentang batas normal 36-37 C, nadi dan pernafasan dalam batas normal, perubahan warna kulit tidak ada.IntervensiRasionalisasi

Monitor saat timbulnya demam.

Untuk mengidentifikasi pola demam pasien.

Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 2 jam.

Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.

Anjurkan pasien untuk banyak minum (2.500 3.000 ml/24 jam.)

Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.

Berikan kompres hangat.

Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.

Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.

Pakaian tipis membantu percepatan penguapan tubuh.

Kolaborasi:Dengan pemberian antipiretik

Untuk menurunkan demam.

4. Nyeri bd. proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi, iritasi selaput dan jaringan otak.Tujuan : Nyeri berkurang dan rasa sakit terkendaliKH : Skala nyeri = 0, klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks.IntervensiRasionalisasi

Buat lingkungan ruangan yang aman dan nyaman

Mengurangi reaksi terhadap rangsangan eksternal, dan menganjurkan agar klien dapat beristirahat.

Berikan kompres dingin pada kepala

Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak

Pantau skala nyeri

Untuk memonitor proses penyakit

Lakukan manajemen nyeri dengan metode distraksi dan nafas dalam

Memutuskan stimulasi sensasi nyeri

Lakukan gerak aktif dan pasif secara hati-hati

Membantu relaksasi otot yang mengalami ketegangan dan menurunkan nyeri

KolaborasiPemberian analgesic

Untuk menurunkan rasa sakit.

5. Resiko tinggi cedera bd. kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran.Tujuan : Klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran.KH : Klien tidak cedera apabila terdapat kejang berulang.IntervensiRasionalisasi

Monitor kejang pada lengan, kaki, mulut, otot-otot muka

Gambaran iritabilitas SSP memerlukan evaluasi yang sesuai intervensi yang tepat dan cepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

Persiapkan lingkungan yang aman dengan memberikan batas pada sisi tempat tidur

Melindungi klien dari cedera

Pertahankan bedrest total selama fase akut

Mengurangi risiko jatuh/cedera

KolaborasiPemberian anti konvulsan, sedative

Mengurangi kejang, mengurangi cemas, dan mencegah komplikasi

6. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd. ketidakmampuan menelan, keadaan hypermetabolik.Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhiKH : Turgor baik, asupan dapat memenuhi sesuai kebutuhan, klien dapat menelan, berat badan meningkat.IntervensiRasionalisasi

Observasi turgor kulit

Mengetahui status gizi klien

Lakukan oral hygiene

Kebersihan mulut merangsang nafsu makan

Observasi intake dan output

Mengetahui kebutuhan dan keseimbangan nutrisi

Observasi posisi dan keberhasilan sonde

Untuk menghindari terjadinya infeksi dan iritasi

Monitor kemampuan klien dalam menelan, batuk, dan adanya secret

Menentukan kemampuan klien dalam reflek menelan dan mencegah terjadinya aspirasi

Auskultasi bising usus

Menentukan respon pemberian makanan dan mengevaluasi kerusakan SSP

Timbang berat badan secara berkala

Mengevaluasi efektifitas pemberian asupan makanan

Posisikan kepala lebih tinggi pada waktu makan dan sesudah makan

Menurunkan risiko regurgitasi dan aspirasi

Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu

Menstimulasi sensorik pengindraan dan mencetuskan usaha untuk menelan

Berikan makanan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang

Klien dapat berkonsentrasi pada waktu makan tanpa adanya gangguan dari luar.

Beri makanan setengah cair dan sedikit lunak

Makanan lunak/cair mudah untuk di kendalikan dalam mulut

Anjurkan klien menggunakan sedotan

Mencegah tersedak dan menguatkan otot wajah dan kemampuan untuk menelan

KolaborasiPemberian cairan melalui intravenaPemberian makanan melalui NGT

Memenuhi kebutuhan nutrisi secara adekuat dan membantu proses metabolisme Memenuhi kebutuhan nutrisi secara adekuat apabila klien tidak mampu memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

7. Koping individu tidak efektif bd. prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan actual dalam struktur dan fungsi, etidakberdayaan dan merasa tidak ada harapan.Tujuan : Harga diri klen meningkatKH : Mampu mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi penyakit, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.IntervensiRasionalisasi

Monitor perubahan dari gangguan persepsi diriMenentukan bantuan individu dalam menyusun rencana keperawatan dan implementasinya.

Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk permusuhan dan kemarahanMenunjukkan penerimaan, untuk menyesuaikan dengan perasaan

Catat ketika klien menyatakan pengakuan terhadap penolakan tubuh, seperti sekarat, menyatakan ingin matiMendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negative terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang meenunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan sosial

Ingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehatMembantu klien untuk melihat perawat menerima kedua bagian sebagai bagian seluruh tubuh.

Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaanMembantu meningkatkan perasaan bangga terhadap harga diri dan mengendalikan lebih dari saru area kehidupan.

Anjurkan orang yang terdekat untuk mengijikan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinyaMenghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses rehabilitasi

Dukung perilaku atau usaha peningkatan minat dalam aktivitas rehabilitasiKlien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang

Dukung penggunaan alat-alat yang dapat membantu adaptasi klienMeningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik.

Monitor gangguan tidurDapat mengetahui secara dini terjadinya depresi

Kolaborasi :Rujuk pada neuro psikologi.Dapat memfasilitasi perubahan peran untuk perkembangan perasaan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall & Moyet, Buku Saku; Diagnosis Keperawatan, 13th Edition, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2013Nanda International, Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2012Nurarif, Amin Huda & Hardi Kusuma, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA; NIC-NOC, Mediaction Publishing, Jakarta, 2013Robert H. A. Haslam.Brain Abscess.In Nelson Textbook of Pediatrics 17thed.USA: WB Saunders. 2004. p: 2047-2048.