193811420 Referat Forensik Malpraktek

48
REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL PENERAPAN MEDIKOLEGAL DALAM MENGHADAPI MALPRAKTEK Diajukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian kepanitraan di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro Disusun oleh: Alif Adlan Zulizar 22010113210140 FK UNDIP Sukma Melati Mahalia 22010112210127 FK UNDIP Raras Rachmandiar 22010113210123 FK UNDIP Ratna Ayu Cahaya Kusuma Dewi 22010112210136 FK UNDIP Nailaa Mabruroh 22010113210142 FK UNDIP Priscila Tarigan 0961050084 FK UKI Dosen Penguji dr. Gatot Suharto, SH, M.Si.Med, , Sp.F. Residen Pembimbing dr.Suryo Wijoyo KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONOGORO RSUP DR.KARIADI PERIODE 18 NOVEMBER 2013-14 DESEMBER 2013

Transcript of 193811420 Referat Forensik Malpraktek

Page 1: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

PENERAPAN MEDIKOLEGAL

DALAM MENGHADAPI MALPRAKTEK

Diajukan untuk memenuhi syarat menempuh ujian kepanitraan di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik

dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro

Disusun oleh:

Alif Adlan Zulizar 22010113210140 FK UNDIP

Sukma Melati Mahalia 22010112210127 FK UNDIP

Raras Rachmandiar 22010113210123 FK UNDIP

Ratna Ayu Cahaya Kusuma Dewi 22010112210136 FK UNDIP

Nailaa Mabruroh 22010113210142 FK UNDIP

Priscila Tarigan 0961050084 FK UKI

Dosen Penguji dr. Gatot Suharto, SH, M.Si.Med, , Sp.F.

Residen Pembimbing dr.Suryo Wijoyo

KEPANITRAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONOGORO

RSUP DR.KARIADI PERIODE 18 NOVEMBER 2013-14 DESEMBER 2013

Page 2: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui olehpembimbing, referat dari:

Nama NIM Universitas

Alif Adlan Zulizar 22010113210140 FK UNDIP

Sukma Melati Mahalia 22010112210127 FK UNDIP

Raras Rachmandiar 22010113210123 FK UNDIP

Ratna Ayu Cahaya Kusuma Dewi 22010112210136 FK UNDIP

Nailaa Mabruroh 22010113210142 FK UNDIP

Priscila Tarigan 0961050084 FK UKI

Fakultas : Kedokteran Umum

Universitas : UNDIP dan UKI

Bagian : Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

Penguji : dr. Gatot Suharto, SH, M.Si.Med, , Sp.F.

Pembimbing : dr.SuryoWijoyo

Diajukan untuk memenuhi syarat menempuh Kepaniteraan di bagian Ilmu Kedokteran

Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Semarang, 6 Desember 2013

Penguji,

dr. Gatot Suharto, SH, M.Si.Med, , Sp.F.

NIP.19520220 198603 1 001

Pembimbing,

dr.SuryoWijoyo

Page 3: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmatNya penulis dapat menyelesaikan referat yang

berjudul “Penerapan Medikolegal dalam Menghadapi Malpraktek”. Penulisan referat ini

adalah sebagai syarat guna memenuhi tugas kepaniteraan dokter muda forensik. Penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan

bimbingan dalam menyelesaikan referat ini, yaitu:

1. dr. Gatot Suharto, SH, M.Si.Med, , Sp.F selaku dosen penguji

2. dr. Suryo Wijoyo selaku residen pembimbing, atas bimbingannya dalam pembuatan

referat ini

3. Orang tua beserta keluarga kami yang senantiasa memberikan dukungan moral

maupun material

4. Teman-teman yang telah mendukung dalam penyusunan referat ini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan pada referat ini. Oleh karena itu,

penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat menambah kesempurnaan referat

ini. Akhir kata semoga referat ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan

almamater pada khususnya.

Semarang, 6 Desember 2013

Penulis

Page 4: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

1.1 LatarBelakang ................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2

1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2

1.3.1 Tujuan Umum ........................................................................................ 2

1.3.2 Tujuan Khusus ....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 4

2.1 Definisi Medikolegal dan malpraktek ............................................................. 4

2.2 Jenis - Malpraktek ........................................................................................ 9

2.3 Usaha – Usaha Menghindari Malpraktek ..................................................... 9

2.4 Sengketa Medik .......................................................................................... 19

2.4.1 Ketidakpastian Pasien atau Keluarganya terhadap Pelayanan Dokter . 19

2.4.2 Penyelesaian Ketidakpuasan Pasien terhadap Pelayanan Dokter ........ 21

2.5 Pemahaman Masyarakat tentang Malpraktek ............................................... 22

2.6 Unsur Malpraktek ......................................................................................... 22

2.7 Sanksi Malpraktek ........................................................................................ 30

2.8 Sanksi Pelanggaran Disiplin ......................................................................... 31

2.9 Standar Profesi Dokter .................................................................................. 35

2.10 Contoh Kasus .............................................................................................. 37

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 42

3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 42

3.2 Saran ............................................................................................................. 42

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 43

Page 5: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Kesehatan merupakan salah satu hal yang penting dalam hidup seseorang. Ketika

kesehatan seseorang terganggu, mereka akan berusaha bagaimana caranya untuk

menyehatkan tubuhnya kembali. Salah satu upaya mengembalikan kesehatannya adalah

datang pada sarana pelayanan kesehatan. Upaya mengembalikan kesehatan tidak akan

terwujud secara maksimal apabila tidak didukung dengan pelayanan yang baik dari sarana

pelayanan kesehatan tersebut.

Seiring dengan kemajuan teknologi dan kemudahan dalam mengakses informasi,

masyarakat menjadi semakin kritis. Masyarakat semakin peka dalam menyikapi persoalan,

termasuk memberikan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan petugas

kesehatan.Sorotan masyarakatyang tajam atas jasa pelayanan kesehatan oleh tenaga

kesehatan mengenai tuntutan hukum terhadap dokter semakin meningkat. Hal itu dapat

terjadi akibat kesadaran hukum pasien yang semakin meningkat selain itu kesadaran atau

semakin mengertinya pasien mengenai hak-haknya ketika dirawat oleh seorang dokter.

Interpretasi yang salah di masyarakat luas bahwa kegagalan dokter dalam mengobati pasien

dianggap sebuah tindakan malpraktek, padahal seorang dokter tidak bisa disalahkan bila

tindakan yang dilakukaan dirinya dalam upaya penyembuhan pasien sudah sesuai dengan

Standard Operational Procedure (SOP).

Menurut Valentinv. La Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California,

malpraktek adalah kelalaian dari seseorang dokter atau perawat untuk mempergunakan

tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam mengobati dan merawat pasien, yang lazim

digunakan terhadap pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan

yang sama, dari definisi tersebut malpraktek harus dibuktikan bahwa apakah benar telah

terjadi kelalaian tenaga kesehatan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan keterampilan

yang ukurannya adalah lazim dipergunakan diwilayah tersebut. Namun menurut World

Medical Association, tidak semua kegagalan medis adalah akibat malpraktik medis. Suatu

1

Page 6: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

2

peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya yang terjadi saat dilakukan tindakan

medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk dalam

pengertian malpraktik atau kelalaian medik.

Sejak 2006 hingga 2012, tercatat ada 182 kasus malpraktek yang terbukti dilakukan

dokter di seluruh Indonesia. Malpraktek ini terbukti dilakukan dokter setelah melalui sidang

yang dilakukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Akibat dari

malpraktek yang terjadi selama ini, sudah ada 29 dokter yang ijin prakteknya dicabut

sementara.

Oleh karena itu pengetahuan mengenai malpraktek penting untuk dipahami bagi

tenaga kesehatan dalam melaksanakan praktiknya, khususnya penyedia pelayanan kesehatan

primer seperti dokter umum.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana penerapan medikolegal dalam menghadapi malpraktek?

2. Apa definisi dan jenis – jenis malpraktek?

3. Bagaimana upaya-upaya menghindari malpraktek?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui penerapan medikolegal dalam menghadapi malpraktek.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi dan jenis – jenis malpraktek.

2. Mengetahui unsur-unsur malpraktek.

3. Mengetahui batasan malpraktek.

4. Mengetahui upaya-upaya menghindari malpraktek.

5. Mengetahui upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan.

Page 7: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Medikolegal dan Malpraktek

Akhir-akhir ini, karena maraknya kasus dugaan malpraktek medik atau kelalaian

medik di Indonesia, ditambah “keberanian” pasien yang menjadi korban untuk menuntut

hak-haknya, para dokter seakan baru mulai 'sibuk' berbenah diri. Terutama dalam

menghadapi kasus malpraktek. 'Kesibukan' ini terjadi sejalan dengan makin baiknya tingkat

pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat. Selain sudah mempunyai Majelis

Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan Pengadilan Negeri, ada yang mengusulkan

pembentukan Majelis Kehormatan Profesi Dokter (MKPD) dan peradilan ad hoc. Dalam

hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa melanggar

norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik

Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin

profesi)nya. Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas,

profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis

profesi yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di

kalangan kedokteran. Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004,

akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran.

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas,

yang sering tumpang-tindih pada suatu issue tertentu, seperti pada informed consent, wajib

simpan rahasia kedokteran, profesionalisme, dan lain-lain. Bahkan di dalam praktek

kedokteran, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukumnya, oleh karena

banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya norma

hukum yang mengandung nilai-nilai etika. Aspek etik kedokteran yang mencantumkan juga

kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian perilaku etik seseorang

dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian perilaku profesinya. Etik

yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan keprofesian yang memiliki sanksi

disiplin profesi yang bersifat administratif. Keadaan menjadi semakin sulit sejak para ahli

3

Page 8: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

4

hukum menganggap bahwa standar prosedur dan standar pelayanan medis dianggap

sebagai domain hukum, padahal selama ini profesi menganggap bahwa memenuhi standar

profesi adalah bagian dari sikap etis dan sikap profesional. Dengan demikian pelanggaran

standar profesi dapat dinilai sebagai pelanggaran etik dan juga sekaligus pelanggaran

hukum.

World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 menelorkan

sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran

Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban

terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran

Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional. Selain

Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral

kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan

bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau

tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya

kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para

tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman

dalam melakukan penelitian di bidang medis.

Pada banyak kasus medikolegal kompleks yang sampai ke pengadilan, banyak yang

memerlukan pendapat saksi ahli karena metodologi dan tata laksana standar kedokteran ada

di luar pengetahuan juri. Jika terdapat tuduhan tindakan malpraktik maka orang yang

mengajukan tuduhan tersebut disyaratkan untuk memberikan bukti adanya penyimpangan

tersebut. Bukti tersebut harus datang dari ahli yang memiliki kualifikasi yang sesuai dengan

subjek yang dipermasalahkan. Karena itu, umumnya banyak didapatkan dokter enggan

bersaksi melawan teman sejawatnya. Alasan keengganannya tersebut bervariasi mulai dari

stigma tuduhan malpraktik, nama buruk yang didapat setelah bersaksi, ancaman

pengeluaran dari komunitas tempat dia bernaung, ancaman dari perusahaan asuransi dokter

tersebut, ancaman pengadilan profesi, dan adanya konspirasi untuk tutup mulut. Pembelaan

yang lebih relevan dan dapat diterapkan dalam praktik kedokteran sehari-hari termasuk :

(1) Asumsi pasien mengenai resiko berdasarkan surat persetujuan yang telah dibuat, (2)

Page 9: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

5

Faktor penyebab kelalaian terletak di tangan pasien, (3) Kelalaian terletak pada pihak ke

tiga.

Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu

berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” memiliki arti “salah”, “praktek” memiliki arti

“pelaksanaan” atau “tindakan” sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan

yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Dari segi hukum, malpraktek dapat

terjadi karena suatu tinndakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct

tertentu, tindakan kelalaian (negligence) ataupun suatu

kekurangmahiran/ketidakkompetenan yang tidak beralasan.Professional misconduct yang

merupakan kesengajan dalam bentuk pelanggaran ketentuan etik, ketentuan disiplin profesi,

jukum administratif serta hukum pidana dan perdata, seperti melakukan kesengajaan yang

merugikan pasien, fraud, pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran, aborsi ilegal,

euthanasia, penyerangan seksual, misreprentasi, keterangan palsu, menggunakan iptekdok

yang belum teruji, berpraktik tanpa SIP, berpraktik di luar kompetensinya.

Pada saat tuntutan malpraktek diajukan, akan menjadi sebuah tugas bagi sang

pemohon perkara (pasien maupun anggota keluarganya) untuk mencari sendiri bukti yang

mendukung tuntutannya tersebut. Hal ini akan terus dilakukan oleh pemohon sampai

perkara tersebut menjadi sebuah kasus yang prima fasie dengan bukti – bukti yang cukup

dihadirkan di depan pengadilan dan di hadapan juri yang memungkinkan hakim

memberikan putusan secara seksama berdasar bukti itu sendiri. Setelah bukti tersebut

diajukan oleh pemohon, maka bukti yang dibawa pemohon tersebut akan dihadapkan

kepada orang yang disangkakan. Tertuduh (dokter atau rumah sakit) lalu memberikan bukti

– bukti yang menyanggah tuduhan yang dikenakan kepadanya. Sanggahan yang

dikemukakan oleh tertuduh (dokter) terhadap kasusnya itu tidaklah cukup. Namun, terdapat

sanggahan – sanggahan yang dapat diterima yang dapat membuatnya lepas dari tanggung

jawabnya tersebut. Hal ini termasuk (1) resiko perawatan yang dilakukan telah diketahui

oleh pemohon dan ia setuju untuk tetap melanjutkan perawatan (rIsiko diketahui dengan

informed consent / surat tanda persetujuan tindakan), (2) Pemohon memiliki andil pada

terjadinya luka atau sakitnya itu sendiri dengan tidak mematuhi instruksi dokter atau

melanggar pantangan – pantangan yang ada, atau (3) Bahwa luka atau kerugian disebabkan

Page 10: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

6

oleh pihak ketiga dan bukan merupakan dampak dari instruksi yang diberikan dokter.

Penegakkan diagnosis tanpa bantuan pemeriksaan penunjang yang tersedia dapat membawa

kesalahan. Hal ini dianggap sebagai kelalaian dokter dalam melakukan sesuatu yang

mestinya ia lakukan contohnya saat dokter lalai dalam menjalankan tugas yang akhirnya

menyebabkan kerugian pada pasien. Hal ini merupakan dasar dan alasan yang penting

dalam kaitan terhadap standar praktik kedokteran yang berlaku. Pengadilan akan

memberikan pengertian terhadap hal tersebut.

Kegagalan dalam menggunakan standar dan uji diagnostik yang tersedia pada

kenyataannya merupakan sebuah praktik kedokteran yang substandar. Di lain pihak,

penggunaan standar dan uji diagnostik yang berlebihan pada masa mendatang harus

diwaspadai. Sebelum hal ini terjadi lebih lanjut, maka badan hukum mulai menyelidiki

tagihan–tagihan yang diberikan rumah sakit, dokter dan penyedia layanan kesehatan lain

dengan lebih seksama. Penyelidikan seksama diberikan terhadap prosedur–prosedur yang

tidak dapat dibenarkan secara medis, namun dikerjakan secara hati–hati baik sehingga

dapat membedakan hal tersebut dari tindakan yang melecehkan tanggung jawab

medikolegal. Tagihan yang tidak lazim, pembayaran tagihan yang berlebihan dan

persetujuan dokter – pasien yang tidak lazim dapat menjadi dasar bagi diusulkannya

peraturan – peraturan yang lebih baik di masa depan. Nampaknya kelanjutan praktik

kedokteran yang bersifat defensif akan segera menjadi bahan perdebatan dan diskusi yang

menarik serta dapat dilakukan koreksi terhadap hal tersebut.

2.2 Jenis – jenis malpraktek

1. Ethical malpractice

Kombinasi antara interaksi profesional dan aktivitas tenaga pendukungnya serta hal

yang sama akan mempengaruhi anggota komunitas profesional lain dan menjadi

perhatian penting dalam lingkup etika medis. Panduan dan standar etika yang ada terkait

dengan profesi yang dijalaninya itu sendiri. Panduan dan standar profesi tersebut

mengarah pada terjadinya inklusi atau eksklusi orang – orang yang terlibat dalam profesi

tersebut. Kelalaian dalam menjalani panduan dan standar etika yang ada secara umum

tidak memiliki dampak terhadap dokter dalam hubungannya dengan pasien. Namun, hal

ini akan mempengaruhi keputusan dokter dalam memberikan tata laksana yang baik. Hal

Page 11: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

7

tersebut dapat menghasilkan reaksi yang kontroversial dan menimbulkan kerugian baik

kepada dokter, maupun kepada pasien karena dokter telah melalaikan standar etika yang

ada. Tindakan tidak profesional yang dilakukan dengan mengabaikan standar etika yang

ada umumnya hanya berurusan dengan komite disiplin dari profesi tersebut. Hukuman

yang diberikan termasuk pelarangan tindakan praktik untuk sementara dan pada kasus

yang tertentu dapat dilakukan tindakan pencabutan izin praktek.

2. Legal malpractice, teridiri dari :

a. Administrative malpractice

Administrative malpracticeterjadi apabila dokter atau tenaga kerja kesehatan

lain melakukan pelanggaran terhadap hukum administrasi negara yang berlaku,

misalnya menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau izin praktek, melakukan

tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi atau iinnya, menjalanka praktek dengan izin

yang sudah kadaluarsa dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan medik.

b. Civil malpractice

Civil malpractice adalah tipe malpraktek dimana dokter karena

pengobatannya dapat mengakibatkan pasien meninggal atau luka tetapi dalam waktu

yang sama tidak melanggar hukum pidana. Sementara Negara tidak dapat menuntut

secara pidana, tetapi pasien atau keluarganya dapat menggugat dokter secara perdata

untuk mendapatkan uang sebagai ganti rugi. Tanggung jawab dokter tersebut tidak

berkurang meskipun pasien tersebut kaya atau tidak mampu membayar. Misalnya

seorang dokter yang menyebabkan pasien luka atau meningggal akibat pemakaian

metode pengobatan yang sama sekali tidak benar dan berbahaya tetapi sulit

dibuktikan pelangggaran pidananya, maka pasien atau keluarganya dapat menggugat

perdata.

Pada civil malpractice, tanggung gugat dapat bersifat individual atau

korporasi. Dengan prinsip ini maka rumah sakit dapat bertanggung gugat atas

kesalahan yang dilakukan oleh dokter-dokternya asalkan dapat dibuktikan bahwa

tindakan dokter itu dalam rangka melaksanakan kewajiban rumah sakit.

Page 12: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

8

c. Criminal malpractice

Criminal malpracticeterjadi ketika seorang dokter yang menangani sebuah

kasus telah melanggar undang-undang hukum pidana. Malpraktik dianggap sebagai

tindakan kriminal dan termasuk perbuatan yang dapat diancam hukuman. Hal ini

dilakukan oleh Pemerintah untuk melindungi masyarakat secara umum. Perbuatan ini

termasuk ketidakjujuran, kesalahan dalam rekam medis, penggunaan ilegal obat –

obat narkotika, pelanggaran dalam sumpah dokter, perawatan yang lalai, dan tindakan

pelecehan seksual pada pasien yang sakit secara mental maupun pasien yang dirawat

di bangsal psikiatri atau pasien yang tidak sadar karena efek obat anestesi.

Peraturan hukum mengenai tindak kriminal memang tidak memiliki batasan

antara tenaga profesional dan anggota masyarakat lain. Jika perawatan dan tata

laksana yang dilakukan dokter dianggap mengabaikan atau tidak bertanggung jawab,

tidak baik, tidak dapat dipercaya dan keadaan - keadaan yang tidak menghargai

nyawa dan keselamatan pasien maka hal itu pantas untuk menerima hukuman. Dan

jika kematian menjadi akibat dari tindak malpraktik yang dilakukan, dokter tersebut

dapat dikenakan tuduhan tindak kriminal pembunuhan. Tujuannya memiliki maksud

yang baik namun secara tidak langsung hal ini menjadi berlebihan. Seorang dokter

dilatih untuk membuat keputusan medis yang sesuai dan tidak boleh

mengenyampingkan pendidikan dan latihan yang telah dilaluinya serta tidak boleh

membuat keputusan yang tidak bertanggung jawab tanpa mempertimbangkan

dampaknya. Ia juga tidak boleh melakukan tindakan buruk atau ilegal yang tidak

bertanggung jawab dan tidak boleh mengabaikan tugas profesionalnya kepada pasien.

Dia juga harus selalu peduli terhadap kesehatan pasien.

Criminal malpractice sebenarnya tidak banyak dijumpai. Misalnya melakukan

pembedahan dengan niat membunuh pasiennya atau adanya dokter yang sengaja

melakukan pembedahan pada pasiennya tanpa indikasi medik, (appendektomi,

histerektomi dan sebagainya), yang sebenarnya tidak perlu dilakukan, jadi semata-

mata untuk mengeruk keuntungan pribadi. Memang dalam masyarakat yang menjadi

materialistis, hedonistis dan konsumtif, dimana kalangan dokter turut terimbas,

malpraktek diatas dapat meluas.

Page 13: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

9

2.3 Usaha – usahamenghindari malpraktek :

1. Semua tindakan sesuai indikasi medis

Pelayanan kesehatan, dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai

kompetensi memiliki surat ijin tugas mengingat informed consent dan rekam medik serta

rahasia jabatan atau rahasia kesehatan dari hasil pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan

berdasarkan indikasi medis, standar pelayanan, protap pelayanan dengan memperhatikan

dan menjelaskan berbagai resiko penyakit, keadaan pasien, dan tindakan kesehatan

selanjutnya tenaga kesehatan harus menerapkan etika umum dan profesi dan bila tidak

mungkin bisa ditangani yang bukan kompetensinya harus di rujuk atau diserahkan kepada

tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi.Prinsip-prinsip tersebut jika dijabarkan satu

persatu antara lain :

1. Tenaga kesehatan yang telah lulus pendidikan dengan memperoleh ijasah termasuk

dalam PP No. 32 Tahun 1996.

2. Tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi hasil ujian

3. Tenaga Kesehatan memiliki surat ijin praktek (SIP) dan Surat Tugas dari Direktur

Rumah Sakit, Dinas Tenaga Kesehatan, Dekan (Pimpinan Pendidik), dan dari

Pemerintah yang lainnya.

4. Tiap menangani pasien harus ada ijin atau persetujuan tertulis atau lisan dari pihak

pasien dan keluarganya.

5. Dalam pelayanan kesehatan harus menerapkan standar pelayanan dan protap

pelayanan kesehatan profesi yang dibuat oleh tenaga profesi. Ini biasanya dibuat SK

oleh Direktur Rumah Sakit atau pimpinan Rumah Sakit setempat.

6. Hasil pemeriksaan / pelayanan atau tindakan ditulis dicatat secara khusus oleh dokter

yang melakukan tindakan atau pemeriksaan atau singkatnya ditulis yang disebut

sebagai rekam medis / rekam rumah sakit. Untuk bidan dan perawat tertuang dalam

Asuhan Keperawatan atau kebidanan.

7. Point 4,5, dan 6 di atas harus dirahasiakan sesuai dengan peraturan PP No.10 tahun

1966 dan Undang-undang kesehatan yang lain.

8. Dalam menangani pasien atau tindakan harus berdasarkan indikasi medis dan kontra

indikasi medis.

