BAB3.Rahmita Solihat - Difusi Inovasi - Kontribusi Dan Kritikan Dari Penelitian Difusi
-
Upload
agus-susanto -
Category
Documents
-
view
576 -
download
105
Transcript of BAB3.Rahmita Solihat - Difusi Inovasi - Kontribusi Dan Kritikan Dari Penelitian Difusi
MAKALAH
CHAPTER 3 DUKUNGAN DAN KRITIKAN DARI PENELITIAN DIFUSI
Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata KuliahDifusi dan Inovasi dalam Pendidikan
Oleh:RAHMITA SOLIHATNIM. 06032681318042
Dosen Pengampu:Dr. Azizah Husin, M.Pd.Dr. Edi Harapan, M.Pd.
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKANFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA2014
DUKUNGAN DAN KRITIKAN DARI PENELITIAN DIFUSI
Oleh:Rahmita Solihat
NIM. 06032681318042
PENDAHULUAN
Inovasi telah muncul dalam dekade terakhir sebagai bidang ilmu sosial
kemungkinan yang paling mutakhir. Ciri yang paling menggegerkan dari
kumpulan kajian empirik inovasi adalah sangat bervariasi merupakan temuan-
temuannya dalam ketidak stabilan.
Inovasi (innovation) ialah suatu ide, barang, kejadian, metode yang
dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau
sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil invensi (penemuan yang
benar-benar baru) maupun discoveri yang diadakan untuk mencapai tujuan
tertentu atau untuk memecahkan suatu masalah tertentu (Ibrahim, 1988:60).
Artinya adanya inovasi merupakan perubahan segala yang dijumpai setiap orang
dimana perubahan itu ada yang memberikan dampak positif dan ada juga
memberikan dampak negatif, tergantung kepada setiap individu menggunakan
inovasi tersebut sebagai perubahan positif.
Difusi (diffusion) ialah proses komunikasi inovasi antar warga masyarakat
(anggota sistem sosial), dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu
tertentu. Komunikasi disini menekankan bahwa terjadinya saling tukar informasi
(hubungan timbal balik), antar beberapa individu baik secara memusat
(konvergen) maupun secara memencar (divergen) yang berlangsung secara
spontan (Ibrahim, 1988:59).
Dalam bab ini adalah untuk melihat kritikan-kritikan dan kelemahan-
kelemahan penelitian difusi dan menunjukkan arah perbaikan di masa mendatang
terhadap kelemahan yang ada sekarang. Kritikan-kritikan yang diberikan
bertujuan untuk memperbaiki dan memberikan arah kemajuan bidang difusi di
masa mendatang. Selain adanya kritikan-kritikan, penelitian difusi telah
memberikan sumbangan-sumbangan yang sangat dihargai, baik dalam
memberikan pemahaman teoritik terhadap perubahan perilaku manusia maupun
pada kegunaan praktis dan pembuatan kebijaksanaan.
Berikut di dalam makalah ini akan diuraikan kontribusi dan kritikkan dari
penelitian difusi. Oleh karena itu, dalam makalh ini akan dibahas mengenai
asumsi-asumsi dan kecondongan-kecondongan penelitian difusi dan bagaimana
penerimaan terhadap model difusi klasik telah membatasi kemurnian dan
ketepatan karya para peneliti difusi.
PEMBAHASAN
Kontribusi/Dukungan dan Status Penelitian Difusi Kini
Selama tahun 1960an dan 1970an, hasil-hasil penelitian difusi telah
dimasukkan ke dalam buku-buku dasar psikologi sosial, komunikasi, hubungan
dengan masyarakat, iklan, pemasaran, perilaku konsumen, sosiologi pedesaan, dan
bidang-bidang lainnya. Baik para praktisi (seperti agen pembaharuan) maupun
para teoritis telah memandang difusi inovasi sebagai suatu bidang yang penting
dalam ilmu sosial. Artinya difusi inovasi ini sangat penting dalam ilmu sosial
terutama untuk berinteraksi dengan individu melalui saluran tertentu dan dalam
waktu tertentu agar sistem yang ada pada suatu pemerintahan berubah sesuai
dengan tuntutan zaman. Penyebaran inovasi ini sudah tersebar pada instansi
pemerintahan AS, seperti Departemen Transportasi AS, Lembaga Kesehatan
Nasional AS, Departemen Pertanian AS, dan Departemen Pendidikan AS. Selain
itu, kebanyakan perusahaan komersial punya satu bagian pemasaran yang
bertugas menyebarkan produk-produk baru dan melakukan penelitian pasar yang
menyelidiki difusi untuk membantu usaha-usaha pemasaran perusahaan. Oleh
karena inovasi terjadi di seluruh masyarakat modern, penerapan teori dan
penelitian difusi ditemukan di banyak tempat.
Dengan demikian penelitian difusi telah mencapai suatu posisi yang
menonjol saat ini. Beberapa tahun lalu dua anggota ikatan peneliti difusi, Fliegel
dan Kivlin (1996b), mengeluhkan bahwa bidang difusi ini belum memperoleh
perhatian yang pantas dari para pengkaji perubahan sosial: “difusi inovasi
menyandang status sebagai anak haram berkenaan dengan ‘panutan’ dalam
perubahan sosial dan budaya: terlalu besar untuk diabaikan tetapi tidak mungkin
diberi perhatian penuh”. Status penelitian difusi telah cukup maju di mata para
sarjan sejak Fliegel dan Kivlin memberi penilaian: misalnya dalam salah satu
kajiannya dikatakan inovasi telah bangkit pada dekade terakhir sebagai bidang
ilmu sosial yang kemungkinan paling modern (Down dan Mohr, 1976).
Hal yang menarik dari penelitian difusi bagi para sarjana, sponsor dari
berbagai penelitian, mahasiswa, praktisi dan pengambil kebijakan yang
menggunakan hasil-hasil penelitian difusi dan mengapa telah dihasilkan begitu
banyak literatur difusi telah diproduksi.
