170592829-Skenario-3.doc

download 170592829-Skenario-3.doc

of 21

description

skenario

Transcript of 170592829-Skenario-3.doc

Nama : syafhira Ayu Alawiyah

NPM : 1102014258

LI. 1 MM Asma

1.1 DefinisiAsma adalah obstruksi jalan napas akut, episodic yang diakibatkan oleh rangsangan yang tidak menimbulkan respons pada orang sehat. Asma telah didefinisikan sebagai gangguan yang dikarakteristikkan oleh paroksisme rekurens mengi dan dyspnea yang tidak disertai oleh penyakit jantung atau penyakit lain.

Asma adalah penyakit keturunan yang tidak menular. Sekitar 55-60% penyakit alergi yang mengakibatkan asma diturunkan ke anak atau cucu.

Asma adalah penyakit yang mempengaruhi paru-paru Anda. Ini adalah penyakit jangka panjang yang paling umum dari anak-anak, tetapi orang dewasa menderita asma, juga. Asma menyebabkan episode berulang mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk pada malam atau dini; episode ini juga dikenal sebagai eksaserbasi atau serangan. Tingkat keparahan eksaserbasi dapat berkisar dari ringan sampai mengancam nyawa. Baik frekuensi dan keparahan gejala asma dapat dikurangi dengan menggunakan obat-obatan dan dengan mengurangi eksposur ke lingkungan pemicu serangan asma.

1.2 Epidemiologi

Ratnawati. J Respir Indones. 2011;31(4):172-5. Asma merupakan penyakit kronik yang banyak diderita oleh anak dan dewasa baik di negara maju maupun di negara berkembang. Sekitar 300 juta manusia di dunia menderita asma dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai 400 juta pada tahun 2025. Meskipun dengan pengobatan efektif, angka morbiditas dan mortalitas asma masih tetap tinggi. Satu dari 250 orang yang meninggal adalah penderita asma. Di negara maju meskipun sarana pengobatan mudah didapat, asma masih sering tidak terdiagnosis dan tidak diobati secara tepat.1 Asma menyebabkan kehilangan hari sekolah anak di Asia (16%), Eropa (34 %) serta Amerika Serikat (40%). Prevalens asma di dunia sangat bervariasi dan penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa kekerapan asma semakin meningkat terutama di negara maju. Studi di Australia, New Zealand dan Inggris menunjukkan bahwa Prevalens asma anak meningkat dua kali lipat pada dua dekade terakhir.2 Di Amerika, National Health Survey tahun 2001 hingga 2009 mendapatkan Prevalens asma meningkat dari 7,3% (20,3 juta orang) di tahun 2001 menjadi 8,2% (24,6 juta orang) di tahun 2009. 3 Penelitian cross sectional International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) dan beberapa penelitian pada orang dewasa menyimpulkan bahwa prevalens asma di negara maju tidak meningkat dan bahkan cenderung menurun pada sepuluh tahun terakhir. Kata kunci: epidemiologi asma, prevalens asma, asthma epidemiology, asthma prevalence

Asma merupakan masalah kesehatan dunia, di mana diperkirakan

300 juta orang diduga mengidap asma (GINA, 2008)

Kematian akibat asma di dunia dipekirakan mencapai 250 000

orang/tahun

Di Indonesia : prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun

diperkirakan 2 5 % penduduk Indonesia menderita asma

Asma merupakan salah satu penyakit utama yang menyebabkan

pasien memerlukan perawatan, baik di rumah sakit maupun di

rumah.

Separuh dari semua kasus asma berkembang sejak masa kanakkanak,

sedangkan sepertiganya pada masa dewasa sebelum umur

40 tahun.

dapat dimulai pada segala usia, mempengaruhi pria dan wanita

tanpa kecuali, dan bisa terjadi pada setiap orang pada segala etnis.

1.3 Etiologi

Serangan asma adalah suatu reaksi terhadap pemicu (allergen). Hal ini mirip dengan banyak cara untuk membuat reaksi alergi. Reaksi alergi merupakan respon oleh sistem kekebalan tubuh, dimana bila sel-sel dari sistem kekebalan tubuh terserang, mereka memicu serangkaian reaksi yang membantu melawan serangan tersebut, respon inilah yang akhirnya menyebabkan gejala serangan asma.

