33925319...
-
Upload
annisa-catria-latif -
Category
Documents
-
view
2.987 -
download
0
description
Transcript of 33925319...
1
AZAS SUBSIDIARITAS DALAM UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 1997
TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Oleh :
Agung Yuriandi (087005039) Bidang Studi Magister Ilmu Hukum
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
Medan 2009
Pendahuluan
Pengertian azas dalam kamus Bahasa Indonesia adalah dasar,
landasan, fundamen, prinsip dan jiwa atau cita-cita. Azas adalah suatu dalil
umum yang dinyatakan dalam istilah umum dengan tidak menyebutkan
secara khusus cara pelaksanaannya. Azas dapat juga disebut pengertian-
pengertian dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak berpikir tentang sesuatu.1
Selanjutnya menurut Satjipto Rahardjo, azas hukum adalah unsur
penting dan pokok dari peraturan hukum. Azas hukum adalah jantungnya
peraturan hukum karena ia merupakan landasan yang paling luas bagi
lahirnya peraturan hukum (ia adalah ratio legis-nya peraturan hukum), dan
pada akhirnya peraturan-peraturan hukum tersebut dapat dikembalikan
kepada azas-azas tersebut.2
1. Satyagraha. Azas Hukum. http://komunitasmahasiswa.info/2008/12/azas-hukum/.
Dilihat pada 17 Mei 2009. 2. Ibid.
2
Di dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup terdapat beberapa azas hukum, yaitu :
1. Azas Subsidiaritas3; dan
2. Azas Pencemar Membayar4.
Jika dilihat substansi Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup maka akan dijumpai Azas Hukum tersirat di
dalamnya. Masalah yang ditimbulkan adalah bagaimana penegakan hukum
dalam kasus lingkungan hidup berdasarkan azas yang dianutnya. Sebelum
memasuki pokok pembahasan maka akan dilihat bagaimana latar belakang
Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia.
Latar Belakang Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Masalah lingkungan semakin lama semakin besar, meluas, dan serius.
Ibarat bola salju yang menggelinding, semakin lama semakin besar.
3. Penjelasan Atas Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Bagian I : Umum, yang menyatakan bahwa : ”Sebagai penunjang hukum administrasi, berlakunya ketentuan hukum pidana tetap memperhatikan azas subsidiaritas, yaitu bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi bidang hukum lain,s eperti sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat”.
4. Ibid. Pasal 34 Ayat (1) menyatakan bahwa : “Ayat ini merupakan realisasi azas yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut azas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk : memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan; memulihkan fungsi lingkungan hidup; menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup”.
3
Persoalannya bukan saja bersifat lokal atau translokal, tetapi regional,
nasional, trans-nasional, dan global. Dampak-dampak yang terjadi terhadap
lingkungan tidak hanya berkaitan pada satu atau dua segi saja, tetapi kait
mengait sesuai dengan sifat lingkungan yang memiliki multi mata rantai relasi
yang saling mempengaruhi secara subsistem. Apabila satu aspek lingkungan
terkena masalah, maka berbagai aspek lainnya akan mengalami dampak
atau akibat pula seperti sebuah mata rantai kehidupan.5
Manusia memberikan faktor penyebab yang sangat signifikan secara
variabel bagi peristiwa-peristiwa lingkungan. Tidak bisa disangkal bahwa
masalah-masalah lingkungan yang lahir dan berkembang karena faktor
manusia jauh lebih besar dan rumit dibandingkan dengan faktor mobilitas
pertumbuhannya, akal pikiran dengan segala perkembangan aspek-aspek
kebudayaannya, dan begitu juga dengan faktor proses masa atau zaman
yang mengubah karakter dan pandangan manusia, merupakan faktor yang
lebih tepat dikaitkan kepada masalah-masalah lingkungan hidup.6 Sebagai
contoh: Tahun 1968 timbulnya penyakit minamata dan penyakit itai-itai di
Jepang yang ditimbulkan oleh logam air raksa dan logam kadmium dari
pencemaran industri.7
Jika dilihat dari UU PLH salah satu latar belakang adalah untuk
mewujudkan manusia Indonesia seluruhnya yang beriman dan bertaqwa
5. Nommy Horas Thombang Siahaan. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan.
http://books.google.co.id/books?id=ae7qLHtmcW4C. Dilihat pada 17 Mei 2009. 6. Ibid. 7. Suhaidi. Modul Perkuliahan : Hukum Tata Lingkungan. Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009.
