Peran KPPU Dalam Mengawasi Tender BUMD Di SUMUT_Agung Yuriandi
-
Upload
agung-yuriandi -
Category
Documents
-
view
1.025 -
download
1
description
Transcript of Peran KPPU Dalam Mengawasi Tender BUMD Di SUMUT_Agung Yuriandi
1
PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM MENGAWASI TENDER BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD)
DI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh :
AGUNG YURIANDI NIM. 030200058
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2007
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah membuktikan, ekonomi pasar merupakan sistem terbaik untuk
membangun dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat. Dalam sistem
ekonomi pasar, aktivitas produsen dan konsumen tidak direncanakan oleh sebuah
lembaga sentral, melainkan secara individual oleh para pelaku ekonomi. Dan
persainganlah yang bertindak sebagai tangan-tangan tidak terlihat (invisible
hands) yang “mengkoordinasi” rencana masing-masing.1
Salah satu bentuk tindakan yang dapat mengakibatkan persaingan tidak
sehat adalah persekongkolan dalam tender, yang merupakan salah satu bentuk
kegiatan yang dilarang oleh Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999. Prinsip-prinsip
umum yang perlu diperhatikan dalam tender adalah transparansi, penghargaan
atas uang, kompetisi yang efektif dan terbuka, negosiasi yang adil, akuntabilitas
dan proses penilaian, dan non-diskriminatif.
Praktek KKN yang diungkapkan masyarakat sebagaimana diberitakan
dalam media massa adalah dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah, baik
yang berasal dari instansi pemerintah maupun dari Badan Usaha Milik Negara
(BUMN). Kita bisa lihat dalam kasus proyek listrik swasta di PT. PLN (Persero),
1. Adiwarman Karim, Ekonomi Islam dalam Pandangan Adam Smith,
http://www.hudzaifah.org/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=171. 2007. h. 1.
3
kerja sama perusahaan swasta dengan PT. PERTAMINA (Persero), proyek-
proyek jalan tol di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum, dan sebagainya.2
Praktek KKN dalam proyek pemerintah telah menimbulkan persaingan
yang tidak sehat dalam usaha memenangkan tender proyek tersebut. Persaingan
yang tidak sehat ini membuka peluang terjadinya monopoli orang atau
perusahaan tertentu dalam proyek-proyek yang berkaitan dengan pemerintah dan
pada gilirannya merugikan masyarakat umum. Proyek listrik swasta dari PLN,
misalnya, telah menyebabkan PLN menderita kerugian yang tidak sedikit.
Prosedur mengenai pelaksanaan tender untuk proyek-proyek pemerintah,
baik yang dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN),
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) maupun Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diatur dalam beberapa
produk hukum. Pertama, Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1974 tentang
Pelaksanaan APBN yang kemudian melalui Keputusan Presiden No. 24 Tahun
1995 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 tentang
Pelaksanaan APBN, dan diperbaharui lagi melalui Keputusan Presiden No. 8
Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994
tentang APBN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden No. 24
Tahun 1995. Kedua, Keputusan Menteri Negara Perencanan Pembangungan
Nasional/ Ketua BAPPENAS No. KEP-122/ KET/ 7/ 1994 tentang Tata Cara
Pengadaan dan Biaya Jasa Konsultasi.3
2. Abdul Hakim G. Nusantara dan Benny K. Harman. Analisa dan Perbandingan Undang-
Undang Anti Monopoli. PT. Gramedia, Jakarta, 1999. h. 21. 3. Ibid.
4
Produk hukum pertama dan kedua di atas berlaku untuk departemen,
lembaga pemerintah non departemen, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.
Ketentuan ini dibuat agar pengelolaan uang atau kekayaan negara, baik yang
dituangkan melalui APBN/ APBD maupun pengembangan BUMN/ BUMD, bisa
berjalan lebih efisien dan efektif dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.4
Untuk menjamin persaingan usaha yang sehat, Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia (DPR-RI) menerbitkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (selanjutnya
disebut UU No. 5 Tahun 1999). Pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 yang efektif
diharapkan dapat memupuk budaya berbisnis yang jujur dan sehat sehingga dapat
terus menerus mendorong dan meningkatkan daya saing diantara pelaku usaha.
Tidak dapat disangkal bahwa agar suatu aturan hukum dapat ditegakkan
secara baik, diperlukan organ penegak hukum yang memadai. Suatu aturan
hukum, betapapun baiknya secara substantif, tidak akan berjalan dengan baik
apabila tidak didukung oleh sistem penegak hukum yang baik pula.5
Hukum Persaingan Usaha tidak hanya ditujukan pada ketertiban
masyarakat (public order), namun juga sedikit banyak bekepentingan dengan
terciptanya efisiensi ekonomi melalui penciptaan dan pemeliharaan iklim
persaingan usaha yang kondusif.
Mengingat bahwa hukum persaingan usaha berkaitan dengan aktivitas
berusaha (business activity) dan masyarakat usaha sebagai tempat berlakunya,
bisa dimengerti apabila di banyak negara yang telah memiliki hukum persaingan
usaha yang komprehensif lantas dibentuk organ khusus untuk mengelola
4. Ibid. h. 22. 5. Arie Siswanto. Hukum Persaingan Usaha. Ghalia Indonesia. Jakarta. 2002. h. 49.
5
penegakan hukum persaingan usaha. Dengan kewenangan yang dimiliki, organ-
organ khusus semacam ini memikul tanggung jawab untuk mengungkapkan
hukum persaingan di satu sisi dan di sisi lain sekaligus menjaga supaya iklim
berusaha tidak terganggu oleh “intervensi” hukum persaingan usaha.
Untuk dapat terwujudnya ketentuan-ketentuan tentang anti monopoli ini
ke dalam praktek, maka dibutuhkan suatu badan yang tugas pokoknya adalah
untuk mengawasi pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan tentang persaingan
usaha.
Maka dari itu, UU No. 5 Tahun 1999 telah membentuk apa yang disebut
dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Komisi ini bertanggung
jawab langsung kepada Presiden RI. Karena itu, KPPU memperoleh sumber
keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau sumber-sumber
lainnya yang diperbolehkan oleh peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 75 Tahun 1999,
KPPU dibentuk sebagaimana diatur dalam Pasal 34 yang mengatur mengenai
susunan organisasi, tugas, dan fungsi Komisi yang ditetapkan melalui Keputusan
Presiden.
Komisi memiliki beberapa tugas yang meliputi6 :
1. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
6. Ningrum Natasya Sirait. Hukum Persaingan di Indonesia. Pustaka Bangsa Press. Medan.
2004. h. 108 – 109.
6
3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan
posisi dominan yang dapat mengakibatkan praktek monopoli yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
4. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi.
5. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
6. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU No. 5
Tahun 1999.
7. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan tugas tersebut di atas maka KPPU menjalankannya dengan baik
terbukti dengan terungkapnya kasus RSU. KOTA PEMATANG SIANTAR yang
mengadakan tender mengenai Perbaikan Bangsal pada rumah sakit tersebut tetapi
telah terjadi persekongkolan tender. Adanya kerjasama antara perusahaan peserta
tender dengan Walikota, Wakil Walikota, Pelaksana Kepala RSU dan Panitia
Tender mengakibatkan negara mengalami kerugian sebesar Rp. 381.440.000,00
(tiga ratus delapan puluh satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah).7
Dari uraian di atas maka sudah waktunya KPPU mulai memikirkan
bagaimana upaya membantu pemerintah agar dapat lebih mengatasi masalah-
masalah persaingan usaha tidak sehat dan atau persekongkolan tender tersebut
terlebih lagi di daerah yang masih banyak terjadi persekongkolan tender.
7. KPPU, Putusan Perkara No. : 06 / KPPU-L / 2006 Tentang Perbaikan Bangsal RSU Kota
Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005.
7
Untuk melakukan analisis yang lebih komprehensif dan dapat
dipertanggungjawabkan secara metodologis tentang permasalahan ini, penulis
memilih judul “Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam
Mengawasi Tender Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Sumatera
Utara” dengan studi kasus RSU. PEMATANG SIANTAR.
B. Perumusan Masalah
Dalam suatu rencana penelitian langkah utama yang perlu diperhatikan
adalah apa yang menjadi masalah pokok penelitian tersebut. Berdasarkan uraian
di atas maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tender ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha?
2. Bagaimana peran KPPU mengawasi dalam pelaksanaan Tender Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) di Sumatera Utara?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi
syarat guna mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara dan sebagai tambahan pengetahuan bagi penulis. Namun,
berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin
dicapai dalam karya tulis ini, antara lain :
1. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan tender yang di tempuh oleh
peseta tender sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa Instansi
Pemerintah.
8
2. Untuk mengetahui mengenai permasalahan yang timbul dalam pengadaan
barang dan jasa instansi Pemerintah yang berkaitan dengan kegiatan yang
dilarang menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Manfaat Penulisan
a. Secara teoritis, penulisan ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap
perkembangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengenai
sejauh mana pengawasan terhadap tender tersebut dilakukan khususnya
pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Sumatera Utara.
b. Secara praktis, penulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
yuridis tentang keberadaan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
yang memegang peranan penting dalam kegiatan perekonomian di negara
kita; dan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pemahaman
kepada para pembaca yang berminat untuk mengetahui dan mempelajari
tata cara mengikuti tender-tender pemerintah.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul : “Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) dalam mengawasi tender Badan Usaha Milik Daerah di Sumatera
Utara”. Sejauh pengamatan dan sepengetahuan penulis, materi yang dibahas
dalam skripsi ini belum pernah dijadikan judul maupun pembahasan dalam
skripsi yang sudah ada terdahulu, sehingga penulis tertarik mengangkat judul di
atas serta permasalahannya sebagai judul dan pembahasan dalam skripsi ini.
9
E. Tinjauan Kepustakaan
Dari judul pada skripsi Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) dalam Mengawasi Tender Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di
Sumatera Utara maka dapat diambil beberapa tinjauan kepustakaan, yaitu :
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah suatu lembaga yang
khusus dibentuk oleh dan berdasarkan undang-undang untuk mengawasi jalannya
undang-undang.8
Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu
pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa.9
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modalnya untuk
seluruhnya merupakan kekayaan negara Republik Indonesia kecuali ditentukan
lain dengan atau berdasarkan undang-undang.10
F. Metode Penulisan
1. Tipe Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif dan
penelitian hukum empiris.11 Langkah pertama dilakukan penelitian normatif yang
didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-
peraturan yang berkaitan dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
8. Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli.PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 1999. h. 53. 9. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia. Pedoman Pasal 22 Tentang
Larangan Persekongkolan dalam Tender. KPPU. Jakarta. 2005. h. 7. 10. Syamsul Rizal. Analisis Yuridis dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). USU Digital
Library. Medan. 2003. 11. Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. 1986. h. 9-10.
10
sebagai lembaga yang mengawasi persaingan usaha. Selain itu, juga
dipergunakan bahan-bahan tulisan yang berkaitan dengan Peran Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Mengawasi Tender Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) di Sumatera Utara.
Penelitian bertujuan menemukan landasan hukum yang jelas dalam
meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum persaingan usaha. Kemudian
dikaitkan dengan penelitian hukum empiris dimana penelitian ini berupaya untuk
melihat bagaimana persoalan ini dilaksanakan dalam praktek.
2. Jenis Data
Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari12 :
a. Sumber hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yaitu
UU No. 5 Tahun 1999 dan peraturan perundang-undangan lainnya
yang relevan.
b. Sumber hukum sekunder berupa bahan acuan lainnya yang berisikan
informasi tentang bahan primer berupa tulisan/ buku berkaitan dengan
hukum persaingan usaha dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU).
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kantor Perwakilan KPPU di Medan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi, maka
penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan cara13 :
12. Ibid. h. 51 – 52. 13. Ibid. h. 24.
11
a. Studi Kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara
sistematis buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, peraturan
perundang-undangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan
materi yang dibahas dalam skripsi ini.
b. Wawancara, dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang
mendukung penulisan skripsi ini dengan pihak-pihak yang terkait
dengan KPPU dan perusahaan-perusahaan yang pernah mengikuti
tender BUMN maupun BUMD, dengan cara memberikan sejumlah
pertanyaan yang berhubungan langsung dengan materi yang diteliti.
5. Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif,
yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya
dianalisis secara kulaitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas
dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.14
G. Sistematika Penulisan
Sebagai karya ilmiah, skripsi ini memiliki sistematika yang teratur,
terperinci di dalam penulisannya agar dimengerti dan dipahami maksud dan
tujuannya.
Tulisan ini terdiri dari 5 (lima) bab yang akan diperinci lagi dalam sub
bab, adapun kelima bab itu terdiri dari :
14. Ibid.
12
1. BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang mengapa
penulis tertarik menyajikan materi yang ditelilti dalam bentuk skripsi,
permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, dilanjutkan dengan keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian yang digunakan serta
sistematika penulisan skripsi ini.
2. BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG TENDER
Bab ini berisikan uraian mengenai pengertian tender, tahap-tahap
pelaksanaan tender, dasar hukum tender, dan pengawasan pelaksanaan tender di
BUMD.
3. BAB III : TENDER DALAM TINJAUAN UU NO. 5 TAHUN 1999
TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN
PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Pada bab ini diuraikan secara teoritis mengenai persekongkolan yang
dilakukan dalam tender yang merupakan perbuatan yang dilarang Pasal 22 UU
No. 5 Tahun 1999, jenis-jenis persekongkolan dalam tender, larangan
persekongkolan tender dalam UU No. 5 Tahun 1999, serta peranan dan fungsi
KPPU di daerah dalam pelaksanaan tender di BUMD.
4. BAB IV : KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU)
DALAM MENGAWASI PELAKSANAAN TENDER
BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) DI
SUMATERA UTARA
Bab ini merupakan pembahasan dari permasalahan yang ada dalam skripsi
ini. Dimulai dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai
13
lembaga pengawas terhadap penegakan hukum UU No. 5 Tahun 1999, kemudian
tinjauan umum KPPUD di Sumatera Utara, dilanjutkan dengan pelaksanaan
tender di rumah sakit siantar, dan terakhir dibahas mengenai peranan KPPUD
dalam pelaksanaan tender di Rumah Sakit Umum Kota Pematang Siantar.
5. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini adalah bab terakhir yang merupakan kesimpulan dan saran dari
penulisan skripsi ini. Dimana dalam bab ini ditemukan jawaban atas
permasalahan yang telah penulis uraikan sebelumnya.
14
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TENDER
A. Pengertian dan Dasar Hukum
Yang dimaksud dengan tender adalah tawaran mengajukan harga terbaik
untuk membeli atau mendapatkan barang dan atau jasa, atau menyediakan barang
dan atau jasa, atau melaksanakan suatu pekerjaan.15
Pengertian tender meliputi, antara lain16 :
1. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk memborong atau melaksanakan
suatu pekerjaan;
2. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk mengadakan barang-barang
atau jasa;
3. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk membeli suatu barang dan atau
jasa;
4. Tawaran mengajukan harga terbaik untuk menjual suatu barang dan atau
jasa.
Dalam prakteknya pengertian tender adalah sama dengan pengertian
"lelang". Pelelangan adalah serangkaian kegiatan untuk menyediakan kebutuhan
barang/ jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat di antara penyedia
barang/ jasa yang setara dan memenuhi syarat, berdasarkan metode dan tata cara
tertentu yang telah ditetapkan dan diikuti oleh pihak-pihak yang terkait secara
taat asas sehingga terpilih penyedia jasa terbaik.17
15. Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Guideline Tender. Jakarta. 2007. 16. Ibid. 17. Ibid.
15
Definisi tersebut merupakan bentuk operasional pelaksanaan Pasal 22
UU. No. 5 Tahun 1999 yang ada di lapangan. Dari definisi tersebut, pengertian
tender dan lelang tidak dibedakan.
UU No. 5 Tahun 1999 melarang perbuatan pelaku usaha yang bertujuan
menghambat atau bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat,
antara lain seperti pembatasan akses pasar (barrier to entry),18 kolusi, dan
tindakan lain yang bertujuan untuk menghilangkan persaingan. Tindakan lain
yang dapat berakibat kepada terjadinya persaingan usaha tidak sehat adalah
tindakan persekongkolan untuk mengatur dan atau menentukan pemenang
tender.19
Setelah berbicara mengenai tender maka tidak terlepas dari pengadaan
barang/ jasa yang memiliki beberapa prinsip-prinsip dasar, yaitu20 :
1. Efisien berarti pengadaan barang/ jasa harus diusahakan dengan
menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang
ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat
dipertanggungjawabkan;
2. Efektif berarti pengadaan barang/ jasa harus sesuai dengan kebutuhan
yang telah ditetapkan dan dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya
sesuai dengan sasaran yang ditetapkan;
3. Terbuka dan bersaing berarti pengadaan barang/ jasa harus terbuka bagi
penyedia barang/ jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui
persaingan yang sehat di antara penyedia barang/ jasa yang setara dan
18. Ningrum Natasya Sirait. Op cit. h. 100. 19. Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Op cit. h. 7. 20. Pasal 3 Keppres. No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/
Jasa Pemerintah.
16
memenuhi syarat/ kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur
yang jelas dan transparan;
4. Transparan berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengadaan
barang/ jasa termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara
evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/ jasa sifatnya
terbuka bagi peserta penyedia barang/ jasa yang berminat serta bagi
masyarakat luas pada umumnya;
5. Adil/ tidak diskriminatif berarti memberikan perlakuan yang sama bagi
semua calon penyedia barang/ jasa dan tidak mengarah untuk memberi
keuntungan pada pihak tertentu dengan cara dan atau alasan apapun;
6. Akuntabel berarti harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan, maupun
manfaat bagi kelancaran pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pelayanan masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip serta ketentuan yang
berlaku dalam pengadaan barang/ jasa.
Walaupun pengadaan barang/ jasa memiliki prinsip-prinsip dasar yang
baik namun masih banyak pengaturan pemenang tender yang dapat ditemukan
pada pelaksanaan pengadaan barang dan atau jasa yang dilaksanakan oleh
pemerintah pusat atau pemerintah daerah (government procurement), BUMN,
dan perusahaan swasta. Untuk itu Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 tidak hanya
mencakup kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh Pemerintah, tetapi juga
kegiatan pengadaan yang dilakukan oleh perusahaan negara (BUMN/ BUMD)
dan perusahaan swasta.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, Tender adalah
tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk
17
mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa. Dalam hal ini tidak
disebut jumlah yang mengajukan penawaran (oleh beberapa atau oleh satu pelaku
usaha dalam hal penunjukan/ pemilihan langsung). Pengertian tender tersebut
mencakup tawaran mengajukan harga untuk21 :
1. Memborong atau melaksanakan suatu pekerjaan.
2. Mengadakan barang dan atau jasa.
3. Membeli suatu barang dan atau jasa.
4. Menjual suatu barang dan atau jasa.
Berdasarkan definisi tersebut, maka cakupan dasar penerapan Pasal 22
UU No. 5 Tahun 1999 adalah tender atau tawaran mengajukan harga yang dapat
dilakukan melalui22 :
1. Tender terbuka;
2. Tender terbatas;
3. Pelelangan umum; dan
4. Pelelangan terbatas.
Berdasarkan cakupan dasar penerapan ini, maka pemilihan langsung dan
penunjukan langsung yang merupakan bagian dari proses tender/ lelang juga
tercakup dalam penerapan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 199923.
