183854232-LP-stemi

27
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER CRONARY ARTERY DESEASE, STEMI DI RUANG CICU RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG Diajuukan untuk memenuhi tugas praktik keperawatan Gawat Darurat Oleh: Alfiah Munawaroh 4006120042 PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN VI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG

description

tugas

Transcript of 183854232-LP-stemi

  • LAPORAN PENDAHULUAN

    DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER

    CRONARY ARTERY DESEASE, STEMI

    DI RUANG CICU RSUP DR. HASAN SADIKIN BANDUNG

    Diajuukan untuk memenuhi tugas praktik keperawatan Gawat Darurat

    Oleh:

    Alfiah Munawaroh

    4006120042

    PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN VI

    SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA

    BANDUNG

  • LAPORAN PENDAHULUAN

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

    CAD (CORONARY ARTERY DISEASE) STEMI

    DI RSUP. DR HASAN SADIKIN BANDUNG

    A. Definisi

    Coronary Artery Disease (CAD) atau penyakit jantung koroner adalah suatu

    keadaan akibat terjadinya penyempitan, penyumbatan atau kelainan pembuluh

    nadi koroner. Penyakit jangtung koroner diakibatkan oleh penyempitan dan

    penyumbatan pembuluh darah koroner. Penyempitan dan penyumbatan ini dapat

    menghentikan aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri.

    (Yenrina Krisnatul)

    Coronary Artery Disease (CAD) adalah penyakit arteri koroner yang

    meliputi berbagai kondisi patilogi yang menghambat aliran darah dalam arteri

    yang mensuplai jantung, biasanya disebabkan oleh arterosklerosis yang menyebab

    kan insufisiensi suplay darah ke miokard (Long, 1996).

    Coronary Artery Disease (CAD) dapat dikarakteristikan sebagai akumulasi

    dari plaq yang semakin lama semakin membesar, menebal dan mengeras di

    dalam pembuluh darah artery

    Gangguan vaskular yang membuat sumbatan dan penyempitan pembuluh

    darah coronary artery dan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan supplay

    oksigen ke otot jantung disebut sebagai CAD.

    STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area

    infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium yang ditandai

    dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.

  • B. ETIOLOGI

    Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh

    penyempitan (althelosklerosis) pengerasan (oklusi) pembuluh darah koroner yang

    menyebabkan terjadinya gangguan aliran darah ke otot jantung. Adapun beberapa

    faktor yang menyebabkan CAD diantaranya :

    1. Aterosklerosis yaitu mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya

    elastisitas pembuluh darah. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme :

    Lumen arteri yang menyempit dan menyebabkan berkurangnya aliran

    darah.

    Oklusi pembuluh darah spontan karena adanya trombosis

    Dinding arteri menjadi lemah, terjadi aneurisma kemudian ruptur dan

    terjadi perdarahan.

    2. Spasme arteri koroner : yaitu suatu keadaan kekejangan pada dinding

    serat-serat otot. Dimana kontraksi pada serat-serat otot tersebut berubah

    menjadi cepat dan menyebabkan penyempitan yang tiba-tiba dari arteri

    koroner.

    3. Trombosis : yaitu proses koagulasi dalam pembuluh darah yang berlebihan

    sehingga membentuk bekuan darah yang menghambat aliran darah dan

    lebih lanjut bisa menghambat aliran darah / menghentikan aliran darah .

    jika trombosis menyumbat pada arteri koroner maka bisa terjadi CAD.

    4. Emboli : yaitu suatu penyumbatan pada pembuluh darah koroner oleh

    bekuan darah, lemak, atau udara. Pada umumnya emboli berasal dari

    thrombus dijantung yang terlepas dan menyumbat arteri koroner.

    5. Arthritis : yaitu radang pada arteri yang bisa menyumbat aliran darah pada

    arterii koroner sehingga bisa menyebabkan CAD.

