3. Tinjauan Pustaka_ CA Serviks
-
Upload
anggun-puspita -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
description
Transcript of 3. Tinjauan Pustaka_ CA Serviks
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari
metaplasia epitel di daerah skuamkolumner junction yaitu daerah peralihan
mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks meruakan
kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ
reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya
antara uterus dan vagina. Kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa yang
melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir
pada saluran servikal. 1
B. Epidemiologi
Kanker serviks merupakan keganasan tersering ketiga di dunia dan
penyebab kematian tertinggi kedua di negara-negara berkembang. Pada tahun
2012 terjadi 528.000 kasus baru dan sebanyak 266.000 kematian terjadi akibat
kanker serviks. Insidens yang lebih tinggi dapat ditemukan di negara
berkembang, yang menyumbang seitar 84% dari total seluruh kasus kanker
serviks di dunia tiap tahunnya. Dari 528.000 kasus yang terjadi pada tahun
2012, sebanyak 445.000 kasus terjadi di negara berkembang. Sebanyak 8.9%
penduduk dunia mengalami kanker serviks, dan sebanyak 2.8% meninggal
karenanya.2
Untuk wilayah ASEAN, sebanyak 25.0% wanita Singapura dengan ras
Cina dan 17.8% wanita dengan ras Melayu mengalami kanker serviks.
Sementara itu di Indonesia, diperkirakan ada sekitar 40 ribu kasus kanker
serviks baru tiap tahunnya. Data yang dikumpulkan dari 13 pusat
laboratorium patologi di Indonesia menunjukkan bahwa kanker serviks
memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu sebanyak 36% dari
seluruh kanker yang ditemukan. Kanker serviks juga menempati urutan
pertama kanker yang ditemukan di 17 rumah sakit di Jakarta pada tahun 1977.
Kebanyakan pasien datang pada stadium lanjut, yaitu IIB-IVB, dengan pasien
terbanyak penderita kanker serviks stadium IIIB.3
Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim
saat ini menempati urutan pertama daftar kanker yang diderita kaum
wanita.Saat ini di Indonesia ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau
200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium
lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain
itu, lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam
keadaan stadium lanjut.3
C. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi virus HPV(human
papilloma virus). Lebih dari 90% kanker serviks jenis skuamosa menganung
DNA virus HPV dan 50% kanker serviks berhubungan dengan HPV tipe 16.
Penyebaran virus ini terutama melalui hubungan seksual. 1
Faktor lain yang berhubungan dengan kanker serviks adalah aktivitas
seksual terlalu muda (<16 tahun), jumlah pasangan seksual yang tinggi, dan
adanya riwayat infeksi. Selain itu, bahan karsinogenik spesifik dari tembakau
dijumpai dalam lendir serviks wanita perokok. Bahan ini dapat merusak DNA
sel epitel skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV mencetukan
transformasi maligna. 1
D. Patogenesis
Pada kanker serviks, genom HPV ( HPV 16 dan HPV 18) terintegrasi ke
dalam genom tuan rumah. Hal ini menyebabkan dua produk virus yaitu E6 dan
E7 yang berpotensi onkogenik mengalami overekspresi yang berperan dalam
transformasi sel tuan rumah. E6 berikatan dengan P53 yang menyebabkan
inaktivasi dan E7 berikatan dengan RB yang berakibat degradasi gen tersebut.
Hal ini pada akhirnya mengganggu siklus sel normal yang menjadi awal
terjadinya neoplasma.2
Kanker serviks biasanya didahului oleh displasia serviks atau neoplasia
intraepithelial serviks ( NIS ). NIS diklasifikasikan menurut derajat maturasi
epitel dan distribusi atipia sitologis:2
1. NIS I (termasuk kondiloma), bila atipia mendominasi lapisan sel superficial
(koilositosis), dengan dipertahankannya maturasi epitel.
2. NIS II, bila atipia mendominasi lapisan superficial dan lapisan sel basal, tetapi
dengan berkurangnya maturasi.
3. NIS III, bila atipia terdapat di seluruh lapisan sel, tapi dengan maturasi
mjinimal atau tanpa maturasi ( karsinoma in situ).
