211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

23
UJI DIFUSI IN VITRO I. Tujuan Percobaan Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk : 1. Mengetahui prinsip dan cara pengujian difusi suatu zat dari sediaan transdermal 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi difusi obat melalui kulit II. Teori Dasar a. Anatomi dan fisiologis kulit Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar baik fisik ataupun kimia. Kulit berfungsi sebagai sistem epitel pada tubuh untuk menjaga keluarnya subtansi-subtansi penting dari dalam tubuh dan untuk mencegah masuknya subtansi-subtansi asing yang berasal dari luar tubuh untuk masuk ke dalam tubuh. Meskipun kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa-senyawa obat atau bahan-bahan yang diaplikasikan ke permukaanya. Secara mikroskopik kulit tersusun dari berbagai lapisan yang berbeda-

description

hhhhhhhhhhhh

Transcript of 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

Page 1: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

UJI DIFUSI IN VITRO

I. Tujuan Percobaan

Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :

1. Mengetahui prinsip dan cara pengujian difusi suatu zat dari sediaan

transdermal

2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi difusi obat melalui kulit

II. Teori Dasar

a. Anatomi dan fisiologis kulit

Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh yang sempurna terhadap

pengaruh luar baik fisik ataupun kimia. Kulit berfungsi sebagai sistem epitel

pada tubuh untuk menjaga keluarnya subtansi-subtansi penting dari dalam

tubuh dan untuk mencegah masuknya subtansi-subtansi asing yang berasal

dari luar tubuh untuk masuk ke dalam tubuh. Meskipun kulit relatif permeabel

terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit dapat

ditembus oleh senyawa-senyawa obat atau bahan-bahan yang diaplikasikan ke

permukaanya. Secara mikroskopik kulit tersusun dari berbagai lapisan yang

berbeda-beda, berturut-turut dari luar kedalam yaitu lapisan epidermis, lapisan

dermis yang tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan

lapisan jaringan di bawah kulit berlemak atau yang disebut lapisan hipodermis

(Aiache, 1993 dan Chein, 1987).

Page 2: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

Gambar 1.1: anatomi lapisan kulit

b. Absorpsi perkutan

Penggunaam obat dengan mengaplikasikannya pada kulit disebut dengan

pemberian obat secara perkutan. Absorpsi perkutan adalah masuknya molekul

obat dari kulit ke dalam jaringan di bawah kulit, kemudian masuk kedalam

sirkulasi darah dengan mekanisme difusi pasif. Mengacu pada Rothaman,

penyerapan perkutan merupakan gabungan fenomena penembusan senyawa

dari lingkungan luar ke bagian dalam kulit dalam peredaran darah dan kelenjar

getah bening. Istilah perkutan menunjukan bahwa penembusan terjadi pada

lapisan epidermis dan penyerapan dapat terjadi pada lapisan epidermis yang

berbeda. Absorbsi perkutan suatu obat pada umumnya disebabkan oleh

penetrasi obat melalui stratum korneum yang terdiri dari kurang lebih 40%

protein (pada umumnya keratin) dan 40% air dengan lemak berupa

trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfat lemak.

Stratum korneum adalah lapisan terluar dari kulit yang terpapar ke

permukaan yang masuk ke dalam bagian epidermis kulit. Stratum komeum

sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan yang semi

permeabel, dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif, jadi

jumlah obat yang pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada

konsentrasi obat.

Page 3: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

c. Aspek teori perlintasan membran

Membran dalam kajian formulasi dan biofarmasi merupakan suatu fase

padat setengah padat, atau cair dengan ukuran tertentu, tidak larut atau tidak

tercampurkan dengan lingkungan sekitarnya dan dipisahkan satu dan lainnya,

umumnya oleh fase cair. Dalam biofarmasi, membran padat digunakan

sebagai model untuk mempelajari kompleks atau interaksi antara zat aktif dan

bahan tambahan serta proses pelepasan dan pelarutan. Perlintasan dalam

membran sintesis pada umumnya berlangsung dalam dua tahap (Aiache, 1993)