1. Model difusi adalah suatu paradigma konseptual yang relevan bagi banyak
disiplin ilmu. Sifat multidisipliner penelitian difusi melintasi pagar berbagai
bidang ilmiah; suatu pendekatan difusi memberi latar konseptual umum
yang menjembatani disiplin-disiplin dan metodologi-metodologi yang
berbeda ini. Ada sedikit batas-batas disipliner mengenai siapa yang
mengkaji inovasi. Kebanyakan ilmuwan sosial tertarik pada perubahan
sosial; penelitian difusi menyajikan cara-cara yang sangat bermanfaat untuk
memperoleh pemahaman-pemahaman seperti itu karena inovasi adalah
sejenis pesan komunikasi yang efeknya relatif mudah diisolasi. Seseorang
dapat memahami proses perubahan sosial lebih akurat apabila mengikuti
perjalanan penyebaran suatu ide baru menembus struktur suatu sistem sosial
seiring dengan perjalanan waktu. Karena kemenonjolannya, sehingga
inovasi biasanya menggores cukup dalam di ingatan, sehingga membantu
daya ingat responden. Latar depan minat ilmiah dengan demikian tidak
tercampur dengan"gangguan" latar belakang. Proses perubahan perilaku
dengancaranya sendiri dijelaskan oleh pendekatan penelitian difusi,
2. Penelitian difusi dalam pemecahan masalah sangat bermanfaat. Karena
difusi dapat membantu menemukan solusi a) ke perorangan dan/atau
organisasi yang memiliki andil di dalam penelitian pada beberapa topik;
dan/atau b) yang berkeinginan untuk mempergunakan hasil penelitian orang
lainuntuk menyelesaikan suatu masalah kemasyarakatan tertentu atau
memenuhi suatu kebutuhan.
3. Paradigma difusi memungkinkan kaum intelek menyusun kembali
penemuan-penemuan empirisnya dalam bentuk generalisasi yang lebih
meningkat dari suatu yang bersifat teoritis.
4. Metodologi riset yang dipakai oleh model difusi klasik adalah jelas dan
mudah. Data mudah dicari, metoda analisis data telah diatur dengan baik.
Para ahli difusi memfokuskan pandangan pada karakteristik yang
dihubungkan dengan inovasi individual melalui analisis “cross sectional”
dari survey data.
Kritik dari Penelitian Difusi
Walaupun penelitian difusi telah memberikan sumbangan-sumbangan
penting bagi pemahaman kita terhadap perubahan perilaku manusia, potensinya
mungkin akan lebih besar lagi apabila ia tidak menunjukkan adanya kelemahan-
kelemahan dan kecondongan-kecondongan (bias). Kemajuan dari suatu bidang
ilmiah ditanyakan dengan perbuatan nyata dari dugaannya, penyimpangan dan
kelemahan. Jika tahun 1940an ditandai sebagai tonggak perumusan paradigma
difusi, tahun 1950an adalah suatu masa perkembangbiakan kajian difusi AS, tahun
1960an perluasan penelitian serupa di negara-negara sedang berkembang dan
tahun 1970an merupakan era kecaman introspektif terhadap penelitian difusi.
Kecondongan Pro-Inovasi dalam Penelitian Difusi
Salah satu kelemahan penelitian difusi adalah kecondongan (bias) pro-
inovasi. Masalah ini merupakan salah satu dari kecondongan-kecondongan yang
pertama kali diketahui (Rogers dan Shoemaker, 1971: 78-79), tetapi hanya sedikit
yang telah dilakukan untuk mengatasinya.
Kecondongan pro-inovasi merupakan implikasi kebanyakan penelitian difusi
yang berasumsi bahwa suatu inovasi harus disebarkan dan diadopsi oleh semua
anggota suatu sistem sosial, menyebar dengan cepat, dan inovasi itu tidak boleh
direinvensi atau ditolak.
Alasan-alasan terjadinya Kecondongan Pro-Inovasi
Kecondongan pro-inovasi bisa masuk ke dalam penelitian difusi yaitu
karena beralaskan historis. Tidak diragukan lagi, jagung hibrida menguntungkan
setiap petani Iowa dalam kajian Ryan dan Gross (1943), tetapi kebanyakan
inovasi dikaji tingkat keuntungan relatifnya tidak sedemikian tinggi. Banyak
orang, demi untuknya sendiri, tidak mengadopsi inovasi. Kemungkinan bidang
penelitian difusi tidak dimulai dengan inovasi pertanian yang sangat
menguntungkan pada tahun 1940an dan 1950an, kecondongan pro-inovasi
mungkin dapat dihindari atau setidak-tidaknya diketahui dan diperlakukan dengan
tepat.
Kasus yang lebih umum kecondongan pro-inovasi adalah apa yang oleh
Nelkin (1973) disebut perbaikan teknologi, suatu ketergantungan berlebih pada
inovasi-inovasi teknologis untuk memecahkan masalah sosial yang rumit.
Selama tahun 1970an, beberapa kritik penelitian difusi mengungkap adanya
kecondongan pro-inovasi. Misalnya, Down dan Mohr (1976) menyatakan
“tindakan berinovasi masih dimuati nilai positif, keinovatifan, keefisienan
merupakan suatu sifat yang kita harapkan dimiliki oleh makhluk sosial. Tidak
seperti gagasan kemajuan dan pertumbuhan teknologi masih dihubungkan dengan
peningkatan/perbaikan”.
Penyebab terjadinya kecondongan pro-inovasi dalam penelitian difusi yaitu,
sebagai berikut:
1. Banyak penelitian difusi dibiayai oleh lembaga-lembaga pembaruan;
lembaga-lembaga itu punya kecondongan pro-inovasi karena usaha
mereka adalah mempromosikan inovasi, dan pandangan ini sering kali
diterima oleh banyak peneliti yang karyanya oleh mereka sendiri.
2. Difusi-difusi yang “berhasil” meninggalkan suatu kecepatan adopsi yang
dapat diselidiki secara retrospektif oleh para peneliti difusi, sedangkan
difusi yang “gagal” tidak meninggalkan jejak yang bisa dilihat dan bisa
dikaji dengan mudah. Misalnya suatu inovasi yang ditolak atau tidak
berlanjut tidak mudah dikenali dan diselidiki oleh peneliti dengan hanya
menanyai orang-orang yang menolak atau menghenntikan penggunaan
inovasi. Selain itu, beragam bentuk reinvensi inovasi menjadikan difusi
semakin sulit dikaji, menimbulkan masalah-masalah metodologis
pengklasifikasian “adopsi”. Metodologi-metodologi konvensional yang
digunakan para penelitian difusi mengarahkan perhatian orang pada
penyelidikan difusi mengarahkan perhatian orang pada penyelidikan difusi
yang berhasil. Maka terjadilah kecondongan pro-inovasi dalam penelitian
difusi.