Ketentuan tentang isi Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan
pelarangan, yaitu :
“Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat”.
21. Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Loc cit. 22. Ibid. 23. Ibid.
18
Pasal 22 di atas dapat diuraikan kedalam beberapa unsur, antara lain24 :
1. Unsur pelaku usaha;
Pasal 1 butir 5 UU No. 5 Tahun 1999, menyebutkan bahwa :
“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”.
2. Unsur bersekongkol;
Bersekongkol adalah kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan
pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya
memenangkan tender tertentu.
3. Unsur pihak lain;
Pihak lain adalah para pihak (vertikal dan horizontal) yang terlibat dalam
proses tender yang melakukan persekongkolan tender baik pelaku usaha sebagai
peserta tender dan atau subjek hukum lainnya yang terkait dengan tender
tersebut.
4. Unsur mengatur dan atau menentukan pemenang tender; dan
Mengatur dan atau menentukan pemenang tender adalah suatu perbuatan
para pihak yang terlibat dalam proses tender secara bersekongkol yang bertujuan
untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya dan/ atau untuk
memenangkan peserta tender tertentu dengan berbagai cara. Pengaturan dan atau
penentuan pemenang tender tersebut antara lain dilakukan dalam hal penetapan
kriteria pemenang, persyaratan teknik, keuangan, spesifikasi, proses tender, dan
sebagainya.
24. Ibid.
19
5. Unsur persaingan usaha tidak sehat.
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.
Demikianlah diuraikan unsur-unsur dari Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Selanjutnya, akan dibahas mengenai tahap-tahap pelaksanaan tender.
B. Tahap-Tahap Pelaksanaan Tender
Tahap-tahap pelaksanaan tender yang prosedural mengenai pengadaan
barang dan jasa pemerintah diatur dengan UU No. 18 Tahun 2000, yaitu25 :
1. Perencanaan Pengadaan;
Perencanaan Pengadaan adalah tahap awal dalam kegiatan pengadaan
barang dan jasa pemerintah yang bertujuan untuk membuat Rencana Pengadaan
(Procurement Plan)26 yang mempersiapkan dan mencantumkan secara rinci
mengenai target, lingkup kerja, SDM, waktu, mutu, biaya, dan manfaat dari
pengadaan barang & jasa untuk keperluan pemerintah, yang dibiayai dari dana
APBN maupun BLN. Rencana Pengadaan akan menjadi acuan utama dalam
kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah per paket pekerjaan.27
25. Komaruddin Hidayat. Tool Kit Anti Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah. http://kormonev.org/data/toolkitbarang.pdf. ADB Project Public Relations Activities in Support of Government’s Anticoruption Efforts. Jakarta. 2005. h. 15 – 22.
26. Moedjiono. Seluruh Departemen Mulai Pakai E-Procurement. www.depkominfo.go.id. Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Jakarta. 2007.
27. Loc cit. h. 15 – 22.
20
2. Pembentukan Panitia Lelang;
Panitia lelang adalah lembaga pelaksana pengadaan yang pertama-tama
dibentuk dan ditunjuk oleh pemimpin proyek setelah seluruh persiapan
administrasi pelaksanaan proyek baku. Penunjukkan panitia sepatutnya bersandar
pada prinsip profesionalisme, responsif, accountable, credible, dan mandiri.
Panitia lelang memiliki kewenangan antara lain28 :
a. menyusun dokumen tender;
b. menyusun dan menyeleksi peserta tender;
c. melakukan kegiatan- kegiatan tender sampai dengan penetapan
pemenang; dan
d. melaksanakan tugas secara professional
3. Prakualifikasi Perusahaan;
Kegiatan prakualifikasi adalah penentuan syarat administrasi, teknis, dan
pengalaman serta seleksi dari perusahaan (kontraktor/ konsultan/ dan supplier),
yang diperkirakan mampu untuk melaksanakan pekerjaan yang akan ditender
atau dilelangkan. Prakualifikasi dilaksanakan sebelum tender dalam rangka
menjaring calon yang sanggup melaksanakan pekerjaan. Dalam tahap ini panitia
menyusun kriteria kelulusan prakualifikasi dan mengumumkannya pada
masyarakat. Prioritas dalam prakualifikasi akan merujuk kepada sertifikasi, izin
usaha, kemampuan keuangan, pengalaman yang sesuai, kepatuhan dalam
perpajakan, pekerjaan yang sedang dikelola, serta kinerja perusahaan.
Sebagaimana tahap-tahap lainnya, pelaksanaan prakualifikasi harus mengacu
28. Komaruddin Hidayat. Op cit. h. 15 – 22.
21
pada prinsip keterbukaan, kejujuran, transparansi, kemandirian, dan
profesionalisme.29
4. Penyusunan Dokumen Lelang;
Penyusunan dokumen lelang adalah kegiatan yang bertujuan untuk
menentukan secara teknis dan rinci dari pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh
pihak penyedia jasa, mulai dari lingkup pekerjaan, mutu, jumlah, ukuran, jenis,
waktu pelaksanaan, dan metoda kerja dari keseluruhan pekerjaan yang akan
dilelangkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah30 :
a. Dokumen disusun secara sederhana oleh panitia agar mudah
dipahami dan menjadi pedoman baku bagi seluruh pihak;
b. Dokumen tersebut meliputi petunjuk kepada peserta lelang, syarat
kontrak, syarat teknis, daftar pekerjaan yang akan dikontrakkan,
usulan perjanjian, serta gambar-gambar dan referensi yang
diperlukan oleh peserta tender.
5. Pengumuman Lelang;
Pengumuman lelang dimaksudkan agar masyarakat mengetahui akan
adanya pekerjaan yang diselenggarakan oleh pemerintah, oleh karena itu
pengumuman tersebut harus disebarluaskan melalui media massa. Pada dasarnya,
pengumuman tersebut mewakili proses pendaftaran bagi perusahaan yang telah
lulus kualifikasi untuk mengikuti tender.31
29. Ibid. 30. Ibid. 31. Ibid.
22
6. Pengambilan Dokumen Lelang;
Kegiatan penyediaan dokumen pelelangan oleh Panitia Lelang kepada
para peminat, secara lengkap dengan cuma-cuma maupun dengan biaya yang
telah ditentukan, dalam waktu yang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan
oleh peraturan yang berlaku. Untuk mempermudah distribusi, dokumen lelang
dapat dibagi menjadi dokumen tetap dan tidak tetap. Isi dokumen adalah instruksi
standar untuk bidder, syarat-syarat umum kontrak, spesifikasi teknis umum,
contoh-contoh dokumen yang umum diberlakukan seperti surat penawaran, bid
bond/ guarantee, performance bond/ guarantee, dan surat usulan ajudicator.32
7. Penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS);
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) menentukan perkiraan besaran biaya
pekerjaan yang akan dilelangkan, berdasarkan33 :
a. Harga pasaran yang berlaku;
b. Patokan jenis, ukuran volume, metoda dan pekerjaan yang sesuai
dengan desain atau rancang bangun pekerjaan dimaksud;
c. Perhitungan kenaikan harga dan waktu pelaksanaan pekerjaan;
d. Harga Perkiraan Sendiri perlu dalam penyusunan anggaran, proses
pengadaan, dan pelaksanaan. Harga Perkiraan Sendiri berperan
dalam penentuan pemenang;
e. Setiap peserta lelang memperoleh akses untuk mengetahui Harga
Perkiraan Sendiri;
f. Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri harus mengkaji studi
kelayakan, engineering design, data harga kontrak di sekitar
32. Ibid. 33. Ibid.
23
pekerjaan yang akan dilelangkan, harga pasar yang berlaku, dan
harga yang dikeluarkan oleh pemerintah/ manufaktur atau
perusahaan jasa;
8. Penjelasan Lelang;
Aanwijzing adalah pertemuan penjelasan lisan dari pihak pemberi kerja,
yang dalam hal ini diwakili oleh Panitian Pengadaan dihadap keseluruhan calon
peserta pelelangan Penjelasan dan tanya jawab dilakukan tentang hal teknis
maupun administratif, agar tidak terjadi perbedaan persepsi maupun kekeliruan
dalam pengajuan penawaran. Kegiatan tersebut, antara lain34 :
a. Kegiatan ini harus bersifat terbuka dan dibuat berita acaranya oleh
panitia;
b. Informasi yang diberikan dalam bentuk addendum dokumen
lelang;
c. Bila penjelasan lapangan diperlukan, panitia tidak diperkenankan
memungut biaya untuk kegiatan tersebut.
9. Penyerahan Penawaran Harga dan Pembukaan Harga;
Penyerahan dokumen penawaran secara tepat waktu, lengkap dan
memenuhi syarat administrasi dan teknis, serta dialamatkan seperti yang telah
ditentukan penyerahan harus dapat dibuktikan dan tanda terima dari petugas.
Kegiatan ini antara lain meliputi35 :
a. Penyampaian penawaran oleh peserta oleh peserta dapat dilakukan
segera setelah peserta menerima addendum terakhir panitia;
b. Penyampaian dokumen diluar batas waktu tidak akan diterima;
34. Ibid. 35. Ibid.
24
c. Pembukaan, pemberian tanda, penelitian dokumen utama
disaksikan oleh peserta;
d. Setelah berita acara pembukaan, panitia tidak diperkenankan lagi
menerima dokumen apapun;
e. Tidak ada peserta yang gugur sebelum dilakukan evaluasi
terhadap dokumen.
10. Evaluasi Penawaran;
Kegiatan pemeriksaan, penelitian dan analisis dari keseluruhan usulan
teknis dari peserta pelelangan, dalam rangka untuk memperoleh validasi atau
pembuktian terhadap harga penawaran yang benar, tidak terjadi kekeliruan sesuai
dengan persyaratan teknis yang telah ditentukan. Adapun kegiatan itu adalah36 :
a. Evaluasi penawaran meliputi evaluasi administrasi, evaluasi
teknis, dan evaluasi harga;
b. Evaluasi administrasi perlu mempertimbangkan faktor
redaksional, keabsahan, jaminan penawaran, dan aritmatik;
c. Setelah lulus evaluasi administrasi, penawaran akan dikaji dari isi
teknis dimana perusahaan yang mengikuti tender harus memiliki
sertifikasi dari lembaga akreditas yang kredibel.
11. Pengumuman Calon Pemenang;
Kegiatan Pengumuman urutan Calon Pemenang dilakukan setelah
keseluruhan hasil penelitian dirumuskan oleh panitia pelelangan dinyatakan
selesai, dan diusulkan atau dipertanggungjawabkan kepada penanggung jawab
alokasi dana atau pemilik proyek. Calon pemenang diurutan pertama akan
36. Ibid.
25
disyahkan sebagai pemenang pelelangan, setelah masa sanggah selesai dengan
kegiatan sebagai berikut37 :
a. Pengumuman dipasang di media massa dengan jangkauan yang
luas sesuai besaran kontrak, pengumuman ditempelkan pula di
Kantor proyek;
b. Pengumuman harus jelas dan rinci, sehingga sanggahan menjadi
berkurang;
c. Dilaksanakan dengan waktu yang cukup;
d. Pelaksanaannya tepat waktu dan tidak ditunda-tunda.
12. Sanggahan Peserta Lelang;
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi para
peserta pelelangan yang minta penjelasan tentang keputusan panitia pelelangan
tentang urutan calon pemenang, dengan kegiatan sebagai berikut38 :
a. Panitia harus terbuka, akomodatif, dan memproses setiap
sanggahan dari masyarakat yang umumnya berkisar paada
ketidakpuasan evaluasi, intransparansi, ketidakadilan, dan
penggelapan data dari pemenang;
b. Berdasarkan informasi tersebut, panitia harus segera melakukan
investigasi untuk membuktikan kebenaran sanggahan. Bila
sanggahan tersebut tidak benar, maka panitia akan melanjutkan ke
penandatanganan kontrak, sebaliknya bila sanggahan dari
masyarakat benar;
37. Ibid. 38. Ibid.
26
c. Pemerintah harus memberikan sanksi administratif yakni
pembatalan tender, mencoret nama pemenang, dan pembubaran
panitia.
13. Penunjukan Pemenang Lelang;
Setelah masa ‘sanggah’ berakhir maka, kepala instansi/ proyek wajib
untuk mengeluarkan secara resmi surat penetapan pemenang pelelangan. Guna
dapat diproses di dalam ikatan perjanjian kerja pelaksanaan pekerjaan atau
Kontrak Kerja. Kegiatan tersebut meliputi39 :
a. Berita acara yang telah selesai lengkap dengan tanda tangan
seluruh anggota panitia;
b. Catatan lengkap sanggahan dan jawaban merupakan kelengkapan
data yang diperlukan untuk pengeluaran surat tersebut;
c. Catatan samping, side letter yang merupakan hasil kesepakatan
antara panitia dan mitra calon pemenang pada preaward meeting.
14. Penandatanganan Kontrak Perjanjian;
Kegiatan akhir dari proses pelelangan adalah penandatanganan perjanjian
kontrak pelaksanaan pekerjaan. Perjanjian tentang nilai harga pekerjaan, hak dan
kewajiban kedua belah pihak, serta waktu pelaksanaan pekerjaan yang ditentukan
secara pasti.40
15. Penyerahan Barang/ Jasa kepada User.
Penyerahan barang dan jasa dapat dilakukan secara bertahap atau
menyeluruh. Barang yang diserahkan harus sesuai dengan spesifikasi yang
tertuang dalam dokumen lelang. Penyerahan final dilakukan setelah masa
39. Ibid. 40. Ibid.
27
pemeliharaan selesai. Setelah penyerahan final selesai, tanggung jawab penyedia
jasa masih belum berakhir. Penyerahan barang dan jasa dianggap memenuhi
aturan yang berlaku apabila dilaksanakan41 :
a. Tepat waktu sesuai perjanjian;
b. Tepat mutu sesuai yang dipersyaratkan;
c. Tepat volume sesuai yang dibutuhkan;
d. Tepat biaya sesuai dalam isi kontrak.
C. Dasar Hukum Pengaturan Tender di BUMD
Prosedur mengenai pelaksanaan tender untuk proyek-proyek pemerintah,
baik yang dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diatur
dalam beberapa produk hukum, antara lain42 :
1. Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1974 tentang pelaksanaan APBN yang
kemudian melalui Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1995 tentang
Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 tentang
Pelaksanaan APBN, dan diperbarui lagi melalui Keputusan Presiden No.
8 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden No. 16 Tahun
1994 tentang APBN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Presiden No. 24 Tahun 1995, yang menjadi hukum positif dalam hal
melaksanakan tender di BUMN maupun BUMD adalah Keppres. No. 80
41. Ibid. 42. Abdul Hakim G. Nusantara dan Benny K. Harman. Op cit. h. 21 – 22.
28
Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa
Pemerintah yang diubah dengan Keppres. No. 61 Tahun 2004; dan
2. Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua
BAPPENAS No. KEP-122/ KET/ 7/ 1994 tentang Tata Cara Pengadaan
dan Biaya Jasa Konsultasi.
Produk hukum pertama dan kedua di atas berlaku untuk departemen,
lembaga pemerintah non departemen, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.
Ketentuan ini dibuat agar pengelolaan uang atau kekayaan negara, baik yang
dituangkan melalui APBN/ APBD maupun pengembangan BUMD/ BUMD, bisa
berjalan lebih efisien dan efektif dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.
Keppres No. 16 Tahun 1994, merupakan pengganti Keppres No. 9 Tahun
1984 tentang pelaksanaan APBN. Perubahaan ketentuan seperti ini dilakukan
karena perubahan kondisi. Misalnya, dalam nilai proyek yang ditenderkan.
Dalam Keppres No. 9 Tahun 1984 ditentukan bahwa tender melalui pengadaan
langsung adalah proyek yang bernilai sampai dengan Rp. 5 juta, sementara dalam
Keppres No. 16 Tahun 1994 nilai itu dinaikkan. Dalam Keppres yang lama,
ketentuan mengenai prakualifikasi tidak diatur secara khusus dalam lampiran.
Sementara dalam Keppres yang baru ketentuan rinci mengenai prakualifikasi
diatur secara khusus dalam Lampiran III.43
Dalam Keppres No. 16 Tahun 1994, ketentuan tender tertuang dalam
Pasal 21 – Pasal 29. Pengaturan secara rinci mengenai tender dalam Keppres No.
16 Tahun 1994 dijabarkan dalam Lampiran I mengenai Ketentuan Tentang
43. Ibid. h. 22 – 23.
29
Penggunaan Produksi Dalam Negeri, Lampiran III mengenai Ketentuan Tentang
Prakualifikasi untuk Calon Rekanan.
Dalam Keppres tersebut terdapat peluang terjadinya persaingan tidak
sehat44 :
1. Tender Tidak Terbuka (Pasal 21);
Dalam Pasal 21 ayat 1 Keppres tersebut menyebutkan bahwa pelaksanaan
pengadaan barang/ jasa dilakukan melalui :
a. Pelelangan Umum dan Pelelangan Terbatas
Pelelangan umum dan pelelangan terbatas diperlakukan bagi proyek
bernilai di atas Rp. 50 juta. Secara umum, proses tender yang dilakukan dengan
cara pelelangan umum dan pelelangan terbatas ini lebih terbuka dibandingkan
dengan pemilihan langsung dan pengadaan langsung. Namun, setelah diteliti
lebih jauh ditemukan beberapa kelemahan yang memungkinkan terjadinya
persaingan tidak sehat dalam proses tender.
b. Pemilihan Langsung
Dalam Pasal 21 ayat (4) Keppres No. 16 Tahun 1994 menyebutkan :
“Pemilihan langsung adala pelaksanaan pengadaan barang/ jasa tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas, yang dilakukan dengan membandingkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) penawar dan dilakukan negosiasi, baik teknis maupun harga, sehingga diperoleh harga wajar dan yang secara teknis dapat dipertanggungjawabkan dari rekanan yang tercatat dalam DRM sesuai dengan bidang usaha, ruang lingkup, atau kualifikasi kemampuannya”.
Dalam cara pemilihan langsung ini calon peserta tender dijaring oleh
pemilik proyek melalui undangan langsung. Dalam Lampiran I, Nomor IV, angka
2 disebutkan bahwa untuk pelaksanan pemilihan langsung, dibentuk panitia
44. Ibid. h. 23.
30
pemilihan langsung sesuai dengan ketetapan yang berlaku pada Nomor II, angka
2, huruf a, b, c, d, dan e, 1 kecuali Nomor II, angka 2, huruf d, butir 2.2. Ini
berarti penawaran tender tidak diumumkan secara terbuka dan meluas seperti
pada pelelangan umum dan pelelangan terbatas.
