Abses Serebri Full

download Abses Serebri Full

of 55

description

o

Transcript of Abses Serebri Full

36

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangAbses serebri adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus maupun parasit. Sebagian besar abses serebri berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga tengah, sinusitis, penyebaran infeksi sistemik secara hematogen, maupun lewat trauma pasca operasi1.Berkembangnya teknik pencitraan, pembedahan, pengisolasian bakteri dan terapi antibiotik memberi pengaruh terhadap mortalitas dan morbiditas abses serebri. Angka mortalitas pada kasus abses serebri memang menurun tetapi masih tergolong cukup tinggi. Penderita abses serebri yang sanggup bertahan biasanya akan sembuh dengan sekuel neurologis yang permanen seperti hemaparese, lumpuh syaraf kranial, kejang berulang dalam periode yang lama, gangguan intelektual dan tingkah laku, ataxia, gangguan penglihatan, dan atrofi optik. Hal ini menjadikan abses serebri yang sebenarya jarang dijumpai terutama di negara-negara maju, tetap menjadi penyakit serius berprognosis buruk yang membutuhkan diagnosis dan penanganan yang cepat dan tepat1,2,3,4.

1.2TujuanTujuan penyusunan laporan kasus ini adalah mengeksplorasi dan memahami aspek teori abses serebri, serta mengintegrasikannya dengan aplikasi kasus abses serebri di lapangan, sekaligus untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Unversitas Sumatera Utara.

1.3ManfaatLaporan kasus ini diharapkan dapat menambah wawasan dan mengembangkan kemampuan penulis maupun pembaca khususnya dari peserta P3D untuk mengintegarasikan teori yang ada dengan aplikasi kasus yang ditemui di lapangan.

BAB 2LAPORAN KASUS

2.1Identitas PribadiNama: BURHANNo. MR: 51.35.13Jenis Kelamin: Laki-lakiUsia: 52 tahunSuku Bangsa: Tidak JelasAgama: IslamAlamat: Jln. Pembangunan Lk. II, Pangkalan Susu, MedanStatus: MenikahPekerjaan: SupirTanggal Masuk: 24 September 2012Tanggal Keluar: -

2.2AnamnesaKeluhan Utama: Lemah lengan dan tungkai kananTelaah: Hal ini dialami os sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit Haji Adam Malik, Medan. Kelemahan terjadi secara tiba-tiba saat os sedang istirahat. Namun, menurut keluarga, beberapa minggu sebelum keluhan tersebut, perilaku os tampak berubah. Os menjadi sering mudah teringgung dan mudah marah. Riwayat nyeri kepala, muntah menyembur, dan kejang disangkal. Riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, dan hiperkolesterolemia tidak jelas. Riwayat merokok dijumpai, sebanyak 1 bungkus/hari. Riwayat stroke sebelumnya tidak dijumpai. Riwayat trauma tidak dijumpai. Riwayat demam tidak dijumpai. RPT: Tidak jelasRPO: Tidak jelas

Anamnesa TraktusTraktus Sirkulatorius: Tidak ada keluhanTraktus Respiratorius: Tidak ada keluhanTraktus Digestivus: Tidak ada keluhanTraktus Urogenitalis: Tidak ada keluhanPenyakit Terdahulu dan Kecelakaan: -Intoksikasi dan Obat-obatan: -

Anamnesa KeluargaFaktor Herediter: Tidak jelasFaktor Familier: Tidak jelasLain-lain: -

Anamnesa SosialKelahiran dan Pertumbuhan: Tidak jelasImunisasi: Tidak jelasPendidikan: Tamat SMPPekerjaan: SupirPerkawinan dan Anak: Kawin, Jumlah anak: 3 Orang

2.3 Pemeriksaan JasmaniPemeriksaan FisikPemeriksaan UmumTekanan darah: 100/70 mmHgNadi: 80 x/menitFrekuensi nafas: 20 x/menitTemperatur: 36,8 CKulit dan selaput lendir : dalam batas normalKelenjar dan getah bening: pembesaran tidak dijumpaiPersendian: dalam batas normal

Kepala dan LeherBentuk dan posisi: bulat dan medialPergerakan: bebasKelainan panca indra: tidak dijumpaiRongga mulut dan gigi: karies (+)Kelenjar parotis: dalam batas normalDesah: tidak dijumpai