:

Tahap awal adalah proses difusi zat aktif menuju permukaan yang kontak

dengan membran

Tahap kedua adalah pengangkutan

Proses masuknya obat ke dalam kulit secara umum terjadi melalui proses

difusi pasif. Difusi tersebut secara umum terjadi melalui stratum korneum

(jalur transepidermal), tetapi dapat juga terjadi melalui kelenjar keringat,

minyak atau folikel rambut (jalur transpendagel/transfolikular) penetrasi

traspendagel ini sangat sedikit digunakan untuk transport molekul obat, karena

hanya mempunyai daerah yang kecil (< 0,1% dari total permukaan kulit), akan

tetapi, penetrasi ini berperan penting pada beberapa senyawa polar dan

molekul ion yang hampir tidak berpenetrasi melalui stratum korneum

(Moghimi, et al, 1999 dan Swarbrick, 1995).

Difusi pasif yaitu proses di mana suatu substansi bergerak dari daerah

suatu sistem ke daerah lain dan terjadi penurunan kadar gradien diikuti

bergeraknya molekul. Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses

trans-membran bagi umumnya obat. Tenaga pendorong untuk difusi pasif ini

adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Menurut

hukum difusi Fick, molekul obat berdifusi dari daerah dengan konsentrasi obat

tinggi ke daerah konsentrasi obat rendah.

Page 4: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

Keterangan :

dQ/dt = laju difusi

D = Koefisien difusi

obat

K = Koefisien partisi

obat dalam membran dan

pembawa

A = Luas permukaan membran

h = Tebal membran

Cs = Konsentrasi obat dalam

pembawa

C = Konsentrasi obat dalam

medium reseptor

Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien difusi,

viskositas dan ketebalan membran. Di samping itu difusi pasif dipengaruhi

oleh koefisien partisi, yaitu semakin besar koefisien partisi maka semakin

cepat difusi obat. Kemampuan berdifusi suatu zat melalui kulit dipengaruhi

oleh sifat fisikokimia dari zat aktif (bobot molekul, kelarutan, koefisien

partisi) ataupun juga dipengaruhi oleh karakteristik sediaan, basis dan zat-zat

tambahan dalam sediaan.

d. Peningkat Penetrasi Perkutan (Penetration Enhancers)

Bahan tambahan yang dapat berfungsi untuk meningkatkan penembusan

zat aktif (penetrant enhancer) terkadang perlu ditambahkan. zat yang dapat

meningkatkan permeabilitas obat menembus kulit tanpa menyebabkan iritasi

atau kerusakan permanen struktur permukaan kulit. Bahan-bahan yang dapat

digunakan sebagai peningkat penetrasi antara lain air, sulfoksida, senyawa-

senyawa azone, pyrollidones, asam-asam lemak, alkohol danglikol, surfaktan,

urea, minyak atsiri, terpen dan fosfolipid.

Air dapat berfungsi sebagai peningkat penetrasi karena air akan

meningkatkan hidrasi pada jaringan kulit sehingga akan meningkatkan

penghantaran obat baik untuk obat-obat yang bersifat hidrofilik maupun

lipofilik. Adanya air juga akan mempengaruhi kelarutan obat dalam

Page 5: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

stratum korneum dan mempengaruhi partisi pembawa ke dalam membran

(Williams dan Barry, 2004).

Pada asam lemak, semakin panjangnya rantai pada asam lemak maka

akan meningkatan penetrasi perkutan. Asam lemak yang biasa digunakan

adalah asam oleat, asam linoleat, dan asam laurat. Asam laurat dapat

meningkatkan penetrasi senyawa yang bersifat hidrofilik maupun

lipofilik. Mekanismenya dengan cara berinteraksi dengan lipid pada

stratum korneum menggunakan konfigurasi cis (Swarbrick dan Boylan,

1995; Williams dan Barry, 2004).