Karena asma adalah jenis reaksi alergi, kadang-kadang disebut penyakit saluran napas reaktif. Setiap orang dengan asma memiliki faktor pemicu yang berbeda-beda. Sebagian besar pemicu serangan menyebabkan pada beberapa orang dengan asma dan tidak pada orang lain. Faktor pemicu penyebab penyakit asma antara lain asap tembakau, menghirup udara yang tercemar, menghirup iritasi pernapasan lainnya seperti parfum atau produk pembersih, paparan iritasi saluran udara di tempat kerja, menghirup zat penyebab alergi (alergen) seperti jamur, debu, atau bulu binatang, infeksi saluran pernapasan atas (seperti flu, pilek, sinusitis, atau bronchitis), paparan dingin, cuaca kering, emosional atau stres, beban fisik atau olahraga, refluks asam lambung yang dikenal sebagai penyakit refluks gastroesophageal, sulfida, aditif untuk beberapa makanan, dan haid (namun tidak semua wanita gejala asma terkait erat dengan siklus menstruasi).

Faktor-faktor penyebab asma termasuk:

Memiliki kecenderungan alergi

Orang tua menderita asma

Beberapa infeksi pernapasan selama masa kanak-kanak

Kontak dengan beberapa alergen udara atau eksposur ke beberapa infeksi virus pada masa bayi atau pada anak usia dini ketika sistem kekebalan tubuh berkembangFaktor pemicu asma

ISPA (rhinovirus, influenza, pneumonia, dll)

Alergen (debu, serbuk sari bunga, tengu, kecoa, jamur, dll)

Lingkungan (udara dingin, gas SO2, NO2, asap rokok, dll)

Emosi : cemas, stress

Olahraga: terutama pada suhu dingin dan kering

Obat/pengawet : Aspirin, NSAID, sulfit, benzalkonium klorida, beta bloker

Stimulus pekerjaan

1.4 Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur.Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi.Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.

3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum.Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

Berdasarkan Keparahan Penyakit:

1. Asma intermitenGejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80% 2. Asma ringan

Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80%

3. Asma sedang (moderate) Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80% 4. Asma parah (severe) Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleH gejala asma, PEF dan PEV < 60% Derajat AsmaGejalaGejala MalamFaal paru

* Gejala < 1x/minggu* Tanpa gejala di luarserangan

* Serangan singkat

*2 kali sebulan* VEP180% nilai prediksi

APE80% nilaiterbaik

*Variabiliti APE < 20%

II. Persisten RinganMingguanAPE > 80%

* Gejala > 1x/minggu,tetapi < 1x/ hari* Serangan dapat

mengganggu aktiviti

dan tidur

* > 2 kali sebulan* VEP180% nilai prediksi

APE80% nilai terbaik

* Variabiliti APE 20-30%

III. Persisten SedangHarianAPE 60 80%

* Gejala setiap hari* Serangan menggangguaktiviti dan tidur*Membutuhkan

bronkodilator

setiap hari

* > 1x / seminggu* VEP160-80% nilai prediksi

APE 60-80% nilai terbaik

* Variabiliti APE> 30%

IV. Persisten BeratKontinyuAPE60%

* Gejala terus menerus* Sering kambuh* Aktivitifisik terbatas* Sering* VEP160% nilai prediksi

APE60% nilai terbaik

* Variabiliti APE > 30%

Ditinjau dari segi Imunologi, asma dibedakan menjadi :

1.Asma Ekstrinsik, yang dibagi menjadi :1.1.Asma Ekstrinsik Atopik 3Penyebabnya adalah rangsangan alergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1.Gejala klinis dan keluhan cenderung timbul pada awal kehidupan, 85 % kasus terjadi sebelum usia 30 tahun . Sebagian besar asma tipe ini mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada waktu puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda pula. Prognosis tergantung pada serangan pertama yaitu berat ringannya gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai gejala yang berat, maka prognosisnya lebih jelek. Didalam darah dijumpai meningkatnya kadar IgE spesifik, dan pada riwayat keluarga didapatkan keluarga yang menderita asma.

1.2.Asma Ekstrinsik Non Atopik 3Sifat dari asma ini adalah serangan asma timbul karena paparan dengan bermacam alergen spesifik, seringkali terjadi pada saat melakukan pekerjaan atau timbul setelah mengalami paparan dengan alergen yang berlebihan. Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat ataupun keduanya. Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik. Timbulnya gejala cenderung pada akhir masa kehidupan, yang disebabkan karena sekali tersensitisasi, maka respon asma dapat dicetuskan oleh berbagai macam rangsangan non imunilogik seperti emosi, infeksi, kelelahan dan faktor sikardian dari siklus biologis.