Salah satu cara menjalarnya kecondongan pro-inovasi itu kepada peneliti
difusi adalah melalui pemilihan inovasi apa yang dikaji. Aspek kecondongan pro-
inovasi bisa berbahaya sebagai ia implisit, laten, dan sebagian besar tak sengaja.
Ada dua cara utama dalam mengkaji penelitian difusi,
1. Kadang-kadang suatu penelitian datang kepada peneliti dengan suatu
inovasi (atau serumpun inovasi) tertentu dibenaknya. Misalnya, pabrik
komputer PC meminta seorang peneliti difusi untuk mengkaji bagaimana
produk ini menyebar, dan berdasarkan temuan-temuan penelitian yang
diminta itu, dibuat rekomendasi tentang percepatan proses difusi.
2. Pada beberapa kasus, peneliti difusi memilih pembahasan inovasi yang
dikaji dengan sedikit pengaruh dari sponsor penelitian yang didasarkan
atas inovasi-inovasi yang tampak secara intelektual menarik bagi si
peneliti. Inovasi itu kelihatannya sama, peneliti cenderung memilih
mengkaji inovasi-inovasi yang relatif cepat menyebar.
Langkah-langkah untuk mengatasi penyimpangan inovasi:
1) Alternatif pendekatan penelitian sesudah pengumpulan data mengenai cara
bagaimana mengolah data tersebut untuk mendifusikan inovasi.
2) Peneliti-peneliti difusi harus lebih banyak bertanya dan berhati-hati dengan
cara bagaiman mereka menyelesaikan inovasi-inovasi yang akan mereka
pelajari.
3) Seharusnya diakui bahwa penolakan ketidaklangsungan dan penemuan
kembali seringkali terjadi pada waktu difusi dari suatu inovasi berlangsung.
4) Para peneliti harus menyelidiki konteks yang lebih luas dimana satu inovasi
disebarkan antara lain sebagaimana keputusan awal dibuat bahwa inovasi itu
harus disebar luaskan kepada anggota dari satu sistem sosial bagaimana
kebijakan umum dapat mempengaruhi kecepatan/ tingkat difusi, bagaimana
inovasi dihubungkan dengan inovasi-invosi lainnya dan pelaksanaan yang ada
sekarang serta bagaimana penentuan pelaksanaan penelitian dan
pengembangan (R&D) yang mengarah kepada inovasi yang pertama.
5) Kita harus meningkatkan pengertian kita tentang motivasi untuk mengadopsi
suatu inovasi.
Anak-anak botol susu dan si mata setan di dunia ketiga
Kalau-umumnya program difusi yang terjadi di banyak negara berdampak menguntungkan sebagian besar orang yang mengadopsi inovasi-inovasi yang dipromosikan (jadi setidak-tidaknya mengukuhkan kecondongan pro-inovasi masa lalu) terdapat banyak kasus dimana suatu inovasi yang umumnya menguntungkan itu membawa dampak yang merugikan masyarakat.
Salah satu contohnya adalah penyebaran “susu botol” dikalangan ibu-ibu miskindi negara-negara dunia ketiga di Amerika Latin, Afrika dan Asia. Susu botol dengan takaran bayi telah dipromosikan oleh beberapa perusahaan dipromosikan oleh beberapa perusahaan multi nasional (yang berpusat di Amerika, Switzerland dan Inggris).
Perusahaan raksasa ini melakukan kampanye besar-besarandengan menggunakan media massa, termasuk diarahkan kepada ibu-ibu di negara sedang berkembang. Iklan-iklan ( yang sangat menarik dan besar-besaran itu) disiarkan melalui radio dan surat kabar, menggambar-kan penggunaan susu botol sebagai hal yang penting untuk meningkatkan kesehatan bayi; gambar-gambar bayi terpampangdi iklan cetak kelihatan gemuk dan bahagia, dan ibu-ibu mereka tampak muda dan cantik. Salah satu iklan perusahaan itu berbunyi: "Berilah bayi anda cinta dan Lactogen". Iklan-iklan itu menggunakan daya tarik status sosial dan kemodernan; susu botol tergambar sebagai praktik yang dilakukan oleh keluarga-keluarga kaya yang tinggal di pemukiman perkotaan yang menarik. Iplikasinya, bila seorang keluarga petanimengadopsi susu botol, mereka akan merasa menjadi lebih modern,bak ibu-ibu yang status sosial-ekonominya lebih tinggi, seperti yangterpampang di iklan. Di banyak negara sedang berkembang di amerikalatin, Afrika dan Asia susu botol merupakan salah satu produk yang paling luas diiklankan dimedia massa, yang hanya tertandingi oleh iklanminuman keras dan rokok. Hasilnya adalah, selama tahun 1960an dan 1970an, suatu kemajuan besar terjadi dalam tingkat pengadopsian susubotol oleh para ibu di negara-negara dunia ketiga. Pemberian susu botolmeningkat dari 5 persen semua bayi yang lahir menjadi 10 persen, 25 persen, dan bahkan di banyak negara menjadi lebih dari 50%.Lalu apa yang salah dengan pemberian susu botol? Sama sekalitidak ada, jika itu terjadi dalam kondisi ideal, yakni pada keluargaberp
enghasilan cukup untuk membeli susu bubuk yang mahal (yangseringkali harganya mencapai sepertiga penghasilankeluarga), dansarana kesehatan di rumah cukup tersedia untuk menyiapkan susubotol itu secara heginis.