Rongga Dada dan AbdomenRongga dadaRongga abdomenInspeksiSimetris FusiformisSimetrisPalpasiStem fremitus ka=ki,Soepel, H/L tidak terabaKesan: normalPerkusiSonorTimpaniAuskultasiSP: vesikuler; ST:(-)Peristaltik (+) NSJ: dalam batas normal GenitaliaToucher: tidak dilakukan pemeriksaan

2.4Status NeurologiSensorium: Compos mentis (tidak kooperatif)KraniumBentuk: bulatFontanella: tertutup rataPalpasi: teraba pulsasi a.carotis dan a.temporalisPerkusi: cracked pot sign (-)Auskultasi: bruit arteri (-)Transiluminasi: tidak dilakukan pemeriksaan

Perangsangan MeningealKaku kuduk: (-)Tanda Kernig: (-)Tanda Brudzinski I: (-)Tanda Brudzinski II: (-)

Peningkatan Tekanan IntrakranialMuntah: (-)Sakit kepala: (-)Kejang: (-)

Saraf Otak/ Nervus KranialisNervus IMeatus nasi dextraMeatus nasi sinistraNormosmia sulit dinilai sulit dinilaiAnosmia sulit dinilai sulit dinilaiParosmia sulit dinilai sulit dinilaiHiposmia sulit dinilai sulit dinilaiKakosmia sulit dinilai sulit dinilai

Nervus II Ocular dextra Ocular sinistraVisus sulit dinilai sulit dinilaiLapangan Pandang Normal sulit dinilai sulit dinilaiMenyempit sulit dinilai sulit dinilaiHemianopsia sulit dinilai sulit dinilaiSkotoma sulit dinilai sulit dinilaiRefleks Ancaman (+)N (+)NFundus OkuliBatas Tidak dilakukan pemeriksaan WarnaTidak dilakukan pemeriksaan EkstravasasiTidak dilakukan pemeriksaan ArteriTidak dilakukan pemeriksaan Vena Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus III,IV,VI Ocular dextra Ocular sinistraGerakan bola mata sulit dinilai sulit dinilaiNistagmus sulit dinilai sulit dinilaiPupil Lebar Isokor, 3 mm Isokor, 3 mmBentuk bulat bulatRefleks cahaya langsung (+) (+)Refleks cahaya tidak (+) (+) langsungRima palpebra 7 mm 7 mmDeviasi conjugate (-) (-)Fenomena Dolls Eye tidak dilakukan tidak dilakukan pemeriksaan pemeriksaanStrabismus (-) (-)Nervus V KananKiriMotorikMembuka dan menutup (+)(+) mulutPalpasi otot masseter & sulit dinilai sulit dinilai temporalisKekuatan gigitan sulit dinilai sulit dinilaiSensorikKulit sulit dinilai sulit dinilaiSelaput lendir sulit dinilai sulit dinilaiRefleks KorneaLangsung sulit dinilai sulit dinilaiTidak langsung sulit dinilai sulit dinilaiRefleks masseter sulit dinilai sulit dinilaiRefleks bersin sulit dinilai sulit dinilai

Nervus VII KananKiriMotorikMimik sulit dinilai sulit dinilaiKerut kening sulit dinilai sulit dinilaiMenutup mata sulit dinilai sulit dinilaiMeniup sekuatnya sulit dinilai sulit dinilaiMemperlihatkan gigi sulit dinilai sulit dinilaiTertawa sulit dinilai sulit dinilaiSensorik Pengecapan 2/3 depan lidah sulit dinilai sulit dinilaiProduksi kelenjar ludah sulit dinilai sulit dinilaiHiperakusis sulit dinilai sulit dinilaiRefleks stapedial sulit dinilai sulit dinilai

Nervus VIII Kanan KiriAuditorius Pendengaran dalam batas normaldalam batas normalTest Rinnetidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaanTest Weber tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaanTest schwabach tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaanVestibularisNistagmus (-)(-)Reaksi Kalori tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaanVertigo tidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaanTinnitustidak dilakukan pemeriksaan tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus IX, XPallatum Mole: sulit dinilaiUvula: medialDisfagia: (-)Disartria: (-)Disfonia: (-)Refleks Muntah: (+)Pengecapan 1/3 belakang lidah: sulit dinilai