2Asma Kriptogenik, yang dibagi menjadi 32.1.Asma Intrinsik2.2.Asma IdiopatikAsma jenis ini, alergen pencetusnya sukar ditentukan, tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab, dan tes kulit memberikan hasil negatif. Merupakan kelompok yang heterogen, respon untuk terjadi asma dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbeda-beda. Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur diatas 30 tahun dan disebut late onset asthma. Serangan sesak pada tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid. Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak dapat dibuktikan keterlibatan IgE. Kadar IgE serum dalam batas normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik. Tes serologis dapat menunjukkan adanya faktor reumatoid misalnya sel LE. Riwayat alergi keluarga jauh lebih sedikit dibandingkan dengan asma ekstrinsik yaitu 12 sampai 48 %.

Ditinjau Dari Gejala Klinis 8.11

1.Serangan asma ringan : dengan gejala batuk, mengi dan kadang-kadang sesak, Sa O2 95% udara ruangan, PEFR lebih dari 200 liter per menit, FEV1 lebih dari 2 liter, sesak nafas dapat dikontrol dengan bronkodilator dan faktor pencetus dapat dikurangi, dan penderita tidak terganggu melakukan aktivitas normal sehari-hari.

2.Serangan asma sedang : dengan gejala batuk, mengi dan sesak nafas walaupun timbulnya periodik, retraksi interkostal dan suprasternal, SaO2 92-95% udara ruangan, PEFR antara 80-200 liter per menit, FEV1 antara 1-2 liter, sesak nafas kadang mengganggu aktivitas normal atau kehidupan sehari-hari.

3.

Serangan asma berat : dengan gejala sesak nafas telah mengganggu aktivitas sehari-hari secara serius, disertai kesulitan untuk berbicara dan atau kesulitan untuk makan, bahkan dapat terjadi serangan asma yang mengancan jiwa yang dikenal dengan status asmatikus. Asma berat bila SaO2 91%, PEFR 80 liter per menit, FEV1 0,75 liter dan terdapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas berat seperti pernafasan cuping hidung, retraksi interkostal dan suprasternal, pulsus paradoksus 20 mmHg, berkurang atau hilangnya suara nafas dan mengi ekspirasi yang jelas.

1.5 Patogenesis

Asma Sebagai Penyakit Inflamasi

Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran nafas. Inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi) dan rubor (kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa sakit karena rangsangan sensoris) dan functio laesa (fungsi yang terganggu). Akhir-akhir ini syarat terjadinya radang harus disertai satu syarat lagi, yaitu infiltrasi sel-sel radang. Ternyata keenam syarat tadi dijumpai pada asma tanpa membedakan penyebabnya baik yang alergik maupun non alergik.

Seperti telah dikemukakan di atas baik asma alergik maupun non alergik dijumpai adanya inflamasi dan hipereaktivitas saluran nafas. Oleh karena itu, paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf autonom. Pada jalur IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cell; sel penyaji antigen), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th (sel T helper; penolong). Sel Th inilah yang akan memberikan instruksi melalui IL (interleukin) atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofage, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi. Mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrin (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskuler, edema saluran nafas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel, sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran nafas (HSN). Jalur non alergik selain merangsang sel inflamasi, juga merangsang sistem saraf autonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan HSN.

Hiperaktivitas Saluran Nafas (HSN)

Yang membedakan asma dengan orang normal adalah sifat saluran nafas pasien asma yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti iritan (debu), zat kimia (histamin, metakolin) dan fisis (kegiatan jasmani). Pada asma alergik, selain peka terhadap rangsangan tersebut di atas pasien juga sangat peka terhadap alergen yang spesifik. Sebagian HSN diduga didapat sejak lahir, tetapi sebagian lagi didapat.

Berbagai keadaan dapat meningkatkan hiperekativitas saluran nafas seseorang, yaitu:

1. Inflamasi Saluran Nafas

Sel-sel inflamasi serta mediator kimia yang dikeluarkan terbukti berkaitan erat dengan gejala asma dan HSN. Konsep ini didukung oleh fakta bahwa intervensi pengobatan dengan anti inflamasi dapat menurunkan derajat HSN dan gejala asma.