Namun kebyakan keluarga di Dunia Ketigatidak mampu membeli susu bubuk dalam jumlah yang cukup, sehinggamereka pernayak takaran air dalam campuran susu (pokoknya masihkelihatan putih susu). Lagi pula mereka umumnya ketiadaan air bersihatau tidak punya biaya untuk menjerang air sumur yang kebanyakansudah tercemar untuk membuat susu botol yang sehat. Seringkali ibu-ibu keluarga miskin ini tidak membersihkan botol dan dotnya denganbaik. Bakteri dengan mudah berkembangbiak dalam botol susu dan dot yang habis dipakai, yang biasanyalangsung saja diisi lagi tanpadisterilkan terlebih dulu. Jadi, susu botol itu itu bukannya meningkatkankesehatan si bayi (sebagaimana yang dapat terjadi bila dilakukan dalamkondisi yang ideal), botol-botol susu pembawa kuman itu malah menjadiancaman kehidupan si bayi, bahkan mematikan; suatu masalah yang disebabkan kondisi nyata daerah pedesaan dan daerah kumuh perkotaan. Akibatnya, pemberian susu botol secara langsung membantu penyebaran penyakit mencret pada bayi di negara-negara Dunia Ketiga. Muntaber merupakan penyebab utama kematian bayi di banyak negara, seringkali membunuh sampai 50% bayi yangada. Adalah biasa kitamelihat bayi-bayi di negara sedang berkembang dengan perut buncit, tangan dan kaki kering, dan mata berkaca-kaca, kenderungan gejala"penyakit susu botol" walaupun bayi-bayi itu dirumah-sakitkan selamasatu atau dua bulan dan diinfus untuk memulihkan kesehatan mereka,sering sepulang dari rumah sakit dilakukan lagi pemberian susu botolseperti semula, dan ini mengalahkan malnutrisi diare.Selama tahun 1970an sejulah kelompok keagamaan, mahasiswa dan para pemrotes lainnya mulai membangkitkan kesadaranmasyarakat tentang masalah difusi susu botol. Tuntutan-tuntutan hukum mulai diajukan untuk menentang perusahaan multinasional,berusaha menghentikan kampanye iklan yang ditujukan pada keluargamiskin di negara-negara dunia ketiga. WHO juga menentang pemberian susu botol, dan mulai membantu para Menteri Kesehatan dalam mempromosikan pemerian air susu ibu (ASI) sebagai suatu praktek yang lebih sehat daripada pemberian susu botol. Ada negara-negara yang memaksa perusahaan nasional itu menghentikan promosi produk-produk susu botol mereka kepada ibu-ibu baru denganmenggunakankedok perawat rumah sakit (para sales perusahaan susu yang mengenakan seragam perawat). Tetapi kematianbayi karena pemberian susu botol belum terpecahkan sampai sekarang. Alasan pokoknya adalah karena banyak orang tua miskin di negara di dunia ketiga menghubungkan penyebab diare anak-anak itu dengan "mata setan" (di masyarakat berbahasa Spanyol disebut "ojo"). Mata Setan dianggap disebabkan oleh karenaada orang yang iri hati terhadap bayi yang tampak sehat, kemudian mengguna-gunainya. Santet inilah yang dipercaya mengakibatkan diare dan bahkan kematian. Untuk mencegah santet banyk ibu-ibu mengalungkan benang merah di leher si bayi, mengenakan gelang batu hitam, gigi buaya atau gigi harimau.
Di kalangan masyarakat Islam, jimat penangkal santet itu mungkin berupa ayat-ayat Al-Quran yang ditulis pada secarik kertas oleh kiai kemudian dijadikan kalung ataugelang. Karena itu menghindari kecemburuan orang lain terhadap bayi yang montok dipandang merupakan cara yang baik untuk mencegahsantet dan penyakit diare; sehingga anak-anak yang sehat dan cakepharus dipingit dengan jalanmenyembunyikan di rumah dan tidak dipertontonkan di muka umum. Pemikiran (kepercayaan) iniberanggapan bahwa bila bayi yang sehat danmontok tidak terlihat umum, akantidak menimbulkan kecemburuan, dan dengan demikianakan terhindar dari ancaman santet.
Dalam kondisi seperti ini, hal yang dapat dilakukan para petugas (yang biasanya orang luar) di negaradunia ketiga adalah memuji para orangtua betapa cantiknya bayi mereka.Kampanye kesehatan masyarakat untuk mempromosikan air susuibu (ASI) sebagai cara yang lebih sehat daripada pemberian susu botolagaknya kurang begitu berhasil dalam memrangi kematian bayi karena diare, selama diare itu masih dipandang sebagai disebabkan santet oleh kabanyakan orangtua di negara dunia ketiga.
Mencap orangtua semacam itu sebagai orang dungu dan takhayul karena percaya santet,tidaklahmemecahkan masalah kematian bayi karena diare. Mengapa tidak menyalahkan perusahaan multinasional yang mempromosikan susu botol? Peran para peneliti difusi dalam masalah kematian bayi karena diare telah berubah dalam dekade terakhir ini. Pada tahun 1950andan1960an perusahaan multinasional mendasarkan kampanye periklanan mereka untuk susu botol, sebagian, pada hasil penelitiandifusi. Sejak akhir tahun 1970an, ketika tanda bahaya sindrom susu botol mulai dikumandangkan, para peneliti difusi memprakarsai penyelidikan tentang bagaimana para orangtua menghentikan pemberian susu botol dan kembali pada pemberian ASI. Para ahli difusiini, bersama para ahli antropologi budaya, memainkan peran penting dalam mengenali kepercayaan-kepercayaan yang populer di negaradunia ketiga tentang santet, sebagai salah satu cara penghambat perseptual masyarakat tentang pemberian susu botol sebagai penyebab kematian bayi karena diare.
Beberapa ahli difusi akhir-akhir ini telah membantu kampanye kesehatan pemerintah untuk mempromosikan pemberian ASI; kampanye seperti ini sekarang sedangberlangsung di beberapa negara dunia ketiga.
Difusi pemberian susu botol di negara sedang berkembang memberi
ilustrasi, dalam bentuk kasus ekstrim, kecondongan pro-inovasi penelitian difusi
di masa lalu, dan bagaimana sedikit demi sedikit kita mulai mengatasi
kecondongan ini beberapa tahun belakangan ini. Ilustrasi ini juga membantu kita
melihat bahwa menyalahkan para orang tua karena memberikan susu botol
sehingga menyebabkan anak-anak kena diare tidaklah memecahkan masalah.
Tetapi penting memahami bahwa perusahan susu multinasional memainkan
peranan penting dalam menciptakan masalah tersebut. Pengetahuan akan
kesalahan sistem ini sebagai penyebab munculnya masalah barangkali merupakan
langkah pertama ke arah perbaikan.
Tetapi tidaklah mudah meyalahkan perusahaan itu untuk menghentikan
penjualan produk-produk susu botol mereka yang berbahaya ltu kepada para
orangtua miskin.