Dalam ketentuannya, proyek yang ditenderkan melalui pemilihan
langsung adalah proyek yang nilainya berkisar antara Rp. 15 juta sampai dengan
Rp. 50 juta. Tetapi, untuk kasus tertentu, sebagaimana dijelaskan dalam
Lampiran I, Nomor IV, angka 4, nilai proyek di atas Rp. 50 juta ditenderkan
melalui penunjukan langsung. Beberapa persyaratan yang disebutkan antara lain :
1). Pekerjaan yang tidak bisa ditunda berhubung adanya bencana alam
berdasarkan pernyataan gubernur kepala daerah tingkat I;
2). Pekerjaan lanjutan dari bangunan yang telah ada yang secara teknis
merupakan satu kesatuan konstruksi;
3). Pengadaan barang/ jasa yang bersifat khusus; dan
4). Pelaksanaan pekerjaan yang mendesak untuk menghindari kerugian
negara yang lebih besar.
Cara pemilihan langsung dan penunjukan ini bisa menimbulkan
persaingan tidak sehat, karena proyek ditenderkan secara tidak terbuka. Ini
memungkinkan pimpinan proyek atau panitia pelelangan hanya mengundang atau
memberikan informasi kepada rekanan yang dekat atau mempunyai hubungan
khusus dengan mereka. Akibatnya, para rekanan tidak memperoleh informasi
tentang tender proyek secara merata. Hal ini membatasi peserta lain yang
sebetulnya bisa ikut serta dalam tender tersebut.
31
Penentuan calon peserta tender juga bisa mengandung kolusi dan
nepotisme, sehingga proyek-proyek yang ditawarkan melalui pemilihan langsung
ini menjadi monopoli orang yang mempunyai kedekatan khusus dengan pimpinan
proyek atau panitia pelelangan. Bisa saja, informasi mengenai proyek tersebut
hanya disebarkan kepada peserta tertentu. Ketidakterbukaan dalam proses seleksi
juga memungkinkan pemenangnya sudah ditentukan lebih dahulu, sementara
peserta lain hanya sebagai pembanding untuk memenuhi persyaratan. Persaingan
yang tidak sehat ini pada akhirnya mengakibatkan terjadinya inefisiensi pada
pelaksanaan kegiatan.
c. Pengadaan Langsung
Dalam Pasal 21 ayat (5) disebutkan bahwa :
“Pengadaan langsung adalah pelaksanaan pengadaan barang/ jasa yang dilakukan di antara rekanan yang termasuk perusahaan golongan lemah tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas atau pemilihan langsung”.
Sementara proses tender yang dilakukan dengan pengadaan langsung jelas
bersifat tertutup, karena pelaksana proyek ditentukan langsung tanpa seleksi
sebagaimana dijabarkan dalam Lampiran I Nomor V, angka 2 :
“Pengadaan langsung dilakukan untuk pelaksanaan pengadaan barang/ jasa sebagai berikut :
a. Sampai dengan 5 juta rupiah dilakukan tanpa Surat Perintah Kerja (SPK).
b. Di atas 5 juta rupiah sampa dengan 15 juta rupiah dilakukan dengan SPK dari satu penawar dari rekanan golongan ekonomi lemah yang tercantum dalam daftar rekanan golongan ekonomi lemah yang disusun oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II/ Walikotamadya”.
2. Perlakuan Khusus
Pasal 22 ayat (10) dan (11) mengatur pelaksanaan khusus terhadap
beberapa BUMN/ BUMD, yaitu PT. PLN/ Perusahaan Listrik Daerah, PT.
32
Telkom, PT. Perusahaan Gas Negara, PDAM (Perusahaan Daera Air Minum),
Perum Perumnas, Perum Percetakan Negara, dan PT. Penerbitan dan Percetakan
Balai Pustaka. Untuk proyek-proyek yang bernilai di atas Rp. 50 juta (lima puluh
juta rupiah) yang berkaitan dengan barang/ jasa yang ditawarkan BUMN/ BUMD
tersebut dilaksanakan tanpa pelelangan.
Dalam Lampiran I, Nomor IV, angka 4, huruf b dijelaskan bahwa jenis
pengadaan barang/ jasa tertentu yang dapat langsung ditunjuk rekanannya adalah
pemasangan listrik oleh PT. PLN/ Perusahaan Listrik Daerah, pemasangan
telepon oleh PT. Telkom, pemasangan gas oleh PT. Perusahaan Gas Negara,
pemasangan saluran air minum oleh PDAM, pembangunan rumah dinas oleh
Perum Perumnas, percetakan oleh Perum Percetakan Negara, PT. Penerbitan dan
Percetakan Balai Pustaka.
Pemberian perlakuan khusus seperti itu membatasi peluang perusahaan
lain untuk menangani proyek tersebut, sehingga menimbulkan persaingan yang
tidak sehat. Bahkan, ketentuan ini memberikan hak monopoli kepada BUMN/
BUMD tersebut.
3. Produk Dalam Negeri
Dalam Pasal 23 ayat (1) a dinyatakan bahwa departemen/ lembaga dalam
melaksanakan pengadaan barang/ jasa semaksimal mungkin menggunakan hasil
produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan/ potensi nasional.
Dalam Lampiran II, Nomor III, angka 1 sampai 4 dinyatakan bahwa untuk
pengadaan barang dan jasa (baik untuk kebutuhan sendiri maupun pelaksanaan
proyek pembangunan) yang dibiayai dana dalam negeri, setiap pemerintah/
lembaga, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, wajib menggunakan barang dan
33
jasa hasil produksi dalam negeri dan kontraktor nasional. Dalam pelaksanaan
pengadaan barang/ jasa, kontraktor nasional bertindak sebagai kontraktor utama,
sedangkan kontraktor asing dapat berperan sebagai subkontraktor sesuai
kebutuhan. Bila bahan baku barang tersebut ada yang diimpor, wajib memilih
barang dengan kandungan lokal paling besar.
Bila sifat dan ruang lingkup kegiatannya terlalu besar, maka dalam tahap
pelelangan kontraktor nasional diberi kesempatan untuk membentuk kerja sama
antar kontraktor nasional seperti konsorsium atau bentuk kerja sama lainnya. Bila
jenis keahliannya tidak bisa dipenuhi kontraktor nasional, tenaga ahli asing bisa
digunakan sepanjang diperlukan untuk mencukupi jenis keahlian yang benar-
benar belum dimiliki.
Ketentuan ini jelas-jelas menganaktirikan produk-produk lokal (barang
dan jasa) dan membatasi penggunaan produk asing. Pembatasan seperti ini
menimbulkan persaingan tidak sehat, karena mempersempit ruang gerak produk-
produk asing dalam proyek-proyek pemerintahan.
Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ketua
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ini dibuat untuk melengkapi
Keputusan Presiden No. 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBN dan secara
khusus mengatur tender pengadaan jasa konsultasi.45
Dalam ketentuan ini terdapat Pasal 4 ayat (1) b dinyatakan adanya
pengadaan konsultasi melalui penunjukan langsung. Selanjutnya, dalam Pasal 4
ayat (4) dinyatakan bahwa pengadaan konsultan dengan nilai sampai dengan Rp.
50 juta (lima puluh juta rupiah), dilakukan melalui pemilihan langsung serta
45. Ibid. h. 29.
34
Surat Perintah Kerja (SPK) dengan membandingkan sekurang-kurangnya tiga
perusahaan konsultan yang tercatat dalam DRM.
Konsultan yang diundang, sebagaimana diatur dalam ayat (5) (b),
ditentukan oleh pemimpin proyek. Ayat (5) (b) berbunyi :
“Pengiriman undangan kepada sekurang-kurangnya 3 (tiga) perusahaan konsultan perorangan yang dinilai memenuhi persyaratan dengan melampirkan KAK (Kerangka Acuan Kerja)”. Penentuan pemenang dalam tender seperti ini dilakukan melalui negosiasi
dengan rekanan yang diundang sebagaimana diatur dalam ayat (5) (d) dan (e).
ayat (5) (d) berbunyi :
“Penilaian terhadap usulan teknis dan usulan biaya konsultan yang memasukkan usulan dalam bentuk nilai dan peringkat”. Sedangkan ayat (5) (e) berbunyi :
“Dilakukan negosiasi teknis dan biaya dengan konsultan peringkat pertama agar diperoleh biaya yang wajar. Apabila dalam negosiasi dengan konsultan tingkat pertama tidak dapat dicapai kesepakatan, dilakukan negosiasi dengan konsultan peringkat kedua juga tidak dicapai kesepakatan, maka dilakukan negosiasi dengan konsultan peringkat ketiga”. Proses tender seperti ini memberi peluang terjadinya persaingan yang
tidak sehat. Dalam hal ini, proyek-proyek yang ditenderkan melalui penunjukan
langsung kemungkinan besar hanya jatuh kepada orang yang dekat dengan
pimpinan proyek.
D. Pengawasan Pelaksanaan Tender di BUMD
Pengawasan pelaksanaan tender di BUMD biasanya dilakukan oleh
instansi pemerintahan yang mengadakan pekerjaan tersebut yang dilakukan oleh
35
pimpinan instansi46 dan masyarakat yang mengetahui tentang jalannya suatu
tender pemerintah. Apabila ada suatu perbuatan yang melanggar hukum maka
instansi pemerintah dan masyarakat dapat langsung melaporkan hal tersebut
kepada menteri/ pimpinan instansi yang diteruskan tembusannya kepada Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)47 atau langsung kepada
KPPU48. Para peserta tender itu sendiri juga saling mengawasi satu sama lain
mengenai jalannya proses tender tersebut.
Suatu kegiatan/ proyek yang dilakukan oleh pelaku usaha wajib
memberikan penjelasan kepada masyarakat mengenai kegiatan/ proyek yang
dilaksanakannya tersebut apabila terjadi pengaduan atau pihak-pihak yang
memerlukan penjelasan sesuai dengan batas kewenangannya.49
Dalam hal KPPU menerima laporan bahwa telah terjadi adanya
persekongkolan dalam tender yang bertentangan dengan Pasal 22 UU No. 5
Tahun 1999 maka upaya penegakan hukum persaingan usaha yang dilakukan
oleh KPPU adalah investigasi. Investigasi memainkan peranan amat menentukan.
Buah dari investigasi inilah yang akan dipergunakan guna menetapkan terjadi
46. Pasal 48 Ayat (4) Keppres. No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, menyebutkan bahwa : instansi pemerintah wajib melakukan pengawasan terhadap pengguna barang/ jasa dan panitia/ pejabat pengadaan di lingkungan instansi masing-masing, dan menugaskan kepada aparat pengawasan fungsional untuk melakukan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
47. Pasal 48 Ayat (5) Keppres. No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, menyebutkan bahwa : Unit pengawasan intern pada instansi pemerintah melakukan pengawasan kegiatan/ proyek, menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang berkaitan dengan masalah atau penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan barang/ jasa, kemudian melaporkan hasil pemeriksaannya kepada menteri/ pimpinan instansi yang bersangkutan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
48. Murman Budijanto. KPPU Awasi Tender. www.pikiranrakyat.com. Jakarta. 2005. 49. Pasal 48 Ayat (6) Keppres. No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, menyebutkan bahwa : pengguna barang/ jasa wajib memberikan tanggapan yang berada dalam batas kewenangannya kepada peserta pengadaan/ masyarakat yang mengajukan pengaduan atau yang memerlukan penjelasan.
36
atau tidaknya pelanggaran hukum persaingan usaha, tentunya pelaksanaan
investigasi oleh KPPU harus dilakukan secara cermat dan akurat.
Teknik investigasi ini pertama-tama dikembangkan oleh para penyidik
dan penyidik di dunia kriminal. Walaupun sifat dan karakteristik investigasi
kriminal dan investigasi KPPU amat berbeda, namun tujuan dari investigasi ini
pada pokoknya sama, yaitu mengumpulkan data dan informasi yang tepat. Oleh
karenanya dari para penyelidik dan penyidik inilah kita dapat mempelajari teknik-
teknik investigasi yang efektif dan tentunya teknik investigasi dalam dunia
kriminal perlu dimodifikasi untuk menunjang operasional investigasi KPPU
sesuai dengan keunikan hukum persaingan usaha. Dalam investigasi kriminal,
kepolisian mengenal beberapa teknik investigasi, yaitu50 :
1. Observasi;
2. Surveillance;
3. Interview;
4. Undercover;
5. Penggunaan informan.
Pertama sekali penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian dengan
menggunakan teknik observasi. Observasi adalah pengamatan yang seksama
terhadap tersangka dan objek lainnya, sehingga dari kegiatan observasi ini
diperoleh informasi-informasi yang mendetail mengenai gerak-gerik dari
tersangka. Berbeda dengan observasi yang bersifat statis, kegiatan surveillance
dilakukan secara dinamis yaitu dengan cara membuntuti tersangka atau objek
lainnya. Interview dilakukan dalam rangka mengumpulkan data dan informasi
50. Farid F. Nasution. Teknik Investigasi di KPPU. www.kppu.go.id. Jakarta. 2007.
37
yang tidak tertangkap oleh penglihatan, misalnya peristiwa-peristiwa yang telah
lampau sehingga tidak mungkin diperoleh keterangan melalui observasi dan
surveillance.
Hal penting dalam melakukan interview adalah identifikasi interview yang
tepat sehingga keterangan yang diperoleh dari sang interview adalah data dan
informasi yang kredibel dan dapat dipercaya akurasinya. Undercover adalah
teknik penyamaran, dimana seorang penyidik atau penyelidik berpura-pura
menjadi orang lain guna mendekati sasaran dan menggali keterangan dari yang
bersangkutan. Sedangkan penggunaan informan adalah teknik untuk memperoleh
keterangan dari orang-orang dalam atau yang mengetahui mengenai suatu
kegiatan atau peristiwa tertentu. Informan dalam perkara persaingan usaha pada
umumnya adalah karyawan atau mantan karyawan dari suatu pelaku usaha yang
tengah diinvestigasi.
Berbeda dengan penggunaan informan dalam dunia kriminal yang bersifat
tetap dan secara kontinyu memberi informasi kepada penyelidik maupun
penyidik. Informan dalam perkara persaingan usaha lebih bersifat sebagai saksi
dan tidak secara kontinyu jasanya dipergunakan dalam investigasi perkara
persaingan usaha lebih mengarah pada teknik interview.51
Dalam perkara persaingan usaha, investigasi biasanya dilakukan untuk
memperoleh keterangan mengenai dua hal, yaitu conduct dan effect. Conduct
umumnya dilakukan sebagai suatu kegiatan korporasi dan bukan perilaku
51. Ibid.
38
personal, sedangkan effect adalah dampak yang diakibatkan oleh conduct tersebut
pada pasar bersangkutan.52
Oleh karena itu, observasi dalam investigasi perkara persaingan usaha
lebih diarahkan pada berkas dan bukti-bukti tertulis lainnya dan observasi pasar.
Melalui pembelajaran pada berkas dan bukti-bukti tertulis dapat kita ketahui
kronologis suatu kegiatan korporasi, tujuan yang hendak dicapainya, sumber daya
yang digunakannya, dan berbagai konsiderannya. Melalui observasi pasar kita
dapat mengidentifikasi pergerakan harga barang dan atau jasa, trend penjualan
atau pembelian dari suatu pelaku usaha dalam kurun waktu tertentu, sehingga
dapat kita identifikasi kausalitas antara effect yang terjadi di pasar dengan
conduct oleh suatu pelaku usaha.53
Surveillance hingga saat ini tidak pernah digunakan sebagai teknik
investigasi perkara persaingan usaha. Namun demikian tidak tertutup
kemungkinan di masa-masa yang akan datang dapat berguna dalam rangka
mengumpulkan keterangan-keterangan yang diperlukan.54
Interview merupakan teknik utama yang selama ini dilaksanakan dalam
investigasi perkara persaingan usaha. Melalui interview dapat diperoleh seluruh
keterangan-keterangan yang diperlukan, pemeriksaan silang terhadap akurasi
suatu dokumen, dan penggambaran kondisi-kondisi pre-conduct yang mungkin
tidak terekam melalui dokumen-dokumen resmi perusahaan.55
52. Ibid. 53. Ibid. 54. Ibid. 55. Ibid.
39
Teknik investigasi dengan cara interview sering digunakan karena dapat
dengan mudah diperoleh keterangan-keterangan maupun bukti-bukti dari para
pelaku usaha atau karyawan suatu perusahaan tentang suatu kasus KPPU.
Berbeda sekali dengan teknik Undercover atau penyamaran yang hanya
beberapa kali digunakan dalam investigasi suatu perkara persaingan usaha
apabila seluruh bukti-bukti telah dimusnahkan oleh pelaku usaha tersebut maka
dapat digunakan teknik undercover, namun demikian teknik ini jarang
dipergunakan karena pada umumnya dalam perkara persaingan usaha keterangan-
keterangan yang diperlukan dapat diperoleh secara tegas dengan hanya
menjelaskan bahwa keterangan tersebut diperlukan oleh KPPU dalam rangka
penyelidikan atas suatu dugaan pelanggaran hukum persaingan usaha.56
Dengan bertolak belakang dengan teknik investigasi yang dilakukan oleh
Kepolisian maka KPPU mengadopsi beberapa teknik investigasi yang utama,
yaitu :
1. Wawancara;
2. Pemeriksaan berkas atau bukti-bukti tertulis;
3. Observasi pasar.
Melalui tiga teknik tersebut keterangan-keterangan yang diperlukan dapat
dikumpulkan untuk selanjutnya dijadikan bahan untuk menetapkan apakah telah
terjadi/ tidak terjadinya suatu pelanggaran hukum persaingan usaha. Dengan
teknik wawancara dapat dilakukan dengan para pelaku usaha yang terlibat
pelanggaran tersebut begitu juga dengan pemeriksaan berkas atau bukti-bukti
tertulis lainnya. Lalu selanjutnya melakukan observasi pasar dengan melihat
56. Ibid.
40
keadaan pasar dengan cara melihat stok barang, permintaan pasar, lalu harga.
Apabila stok barang sedikit di pasar dan permintaan meningkat maka harga akan
naik dengan tujuan untuk mengambil keuntungan yang besar. Namun sebaliknya
apabila stok barang banyak di pasar dan permintaan sedikit maka harga akan
turun dengan tujuan untuk menghabiskan/ mengganti stok lama dengan stok
baru.