Nervus XIIKanan KiriMengangkat bahu sulit dinilai sulit dinilaiFungsi otot sternikleidomastoideus sulit dinilai sulit dinilai

Nervus XIILidah Tremor: (-)Atrofi: (-)Fasikulasi: (-)Ujung lidah sewaktu istirahat: medialUjung lidah sewaktu dijulurkan: medial

Sistem MotorikTrofi: EutrofiTonus Otot: NormotonusKekuatan otot: sdn, kesan lateralisasi ke kananSikap (Duduk-Berdiri-Berbaring): Berbaring Gerakan Spontan AbnormalTremor: (-)Khorea: (-)Ballismus: (-)Mioklonus: (-)Atetosis: (-)Distonia: (-)Spasme: (-)Tic: (-)Tes SensibilitasEksteroseptif: sulit dinilaiPropioseptif: sulit dinilaiFungsi Kortikal Untuk SensibilitasStereognosis: sulit dinilaiPengenalan Dua Titik: sulit dinilaiGrafestesia: sulit dinilai

RefleksRefleks fisiologisKananKiriBiceps (+) Normal (+) NormalTriceps (+) Normal (+) NormalRadioperiost (+) Normal (+) NormalAPR (+) Normal (+) NormalKPR (+) Normal (+) NormalTest strumple (+) Normal (+) NormalRefleks patologisKananKiriBabinski (-) (-)Oppenheim (-) (-)Chaddock (-) (-)Gordon (-) (-)Schaefer (-) (-)Hoffman-Tromner (-) (-)Klonus kaki (-) (-)Klonus lutut (-) (-)Refleks primitive (-) (-)

KoordinasiLenggangBicara: sulit dinilaiMenulis: sulit dinilaiPerabaan apraksia: sulit dinilaiMimikTes telunjuk-telunjuk: sulit dinilaiTes telunjuk-hidung: sulit dinilaiDiadokokinesia: sulit dinilaiTes tumit-lutut: sulit dinilaiTes Romberg : sulit dinilai

VegetatifVasomotorik: dalam batas normalSudomotorik: dalam batas normalPilo-Erektor: dalam batas normalMiksi: dalam batas normalDefekasi: dalam batas normalPotens dan Libido: sulit dinilai

VertebraBentukNormal: (+)Scoliosis: (-)Hiperlordosis: (-)PergerakanLeher: (+) bebasPinggang: (+) bebas

Tanda Perangsangan RadikulerLaseque: (-)Cross Laseque: (-)Lhermitte: (-)Naffziger: (-)

Gejala-Gejala SerebelarAtaksia: (-)Disartria: (-)Tremor: (-)Nistagmus: (-)Fenomena rebound: (-)Vertigo: (-)

Gejala-Gejala EkstrapiramidalTremor: (-)Rigiditas: (-)Bradikinesia : (-)

Fungsi LuhurKesadaran kualitatif: Compos mentis (tidak kooperatif)Ingatan lama: sulit dinilaiIngatan baru: sulit dinilaiOrientasiDiri: baikTempat: sulit dinilaiWaktu: sulit dinilaiSituasi : sulit dinilaiIntelegensia: sulit dinilaiDaya pertimbangan: sulit dinilaiReaksi emosi: tergangguAfasiaEkspresif: (+)Represif: (-)Apraksia : sulit dinilaiAgnosia Agnosia visual: sulit dinilaiAgnosia jari-jari: sulit dinilaiAkalkulia: sulit dinilaiDisorientasi kanan-kiri: sulit dinilai

2.5Kesimpulan PemeriksaanKeluhan Utama: Lemah lengan dan tungkai kananTelaah: Hal ini dialami os sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit Haji Adam Malik, Medan. Kelemahan terjadi secara tiba-tiba saat os sedang istirahat. Riwayat nyeri kepala, muntah menyembur, dan kejang disangkal. Riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, dan hiperkolesterolemia tidak jelas. Riwayat merokok dijumpai, sebanyak 1 bungkus/hari. Riwayat stroke sebelumnya tidak dijumpai. Riwayat trauma tidak dijumpai. Riwayat demam tidak dijumpai. RPT: Tidak jelasRPO: Tidak jelas