Resiko berkembangnya NIS menjadi keganasan sesuai dengan derajat
NIS, tetapi laju progresifitas tidaklah sama. Karsinoma in situ jelas merupakan
precursor karsinoma invasif, 70% wanita dengan karsinoma in situ yang tidak
diobati akan berkembang menjadi karsinoma invasif.2
Gambar 1 . Patogenesis Kanker Serviks.2
E. Penegakkan diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis, sering kali ditemukan adanya pengeluaran
sekret vagina yang agak banyak dan kadang-kadang disertai dengan
bercak perdarahan. Tanda ini akan berulang dan terjadi setelah
bersetubuh atau membersihkan vagina. Seiring dengan perjalanan
penyakit, maka perdarahan akan menjadi semakin sering, lebih
banyak, dan berlangsung lebih lama. Sekret vagina juga akan menjadi
berbau siring dengan masa nekrosis lanjut. Apabila tumor telah
menyebar ke luar dari serviks dan melibatkan jaringan di rogga pelvis,
dapat dijumpai nyeri yang menjalar ke pinggul atau kaki. Beberapa
penderita juga akan mengeluhkan nyeri berkemih, hematuria,
perdarahan rektum sampai sulit berkemih dan buang air besar.
Penyebaran ke kelenjar getah bening tungkai bawah dapat
menimbulkan edema tungkai bawah, atau terjadi uremia apabila ada
penyumbatan kedua ureter. 3
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, serviks dapat teraba membesar,
ireguler, dan teraba lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat
lesi pada porsio atau sudah sampai vagina. 3
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Test IVA
Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam
asetat 2%) dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat
perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan.Tujuannya
untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah
satu metode skrining kanker serviks. Tes ini tidak
direkomendasikan pada wanita pasca menopause, karena daerah
zona transisional seringkali terletak kanalis servikalis dan tidak
tampak dengan pemeriksaan inspekulo.4
Tabel 2.4 Klasifikasi IVA sesuai temuan klinis4
Klasifikasi IVA Temuan Klinis
Hasil Tes-Positif Plak putih yang tebal atau epitel acetowhite, biasanya dekat SCJ
Hasil Tes-Negatif Permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu, ektropion,
polip, servisitis, inflamasi, Nabothian cysts.
Kanker Massa mirip kembang kol atau bisul
Kriteria wanita yang dianjurkan untuk menjalani tes :
Menjalani tes kanker atau prakanker dianjurkan bagi semua wanita
berusia 30 dan 45 tahun. Kanker serviks menempati angka tertinggi
di antara wanita berusia 40 hingga 50 tahun, sehingga tes harus
dilakukan pada usia dimana lesi prakanker lebih mungkin
terdeteksi, biasanya 10 sampai 20 tahun lebih awal. Wanita yang
memiliki faktor risiko juga merupakan kelompok yang paling
penting untuk mendapat pelayanan tes.4
2. Papanicolaou Smear
Pemeriksaan Pap Smear dapat digunakan untuk melakukan
skrining kanker serviks, namun penggunaannya dalam menegakkan
kanker serviks tidak disarankan. Pap smear hanya memiliki
sensitivitas sebanyak 55-80% dalam mendeteksi lesi serviks tingkat
lanjut, dan pemeriksaan ini menunjukkan hasil positif hanya pada
30-50% sampel pasien yang telah mengalami kanker stadium I.
Pada kanker serviks, penegakkan diagnosis yang lebih disarankan
ialah dengan biopsi menggunakan forsep Tischler atau kuret
Kevorkian.5
Akibatnya angka kematian akibat kanker servikspun menurun
sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual
atau usianya telah mencapai 18 tahun, sebaiknya menjalani Pap
smear secara teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika selama 3 kali berturut-
turut menunjukkan hasil yang normal, Pap smear bisa dilakukan 1
kali/2-3tahun. Pemeriksaan cytologis dari smear sel-sel yang
diambil dari serviks, untukmelihat perubahan-perubahan sel yang
mengindikasikan terjadinya inflamasi, displasia atau kanker.
Klasifikasi pemeriksaan pap smear, sistem Bethesda adalah :
Atypical Squamous Cell of Underterminet Significance
(ASC-US) yaitu sel skuamosa atipikal yang tidak dapat
ditentukan secara signifikan. Sel skuamosa adalah datar,
tipis yang membentuk permukaan serviks.
Low-grade Squamous Intraephitelial Lesion (LSIL) , yaitu
tingkat rendah berarti perubahan dini dalam ukuran dan
bentuk sel. Lesi mengacu pada daerah jaringan abnormal,
intaepitel berarti sel abnormal hanya terdapat pada
permukaan lapisan sel-sel.
High-grade Squamosa Intraepithelial (HSIL) berarti bahwa
terdapat perubahan yang jelas dalam ukuran dan bentuk
abnormal sel-sel (prakanker) yang terlihat berbeda dengan
sel-sel normal.