Etanol dapat meningkatkan penetrasi dari levonorgestrel, estradiol, dan

hidrokortison. Efek peningkatan penetrasi etanol tergantung dari

konsentrasi yang digunakan. Fatty alcohol seperti propilen glikol dapat

digunakan sebagai peningkat penetrasi pada konsentrasi 1-10%

(Swarbrick dan Boylan, 1995; Williams dan Barry, 2004).

Persyaratan bahan yang digunakan sebagai peningkat penetrasi antara lain

(Williams dan Barry, 2004) :

Tidak toksis, tidak mengiritasi dan tidak menimbulkan alergi

Inert, tidak memiliki sifat farmakologi

Dapat mencegah hilangnya substansi endogen dari dalam tubuh

Dapat bercampur dengan bahan aktif dan bahan pembawa dalam sediaan

Dapat diterima oleh tubuh dan dengan segera dapat mengembalikan fungsi

kulit ketika dihilangkan dari sediaan

Tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan relatif murah

e. Uji difusi in-vitro

Suatu uji perlu dilakukan untuk memperkirakan jumlah obat yang mampu

berdifusi menembus kulit. Uji tersebut dilakukan secara in-vitro menggunakan

bahan dan alat yang mewakili proses difusi obat melewati stratum korneum.

Salah satu metode yang digunakan dalam uji difusi adalah metode flow

through. Adapun prinsip kerjanya yaitu pompa peristaltik menghisap cairan

reseptor dari gelas kimia kemudian dipompa ke sel difusi melewati penghilang

Page 6: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

gelembung sehingga aliran terjadi secara hidrodinamis, kemudian cairan

dialirkan kembali ke reseptor. Cuplikan diambil dari cairan reseptor dalam

gelas kimia dengan rentang waktu tertentu dan diencerkan dengan pelarut

campur. Kemudian diukur absorbannya dan konsentrasinya pada panjang

gelombang maksimum, sehingga laju difusi dapat dihitung berdasarkan

hukum Fick di atas. Membrane difusi dapat menggunakan membran sintesis

yang menyerupai stuktur stratum korneum ataupun bisa menggunakan bagian

kulit dari hewan uji (membran stratum korneum ular) (Gummer, 1989).

f. Piroksikam

Piroksikam digunakan sebagai model dalam penelitian ini merupakan

salah satu obat Antiinflamasi Non Steroid (NSAID) yang memiliki 2 nilai pKa

(1.8 dan 5.2) tergantung dari gugus pyridil dan enol yang menyusunnya. Pada

kondisi pH tertentu piroksikam dapat berbentuk kationik, netral, dan anionik,

pada kondisi pH psikologis piroksikam berbentuk anionik, sehingga

piroksikam cocok dengan metoda katoda iontoforesis yaitu menghantarkan

anionnya mengalir dari katoda ke anoda (Doliwa, 2001).

Piroksikam menyebabkan efek samping di saluran cerna, dan ulkus peptic

bila diberikan per oral. Sediaan piroksikam transdermal dibuat untuk

menghindari efek samping di saluran cerna. piroksikam berpotensi untuk

dikembangkan menjadi sediaan transdermal karena merupakan senyawa yang

poten dengan dosis 20 mg sehari dan mempunyai berat molekul 353.

III. Alat dan Bahan

Alat

Satu set sel difusi

Alat-alat gelas.

pH meter

Spektrofotometer

UV

Bahan

Membran (kulit ular)