Status PresensSens: Compos MentisTekanan darah: 100/70 mmHgNadi: 80 x/menitFrekuensi nafas: 20 x/menitTemperatur: 36,8 C

Nervus KranialisN.I: sulit dinilaiN.II, III: RC +/+, pupil isokor 3 mmN.III, IV, VI: sulit dinilaiN.V: buka tutup mulut baikN.VII: sulit dinilaiN.VIII: pendengaran baikN.IX, X: uvula medialN.XI: sulit dinilaiN.XII: lidah istirahat medial

Status NeurologisSensorium: Compos MentisPeningkatan TIK: Sakit kepala (-), muntah (-), kejang (-)Rangsang Meningeal: Kaku kuduk (-), tanda kernig (-), brudzinski I/II (-)Refleks FisiologisKananKiriB/T: + +KPR/APR: + +Refleks PatologisKananKiriH/T: - -Babinski: - -Kekuatan Motorik: Sulit dinilai, kesan lateralisasi ke kanan

DiagnosaDiagnosa Fungsional: CM + Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstraDiagnosa Etiologik: dd - Stroke Iskemik Stroke Hemoragik SOLDiagnosa Anatomik: Lobus Frontalis Hemisfer KiriDiagnosis Sementara: CM + Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec dd- Stroke Iskemik Stroke Hemoragik SOLPenatalaksanaan Bed rest IVFD R-Sol 20 gtt/ menit Inj Citicolin 1 amp/12 jam Vitamin B complex 3 x 1 tab

Anjuran Cek Darah Lengkap, KGD sewaktu, RFT, Elektrolit Head CT Scan Foto Toraks

2.6 Pemeriksaan PenunjangHasil pemeriksaan laboratorium tanggal 24 September 2012:TestHasilNilai normal

Complete Blood CountHemoglobin (Hb)12.00 g %11.7 15.5g %

Erytrocyte (RBC)3.54 x 106/mm34.20 4.86 x106/mm3

Leukocyte (WBC)5.84 x 103/mm34.5 11 x103/mm3

Hematocrite33.90 %38 - 44 %

Trombocyte (PLT)229 x 103/mm3150 450 x103/mm3

MCV95.80 fL85 95 fL

MCH33.90 pg28 32 pg

MCHC35.40 g %33 35 g %

RDWMPVPCTPDW13.30 %8.80 fL0.20 %9.1 fL11,6 14,8 %7.0-10.2 fL

Cell Count:

Neutrofil52.40 %37 80 %

Limfosit29.30 %20 40 %

Monosit12.70 %2 8 %

Eosinophil5.30 %1 6 %

Basophil0.300 %0 1 %

Neutrophil absolute3.06 x 103/L2.7 6.5 x103/L

Limfosit absolute1.71 x 103/L1.5 3.7 x103/L

Monosit absolute0.74 x 103/L0.2 0.4 x103/L

Eosinophil absolute0.31 x 103/L0 0.10 x103/L

Basophil absolute0.02 x 103/L0 0,1 x103/L

KIMIA KLINIK (24 September 2012)METABOLISME KARBOHIDRAT

Glukosa Darah Sewaktu100.40 mg/dL 2.5 cm, dan merupakan penanganan lini kedua dari abses kecil yang tidak menunjukkan respon terhadap terapi antibiotik saja selama 4 minggu atau justru semakin membesar setelah mendapat terapi 2 minggu. Pembedahan ini dapat mengurangi penularan infeksi, memperoleh sampel kultur untuk diagnosis yang akurat, mengurangi efek massa dan meningkatkan efikasi antibiotik. Tetapi pembedahan juga tetapi juga berisiko menyebarkan agen infeksius ke sistem ventrikular sehingga dapat menimbulkan ventrikulitis. Bedah terbuka dilakukan pada lesi kortikal yang besar atau multi-locul dimana obstruksi cairan serebrospinal dapat memicu dekompensasi dini pada pasien. Bedah terbuka juga dapat dilakukan pada abses serebri fungal karena sulitnya antifungal menembus blood-brain barrier. Kontraindikasi dilakukannya operasi eksisi adalah jumlah lesi yang multipel, dan lokasi di kedalaman hemisfer.2,4,7,8