41
BAB III
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) DALAM
MENGAWASI PELAKSANAAN TENDER BADAN USAHA MILIK
NEGARA (BUMN) DI SUMATERA UTARA
A. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai Lembaga Pengawas
terhadap Penegakan Hukum UU No. 5 Tahun 1999
UU No. 5 Tahun 1999 mengenai Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha (UU Antimonopoli) merupakan salah satu produk undang-
undang yang dilahirkan atas desakan dari International Monetary Fund (IMF)
sebagai salah satu syarat agar pemerintah Indonesia dapat memperoleh bantuan
dari IMF guna mengatasi krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Tujuan adanya
undang-undang ini adalah untuk memangkas praktek monopoli dan persaingan
usaha yang tidak sehat yang terjadi di Indonesia pada zaman pemerintahan Orde
Baru, dimana praktek monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat tersebut
banyak terjadi akibat kebijakan pemerintah yang kerap kali menguntungkan
pelaku usaha tertentu saja. Sebenarnya Indonesia telah memiliki Rancangan
Undang-Undang (RUU) Antimonopoli yang disusun oleh pelaku usaha dengan
para ekonom Indonesia pada akhir tahun 80-an, yang apabila disahkan dapat
digunakan sebagai landasan hukum penghapusan praktek-praktek monopoli dan
persaingan usaha yang sehat yang terjadi pada waktu itu. Namun sayangnya,
karena adanya tekanan dari penguasa, RUU Antimonopoli tersebut tidak pernah
42
dibahas oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menjadi
Undang-Undang.57
Dengan UU No. 5 Tahun 1999, dibentuk suatu komisi yang sangat
diharapkan agar dapat menegakkan hukum secara lebih baik. Komisi tersebut
diberi nama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Kewenangan dari
Komisi Pengawas ini hanya sebatas memberikan sanksi-sanksi administratif.
Pada prinsipnya Komisi Pengawas ini tidak berwenang menjatuhkan sanksi-
sanksi pidana maupun perdata.
Memang membentuk suatu Komisi khusus untuk menegakkan hukum anti
monopoli sudah menjadi kelaziman dalam hukum anti monopoli di berbagai
negara. Misalnya di USA, di tingkat federal, bahkan ada 2 (dua) agency yang
bertugas khusus untuk menegakkan hukum anti monopoli ini, yaitu58 :
1. Divisi Antitrust dalam Departemen Kehakiman (Department of Justice);
dan
2. Komisi Perdagangan Federal (Federal Trade Commission).
Jika kita mengambil contoh di negeri Belanda, di sana beberapa prinsip
dan ketentuan umum dari penegakan hukum, khususnya yang berkenaan dengan
pelaksanaan hukum anti monopoli, terlihat sebagai berikut59 :
1. Menteri Ekonomi, kadang-kadang bersama-sama dengan Menteri lain
adalah bertanggung jawab terhadap pelaksanaan hukum persaingan.
Menteri selalu berkonsultasi dengan Komite Kompetisi Ekonomi,
terutama sebelum mengambil tindakan-tindakan formal. Pihak perusahaan
57. Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga. Hukum Acara Persaingan Usaha. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2005. h. 1 – 2.
58. Munir Fuady. Hukum Anti Monopoli. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1999. h. 117. 59. Ibid. h. 118.
43
yang berkepentingan, seperti juga pihak ketiga, mempunyai hak untuk
didengar.
2. Perusahaan mempunyai kewajiban untuk mensuplai informasi kepada
Menteri atau Komite ketika dimintakan. Jika tidak mensuplai informasi
tersebut dapat dianggap sebagai perbuatan kriminal.
3. Menteri berwenang untuk mengambil keputusan yang profesional jika
tindakan-tindakan yang cepat perlu dilakukan.
4. Jika kontrak tertutup dianggap bertentangan dengan kepentingan umum,
Menteri dapat menyatakan bahwa kontrak tersebut tidak operatif, dan
mengambil tindakan-tindakan lain yang diperlukan.
5. Kriteria-kriteria yang diambil oleh Menteri haruslah dipublikasi dalam
pengumuman negara yang resmi.
6. Pihak-pihak yang dirugikan oleh tindakan Menteri dalam menetapkan
kriteria tersebut dapat mengajukan banding ke Mahkamah untuk
Perdagangan dan Industri.
7. Pihak-pihak yang melanggar ketetapan diambil oleh Menteri, dalam hal
ini dapat dikenakan ancaman pidana.
8. Pihak yang dirugikan oleh tindakan yang diambil oleh Menteri dapat
menggugat ganti rugi karena perbuatan melawan hukum
(onrechtmatigedaad).60
Untuk penegakan hukum anti monopoli di Indonesia perlu kerja keras dan
usaha yang sungguh-sungguh untuk dapat melaksanakan penegakan hukum dari
60. Pasal 1365 KUH Perdata, yang menyebutkan bahwa : tiap perbuatan melanggar hukum,
yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
44
hukum anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini. Kesungguhan tersebut
mesti ada pada semua pihak yang terlibat. Apakah dia pejabat pengusutan
(polisi), penuntutan (jaksa) ataupun pihak peradilan. Mereka semua harus dapat
menghayati bagaimana pentingnya aturan hukum di bidang anti monopoli untuk
ditegakkan secara jujur dan maksimal.61
Indonesia memberlakukan undang-undang Hukum Persaingan yang diatur
dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (UU No. 5 Tahun 1999). Sama dengan undang-undang di
berbagai negara lainnya, maka UU No. 5 Tahun 1999 dalam Pasal 30 – Pasal 37
membentuk suatu Komisi independen yang disebut dengan nama Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Saat ini berbagai badan independen yang
merupakan Self Regulatory Independent Body adalah suatu fenomena baru dalam
sistem ketatanegaraan, hal ini dilihat dari berbagai komisi independen yang telah
terbentuk misalnya Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (KOMNAS HAM) yang
diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999, Komisi Ombudsman Nasional (KON)
diatur dalam Keppres No. 44 Tahun 2000, Komisi Pemeriksaan Kekayaan
Penyelenggaraan Negara (KPKPN) diatur dalam UU No. 28 Tahun 1999 yang
saat ini telah resmi dibubarkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) diatur dalam
UU No. 3 Tahun 1999, Komnas Perempuan diatur dalam UU No. 181 Tahun
1999, Komnas Anak diatur dalam Keppres No. 12 Tahun 2001 dan Komisi
Penyiaran Indonesia.62
Yang lebih penting lagi, kiprah yang diharapkan dari Komisi Pengawas
Persaingan Usaha. Karena komisi ini merupakan ujung tombak dari penegakan
61. Munir Fuady. Loc cit. h. 118. 62. Ningrum Natasya Sirait. Op cit. h. 106.
45
hukum anti monopoli, maka kapabilitas, kejujuran dan keseriusan dari anggota
komisi ini sangat menentukan bagaimana warna dan irama dari berjalannya
hukum anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam prakteknya.63
KPPU memiliki tugas dan wewenang yang cukup luas sebagaimana yang
diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 dan Keppres. No. 75 Tahun 1999. Mengingat
wewenang komisi yang luas ini, maka dalam melaksanakan tugasnya KPPU
memiliki Kode Etik KPPU, yaitu64 :
1. Independensi;
1. Anggota Komisi dalam melaksanakan tugasnya bebas dari
pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain.
2. Anggota Komisi dilarang menjadi :
1) Anggota dewan komisaris atau pengawas, atau direksi
suatu perusahaan;
2) Anggota pengurus atau badan pemeriksa suatu koperasi;
3) Pihak yang memberikan layanan jasa kepada perusahaan,
seperti konsultan, akuntan publik, dan penilai; dan
4) Pemilik saham mayoritas suatu perusahaan.
3. Anggota Komisi yang menangani perkara dilarang :
1) Mempunyai hubungan sedarah/ semenda sampai derajat
ketiga dengan pihak yang berpekara;
2) Mempunyai kepentingan dengan perkara yang
bersangkutan;
63. Ibid. h. 118. 64. Keputusan KPPU No. 6/ KPPU/ Kep./ XI/ 2000 Tentang Kode Etik dan Mekanisme
Kerja KPPU.
46
3) Mempunyai hubungan yang patut diduga akan
mempengaruhi pengambilan keputusan; dan
4) Saling mempengaruhi dalam mengambil keputusan.
2. Kerahasiaan; dan
a. Dalam menjalankan tugasnya, semua unsur di lingkungan Komisi
wajib menjaga, menyimpan, dan merahasiakan informasi dan atau
dokumen yang berhubungan dengan perkara serta informasi dan
atau dokumen lain milik Komisi yang patut dirahasiakan, kepada
pihak yang berpekara dan atau pihak manapun yang tidak
berkepentingan; dan
b. Dalam menangani pemeriksaan perkara semua unsur di
lingkungan Komisi wajib merahasiakan identitas pelapor.
3. Moralitas.
a. Setiap unsur Komisi harus bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme;
b. Setiap unsur Komisi dilarang melakukan persekongkolan dengan
pihak manapun yang patut diduga akan mempengaruhi
pengambilan keputusan;
c. Semua unsur Komisi dilarang menerima sesuatu dalam bentuk
uang dan atau hadiah yang secara langsung maupun tidak
langsung patut diduga berkaitan dengan jabatannya; dan
d. Setiap anggota Komisi bersedia memberikan informasi mengenai
kekayaannya kepada lembaga yang berwenang.
47
Jika setiap anggota Komisi memegang teguh kode etik yang tersebut di
atas maka kinerja seluruh anggota Komisi dapat maksimal. Setelah dibahas
mengenai kode etik KPPU maka selanjutnya akan dibahas peranan dan fungsi
KPPU di daerah.
Peranan dan fungsi KPPU di daerah merupakan kantor perwakilan yang
tetap memberikan laporan secara berkala kepada KPPU yang ada di pusat. Jadi,
KPPU di daerah hanya meneruskan perkara yang masuk ke KPPU pusat.
Tugas Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah diatur secara rinci dalam
Pasal 35 UU No. 5 Tahun 1999, yang kemudian diulangi dalam Pasal 4 Keppres
No. 75 Tahun 1999. Komisi Pengawas Persaingan Usaha ditugaskan melakukan
penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat, seperti perjanjian-perjanjian
oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust,
oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak
luar negeri; melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan/ atau tindakan
pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/ atau
persaingan usaha tidak sehat, seperti kegiatan-kegiatan monopoli, monopsoni,
penguasaan pasar, dan persekongkolan; dan melakukan penilaian terhadap ada
atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan/ atau persaingan usaha yang tidak sehat, yang
disebabkan penguasaan pasar yang berlebihan, jabatan rangkap, pemilikan saham
dan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha atau saham.
Dengan demikian, pada prinsipnya fungsi dan tugas utama Komisi Pengawas
Persaingan Usaha adalah melakukan kegiatan penilaian terhadap perjanjian,
48
kegiatan usaha, dan penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan pelaku usaha
atau sekelompok pelaku usaha. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap UU No. 5
Tahun 1999, dimana pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha telah membuat
perjanjian yang dilarang atau melakukan kegiatan yang terlarang atau
menyalahgunakan posisi dominan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha
berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif dengan
memerintahkan pembatalan atau penghentian perjanjian-perjanjian dan kegiatan-
kegiatan usaha yang dilarang, serta penyalahgunaan posisi dominan yang
dilakukan pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha tersebut.65
Tugas lain dari KPPU yang tidak kalah penting adalah memberikan saran
dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan praktek
monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat dan menyusun pedoman dan/
atau publikasi atau sosialisasi yang berkaitan dengan praktek monopoli dan/ atau
persaingan usaha tidak sehat. Terakhir, secara berkala atas hasil kerjanya kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.66
Nantinya, KPPU sangat diharapkan bisa benar-benar bertindak positif
untuk mempengaruhi kebijakan Pemerintah dalam pembuatan peraturan yang
berkaitan dengan praktek monopoli dan/ atau persaingan usahat tidak sehat.
Seandainya pasal-pasal yang ada dalam UU No. 5 Tahun 1999 tidak memadai
untuk menunjang tugas dan wewenangnya, KPPU dapat mengajukan saran dan
pertimbangan kepada Pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang
mendukung tugas dan wewenangnya. Demikian pula KPPU juga harus membuat
65. Rachmadi Usman. Op cit. h. 105 – 106. 66. Ibid. h. 106.
49
pedoman (guidelines)67 atau aturan main yang jelas, baik bagi diri sendiri
maupun bagi pelaku usaha, misalnya bagaimana prosedur proses beracara di
KPPU dan apakah ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999
cukup memadai. Jika tidak memadai, KPPU harus membuat sendiri pedoman
beracara tersebut.68
Sebagai bahan perbandingan, Komisi Masyarakat Ekonomi Eropa juga
dapat mengusulkan kepada Dewan Menteri untuk mengeluarkan peraturan yang
memberikan kewenangan-kewenangan tertentu kepada Komisi. Hal ini dilakukan
Komisi karena melihat kewenangan yang diberikan atau diperoleh dari Article 85
dan 86 Perjanjian Roma kurang memadai bagi Komisi untuk melaksanakan
Hukum Persaingan Masyarakat Ekonomi Eropa. Selanjutnya, Federal Trade
Commission juga mengeluarkan Trade Regulation Rules, yang menetapkan
cakupan Section Federal Trade Commission Act untuk praktek-praktek industri
tertentu. Bersama-sama dengan Justice Departement, Federal Trade Commission
mengeluarkan The Justice Departement/ FTC 1992 Horizontal Merger
Guidelines.69
Bila bunyi Pasal 35 huruf f UU No. 5 Tahun 1999 kita baca secara
cermat, terkadang makna KPPU berwenang untuk mengisi kekosongan hukum
dalam rangka pelaksanaan yang berkaitan dengan hukum persaingan usaha. Hal
ini berarti pedoman maupun peraturan yang akan dibuat Komisi Persaingan
Usaha tidak hanya berlaku secara internal saja, tetapi juga berlaku secara
eksternal, yakni baik terhadap KPPU maupun pelaku usaha serta instansi lainnya
67. Op cit. Guideline Tender. 68. Ayudha D. Prayoga et al. Op cit. h. 134. 69. Ibid.
50
yang terkait dengan pelaksanaan hukum persaingan usaha di Indonesia.
Penjelasan Pasal 35 ini tidak cukup memberi keterangan.
Dasar Hukum
Untuk mengawasi pelaksanaan UU Antimonopoli, maka dibentuklah
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan Kepres. No. 75 Tahun 1999
yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 30 ayat (1) UU Antimonopoli.
Untuk pertama kali anggota KPPU ditetapkan dengan Kepres No. 162/ M Tahun
2000 tertanggal 7 Juni 2000, yang terdiri dari 11 (sebelas) anggota selama 5
(lima) tahun ke depan.70
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah lembaga independen
yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Terlepas dari pengaruh dan
kekuasaan pemerintah serta pihak lain, KPPU berfungsi menyusun Peraturan dan
memeriksa berbagai pihak yang diduga melanggar UU No. 5 Tahun 1999
tersebut serta memberi putusan mengikat dan menjatuhkan sanksi terhadap para
pelanggarnya.71
Struktur Organisasi
Susunan organisasi KPPU terdiri dari72 :
1. Anggota Komisi; dan
2. Sekretariat.
Komisi terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil
Ketua merangkap anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota.
70. Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga. Op cit. h. 2 – 3. 71. Ibid. h. 4. 72. Pasal 8 dan Pasal 9 Keppres. No. 75 Tahun 1999 Tentang Komisi Pengawas Persaingan
Usaha.
51
Dalam hal pengangkatan maupun pemberhentian, anggota Komisi diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas persetujuan DPR atas dasar usulan pemerintah
dimana masing-masing anggota dapat diangkat kembali 1 (satu) kali untuk masa
jabatan berikutnya.73
Dalam rangka menunjang kelancaran tugas, Komisi dibantu oleh
Sekretariat Komisi, yang bertugas untuk membantu kelancaran tugas administrasi
dan teknis operasional dari Komisi. Sekretariat Komisi dipimpin oleh seorang
Direktur Eksekutif yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi. Organisasi
dalam tubuh KPPU adalah sebagai berikut74 :
1. Pimpinan Sekretariat dipimpin oleh Direktur Eksekutif, yang memiliki
tugas untuk membantu Ketua Komisi untuk menyiapkan dan
melaksanakan seluruh urusan administrasi dan teknis operasional Komisi,
demi terlaksananya seluruh tugas Komisi. Direktur Eksekutif juga
bertanggung jawab untuk menjalin hubungan luar negeri dalam rangka
pengembangan Komisi dan Sekretariatnya serta tersusunnya rencana dan
realisasi kegiatan dalam rangka melaksanakan tugasnya.
2. Direktorat Administrasi dipimpin oleh Direktur Administrasi yang
mempunyai tugas membantu Direktur Eksekutif menyiapkan dan
melaksanakan urusan tata usaha, keuangan dan kepegawaian. Direktur
Administrasi membawahi Bagian Tata Usaha, Bagian Keuangan dan
Bagian Kepegawaian.
3. Direktorat Penyelidikan dan Penegakan Hukum yang dipimpin oleh
seorang Direktur Penyelidikan dan Penegakan Hukum yang bertugas
73. Ningrum Natasya Sirait. Op cit. h. 112. 74. Ibid. h. 113.
52
untuk membantu Direktur Eksekutif memproses laporan (pengaduan),
menyiapkan dan melaksanakan penyelidikan, menyiapkan keperluan
persidangan, dan mewakili Komisi dalam berhubungan dengan aparat
penegak hukum. Direktur Penyelidikan dan Penegakan Hukum
membawahi Bagian Pengaduan dan Persidangan, Bagian Penyelidikan,
Tim Penyelidik, dan Bagian Litigasi.
4. Direktorat Komunikasi yang dipimpin oleh seorang Direktur Komunikasi
yang bertugas untuk membantu Direktur Eksekutif menyiapkan dan
melaksanakan urusan komunikasi, informasi, dokumentasi dan publikasi,
serta hubungan antar lembaga. Direktorat Komunikasi membawahi
Bagian Komunikasi, Bagian Informasi, Dokumentasi, dan Publikasi, serta
Bagian Hubungan Antar Lembaga.
5. Direktorat Pengkajian dan Pelatihan dipimpin oleh seorang Direktur
Pengkajian dan Pelatihan yang bertugas untuk membantu Direktur
Eksekutif melaksanakan urusan pengkajian dan pengembangan baik
kelembagaan maupun kebijakan persaingan usaha, pelatihan, serta
monitoring. Direktorat Pengkajian dan Pelatihan membawahi Bagian
Pengkajian dan Pengembangan, Bagian Pelatihan, dan Bagian
Monitoring.