4
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia adalah Khalifah di muka bumi dan
manusia adalah Rahmatan Lil ’alamin (Rahmat bagi alam semesta).8
Di dalam pembangunan berkelanjutan ada pembangunan yang
dijalankan untuk memenuhi kebutuhan pada waktu sekarang yang tidak
boleh mengurangi kemampuan generasi-generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhannya.9
Prinsip-prinsip berkelanjutan, antara lain:10
1. Menghormati dan memelihara komunitas kehidupan;
2. Memperbaiki kebutuhan manusia;
3. Melestarikan daya hidup dan keragaman bumi;
4. Menghindari sumber-sumber daya yang tidak terbarukan;
5. Berusaha untuk tidak melampaui batas kapasitas daya dukung bumi;
6. Mengubah sikap dan gaya hidup perorangan;
7. Mendukung kreativitas masyarakat untuk memelihara lingkungan
sendiri;
8. Menyediakan kerangka kerja nasional menankan upaya pembangunan
pelestarian; dan
9. Menciptakan kerja sama global.
Pada kenyataan yang terjadi sebagai contoh pada daerah Simeleu,
pemerintah menginginkan kebun kelapa sawit, padahal di Simeleu ada
8. Alvi Syahrin. Catatan Perkuliahan : Hukum Tata Lingkungan. Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009. 9. Ibid. 10. Ibid.
5
cengkeh dan kayu manis yang tidak perlu lagi ditanam melainkan tumbuh
sendiri.11
Di Indonesia ada peraturan yang mengharuskan adanya kelapa
hibrida yang pendek-pendek hanya 1 (satu) kali berbuah, sedangkan pohon
kelapa biasa bisa berbuah dari 3-30 tahun dan sudah ada di setiap
kepulauan Indonesia dengan kata lain tidak perlu ditanam lagi.12
Penegakan Hukum dalam Kasus Lingkungan Hidup Berdasarkan Azas
Subsidiaritas
Penegakan hukum kasus lingkungan hidup dapat ditempuh dengan 3
(tiga) jalur, yaitu:13
1. Jalur administrasi;
2. Jalur pidana; dan
3. Jalur perdata.
Penegakan hukum lingkungan yang mengedepankan model pidana
administratif didasarkan pada sulitnya pembuktian yang dilakukan dengan
jalur pidana lingkungan hidup dan banyaknya industri atau kegiatan usaha
yang mendapat izin dari pemerintah ternyata melakukan pencemaran atau
perusakan lingkungan hidup. Sanksi yang diberikan lebih ditekankan kepada
penjatuhan pidana denda daripada menjatuhkan pidana penjara.
11. Ibid. 12. Ibid. 13. Suhaidi. Loc. cit.
6
Seyogyanya, penerapan penuntutan melalui jalur pidana merupakan tindakan
terakhir dalam menghadapi kasus lingkungan hidup apabila sanksi perdata
tidak cukup untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan oleh sebuah
perusahaan/industri pencemar.14
Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup terjadi karena adanya
sengketa dan pihak-pihak yang dirugikan. Penyelesaian sengketa menurut
Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
dapat ditempuh dengan 2 (dua) jalur, yaitu:15
1. Luar pengadilan; dan
Penyelesaian sengketa dengan menggunakan jalur luar pengadilan
bersifat optional atau pilihan dan sukarela atau voluntary. Para pihak dapat
memilih jalur ini dalam menyelesaikan sengketa tetapi harus bersifat
sukarela. Jika, satu pihak saja yang setuju menggunakan jalur ini maka tidak
bisa dilakukan. Harus kedua belah pihak menyatakan penyelesaian sengketa
dengan cara luar pengadilan (ADR = Alternative Dispute Resolution).
Pada prakteknya dari dulu Indonesia sudah menggunakan jalur luar
pengadilan karena azas musyawarah mufakat dan menggunakan sistem win
win solution berdasarkan musyawarah yang dituangkan dalam bentuk
perjanjian. Dengan kata lain, sama-sama menang dengan tidak merugikan
salah satu pihak.
14. Azamul Fadhly Noor. Azas Subsidiaritas dalam UU Pokok Lingkungan Hidup (PLH).
http://azamul.wordpress.com/2007/07/04/asas-subsidiaritas-dalam-uu-pokok-lingkungan-hidup-plh/ . diakses pada 25 Mei 2009.
15. Suhaidi. Op. cit.
7
Biasanya korban pencemaran tidak mengerti tentang hukum
sedangkan pencemar mengerti tentang hukum karena menggunakan lawyer.
Namun, dapat menggunakan pihak ketiga yang harus dibentuk berdasarkan
PP No. 54 tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup. Lembaga ini dapat dibentuk
melalui masyarakat dan pemerintah supaya bargaining position dalam
menyelesaikan sengketa terpenuhi.
Jalur luar pengadilan adalah jalur sukarela, dan kedua belah pihak
harus setuju. Pihak ketiga juga dapat menyelesaikan sengketa juga dengan
persetujuan kedua belah pihak.
Di Medan sudah ada Biro Lingkungan Hidup oleh Bappedalda.
Biasanya dalam perjanjian, salah satu pihak tidak setuju dengan isi di dalam
perjanjian tersebut maka tidak terpenuhilah kesepatakan untuk
menyelesaikan sengketa menggunakan jalur luar pengadilan.
Jika sudah dipilih jalur ini maka tertutup kemungkinan untuk
menggunakan jalur pengadilan, kecuali:
- Salah satu pihak tidak setuju; dan
- Dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau
para pihak (dalam konteks perjanjian).