Page 14: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

10

9. Dalam menangani pasien harus menerangkan mengenai resiko, antara lain resiko

keadaan pasien, resiko penyakitnya, dan resiko tindakan.

10. Dalam komunikasi dengan pasien dan keluarga serta masyarakat harus menerapkan

etika umum dan etika profesi dimana tenaga kesehatan tersebut bekerja.

11. Kemungkinan dalam menangani pasien memperoleh kesulitan karena tidak

kompetensinya sehingga harus dirujuk/dikirim/ dikonsultasikan kepada tenaga

kesehatan yang kompeten atau dirujuk/dikirim ke rumah sakit sesuai dengan tingkat

pelayanan yang lebih prima.

12. Dalam pelayanan atau upaya kesehatan terjadi sesuatu yang menimbulkan sengketa

atau tuntutan pasien dan keluarganya harus diselesaikan secara komunikasi yang

sehat, secara kemanusiaan dan berdasarkan rambu-rambu aturan hukum kesehatan.

Jangan menerapkan Undang-Undang diluar Undang-Undang Hukum Kesehatan.

Dengan menerapkan rambu-rambu tersebut (no.1-12) tenaga kesehatan berusaha atau

dapat terhindar dari unsur-unsur malpraktek atau secara khusus disebut malpraktek.

2. Bekerja sesuai standar profesi

Pada pasal 2 kodeki, disebutkan bahwa, “Seorang dokter harus senantiasa berupaya

melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi”. yang dimaksud

dengan ukuran tertinggi dalam melakukan profesi kedokteran adalah yang sesuai dengan

ilmu kedokteran mutakhir, sarana yang tersedia, kemampuan pasien, etika umum, etika

kedokteran, hukum dan agama. ilmu kedokteran yang menyangkut segala pengetahuan

dan keterampilan yang telah diajarkan dan dimiliki harus dipelihara dan dipupuk, sesuai

dengn fitrah dan kemampuan dokter tersebut. Etika umum dan etika kedokteran harus

diamalkan dalam melaksanakan profesi secara tulus ikhlas, jujur dan rasa cinta terhadap

sesama manusia, serta penampilan tingkah laku, tutur kata dan berbagai sifat lain yang

terpuji, seimbang dengan martabat jabatan dokter.

Standar Profesi Kedokteran yang diterbitkan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter

Indonesia (IDI) yaitu :

1. Standar keterampilan

a. Keterampilan kedaruratan medik; merupakan sikap yang diambil oleh seorang

dokter dalam menjalankan profesinya dengan sarana yang sesuai dengan

Page 15: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

11

standar ditempat prakteknya. Bilamana tindakan yang dilakukan tidak

berhasil, penderitan perlu dirujuk ke fasilitas pelayanan yang lebih lengkap.

b. Keterampilan umum; meliputi penanggulangan terhadap berbagai penyakit

yang tercantum dalam kurikulum inti pendidikan dokter Indonesia.

2. Standar sarana; meliputi segala sarana yang diperlukan untuk berhasilnya profesi

dokter dalam melayani penderita dan pada dasarnya dibagi 2 bagian, yakni :

a. Sarana Medis; meliputi sarana alat-alat medis dan obat-obatan.

b. Sarana Non Medis; meliputi tempat dan peralatan lainnya yang diperlukan

oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya.

3. Standar perilaku; yang didasarkan pada sumpah dokter dan pedoman Kode Etik

Kedokteran Indonesia, meliputi perilaku dokter dalam hubungannya dengan penderita

dan hubungannya dengan dokter lainnya, yaitu :

a. Pasien harus diperlakukan secara manusiawi.

b. Semua pasien diperlakukan sama.

c. Semua keluhan pasien diusahakan agar dapat diperiksa secara menyeluruh.

d. Pada pemeriksaan pertama diusahakan untuk memeriksa secara menyeluruh.

e. Pada pemeriksaan ulangan diperiksa menurut indikasinya.

f. Penentuan uang jasa dokter diusahakan agar tidak memberatkan pasien.

g. Dalam ruang praktek tidak boleh ditulis tarif dokter.

h. Untuk pemeriksaan pasien wanita sebaiknya agar keluarganya disuruh masuk

kedalam ruang praktek atau disaksikan oleh perawat, kecuali bila dokternya

wanita.

i. Dokter tidak boleh melakukan perzinahan didalam ruang praktek, melakukan

abortus, kecanduan dan alkoholisme.

4. Standar catatan medik

Pada semua penderita sebaiknya dibuat catatan medik yang didalamnya dicantumkan

identitas penderita, alamat, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, terapi dan obat yang

menimbulkan alergi terhadap pasien.

Page 16: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

12

3. Membuat informed consent

Secara harfiah consent artinya persetujuan, atau lebih ‘tajam’ lagi, ”izin”. Jadi

informed consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang berhak

kepada dokter untuk melakukan tindakan medis pada pasien, seperti pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan lain-lain untuk menegakkan diagnosis, memberi obat, melakukan

suntikan, menolong bersalin, melakukan pembiusan, melakukan pembedahan, melakukan

tindak-lanjut jika terjadi kesulitan, dan sebagainya. Selanjutnya kata Informed terkait

dengan informasi atau penjelasan. Dapat disimpulkan bahwa informed consent adalah

persetujuan atau izin oleh pasien (atau keluarga yang berhak) kepada dokter untuk

melakukan tindakan medis atas dirinya, setelah kepadanya oleh dokter yang bersangkutan

diberikan informasi atau penjelasan yang lengkap tentang tindakan itu. Mendapat

penjelasan lengkap itu adalah salah satu hak pasien yang diakui oleh undang-undang

sehingga dengan kata lain informed consent adalah Persetujuan Setelah Penjelasan.

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 Tahun 1989, Persetujuan

Tindakan Medik adalah Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas

dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik

yang kuat. Menurut American College of Physicians’ Ethics Manual, pasien harus

mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan.

Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent menurut

hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang diberikan

harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

Suatu informed consent harus meliputi :

1. Dokter harus menjelaskan pada pasien mengenai tindakan, terapi dan penyakitnya

2. Pasien harus diberitahu tentang hasil terapi yang diharapkan dan seberapa besar

kemungkinan keberhasilannya

3. Pasien harus diberitahu mengenai beberapa alternatif yang ada dan akibat apabila

penyakit tidak diobati

4. Pasien harus diberitahu mengenai risiko apabila menerima atau menolak terapi

5. Risiko yang harus disampaikan meliputi efek samping yang mungkin terjadi dalam

penggunaan obat atau tindakan pemeriksaan dan operasi yang dilakukan.

Page 17: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

13

Ada 2 bentuk Persetujuan Tindakan Medis, yaitu :

1. Implied Consent (dianggap diberikan)

Umumnya implied consent diberikan dalam keadaan normal, artinya dokter dapat

menangkap persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang diberikan/dilakukan

pasien. Demikian pula pada kasus emergency sedangkan dokter memerlukan tindakan

segera sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan

keluarganya tidak ada ditempat, maka dokter dapat melakukan tindakan medik

terbaik menurut dokter.

2. Expressed Consent (dinyatakan)

Dapat dinyatakan secara lisan maupun tertulis. Dalam tindakan medis yang bersifat

invasif dan mengandung resiko, dokter sebaiknya mendapatkan persetujuan secara

tertulis, atau yang secara umum dikenal di rumah sakit sebagai surat izin operasi.

Hakikat informed consent mengandung 2 (dua) unsur penting yaitu :

1. Informasi yang diberikan oleh dokter.

2. Persetujuan yang diberikan oleh pasien.

Sehingga persetujuan yang diberikan oleh pasien memerlukan beberapa masukan

sebagai berikut :

1. Penjelasan lengkap mengenai prosedur yang akan digunakan dalam tindakan

medis tertentu (masih berupa upaya percobaan).

2. Deskripsi tentang efek-efek sampingan serta akibat-akibat yang tidak diinginkan

yang mungkin timbul.

3. Deskripsi tentang keuntungan-keuntungan yang dapat diantisipasi untuk pasien.

4. Penjelasan tentang perkiraan lamanya prosedur atau terapi atau tindakan

berlangsung.

5. Deskripsi tentang hak pasien untuk menarik kembali consent tanpa adanya

prasangka mengenai hubungannya dengan dokter dan lembaganya.

6. Prognosis tentang kondisi medis pasien bila ia menolak tindakan medis tersebut.

Pada hakikatnya informed consent adalah suatu proses komunikasi antara dokter

dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter

terhadap pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan

lisan pun sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan formulir informed

Page 18: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

14

consent secara tertulis hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah

disepakati sebelumnya.

Dalam keadaan gawat darurat informed consent tetap merupakan hal yang paling

penting walaupun prioritasnya diakui paling bawah. Prioritas yang paling utama adalah

tindakan menyelamatkan nyawa. Walaupun tetap penting, namun informed consent tidak

boleh menjadi penghalang atau penghambat bagi pelaksanaan emergency care sebab

dalam keadaan kritis dimana dokter berpacu dengan maut, ia tidak mempunyai cukup

waktu untuk menjelaskan sampai pasien benar-benar menyadari kondisi dan

kebutuhannya serta memberikan keputusannya. Dokter juga tidak mempunyai banyak

waktu untuk menunggu kedatangan keluarga pasien. Kalaupun keluarga pasien telah

hadir dan kemudian tidak menyetujui tindakan dokter, maka berdasarkan doctrine of

necessity, dokter tetap harus melakukan tindakan medik. Hal ini dijabarkan dalam

PerMenKes Nomor 585/PerMenKes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik,

bahwa dalam keadaan emergency tidak diperlukan informed consent.

Ketiadaan informed consent dapat menyebabkan tindakan malpraktek dokter,

khususnya bila terjadi kerugian atau intervensi terhadap tubuh pasiennya. Hukum yang

umum diberbagai negaramenyatakan bahwa akibat dari ketiadaan informed consent setara

dengan kelalaian atau keteledoran. Akan tetapi, dalam beberapa hal, ketiadaan informed

consent tersebut setara dengan perbuatan kesengajaan, sehingga derajat kesalahan dokter

pelaku tindakan tersebut lebih tinggi. Tindakan malpraktek dokter yang dianggap setara

dengan kesengajaan adalah sebagai berikut :

1. Pasien sebelumnya menyatakan tidak setuju terhadap tindakan dokter, tetapi

dokter tetap melakukan tindakan tersebut.

2. Jika dokter dengan sengaja melakukan tindakan misleading tentang risiko dan

akibat dari tindakan medis yang diambilnya.

3. Jika dokter dengan sengaja menyembunyikan risiko dan akibat dari tindakan

medis yang diambilnya.

4. Informed consent diberikan terhadap prosedur medis yang berbeda secara

substansial dengan yang dilakukan oleh dokter.

Page 19: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

15

4. Mencatat semua tindakan yang dilakukan

Penyedia layanan kesehatan bertanggung jawab atas mutu pelayanan medik di

rumah sakit yang diberikan kepada pasien. Rekam Medis sangat penting dalam

mengemban mutu pelayanan medik yang diberikan oleh rumah sakit beserta staf

mediknya. Rekam Medis merupakan milik rumah sakit yang harus dipelihara karena

bermanfaat bagi pasien, dokter maupun bagi rumah sakit.

Tanggung jawab utama akan kelengkapan rekam medis terletak pada dokter yang

merawat. Tahap memperdulikan ada tidaknya bantuan yang diberikan kepadanya dalam

melengkapi rekam medis oleh staf lain di rumah sakit. Dokter mengemban tanggung

jawab terakhir akan kelengkapan dan kebenaran isi rekam medis. Data harus dipelajari

kembali, dikoreksi dan ditanda tangani juga oleh dokter yang merawat. Pada saat ini

banyak rumah sakit menyediakan staf bagi dokter untuk melengkapi rekam medis.