2. Kerusakan Epitel

Salah satu konsekuensi inflamasi adalah kerusakan epitel. Pada asma kerusakan bervariasi dari yang ringan sampai berat. Perubahan struktur ini akan meningkatkan penetrasi alergen, mediator inflamasi serta mengakibatkan iritasi ujung-ujung saraf autonom sering lebih mudah terangsang. Sel-sel epitel bronkhus sendiri sebenarnya mengandung mediator yang dapat bersifat sebagai bronkodilator . Kerusakan sel-sel epitel bronkhus akan mengakibatkan bronkokonstriksi lebih mudah terjadi.

3. Mekanisme Neurologis

Pada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf parasimpatis

4. Gangguan Intrinsik

Otot polos saluran nafas dan hipertrofi otot polos pada saluran nafas diduga berperan dalam HSN.

5. Obstruksi Saluran Nafas

Meskipun bukan faktor utama, obstruksi saluran nafas diduga ikut berperan dalam HSN.

(Heru, Sundaru, Sukamto, 2007)

1.6 Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut, seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin.Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

(Heru, Sundaru, Sukamto, 2007)

1.7 Manifestasi

GEJALA KLINIS ASMA PADA ANAKAnak dengan batuk membandel, bisa jadi merupakan gejala asma. Batuk membandel adalah batuk yang berlangsung lama (dua minggu lebih), sulit sembuh, timbul berulang dalam jangka pendek, atau membaik sebentar namun timbul lagi.

Gejala klinis asma bervariasi dari yang ringan sampai berat. Gejala khas asma adalah adanya sesak napas yang berulang disertai napas berbunyi. Batuk kering merupakan gejala awal yang biasanya terjadi pada malam dan menjelang pagi hari Selanjutnya batuk disertai dahak yang kental. Gejala ini sering disertai pilek-pilek (rinitis alergika). Gejala ini biasanya terjadi setelah 4 - 8 jam kontak dengan pemicu.

Hal yang mendukung ke arah asma diantaranya :

Batuk timbul jika terpajan dengan faktor pencetus yang banyak sekali bentuk dan macamnya. Batuk asma pada anak memberikan ciri lain yang lebih berat pada malam atau dini hari. Terkadang, perbedaan intensitas batuk pada siang dan malam hari, demikian ekstrem. Siang, tanpa batuk sama sekali, lalu malam justru hebat sampai anak tidak bisa tidur. Tentu orang tua ikut terganggu tidurnya. Akibatnya anak mengantuk di sekolah, dan orang tuanya mengantuk saat bekerja.

Hal lain yang memperkuat diagnosis asma ialah respons yang baik dengan obat asma. Sering karena tidak terdiagnosis asma, pasien dengan batuk bandel diberikan obat penekan batuk, tapi bentuknya malah kian menjadi. Pasien asma memang tidak boleh diberikan obat tadi. Pasien akan mereda batuknya jika diberikan obat asma.

Untuk mengonfirmasi diagnosis asma, perlu dilakukan pemeriksaan khusus berupa uji fungsi paru. Untuk melaksanakannya, pasien perlu melakukan jurus yang cukup kompleks. Biasanya, anak berusia dibawah tujuh tahun belum mampu melakukannya sehingga pemerikssaan ini terbatas digunakan pada anak kecil.

DerajatGejalaGejala MalamFaal Paru

Intermitten Gejala kurang dari 1 kali/minggu AsimtomatikKurang dari 2 kali dalam sebulanAPE > 80%

Mid Persistan Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari Serangan dapat menganggu aktivitas dan tidurLebih dari 2 kali dalam sebulanAPE >80%

Moderate Persistan Setiap hari Serangan 2 kali/seminggu, bisa berhari-hari Menggunakan obat setiap hari Aktivitas dan tidur tergangguLebih 1 kali dalam semingguAPE 60-80%

Severe Persistan Gejala kontinyu Aktivitas terbatas Sering seranganSeringAPE 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.

2. Emfisema Paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada di dapat adanya hiperinflasi.

3. Gagal Jantung KiriGejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan udem paru.4. Emboli ParuHal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.

1.9 Tata Laksana dan Pencegahan Asma tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikendalikan, sehingga penderita asma dapat mencegah terjadinya sesak napas akibat serangan asma.

Tujuan pengobatan anti penyakit asma adalah membebaskan penderita dari serangan penyakit asma.Hal ini dapat dicapai dengan jalan mengobati serangan penyakit asma yang sedang terjadi atau mencegah serangan penyakit asma jangan sampai terjadi.Mengobati disini bukan berarti menyembuhkan penyakitnya, melainkan menghilangkan gejala-gejala yang berupa sesak, batuk, atau mengi.Keadaan yang sudah bebas gejala penyakit asma ini selanjutnya harus dipertahankan agar serangan penyakit asma jangan datang kembali.