Alur Kerja
KPPU dapat memulai penyelidikan karena berbagai hal. Surat dari
konsumen atau pelaku usaha, atau artikel tentang konsumen atau masalah
ekonomi bisnis dapat memicu tindakan dari KPPU.75
75. Ibid. h. 10.
53
Sebelum kita membahas mengenai tata cara penanganan perkara di
KPPU, perlu kita ketahui siapa yang dimaksud dengan pelaku usaha, saksi atau
pihak lain. Seperti kita ketahui, pelaku usaha, saksi atau pihak lain adalah pihak-
pihak yang diperiksa dan diselidiki oleh KPPU dalam kaitannya dengan suatu
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Namun demikian, hanya
pengertian pelaku usaha saja yang terdapat di dalam UU Antimonopoli,
sedangkan pengertian saksi atau pihak lain tidak dicantumkan di dalam UU
Antimonopoli.76
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (5) UU Antimonopoli,77 menyebutkan
bahwa :
“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”. Pengertian saksi tidak terdapat di dalam UU Antimonopoli ataupun di
dalam peraturan pelaksanaannya. Pembahasan mengenai saksi akan dibahas
dalam pembahasan mengenai Alat Bukti.
UU Antimonopoli kembali tidak memberikan definisi mengenai arti dari
pihak lain ini. Namun, apabila kita baca UU Antimonopoli dengan seksama,
pihak lain dapat diartikan sebagai saksi dan dapat diartikan sebagai pelaku usaha
lain. Definisi pihak lain ini tidak jelas karena tidak menjelaskan kapan pelaku
usaha tertentu disebut sebagai pihak lain, dan kapan saksi ditetapkan sebagai
pihak lain. Ketidakjelasan di dalam definisi ini pada akhirnya menyulitkan KPPU
76. Ibid. h. 13. 77. Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Prakek Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
54
karena untuk dapat menyatakan pelaku usaha tertentu bersalah dan melanggar
ketentuan suatu pasal dari UU Antimonopoli, KPPU harus dapat membuktikan
bahwa seluruh unsur dari pasal yang dituduhkan harus terbukti, termasuk siapa
yang dimaksud dengan “pihak lain” ini.78
Apabila salah satu saja unsur dari suatu pasal UU Antimonopoli tidak
terbukti, pelaku usaha tidak dapat dihukum. Di satu sisi, ketidakjelasan mengenai
siapa yang dimaksud dengan “pihak lain” ini dipandang sebagai suatu kelemahan
dari UU Antimonopoli, dan secara tidak langsung menguntungkan pelaku usaha,
karena KPPU akan sulit untuk dapat membuktikan bahwa unsur-unsur suatu
pasal terpenuhi. Akan tetapi, di sisi lain, ketidakjelasan mengenai istilah pihak
lain ini dipandang sebagai suatu halangan di dalam penegakan hukum persaingan
usaha.79
Ketika memulai proses penegakan hukumnya maka KPPU melalui
beberapa tahap, yaitu80 :
a. Tahap Pengumpulan Laporan atau Indikasi Terjadinya Pelanggaran;
Komisi dapat memulai pemeriksaan terhadap para pihak yang dicurigai
baik dengan adanya laporan maupun berdasarkan atas inisiatif KPPU sendiri dari
hasil penelitian para staff KPPU. Sebelum langkah selanjutnya, KPPU dapat
melakukan proses hearing atau dengar pendapat dalam upaya memutuskan
apakah pemeriksaan selanjutnya diteruskan atau tidak. 81
78. Destivano Wibowo dan Harjon Sinaga. Loc cit. h. 14. 79. Ibid. 80. Ningrum Natasya Sirait. Op cit. h. 115 – 116. 81. Pasal 12 – Pasal 26 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2006
Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU.
55
b. Tahap Pemeriksaan Pendahuluan;
Pemeriksaan pendahuluan adalah proses Komisi untuk meneliti dan/ atau
memeriksa apakah suatu Laporan dinilai perlu atau tidak untuk dilanjutkan
kepada tahap Pemeriksaan Lanjutan. Pada tahap pemeriksaan pendahuluan tidak
hanya laporan yang diperiksa, namun pemeriksaan yang dilakukan atas dasar
inisiatif Komisi juga wajib memulai proses Pemeriksaan Pendahuluan ini.82
c. Tahap Pemeriksaan Lanjutan; dan
Pemeriksaan Lanjutan adalah serangkaian pemeriksaan dan atau
penyelidikan yang dilakukan oleh Majelis sebagai tindak lanjut Pemeriksaan
Pendahuluan.83
d. Tahap Eksekusi Putusan Komisi.
Apabila Keputusan Komisi menyatakan terbukti adanya perbuatan
melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun 1999, maka proses selanjutnya akan
berlanjut kepada tahap eksekusi putusan Komisi. Berdasarkan Pasal 47 UU No. 5
Tahun 1999,84 Komisi memiliki kewenangan untuk menjatuhkan sanksi
82. Pasal 27 – Pasal 41. Ibid. 83. Pasal 42 – Pasal 50. Ibid. 84. Pasal 47 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, menyebutkan bahwa : (1). Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif terhadap
pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang ini; (2). Tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa : huruf
(a). penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; dan atau
(b). perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14; dan atau
(c). perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbuka menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; dan atau
(d). perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan; dan atau
(e). penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; dan atau
56
administratif dalam bentuk-bentuk pembatalan perjanjian, perintah
pemberhentian suatu kegiatan, pembatalan merger konsolidasi, akuisisi, maupun
penetapan pembayaran ganti rugi dan denda. Bila pihak terlapor tidak
mengajukan keberatan, maka KPPU akan melakukan eksekusi putusannya.85
Menurut penulis, peraturan yang begitu cermat dan rapi dibuat oleh KPPU
diharapkan agar semua pihak dapat mengerti mengenai tata cara KPPU dalam
menangani kasus-kasus yang diterima.
Keberadaan nilai-nilai persaingan usaha yang sehat, telah menjadi
dambaan banyak pihak seiring kelahiran UU No. 5 Tahun 1999 dan KPPU
sebagai pelaksananya. Hal ini terlihat dari banyaknya laporan KPPU yang
cenderung bergerak eksponensial setiap tahunnya. Di tahun 2005 misalnya
laporan kepada KPPU berjumlah 182 buah, dibandingkan dengan 7 buah laporan
pada tahun 2000.86
Karena tingginya harapan masyarakat terhadap KPPU, banyak persoalan
di luar persaingan usaha yang menjadi substansi laporan, yang menempati sekitar
33% dari laporan. Beberapa di antaranya lebih terkait dengan permasalahan
korupsi, yang menjadi musuh utama publik saat ini.87
Dari kasus yang ditangani KPPU sampai tahun 2000, diketahui bahwa
persekongkolan tender mendominasi dengan menempati porsi 33%. Mencermati
kasus-kasus persekongkolan tender, maka selain permasalahan persaingan usaha
tidak sehat dalam bentuk pengaturan oleh para pelaku usaha, juga terdapat
(f). penetapan pembayaran ganti rugi; dan atau huruf (g) pengenaan denda
serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar rupiah).
85. Pasal 51 – Pasal 67. Loc cit. 86. Kompetisi. Upaya Perbaikan Sistem Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Edisi III.
Jakarta. 2006. h. 7. 87. Ibid.
57
indikasi penyalahgunaan wewenang aparat yang menjadi panitia tender (vertical
collusive). Akhir dari temuan kasus-kasus serupa, yakni munculnya ekonomi
biaya tinggi akibat mark up oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pengaturan.
Mark up inilah yang menjadi insentif bagi pelaku persekongkolan.88
Gambar 4. Laporan dan Penanganan Perkaran Tahun 2000 – 2005.
Dalam penanganan perkara seperti ini, maka tugas KPPU berhenti pada
upaya menghukum pelaku usaha yang terbukti melakukan persekongkolan
tender. Sementara nuansa korupsi yang terungkap dalam kasus tersebut menjadi
bukti awal yang akan dilimpahkan KPPU kepada lembaga penegak hukum
korupsi (KPK).
Pada tahun 2006 kasus yang masuk ke KPPU berjumlah 376 laporan,
diantara pengaduan itu baru 54 perkara yang sudah ditangani KPPU dengan 25
kasus diantaranya adalah persekongkolan tender yang sebagian kasus tersebut
terjadi di daerah seuai dengan tren dan desentralisasi.89
88. Ibid. 89. Soy Martua. Persekongkolan Tender di Tahun 2006 Masih Marak.
www.tempointeraktif.co.id. Jakarta. 2006.
2000 2001 2002 2003 2004 2005 0
20
40
60
180
80
160
120
100
Laporan
Penanganan Perkara (+ inisiatif) 140
58
Persekongkolan tender merupakan kasus terbesar yang masuk ke KPPU
dan dinyatakan sebagai rule of reason, yaitu bahwa suatu tindakan memerlukan
pembuktian dalam menentukan telah terjadinya pelanggaran terhadap persaingan
usaha yang sehat. Untuk itu, dalam persekongkolan tender perlu diketahui apakah
proses tender tersebut dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum
atau menghambat persaingan usaha.90
Dampak persekongkolan dalam tender antara lain, konsumen atau
pemberi kerja membayar harga yang lebih mahal dari pada yang sesungguhnya,
barang atau jasa yang diperoleh seringkali lebih rendah mutu dan jumlahnya, dan
terjadinya hambatan pasar bagi peserta potensial.91
Dampak lainnya adalah nilai proyek untuk tender pengadaan jasa menjadi
lebih tinggi akibat mark up yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersekongkol.
Apabila hal tersebut dilakukan dalam proyek Pemerintah yang pembiayaannya
melalui APBN, maka persekongkolan tersebut berpotensi menimbulkan ekonomi
biaya tinggi.92
Sanksi-Sanksi
Sebagai salah satu peraturan perundang-undangan yang dibuat untuk
menciptakan social engineering bagi masyarakat dunia usaha pada umumnya,
dan para pelaku usaha pada khususnya, UU No. 5 Tahun 1999 inipun dilengkapi
dengan berbagai macam aturan mengenai saksi-sanksi yang dapat dikenakan bagi
mereka yang melanggar ketentuan undang-undang.
90. Pande Raja Silalahi. Menyoal Persaingan Tidak Sehat. www.fokusonline.co.id. Jakarta.
2007. 91. Ibid. 92. Ibid.
59
Macam-macam sanksi yang dapat dikenakan secara garis besar di dalam
UU No. 5 Tahun 1999 dapat dibedakan ke dalam 3 (tiga) jenis, yaitu :
1. Tindakan Administratif (Pasal 47 ayat (2));93
Tindakan administratif yang dapat diambil menurut ketentuan undang-
undang adalah sebagai berikut :
a. Penetapan pembatalan perjanjian yang dilarang oleh undang-undang,
sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 4 sampai dengan Pasal
13, Pasal 15, dan Pasal 16 sebagai berikut94 :
1) Perjanjian untuk menguasai produksi dan atau pemasaran barang dan jasa
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat;
2) Perjanjian yang menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang
harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan
yang sama;
3) Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar
dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli
lain untuk barang dan atau jasa yang sama;
4) Perjanjian yang membuat suatu penetapan harga dibawah pasar, yang
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat;
5) Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa penerimaan barang dan atau
jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang
telah diterimanya, dengan harga yang lebih rendah daripada harga yang
93. UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat. 94. Ibid.
60
telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat;
6) Perjanjian yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi
pasar terhadap barang dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
7) Perjanjian yang bertujuan untuk menghalangi pelaku usaha lain untuk
melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri
maupun pasar luar negeri;
8) Perjanjian dengan maksud untuk menolak menjual setiap barang dan atau
jasa dari pelaku usaha lain sehingga perbuatan tersebut :
a. Merugikan atau dapat diduga merugikan pelaku usaha lain; atau
b. Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap
barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
9) Perjanjian dengan tujuan untuk mempengaruhi harga dengan mengatur
produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat;
10) Perjanjian kerja sama untuk membentuk gabungan perusahaan atau
perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan
kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan
anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
61
11) Perjanjian yang bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas
barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat;
12) Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang
dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak memasok kembali barang
dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu;
13) Perjanjian yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang
dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain
dari pelaku usaha pemasok;
14) Perjanjian yang memberikan harga atau potongan harga tertentu atas
barang dan atau jasa, dengan syarat bahwa pelaku usaha yang menerima
barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok :
a. Harus bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha
pemasok; atau
b. Tidak akan membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari
pelaku usaha lain yang menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
15) Perjanjian yang dibuat dengan pihak lain di luar negeri yang memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat; dan/ atau
b. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan pembuatan atau
pelaksanaan perjanjian yang menyebabkan terjadinya integrasi vertikal
antara lain dilaksanakan dengan pembatalan perjanjian, pengalihan
62
sebagian perusahaan kepada pelaku usaha lain, atau perubahan bentuk
rangkaian produksinya yang dilarang oleh ketentuan Pasal 14; dan/ atau
c. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti
menimbulkan efek praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan
usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat, berupa tindakan
tertentu dan bukan kegiatan usaha pelaku usaha secara keseluruhan; dan/
atau
d. Perintah kepada pelaku usaha untuk mengentikan penyalahgunaan posisi
dominan; dan/ atau
e. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan
pengambilalihan saham sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 28;
dan/ atau
f. Pembayaran ganti rugi kepada pelaku usaha dan kepada pihak lain yang
dirugikan; dan/ atau
g. Pengenaan denda serendah-rendahnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) dan setinggi-tingginya Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima
milyar rupiah).
2. Sanksi Pidana Pokok (Pasal 48); dan
Selain sanksi administratif khusus untuk perbuatan-perbuatan hukum
tertentu yang melanggar ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 juga dikenakan sanksi
pidana pokok menurut ketentuan UU No. 5 Tahun 1999, sebagai berikut :
a. Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4 mengenai
penguasaan produksi, Pasal 9 mengenai pembagian wilayah, Pasal 10
yang bertujuan untuk menghalangi kegiatan usaha dari pelaku usaha lain,
63
Pasal 11 mengenai pengaturan produksi, Pasal 12 mengenai pembentukan
kartel usaha, Pasal 13 mengenai penguasaan pasokan secara bersama-
sama oleh pelaku usaha, Pasal 14 tentang integrasi vertikal, Pasal 16
tentang perjanjian internasional yang dilarang, Pasal 17 tentang kegiatan
monopoli, Pasal 18 tentang monopsoni posisi dominan, Pasal 27 tentang
kepemilikan saham mayoritas, dan Pasal 98 tentang penggabungan,
peleburan dan pengambil alihan saham, diancam pidana denda serendah-
rendahna Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp. 100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah), atau
pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan).95
b. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 tentang penetapan harga secara
bersama, Pasal 6 tentang perbedaan harga jual, Pasal 7 tentang penetapan
harga di bawah harga pasar, Pasal 8 tentang penentuan batas atau patokan
harga tertentu, Pasal 15 tentang perjanjian tertutup dengan pihak ketiga,
Pasal 20 tentang penjualan rugi, Pasal 21 tentang perlakuan kecurangan
dalam biaya produksi, Pasal 22 sampai dengan Pasal 24 tentang
persekongkolan, dan Pasal 26 tentang jabatan rangkap diancam pidana
denda serendah-rendahnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.96
c. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 mengenai pemeriksaan terhadap
pelaku usaha diancam dengan pidana denda serendah-rendahnya Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.
95. Ibid. 96. Ibid.
64
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah), atau pidana kurungan pengganti
denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.97
3. Sanksi Pidana Tambahan (Pasal 49).
Di luar sanksi pidana pokok yang dikenakan dalam Pasal 48 ayat (1)
sampai dengan ayat (3) undang-undang tersebut di atas ketentuan Pasal 49
undang-undang menetapkan sanksi pidana tambahan dengan menunjuk pada
ketentuan Pasal 10 KUHP, terhadap pidana yang dijatuhkan berdasarkan
ketentuan Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa98 :
a. Pencabutan izin usaha; atau
b. Larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran
terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan Direksi atau
Komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5
(lima) tahun; atau
c. Penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnya
kerugian pada pihak lain.
4. Pengecualian-Pengecualian
Selain pengecualian yang secara khusus diatur dalam Pasal 5 ayat (2)
mengenai penetapan harga secara bersama, undang-undang juga mengecualikan
beberapa hal berikut ini dari berlakunya undang-undang ini99 :
a. Perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; atau
97. Ibid. 98. Ibid. 99. Pasal 50. Ibid.
65
b. Perjanjian yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual seperti
lisensi, paten, merek dagang, hak cipta, desain produk industri, rangkaian
elektronik terpadu, dan rahasia dagang, serta perjanjian yang berkaitan
dengan waralaba; atau
c. Perjanjian penetapan standar teknis produk barang dan atau jasa tidak
mengekang, dan atau menghalangi persaingan; atau
d. Perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya tidak memuat ketentuan
untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan harga yang lebih
rendah daripada harga yang telah diperjanjikan; atau
e. Perjanjian kerjasama penelitian untuk peningkatan atau perbaikan standar
hidup masyarakat luas; atau
f. Perjanjian internasional yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik
Indonesia; atau
g. Perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan untuk ekspor yang tidak
mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam negeri; atau
h. Pelaku usaha yang tergolong dalam Usaha Kecil sebagaimana dimaksud
dalam UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil; atau
i. Kegiatan usaha koperasi yang secara khusus bertujuan untuk melayani
anggotanya;
Melayani anggota di sini maksudnya adalah memberi layanan hanya kepada
anggotanya dan bukan kepada masyarakat umum untuk pengadaan kebutuhan
pokok, kebutuhan sarana produksi termasuk kredit dan bahan baku, serta
pelayanan untuk memasarkan dan mendistribusikan hasil produksi anggota yang
66
tidak mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat.
Pembahasan selanjutnya menuju kepada tinjauan KPPUD di Sumatera
Utara yang merupakan Kantor Perwakilan Daerah KPPU Medan.
B. Tinjauan Umum KPPUD di Sumatera Utara
Pada tanggal 14 Agustus 2006, bertempat di Medan’s Club dilangsungkan
kegiatan serah terima jabatan Kantor Perwakilan Daerah KPPU di Medan dari
Dedy Sani Ardi, SE, Ak., kepada Verry Iskandar, SH.100
Kantor Perwakilan Daerah KPPU Medan yang pergerakannya di dalam
mensosialisasikan eksistensinya menunjukkan sinyalemen yang menarik.
Harapan terwujudnya hubungan kelembagaan yang konstruktif dengan DPRD
Sumut dalam menginternalisasi kebijakan persaingan di daerah sangat penting
untuk diwujudkan. Dengan demikian baik langsung maupun tidak langsung,
sinergisitas tersebut akan berpengaruh positif terhadap strategi percepatan
pembangunan ekonomi di daerah. Intensitas komunikasi dan keterbukaan akses
informasi satu sama lain, dari hari kehari semakin menunjukkan kedekatan
hubungan yang proporsional. Hal tersebut setidaknya menjadi prakondisi yang
kondusif dalam upaya mengkonstruksikan hubungan fungsi kelembagaan ataupun
institusi-institusi pengawas yang efektif di daerah.101
KPD KPPU di Medan melakukan berbagai kegiatan dalam hal untuk
mensosialisasikan eksistensinya, kegiatan tersebut antara lain :
100. Kompetisi. Upaya Perbaikan Sistem Pengadaan Barang/ Jasa. Op cit. h. 19. 101. Kompetisi. The 2nd Asean Conference on Competition Policy and Law. Edisi II. Jakarta.