Namun demikian tanggung jawab utama dari isi rekam medis tetap berada pada dokter

yang bertanggung jawab. Nilai ilmiah dari sebuah rekam medis adalah sesuai dengan

taraf pengobatan dan perawatan yang tercatat. Oleh karena itu ditinjau dari beberapa segi

rekam medis sangat bernilai penting karena :

1. Pertama bagi pasien, untuk kepentingan penyakitnya dimasa sekarang maupun

dimasa yang akan datang.

2. Kedua dapat melindungi rumah sakit maupun dokter dalam segi hukum

(medikolegal). Bila mana rekam medis tidak lengkap dan tidak benar maka

kemungkinan akan merugikan bagi pasien, rumah sakit maupun dokter sendiri.

3. Ketiga dapat dipergunakan untuk meneliti medik maupun administratif. Personil

rekam medis hanya dapat mempergunakan data yang diberikan kepadanya. Bilamana

diagnosanya tidak benar dan tidak lengkap maka kode penyakitnyapun tidak tepat,

sehingga indeks penyakit mencerminkan kekurangan. Hal ini berakibat riset akan

mengalami kesulitan. Oleh karena itu data statistik dan laporan hanya dapat secermat

informasi dasar yang benar.

Rekam medis harus memuat isi sebagai berikut :

1. Semua diagnosis ditulis dengan benar pada lembaran masuk dan keluar, sesuai

dengan istilah terminologi yang dipergunakan, semua diagnosa serta tindakan

Page 20: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

16

pembedahan yang dilakukan harus dicatat Simbol dan singkatan jangan

dipergunakan.

2. Dokter yang merawat menulis tanggal dan tanda tangannya pada sebuah catatan, serta

telah menandatangani juga catatan yang ditulis oleh dokter lain Pada rumah Sakit

Pendidikan, yaitu : Riwayat Penyakit, Pemeriksaan fisik dan resume Lembaran

lingkaran masuk dan keluar tidak cukup apabila hanya ditanda tangani oleh seorang

dokter.

3. Bahwa laporan riwayat penyakit, dan pemeriksaan fisik dalam keadaan lengkap dan

berisi semua data penemuan baik yang positif maupun negative.

4. Catatan perkembangan, memberikan gambaran kronologis dan analisa klinis keadaan

pasien Frekwensi catatan ditentukan oleh keadaan pasien.

5. Hasil Laboratorium dan X-Ray dicatat dicantumkan tanggalnya serta ditanda tangani

oleh pemeriksa.

6. Semua tindakan pengobatan medik ataupun tindakan pembedahan harus itulis

dicantumkan tanggal, serta ditanda tangani oleh dokter.

7. Semua konsultasi yang dilaksanakan harus sesuai dengan peraturan staf medik harus

dicatat secara lengkap serta ditanda tangani Hasil konsultasi, mencakup penemuan

konsulen pada pemeriksaan fisik terhadap pasien termasuk juga pendapat dan

rekomendasinya.

8. Pada kasus observasi, catatan prenatal dan persalinan dicatat secara lengkap,

mencakup hasil tes dan semua pemeriksaaan pada saat prenatal sampai masuk rumah

sakit Jalannya persalinan dan kelahirannya sejak pasien masuk rumah sakit, juga

harus dicatat secara lengkap.

9. Catatan perawat dan catatan prenatal rumah sakityang lain tentang Observasi &

Pengobatan yang diberikan harus lengkap catatan ini harus diberi cap dan tanda

tangan.

10. Resume telah ditulis pada saat pasien pulang Resume harus berisi ringkasan tentang

penemuan, dan kejadian penting selama pasien dirawat, keadaan waktu pulang saran

dan rencana pengobatan selanjutnya.

Page 21: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

17

11. Bila otopsi dilakukan, diagnosa sementara / diagnosa anatomi, dicatat segera ( dalam

waktu kurang dari 72 jam ) : keterangan yang lengkap harus dibuat dan digabungkan

dengan rekam medis

12. Analisa kualitatif oleh personel medis untuk mengevaluasi kualitas pencatatan yang

dilakukan oleh dokter untuk mengevaluasi mutu pelayanan medik Pertanggung

jawaban untuk mengevaluasi mutu pelayanan medik terletak pada dokter yang

bertanggung jawab.

Berikut pasal yang mengatur mengenai rekam medis :

Pasal 46

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat

rekam medis.

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah

pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas

yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 47

(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik

dokter, dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis

merupakan milik pasien.

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga

kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan

kesehatan.

(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

diatur dengan Peraturan Menteri.

5. Apabila ragu-ragu konsultasikan dengan konsulen

Apabila saat akan melakukan tindakan terhadap pasien, dokter yang melaksanakan

tindakan dapat berkonsultasi dengan dokter penanggung jawab pasien (DPJP). Pada saat

emergency, dokter berhak melakukan upaya penyelamatan nyawa pasien terlebih dahulu.

Rekam Medis harus diberi data yang cukup terperinci, sehingga dokter lain dapat

mengetahui bagaimana pengobatan dan perawatan kepada pasien dan konsulen dapat

Page 22: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

18

memberikan pendapat yang tepat setelah dia memeriksanya ataupun dokter yang

bersangkutan dapat memperkirakan kembali keadaan pasien yang akan datang dari

prosedur yang telah dilaksanakan.

6. Memperlakukan pasien secara manusiawi

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa kriteria paling utama bagi dokter yang

baik bukanlah dokter yang pintar dengan keterampilan klnis yang baik, tetapi dokter yang

memiliki sense atau rasa kemanusiaan ketika berhadapan dengan pasien. Secara detail,

studi itu menunjukkan bahwa ada empat aspek utama yang harus dimiliki seorang dokter,

salah satunya adalah memiliki sense kemanusiaan (humanness). Dokter yang baik adah

dokter yang menghargai dan merawat pasiennya secara manusia dan tidak menganggap

mereka sebagai objek mencari keuntungan pribadi. Saat bertemu dengan pasien, dokter

yang baik memiliki niat dan komitmen untuk menolong pasien agar pasien dapat pulang

ke rumahnya dengan rasa puas dan terbebas dari rasa sakit.

Dokter yang baik akan memerlakukan pasiennya secara manusiawi dan profesional.

Mereka mendegarkan keluhan pasien dengan cermat, tidak menginterupsi keluhan

mereka, seta memiliki rasa empati dengan penyakit yang diderita oleh mereka. Dokter

yang baik tidak memeriksa pasien secara tergesa-gesa sekedar karena ingin cepat-cepat

menyelesaikan konsultasi dan memanggil pasienberikutnya. Dengan memiliki sense

kemanusiaan yang tinggi, dokter yang baik selalu menjaga kerahasiaan pasien dan tidak

membiarkan orang lain mengetahui keluhan dan kondsi pasiennya. Dokter seperti ini

melihat pasiennya sebagai manusia dan karena itu memperlakukan mereka secara

manusiawi.

7. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga, dan masyarakat sekitar

Menurut hukum perdata, hubungan profesional antara dokter dengan pasien dapat

terjadi karena 2 hal, yaitu:

1. Berdasarkan perjanjian (ius contractu)

Kontrak berupa terapeutik secara sukarela antara dokter dengan pasie

berdasarkan kehendak bebas. Tuntutan dapat dilakukan bila terjadi "wanprestasi",

yakni pengingkaran terhadap hal yang diperjanjikan. Dasar tuntutan adalah tidak,

Page 23: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

19

terlambat, salah melakukan, ataupun melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan

menurut perjanjian itu.

2. Berdasarkan hukum (ius delicto)

Berlaku prinsip siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti rugi.

Rumusan perjanjian atau kontrak menurut hukum perdata ialah suatu tindakan atau

perbuatan hukum yang dilakukan secara sukarela oleh dua orang atau lebih, yang

bersepakat untuk memberikan "prestasi" satu kepada lainnya. Dalam hubungan antara

dokter dengan pasien, timbul perikatan usaha (inspanningsverbintenis) dimana sang

dokter berjanji memberikan "prestasi" berupa usaha penyembuhan yang sebaik-

baiknya dan pasien selain melakukan pembayaran, ia juga wajib memberikan

informasi secara benar atau mematuhi nasihat dokter sebagai "kontra-prestasi".

Disebut perikatan usaha karena didasarkan atas kewajiban untuk berusaha. Dokter

harus berusaha dengan segala daya agar usahanya dapat menyembuhkan penyakit

pasien. Hal ini berbeda dengan kewajiban yang didasarkan karena hasil atau

resultaat pada perikatan hasil (resultaatverbintenis), dimana prestasi yang diberikan

dokter tidak diukur dengan apa yang telah dihasilkannya, melainkan ia harus

mengerahkan segala kemampuannya bagi pasien dengan penuh perhatian sesuai

standar profesi medis. Selanjutnya dari hubungan hukum yang terjadi ini timbullah

hak dan kewajiban bagi pasien dan dokter.

2.4 Sengketa Medik

2.4.1 Ketidakpuasan pasien atau keluarganya terhadap pelayanan dokter

Tenaga kesehatan, sebuah profesi yang masih mendapat tempat yang istimewa di

mata masyarakat. Bukan hanya karena kedalaman ilmunya, tetapi karena jiwa

kemanusiaannya yang akrab dengan tugasnya yang amat mulia, yakni menyelamatkan

nyawa orang. Tetapi, sepertinya kesan baik itu sudah mulai luntur dengan banyaknya

tingkah laku tenaga kesehatan yang mulai menimbulkan rasa was-was kepada pasien.

Faktanya, tidak jarang, tenaga kesehatan melakukan kesalahan-kesalahan yang tidak

lazim dalam menjalankan tugasnya yang ironisnya tak jarang menyebabkan kerugian

yang amat besar kepada pasien. Kesalahan-kesalahan yang terjadi saat proses pelayanan

seorang tenaga kesehatan tak jarang karena disebabkan oleh kelailaian si tenaga

Page 24: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

20

kesehatannya sendiri, padahal bisa jadi, kekurang telitian tersebut sebenarnya bisa

dihindari. Ketidakpuasan pasien dapat disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Gagal Berkomunikasi

Salah satu penyumbang faktor yang terbesar terjadinya ketidakpuasan pasien adalah

masalah komunikasi yang dibangun sewaktu tenaga kesehatan menggali informasi dari

pasien. dalam praktik medis disebut dengan anamnesis. Beberapa fakta empiric yang

sering diresahkan masyarakat adalah sikap tenaga kesehatan yang kurang ramah, kurang

empati dan kurang mengayomi pasien-pasiennya. Pasien hanya didibaratkan sebagai

sebuah mesin yang tunduk pada perintah tenaga kesehatan tanpa memperhatikan

feedback langsung dari lawan bicaranya.

Ketidaksempurnaan tenaga kesehatan dalam membangun komunikasi terhadap

pasien akan berakibat buruk terhadap proses terapeutik yang dikelolanya nanti. Karena

tak jarang, tenaga kesehatan terlalu intervensif dalam melakukan anamnesis. Seorang

tenaga kesehatan menurut sebuah penelitian di Amerika, umumnya menyela keluhan

yang disampaikan pasiennya setelah 22 detik. Artinya, tenaga kesehatan sering tidak

sabar menunggu Anda menyelesaikan semua keluhan, dan lebih suka menghentikannya

di tengah-tengah pembicaraan. Padahal, jika tenaga kesehatan mau bersikap lebih sabar

sedikit saja terhadap pasiennya, dan mendengarkan semua penjelasan yang disampaikan,

hal itu tidak memakan waktu lama. Penelitian yang dilakukan di Swiss, menyimpulkan

bahwa pasien rata-rata hanya butuh waktu dua menit untuk menyelesaikan semua

keluhan yang dirasakan.