Larutan piroksikam

Dapar fosfat pH 7,4

Page 7: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

IV. Prosedur

Buat larutan piroksikam dengan konsetrasi 5 ppm dalam dapar fosfat pH

7,4. Kemudian tentukan panjang gelombang maksimum

Buatlah kurva kalibrasi piroksikam dengan larutan konsentrasi 2-14 ppm

Ukur serapan pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan

Pasang semua komponen alat uji difusi

0,5 gram gel piroksikam dioleskan secara merata pada membran difusi uji

(kulit ular) Letakkan pada lubang alat uji, kemudian dilakukan pengujian

selama 2 jam

Cuplikan diambil dengan menggunakan spuit 2 ml, setiap pengambilan

selalu diganti dengan dapar fosfat pH 7,4 dengan selang waktu 15, 30, 60,

90, dan 120 menit

Sampel diukur serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang

gelombang 254nm

Page 8: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

Tentukan kadar zat terdifusi setiap interval waktu pengujian

Lakukan perhitungan faktor koreksi

Buat grafik difusi piroksikam gel yang menghubungkan antara

berat piroksikam terdifusi perluas membran dengan waktu

V. Hasil Pengamatan

Berat gel Piroksikam : 0,6 gr

Panjang Gelombang : 354 nm

Waktu Absorbansi

15 0,076

30 0,074

60 0,066

90 0,062

120 0,066

VI. Perhitungan dan Grafik

PERHITUNGAN PEMBUATAN DAPAR POSFAT pH = 7,4

M = grMr

×1000

ml

KH2PO4 = 0,2

Mr = 136,08 → 50 ml

NaOH = 0,2 N

Mr = 40 → 39,1 ml

ad 200 ml→ pH 7,470

KH2PO4 = 1000 ml

Page 9: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

m = gr

136,08=0,2= gr

136,08× 1=27,216 gr

NaOH = 0,2

0,2 = gr40

= 8 gr ad 1L

PERSAMAAN REGRESI LINEAR DARI KURVA BAKU

y = 0,0494x + 0,0438

R2 = 0,9935

PENENTUAN KADAR

T15 → 0,076 = 0,0494x + 0,0438

= 0,076 µ /ml−0,0438

0,0494

= 0,03220,0494

= 0,651 µg/ml ×10 ml

= 6,52 µg

T30 → 0,074 = 0,0494x + 0,0438

= 0,074 µ/ml−0,0438

0,0494

= 0,03020,0494

= 0,611 µ/ml ×10 ml

= 6,11 µg

T60 → 0,066 = 0,0494x + 0,0438

= 0,066 µ /ml−0,0438

0,0494

= 0,02220,0494

= 0,449 µg/ml × 10 ml

= 4,49 µg

T90 → 0,062 = 0,0494x + 0,0438

= o ,o 62 µ /ml−0,0438

0,0494

Page 10: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

= 0,01820,0494

= 0,368 µg/ml × 10 ml

= 3,68 µg

T120 → 0,066 = 0,0494x + 0,0438

= 0,066 µ /ml−0,0438

0,0494

= 0,02220,0494

= 0,449 µg/ml × 10 ml

= 4,49 µg

FAKTOR KOREKSI

X15 → 6,52 µg

X30 → 6,11 µg + (2 ml

10 ml ×6,52 µg¿=7,98 µg

X60 → 4,49 µg + ( 2ml10 ml

× (6,52μg+6,11μg¿ )=¿7,02 µg X90 → 3,68 µg + ( 2ml

10 ml× (6,52 μg+6,11 μg+4,49μg ))=7,10 μg

X120 → 4,49 µg +¿

×(6,52μg+6,11 μg+4,49μg+3,68μg)¿=8,68μg

GRAFIK SUMBU Y

Y15 → 6,2× 10−3 mg3,14 ×1,052 =1,88 ×10−3 mg /cm ²

Y30 → 7,98× 10−3 mg3,46185

=230 ×10−3mg/cm²

Y60 → 7,02× 10−3 mg3,46185

=2,03× 10−3 mg /cm ²

Y90 → 7,1× 10−3 mg3,46185

=2,05× 10−3 mg /cm ²

Y120 → 8,65 ×10−3 mg3,46185

=2,50 ×10−3mg /cm²