    Faktor Resiko Terjadinya CAD

    1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

    a. Usia 30-50 tahun

    b. Jenis kelamin

  • c. Suku bangsa, penduduk Amerika kulit hitam lebih tinggi dari pada yang

    berkulit putih

    d. Riwayat penyakit jantung keluarga

    2. Faktor yang dapat dimodifikasi

    a. Merokok, lebih dari 20 batang/hari

    b. Hiperkoleterolemia, lebih dari 275 mg/dl

    c. Obesitas, lebih dari 20% dari berat badan ideal

    d. Hipertensi, lebih dari 160/ mmHg

    e. Diabetes Melitus, tes toleransi gula abnormal

    f. Inaktivitas fisik

    g. Stress

    h. Penggunaan kontrasepsi oral

    i. Menopause

    j. Kepribadian seperti kompetitif, agresif, ambisius

    k. Geografi, insidensi lebih tinggi pada daerah industri

  • C. PATOFISIOLOGI

    Meningkatnya permeabilitas terhadap

    lipid

    Merokok, alcohol, hipertensi, lipid, congenital

    LDL teroksidasi

    Timbul bercak lemak

    Plak halus

    Aktivasi faktor VII dan X

    Protrombin thrombin

    Fibrinogen fibrin

    Rupture plak

    Thrombus

    Oklusi arteri koroner

    Aliran darah koroner menurun

    Deficit perawatan diri

    Motivasi personal hygiene

    Intoleransi aktivitas

    Kelemahan

    Hipoksia

    Penurunan aliran darah

    Supply O2 ke jaringan berkurang

    Kebutuhan O2 tidak

    tercukupi

    Takipneu

    Penurunan CO2

    Hipotensi

    Syok

    Penurunan kesadaran

    Resiko injury

    Kematian jaringan

    Nekrosis

    Stimulasi saraf

    Melepas mediator nyeri:

    Metabolism anaerob

    Gagal pompa ventrikel kiri

    Penurunan cardiac output

    Reflux ke paru-paru

    Alveoli edema

    Gagal pompa ventrikel kanan

    Tekanan diastole

    meningkat

    Ketidakefektifan

    Pola Napas

    Resiko Injury

    Penurunan Cardiac

    Output

    Gangguan

    Pertukaran Gas

    Intoleransi Aktivitas

    Defisit Perawatan Diri

    Nyeri akut

  • Informasi tidak adekuat

    Salah terapi, salah

    persepsi

    Kurang pengetahuan Gagal pompa ventrikel kiri

    Asam laktat meningkat

    Nyeri terus menerus

    Ansietas

    Terjadi malam hari

    Gangguan pola tidur

    Bendungan atrium kanan

    Bendungan vena sistemik

    Hepar

    Hepatomegali

    Mendesak diafragma

    Sesak nafas

    Ketidakefektifan pola

    nafas

    Forward failure

    Suplai darah jaringan

    Metabolism

    anaerob

    Asidosis metabolic

    Penimbunan asam laktat dan ATP

    Fatigue

    Intoleransi aktivitas

    Suplai O2 otak

    Sinkop

    Gangguan perfusi

    jaringan

    Renal flow

    RAA

    Aldosteron

    ADH

    Retensi Na + H2O

    Kelebihan volume c

    Edema

    Backward failure

    LVED naik

    Tek.vena pulmonalis

    Tek.kapiler paru

    Edema paru

    Ronchi basah

    Iritasi mukosa paru

    Reflek batuk

    Penumpukan secret

    Menghambat pertukaran O2 dan CO2

    Beban ventrikel kanan

    Hipertrovi ventrikel kanan

    Penyempitan lumen ventrikel kanan

    Ketidakefektifan bersihan jalan na

    Mendesak organ GIT

    Mual muntah

    Gangguan Pola tidur Ansietas

    Kurang Pengetahuan

    Ketidakefektifan

    Pola Napas

    Ketidakseimbangan

    nutrisi kurang dari

    kebutuhan tubuh

    Kelebihan

    Volume Cairan

    Gangguan

    Perfusi

    Jaringan

    Serebral

    Intoleransi

    Aktivitas Ketidakefektifan

    Bersihan Jalan Napas

  • Bed rest

    Tidak dapat beribadah seperti

    biasa

    Perubahan bentuk tubuh

    Gangguan Citra Tubuh

    Gangguan pertukaran

    gas

    Suplai O2 di sirkulasi

    berkurang

    Fungsi Hepar terganggu

    Fungsi detoksikasi berkurang

    Kesepian

    Mobilisasi berkurang

    Sirkulasi O2 terganggu

    Dekubitus

    Kerusakan intergitas

    kulit

    Informasi dan dukungan tidak adekuat

    Nafsu makan

    Intake kurang

    Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

    Albumin

    Kerusakan integritas jaringan

    Kurang pengetahuan

    Imunitas tubuh

    Leukosit kurang

    Resiko

    Invasi mikroorganisme (mudah masuk)

    Infeksi

    Tidak mau menerima

    keadaan tubuh

    Tidak patuh dalam pengobatan

    Gangguan Pertukaran

    Gas

    Kerusakan Integritas

    Jaringan

    Distres

    Spiritual

    Kerusakan

    Integritas Kulit

    Resiko Infeksi

    Kurang

    Pengetahuan

    Ketidakseimbangan

    nutrisi kurang dari

    kebutuhan tubuh

    Gangguan Citra

    Tubuh

    Resiko Infeksi

    Disfungsi Seksual

    Stress Berlebihan

    Ansietas

    Ketidakefektifan

    Pemeliharaan

    Kesehatan

    Hipertermi

  • STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba

    setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami

    atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang

    secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi

    oleh beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada

    sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic

    mengalami ruptur sehingga komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan

    kondisi yang mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural thrombus

    (thrombus yang menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat rupturnya

    plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet monolayer terbentuk

    pada tempat terjadinya ruptur plak, beberapa agonis (kolagen, ADP, epinefrin,

    serotonin) menyebabkan aktivasi platelet. Setelah stimulasi agonis platelet,

    thromboxane A2 (vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet

    lebih lanjut.

    Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis

    meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Ketika

    reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan membentuk

    protein adhesive seperti fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul multivalent yang

    dapat berikatan dengan dua plateet secara simultan, menghasilkan ikatan silang

    patelet dan agregasi. Kaskade koagulasi mengalami aktivasi karena paparan faktor

    jaringan pada sel endotel yang rusak, tepatnya pada area rupturnya plak. Aktivasi

    faktor VII dan X menyebabkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang

    kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner seringkali

    mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri dari agregat platelet dan benang-

    benang fibrin.

    Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri koroner,

    abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik, terutama

    inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan oklusi koroner

    tergantung pada

    a) daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi

    b) apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak

    c) durasi oklusi koroner

    d) kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan yang

    terkena

  • e) kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara tiba-

    tiba

    f) faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan

    g) keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri koroner

    epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan.

    D. Pemeriksaan Penunjang

    Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat

    dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks

    nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi.

    1. Electrocardiograf (ECG)

    Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu

    a) Lead II, III, aVF : Infark inferior

    b) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal

    c) Lead V2-V4 : Infark anterior

    d) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral

    e) Lead I, aVL : Infark high lateral

    f) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas

    g) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral

    h) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu

    2. Serum Cardiac Biomarker

    Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari otot

    jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein

    spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan

    aliran darah dan limfatik local. Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah

    perifer ketika kapasitas limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium

    dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi.

    a) cTnT dan cTnI

    Cardiac-specific troponin T (cTnT) dan cardiac-specific troponin I (cTnI)

    memiliki sekuens asam amino yang berbeda dari protein ini yang ada dalam otot

    skeletal. Perbedaan tersebut memungkinkan dilakukannya quantitative assay

    untuk cTnT dan cTnI dengan antibody monoclonal yang sangat spesifik. Karena

    cTnT dan cTnI secara normal tidak terdeteksi dalam darah individu normal tetapi

    meningkat setelah STEMI menjadi >20 kali lebih tinggi dari nilai normal,

  • pengukuran cTnT dan cTnI dapat dijadikan sebagai pemeriksaan diagnostic.