2. Krisis waktu

Kurangnya perhatian dalam hal komunikasi ini sedikit banyak dipengaruhi oleh

alokasi waktu yang diberikan tenaga kesehatan kepada pasiennya. Tenaga kesehatan,

terutama di negeri ini, cenderung bersikap kurang bijak antara kemampuan dan output

pemeriksaan yang mereka lakukan. Para tenaga kesehatan lebih mengutamakan kuantitas

pasien yang mereka periksa daripada kualitas hasil pemeriksaannya. Tak jarang, mereka

memaksakan jam periksanya di luar batas endurance fisiknya. Tuntutan kejar tayang

menyebabkan kurangnya fokus tenaga kesehatan sewaktu memeriksa pasien. Otomatis,

alokasi waktu anamnesis pasien sangat sedikit. Padahal, kunci keberhasilan pasien adalah

Page 25: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

21

pada anamnesis. Tanpa anamnesis yang baik, diagnosis pasien bisa meleset dan berakibat

terjadinya ketidakpuasan pasien.

2.4.2 Penyelesaian ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan dokter

Hubungan pasien dan SPK (Sarana Pelayanan Kesehatan) adalah suatu hubungan

sederajat berupa perikatan ikhtiar dengan masing-masing memiliki hak dan

kewajibannya. Karena pengobatan merupakan suatu ikhtiar, SPK tidak bisa menjanjikan

kesembuhan, melainkan memberikan usaha maksimal sesuai dengan standar pelayanan

untuk kesembuhan pasien.Pasien sebaiknya mengerti bahwa haknya adalah mendapat

penjelasan secara lengkap mengenai penyakit, pemeriksaan, pengobatan, efek samping,

risiko, komplikasi, sampai alternatif pengobatannya. Pasien juga berhak untuk menolak

pemeriksaan atau pengobatan dan meminta pendapat dokter lain. Selain itu, isi rekam

medik atau catatan kesehatan adalah milik pasien sehingga berhak untuk meminta

salinannya. Pasien memiliki kewajiban untuk memberikan informasi selengkap-

lengkapnya, mematuhi nasihat/anjuran pengobatan, mematuhi peraturan yang ada di

SPK, dan membayar semua biaya pelayanan kesehatan yang telah diberikan.

Di pihak lain, SPK wajib memberikan pelayanan sesuai dengan standar dan

kebutuhan medis pasien, merujuk ke tempat yang lebih mampu jika tidak sanggup

menangani pasien, dan merahasiakan rekam medik. SPK pun berhak menerima

pembayaran atas jasa layanan kesehatan yang diberikannya kepada pasien. Selain

mengerti hak dan kewajibannya, kedua belah pihak pun harus memiliki komunikasi yang

baik dan rasa saling percaya untuk menghindari kesalahpahaman. Berbagai konflik antara

pasien dan SPK hampir selalu diawali oleh komunikasi yang buruk dan kurangnya rasa

percaya di antara keduanya. Baik pasien maupun SPK harus saling terbuka dan mau

menerima masukan agar pengobatan dapat dilaksanakan dengan baik.Ada berbagai cara

lain yang dapat dipilih, seperti penyelesaian secara kekeluargaan atau dengan bantuan

penengah/mediator yang dipercayai dan dihormati oleh kedua pihak.

Selain cara-cara penyelesaian masalah di atas, terdapat pula Majelis Kehormatan

Etika Kedokteran (MKEK) jika pasien merasa dokter berlaku tidak sesuai etika. Untuk

masalah yang berkaitan dengan kinerja/tindakan dokter di dalam praktiknya, pasien dapat

Page 26: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

22

mengadukannya ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) yang

anggotanya terdiri atas tokoh masyarakat, sarjana hukum, dan dokter.

Pasien bisa mengadu ke kedua lembaga tersebut sekaligus dengan meminta bantuan

kantor cabang organisasi profesi dokter atau dinas kesehatan setempat.

Hubungan pasien dan SPK memang dinamis sehingga masalah pun akan selalu timbul.

Dengan cara penyelesaian masalah yang tepat, diharapkan hubungan di antara keduanya

dapat terus terjalin dengan baik sehingga dunia pelayanan kesehatan di Indonesia dapat

lebih berkualitas.

2.5 Pemahaman masyarakat tentang malpraktek

Asumsi masyarakat tentang kesehatan menyimpang.Anggapan bahwa layanan di

rumah sakit harus selalu sempurna, seolah olah stigma di masyarakat adalah layanan

rumah sakit yang baik, pasien pasti sembuh. Dokter dianggap serba bisa, kalau tidak

sembuh, berarti malpraktek. Pelayanan kedokteran itu kompleks dan berjenjang,

pekerjaan yang harus dilakukan dengan penuh hati-hati, berhubungan dengan manusia

(Hak Asasi Manusia). Sedangkan permasalahan yang dihadapi saat ini adalah pasien

sering dibawa terlambat, dokter multifungsi, dimana sebagai dokter memiliki banyak

kesibukan dan jabatan sehingga kadang kadang terjadi overwork.

Masyarakat mempercayai bahwa usaha medis dokter berhubungan dengan takdir

dari Tuhan. Mitos bahwa segala upaya manusia hanya usaha, namun Tuhan yang

menentukan masih menghinggapi sebagian besar masyarakat. Hal ini semakin membuat

para dokter terlena dan sewenang-wenang mengobati pasien. Padahal tindakan medis

apapun sebenarnya sudah terukur. Proses penanganan medis ada prosedunya dan hasil

dari tindakan dokter jelas terukur dan dapat diperkirakan, dengan adanya pemahaman

masyarakat seperti itu maka jika ada malpraktek, dokter dianggap masyarakat Indonesia

dapat lepas tangan dan tak tersentuh oleh hukum. Masyarakat pun tak menuntut para

dokter yang tak profesional karena adanya pemahaman masyarakat mengenai hal

tersebut.

Page 27: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

23

2.6 Unsur malpraktek

1. Unsur kesengajaan (intensional)

Unsur kesengajaan (intensional) menyebabkan professional misconducts (melakukan

tindakan yang tidak benar)

Menahan-nahan pasien

Tindak pidana ini menurut pasal 333 KUHP, yaitu “barang siapa dengan

sengaja dan melawan hukum merampas kemerdekaan (menahan) orang atau

meneruskan tahanan itu dengan melawan hak”.

Istilah dari kata “menahan” dan “meneruskan penahanan” dari pasal di atas,

adalah:

a. Menahan; menunjukkan aflopende-delicten (delik yang sekilas atau sekejap).

b. Meneruskan penahanan; menunjukkan voor tdurende delicten (delik yang

selalu/ terus-menerus diperbuat).

Unsur-unsur dari pasal 333, yaitu:

a. Perbuatan “menahan/ merampas kemerdekaan”.

b. Yang ditahan “orang”.

c. Penahanan terhadap orang itu untuk melawan hak.

d. Adanya unsur kesengajaan dan melawan hukum.

Pasal 333 KUHP ini hanya melindungi kemerdekaan badan seseorang,

bukan kemerdekaan jiwa. Jadi, harus adanya perbuatan yang menyentuh badan

seseorang yang ditahan, misalnya diikat tangannya sehingga sulit bergerak.

Membuka rahasia kedokteran tanpa hak

Masalah sanksi merupakan hal yang sentral dalam hukum pidana

karena seringkali menggambarkan nilai–nilai sosial budaya bangsa. Artinya,

pidana mengandung tata nilai (value) dalam suatu masyarakat mengenai apa

yang amoral serta apa yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. Disamping

keberadaannya telah menjadi kecenderungan internasional, sistem pemidanaan

yang bertolak dari ide individualisasi pidana ini merupakan hal yang harus

diperhatikan sehubungan dengan pendekatan humanistik dalam penggunaan

sanksi pidana untuk tujuan perlindungan masyarakat (social defence). Ide

menyangkut konsepsi social defence tersebut ternyata diterima oleh ahli hukum

Page 28: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

24

pidana di Indonesia, terbukti dalam pasal 322 KUHP menyebutkan bahwa

barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena

jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam

dengan pidana penjara paling lama sembilan ribu rupiah. Jika kejahatan itu

dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut

atas pergaulan orang itu. Menurut R. Soesilo dokter yang membuka rahasia dapat

dihukum menurut pasal ini, maka elemen–elemen di bawah ini harus

dibuktikan :

a. Yang diberitahukan (dibuka) itu harus suatu rahasia.

b. Bahwa orang itu diwajibkan untuk menyimpan rahasia tersebut dan ia

harus betul–betul mengetahui, bahwa ia wajib menyimpan rahasia itu.

c. Bahwa kewajiban untuk menyimpan rahasia itu adalah akibat dari suatu

jabatan atau pekerjaan yang sekarang, maupun yang dahulu pernah

jabatan.

d. Membukanya rahasia itu dilakukan dengan sengaja. Yang diartikan dengan

rahasia yaitu barang sesuatu yang hanya diketahui oleh orang yang

berkepentingan, sedang orang lain belum mengetahuinya. Siapakah yang

diwajibkan menyimpan rahasia itu, tiap–tiap peristiwa harus ditinjau

sendiri–sendiri oleh hakim yang masuk disitu misalnya seorang dokter

harus menyimpan rahasia penyakit pasiennya.

Proses hukum ini perlu dilakukan, agar para dokter lainnya atau para

profesional dalam bidang lainnya, tidak seenaknya saja membuka dan

membeberkan rahasia jabatan di muka umum. Seringkali didengar para

dokter yang dengan enteng membeberkan penyakit dari pasiennya yang

sebenarnya termasuk ke dalam rahasia jabatan. Para profesional ini tahu,

tentang adanya rahasia kedokteran, tetapi karena tidak pernah terjadi adanya

pengaduan dari mereka yang dilanggar haknya atas rahasia kedokteran, maka

pelanggaran terhadap hak pasien yang satu ini seringkali terjadi. Tidak dapat

dihindarkan bahwa wajib penyimpan rahasia membandingkan berat ringannya

kepentingan–kepentingan yang harus diperhatikan dan yang saling

bertentangan. Titik tolaknya adalah menyimpan rahasianya. Hanya kalau

Page 29: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

25

dikehendaki oleh kepentingan–kepentingan yang dianggap lebih berat dari pada

kepentingan “Pemilik Rahasia” ditambah dengan kepentingan–kepentingan

tersebut dan akhirnya pemutusan apakah wajib menyimpan rahasia

menggunakan hak tolaknya atau tidak, dilakukan sendiri oleh wajib

penyimpan rahasia, kalau dirasa perlu setelah berunding dengan satu orang

atau lebih yang ia pilih, rekan atau bukan rekan.

Seorang saksi sebelum memberi kesaksian harus sumpah bahwa ia

akan memberi keterangan tentang segala sesuatu yang benar dan tidak lain dari

pada yang benar. Ia tidak dapat mengungkapkan hanya sebagian dari kebenaran

dan menyembuhkan bagian yang lain, ini akan mendapatkan kedustaan dan

demikian sumpah palsu. Jadi seorang dokter atau wajib penyimpan rahasia

lain dihadapkan sebagai saksi menggunakan hak tolaknya, walaupun diminta

dengan sangat oleh pasiennya untuk memberi kesaksian, ada kemungkinan

bahwa dokter tersebut berbuat demikian untuk kepentingan pasiennya.

Menurut undang-undang RI NO. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Pasal 4 berbunyi demikian :

1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran

wajib menyimpan rahasia kedokteran.

2. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan

pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka

penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan

perundang-undangan.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan

Menteri.

Sanksi yang diberikan dapat sebagai berikut :

1. Sanksi terhadap pelanggaran dari hukum diterapkan oleh penguasa (orang

atau lembaga yang memegang kekuasaan).

2. Sanksi terhadap pelanggaran dari etika diterapkan oleh masyarakat.

Page 30: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

26

Aborsi ilegal

Naluri yang terkuat pada setiap makhluk bernyawa termasuk manusia adalah

mempertahankan hidupnya. Untuk itu manusia diberi akal, kemampuan berpikir

dan mengumpulkan pengalamannya, sehingga dapat mengembangkan

ilmupengetahuan dan usaha untuk menghindarkan diri dari bahaya maut. Semua

usaha tersebut merupakan tugas seorang dokter. Ia harus berusaha memelihara

dan mempertahankan hidup makhluk insani.