2006. h. 21.
67
1. Monitoring;
Monitoring perubahan perilaku terhadap kesepakatan-kesepakatan harga
(price fixing cartel) yang dibuat oleh para pelaku usaha pesaing yang sering
berlindung dibalik asosiasi seperti Kartel Fumigasi yang dilakukan DPD
IPPHAMI Sumut, Kartel oleh DPD Asosiasi Aspal Beton Indonesia (AABI)
Sumut terus dilakukan, karena dalam prakteknya diperoleh informasi bahwa
kesepakatan-kesepakatan tersebut tetap berlaku walaupun telah dicabut. Padahal,
perilaku penetapan harga adalah perjanjian zaman dahulu yang dilakukan oleh
para pelaku usaha untuk meniadakan persaingan diantara mereka.102
Penanganan laporan dugaan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 tetap
menjadi prioritas KPD Medan, beberapa perkara yang sedang dalam tahap
klarifikasi adalah Tender Pengerukan di Alur Pelabuhan Belawan, Tender
Pembangunan Prasarana di Satker Pemda Simalungun, Tender Pengadaan Mobil
Pemadam Kebakaran di Kabupaten Humbang Hadundutan.103
2. Sosialisasi dan Pembentukan Jaringan Persaingan Usaha
Dalam upaya untuk terus melakukan sosialisasi KPPU, KPD Medan terus
menerus melakukan berbagai upaya untuk lebih membuat KPPU membumi
(down to earth) bagi para stakeholder-nya. Ekspektasi pelaku usaha yang
demikian besar terhadap KPPU untuk menyikapi beberapa persoalan terkait
dengan tender, diharapkan menjadi modal kepercayaan dasar dari publik.
Berbagai kunjungan ke Instansi terkait telah dilakukan diantaranya kepada
Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, DPRD Sumatera Utara, Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Sumut, Badan Pembangunan Daerah Sumut. Selain itu juga
102. Kompetisi. Anggota KPPU. KPPU. Edisi VIII. Jakarta. 2007. h. 21 – 22. 103. Ibid. 22.
68
melalui berbagai acara talk show interaktir yang khusus membahas persaingan
usaha aktual telah dilakukan diantaranya yaitu dengan City Radio 95,9 FM dan
Lite Fm 92,8 FM di Medan.104
3. Seminar Persaingan Usaha;
Pada tanggal 15 November 2006, KPPU mengadakan Seminar Persaingan
Usaha dengan menghadirkan para narasumber, yaitu : Faisal H. Basri (Anggota
KPPU); Ir. Nurlisa Ginting (Wakil Kepala Bainprom Sumut); S. IS. Sihotang
(Kadin Sumatera Utara). Acara tersebut dibuka oleh Erwin Syahril (Anggota
KPPU) dan dimoderatori oleh Mokhammad Syuhadak (Direktur Komunikasi
KPPU). Dihadiri oleh 90 orang dari berbagai macam stakeholder KPPU
diantaranya adalah dinas terkait, para asosiasi perdagangan, Kadin Sumatera
Utara, akademisi, dan LSM peminat persaingan usaha.105
4. Sosialisasi Putusan KPPU;
Pada tanggal 18 Desember 2006, KPD Medan melaksanakan kegiatan
Sosialisasi Putusan Pematang Siantar. Sosialisasi putusan tersebut dimaksudkan
sebagai upaya shock therapy bagi dunia usaha guna upaya perbaikan pengadaan
barang/ jasa khususnya di Sumatera Utara. Diharapkan dengan terus menerus
disosialisasikan putusan KPPU akan menimbulkan efek jera (detterance effect)
bagi para pihak yang mencoba bersekongkol dalam tender.106
5. Penguatan Kebijakan Persaingan Usaha Daerah;
Sebagai salah satu instrumen penting persaingan usaha, unsur kebijakan
persaingan (competition policy) memainkan peranan sentral dalam pembentukan
104. Kompetisi. Upaya Perbaikan Sistem Pengadaan Barang/ Jasa. Op cit. h. 19. 105. Kompetisi. Anggota KPPU. Loc cit. h. 22. 106. Ibid.
69
struktur pasar dan turut mempengaruhi perilaku para pelaku usaha dalam pasar,
oleh karena itu, harmonisasi kebijakan mutlak diperlukan agar setiap kebijakan
yang dikeluarkan oleh Pemerintah selaku regulator senafas dengan irama
persaingan usaha yang diemban oleh KPPU. KPD KPPU Medan memfasilitasi
beberapa pertemuan terkait dengan kebijakan-kebijakan di daerah dengan para
stakeholders terkait diantaranya adalah kebijakan-kabijakan di sektor
telekomunikasi, kebijakan persaingan dalam penerbangan, dan kebijakan
penyelenggaraan haji yang berbasis kompetisi.107
6. Forum Jasa Konstruksi Daerah; dan
KPPU dipercaya untuk mengisi salah satu sesi dalam Forum Jasa Konstruksi
Daerah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara.
Tema yang diusung dalam forum tersebut adalah Industri Jasa Konstruksi dan
Persaingan Usaha. KPPU dalam forum tersebut memberikan informasi seputar
masalah persaingan usaha di sektor jasa konstruksi. Beberapa hal yang menurut
KPPU berpotensi melanggar UU No. 5 Tahun 1999 adalah pemberian sertifikasi
yang seharusnya menjadi ukuran untuk mengukur kompetensi badan usaha
seringkali dijadikan komoditas oleh LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi) dan beberapa asosiasi tertentu, bahkan tidak jarang sertifikasi
dijadikan sebagai upaya untuk menghambat secara strategis pelaku usaha lain.
Hal seperti ini memang tidak lepas dari konflik kepentingan, karena sebagian
pengurus LPJK dan asosiasi haruslah orang yang profesional dan mewakili dunia
usaha, bukan mewakili sebagian atau golongan pelaku usaha tertentu saja. Acara
107. Ibid.
70
ini dihadiri oleh 150 orang dari unsur pengguna jasa konstruksi, penyedia jasa
konstruksi, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan media.108
7. Kuliah Umum Persaingan Usaha.
Kerjasama KPD KPPU Medan dengan dunia kampus dapat terjalin berkat
dukungan dan dorongan dari Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, M.Li.,
sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU)
dan Prof. Dahlan, SH, MH, sebagai Guru Besar Fakultas Hukum Universitas
Syiah Kuala (Unsyiah) Propinsi NAD. Sebagai awalan pemberian kuliah umum
bagi mahasiswa yang telah mengambil program kekhususan Persaingan Usaha
dapat menjadi jembatan untuk terus mengkomunikasikan dunia usaha dengan
dunia akademis.109
Demikianlah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh KPD KPPU Medan
sepanjang tahun 2006. Selanjutnya, akan dibahas mengenai beberapa kasus
menarik yang berkembang di Medan.
Adapun beberapa kasus tersebut diantaranya terkait dengan kelangkaan
minyak tanah, kelangkaan pupuk, tender 9 paket pengadaan barang senilai
Rp. 102 miliar (seratus dua miliar rupiah) di PT. PLN (Persero) Proyek Induk
Pembangkit dan Jaringan (Pikitring) Aceh – Sumut – Riau, Putusan KPPU
tentang distribusi Garam di Sumut, perubahan perilaku kesepakatan tarif AABI
karena adanya kesediaan dan advokasi pembatalan kesepakatan tarif fumigasi.110
Baik kelangkaan minyak tanah maupun kelangkaan pupuk, merupakan
permasalahan ritual tahunan yang tidak kunjung mendapatkan solusi yang baik.
108. Ibid. 109. Ibid. 110. Ibid. h. 19.
71
Permasalahan lemahnya fungsi pengawasan distribusi lebih dominan
dibandingkan dengan isu persaingannya, mengingat latar belakang kebijakan
pendistribusian minyak tanah bersubsidi tidak lain merupakan bentuk penugasan
pemerintah kepada Pertamina dimana penetapan besaran margin distributor serta
harga ecerannya kepada konsumen akhir telah diatur di dalamnya.111
Terkait dengan tender pengadaan barang di PT. PLN (Persero) Pikitring
Sumut – Aceh – Riau senilai Rp. 102 miliar (seratus dua miliar rupiah), KPD
KPPU Medan telah proaktif menyurati dan mengingatkan kepada segenap
penyelenggara tender untuk sungguh-sungguh memperhatikan prinsip-prinsip
persaingan usaha yang sehat sebagaimana diatur di dalam UU No. 5 Tahun 1999
dan Pedoman Larangan Persekongkolan Tender KPPU. Inisiasi KPD KPPU
Medan untuk secara proaktif melakukan pengawasan dan identifikasi praktek
persaingan usaha tidak sehat dalam segenap proses tender tersebut, merupakan
salah satu pointer yang tersampaikan dalam audiensi Komisi B Bidang
Perekonomian DPRD Sumut dengan Segenap Anggota Komisi KPPU di kantor
KPPU Jakarta pada April 2006.112
Terkait dengan Putusan KPPU tentang Distribusi Garam ke Sumatera
Utara yang dibacakan pada 13 Maret 2006, ketujuh pelaku usaha yang dijatuhi
sanksi oleh KPPU tidak mengajukan keberatan ke PN setempat. Sedangkan
terkait dengan perkara kartel kesepakatan dan pembagian wilayah pelaku usaha
aspal beton di Sumatera Utara yang tergabung dalam AABI Sumut, ditetapkan
untuk tidak ditindaklanjuti ke tahapan Pemeriksaan Lanjutan mengingat beberapa
hal, diantaranya adanya kesediaan dari para pihak yang melakukan kesepakatan
111. Ibid. 112. Ibid.
72
untuk melakukan perubahan perilaku dengan melakukan pencabutan terhadap isi
kesepakatan.113
Dibuatnya perjanjian kesepakatan tarif oleh 6 (enam) perusahaan
fumigator di Sumatera Utara pada tanggal 18 April 2006, setelah mendapatkan
penjelasan secara persuasif terkait dengan potensi berseberangan dengan prinsip
persaingan usaha yang sehat, kemudian secara resmi dicabut oleh mereka yang
melakukan kesepakatan tarif per tanggal 7 Juni 2006. Namun demikian,
perkembangan terakhir yang diperoleh dari pengguna jasa fumigasi, khususnya
para eksportir, menginformasikan bahwa di lapangan, tarif yang dikenakan oleh
para fumigator masih senilai dengan besaran tarif kesepakatan 18 April 2006.
Informasi ini sedang terus didalami, sehingga apabila terbukti benar dapat
menjadi bukti yang cukup untuk diusulkan ke tahapan proses penegakan
hukum.114
Salah satu perkara yang diterima dan diteruskan oleh KPD KPPU Medan
adalah mengenai tender di RSU. Kota Pematang Siantar dengan kegiatan
Perbaikan Bangsal di rumah sakit tersebut. Adapun tahapan perkara tersebut akan
dibahas pada pembahasan selanjutnya.
113. Ibid. 114. Ibid.
73
BAB IV
TENDER DALAM TINJAUAN UU NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG
LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI
DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
A. Pengertian Persekongkolan dalam Tender
Berdasarkan kamus hukum, persekongkolan adalah suatu kerjasama
antara dua pihak atau lebih yang secara bersama-sama melakukan tindakan yang
melanggar hukum. Pengertian tentang persekongkolan dalam tender menurut
beberapa negara adalah suatu perjanjian antara beberapa pihak untuk
memenangkan pesaing dalam suatu tender. Sejalan, pengertian-pengertian
tersebut, persekongkolan dalam tender sebagaimana dimasudkan dalam Pasal 22
UU No. 5 Tahun 1999 adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dalam rangka
memenangkan peserta tender tertentu.115
Persekongkolan dalam tender dapat dilakukan secara terang-terangan
maupun diam-diam melalui tindakan penyesuaian, penawaran sebelum
dimasukkan, atau menciptakan persaingan semu, atau menyetujui dan atau
memfasilitasi, atau pemberian kesempatan ekslusif, atau tidak menolak
melakukan suatu tindakan meskipun mengetahui bahwa tindakan tersebut
dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu.116
115. Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Op cit. h. 10. 116. Ibid.
74
B. Jenis-jenis Persekongkolan dalam Tender
Persekongkolan dalam tender dapat dibedakan pada tiga jenis, yaitu
persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal, dan gabungan
persekongkolan vertikal dan horizontal.117
Persekongkolan Horizontal
Merupakan persekongkolan yang terjadi antara pelaku usaha atau
penyedia barang dan jasa dengan sesama pelaku usaha atau penyedia barang dan
jasa pesaingnya. Persekongkolan ini dapat dikategorikan sebagai persekongkolan
dengan menciptakan persaingan semu di antara peserta tender.118
Gambar 1. Persekongkolan Horizontal
Persekongkolan Vertikal
Merupakan persekongkolan yang terjadi antara salah satu atau beberapa
pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa dengan panitia tender atau panitia
lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan.
117. Ibid. 118. Ibid.
Panitia Pengadaan / Panitia Lelang Barang / Pengguna Barang atau Jasa / Pimpinan Proyek
Pelaku usaha /
Penyedia barang
atau jasa
Pelaku usaha /
Penyedia barang
atau jasa
Pelaku usaha /
Penyedia barang
atau jasa
Pelaku usaha /
Penyedia barang
atau jasa
PERSEKONGKOLAN
75
Persekongkolan ini dapat terjadi dalam bentuk dimana panitia tender atau panitia
lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan
bekerja sama dengan salah satu atau beberapa peserta tender.119
Gambar 2. Persekongkolan Vertikal
Persekongkolan Persekongkolan Horizontal dan Vertikal
Merupakan persekongkolan antara panitia tender atau panitia lelang atau
pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan pelaku
usaha atau penyedia barang dan jasa. Persekongkolan ini dapat melibatkan dua
atau tiga pihak yang terkait dalam proses tender. Salah satu bentuk
persekongkolan ini adalah tender fiktif, dimana baik panitia tender, pemberi
pekerjaan, maupun para pelaku usaha melakukan suatu proses tender hanya
secara administratif dan tertutup.120
119. Ibid. 120. Ibid.
Panitia Pengadaan / Panitia Lelang Barang / Pengguna Barang atau Jasa / Pimpinan Proyek
Pelaku usaha /
Penyedia barang
atau jasa
Pelaku usaha /
Penyedia barang
atau jasa
Pelaku usaha /
Penyedia barang
atau jasa
Pelaku usaha /
Penyedia barang
atau jasa
PERSEKONGKOLAN
76
Gambar 3. Persekongkolan Horizontal dan Vertikal
C. Larangan Persekongkolan Tender dalam UU No. 5 Tahun 1999
Pelaku usaha dilarang melakukan kegiatan persekongkolan yang
membatasi atau menghalangi persaingan usaha (conspiracy in restraint of
business), karena kegiatan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha yang tidak sahat121. Pengertian persekongkolan atau konspirasi
dikemukakan dalam Pasal 1 angka (8) UU No. 5 Tahun 1999, yaitu :
“Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol”. Terdapat 3 (tiga) bentuk kegiatan persekongkolan yang dilarang oleh UU
No. 5 Tahun 1999 sebagaimana diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 24.
121. Rachmadi Usman. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. PT. Gramedia. Jakarta. 2004.
h. 79.
Panitia Pengadaan / Panitia Lelang Barang / Pengguna Barang atau Jasa / Pimpinan Proyek
Pelaku usaha /
Penyedia barang
atau jasa
Pelaku usaha /
Penyedia barang
atau jasa
Pelaku usaha /
Penyedia barang
atau jasa
Pelaku usaha /
Penyedia barang
atau jasa
PERSEKONGKOLAN
77
Dalam Pasal 22 dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan
pihak lain untuk mengatur dan/ atau menentukan pemenang tender, sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Pihak lain disini
tidak terbatas hanya pemerintah saja, bisa swasta atau pelaku usaha yang ikut
serta dalam tender yang bersangkutan. Penjelasan Pasal 22 menyatakan bahwa
tender adalah tawaran untuk mengajukan harga untuk memborong suatu
pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa.122
Kegiatan bersekongkol menentukan pemenang tender jelas merupakan
perbuatan curang, karena pada dasarnya (inherently) tender dan pemenangnya
tidak bisa diatur dan bersifat rahasia (walaupun ada tender yang dilakukan secara
terbuka).123
Pasal 23 melarang pelaku usaha untuk bersekongkol dengan pihak lain
untuk mendapatkan kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai
rahasia perusahaan atau yang dikenal dengan sebutan rahasia dagang.124 Sebutan
rahasia dagang merupakan terjemahan dari istilah “undisclosed information”,
“trade secret”, atau “know how”. Rahasia dagang tidak boleh diketahui umum,
karena selain mempunyai nilai teknologi, ia juga mempunyai nilai ekonomis yang
berguna dalam kegiatan usaha. Kerahasiaannya biasanya dijaga oleh
pemiliknya.125
Pengaturan mengenai rahasia dagang diatur secara tersendiri, tidak
dimasukkan dalam UU No. 5 Tahun 1999. Dewasa ini pengaturannya dapat
122. Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. 123. Ayudha D. Prayoga et al. Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di
Indonesia. Proyek ELIPS. Jakarta. 2000. h. 122. 124. Pasal 23, UU No. 5 Tahun 1999. Loc cit. 125. Racmadi Usman. Op cit. h. 80.
78
dijumpai dalam UU No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang. Pengertian
rahasia dagang dikemukakan dalam Pasal 1 angka (1) UU No. 30 Tahun 2000
yang menyatakan bahwa rahasia dagang adalah126 :
“… informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan / atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang”.
Berarti rahasia dagang di sini tidak terbatas hanya pada rahasia bisnis atau
dagang belaka, melainkan termasuk informasi industrial know how. Hal ini juga
dapat dilihat dari lingkup perlindungan rahasia dagang yang diatur sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 2 UU No. 30 Tahun 2000. Pasal 2 tersebut menyatakan
bahwa lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode
pengolahan, metode penjualan, atau informasi lain di bidang teknologi dan/ atau
bisnis yang memiliki nilai ekonomis dan tidak diketahui masyarakat umum.
Persyaratan rahasia dagang dikemukakan dalam Pasal 3 UU No. 30 Tahun
2000, bahwa rahasia dagang yang akan mendapat perlindungan terbatas pada
informasi yang bersifat rahasia, mempunyai nilai ekonomis, dan dijaga
kerahasiannya melalui upaya-upaya sebagaimana mestinya, yaitu semua langkah
yang memuat ukuran kewajaran, kelayakan, dan kepatutan yang harus dilakukan.
Misalnya, di dalam suatu perusahaan harus ada prosedur baku berdasarkan
praktek umum yang berlaku di tempat-tempat lain dan/ atau yang dituangkan ke
dalam ketentuan internal perusahaan itu sendiri. Demikian pula dalam ketentuan
internal perusahaan yang diterapkan bagaimana rahasia dagang itu dijaga dan
siapa yang bertanggung jawab atas kerahasiaan itu. Dengan demikian,
126. Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang.