    Kadar cTnT dan cTnI mungkin tetap meningkat selama 7-10 hari setelah STEMI.

    b) CKMB

    Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya

    kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan total CK pada STEMI

    memiliki spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada

    penyakit otot skeletal, termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim MB

    dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat

    dalam jumlah yang signifikan pada jaringan ekstrakardiak. Namun pada

    miokarditis, pembedahan kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar

    isoenzim MB dalam serum.

    3. Cardiac Imaging

    a) echocardiography

    Abnormalitas pergerakan dinding pada two-dimentional echocardiography

    hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat

    dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan

    echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika

    tidak terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka nada atau

    tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography dapat

    digunakan untuk mengambil keputusan, seperti apakah pasien harus

    mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel

    kiri sangat berguna dalam segi prognosis, deteksi penurunan fungsi ventrikel kiri

    menunjukkan indikasi terapi dengan inhibitor RAAS. Echocardiography juga

    dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi

    pericardial, dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler

    echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi

    mitral, dua komplikasi STEMI.

    b) High resolution MRI

    Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution

    cardiac MRI.

    c) Angiografi

    Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang

    memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan

    pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.

  • 4. Indeks Nonspesifik Nekrosis Jaringan dan Inflamasi

    Reaksi nonspesifik terhadap injuri myocardial berhubungan dengan

    leukositosis polimorfonuklear, yang muncul dalam beberapa jam setelah onset

    nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Hitung sel darah putih seringkali mencapai

    12.000-15.000/L. Kecepatan sedimentasi eritrosit meningkat secara lebih lambat

    dibandingkan dengan hitung sel darah putih, memuncak selama minggu pertama

    dan kadang tetap meningkat selama 1 atau 2 minggu.

    E. Penatalaksanaan

    1. Pre Hospital

    Tatalaksana pra-rumah sakit. Prognosis STEMI sebagian besar

    tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu komplikasi elektrikal

    (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di

    luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang

    sebagian besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari

    separuhnya terjadi pada jam pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana

    pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI :

    Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

    Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan

    resusitasi

    Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf

    medis dokter dan perawat yang terlatih

    Terapi REPERFUSI

    Tatalaksana di IGD. Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang

    dicurigai STEMI mencakup mengurangi/menghilangkan nyeri dada,

    identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera,

    triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari

    pemulangan cepat pasien dengan STEMI.

    2. Hospital

    a) Aktivitas

    Faktor-faktor yang meningkatkan kerja jantung selama masa-masa awal

    infark dapat meningkatkan ukuran infark. Oleh karena itu, pasien dengan

    STEMI harus tetap berada pada tempat tidur selama 12 jam pertama.

    Kemudian, jika tidak terdapat komplikasi, pasien harus didukung untuk

    untuk melanjutkan postur tegak dengan menggantung kaki mereka ke sisi

  • tempat tidur dan duduk di kursi dalam 24 jam pertama. Latihan ini

    bermanfaat secara psikologis dan biasanya menurunkan tekanan kapiler

    paru. Jika tidak terdapat hipotensi dan komplikasi lain, pasien dapat

    berjalan-jalan di ruangan dengan durasi dan frekuensi yang ditingkatkan

    secara bertahap pada hari kedua atau ketiga. Pada hari ketiga, pasien

    harus sudah dapat berjalan 185 m minimal tiga kali sehari.