3.7.1Penatalaksanaan Abses Serebri BakterialKasus-kasus yang masih dalam tahap serebritis, kasus-kasus lesi tunggal berdiameter < 2cm, dan kasus-kasus abses multipel yang kritis/terminal merupakan indikasi untuk pemberian medikasi saja. Abses dengan diameter lesi > 2.5 cm ditangani dengan aspirasi, drainase, atau eksisi komplit. Jika terdapat lesi multipel, dapat dilakukan aspirasi dan pemberian antibiotik. Untuk penilaian respon terapi, sebaiknya dilakukan neuro-imaging serial. Jika tidak terdapat perbaikan secara klinis atau radiologis, harus dipikirkan untuk melakukan operasi. Pemantauan pasien abses serebri sebaiknya dilakukan minimal selama 1 tahun untuk memastikan tidak adanya abses berulang. Pada pasien dugaan abses bakterial dengan hasil kultur negatif, terapi antibiotik empiris tetap dilanjutkan2,7,8,11.

3.7.2 Penatalaksanaan Abses Serebri FungalPasien diterapi dengan antibiotik sampai adanya konfirmasi disebabkan oleh jamur. Agen antifungal pada umumnya sulit menembus blood-brain barrier sehingga terapi antifungal biasanya dikombinasi dengan aspirasi abses. Candida albicans diterapi dengan amphotericin B liposomal (dosis dikonsultasi dengan spesialis), flukonazole 400mg IV/hari, atau caspofungin 70 mg IV dosis tunggal pada hari pertama diikuti 50 mg per harinya. Cryptococcal diterapi dengan amphotericin B liposomal ditambah flucytosine oral 150 mg/kg/hari dibagi dalam 4 dosis, atau flukonazole 400mg IV/hari8.

3.7.3 Penatalaksanaan Abses Serebri ParasitikPasien diterapi dengan antibiotik sampai adanya konfirmasi disebabkan oleh parasit. Toxoplasma gondii diterapi dengan pyrimethamine oral 200 mg dosis tunggal pada hari pertama diikuti 75 mg oral per hari, dan sulfadiazine oral 1500 mg dibagi dalam 4 dosis per hari. Obat alternatif lainnya adalah trimethoprim-sulfamethoxazole oral 5 mg/kgBB perhari dibagi dalam 2 dosis. Jika toxoplasmosis ditemukan pada pasien yang baru didiagnosa HIV atau pada pasien HIV yang belum memperoleh antiretroviral, HAART (highly active antiretroviral) wajib segera diberikan dan diharapkan dapat membantu resolusi infeksi toxoplasma. Taenia solium diterapi dengan praziquantel oral 50 mg/kg/hari dibagi dalam 3 dosis. Naegleria fowleri diterapi dengan amphotericin B liposomal, meskipun infeksi ini hampir selalu berakibat fatal8.

3.7.4 Penatalaksanaan Abses Serebri KriptogenikKebanyakan kasus pada awalnya diduga sebagai kasus bakterial. Penatalaksanaan yang diberikan sama seperti abses serebri bakterial8.

3.8 Komplikasia. VentrikulitisDisebabkan oleh rupturnya abses ke sistem ventrikular secara spontan maupun saat operasi. Umumnya dibutuhkan terapi antibiotik intratekal dan mungkin berkomplikasi dengan hidrosefalus. Komplikasi ini cukup serius, berprognosis buruk dan angka mortalitasnya meningkat dengan signifikan7,8,10.b. HiponatremiDapat terjadi sebagai akibat dari terbuangnya garam serebral atau SIADH (syndrome of inappropriate antidiuretic hormone). Penurunan serum sodium sebaiknya dievaluasi sebagai kemungkinan SIADH, terutama jika ditemui restriksi cairan. Hiponatremi tidak boleh dikoreksi terlalu agresif (tidak lebih dari 12 mEq perhari) untuk mencegah myelinolisis pusat pons8.c. Disfungsi KognitifNeonatus dan anak-anak penderita penyakit jantung sianotik yang mengalami abses serebri memiliki resiko tinggi mengalami penurunan kognitif8.d. KejangKejang merupakan komplikasi abses serebri yang paling sering dijumpai, dan diterapi dengan obat antiepileptik. Semua pasien abses serebri sebaiknya diawasi tanda kejang dan ditempatkan di tempat yang sesuai standar penatalaksanaan kejang7,8.e. HidrosefalusHidrosefalus jarang terjadi pada abses serebri, namun kejadian hidrosefalus meningkat bila komplikasi lain seperti ventrikulitis juga telah terjadi sebelumnya8.f. KematianPasien abses serebri biasanya meninggal akibat rupturnya kavitas abses ke dalam ventrikel, atau akibat edema sekitar yang memicu herniasi3,8.