2. Pengadilan.
Penyelesaian sengketa menurut jalur pengadilan, dapat dilakukan
dengan perdata ataupun pidana, yang lebih diutamakan adalah hukum
8
perdata berkaitan dengan ”Prinsip Subsidiaritas16”. Ketentuan dalam
penjelasan Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup yaitu prinsip subsidiaritas pada intinya mengatur
penegakan hukum pidana. Menurut Direktur Hukum dan Peradilan pada
Mahkamah Agung (MA), Suparno menyatakan bahwa ”...penegakan hukum
pidana bisa merupakan upaya hukum terkahir, jika penegakan hukum
administrasi, perdata dan alternatif penyelesaian sengketa tidak efektif lagi”.17
Untuk dapat memulai kegiatan penyidikan tindak pidana lingkungan
hidup, tidak cukup hanya terdapat fakta-fakta yang lengkap, bukti-bukti
permulaan yang cukup dan terdekteksi dan teridentifikasi tersangkanya. Di
samping terpenuhinya tiga syarat minimal seperti yang diatur dalam Undang-
Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, azas
subsidiaritas juga harus terpenuhi. Oleh karena itu, penegakan hukum pidana
dalam kasus-kasus lingkungan hidup perlu proses yang panjang. Bahkan
aparat kepolisian memandang azas subsidiaritas sebagai kendala dalam
penyidikan tindak pidana lingkungan hidup.18
Tindak pidana dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang
Pengelolaan Hidup terdapat pada Ketentuan Pidana Pasal 41 – Pasal 48
adalah kejahatan. Prinsip yang terdapat dalam ketentuan pidana tersebut,
16. Penerapan prinsip subsidiaritas dilakukan apabila hukum sanksi administrasi dan
sanksi pidana tidak efektif. 17. Suara Merdeka Online. Azas Subsidiaritas Jadi Topik Kajian.
http://74.125.153.132/search?q=cache:JCNI0fxXLEgJ:www.suaramerdeka.com/harian/0503/26/slo10.htm+azas+subsidiaritas&cd=11&hl=id&ct=clnk&gl=id. Diakses pada 25 Mei 2009.
18. Ibid.
9
antara lain: Prinsip legalitas (Pasal 10); Prinsip suistainable development;
dan Prinsip pencegahan (berkaitan dengan kemajuan teknologi yang
mencemari lingkungan hidup tetapi seharusnya dibarengi dengan
pengembangan lingkungan hidup agar tidak terabaikan).
Apabila terjadi perusakan dan pencemaran maka harus ada pihak
yang bertanggung jawab (prinsip pencemar membayar) dan harus dipulihkan
secara lingkungan hidup seperti sedia kala.
Kaidah tidak boleh menyimpang dari prinsip. Jadi, prinsip dapat
menghasilkan kaidah. Prinsip dan azas adalah hal yang paling tinggi dalam
hukum.
Penyelesaian sengketa melalui jalur perdata adalah mengenai ganti
rugi. Namun, jalur luar pengadilan biasanya mengenai kesepakatan besarnya
ganti rugi.
Kesimpulan
Secara garis besar apabila dilihat dari beberapa putusan terhadap
kasus kejahatan lingkungan, kecenderungan putusan terhadap pelaku
kejahatan lingkungan oleh perusahaan hanya sampai pada persoalan
administrasi dan perdata kemudian, meskipun terdapat tindak kejahatan
pidana lingkungan oleh perusahaan tetapi pada kenyataannya banyak
perusahaan yang lepas dari jerat pidana lingkungan.
10
Instrumen hukum yang digunakan dalam penegakan hukum yaitu
Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
termuat beberapa azas: azas subsidiaritas; prinsip pencemar membayar
(pollute pay principle) yang keberadaan azas-azas ini menyebabkan lahirnya
celah hukum bagi pelaku tindak kejahatan lingkungan untuk lepas dari jerat
pidana.
11
DAFTAR PUSTAKA
Satyagraha. Azas Hukum. http://komunitasmahasiswa.info/2008/12/azas-hukum/. Dilihat pada 17 Mei 2009.
Nommy Horas Thombang Siahaan. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. http://books.google.co.id/books?id=ae7qLHtmcW4C. Dilihat pada 17 Mei 2009.
Noor, Azamul Fadhly. Azas Subsidiaritas dalam UU Pokok Lingkungan Hidup (PLH). http://azamul.wordpress.com/2007/07/04/asas-subsidiaritas-dalam-uu-pokok-lingkungan-hidup-plh/ . diakses pada 25 Mei 2009.
Penjelasan Atas Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Suara Merdeka Online. Azas Subsidiaritas Jadi Topik Kajian. http://74.125.153.132/search?q=cache:JCNI0fxXLEgJ:www.suaramerdeka.com/harian/0503/26/slo10.htm+azas+subsidiaritas&cd=11&hl=id&ct=clnk&gl=id. Diakses pada 25 Mei 2009.
Suhaidi. Modul Perkuliahan : Hukum Tata Lingkungan. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009.
Syahrin, Alvi. Catatan Perkuliahan : Hukum Tata Lingkungan. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 2009.
Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.