    b) Diet

    Karena adanya risiko emesis dan aspirasi segera setelah STEMI, pasien

    hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada 4-12 jam

    pertama. Asupan nutrisi yang diberikan harus mengandung kolesterol

    300 mg/hari. Kompleks karbohidrat harus mencapai 50-55% dari kalori

    total. Diet yang diberikan harus tinggi kalium, magnesium, dan serat tetapi

    rendah natrium.

    c) Bowel

    Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan nyeri

    seringkali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien

    mengalami konstipasi

    3. Farmakoterapi

    a) Nitrogliserin (NTG)

    Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4

    mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain

    mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen

    dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard

    dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau

    pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat

    diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk

    mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus

    dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik

  • penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah

    jantung dan tekanan arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek

    vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi,

    terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi

    dengan pemberian atropine 0,5 mg IV.

    c) Aspirin

    Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI

    dan efektif pada spektrum SKA. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit

    yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi

    aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin

    diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

    d) Beta-adrenoreceptor blocker

    Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki

    hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan

    ukuran infark, dan menurunkan insiden ventricular aritmia.

    e) Terapi reperfusi

    Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi

    lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI)

    yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat

    melalui jalur infuse (agen fibrinolitik).

    F. Pemeriksaan Diagnostik

    EKG

    EKG bermanfaat dalam mengidentifikasi infark miokard, terutama pada

    keadaan istirahat. Pada infark miokard menunjukan adanya gelombang ST.

    Penurunan atau datarnya gelombang T menunjukan adanya cedera, adanya

    gelombang Q menunjukan adanya nekrosis.

    Gambaran lain dari adanya kelainan EGC mencakup perubahan

    gelombang ST T non spesifik, lambatnya hantaran atrioventrikular dan

    intraventrikel menandakan adanya aterosklerotik koroner.

    Kelainan gambaran EKG yang menandakan Infark miokardium

    transmural ditandai dengan abnormal Q wave, disertai adanya ST-Elevasi

    Echocardiogram

    Lab CKMB, cTn, Mioglobin, CK, LDH

  • G. Komplikasi

    1. Disfungsi ventrikel

    Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran,

    dan ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini

    dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena

    ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan

    jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan

    ukuran dan lokasi infark.

    2. Gagal pemompaan (pump failure)

    Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI.

    Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat

    gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.

    Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi

    jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.

    3. Aritmia

    Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala

    awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi

    ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit,

    iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.

    4. Gagal jantung kongestif

    Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium.

    Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena

    pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan

    mengakibatkan kongesti vena sistemik.

    5. Syok kardiogenik

    Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark

    yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul

    lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang

    ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan

    perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis

    metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi

    miokardium.

    6. Edema paru akut

  • Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di

    rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda

    adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran

    melalui dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang

    sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah

    yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan

    diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi

    kaku dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya

    terjadi hipoksia berat.

    7. Disfungsi otot papilaris

    Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu

    fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam

    atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde

    dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan

    aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena

    pulmonalis.

    8. Defek septum ventrikel

    Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding

    septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.

    9. Rupture jantung

    Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal

    perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum

    pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi

    peradarahan massif ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic

    dapat berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan

    jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini

    akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung.

    10. Aneurisma ventrikel

    Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks

    jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap

    sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup.

    11. Tromboembolisme

    Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi

    kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan

    thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik.

  • 12. Perikarditis

    Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung

    berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium

    dan menimbulkan reaksi peradangan.

  • ASUHAN KEPERAWATAN

    A. PENGKAJIAN

    Identitas Klien

    Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama,

    suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk, tanggal

    pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias dihubungi,

    status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan.

    Status kesehatan saat ini

    Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan.

    Riwayat penyakit sekarang (PQRST)

    1) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang

    dengan istirahat.

    2) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan

    klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan.

    3) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di

    atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri

    serta ketidakmampuan bahu dan tangan.

    4) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan rentang

    0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan.

    Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5).