3.9 PrognosisPrognosis pasien dengan abses serebri semakin membaik dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak diperkenalkannya CT dan MRI, berkembangnya teknik operasi, dan pendekatan secara kombinasi medikasi-operasi. Angka mortalitas turun menjadi sekitar 15%, namun angka ini dapat meningkat pada pasien gangguan imunitas, penerima transplant, dan pasien dengan abses dalam pada hemisfer. Prognosis buruk biasanya berkaitan dengan keterlambatan diagnosis, cepatnya perkembangan infeksi, kecacatan neurologis, abses multipel dan dalam, ruptur ventrikular, Glasgow Coma Scale yang buruk, pengobatan inadekuat, kortikosteroid berkepanjangan, adanya penyakit penyerta seperti penyakit jantung sianotik, dan agen kausatif tertentu (Aspergillus sp, Pseudomonas sp, Nocardia sp)3, 8,11. Pasien yang dapat bertahan biasanya sembuh dengan sekuel defisit neurologis yang permanen, meliputi: hemiparese, lumpuh syaraf kranial, kejang berulang dalam periode yang lama, gangguan intelektual dan tingkah laku, ataxia, gangguan penglihatan, dan atrofi optik3,4.

BAB IVDISKUSI

Abses otak lebih banyak dijumpai pada laki laki dari pada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia produktif yaitu sekitar 20 50 tahun. Pada kasus ini, os merupakan seorang laki-laki, namun berusia 52 tahun1. Abses serebri disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus maupun parasit yang berasal dari infeksi sekunder dari penyakit otogenik (sinus paranasal, telinga tengah, mastoid sel), ondontogen, trauma kepala, tindakan pembedahan kraniotomi, endokarditis, dan infeksi lain di dalam tubuh, dan berhubungan dengan penyakit jantung bawaan. Infeksi ke otak secara perkontinuitatum, hematogen, atau kombinasi keduanya. Sedangkan 30% lainnya, kriptogenik, masih belum diketahui sumber infeksinya. Pada pasien ini sumber infeksi primer masih belum jelas namun diduga berasal dari infeksi pada gigi yang dialami os sejak kecil5.Gejala klinis yang hampir selalu ditemui pada kasus abses serebri adalah; 1) Sakit kepala, 2) Muntah-muntah, 3) Kejang-kejang, 4) Gejala pusing, vertigo, ataxia, 5) Gangguan bicara, hemianopsis, unialateral midriasis, gejala fokal. Pada pemeriksaan radiologis yang merupakan gold standard untuk penegakan abses serebri dapat dijumpai gambaran cincin (ring enhancement). Pada pasien ini, keluhan yang didapati hanya lemah pada lengan dan tungkai kanan namun tidak dijumpai keluhan umum abses serebri seperti tersebut di atas, sehingga diagnosis cenderung ke arah stroke1. Dari hasil pemeriksaan head CT scan tanpa kontras pada tanggal 26 September 2012, ditemukan gambaran perifokal edema yang luas pada lobus frontalis hemisfer sinistra, sehingga diagnosa yang dinaikkan menjadi Space Occupaying Lessions (SOL). Dalam follow up rawatan selama di RSHAM, pasien tampak gelisah, sering meronta-ronta dan komunikasi yang kurang baik serta bicara tidak jelas. Setelah dilakukan alloanamnesa lanjutan, keluarga mengeluhkan os sudah mengalami sering gelisah, mudah tersinggung dan mudah marah pada beberapa minggu sebelum pasien mengeluhkan lemah pada lengan dan tungkai kanan. Diduga gangguan perilaku tersebut merupakan akibat dari perkembangan lesi pada bagian otak yang berperan untuk fungsi kepribadian, yakni lesi di lobus frontalis, yang jelas terlihat pada hasil CT-scan. Dugaan ini diperkuat dengan adanya hasil konsul dari bagian Psikiatri yang mendiagnosa os mengalami ganguan mental organik. Pada pemeriksaan head CT-scan dengan kontras pada tanggal 3 Oktober 2012, didapati gambaran ring enhancement pada sebuah lesi di lobus frontalis hemisfer kiri dengan perifokal edema, sehingga diagnosa os ditegakkan sebagai Hemiparese dekstra + Parese N VII UMN dekstra ec abses serebri.Penanganan abses serebri harus dilakukan segera, meliputi pemberian antibiotika yang sesuai, tindakan bedah (drainase atau eksisi), mengatasi edema serebri dan pengobatan infeksi primer lokal. Secara umum pemilihan antibiotik empirik sebagai pengobatan awal abses serebri didasarkan atas sumber infeksi. Jika faktor predisposisi tidak dijumpai, maka regimen yang digunakan adalah Cephalosporin gen.III ditambah Metronidazole. Pada kasus ini, faktor predisposisi pada pasien masih belum jelas, sehingga diberikan antibiotik Ceftriaxone dan Metronidazole9,11. Pemberian kortikosteroid pada kasus abses serebri sebenarnya masih kontroversial, dan hanya diberikan pada kasus dengan edema yang signifikan untuk mengurangi penurunan TIK. Pada kasus ini diberikan Dexamethasone karena tampak jelas adanya gambaran perifokal edema yang sangat luas3,9,11.Prognosis baik ditentukan oleh usia muda, tidak dijumpai penurunan kesadaran pada awal diagnosa penyakit, dan tidak dijumpai penyakit komorbid. Pada pasien ini tidak dijumpai penurunan kesadaran maupun penyakit komorbid, sehingga prognosis cukup baik meskipun berpotensi meninggalkan sekuel neurologis jangka lama seperti hemiparese, lumpuh syaraf kranial, kejang berulang dalam periode yang lama, gangguan intelektual dan tingkah laku3,4,11.