Banyak pendapat mengenai abortus provocatus yang disampaikan oleh

berbagai ahli dalam berbagai macam bidang seperti agama, kedokteran, sosial,

hukum, eugenetika, dan sebagainya. Pada umumnya setiap Negara mempunyai

undang-undang yang melarang abortus provocatus (pengguguran kandungan).

Abortus provocatus dapat dibenarkan sebagai pengobatan, apabila merupakan

satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari bahaya maut (abortus provocatus

therapeuticus). Dalam undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan

diperjelas mengenai hal ini. Indikasi medic ini dapat berubah-ubah sesuai

perkembangan ilmu kedokteran. Beberapa penyakit seperti hipertensi,

tuberkulosis dan sebagainya.Sebaliknya ada pula negara yang membenarkann

indikasi sosial, humaniter, dan eugenetik, seperti misalnya di Swedia dan Swiss

yaitu bukan semata-mata untuk menolong ibu, melainkan juga

mempertimbangkan demi keselamatan anak, baik jasmaniah maupun rohaniah.

Keputusan untuk melakukan abortus provocatus therapeuticus harus dibuat

oleh sekurang-kurangnya dua dokter dengan persetujuan tertulis dari wanita hamil

yang bersangkutan, suaminya dan atau keluarhanya yang terdekat. Hendaknya

dilakukan dalam suatu rumah sakit yang mempunyai cukup sarana untuk

melakukannya.

Menurut penyelidikan, abortus provocatus paling sering terjadi pada wanita

bersuami, yang telah sering melahirkan, keadaan sosial dan keadaan ekonomi

rendah. Ada harapan abortus provocatus di kalangan wanita bersuami ini akan

berkurang apabila keluarga berencana sudah dipraktekkan dengan tertib. Setiap

dokter perlu berperan serta untuk membantu suksesnya program keluarga

Page 31: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

27

berencana ini.Seperti yang telah diatur pada pasal 349 KUHP, “Jika seorang

dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal

346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang

diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal

itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan

pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.” dimana dokter dapat dikenakan

sanksi 4 tahun penjara.

Euthanasia

Euthanasia memiliki tiga arti, yaitu :

a. Berpindah ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan dan bagi

yang beriman dengan nama Allah di bibir.

b. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) oenderitaan pasien diperingan

dengan memberi obat penenang.

c. Mengakhiri penderitaan dan hidup pasien dengan sengaja atas permintaan

pasien sendiri dan keluarganya.

Pada suatu saat seorang dokter mungkin menghadapi penderitaan yang tidak

tertahankan, misalnya karena kanker dalam keadaan yang menyedihkan, kurus

kering bagaikan tulang dibungkus kulit, menyebarkan bau busuk, menjerit-jerit

dan sebagainya. orang yang berpendirianpro euthanasia dalam butir c, akan

mengajukan supaya pasien diberi saja morphindalam dosis lethal, supaya ia bebas

dari penderitaan yang berat itu. di beberapa Negara Eropa dan Amerika sudah

banya terdengar suara yang pro-euthanasia. mereka mengadakan gerakan yang

mengukuhkannya dalam undang-undang. Sebaliknya, bagi mereka yang kotra-

euthanasia berpendirian bahwa tindakan demikian sama dengan pembunuhan.

Kita di Indonesia sebagai umat yang beragama dan berfalsafah atau berazazkan

Pancasila percaya pada kekuasaan mutlak dari Tuhan Yang Maha Esa. segala

sesuatu yang diciptakannya serta penderitaan yang dibebankan kepada

makhlukNya mengandung makna dan maksud terentu. dokter harus mengerahkan

segala kepandaianannya dan kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan

memelihara hidup akan tetapi tidak untuk mengakhirinya.

Page 32: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

28

Memberikan keterangan palsu

Pada pasal 267 KUHP dinyatakan bahwa :

(1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu

tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan

pidana penjara paling lama empat tahun.

(2) Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seseorang ke

dalam rumah sakit jiwa atau untuk menahannya di situ, dijatuhkan pidana

penjara paling lama delapan tahun enam bulan.

(3) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai

surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Melakukan praktek tanpa ijin

Pada pasal 2 kodeki, disebutkan bahwa, “Seorang dokter harus senantiasa

berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi”.

Ijazah yang dimiliki seseorang, merupakan persyartan untuk memperoleh ijin

kerja sesuai profesinya (SID (surat ijin dokter) atau SP (Surat Penugasan)). Untuk

melakukan pekerjaan profesi kedokteran, wajib dituruti peraturan perundang-

undangan yang berlaku (SP, yaitu : Surat Ijin Penugasan).

1. Unsur Pelanggaran

Negligence (kelalaian)

Melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan kerugian pada pasien.

Kelalaian medik merupakan salah satu bentuk dari malpraktik medis, sekaligus

merupakan bentuk malpraktik medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya

kelalaian terjadi apabila seorang dengan tidak sengaja melakukan sesuatu (komisi)

yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang

seharusnya dilakukan oleh orang lain yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu

keadaan dan situasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama.

Pengertian istilah kelalaian medis menurut World Medical Association (1992)

yaitu : Medical malpractice involves the physicians’s failure to conform to the

standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of skill, or

Page 33: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

29

negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to

the patient. WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah

akibat malpraktik medis. Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya

yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi mengakibatkan

cedera pada pasien tidak termasuk dalam pengertian malpraktik atau kelalaian medik.

Suatu perbuatan atau sikap tenaga medis dianggap lalai apabila memenuhi empat

unsur di bawah ini :

Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan atau tidak

melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada suatu kondisi

medis tertentu

Dereliction of the duty / penyimpangan kewajiban tersebut

Damage/kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai

kerugian akibat layanan dari kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh pemberi

layanan

Indirect causal relationship / hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini

harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan

kerugian yang setidak-tidaknya merupakan “proximate cause”.

Malfeasance (pelanggaran jabatan)

Melakukan tindakan yang melanggar hukum atau tindakan yang tidak tepat dan layak

(unlawful/improper). Seperti melakukan tindakan pengobatan tanpa indikasi yang

memadai dan mengobati pasien denga coba-coba tanpa dasar yang jelas.

Misfeasance (ketidak hati-hatian)

Melakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat

(improper performance). Seperti melakukan tindakan medis dengan menyalahi

prosedur.

Lack of skill (kurang keahlian)

Melakukan tindakan diluar kemampuan atau kompetensi seorang dokter, kecuali pada

situasi kondisi sangat darurat, seperti melakukan pembedahan oleh bukan dokter, dan

mengobati pasien diluar spesialisasinya.

Page 34: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

30

2.7 Sanksi malpraktek

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

a. Pasal 359

“Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara

selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.”

b. Pasal 360

“Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang luka berat dihukum penjara

selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya 1 tahun.”

c. Pasal 361

“Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang menjadi sakit atau tidak dapat

menjalankan jabatannya atau pekerjaanya sementara, dihukum dengan selama-

lamanya sembilan bulan atau hukuman selama-lamanya enam bulan atau

hukumkan denda setinggi-tingginya Rp 4.500.000,00.

2. Undang-Undang Praktik Kedokteran

a. Pasal 75 ayat 1

“Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik

kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam

pasal 29 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda

paling banyak Rp 100.000.000,00.

b. Pasal 76

Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran

tanpa meliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 dipidana

dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp

100.000.000,00

c. Pasal 79

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda oaling banyak

Rp 50.000.000,- setiap dokter atau dokter gigi yang :

1) Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud dalam

pasal 41 ayat 1.

Page 35: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

31

2) Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud dalam

pasal 46 ayat 1.

3) Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam

pasal 51 huruf a,b,c,d atau e.

2.8 Sanksi Pelanggaran Disiplin

Pelanggaran disiplin dokter adalah pelanggaran aturan-aturan dan/atau ketentuan-

ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan praktik kedokteran yang harus diikuti

oleh dokter. Pelanggaran disiplin di bidang kedokteran diatur dalam Peraturan Konsil

Kedokteran Indonesia (Perkonsil) Nomor 16 tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan

Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi oleh Majelis Kehormatan

Disiplin Kedokteran Indonesia. Sesuai dengan pasal 27 ayat (2), dokter yang terbukti

bersalah melakukan pelanggaran disiplin kedokteran diberikan sanksi disiplin. Sanksi

disiplin ini diputuskan pada sidang Majelis Pemeriksa Disiplin (MPD), yang merupakan

keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) atau keputusan

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di tingkat Provinsi(MKDKI-P) yang

mengikatnya.Sanksi disiplin tersebut dijelaskan lebih lanjut pada pasal 28 ayat (1).

Sanksi disiplin yang diberikan dapat berupa:

a. Pemberian peringatan tertulis;

b. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik;

dan/atau

c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan

kedokteran atau kedokteran gigi.

Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik dapat

berupa rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik sementara

selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau

Surat Izin Praktik tetap atau selamanya (Pasal 28 ayat (2)). Adapun kewajiban mengikuti

pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi sesuai

dengan pasal 28 ayat (3)

Page 36: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

32

a. Pendidikan formal

b. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau keterampilan, magang di institusi

pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana

pelayanan kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan

paling lama 1 (satu) tahun.

Wewenang MKDKI dalam melaksanakan tugasnya pada kasus pelanggaran disiplin

kedokteran telah diatur dalam Perkonsil No.15 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan Majelis Kehormatan

Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi pasal 5 ayat (1).

a. Menerima pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi

b. Menetapkan jenis pengaduan pelanggaran disiplin atau pelanggaran etika

atau bukan keduanya

c. Memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi

d. Memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi

e. Menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi

f. Melaksanakan keputusan MKDKI

g. Menyusun tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan

doktergigi

h. Menyusun buku pedoman MKDKI dan MKDKI-P

i. Membina, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas MKDKI-P

j. Membuat dan memberikan pertimbangan usulan pembentukan MKDKI-

Pkepada Konsil Kedokteran Indonesia

k. Mengadakan sosialisasi, penyuluhan, dan diseminasi tentang MKDKI dan

dan MKDKI-P mencatat dan mendokumentasikan pengaduan, proses

pemeriksaan, dan keputusan MKDKI.

Ringkasnya, MKDKI berwenang untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran

disiplin kedokteran serta menetapkan sanksi disiplinnya. Akan tetapi, MKDKI tidak

menangani sengketa antara dokter dan pasien/keluarganya. Pada Peraturan Konsil

Kedokteran Indonesia No.2 tahun 2011 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan

Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi disebutkan bahwa dalam penanganan

Page 37: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

33

pelanggaran disiplin kedokteran terdapat tahap pemeriksaan awal dan tahap pemeriksaan

disiplin. Tahap pemeriksaan awal adalah sebagai berikut :

1. Setiap orang atau kepentingan yang dirugikan melakukan pengaduan tertulis kepada

MKDKI, dengan memenuhi persyaratan pengaduan yang telah ditentukan dalam

perkonsil

2. Ketua MKDKI menetapkan Majelis Pemeriksa Awal, yang terdiri atas anggota

MKDKI, untuk menangani kasus dugaan pelanggaran disiplin kedokteran tersebut.

3. Majelis Pemeriksa Awal melakukan investigasi dan membuat satu di antara 3

keputusan, yaitu:

a. Kasus yang diadukan bukan merupakan kasus diluar disiplin. Kasus diserahkan

kembali kepada pengadu.

b. Kasus yang diadukan merupakan kasus pelanggaran etik. Kasus seperti ini

diserahkan oleh secretariat MKDKI kepada organisasi profesi, dalam hal ini

IDI.

c. Kasus tersebut benar merupakan kasus pelanggaran disiplin. Selanjutnya, ketua

MKDKI menetapkan Majelis Pemeriksa Disiplin untuk melakukan tahap

pemeriksaan disiplin.