Tatalaksana Medikamentosa

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8 minggu.

Obat obat Pereda (Reliever)

a. Bronkodilator

b. Short-acting 2 agonistMerupakan bronkodilator terbaik dan terpilih untuk terapi asma akut pada anak.Reseptor 2 agonist berada di epitel jalan napas, otot pernapasan, alveolus, sel-sel inflamasi, jantung, pembuluh darah, otot lurik, hepar, dan pankreas.Obat ini menstimulasi reseptor 2 adrenergik menyebabkan perubahan ATP menjadi cyclic-AMP sehingga timbul relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan terjadinya bronkodilatasi.

Epinefrin/adrenalin

Tidak direkomendasikan lagi untuk serangan asma kecuali tidak ada 2 agonis selektif. Epinefrin menimbulkan stimulasi pada reseptor 1, 2, dan sehingga menimbulkan efek samping berupa sakit kepala, gelisah, palpitasi, takiaritmia, tremor, dan hipertensi.

Pemberian epinefrin aerosol kurang menguntungkan karena durasi efek bronkodilatasinya hanya 1-1,5 jam dan menimbulkan efek samping, terutama pada jantung dan CNS. 2 agonis selektif(12)Obat yang sering dipakai: salbutamol, terbutalin, fenoterol.

Dosis salbutamol oral

: 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis tebutalin oral

: 0,05 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis fenoterol

: 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.

Dosis salbutamol nebulisasi: 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu dengan dosis 0,3 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam).

Dosis terbutalin nebulisasi: 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai dalam 2 4 jam, lama kerjanya sampai 5 jam.Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 6 jam.

Serangan ringan : MDI 2 4 semprotan tiap 3 4 jam.

Serangan sedang: MDI 6 10 semprotan tiap 1 2 jam.

Serangan berat: MDI 10 semprotan.

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena pada keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering terjadi.

Dosis salbutamol IV: mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis maksimal 4 mcg/kgBB/menit.

Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse kontinu.

Efek samping 2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi.

c. Methyl xanthineEfek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan 2 agonist inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi 2 agonist dan anticholinergick.

Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5.Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan masuk ke air susu ibu. Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :

1 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam

6 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam

1 9 tahun : 1,2 1,5 mg/kgBB/Jam

> 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam

Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala.Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.1. Anticholinergics

Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida.Kombinasi dengan nebulisasi 2 agonist menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam(12).

Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 10 tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut.Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi asma jangka panjang pada anak.

2. Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan(12) :

Terapi inisial inhalasi 2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama.

Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler.

Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.

Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum dicapai dalan waktu 12 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon dengan dosis 1 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 3 kali sehari selama 3 5 kali sehari.

Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular.

Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal.Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam.Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 8 jam.

Obat obat Pengontrol

Obat obat asma pengontrol pada anak anak termasuk inhalasi dan sistemik glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled 2-agonist, theofilin, cromones, dan long acting oral 2-agonist.

1. Inhalasi glukokortikosteroid

Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.

Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation receptor 2 agonist.Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak).Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut

2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)

Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya lebih baik.Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut :

LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil leukotriane; Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor; Mencegah early asma reaction dan late asthma reaction

Dapat diberikan per oral, bahkan montelukast hanya diberikan sekali per hari., penggunaannya aman, dan tidak mengganggu fungsi hati; sayangnya preparat montelukast ini belum ada di Indonesia; Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.Ada 2 preparat LTRA :

a. Montelukast

Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per oral 1 kali sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)

b. Zafirlukast

Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia> 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari.

Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat mengganggu fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati.

3. Long acting 2 Agonist (LABA)

Preparat inhalasi yang digunakan adalah salmeterol dan formoterol. Pemberian ICS 400ug dengan tambahan LABA lebih baik dilihat dari frekuensi serangan, FEV1 pagi dan sore, penggunaan steroid oral,, menurunnya hiperreaktivitas dan airway remodeling.Kombinasi ICS dan LABA sudah ada dalam 1 paket, yaitu kombinasi fluticasone propionate dan salmeterol (Seretide), budesonide dan formoterol (Symbicort).Seretide dalam MDI sedangkan Symbicort dalam DPI.Kombinasi ini mempermudah penggunaan obat dan meningkatkan kepatuhan memakai obat.