Kesalahan Individual versus Kesalahan Sistem
Kesalahan Individual adalah kecendrungan untuk meletakkan tanggung
jawab individual (masing-masing orang) terhadap masalah-masalah yang dihadapi
orang itu, bukan kesalahan sistem dimana individu menjadi bagiannya (Caplan
dan Nelson, 1973). Dengan kata lain, suatu pandangan yang berorientasi
kesalahan-individual mengandung arti bahwa “jika sepatu itu tidak cocok ada
yang tidak beres pada kaki anda”. Kebaikannya, pandangan kesalahan sistem,
yang salah bukan orangnya; yang berarti bahwa jika sepatu itu tidak cocok, pasti
yang salah adalah pabrik sepatunya atau sistem pemasarannya. Kesalahan yang
sering dilakukan adalah terlalu memberi tekanan pada kesalahan-individual dalam
mendefenisikan suatu masalah sosial dan menaksir terlalu rendah kesalahan-
sistem. Kesalahan sistem sebagai kecendrungan untuk membebankan tanggung
jawab sistem terhadap masalah-masalah anggota sistem.
Kesalahan Individu dan Difusi Inovasi
Variabel-variabel yang digunakan dalam model-model difusi untuk
memprediksi keinovatifan yang kemudian dikonseptualisasikan menjadi penunjuk
keberhasilan atau kegagalan individu di dalam sistem itu dan bukannya penunjuk
keberhasilan atau kegagalan sistem sendiri (Havens, 1975:107). Contoh-contoh
variabel kesalahan-individu seperti itu yang telah dikorelasikan dengan
keinovatifan orang dalam penyelidikan difusi dimasa lalu yang meliputi
pendidikan formal, luasnya operasi (lahan garapannya), penghasilan,
kekosmopolitan dan terpaan media massa. Kajian-kajian masa lalu tentang
keinovatifan individu telah mencakup beberapa kesalahan sistem, misalnya kontak
agen pembaru dengan klien dan seberapa jauh suatu lembaga pembaru memberi
bantuan uang (misalnya dalam bentuk kredit untuk membeli inovasi). Tetapi
jarang dimasukkan dalam publikasi-publikasi penelitian difusi bahwa sumber atau
saluran difusi barangkali salah atau tidak memberi informasikan inovasi yang
tepat atau gagal mengontak anggota masyarakat yang kurang berpendidikan yang
mungkin sangat perlu bantuan.
Para pengguna yang terlambat dan kolot seringkali paling mungkin sebagai
orang yang dipersalahkan karena tidak mengadopsi inovasi dan/atau terlalu lambat
mengadopsi dibanding anggota sistem sosial lainnya. Mereka (agen pembaru)
mempertalikan respon yang tidak sesuai dengan penjelasan bahwa orang-orang ini
adalah penghambat tradisional terhadap perubahan, dan/atau “irasional”.
Alasan-alasan Kesalahan Sistem
Kesalahan pokok para peneliti difusi di masa lalu adalah barangkali mereka
telah kurang hati-hati menyamakan penyebab suatu peristiwa atau kondisi yang
mungkin merupakan perkara yang diketahui secara ilmiah dan empirik dengan
cara yang non evaluatif dengan kesalahan terhadap suatu peristiwa atau kondisi
yang mungkin merupakan opini yang didasarkan pada nilai-nilai dan kepercayaan-
kepercayaan tertentu (Caplan dan Nelson, 1973). Kecondongan kesalahan
individual dalam penelitian difusi di masa lalu kadang-kadang terjadi ketika
peneliti tidak kritis menerima definisi-defenisi orang lain tentang kesalahan
sebagai suatu penyebab ilmiah.
Alasan lain adalah peneliti mungkin merasa tidak berdaya untuk mengubah
faktor-faktor menyalahkan-sistem. Variabel-variabel kesalahan sistem terutama
menyangkut perubahan struktur sosial suatu sistem, biasanya sulit diubah.
Langkah pertama untuk mengubah sistem adalah hendaknya para ilmuwan sosial
mendefinisikan suatu masalah sosial dengan lebih akurat.
Individu biasanya lebih mudah dijangkau para peneliti difusi sebagai objek
kajian daripada sistem dan peralatan penelitian kebanyakan penyelidikan difusi
menyebabkan mereka mengarahkan perhatian pada individu sebagai unit anahis.
Analisis jaringan komunikasi didefenisikan sebagai suatu metode penelitian
untuk mengidentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem yang menganalisis
data rasional tentang arus komunikasi dengan menggunakan beberapa tipe
hubungan interpersonal sebagi unit analisis. Analisis jaringan adalah alat yang
memungkinkan menonjolkan kemampuan unik penyelidikan difusi untuk
merekonstruksi arus pesan-pesan inovasi dalam suatu sistem. Penyebaran inovasi
membawa kehidupan pada sifat dinamik variabel-variabel struktur komunikasi;
analisis jaringan kemungkinan pemahaman struktur komunikasi sebagai suatu
yang menjadi saluran dalam proses difusi.
Mengatasi Kecondongan Menyalahkan Orang (Individu)
1) Para peneliti harus berusaha berpikir terbuka tentang penyebab-penyebab
suatu masalah sosial, setidak-tidaknya sampai pada data pengadaan yang
diperoleh dan berhati-hati dalam menerima definisi lembaga pembaru
tentang masalah-masalah difusi yang cenderung mengandung
kecondongan menyalahkan individu.
2) Semua partisipan hendaknya dibanding dalam mendefinisikan masalah-
masalah difusi, termasuk para calon pengguna inovasi, bukan hanya
orang-orang yang sedang mencari perbaikan terhadap suatu masalah.
3) Variabel-variabel struktur komunikasi dan sosial hendaknya
dipertimbangkan sebagaimana variabel-variabel intra induvidual dalam
difusi.
Pada kasus kecondongan pro-inovasi dalam penelitian difusi mungkin salah
satu cara terpenting untuk mencegah kecondongan menyalahkan orang adalah
menyadari bahwa hal itu ada.
Masalah-masalah dalam Mengukur Waktu Pengadopsian
Waktu merupakan salah satu musuh metodologis utama karena mengkaji
suatu proses seperti difusi. Suatu inovasi itu menyebar dalam suatu jangka waktu
tertentu.