Page 11: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

0 20 40 60 80 100 120 1400

0.0005

0.001

0.0015

0.002

0.0025

0.003

Grafik Difusi Gel Piroksikam

Grafik Difusi Gel Piroksikam

VII. Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai uji difusi in

vitro, prinsipnya berdasarkan proses difusi pasif yang bertujuan melihat

obat dapat menembus ke dalam stratum korneum atau tidak dan

mengetahui seberapa banyak kadar obat yang masuk dalam selang waktu

yang telah ditentukan. Uji in vitro adalah prosedur yang menggunakan

peralatan dan perlengkapan uji tanpa melibatkan binatang laboratorium

atau manusia (Shargel, L., et al., 2012:2). Alat yang digunakan yaitu alat

uji difusi dan bahan yang digunakan yaitu dtrstum korneum ular serta gel

piroksikam dengan formula 1 yang memiliki indikasi nyeri pasca trauma

atau ganggan otot rangka akut meliputi tendinitis, tenosinovitis,

Page 12: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

periartritis, keseleo, otot tertarik atau nyeri pinggang (Medidata Indonesia,

2011:145), yang digunakan adalah bahan aktif piroksikam karena

memiliki BM lebih kecil dan sifatnya yang lebih nonpolar daripada

turunan oksikam lainnya, sehingga piroksikam memiliki kemampuan

membus kulit ular lebih besar dibandingkan turunan okskam lainya

(Soebagio, Boesro dkk, 2011), selain itu tingkat difusi piroksikam ke

dalam membran absorbsinya lebih besar jika dalam bentuk gel (mudah

berpenetrasi kedalam membran atau sel target) (FI IV, 1995). Mula-mula

ditentukan dahulu panjang gelombang maksimal dari piroksikam dengan

konsentrasi 5 ppm dalam dapar fosfat pH 7,4 sebagai medium reseptornya

dan diperoleh panjang gelombang maksimumnya sebesar 354 nm untuk

memperoleh hasil nilai absorbansi yang baik dan sesuai. Setelah itu dibuat

kurva baku kalibrasi piroksikam untuk mendapatkan nilai konsentrasi obat

pada tiap selang waktu yang telah ditentukan, diperoleh persamaan regresi

liniernya y= 0,0494x + 0,0438 dan R2= 0,9935.

Alat uji difusi dipasang dan diatur pada suhu 37 °C yang sesuai

dengan kondisi suhu tubuh pada manusia. Selagi menunggu suhu

mencapai 37 °C, stratum korneum ular yang sudah mengelupas dipotong

secukupnya sesuai diameter alat uji difusi lalu direndam dalam dapar

fosfat. Ular merupakan hewan spesies reptil dari ordo squamata, memiliki

tubuh yang ditutupi sisik epidermis bertanduk yang secara periodik

mengelupas sebagian atau keseluruhan (Webb, J.E., et al., 1981). Stratum

korneum ular digunakan sebagai membran difusi agar dapat mengetahui

bagaimana proses difusi obat melalui stratum korneum. Membran

Page 13: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

merupakan struktur utama dalam sel, mengelilingi keseluruhan sel

(membran plasma) dan bertindak sebagai pembatas antara sel dan cairan

interstisial (Shargel, L., et al., 2012:373).