4. Teofilin lepas lambatTeofilin efektif sebagai monoterapi atau diberikan bersama kortikosteroid yang bertujuan untuk mengontrol asma dan mengurangi dosis pemeliharaan glukokortikosteroid.Tapi efikasi teofilin lebih rendah daripada glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah.Efek samping berupa anoreksia, mual, muntah, dan sakit kepala, stimulasi ringan SSP, palpitasi, takikardi, aritmia, sakit perut, diare, dan jarang, perdarahan lambung. Efek samping muncul pada dosis lebih dari 10mg/kgBB/hari, oleh karena itu terapi dimulai pada dosis inisial 5mg/kgBB/hari dan secara bertahap diingkatkan sampai 10mg/kgBB/hari.Terapi Suportif

a. Terapi oksigen

Oksigen diberikan pada serangan sedang dan berat melalui kanula hidung, masker atau headbox.Perlu dilakukan pemantauan saturasi oksigen, sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry (nilai normal > 95%).

b. Campuran Helium dan oksigen

Inhalasi Helioks (80% helium dan 20% oksigen) selama 15 menit sebagai tambahan pemberian oksigen (dengan kanula hidung), bersama dengan nebulisasi salbutamol dan metilprednisolon IV, secara bermakna menurunkan pulsus paradoksus, meningkatkan peakflow dan mengurangi sesak. Campuran helium dan oksigen dapat memperbaiki oksigenasi karena helium bersifat ringan sehingga dapat mengubah aliran turbulen menjadi laminar dan menyebabkan oksigen lebih mudah mencapai alveoli.

c. Terapi cairan

Dehidrasi dapat terjadi pada serangan asma berat karena kurang adekuatnya asupan cairan, peningkatan insensible water loss, takipnea serta efek diuretic teofilin.Pemberian cairan harus hati-hati kareana pada asma berat terjadi peningkatan sekresi Antidiuretik Hormone (ADH) yan memudahkan terjadinya retensi cairan dan tekanan pleura negatif tinggi pada puncak inspirasi yang memudahkan terjadinya edema paru. Jumlah cairan yang diberikan adalah 1-1,5 kali kebutuhan rumatan.

Cara Pemberian Obat

UMURALAT INHALASI

< 2 tahunNebuliser, Aerochamber, babyhaler

2-4 tahunNebuliser, Aerochamber, babyhaler

Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer)

5-8 tahunNebuliser

MDI dengan spacer

Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)

>8 tahunNebuliser

MDI (metered dose inhaler)

Alat Hirupan Bubuk

Autohaler

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangu deposisi obat dalam mulut (orofaring), jadi mengurangi jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek sistemik. Sebaliknya, deposisi dalamm paru lebih baik sehingga didapat efek terapeutik yang lebih baik. Obat hirupan dalam bentuk bubuk kering (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah. Sebagian alat bantu yaitu Spacer (Volumatic, Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler, Autohaler) dapat dimodifikasi dengan menggunakan bekas gelas atau botol minuman atau menggunakan botol susu dengan dot susu yang telah dipotong untuk anak kecil dan bayi.Kurangnya pengertian mengenai cara-cara pengobatan yang benar akan mengakibatkan asma salalu kambuh. Jika pengobatannya dilakukan secara dini, benar dan teratur maka serangan asma akan dapat ditekan seminimal mungkin.

Pengobatan Asma Jangka Pendek

Pengobatan diberikan pada saat terjadi serangan asma yang hebat, dan terus diberikan sampai serangan merendah, biasanya memakai obat-obatan yang melebarkan saluran pernapasan yang menyempit.Tujuan pengobatannya untuk mengatasi penyempitan jalan napas, mengatasi sembab selaput lendir jalan napas, dan mengatasi produksi dahak yang berlebihan. Macam obatnya adalah: a. Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas

Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal sebagai obat bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:

-

Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo Napacin)

-

Golongan Simpatomimetika

-

Golongan Antikolinergik

Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat diperoleh penderita tanpa resep dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya penderita memperoleh obat anti asma yang lain.

B.Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napas

Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek sampingnya cukup berbahaya (bila pemakaiannya tak terkontrol), namun cukup potensial untuk mengatasi sembab pada bagian tubuh manusia termasuk pada saluran napas. Atau dapat juga dipakai kelompok Kromolin.

C.Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan.

Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk mengencerkan dahak yang kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan napas dengan refleks batuk. Oleh karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan untuk minum yang banyak. Namun tak menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo Cystein untuk membantu.