    5) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama

    timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh

    infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih

    parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai infark

    miokardium meliputi dispnea, berkeringat, amsietas, dan pingsan.

    Riwayat kesehatan terdahulu

    Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM,

    dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien

    pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi

    di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul.

    Riwayat keluarga

    Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada

    anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya.

    Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda

  • merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada

    keturunannya.

    Aktivitas/istirahat

    Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap,

    jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja.

    Sirkulasi

    Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung

    koroner, masalah TD, DM.

    Tanda:

    1) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur

    sampai duduk/berdiri

    2) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan

    pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.

    3) Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal

    jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.

    4) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar

    5) Friksi; dicurigai perikarditis.

    6) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.

    7) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal

    jantung/ventrikel.

    8) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.

    Integritas ego

    Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat,

    marah pada penyakit/perawatan yang tak perlu, khawatir tentang keluarga,

    pekerjaan dan keuangan.

    Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah,

    perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri.

    Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun

    Makanan/cairan

    Gejala: mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.

    Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan

    perubahan berat badan

    Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri

  • Neurosensori

    Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun

    (duduk/istirahat)

    Tanda: perubahan mental dan kelemahan

    Nyeri/ketidaknyamanan

    Gejala:

    Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan

    aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.

    Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat

    menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti

    epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher

    Kualitas nyeri crushing, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti

    dapat dilihat.

    Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman

    nyeri paling buruk yang pernah dialami.

    Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan

    DM, hipertensi dan lansia.

    Tanda:

    Wajah meringis, perubahan postur tubuh.

    Menangis, merintih, meregang, menggeliat.

    Menarik diri, kehilangan kontak mata

    Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD,

    pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.

    Pernapasan

    Gejala: dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nocturnal, batuk produktif/tidak

    produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis

    Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas

    bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental.

    Interaksi social

    Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping

    dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)

    Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan

    menarik diri dari keluarga

  • Penyuluhan/pembelajaran

    Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi,

    penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau

    Pengkajian fisik

    Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:

    Tingkat kesadaran

    Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)

    Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak

    mencukupinya oksigen ke dalam miokard

    Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung

    Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan,

    perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan

    miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel

    Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume

    Warna dan suhu kulit

    Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tanda-

    tanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)

    Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika

    merupakan potensial komplikasi yang fatal

    Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya

    tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria

    Pemeriksaan Diagnostik

    EKG

    Echocardiogram

    Lab CKMB, cTn, Mioglobin, CK, LDH

    B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

    Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain:

    1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi

    arteri koroner

    2. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru

    tidak optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema

    paru akut

  • 3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,

    konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik,

    otot infark, kerusakan struktural

    4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah,

    misalnya vasikonstriksi,hipovolemia, dan pembentukan troboemboli

    5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

    oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan

    miokard, efek obat depresan jantung

    6. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan kematian

    7. Resiko ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang berhubungan

    dengan penolakan terhadap diagnosis miokard infark

    C. RENCANA KEPERAWATAN

    Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri

    koroner

    Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri

    berkurang

    Kriteria hasil:

    Nyeri dada hilang/terkontrol

    Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi

    Klien tampak rileks,mudah bergerak

    Intervensi:

    1. Kaji keluhan pasien mengenai nyeri dada, meliputi : lokasi, radiasi, durasi dan

    faktor yang mempengaruhinya.

    Rasional: Data tersebut membantu menentukan penyebab dan efek nyeri

    dada serta merupakan garis dasar untuk membandingkan gejala pasca

    terapi.

    2. Berikan istirahat fisik dengan punggung ditinggikan atau dalam kursi kardiak.

    Rasional: Untuk mengurangi rasa tidak nyaman serta dispnea dan istirahat

    fisik juga dapat mengurangi konsumsi oksigen jantung.