79
berdasarkan Pasal 3 tersebut suatu informasi akan dianggap termasuk rahasia
dagang, bila memenuhi 3 (tiga) persyaratan berikut ini127 :
2. Informasi bersifat rahasia, bahwa informasi tersebut hanya diketahui oleh
pihak tertentu atau tidak diketahui secara umum oleh masyarakat;
3. Informasi memiliki nilai ekonomi, bahwa sifat kerahasiaan informasi
tersebut dapat digunakan untuk menjalankan kegiatan atau usaha yang
bersifat komersial atau dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi;
dan
4. Informasi dijaga kerahasiaannya apabila pemilik atau para pihak yang
menguasainya telah melakukan langkah-langkah yang layak dan patut.
Di samping kedua bentuk persekongkolan di atas, Pasal 24 juga melarang
persekongkolan yang dapat menghambat produksi, pemasaran, atau produksi dan
pemasaran atas produk. Dalam Pasal 24 tersebut dinyatakan bahwa pelaku usaha
dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan/ atau
pemasaran barang dan/ atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan tujuan barang
dan/ atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi
berkurang, baik dari kualitas maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.
Berdasarkan ketentuan Pasal 24 ini jelas bahwa pelaku usaha dilarang untuk
bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat pelaku usaha pesaing dalam
memproduksi, memasarkan, atau memproduksi dan memasarkan barang, jasa,
atau barang dan jasa dengan maksud agar barang, jasa, atau barang dan jasa yang
ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang atau menurun
kualitasnya; atau memperlambat waktu proses produksi pemasaran, atau produksi
127. Rachmadi Usman. Op cit. h. 82.
80
dan pemasaran barang, jasa, atau barang dan jasa yang sebelumnya sudah
dipersyaratkan. Kegiatan persekongkolan seperti ini dapat menimbulkan praktek
monopoli dan/ atau persaingan usaha yang tidak sehat.128
D. Perkara yang Diterima Oleh Kantor Perwakilan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Medan tentang RSU. Kota Pematang Siantar
Pada awalnya, Rumah Sakit Umum Kota Pematang Siantar mengadakan
suatu tender/ Pelelangan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah dengan kegiatan
Perbaikan Bangsal di Unit Kerja Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Pematang
Siantar Tahun Anggaran 2005 yang diikuti oleh 31 (tiga puluh satu) perusahaan
pada tahap prakualifikasi dengan 24 (dua puluh empat) perusahaan dinyatakan
tidak lengkap dan tidak memenuhi syarat. 129
Namun, setelah panitia memeriksa dan membuka penawaran dari
perusahaan-perusahaan tersebut di atas hanya 7 (tujuh) perusahaan yang
dinyatakan lengkap dan sah penawarannya. Maka ketujuh perusahaan-perusahaan
tersebut berhak untuk maju ketahap selanjutnya yaitu penyusunan Dokumen
Lelang.130
Ketujuh perusahaan yang masuk ke tahap Penyusunan Dokumen Lelang,
antara lain sebagai berikut131 :
5. CV. Risma Karya dengan harga penawaran Rp. 1.502.757.000,00 (satu
milyar lima ratus dua juta tujuh ratus lima puluh tujuh ribu rupiah);
128. Ibid. h. 82 – 83. 129. KPPU, Putusan Perkara No. : 06 / KPPU-L / 2006 Tentang Perbaikan Bangsal RSU Kota
Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005. 130. Ibid. 131. Ibid.
81
6. CV. SHT dengan harga penawaran Rp. 1.503.470.000,00 (satu milyar
lima ratus tiga juta empat ratus tujuh puluh ribu rupiah);
7. CV. Sagyta Taruna Perkasa dengan harga penawaran dengan harga
penawaran Rp. 1.579.839.000,00 (satu milyar lima ratus tujuh puluh
sembilan delapan ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah);
8. PT. Rama Indah Jaya dengan harga penawaran Rp. 1.617.762.000,00
(satu milyar enam ratus tujuh belas ribu tujuh ratus enam puluh dua ribu
rupiah);
9. CV. Kreasi Multy Poranc dengan harga penawaran Rp. 1.884.197.000,00
(satu milyar delapan ratus delapan puluh empat juta seratus sembilan
tujuh ribu rupiah);
10. PT. Pembangunan Delima Murni dengan harga penawaran
Rp.1.888.852.000,00 (satu milyar delapan ratus delapan puluh delapan
juta delapan ratus lima puluh dua ribu rupiah); dan
11. CV. Sumber Mulya dengan harga penawaran Rp. 1.894.227.000,00 (satu
milyar delapan ratus sembilan puluh empat juta dua ratus dua puluh tujuh
ribu rupiah).
Setelah mengetahui perusahaan-perusahaan yang lulus Prakualifikasi dan
masuk ke tahap Penyusunan Dokumen Lelang lalu dievaluasi oleh Panitia
Pengadaan Barang/ Jasa untuk mengumumkan pemenang tender. Hasil
Pengumuman Pelelangan yang diusulkan untuk menjadi calon pemenang lelang
kepada Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar selaku Pengguna Barang atau
Jasa adalah sebagai berikut132 :
132. Ibid.
82
1. Pemenang adalah CV. Risma Karya dengan harga penawaran
Rp.1.502.757.000,00 (satu milyar lima ratus dua juta tujuh ratus lima
puluh tujuh ribu rupiah);
2. Pemenang Cadangan I adalah PT. Rama Indah Jaya dengan harga
penawaran Rp. 1.617.762.000,00 (satu milyar enam ratus tujuh belas ribu
tujuh ratus enam puluh dua ribu rupiah); dan
3. Pemenang Cadangan II adalah CV. Kreasi Multy Poranc dengan harga
penawaran Rp. 1.884.197.000,00 (satu milyar delapan ratus delapan puluh
empat juta seratus sembilan tujuh ribu rupiah).
Pengumuman Pelelangan tersebut ditolak oleh Plt. Kepala RSU Kota
Pematang Siantar dan mengarahkan agar dilakukan evaluasi ulang dan yang
dipilih sebagai pemenang adalah Pemenang Cadangan II, yaitu CV. Kreasi Multy
Poranc.133
Selanjutnya, Panitia Pengadaan Barang/ Jasa merubah pemenang tender
atas dasar arahan dari Walikota dan Wakil Walikota tersebut dengan
mengeluarkan Surat No. 12/ PAN-RSU/ XI/ 2005 tertanggal 30 November 2005,
dan mengusulkan134 :
1. Pemenang adalah CV. Kreasi Multy Poranc dengan harga penawaran Rp.
1.884.197.000,00 (satu milyar delapan ratus delapan puluh empat juta
seratus sembilan tujuh ribu rupiah);
2. Pemenang Cadangan I adalah PT. Pembangunan Delima Murni dengan
harga penawaran Rp.1.888.852.000,00 (satu milyar delapan ratus delapan
puluh delapan juta delapan ratus lima puluh dua ribu rupiah); dan
133. Ibid. 134. Ibid.
83
3. Pemenang Cadangan II adalah CV. Sumber Mulya dengan harga
penawaran Rp. 1.894.227.000,00 (satu milyar delapan ratus sembilan
puluh empat juta dua ratus dua puluh tujuh ribu rupiah).
Dokumen Surat Penawaran dari ketiga perusahaan yang diusulkan pada
tanggal 30 November 2005 tersebut dibuat oleh Hasudungan Nainggolan, SE
selaku Wakil Direktur II CV. Kreasi Multy Poranc yang beralamat di Jl. Gereja
No. 97A Pematang Siantar. Hal tersebut dibuktikan dari135 :
2. Daftar hadir aanwijzing dari orang-orang yang mewakili ketiga
perusahaan tersebut menunjukkan adanya kesamaan nomor handphone
yaitu 0819854272 yang dimiliki oleh Hasudungan Nainggolan, SE;
3. Format Surat Penawaran adalah sama persis, perbedaan hanya pada
bentuk huruf (font) dan ukuran huruf (font size); dan
4. Laporan keuangan ketiga perusahaan menggunakan Kantor Akuntan Drs.
Biasa Sitepu, Ak tertanggal 17 April 2005, yang ternyata dipalsukan.
Maka atas dasar temuan-temuan KPPU di atas diduga kuat adanya
persekongkolan antara pihak Panitia Tender, Plt. Kepala RSU. Kota
Pematangsiantar dengan CV. Kreasi Multy Poranc, PT. Pembangunan Delima
Murni, dan CV. Sumber Mulya.136
Atas dasar laporan tersebut Sekretariat Komisi telah melakukan klarifikasi
terhadap pelapor dan kemudian laporan dinyatakan sebagai laporan yang lengkap
dan jelas.137
135. Ibid. 136. Ibid. 137. Ibid.
84
Setelah laporan dinyatakan lengkap dan jelas maka Rapat Komisi pada
tanggal 11 Mei 2006 memutuskan laporan tersebut masuk ke dalam Pemeriksaan
Pendahuluan.138
Tim Pemeriksa pada Pemeriksaan Pendahuluan setelah mendengar
keterangan dari Pelapor dan para Terlapor maka ditemukan adanya indkasi kuat
bahwa telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, dalam
bentuk sebagai berikut139 :
1. Terdapat kerja sama antara Hasudungan Nainggolan, SE dengan
melibatkan CV. Kreasi Multy Poranc, PT. Pembangunan Delima Murni,
dan CV. Sumber Mulya berupa penyesuaian dokumen penawaran dengan
membandingkan dokumen penawaran sebelum penyerahan dan tindakan
menciptakan persaingan semu di antara ketiga perusahaan tersebut.
2. Persekongkolan tersebut juga melibatkan Walikota, Wakil Walikota, dan
Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar dan Panitia Tender.
3. Walikota dan Wakil Walikota melakukan intervensi yang diakui oleh Plt.
Kepala RSU. Kota Pematang Siantar dan Panitia Tender sebagai indikasi
adanya pengaturan CV. Kreasi Multy Poranc sebagai pemenang tender.
Dengan ditemukannya bukti bahwa Walikota, Wakil Walikota,
Hasudungan Nainggolan, SE sebagai Wakil Direktur II CV. Kreasi Multy Poranc
maka KPPU melanjutkan pemeriksaan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan.140
138. Pasal 27 – Pasal 41 Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2006
Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU. 139. KPPU, Putusan Perkara No. : 06 / KPPU-L / 2006 Tentang Perbaikan Bangsal RSU Kota
Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005. 140. Ibid.
85
Pada Pemeriksaan Lanjutan, Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar dan
Panitia Tender, Walikota dan Wakil Walikota, Pelapor, para Terlapor, dan para
Saksi memberikan keterangan tertulis.141
Berdasarkan bukti-bukti, sejumlah surat atau dokumen, Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) serta bukti-bukti lain yang telah diperoleh selama
pemeriksaan dan penyelidikan, Majelis Komisi menilai telah mempunyai bukti
dan penilaian yang cukup untuk mengambil Putusan.142
Menurut penulis, tidak tertutup kemungkinan pelaksanaan tender ini juga
terdapat unsur kolusi, korupsi dan nepotisme. KPPU bisa membatalkan tender
dan mengulangnya. Peserta tender yang melanggar bisa dikenai denda minimum
Rp 1 miliar dan maksimum hingga Rp 25 miliar sesuai dengan Pasal 47 UU No.
5 Tahun 1999. Mereka tidak akan diperbolehkan mengikuti tender-tender
pemerintah lainnya.
Demikianlah uraian pelaksanaan tender di RSU. Kota Pematang Siantar
dengan Kegiatan Perbaikan Bangsal rumah sakit tersebut. Selanjutnya yang akan
dibahas adalah mengenai peranan KPPU dalam pelaksanaan tender di RSU. Kota
Pematang Siantar tersebut.
141. Ibid. 142. Ibid.
86
E. Peranan KPPUD dalam Pelaksanaan Tender di Rumah Sakit Umum
Kota Pematang Siantar
Pada awalnya, KPPU menerima laporan bahwa telah terjadi
persekongkolan pada tender RSU. Kota Pematang Siantar dengan Kegiatan
Perbaikan Bangsal RSU. Kota Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005.143
Dengan adanya laporan tersebut KPPU melakukan pemeriksaan
pendahuluan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa, yaitu : Erwin Syahril (Ketua),
Pande Radja Silalahi dan Moh. Iqbal (anggota). Setelah dilakukan pemeriksaan
pendahuluan KPPU menemukan beberapa temuan, yaitu144 :
1. Ada kerja sama antara Hasudungan Nainggolan, SE dengan melibatkan
CV. Kreasi Multy Poranc, PT. Pembangunan Delima Murni, dan CV.
Sumber Mulya, berupa penyesuaian dokumen penawaran,
membandingkan dokumen penawaran sebelum penyerahan dan
menciptakan persaingan semu;
2. Persekongkolan juga melibatkan Walikota, Wakil Walikota, Plt. Kepala
RSU dan Panitia Tender; dan
3. Intervensi Walikota dan Wakil Walikota yang diakui oleh Plt. Kepala
RSU dan Panitia sebagai indikasi adanya pengaturan CV. Kreasi Multy
Poranc sebagai Pemenang Tender.
Setelah dilakukan Pemeriksaan Pendahuluan maka Tim Pemeriksan
merekomendasikan pemeriksaan dilanjutkan ke tahap Pemeriksaan Lanjutan dan
143. Ibid. 144. Ibid.
87
menetapkan Ir. RE. Siahaan (Walikota), Drs. Imal Raya Harahap (Wakil
Walikota), dan Hasudungan Nainggolan, SE sebagai Terlapor.145
Pada Pemeriksaan Lanjutan, Tim Pemeriksa menemukan beberapa
temuan, yaitu146 :
1. Panitia tidak menjalankan Pakta Integritas;
Pada tanggal 28 November 2005, Panitia menyampaikan usulan calon
pemenang tender kepada Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar. Pada tanggal
29 November 2005, Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar bersama Panitia
Tender menghadapWalikota dan Wakil Walikota untuk melaporkan calon
pemenang tender. Setelah pelaporan pada tanggal 29 November 2005, Panitia
melakukan perubahan calon dari CV. Risma Karya menjadi CV. Kreasi Multy
Poranc atas perintah Walikota, Wakil Walikota, dan Plt. Kepala RSU. Kota
Pematang Siantar tanpa melakukan evaluasi ulang.
2. Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar tidak konsisten dalam
melaksanakan tugasnya;
Panitia tidak menjalankan pakta integritas, sesuai dengan Keppres. No. 80
Tahun 2003 Panitia Tender harus menandatangani Pakta Integritas yang
menunjukkan tugas dan kewenangannya tidak dipengaruhi oleh pihak lain.
Perubahan usulan calon pemenang tanpa adanya evaluasi ulang yang dilakukan
oleh Panitia akibat campur tangan Walikota, Wakil Walikota, dan Plt. Kepala
RSU. Kota Pematang Siantar adalah menunjukkan Panitia tidak menjalankan
Pakta Integritas.
145. Ibid. 146. Ibid.
88
Menurut Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar, penerbitan Keputusan
Walikota Pematang Siantar No. 027/ 1496/ WK-Tahun 2005 tanggal 19 Oktober
2005 tentang Panitia Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Kegiatan Perbaikan
Bangsal di Unit Kerja Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Pematang Santar Tahun
Anggaran 2005 adalah karena status Iswan Lubis, SH pada saat itu sebagai Plt.
Sementara sehingga tidak mempunyai kewenangan mengambil keputusan.
Pada saat ada usulan calon pemenang tender dari Panitia, Plt. Kepala
RSU. Kota Pematang Siantar selaku pengguna barang/ jasa melakukan pelaporan
kepada Wakil Walikota pada tanggal 29 November 2005 dengan alasan yang
sama yaitu tidak mempunyai kewenangan mengambil keputusan mengingat
statusnya sebagai Plt. Sementara.
Tindakan pelaporan tersebut tidak sesuai dengan Keppres. No. 80 Tahun
2003 yang menyatakan pengguna barang/ jasa berwewenang untuk menetapkan
pemenang tender.
Pada tanggal 21 Desember 2005, Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar
membuat dan menandatangani Surat Perjanjian Pemborongan No. 602.1/ 2675/
II/ TU-RSU/ BDB/ XII/ 2005 pada tanggal 21 Desember 2005 dengan pihak CV.
Kreasi Multy Poranc yang diwakili oleh Hasudungan Nainggolan, tanpa
melaporkan sebelumnya kepada Wakil Walikota dan Walikota. Hal-hal tersebut
menunjukkan sikap tidak konsisten yang dilakukan oleh Plt. Kepala RSU. Kota
Pematang Siantar selaku pengguna barang/ jasa
3. Walilkota dan Wakil Walikota turut berperan dalam menentukan
pemenang; dan
89
Pada tanggal 29 November 2005, Panitia telah mengusulkan CV. Risma
Karya sebagai calon pemenang kepada Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar
dan melaporkannya kepada Wakil Walikota. Menurut pengakuan Plt. Kepala
RSU. Kota Pematang Siantar dan Panitia, Wakil Walikota berkomunikasi melalui
telepon dengan Walikota mengenai calon pemenang lelang/ tender, dan kemudian
Wakil Walikota memerintahkan merubah calon pemenang dari CV. Risma Karya
menjadi CV. Kreasi Multy Poranc.
Meskipun Walikota dan Wakil Walikota tidak mengakui adanya
komunikasi melalui telepon yang membicarakan mengenai pemenang tender,
namun setelah pelaporan pada tanggal 29 November 2005 Panitia melakukan
perubahan usulan calon pemenang tanpa melakukan perubahan usulan calon
pemenang tanpa melakukan evaluasi ulang, dari semula CV. Risma Karya
menjadi CV. Kreasi Multy Poranc.
Hal tersebut dikuatkan dengan pengakuan Plt. Kepala RSU. Kota
Pematang Siantar dan Panitia, pada tanggal 30 November 2005 Walikota
menelpon Ketua Panitia dengan menggunakan handphone milik Plt. Kepala RSU
Kota Pematang Siantar, agar Panitia menetapkan CV. Kreasi Multy Poranc
sebagai pemenang. Selanjutnya Panitia mengusulkan CV. Kreasi Multy Poranc
sebagai pemenang dan meminta persetujuan dari Walikota, Wakil Walikota dan
Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar yang dituangkan dalam bentuk
disposisi.
Adanya sanggahan, sanggah banding dan somasi yang disampaikan oleh
CV. Risma Karya kepada Walikota serta jawaban-jawabannya, menunjukkan
90
bahwa Walikota sudah mengetahui sejak awal adanya permasalahan dalam
pelaksanaan tender perbaikan bangsal RSU. Kota Pematang Siantar.