Gambar. Pengujian Difusi Membran Stratum Korneum Ular

Pengujian difusi in vitro hanya dilakukan selama 2 jam karena

waktu yang kurang memadai. Sediaan obat diberikan dengan rute

pemberian secara perkutan (transdermal), yang dioleskan pada stratum

korneum ular yang sudah terpasang pada alat uji difusi. Karakterisitik dari

pemberian perkutan adalah memiliki bioavailabilitas dengan absorpsi

lambat, laju dapat beda, serta absorpsi obat meningkat pada balutan

oklusif. Keuntungan pemberian ini adalah sistem pelepasan transdermal

(patch), mudah digunakan, dapat digunakan untuk obat larut lemak dengan

dosis dan BM rendah. Sedangkan kerugiannya beberapa iritasi oleh patch

atau obat, penembusan kulit beda sesuai kondisi, site anatomi, usia &

gender,tipe dasar krim atau salap mempengaruhi pelepasan dan absorpsi

obat (Shargel, L., 2012:372). Cuplikan diambil 2 ml dan setiap

pengambilan selalu diganti dengan dapar fosfat pH 7,4 sebanyak jumlah

yang sama juga yang ekivalen dengan cairan fisiologis tubuh manusia,

agar kadar obat di dalam cairan tetap sama. Setelah itu dilakukan

Page 14: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

perhitungan kadar zat terdifusi setiap interval waktu dan diperoleh kadar

sebesar t15= 6,52 µg, t30= 6,11 µg, t60= 4,49 µg, t90= 3,68 µg, dan t120=

4,49µg. Perhitungan faktor koreksi dilakukan agar memiliki nilai

konsentrasi sebenarnya, karena pada saat pengambilan sample sebanyak 2

ml di setiap selang waktu dapat saja terjadi kesalahan. Berdasarkan data

pengamatan yang diperoleh dari grafik menunjukkan adanya

ketidakstabilan garis yang menunjukkan kadar obat yang berpenetrasi dari

membran kulit ular, seharusnya data yang baik akan menunjukkan

semakin besar kadar obat yang dapat menembus selama selang waktu yang

lama. Akan tetapi, hasil tidak diperoleh dengan cukup baik dikarenakan

terdapat kesalahan-kesalahan dalam pengambilan sampel, bentuk sediaan

gel karena obat larut lemak cenderung untuk penetrasi ke membran sel

lebih mudah daripada molekul polar dan gel mengandung banyak molekul

yang polar karena gel piroksikam mengandung komposisi asam oleat

dimana asam oleat kurang mampu untuk berpenetrasi ke dalam membran

difusi (stratum corneum) atau pun dari faktor-faktor lainnya. Absorpsi

sistemik suatu obat bergantung pada 3 hal, yaitu sifat fisiko-kimia obat,

sifat produk obat, serta anatomi dan fisiologi site absorpsi obat.

Pergerakan transmembran obat dipengaruhi oleh kompisisi dan struktur

membran plasma (Shargel, L., 2012:371, 373).

Pada umumnya membran sel tipis, tebal kira-kira 70-100 A,

membran sel terutama tersusun dari fosfolipid dalam bentuk dua lapis

yang terpisahkan dengan gugus karbohidrat dan protein (Shargel, L.,

2012:373). Dalam hal ini stratum korneum ular yang dipakai memiliki

Page 15: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

ketebalan berbeda dengan ketebalan stratum korneum manusia dan setiap

bagian-bagian pada tubuh ular memiliki ketebalan stratum korneum yang

berbeda-beda sehingga dapat mempengaruhi proses penembusan obat.

VIII. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil percobaan yang telah diakukan didapat :

1. Piroksikam adalah obat yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi

sediaan transdermal,walaupun pada penelitian ini diperoleh bahwa

permeabilitas piroksikam adalah kecil dan proses permeasinya perlu

dibantu dengan enhancer agar berlangsung lebih cepat.

2. Berat piroksikam gel yang terdifusi perluas membran yang didapat dari

hasil uji difusi tidak berbanding lurus dengan waktu.

3. Ketebalan stratum korneum ular yang digunakan telah menghambat

difusi piroksikam.

DAFTAR PUSTAKA

Junqueira, L.C., and J. Cameiro. 1981. Basic Histology, 3rd edition. Lange Medical Publication, Drawer Los Altos, California.

Page 16: 211838448 Laporan UJI DIFUSI in VITRO Bio Dan Kintik Docx

Medidata Indonesia. 2011. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 11 2011/2012. Penerbit BIP Kelompok Gramedia, Jakarta.

Said, M.I. 2000. Isolasi dan Identifikasi Kapang serta Pengaruhnya terhadap Sifat Fisik dan Struktur Jaringan Kulit Kambing Pickle serta Wet Blue dengan Perlakuan Fungisida Selama Penyimpanan [Tesis], Progam Studi Ilmu Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Shargel, L.,Wu, S., dan Yu, Andrew B.C. 2012. Biofarmasetika & Farmakokinetika Terapan, Edisi kelima. Airlangga University Press, Surabaya.

Webb, J.E., J.A Walwork and J.H. Elgord. 1981. Guide to Living Reptilians, The Mc Millan Press Ltd., New Delhi.