Difusi berbeda dari kebanyakan bidang penelitian ilmu sosial karena waktu
merupakn variabel yang tak dapat diabaikan. Waktu merupakan salah satu dari
empat unsur pokok difusi, walaupun seringkali tidak diperhitungkan secara
ekspilisit dalam jenis-jenis penelitian perilaku lainnya. Difusi adalah suatu proses
yang terjadi dalam suatu kurun waktu, maka tidak bisa lagi menghindar dari
memasukkan waktu dalam kajian difusi.
Salah satu kelemahan penelitian difusi adalah ketergantungan terhadap data
dari responden “kapan mereka mengadopsi suatu ide baru”. Responden diminta
melihat ke masa lalunya dan merekonstruksi pengalamannya berkenaan dengan
inovasi.
Alternatif terhadap Penelitian Difusi
Teknik-teknik pengumpulan data ilmu sosial seperti wawncara pribadi tidak
begitu baik hasilnya bila peneliti meminta responden mengingat apa yang
dipikirkannya di masa lalu.
Alternatif terhadap penelitian difusi bagi survei pengguna yang terlalu
bergantung terutama pada ingatan responden mengenai waktu pengadosian
(keinovatifan), yaitu eksperimen kancah adalah percobaab yang dilakukan dalam
kondisi nyata (bukan di laboratorium) di mana pengukuran sebelum dan sesudah
invensi biasanya diperoleh melalui survei, studi longitudinal panel pada beberapa
titik waktu selama proses difusi dan kajian titik adopsi.
Alternatif lain jalan keluarnya dari masalah ingatan responden adalah kajian
“poin-poin adopsi”. Responden diminta memberi rincian mengenai pengadopsian
suatu inovasi pada saat mereka mengadopsi, misalnya kapan mereka datang ke
klinik (dalam kasus inovasi kesehatan atau KB). Strategi pengumpulan data yang
dicari adalah saat pengadopsian, tetapi ada juga kerugiannya, misal data tentang
dampak inovasi tidak dapat diperoleh.
Berbagai strategi penelitian bisa digunakan untuk mengurangi keseluruhan
masalah ingatan responden dalam survei difusi:
1) Memilih inovasi yang dikaji yang telah menyebar dengan cepat dan yang
menyolok bagi pengguna (pro-inovasi)
2) Menggali data tentang saat pengadopsian responden dari sumber-sumber
lain. Misal, kajian Coleman dkk (1966) tentang obat-obatan yang
mengecek ulang data ingatan dokter melalui catatn resep di toko obat.
3) Mengadakan pra-uji dengan cermat pertanyaan-pertanyaan survei dan
wawancara bermutu oleh pewawancara yang terlatih, sehingga
meningkatkan kemungkinan kemungkinan memperoleh data ingatan yang
sevalid mungkin.
Geografi Penelitian Difusi
Sebagian besar metode dan rambatan teoritik penelitian difusi adalah valid
secara silang budaya; yaitu proses difusi di negara-negara dunia ketiga secara
umum tampaknya sama dengan yang di negara-negara kaya, negara-negara
industri Eropa-Amerika (Rogers dan Shoemaker, 1971). Walaupun seorang petani
desa di dunia ketiga ditandai dengan lebih terbatas sumber-sumber finansial,
rendah tingkat pendidikan formalnya dan kekurangan media massa, inovasi
agaknya menyebar dalam cara yang hampir sama dengan di AS, keasaman dalam
proses difusi lebih kuat daripada perbedaan-perbedaannya.
Memudarnya Paradigma Dominan Pembangunan
Ada empat unsur pokok dalam paradigma dominan itu (Rogers, 1976),
1. Pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi dan disertai urbanisasi, kira-
kira sama dengan jalannya revolusi industri.
2. Capital-intensive teknologi hemat-tenaga, terutama dialihkan dari negara-
negara industri.
3. Perencanaan terpusat, terutama oleh para pakar ekonomi dan bank, dalam
rangka membimbing dan mempercepat proses pembangunan. Pembangunan
menjadi prioritas tertinggi bagi kebanyakan pemerintah di negara-negara
sedang berkembang, begitu mereka memperoleh kemerdekaan dari kekuatan
kolonial.
4. Penyebab utama keterbelakangan terletak pada negara sedang berkembang,
bukannya pada sistem ekonomi internasional atau hubungan eksternal
lainnya dengan negara-negara industri.
Alternatif terhadap Paradigma Dominan Pembangunan
Unsur-unsur Pokok Paradigma Dominan
Pembangunan
Alternatif terhadap Paradigma Dominan
Faktor-faktor yang mungkin membawa pada alternatif
paradigma dominan1. Pertumbuhan
ekonomi1. Persamaan distribusi
1. Merosotnya tingkat pertumbuh- an ekonomi selama 1950an dan 1960an di kebanyakan negara sedang berkembang2. Munculnya hilangkepercayaan terhadap teori perindustrian hasil pembangunan
2. Teknologi pada modal
1. Meningkatkan kualitas Kehidupan2. lebih besar tekanan pada teknologi tepat
1. Masalah pencemaran lingkung- an di Eropa, Amerika & Jepang2. Kesadaran ada batas-batas per- tumbuhan 3. Krisis energi tahun 1973
3. Perencanaan pembangunan terpusat
Percaya diri pada pembangunan lokal
Pengalaman RRC dalam pembangunan yang disentralisasikan dan partisipatori
4. Penyebab keterbelakangan adalah dari dalam
Penyebab keterbela-kangan adalam dan dari luar (berarti suatu didefinisi oleh negara sedang berkembang)
1. Munculnya kekuatan OPEC2. Pertukaran kekuatan dunia ter- gambar pada perilaku voting di PBB dan berbagai badan inter- nasional
Sistem Sosial dan Difusi
Di Amerika Latin, Afrika, dan Asia stuktur sosial suatu bangsa atau suatu
komunitas lokal seringkali sangat berbeda dengan struktur sosial di Eropa-
Amerika. Kekuasaan, kesejahteraan ekonomi, dan informasi biasanya lebih
terpusat pada beberapa tangan/pihak saja,dan aspek struktur sosial ini tidak saja
mempengaruhi sifatpenyebaran suatu inovasi tetapi mempengaruhi juga siapa
yang memperoleh keuntungan dan kerugian dari perubahan teknologi itu. Bila
inovasi tersebar dengan cepat, tetapi ketimbang sosial ekonomi mendasar yang
tercermin dalam struktur sosial tidak berubah, apakah pembangunan itu betul-
betul telah terjadi? Isu ini bukan sekedar meletakkan variabel struktur sosial ke
dalam analisis difusi, jugabukan hanya lebih luasnya pembagian dampak inovasi,
tetapi mengenal perubahan struktur sosial masyarakat itu juga. Masalah
keterbelakangan sosial dengan demikian sedang didefinisi ulang, dan sehingga itu
secara serius dipertanyakan apakah difusi inovasi dapat memainkan peran penting
dalam mengubah struktur sosial masyarakat. Model difusi klasik disusun dalam
kondisi sosial budaya yang sangatberbeda dengan kondisi sosial budaya Amerika
Latin (Afrika dan Asia), dan karena itu Bordenave mengemukakan "bila model itu
digunakan dengan sembrono (tidak kritis), ia tidak akan menyentuh isu dasar
seperti perubahan struktur sosial: 'Bila ada satu hal yang sedang kita pelajari di
Amerika Latin, itu adalah kajian-kajian komunikasi inovasi tidak dapat eksis
sebagai penelitian yang secara ideologis bebas dan secara politik netral. ilmuwan
yang mengatakan bahwa ia ingin melakukan penelitian tanpa memasukkan dirinya
kedalam satupun cara-cara mengubah struktur masyarakat, sebetulnyasama
dengan orang yang percaya terhadap penelitian sebagai suatualat untuk
memasukkan jalan pikirannya ke arah perubahan manusiadan masyarakat"
Di Amerika Latin, Afrika dan Asia penelitian difusi cenderung
mengabaikan konteks struktur sosial di mana penelitian itudilakukan. Kritikan ini
berlaku juga di Amerika, namun barangkali dampaknya tidak begitu serius.