Pengobatan Asma Jangka Panjang Pengobatan diberikan setelah serangan asma merendah, karena tujuan pengobatan ini untuk pencegahan serangan asma.Pengobatan asma diberikan dalam jangka waktu yang lama, bisa berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, dan harus diberikan secara teratur.Penghentian pemakaian obat ditentukan oleh dokter yang merawat.

Pengobatan ini lazimnya disebut sebagai immunoterapi, adalah suatu sistem pengobatan yang diterapkan pada penderita asma/pilek alergi dengan cara menyuntikkan bahan alergi terhadap penderita alergi yang dosisnya dinaikkan makin tinggi secara bertahap dan diharapkan dapat menghilangkan kepekaannya terhadap bahan tersebut (desentisasi) atau mengurangi kepekaannya (hiposentisisasi). Dalam mengatasi dan mencegah asma paling tidak meminimalisir terjadinya serangan asma secara tiba-tiba, kita perlu mengetahui bagaimana tata pelaksanaan dalam menanggani asma

Pencegahan

Semua serangan penyakit asma harus dicegah.Serangan penyakit asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari.Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga.Ada usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya serangan penyakit asma, antara lain :

Menjaga kesehatan

Menjaga kebersihan lingkungan

Menghindarkan faktor pencetus serangan penyakit asma

Menggunakan obat-obat antipenyakit asma

Setiap penderita harus mencoba untuk melakukan tindakan pencegahan.Tetapi bila gejala-gejala sedang timbul maka diperlukan obat antipenyakit asma untuk menghilangkan gejala dan selanjutnya dipertahankan agar penderita bebas dari gejala penyakit asma.

1.10 Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :1. Status asmatikus

2. Atelektasis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema

6. Deformitas thoraks

7. Gagal nafas

1.11 Prognosis

Pada umumnya prognosis pada kasus asma cukup baik.Hal tersebut dikarenakan asma merupakan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya.Namun, apabila tidak dilakukan penanganan dapat menyebabkan kematian.Hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh dari WHO.WHO memperkirakan pada tahun 2005, terdapat 255.000 didunia meninggal karena asma. Sebagian besar ( ( 80%) terjadi dinegara berkembang.LI .2 MM Terapi dan Inhalasi

2.1 Prinsip Dasar Inhalasi

Terapi inhalasi adalah pemberian obat yang dilakukan secara inhalasi (hirupan) ke dalam saluran respiratorik.Penggunaan terapi inhalasi sangat luas di bidang respirologi atau respiratory medicine.Saat ini dikenal tiga jenis alat inhalasi dalam praktek klinis sehari-hari yaitu:

1. Nebulizer

2. Dry powder inhaler (DPI)

3. Metered dose inhaler (MDI)

1. Nebulizer

Dari aspek teknis ada dua jenis nebulizer, jet dan ultranonik. Nebulizer jet adalah alat yang menghasilkan aerosol dengan aliran gas kuat yang dihasilkan oleh kompresor listrik atau gas (udara atau oksigen) yang dimampatkan. Nebulizer ultrasonik menggunakan tenaga listrik untuk menggetarkan lempengan yang kemudian menggetarkan cairan di atasnya kemudian mengubahnya menjadi aerosol.

Karena berbagai faktor, nebulizer jet merupakan nebulizer yang paling banyak digunakan, jet nebulizer dapat diandalkan dan dapat menebulisasi semua jenis.Alat ini dapat digunakan pada semua kasus respiratorik.Pemakaiannya hanya memerlukan sedikit upaya dan koordinasi. Selanjutnya yang dimaksudkan nebulizer adalah nebulizer jet kecuali jika disebutkan lain. Volume isi adalah jumlah total cairan obat yang diisikan ke dalam labu nebulizer pada tiap kali nebulisasi. Volume residual adalah sisa cairan dalam labu nebulizer saat nebulisasi telah dihentikan. Sebagai patokan jika volume residual sekitar 1 ml, maka diperlukan volume isi sekitar 5 ml. Waktu nebulisasi adalah waktu sejak nebulizer dinyalakan dan aerosolnya dihirup sehingga nebulizer dihentikan. Untuk bronkodilator waktu nebulisasi tidak lebih dari 10 menit.