High-grade Squamosa Intraepithelial atypical glandular cel
(HSIL AGC)
Adenocarsinoma in situ (AIS)5
3. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak
suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika Pap smear
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. 5
4. Kolposkopi
Untuk menegakkan diagnosis definitive, diperlukan
pemeriksaan dengan kolposkopi dan pemeriksaan PA. Dengan
kolposkopi, metaplasia skuamosa infeksi HPV, NIS akan terlihat
putih dengan asam asetat dengan atau tanpa corakan pembuluh
darah. WHO mengajukan semua tingkat NIS, KIS, dan invasif
harus dikonfirmasi secara histologik. Kalau tidak ada kolposkopi,
sedang kanker invasif tidak dapat disingkirkan dengan biopsi, maka
perlu dilakukan konisasi.6,8
5. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah pelvik
limfangiografi yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada
saluran pelvik. Selain itu, dapat pula dilakukan pemeriksaan
intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut,
yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal.
Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi
kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogravi
intravena, enema barium, dan sigmoidoskopi. MRI atau CT-scan
abdomen atau pelvis dapat dilakukan untuk menilai penyebarn lokal
dari tumor dan/atau terkenanya nodus limpa regional.
Gambar 2.1. Stadium kanker serviks menurut FIGO
Gambar 2.2. Gambaran stadium kanker serviks menurut FIGO
F. Penatalaksanaan
Setelah diagnosis dipastikan secara histologik dan sesduah dikerjakan
perencanaan oleh tim yang bisa melakukan rehabilitasi dan pengamatan
lanjutan, maka terapi karsinoma serviks dapat ditegakkan. Pemilihan
pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan ukuran tumor,
stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana penderita untuk
hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih
lanjut, terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada
waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi preanker bisa berupa
kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi (diatermi), pembedahan laser untuk
menghancurkan sel-sel abnormal tanpa melukai jaringan yang sehat di
sekitarnya dan LEEP (Loop Electrosurgical Excision Procedure) atau
konisasi.7
1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ, seluru kanker sering kali dapat diangkat
dengan bantuan pisau bedah ataupun LEEP atau konisasi. Dengan
pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker
bisa kambuh kembali, maka pasien dianjurkan untuk menjalani
pemeriksaan ulang dan pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama
dan selanjutnya setiap 6 bulan. Penderita dapat melakukan histerektomi
apabila tidak memiliki rencana untuk hamil lai. Pembedahan dapat bersifat
kuratif maupun paliatif. Histerektomi merupakan bentuk tindakan
pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks ataupun
salah satunya. Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA.
Umur pasien sebaiknya dilakukan sebelum menopause, atau bila keadaan
umum baik, dapat dilakukan pada pasien dengan usia kurang dari 65 tahun.
Pasien juga harus dalam kondisi bebas dari penyakit umum dengan resiko
tinggi seperti penyakit jantung, ginjal, dan hepar. 6
2. Radioterapi
Radioterapi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta
mematikan limfe nodi pada pelvis. Kanker serviks stadium IIB, III, dan IV
sebaiknya diobati dengan radiasi. Metode radioterapi dapat bersifat kuratif
maupun paliatif. Pengobatan kuratif adalah mematikan sel kanker serta sel
yang telah menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar getah
bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin
kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus
halus, dan ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan
pada pasien dengan stadium I sampi IIIB. Apabila sel kanker sudah keluar
ke rongga panggul, maka radioterapi hanya akan bersifat paliatif dan
diberikan secara selektif kepada stadium IVA. 6
Terapi radioaktif ada dua jenis, yaitu radioterapi eksternal, dan radio
terapi internal. Radioterapi eksternal adalah penyinaran menggunakan
mesin yang dilakukan 5 hari per minggu selama 5-6 minggu. Radioterapi
internal adalah pemberian kapsul berisi zat radioaktif yang dimasukkan ke
dalam serviks. Kapsul diberikan selama 1-3 hari dan pengobatan dapat
diulang beberapa kali selama 1-2 minggu. 6
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat melalui infus, tablet, atau
intramuskuler. Obat kemoterapi diguakan untuk membunuh sel kanker dan
menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tergantung
pada jenis dan fase kanker. Kemoterapi diberikan untuk mengontrol
penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh.
Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan
sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik.
Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase
karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan
keuntungan yang memuaskan. Obat yang digunakan paa kasus kanker
serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB
(Platamin Veble Bleomycin), dan lain-lain.8
G. Prognosis
Usia, stadium dan keadaan umum pasien sangat berpengaruh dalam
prognosis pasien dengan kanker serviks. Umumnya, angka kelangsungan hidup
untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira
50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%.9