Kritik-kritik membangun atas asumsi-asumsi dasar pendekatan difusi telah
mempertanyakan apakah "komunikasi itu sendiri dapat mendongkrak
pembangunan tanpa menghiraukan kondisi sosial ekonomi dan politiknya?"
(Behan, 1976). Bahkan, para ahli inimenyatakan bahwa difusi inovasi hanya
sedikit efeknya "jika pembangunan tidak diawali dengan perubahan struktural".
Pandangan bahwa penelitian komunikasi dan para peneliti komunikasia
adalah bagian dari masyarakat yang mereka teliti ini teiah sepenuhnya
dikenal oleh para ahli tertentu di Eropa dan Amerika Latin daripada teman-teman
mereka di Amerika Utara yang cenderung berpikir penelitianempirik sebagai
bebas/ netral dan bebas nilai (Rogers, 98). Para ahli komunikasi yang kritis
mengajukan pertanyaan penting: 1971). Sebetulnya, media massa di banyak
negara sedang berkembang tidak membawa informasi yang berguna tentang
inovasi teknologis kepada mayoritas penduduk yang warga pedusunan dan
kelompok miskin perkotaan (Berghouti, 1974). Isi media terutama adalah hiburan
dan iklan, isi yang sebetulnya bisa menghambat pembangunan, terutama
pembangunan pedesaan. Media sering dimiliki oleh elit minoritas, dan dipenuhi
dengan isu-isu perkotaan dan peningkatan konsumsi produk-produk konsumen,
jadi malah mengalihkan perhatian masyarakat dari masalah-masalah perubahan
struktural sosial politik.
Maka, dalam gerakan melewati adalah mulanya "buatan AS" sebelum tahun
1960an kemudian diteruskan dengan pentransferan kenegara-negara sedang
berkembang pada tahun 1960an dan 1970an, penelitian difusi dipahami
dalam suatu perpektif yang berbeda dan ditentukan dengan kriteria tujuan yang
berbeda. Suatu cara ke arah revolusi sosial, bukan. Barangkali sebagai suatu alat
yang berguna untuk perubahan sosial dan pembangunan, bila digabungkan dengan
penstrukturan masyarakat.
Kesenjangan Sosial Ekonomi dan Difusi
Struktur sosial di negara sedang berkembang diketahui sebagai penentu
yang kuat bagi jalan individu ke arah inovasi teknologis; kekakuan struktural
harus diatasi terlebih dulu sebelum pengkomunikasian inovasi bisa mempunyai
efek (Bordenave, 1976). Misalnya, petani-petani yang memiliki ladang lebih luas
daripada kebanyakan orang, yang menikmati status sosial ekonomi yang lebih
tinggi dan yang punya lebih banyak kesempatan tersentuh media komunikasi
massa yang paling inovatif dalam mengadopsi teknologi-teknologi pertanian
baru. Barangkali kegagalan seorang petani mengadopsi inovasi-inovasi yang
diperkenalkan lebih banyak karena ketiadaan kesempatan daripada adanya
hambatan tradisional untuk berubah. Para petani yang memilih ladang lebih
luas, banyak uang dan lebih banyak pengetahuan dapat lebih mudah memperoleh
kredit, informasi lanjutan, dan masukan-masukan lainnya untuk mengadopsi
inovasi teknologis. Karena mereka mengadopsi inovasi relatif lebih awal, mereka
memperoleh lebih banyak keuntungan inovasi, seperti "rejeki nomplok" yang
lebih banyak diperoleh inovator. Mayoritas petani yang lebih miskin dinegara
sedang berkembang kekurangan sumber-sumber dan mereka juga tidak dapat
mengadopsi inovasi atau akan mengadopsinya relatif lebih lambat. Kebanyakan
petani di negara sedang berkembangsemata-mata tidaklah bebas menerapkan
keputusan inovasi mereka sendiri.