BAB VPERMASALAHAN

Adapun hal-hal yang masih menjadi permasalahan dalam kasus ini adalah:1. Dimanakah lokasi infeksi primer pada pasien ini?2. Apakah masih dibutuhkan aspirasi cairan pus untuk dilakukan kultur?3. Dengan adanya pemberian Dexamethason pada pasien ini, apakah dosis antibiotiknya perlu ditingkatkan?4. Masih menunggu waktu dua minggu setelah hari pertama pemberian antibiotik untuk dilakukan head CT-scan ulang guna melihat respon antibiotik, sehingga dapat menentukan langkah penanganan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Hakim AA: Abses Otak. Majalah Kedokteran Nusantara Vol.38 No.4, Desember 2005.2. Hakan T: Management of bacterial brain abscesses. Neurosurg Focus 24 (6):E4, 2008.3. Brook I: Brain abscess. 2012. Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/212946. [Tanggal 7 Oktober 2012].4. Ropper AH, Brown R. Infections of the Nervous System (Bacterial, Fungal, Spirochetal, Parasitic) and Sarcoidosis. In: Ropper AH, Brown R, editors. Adams and Victors Principles of Neurology, 8th ed. New York: McGraw-Hill, 2005, p.606-6095. Laminof MJ:Brain Abscess in Clinical Neurology, 3rdEd. A large Medical Book. Connecticut. 1995,p.297 2986. Wirjokusumo S: Infeksi Cerebral yang Berasal dari Infeksi Odontogen pada Infeksi Susunan Saraf. PKB II Ilmu Penyakit Saraf FK Unair. Surabaya.19967. Sudewi AA, Sugianto P, Ritarwan R: Infeksi pada Sistem Saraf. Percetakan UNAIR. 2011. p.21-298. British Medical Journal: Brain Abscess. 2012. Diakses dari: http://bestpractise.bmj.com/best-practise/monograph/925/basics.html. [Tanggal 7 Oktober 2012]. 9. Erdogan E, Cansever T: Pyogenic brain abscess. Neurosurg Focus 24 (6):E2, 200810. Rappaport ZV, Vajda J: Intracranial Abscess: Current Concepts in Management. Neurosurgery Quarterly, Vol. 12, No. 3, 2002.11. Isada, C.M. 2012. Brain abscess. Diakses dari: http://www.clevelandclinicmeded.com/ medicalpubs/diseasemanagement/infectious-disease/brain-abscess/. [Tanggal 5 Oktober 2012].