    3. Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina

    Rasional: Untuk membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya,

    sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru,

    atau perikarditis

    4. Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera

  • Rasional : Untuk memberi intervensi secara tepat sehingga mengurangi

    kerusakan jaringan otot jantung yang lebih lanjut

    5. Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman

    Rasional: Menurunkan rangsang eksternal

    6. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan,perilaku distraksi,

    visualisasi, bimbingan imajinasi

    Rasional: Membantu dalam menurunkan persepsi/respon nyeri

    7. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik

    Rasional: Hipotensi /depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat

    pemberian narkotik. Dimana keadaan ini dapat meningkatkan kerusakan

    miokardia pada adanya kegagalan ventrikel

    8. Kolaborasi dengan tim medis pemberian:

    Antiangina (NTG) Rasional: Untuk mengontrol nyeri dengan efek

    vasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi

    miokardia

    Penyekat (atenolol) Rasional: Untuk mengontrol nyeri melalui efek

    hambatan rangsang simpatis, sehingga menurunkan fungsi jantung, TD

    sistolik dan kebutuhan oksigen miokard

    Preparat analgesik (Morfin Sulfat) Rasional: Untuk menurunkan nyeri

    hebat, memberikan sedasi dan mengurangi kerja miokard

    Pemberian oksigen bersamaan dengan analgesik Rasional: Untuk

    memulihkan otot jantung dan untuk memastikan peredaan maksimum nyeri

    (inhalasi oksigen menurunkan nyeri yang berkaitan dengan rendahnya tingkat

    oksigen yang bersirkulasi).

    Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama,

    konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot

    infark, kerusakan struktural

    Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam curah jantung

    adekuat

    Kriteria Hasil:

    TD, curah jantung dalam batas normal

    Haluaran urine adekuat

    Tidak ada disritmia

    Penurunan dispnea, angina

  • Peningkatan toleransi terhadap aktivitas

    Intervensi :

    1. Pantau tanda vital: frekuensi jantung, TD,nadi

    Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan TD,nadi secara dini

    sehingga memudahkan dalam melakukan intervensi karena TD dapat

    meningkatkan rangsangan simpatis, kemudian turun bila curah jantung

    dipengaruhi.

    2. Evaluasi adanya bunyi jantung S3,S4

    Rasional: Untuk megetahui adanya komplikasi pada GJK gagal mitral untuk

    S3, sedangkan S4 karena iskemia miokardia, kekakuan ventrikel, dan

    hipertensi pulmonal /sistemik

    3. Auskultasi bunyi napas

    Rasional: Untuk mengetahui adanya kongesti paru akibat penurunan fungsi

    miokard

    4. Berikan makanan porsi makan kecil dan mudah dikunyah, batasi asupan

    kafein,kopi, coklat, cola

    Rasional: Untuk menghindari kerja miokardia, bradikardi,peningkatan

    frekuensi jantung

    Kolaborasi:

    1. Berikan oksigen sesuai indikasi

    Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan

    disritmia lanjut

    2. Pertahankan cairan IV

    Rasional: Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat pada

    disritmia/nyeri dada

    3. Kaji ulang seri EKG

  • Rasional: Memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan/perbaikan

    infark, fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit, dan efek terapi obat

    4. Pantau laboratorium (enzim jantung, GDA, elektrolit)

    Rasional: Untuk mengetahui perbaikan/perluasan infark adanya hipoksia,

    hipokalemia/hiperkalsemia

    5. Berikan obat antidisritmia

    Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah,

    misalnya vasikonstriksi, hipovolemia, dan pembentukan tromboemboli

    Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi

    jaringan efektif

    Kirteria Hasil:

    Kulit hangat dan kering

    Nadi perifer kuat

    Tanda vital dalam batas normal

    Kesadran compos mentis

    Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran

    Tidak edema dan nyeri

    Intervensi:

    1. Observasi adanya perubahan tingkat kesadaran secara tiba-tiba

    Rasional: Untuk mengetahui adanya penurunan curah jantung

    2. Observasi adanya pucat, sianosis, kulit dingin/lembab da raba kekuatan nadi

    perifer

    Rasional: Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung

    3. Observasi adanya tanda Homan, eritema, edema

    Rasional: Untuk mengetahui adanya trombosis vena dalam

    4. Anjurkan klien untuk latihan kaki aktif/pasif

    Rasional: Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan

    menurunkan risiko tromboflebitis

    5. Pantau pemasukan dan perubahan keluaran urine

    Rasional: Penurunan/mual terus menerus dapat megakibatkan penurunan

    volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ

    6. Pantau laboratorium, kreatinin, elektrolit

    Rasional: Indikator dari perfusi atau fungsi organ

    7. Beri obat sesuai indikasi

  • Heparin: Untuk menurunkan resiko tromboflebitis atau pembentukan

    trombus mural

    Cimetidine untuk menetralkan asam lambung dan iritasi gaster

    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

    oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard,

    efek obat depresan jantung

    Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien

    menunjukkan peningkatan aktivitas secara bertahap

    Kriteria Hasil:

    Klien dapat melakukan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur

    dengan frekuensi jantung/irama jantung dan TD dalam batas normal

    Kulit teraba hangat, merah muda dan kering

    Intervensi :

    1. Pantau frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, dan

    sesudah beraktivitas sesuai indikasi

    Rasional: Untuk menentukan tingkat aktivitas klien yang tidak memberatkan

    curah jantung

    2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas pada dasar nyeri/respon hemodinamik,

    berikan aktivitas senggang yang tidak berat

    Rasional: Menurunkan kerja miokard, sehingga menurunkan risiko

    komplikasi

    3. Anjurkan pasien untuk tidak mengejan saat defekasi

    Rasional: Dengan mengejan dapat mengakibatkan manuver valsava

    sehingga terjadi bradikardi, menurunnya curah jantung, takikardi dan

    peningkatan TD

    4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat akyivitas

    Rasional: Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan

    regangan dan mencegah aktivitas berlebihan

    5. Observasi gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktivitas

    Rasional: Palpitasi, nadi tidak teratur, adanya nyeri dada atau dispnea dapat

    mengindikasikan kebutuhan perubahan program oalahraga atau diet

    Ansietas yang berhubungan dengan ketakutan akan kematian

  • Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan klien hilang

    Intervensi:

    1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan keluarganya serta mekanisme koping

    Rasional: Data tersebut memberikan informasi mengenai perasaan sehat

    secara umum dan psikologis sehingga gejala pasca terapi dapat

    dibandingkan.

    2. Kaji kebutuhan bimbingan spiritual

    Rasional: Jika pasien memerlukan dukungan keagamaan, konseling agama

    akan membantu mengurangi kecemasan dan rasa takut.

    3. Biarkan pasien dan keluarganya mengekspresikan kecemasan dan

    ketakutannya

    Rasional: Kecemasan yang tidak dapat dihilangkan (respons stress)

    meningkatkan konsumsi oksigen jantung.

    4. Manfaatkan waktu kunjungan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran

    keluarga untuk membantu mengurangi kecemasan pasien

    Rasional: Kehadiran dukungan anggota keluarga dapat mengurangi

    kecemasan pasien maupun keluarga.

    5. Dukung partisipasi aktif dalam program rehabilitasi jantung

    Rasional: Rehabilitasi jantung yang diresepkan dapat membantu

    menghilangkan ketakutan akan kematian, dapat meningkatkan perasaan

    sehat.

  • Daftar Pustaka

    Doengoes, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C.. 2000. Rencana Asuhan

    Keperawatan. Jakarta: EGC.

    Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Loscalzo. 2008. Harrisons

    Principles of Internal Medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.

    Kumar, Abbas, Fausto, Mitchel. 2007. Robbins Basic Pathology. Elsevier Inc.

    Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

    Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

    Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

    Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.

    Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Edisi

    8. Jakarta : EGC.