Lembaga pembangunan cenderung memberi bantuan terutama kepada
mereka yang inovatif, kaya, berpendidikan dan pencari informasi. Mengikuti
strategi difusi progresif ini "mudah-meyakinkan" cenderung kearah pembangunan
yang kurang merata. Para petani yang lebih progresif berhasrat pada ide-ide baru,
dan punya ladang lebih luas, efek langsung pengadopsian mereka atas produksi
pertanian juga lebih besar. Para petugas pembangunan pedesaan mengikuti
strategi pembinaan klien yang progresif ini karena mereka tidak dapat
menjangkau semua klien mereka, maka mereka memusatkan usahanya pada klien
yang paling responsif yang biasanya sepadan dengan mereka. Dengan kata
lain,orang-orang yang punya sumber-sumber lebih besar biasanya memperoleh
keuntungan lebih banyak dari inovasi-inovasi yang diperkenalkan oleh lembaga
pembangunan daripada mereka yang sumber-sumbemya lebih kecil, sehingga
dengan demikian memperlebar kesenjangan keuntungan sosial ekonomi. Tetapi
apakah difusi inovasi pasti meperlebar kesenjangan sosial ekonomi dalam suatu
sistem sosial? Beberapa alasan untuk optimis terhadap isu ini telah diberikan oleh
dua eksperimen kancah di negara sedang berkembang. Singh dan Mody (1976) di
India dan Roling (1976) di Kenya merancang dan mengevaluasi pendekatan
difusi yang mempersempit kesenjangan sosial ekonomi. Pendeknya, pendekatan
ini berusaha mengatasi kecondongan ketimpangan program-program difusi yang
biasa; mereka memperkenalkan inovasi-inovasi yang tepat untuk klien sosial
ekonomi lemah melaiti bentuk program pembangunan yang khusus. Untuk
mengurangi kesenjangan sosial ekonomi maka struktur sosial ekonomi mungkin
bukan lagi rintangan utama terhadap penyebaran inovasi bagi bagian terbesar
penduduk yang kurang beruntung. Melaksanakan suatu pembangunan yang lebih
merata melalui strategi difusi yang tepat walaupun perubahan struktur sosial pada
level makro tidak/belum terjadi. Kita baru saja membahas empat kelemahan
utama penelitian difusi; bahasan ini membawa kita pada simpulan bahwa awalnya
penelitian difusi meninggalkan suatu cap yang tak terhapus mengenal pendekatan,
konsep, metode, dan asumsi-asumsi di lapangan, selama hampir 40 tahun
dan 3.000an publikasi. Kecondongan-kecondongan yang kita warisi dari para
pendahulu penelitian kita telah sama sekalitidak tepat untuk tugas-tugas penelitian
difusi sekarang. Ironis bahwa kajian inovasi telah menjadi begitu tradisional.
Perampatan Difusi melalui Meta-Research
Meta-research digunakan untuk mensintesakan 103 rampatan tentang difusi
oleh Rogers dan Shoemaker (1971) telah dikritik oleh Down dan Mohr (1976)
berdasarkan apa yang mercka anggapketiadaan temuan-temuan yang sangat
konsisten. Meta-research dapat memberi informasi ilmiah yang tidak dapat
diperoleh dengan cara lain. Marilah kita berasumsi bahwa ada seratus kajian
empirik tentang hubungan antara status sosial ekonomi dengan keinovatifan
(sebetulnya ada ratusan). Masing-masing dari ratusan peneliti mungkin mengukur
status sosial ekonomi dan keinovatifan itu dengan cara yang agak berbeda.
Meta-Research dengan unik dapat memberi informasi tentang
reliabilitas suatu temuan penelitian menyilang sejumlah kajian. Kebanyakan
kita ingin lebih dari hanya satu kajian tunggal untuk memberi bukti pengukuhan
tentang suatu temuan penelitian tertentu, karena satu kajian tunggal agak
lemah untuk dijadikan sandaran suatu kebijakan atau praktek. Karena itu
mengetahui reliabilitas bukti penelitian untuk beberapa rampatan sebagai
sesuatu hasil meta-research biasanya merupakan langkah penting dalam
menerjerohkan hasil-hasil penelitian menjadi tindakan. Jarang pengetahuan yang
diberikan oleh suatu kajian tunggal yang dapat membawa kita langsung pada
pemecahan beberapa masalah sosial.
SIMPULAN
Empat kritikan utama tentangpenelitian difusi:
1) Kecondongan pro-inovasinya, implikasi kebayakan penelitian difusi bahwa
suatu inovasi harus disebarkan dan diadopsi oleh semua anggota sistem sosial,
bahwa ia harus menyebar dengan cepat, dan bahwa inovasi itu tidak harus
direinvensi atau ditolak,
2) kecondongan menyalahkan-orang, yaitu kecenderungan untuk menganggap
bahwa orang (individu) bertanggung jawab atas masalah yang terjadi
pada dirinya, daripada sistem (yang mestinya bertanggung jawab) dimana
orang itu hanyalah merupakan bagiannya,
3) masalah ingatan dalam penelitian difusi yangbisa menyebabkan ketidak akurat
bila responden diminta mengingat saat mereka mengadopsi ide baru, dan
4) isu persamaan dalan difusi inovasi, karena kesenjangan sosial ekonomi diantara
anggota suatu sistem sosial seringkali semakin lebar sebagai hasil tersebarya
ide-ide baru. Altematif-alternatif terhadap pendekatan penelitian difusi yang
biasadikemukakan untuk mengatasi keempat kritik penelitian difusi ini.
Akhimya kami menguraikan prosedur-prosedur meta-research yang meng-
hasilkan rampatan-rampatan dalam buku. Meta-research adalah sintesa hasil-hasil
penelitian empirik ke dalam kesimpulan yang lebih umum pada level teoritik.
Langkah pertama dalam pendekatan ini adalah mempertegas semua konsep yang
digunakan. Konsep adalah suatu dimensi/pandangan yang dinyatakan dalam
istilah yang paling dasar. Kemudian kita mendalilkan hubungan antara dua
konsep dalam bentuk suatu hipotesis teoritik Hipotesis teoritik diuji dengan
hipotesis empirik yang relevan yang mendalilkan hubungan antara dua ukuran
operasional konsep. Operasi adalah rujukan empirik suatu konsep. Hipotesis
empirik sering diterima atau ditolak berdasarkan pengukuransignffikansi statistik,
tetapi bisa juga digunakan kriteria lain. Akhirnya, hipotesis teoritik didukung atau
ditolak dengan menguji kecocokannya dengan hipotesis teoritik yang nantinya
menghasilkan serangkaian rampatan middle range.
Kami percaya bahwa rampatan middle range merupakan batu loncatan
menuju teori yang lebih umum tentang perubahan sosial, setelah diabstraksikan
ke suatu tingkat generalitas yang lebih tinggi lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim. (1988). Inovasi pendidikan. Jakarta: Depdikbud Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan
Rogers, E. M. (1983). Diffusion of innovation. New York: The Free Press.