Hasudungan Nainggolan turut menentukan pemenang tender dengan
menggunakan CV. Kreasi Multy Poranc dan meminjam PT. Pembangunan
Delima Murni serta CV. Sumber Mulya sebagai pendamping. Hasudungan
menyusun dokumen penawaran dari ketiga perusahaan tersebut, dan khusus
untuk PT. Pembangunan Delima Murni dan CV. Sumber Mulya, penyusunan
dokumen penawaran dilakukan tanpa sepengetahuan Direktur masing-masing.
Salah satu persyaratan lelang/ tender yaitu laporan keuangan ketiga
perusahaan tersebut, tidak diakui kebenarannya oleh Kantor Akuntan Drs. Biasa
Sitepu. Hasudungan Nainggolan yang telah lama mengenal dan sering
berkomunikasi dengan Wakil Walikota, serta pengakuan Plt. Kepala RSU. Kota
Pematang Siantar dan Panitia tidak bisa apabila perusahaannya dikalahkan,
merupakan upaya mempengaruhi Wakil Walikota untuk menekan Plt. Kepala
RSU. Kota Pematang Siantar dan Ketua Panitia, agar memenangkan CV. Kreasi
Multy Poranc.
4. Dampak atas pengaturan pemenang tender tersebut adalah memenangkan
CV. Kreasi Multy Poranc.
Tindakan meminjam perusahaan adalah tidak sesuai dengan ketentuan
dalam Keppres. No. 80 Tahun 2003, dan prinsip-prinsp good coorporate
governance. Tindakan meminjam perusahaan sebagai pendamping untuk
mengikuti tender perbaikan bangsal RSU. Kota Pematang Siantar yang dilakukan
oleh Hasudungan Nainggolan meniadakan persaingan atau mengakibatkan
91
persaingan semu antara CV. Kreasi Multy Poranc, PT. Pembangunan Delima
Murni, dan CV. Sumber Mulya.
Perubahan calon pemenang dari CV. Risma Karya ke CV. Kreasi Multy
Poranc mengakibatkan selisih antara harga penawaran Rp. 381.440.000,00 (tiga
ratus delapan puluh satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah) dan RSU.
Kota Pematang Siantar tidak memperoleh harga terbaik. Penawaran yang
diajukan oleh CV. Kreasi Multy Poranc lebih mahal Rp. 381.440.000,00 (tiga
ratus delapan puluh satu empat ratus empat puluh ribu rupiah) merupakan
kerugian bagi negara.
Setelah melalui pemeriksaan lanjutan maka selanjutnya yang akan
dibahas adalah mengenai unsur-unsur Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999 yang
dilanggar, yaitu :
1. Pelaku Usaha;
Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.147
Bahwa yang dimakud dengan pelakuusaha dalam perkara ini adalah CV.
Kreasi Multy Poranc dan Hasudungan Nainggolan.148
147. Pasal 1 Angka (5) UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. 148. KPPU, Putusan Perkara No. : 06 / KPPU-L / 2006 Tentang Perbaikan Bangsal RSU Kota
Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005.
92
2. Bersekongkol;
Bersekongkol adalah kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan
pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upya
memenangkan peserta tender tertentu.149
Bahwa terdapat gabungan persekongkolan horizontal dan vertikal antar
sesama peserta tender dengan pihak lain, dalam hal ini Panitia Tender, Plt.
Kepala RSU. Kota Pematang Siantar, Wakil Walikota, dan Walikota Pematang
Siantar, dalam bentuk150 :
a. Hasudungan Nainggolan sebagai peserta dalam tender perbaikan
bangsal RSU. Kota Pematang Siantar menggunakan CV. Kreasi Multy
Poranc dan sekaliogus meminjam PT. Pembangunan Delima Murni
dan CV. Sumber Mulya sebagai pendamping;
b. Hasudungan Nainggolan yang mempersiapkan dokumen penawaran
CV. Kreasi Multy poranc, PT. Pembangunan Delima Murni, dan CV.
Sumber Mulya;
c. Hasudungan Nainggolan mempengaruhi Wakil Walikota untuk
memenangkan CV. Kreasi Multy Poranc;
d. Hasudungan Nainggolan mempunyai hubungan dekat dengan Wakil
Walikota Pematang Siantar;
e. Wakil Walikota dalam bertindak selalu meminta arahan dari
Walikota;
149. KPPU. Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. Op cit. h.
8. 150. KPPU, Putusan Perkara. Loc cit.
93
f. Panitia Tender mengubah usulan calon pemenang lelang atas perintah
Walikota, Wakil Walikota, dan Plt. Kepala RSU. Kota Pematang
Siantar; dan
g. Tindakan Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar dan Panitia Tender
merubah usulan calon pemenang sesuai dengan perintah Walikota dan
Wakil Walikota tersebut merupakan bentuk fasilitas kepada CV.
Kreasi Multy Poranc.
3. Pihak Lain;
Pihak Lain adalah para pihak yang terlibat dalam proses tender yang
melakukan persekongkolan tender baik pelaku usaha sebagai peserta tender dan
atau subjek hukum lainnya yang terkait dengan tender tersebut.151
Yang dimaksud pihak lain pada perkara ini adalah PT. Pembangunan
Delima Murni, CV. Sumber Mulya, Walikota, Wakil Walikota, Plt. Kepala RSU.
Kota Pematang Siantar, dan Pantia Tender.152
4. Mengatur dan atau Menentukan Pemenang Tender; dan
Tender adalah tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu
pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang, atau menyediakan jasa.153
Sesuai dengan pengumuman pelelangan umum pascakualifikasi No. 02/
PAN-RSU/ X/ 2005 yang dimaksud dengan tender dalam perkara ini adalah
tawaran mengajukan harga untuk pekerjaan perbaikan bangsal RSU. Kota
Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005.154
151. KPPU. Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. Op cit. 152. KPPU. Putusan Perkara. Op cit. 153. KPPU. Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. Loc cit. 154. KPPU. Putusan Perkara. Loc cit.
94
Hasudungan Nainggolan mempersiapkan dokumen penawaran CV. Kreasi
Multy Poranc, PT. Pembangunan Delima Murni, dan CV. Sumber Mulya. Surat
penawaran tersebut mempunyai kesamaan format dan bahasa dan mengatur harga
penawaran CV. Kreasi Multy Poranc lebih rendah dari PT. Pembangunan Delima
Murni dan CV. Sumber Mulya untuk memenangkan CV. Kreasi Multy Poranc. Ia
juga merubah Akta CV. Kreasi Multy Poranc dengan tujuan hanya untuk
mengikuti tender perbaikan bangsal RSU. Kota Pematang Siantar dan
mempengaruhi Wakil Walikota untuk memenangkan CV. Kreasi Multy Poranc.
Walikota dan Wakil Walikota memerintahkan Plt. Kepala RSU. Kota Pematang
Siantar dan Panitia Tender untuk mengubah usulan calon pemenang dan
menetapkan CV. Kreasi Multy Poranc sebagai pemenang dan arahan dari
Walikota dan Wakil Walikota dilaksanakan oleh Plt. Kepala RSU. Kota
Pematang Siantar dan Panitia Tender.155
5. Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antara pelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat
persaingan usaha.156
Tindakan penyesuaian dokumen yang dilakukan oleh Hasudungan
Nainggolan adalah perbuatan curang dan tidak jujur dalam rangka bersaing
dengan peserta tender lainnya.157
155. Ibid. 156. Pasal 1 Angka (6) UU No. 5 Tahun 1999. Op cit. 157. KPPU. Putusan Perkara. Op cit.
95
Tindakan meminjam perusahaan melanggar ketentuan Keppres. No. 80
Tahun 2003, dan prinsip-prinsip good coorporate governance yang meniadakan
persaingan melainkan menimbulkan persaingan semu.158
Setelah pembahasan mengenai unsur Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999,
maka selanjutnya KPPU melakukan pertimbangan, yaitu159 :
1. Walikota dan Wakil Walikota seharusnya tidak campur tangan dalam
penentuan pemenang lelang, karena berdasarkan ketentuan dalam
Keppres. No. 80 Tahun 2003 yang berwenang menetapkan pemenang
adalah pengguna barang/ jasa;
2. Akibat penetapan CV. Kreasi Multy Poranc sebagai pemenang, terdapat
kerugian negara sekurang-kurangnya Rp. 381.440.000,00 (tiga ratus
delapan puluh satu juta empat ratus empat puluh ribu rupiah);
3. Kebiasaan meminjam perusahaan baik langsung atau melalui perubahan
Akta Notaris untuk mengikuti tender seperti yang dilakukan oleh CV.
Kreasi Multy Poranc, PT. Pembangunan Delima Murni, dan CV. Sumber
Mulya adalah perilaku yang tidak sesuai dengan Keppres. No. 80 Tahun
2003, prinsip-prinsip good coorporate governance.
4. Tindakan Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar dan Panitia Tender
mengubah usulan calon pemenang atas perintah Walikota dan Wakil
Walikota.
Setelah melalui tahap pertimbangan maka Majelis Komisi
merekomendasikan, yang isinya adalah sebagai berikut160 :
158. Ibid. 159. Ibid. 160. Ibid.
96
1. Meminta kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk
mengambil tindakan terhadap Walikota, Wakil Walikota Pematang
Siantar dan Hasudungan Nainggolan terhadap kerugian negara sebesar
Rp. 381.440.000,00 (tiga ratus delapan puluh satu juta empat ratus empat
puluh ribu rupiah) dalam pelaksanaan tender perbaikan bangsal RSU.
Kota Pematang Siantar;
2. Meminta kepada Pemerintah agar dalam pelaksanaan Keppres. No. 80
Tahun 2003, Panitia lelang/ tender melaksanakan Pakta Integritas dengan
benar dan pihak yang melaksanakan Pakta Integritas terlindungi secara
hukum;
3. Meminta kepada Pemerintah Daerah untuk memerintahkan kepada setiap
Panitia Pengadaan Barang/ Jasa agar dalam pelaksanaan tender
memperhatikan UU No. 5 Tahun 1999 dan Keppres. No. 80 Tahun 2003
dan menutup peluang bagi pemakai/ peminjam perusahaan lain (pinjam
bendera);
4. Meminta kepada Walikota dan Wakil Walikota untuk tidak mengenakan
sanksi administratif kepada Plt. Kepala RSU. Kota Pematang Siantar dan
Panitia, serta sesegera mungkin meminta kepada Badan Kepegawaian
Nasional atau Badan Kepegawaian yang berwenang untuk tidak
memproses pengenaan sanksi administratif kepada Plt. Kepala RSU. Kota
Pematang Siantar dan Panitia;
5. Meminta kepada atasan langsung dari Plt. Kepala RSU. Kota Pematang
Siantar dan Panitia agar tidak menjatuhkan sanksi kepada Plt. Kepala
RSU. Kota Pematang Siantar dan Panitia Tender.
97
6. Menyatakan bahwa Terlapor I, Iswan Lubis, SH selaku Plt. Kepala RSU.
Kota Pematang Siantar, bersama-sama dengan Terlapor II, Santo Denny
Simanjuntak, SH selaku Ketua Panitia Tender/ Lelang Perbaikan Bangsal
RSU. Kota Pematang Siantar, dan Terlapor VII, Drs. Imal Raya Harahap
selaku Wakil Walikota Pematang Siantar terbukti secara sah dan
meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999;
7. Menyatakan bahwa Terlapor III, CV. Kreasi Multy Poranc, terbukti
secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5
Tahun 1999;
8. Menyatakan bahwa Terlapor VIII, Hasudungan Nainggoan, SE terbukti
secara sah dan meyakinkan telah melanggar ketentuan Pasal 22 UU No. 5
Tahun 1999;
9. Menghukum Terlapor III, CV. Kreasi Multy Poranc, Terlapor IV, PT.
Pembangunan Delima Murni, Terlapor V, CV. Sumber Mulya tidak
diperkenankan mengikuti tender yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota di Sumatera Utara selama 2
(dua) tahun anggaran sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
dan
10. Menghukum Terlapor VIII, Hasudungan Nainggolan, SE tidak
diperkenankan mengikuti tender yang diselenggarakan oleh Pemerintah
Kota Pematang Siantar selama 1 (satu) tahun anggaran sejak putusan ini
mempunyai kekuatan hukum tetap dan membayar ganti rugi kepada
negara sebesar Rp. 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) yang
harus disetorkan ke Kas Negara sebagai setoran penerimaan bukan pajak
98
Departemen Keuangan Direktoran Jenderal Perbendaharaan Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta I yang beralaman di
Jl. Ir. H. Juanda No. 19, Jakarta Pusat melalui Bank Pemerintah dengan
kode penerimaan 1212.
Demikianlah peranan dan fungsi KPPU di RSU. Kota Pematang Siantar
atas tender pengadaan barang/ jasa dengan kegiatan perbaikan bangsal RSU. Kota
Pematang Siantar.
99
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penjelasan bab demi bab pada skripsi ini maka penulis
menyimpulkan bahwa :
1. Telah terjadi persekongkolan tender horizontal vertikal antara perusahaan-
perusahaan peserta dengan panitia, pejabat pelaksana, dan walikota dan
wakil walikota di RSU. Kota Pematang Siantar yang menyebabkan
2. Selama ini pelelangan melibatkan penyedia dan pengguna jasa, sehingga
jika ada permasalahan hanya diredam di antara dua pihak. Apakah
dimungkinkan untuk memberi wadah bagi masyarakat untuk terlibat
dengan pengadaan sebagai pengawas. Sebaik-baiknya sistem tanpa
didukung dengan moralitas yang baik maka sistem tersebut akan
berlangsung sia-sia.
3. Dari kasus-kasus yang diterima oleh KPPU hanya segelintir yang dapat
diselesaikan, dikarenakan bahwa perwakilan-perwakilan di daerah tidak
dapat bekerja secara optimal dikarenakan perwakilan hanya 1 (satu) orang
dan tidak terdapat pada setiap propinsi dan kabupaten/ kota.
4. Seluruh perkara yang masuk ke KPPU di daerah Sumatera Utara
diteruskan ke pusat bukan diselesaikan oleh Kantor Perwakilan Daerah
KPPU di Medan. Hal ini akan mengakibatkan seluruh perkara yang
masuk ke KPPU tidak bisa terselesaikan karena perkara yang masuk lebih
banyak dari pada perkara yang diselesaikan.
100
Demikianlah kesimpulan atas skripsi yang berjudul Peranan dan Fungsi
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Mengawasi Tender Badan
Usaha Milik Daerah (BUMD) di Sumatera Utara, setelah disimpulkan maka
penulis akan membahas mengenai saran-saran.
B. Saran
Dari kesimpulan diatas maka penulis dapat menyarankan, antara lain
sebagai berikut :
1. Sebaiknya setiap undang-undang baru contohnya seperti UU No. 5 Tahun
1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat yang dikeluarkan oleh Pemerintah disampaikan kepada masyarakat
dengan baik. Caranya adalah dengan mensosialisasikan/ memberitakan
undang-undang tersebut di berbagai media massa, dijelaskan kepada
masyarakat mengenai undang-undang tersebut, membuat suatu acara
tanya jawab di televisi mengenai suatu undang-undang yang akan
dikeluarkan, dapat diaksesnya situs-situs resmi pemerintah khususnya
pada KPPU.
2. Sebaiknya setiap pemerintah propinsi, pemerintah daerah, dan instansi
terkait lainnya lebih memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terdapat
pada Keppres. No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah dan tidak terlepas dari UU No. 5
Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat. Caranya adalah dengan mematuhi peraturan perundang-
undangan yang ada. Apabila dipatuhi saja maka tidak ada yang
101
menyimpang dan setiap tender yang dilaksanakan menjadi lebih jujur dan
persaingan antar perusahaan peserta menjadi lebih sehat seperti yang
diamanatkan oleh UU No. 5 Tahun 1999.
3. Sebaiknya KPPU tidak hanya sekedar menunggu laporan mengenai apa
yang terjadi melainkan lebih mencari dan memantau perlakuan-perlakuan
para pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usaha di wilayahnya.
Caranya adalah dengan menjalankan menunggu laporan dan melakukan
inisiatif atau inspeksi mendadak ke pasar dan melakukan tinjauan harga.
Demikianlah saran yang penulis ajukan untuk kiranya agar dapat menjadi
pertimbangan di kemudian hari.
102
DAFTAR PUSTAKA
Fuady, Munir. Hukum Anti Monopoli. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1999.
Hidayat, Komaruddin. Tool Kit Anti Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. http://kormonev.org/data/toolkitbarang.pdf. ADB Project Public Relations Activities in Support of Government’s Anticoruption Efforts. Jakarta. 2005.
Karim, Adiwarman. Ekonomi Islam dalam Pandangan Adam Smith, http://www.hudzaifah.org/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=171. 2007.
Keppres. No. 75 Tahun 1999 Tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Keppres. No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah.
Keputusan KPPU No. 6/ KPPU/ Kep./ XI/ 2000 Tentang Kode Etik dan Mekanisme Kerja KPPU.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia. Pedoman Pasal 22 Tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender. KPPU. Jakarta. 2005.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Guideline Tender. Jakarta. 2007.
Kompetisi. The 2nd Asean Conference on Competition Policy and Law. Edisi II. Jakarta. 2006.
Kompetisi. Upaya Perbaikan Sistem Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah. Edisi III. Jakarta. 2006.
KPPU, Putusan Perkara No. : 06 / KPPU-L / 2006 Tentang Perbaikan Bangsal RSU Kota Pematang Siantar Tahun Anggaran 2005.
103
Martua, Soy. Persekongkolan Tender di Tahun 2006 Masih Marak. www.tempointeraktif.co.id. Jakarta. 2006.
Moedjiono. Seluruh Departemen Mulai Pakai E-Procurement. www.depkominfo.go.id. Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Jakarta. 2007.
Nasution, Farid F. Teknik Investigasi di KPPU. www.kppu.go.id. Jakarta. 2007.
Nusantara, Abdul Hakim G. dan Benny K. Harman. Analisa dan Perbandingan Undang-Undang Anti Monopoli. PT. Gramedia, Jakarta, 1999.
Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 1 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU.
Prayoga, Ayudha D. et al. Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia. Proyek ELIPS. Jakarta. 2000.
Rizal, Syamsul. Analisis Yuridis dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). USU Digital Library. Medan. 2003.
Silalahi, Pande Raja. Menyoal Persaingan Tidak Sehat. www.fokusonline.co.id. Jakarta. 2007.
Sirait, Ningrum Natasya. Hukum Persaingan di Indonesia. Pustaka Bangsa Press. Medan. 2004.
Siswanto, Arie. Hukum Persaingan Usaha. Ghalia Indonesia. Jakarta. 2002.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. 1986.
Soesilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Politeia. Bogor. 1976.
104
Subekti, R., dan R. Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pradnya Paramita. Jakarta 1979.
Undang-Undang No. 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Usman, Rachmadi. Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. PT. Gramedia. Jakarta. 2004.
Wibowo, Destivano dan Harjon Sinaga. Hukum Acara Persaingan Usaha. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2005.
Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli.PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1999.