Langkah-langkah tersebut dapat disederhanakan dalam bagan berikut:

Bagan 1. Tahap pemeriksaan awal penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin

(Sumber: Hartono dkk, Pemahaman Etik Medikolegal: Pedoman Bagi Profesi Dokter, 2008, hlm.42)

Setiap orang atau

kepentingan yang

dirugikan

Pengaduan tertulis

verifikasi

Penetapan Majelis

Pemeriksa Awal

oleh ketua MKDKI

Pemeriksa awal

Investigasi

Keputusan MPA

Ditolak diluar disiplin Pelanggaran etik Pelanggaran disiplin

PELAKSANAAN KEPUTUSAN MAJELIS PEMERIKSA AWAL

Kepada Pengadu Sekretariat MKDKI Penetapan Majelis

Pemeriksa Disiplin oleh

Ketua MKDKI Organisasi Profesi

Page 38: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

34

Adapun tahap pemeriksaan disiplin adalah sebagai berikut:

1. Majelis Pemeriksa Disiplin melakukan proses pembuktian terhadap kasus.

2. Majelis Pemeriksa Disiplin membuat satu di antara 4 keputusan, yaitu:

a. Dokter dinyatakan bebas/ tidak bersalah. Oleh sekretariat MKDKI, dokter tidak

dikenai sanksi apapun.

b. Dokter diberikan peringatan tertulis oleh MKDKI.

c. Dilakukan rekomendasi pencabutan STR/SIP. Sekretariat MKDKI menghubungi KKI

untuk pencabutan STR dan Dinkes Kab/Kota untuk pencabutan SIP.

d. Dokter diwajibkan mengikuti pendidikan/ pelatihan kembali. Sekretariat MKDKI

menyerahkan kepada KKI, untuk menangani pendidikan/ pelatian

tersebut.Pendidikan/ pelatihan dilaksanakan di instansi penidikan dan kolegium yang

akan mengeluarkan bukti bahwa telah dilaksanakan.

Langkah-langkah tersebut dapat disederhanakan dalam bagan berikut:

Bagan 2. Tahap pemeriksaan disiplin penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin.

(Sumber: Hartono dkk, Pemahaman Etik Medikolegal: Pedoman Bagi Profesi Dokter, 2008, hlm.43)

Bebas/ tidak

bersalah

Peringatan tertulis Rekomendasi

pencabutanSTR/ SIP

PELAKSANAAN KEPUTUSAN MAJELIS PEMERIKSA DISIPLIN

Sekretariat

MKDKI

Sekretariat

MKDKI

Mengikuti

pendidikan/ pelatihan

Pemeriksaan awal

pelanggaran

disiplin

Penetapan Majelis

Pemeriksa oleh

ketua MKDKI

Pemeriksaan

proses

pembuktian

Keputusan

Sekretariat

MKDKI

Sekretariat

MKDKI

KKI

STR

Dinkes

Kab/ Kota

SIP

KKI

Page 39: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

35

2.9 Standar Profesi Dokter

Semua profesional dalam melaksanakan pekerjaannya harus sesuai dengan apa yang

disebut standar (ukuran) profesi.Komalawati memberikan batasan yang dimaksud dengan

standar profesi adalah pedoman yang harus digunakan sebagai petunjuk dalam

menjalankan profesi secara baik. Berkenaan dengan pelayanan medik, pedoman yang

digunakan adalah standar pelayanan medik yang terutama dititik beratkan pad proses

tindakan medik. Menurut Leenen, salah seorang pakar Hukum Kesehatan dan Negeri

Belanda, Standar Profesi Medis dapat diformulasikan sebagai berikut:

a. Terapi (yang berupa tindakan medik tertentu) harus teliti

b. Harus sesuai dengan ukuran medis (kriteria yang ditentukan dalam kasus konkret

yang dilaksanakan berdasarkan ilmu pengetahuan medik), yang berupa cara

tindakan medis tertentu. Dan tindakan medis yang dilakukan haruslah berdasarkan

ilmu pengetahuan medik dan pengalaman.

c. Sesuai dengan kemampuan rata-rata yang dimiliki oleh seorang dokter dengan

kategori keahlian medis yang sama.

d. Dalam kondisi yang sama

e. Dengan sarana dan upaya yang wajar sesuai dengan tujuan konkrit tindakan medis

tertentu tersebut.

2.9.1 Rumusan Leenen tentang Standar Profesi Kedokteran tersebut lebih dijelaskan secara detail

oleh Hariyani sebagai berikut :

a. berbuat secara teliti atau seksama (zorgvuldig handelen) dikaitkan dengan culpa/

kelalaian. Bila dokter bertindak tidak teliti, tidak berhati-hati maka ia memenuhi

unsur kelalaian, dan bila tindakannya sangat tidak berhati-hati atau ceroboh maka

ia memenuhi “culpa lata”.

b. Sesuai ukuran ilmu medik (volgens de medische standard).

c. Kemampuan rata-rata (average) dibanding kategori keahlian medik yang sama

(gemiddelde bewaamheid van gelijke medische categorie).

d. Situasi dan kondisi yang sama (gelijke omstandigheden).

e. Sarana upaya (middelen) yang sebanding/ proporsional (= asas proportionalitas)

sebagai terjemahan dari met middelen die in redeljke verhouding staan dengan

tujuan konkrit tindakan perbuatan tersebut (tot het concreet handelingsdoel).

Page 40: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

36

Dalam Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran,

pengertian standar profesi disebutkan di dalam penjelasan pasal 50. Standar profesi

adalah kemampuan (pengetahuan/knowledge, keterampilan teknis/skill dan sikap

perilaku/professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh individu untuk dapat

melakukan kegiatan profesinya di masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi

profesi. Standar profesi kedokteran adalah batasan kemampuan minimal dokter, sebagai

syarat untuk melakukan kegiatan profesionalnya. Standar profesi ini dibuat oleh suatu

organisasi profesi, dalam hal ini adalah Ikadan Dokter Indonesia (IDI).Dokter yang

melaksanakan praktik kedokteran sesuai dengan standar profesi dan standar operasional

prosedur, berhak memperoleh perlindungan hukum.

Pada pasal 2 KODEKI disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa

melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi. Melakukan profesi kedokteran adalah

sesuai dengan ukuran ilmu kedokteran mutakhir, etika umum, etika kedokteran, hukum

dan agama sesuai tingkat atau jenjang pelayanan kesehatan, serta kondisi dan situasi

setempat.

Standar profesi dokter merupakan pedoman bagi para dokter dalam menjalankan

profesinya untuk menjaga mutu pelayanan. Acuan yang dipakai dalam menyusun standar

profesi adalah katalog pendidikan dokter. Menurut SK Mendiknas No. 45/U/2002

kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki

seseorang sebagai syarat untuk dianggapmampu oleh masyarakat dalam menjalankan

tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Standar kompetensi dokter di indonesia dibuat

dengan tujuan agar kemampuan profesi dapat diukur dengan jelas.

Standar kompetensi dokter Indonesia terdiri atas 7 (tujuh) area kompetensi yang

diturunkan dari gambaran tugas, peran, dan fungsi dokter layanan primer :

1. Profesionalitas yang luhur

2. Mawas diri dan pengembangan diri

3. Komunikasi efektif

4. Pengelolaan informasi

5. Landasan ilmiah ilmu kedokteran

6. Keterampilan klinis

Page 41: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

37

7. Pengelolaan masalah kesehatan

Standar pelayanan medis disusun oleh ikatan dokter indonesia sebagai salah satu

upaya penertiban dan peningkatan manajemen rumah sakit dengan memanfaatkan

pendayagunaan segala sumber daya yang ada di rumah sakit. Pelayanan medis sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien

yang meliputi jenis penyakit, penegakan diagnosis, lama rawat inap, pemeriksaan

penunjang yg diperlukan, dan terapi yg diberikan.

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan Indonesia dilakukan dengan

meningkatkan mutu dan kuantitas sumber daya, tenaga, peralatan, pelengkapan dan

mateial yang diperlukan dengan menggunakan teknologi tinggi atau dengan kata lain

meningkatkan input dan struktur, serta memperbaiki metode atau penerapan teknologi

yang dipergunkan dala kegiatan pelayanan, hal ini berarti memperbaiki pelayanan

kesehatan.Pelayanan medis di rumah sakit wajib mempunyai standar pelayanan medis

yang merupakan standar operasional prosedur(SOP).

2.10 Contoh kasus

Kasus 1. Sindrom Steven Johnson (SSJ)

Tubuh RN melepuh setelah menjalani pengobatan di Puskesmas Ciracas. Kadinkes DKI

Dien Emawati menyebut penyakit Ratna adalah Sindrom Steven Johnson (SSJ). Keluarga

mencurigai kasus ini adalah malpraktek.

Analisa kasus:

SSJ merupakan suatu kumpulan gejala klinis berupa kulit melepuh kemerahan pada

seluruh bagian kulit, selaput lendir seperti bibir serta mata. Penyakit SSJ sebenarnya

bukan sekedar penyakit alergi obat biasa. Banyak faktor dan kondisi yang

mempengaruhinya. Penyebab atau faktor yang mempengaruhi SSJ sangat rumit dan sukar

ditentukan dengan pasti karena dapat disebabkan oleh berbagai faktor, walaupun pada

umumnya sering dikaitkan dengan respons imun terhadap obat. Beberapa faktor

penyebab timbulnya SSJ biasanya diawali adanya infeksi virus, jamur, bakteri, parasit

yang ditambah adanya alergi obat, makanan tertentu, penyakit kolagen, keganasan,

kehamilan. Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan salisilat,

Page 42: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

38

sulfa, penisilin, antikonvulsan, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif dan

obat antiinflamasi non-steroid. Sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun

dapat terjadi berulang dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap

obat-obatan penyebab.

Kasus SSJ bukan merupakan malpraktek, karena tidak ada seorang dokterpun yang dapat

menghindarinya. Tes alergi obatpun jika dilakukan dan hasilnya negatif belum tentu

dapat mencegah kasus SSJ karena penyebabnya multifaktorial. Dokter hanya bisa berhati-

hati dan waspada saat penderita terdapat riwayat alergi obat. Namun, tidak setiap alergi

obat dapat terjadi seperti kasus SSJ. Bahkan seorang yang tidak pernah mengalami alergi

obat dapat terkena SSJ juga.

Kasus 2. Kejang

Jam 02.00 dinihari , sepasang suami istri itu membawa anaknya berobat ke klinik terdekat

karena anaknya yang berusia 3 tahun panas tinggi dengan suhu 41,7 derajat celsius. Anak

itu kemudian diberikan obat yang dimasukkan melalui anus (pantatnya) berharap agar

suhunya segera dan cepat turun. Namun begitu dokter hendak membalikkan badan, anak

itu pun kejang, dan si ibu menuding gara-gara obat yang barusan dimasukkan itulah yang

menyebabkan anaknya kejang.

Analisa Kasus:

Kejang pada kasus ini dapat terjadi akibat demam tinggi. Pada kasus ini, ibu tidak segera

membawa anaknya ke dokter, padahal anaknya sudah seharian demam. Anak baru

dibawa saat larut malam setelah panasnya tinggi sampai terjadi kejang demam. Kebetulan

kejang terjadi sesaat setelah dokter memasukkan obat demamnya. Sangat kecil

kemungkinan kejang disebabkan oleh obat yang diberikan dokter, karena obat itu baru

saja diberikan dan belum sempat diserap tubuh anak itu. Setelah dijelaskan oleh dokter,

orang tua pasien kemudian bisa mengerti bahwa kejang itu karena demam tinggi yang

dialami anaknya bukan karena over dosis obat seperti yang disangkakan.

Kasus 3. Penyuntikan Kalium Chlorida

Page 43: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

39

Seorang pasien berinisial DC yang berusia 3 tahun pada 28 April 2011 datang ke RS

Krian Husada, Sidoarjo, Jatim. DC datang diantar orang tuanya karena mengalami diare

dan kembung. Kemudian dr. W langsung memberikan tindakan medis berupa

pemasangan infus, suntikan, obat sirup dan memberikan perawatan inap. Keesokan

harinya, dr W mengambil tindakan medis dengan meminta kepada perawat untuk

melakukan penyuntikan KCL 12,5 ml. Saat itu, dr. W berada di lantai 1 dan tidak

melakukan pengawasan atas tindakan perawat tersebut dan DC kejang-kejang. Akibat hal

ini, DC pun meninggal dunia.

Analisa kasus:

Penyuntikan KCL seharusnya dapat dilakukan dengan cara mencampurkan ke dalam

infus sehingga cairan KCL dapat masuk ke dalam tubuh penderita dengan cara masuk

secara pelan-pelan.

Kasus 4. Kasus dr. Ayu

Tanggal 10 April 2010

Ny. JF (25) yang sedang hamil anak kedua masuk ke RS Dr Kandau Manado atas rujukan

Puskesmas atas indikasi ketuban pecah dini. Pada waktu itu, ia didiagnosis oleh

Puskesmas dalam tahap persalinan pembukaan dua.

Selanjutnya di RS Dr Kandau Manado, Ny.F dilakukan observasi inpartu. Namun setelah

delapan jam, tidak ada kemajuan dalam persalinan dan muncul tanda-tanda gawat janin,

sehingga ketika itu diputuskan untuk dilakukan pengambilan tindakan yaitu operasi

caesar.

Pada saat sayatan pertama operasi caesar dimulai, pasien mengeluarkan darah yang

berwarna kehitaman. Dokter menyatakan hal tersebut adalah tanda bahwa pasien kurang

oksigen. Setelah itu bayi berhasil dikeluarkan, namun pasca operasi kondisi pasien

semakin memburuk dan sekitar 20 menit kemudian, pasien dinyatakan meninggal dunia

Page 44: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

40

Tanggal 15 September 2011

Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr Hendry

Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 bulan penjara karena

laporan malpraktik keluarga korban. Namun Pengadilan Negeri (PN) Manado

menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan bebas murni. Hal tersebut dikarenakan

dari hasil otopsi ditemukan bahwa sebab kematiannya adalah karena adanya emboli

udara pada bilik jantung kanan, sehingga mengganggu peredaran darah. Emboli udara

merupakan hal yang tidak dapat diprediksi oleh dokter sebelumnya. Kasus ini masih

bergulir karena jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang kemudian

dikabulkan.

18 September 2012

Dr. Dewa Ayu dan dua dokter lainnya yakni dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy

Siagian akhirnya masuk daftar pencarian orang (DPO).

11 Februari 2013

Keberatan atas keputusan tersebut, PB POGI melayangkan surat ke Mahkamah Agung

dan dinyatakan akan diajukan upaya Peninjauan Kembali (PK). Dalam surat keberatan

tersebut, POGI menyatakan bahwa putusan PN Manado menyebutkan ketiga terdakwa

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan kalau ketiga dokter tidak bersalah melakukan

tindak pidana. Sementara itu, Majelis Kehormatan dan Etika Profesi Kedokteran (MKEK)

menyatakan tidak ditemukan adanya kesalahan atau kelalaian para terdakwa dalam

melakukan operasi pada pasien.

8 November 2013

Dr Ayu diputuskan bersalah oleh Mahkamah Agung dengan putusan 10 bulan penjara.

Pada kasus ini terdapat beberapa tuntutan yang ditujukan oleh dokter, yaitu:

1. Menurut ibu kandung Ny.F, anaknya ditelantarkan dan tidak segera ditangani oleh RS

Dr Kandau Manado.

Page 45: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

41

2. Adanya emboli udara dari bilik kanan jantung Ny. F yang didapatkan dari hasil otopsi

dianggap keluarga ny. F merupakan kesalahan tim dr.Ayu.

3. Menurut ibu Ny.F tidak diberikan penjelasan yang jelas mengenai tindakan operasi

saecar dan resiko tindakan, dan hanya diminta untuk segera tanda tangan

4. Dr. Ayu dituduh tidak melakukan pemeriksaan penunjang pre operasi.

Analisa kasus:

1. Di RS Dr Kandau Manado, Ny.F tidak ditelantarkan oleh dokter namun dilakukan

observasi inpartu dan telah diberikan antibiotik profilaksis untuk penatalaksanaan

ketuban pecah dini.

2. Emboli udara yang terjadi merupakan hal yang tidak dapat diprediksi oleh dokter

sebelumnya.

3. Dokter tidak menyampaikan informed consent ke pasien atau keluarganya dengan

baik sehingga keluarga merasa tidak diberikan penjelasan mengenai tindakan operasi

caesar yang akan dilakukan terhadap Ny.F

4. Pada operasi cito sectio saecaria tidak memungkinkan dilakukan pemeriksaan

penunjang (jantung)

Page 46: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

42

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Malpraktek adalah praktek kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan standar

profesi atau standar prosedur operasional. Kelalaian dalam praktek medik jika memenuhi

beberapa unsur (1) duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan

atau untuk tidak melakukan suatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi

dan kondisi yang sama, (2) dereliction of the duty atau penyimpangan kewajiban tersebut,

(3) damage atau kerugian yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai

kerugian akibat dari pelayanan kesehatan / kedokteran yang diberikan oleh pemberi

layanan, (4) direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata.

Sedangkan unsur pelanggaran displin yaitu pelanggaran meliputi negligence,

malfeasance, misfeasance, lack of skill.

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya menghindari malpraktek seperti

semua tindakan sesuai indikasi medis, bertindak secara hati-hati dan teliti, bekerja sesuai

standar profesi, membuat informed consent, mencatat semua tindakan yang dilakukan

(rekam medik), apabila ragu-ragu konsultasikan dengan senior, memperlakukan pasien

secara manusiawi, menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga, dan

masyarakat sekitar. Selain itu juga diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan yaitu meningkatkan kualitas sumber daya, tenaga, peralatan,

pelengkapan dan mateial yang diperlukan dengan menggunakan teknologi tinggi atau

dengan kata lain meningkatkan input dan struktur, memperbaiki metode atau penerapan

teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan pelayanan, hal ini berarti memperbaiki

pelayanan kesehatan.

3.2 Saran

Diperlukan suatu pemahaman yang baik agar tidak salah dalam memahami tentang

penjelasan mengenai malpraktek, unsur-unsur malpraktek, aspek hukum malpraktek,

serta contoh kasus yang membedakan antara malpraktek atau bukan, dan pemahaman

standar profesi secara keseluruhan sehingga angka kejadian malpraktek yang dilakukan

dokter dapat ditekan.

42

Page 47: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta :Rineka Cipta.

2. Suharto G. 2008. Aspek Medikolegal Praktek Kedokteran. Semarang: ABH Associates.

3. Rahim, Dian H. 2007. Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) Dan

Perlindungan Hukum Bagi Dokter Informed Consent And Legal Protection For Doctor

Penelitian Hukum Normatif terhadap UUPK No.29/2004 dan PERMENKES R.I. No.

585/ Men.Kes /Per/ IX /1989. Masters thesis, Unika Soegija pranata.

4. Dinamika etika dan hokum kedokteran dalam tantangan zaman. Chrisdiono M.

Achadiat.EGC.

5. Hariyani, Safitri, 2005, SengketaMedik: Alternatif Penyelesaian Perselisihan Antara

Dokter Dengan Pasien, Jakarta: PT. Diadit Media.

6. Hartono HS dkk. 2008. Pemahaman Etik Medikolegal: Pedoman Bagi Profesi Dokter.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

7. World Medical Association. World medical association statement on medical

malpractice. http://www.wma.net/en/30publications/10policies/20archives/m2/index.html

, 2 Desember 2013.

8. M Kottow. 2004. The battering of informed consent. J Med Ethics. Cited from :

http://jme.bmj.com/content/30/6/565.full

9. Perkonsil No.2 tahun 2011 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran

Disiplin Dokter dan Dokter Gigi. Konsil Kedokteran Indonesia.

10. Perkonsil No.16 tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran

Disiplin Dokter dan Dokter Gigi oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

Indonesia. Konsil Kedokteran Indonesia.

11. Perkonsil No.15 tentang Organisasi dan Tata Kerja Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat

Provinsi. Konsil Kedokteran Indonesia.

12. UU No.29 tentang Praktek Kedokteran.

13. STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA 2012 available at

http://bemfkur.org/wp-content/uploads/2013/11/SKDI-2012.pdf

14. STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA 2013 available at

http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/SKDI_Perkonsil,_11_maret_13.pdf.

15. http://www.tempo.co/read/news/2013/03/25/058469172/Terjadi-182-Kasus-Malpraktek-

di-Balikpapan.

16. http://elearning.unlam.ac.id/course/info.php?id=43

17. http://www.freewebs.com/etikakedokteranindonesia/

18. http://www.jamsosindonesia.com/cetak/print_artikel/67

19. Kode etik kedokteran Indonesia.http://www.dikti.go.id/files/atur/sehat/Kode-Etik-

Kedokteran.pdf

43

Page 48: 193811420 Referat Forensik Malpraktek

44

20. Solichin S. Persetujuan tindakan medik (informed consent). Departemen/instalasi ilmu

kedokteran forensik dan medikolegal. Cited from :

http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Forensik/PERSETUJUAN%20TINDAKA

N%20KEDOKTERAN.pdf

21. Apriani D. Malpraktik. Mei 2013. Cited from :

http://deniaprianichan.wordpress.com/type/quote/

22. Informasi rekam medis dan bidang kesehatan. Gatot kaca. Februari 2009. Cited from :

http://rekamkesehatan.wordpress.com/2009/02/25/definisi-dan-isi-rekam-medis-sesuai-

permenkes-no-269menkesperiii2008/

23. Dasar Hukum Penyelenggaraan Rekam Medis. Cited from :

http://permatakakilangit.files.wordpress.com/2010/12/dasar-hukum-penyelenggaraan-

rm.pdf

24. http://books.google.co.id/books?id=azM_UllflUYC&pg=PA193&lpg=PA193&dq=mem

perlakukan+pasien+secara+manusiawi&source=bl&ots=-

1q685GMtt&sig=AViv_yRMq45bLIcgERqxi5zXXp4&hl=en&sa=X&ei=l96eUq2LKo

WNrQe7kYDwDg&redir_esc=y#v=onepage&q=memperlakukan%20pasien%20secara%

20manusiawi&f=false

25. Ali MM, Sidi IPS, Hadad T. Komunikasi efektif dokter pasien. November 2006. Cited

from : http://inamc.or.id/download/Manual%20Komunikasi%20Efektif.pdf

26. Nasser M. Sengketa Medis dalam Pelayanan Kesehatan. Maret 2011. Cited from :

http://kebijakankesehatanindonesia.net/sites/default/files/file/2011/M%20Nasser.pdf

27. Ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan RS. Oktober 2011. Cited from :

http://chantiqueen-home.blogspot.com/2011/10/ketidakpuasan-pasien-terhadap-

pelayanan.html

28. Kompasiana. Malpraktek Dewa Ayu, Mitos Dokter dan Momentum Penyadaran Publik.

http://hukum.kompasiana.com/2013/11/23/malpraktek-dewa-ayu-mitos-dokter-dan-

momentum-penyadaran-publik-613370.html

29. Sukmana BI. Malpraktek (MP). http://elearning.unlam.ac.id/course/info.php?id=43

30. http://elib.fk.uwks.ac.id/asset/archieve/matkul/Forensik/Rhs%20Kedokteran.pdf

31. http://ocw.usu.ac.id/course/download/6110000036-ilmu-kesehatan-gigi-masyarakat-

i/gm_131_slide_rahasia_kedokteran_wajib_simpan.pdf