Sebelum penggunaan nebulizer pasien diberitahu bagaimana caranya.Sejauh memungkinkan pasien diminta untuk duduk tegak di kursi, bernapas dengan wajar yaitu dengan frekuensi dan kedalaman seperti bernapas biasa.Diminta juga untuk tidak bicara selama dalam nebulisasi, dan menjaga agar labu nebulizer tetap dalam posisi tegak.Jika cairan obat dalam labu tinggal sedikit, pasien dianjurkan agar menepuk-nepuk labu untuk meningkatkan volume output aerosol.

2. Dry Powder Inhaler (DPI)Turbuhaler mempunyai penampung bubuk obat murni tanpa bahan tambahan.Dosis terukur oleh piring ukur sesaat sebelum dihirup. Selama dihirup, obat akan melalui saluran berbentuk spiral dalam mouthpiece Turbuhaler. Turbulensi dalam saluran spiral ini akan mengendapkan partikel besar. Deposisi di bronkus dengan alat ini berkisar 17-32%, 20-25% tertinggal di inhaler, dan sekitar 50% terdeposisi di orofaring.

Langkah penggunaan Turbuhaler:

Tutup Turbuhaler dibuka

Pegang turbuhaler dalam posisi tegak, putar bagian bawahnya searah jarum jam hingga mentok kemudian putar balik berlawanan jarum jam hingga terdengar bunyi klik

Untuk pemakaian pertama lakukan langkah ini dua kali, untuk pemakaian selanjutnya cukup satu kali

Masukkan mouthpiece ke dalam mulut, katupkan kedua bibir

Setelah ekspirasi maksimal, lakukan inspirasi dengan cepat dan dalam hingga maksimal

Tahan napas selama 10 detik, kemudian hembuskan napas keluar

Selesai melakukan hirupan, pasien berkumur dan airnya dibuang untuk menghilangkan sisa obat yang tertinggal di mulut, sehingga mengurangi absorpsi sistemik.

Inhaler jenis ini bersifat effort dependent karena sumber tenaga penggerak alat ini sepenuhnya adalah upaya inspirasi maksimal dari pasien sehingga juga disebut breath-actuated inhaler.Pada anak kecil (balita) hal ini sulit dilakukan mengingat kemampuannya melakukan inspirasi kuat belum optimal.Pada anak yang lebih besar (di atas 5 tahun), penggunaan alat ini relatif mudah karena tidak memerlukan manuver yang kompleks seperti pada MDI.DPI ini tidak memerlukan alat tambahan seperti spacer sehingga lebih praktis dan mudah untuk dibawa.

3. Metered Dose Inhaler (MDI)

Seperti halnya DPI, maka alat ini bersifat effort dependent, karena memerlukan manuver tertentu yang cukup sulit agar sejumlah dosis obat mencapai sasarannya. Pemakaiannya secara langsung tanpa spacer bahkan lebih sulit daripada DPI. Sumber tenaga penggeraknya adalah propelan (zat pembawa) yang dibuat bertekanan tinggi dalam suatu tabung aluminium yang disebut kanister.

Langkah penggunaan MDI:

Kanister dalam aktuator dikocok dengan arah atas bawah beberapa kali, lalu tutup aktuator dibuka

MDI disiapkan dalam posisi tegak, pasien melakukan ekspirasi maksimal

Orifisium aktuator dimasukkan dalam mulut pasien di antara dua baris gigi, bibir dikatupkan rapat

Pasien melakukan inspirasi pelan, sesaat setelah itu kanister ditekan ke bawah agar obat keluar terdispersi, inspirasi diteruskan pelan dan dalam sehingga maksimal

Dalam posisi inspirasi maksimal, napas ditahan selama 10 detik, baru lakukan ekspirasi

Bila diperlukan dosis kedua dan seterusnya, lakukan langkah yang sama setelah 30-60 detik.

Selesai melakukan hirupan, pasien berkumur dan airnya dibuang untuk menghilangkan sisa obat yang tertinggal di mulut, sehingga mengurangi absorpsi sistemik

Metered Dose Inhaler (MDI) dengan spacer

Penggunaan MDI secara langsung mempunyai dua kekurangan utama.Pertama, MDI memerlukan manuver yang cukup sulit bahkan bagi orang dewasa sekalipun.Di samping itu percikan partikel dari MDI langsung ke mulut memiliki kecepatan tinggi dan ukuran partikel yang besar menyebabkan deposisi obat di orofaring tinggi. Untuk mengurangi hal tersebut ada yang menyarankan agar MDI jangan langsung dipasang di mulut, tetapi diberi jarak sekitar 4 cm. Namun cara ini berisiko membuat obat tersebar ke udara. Kemudian timbul pemikiran untuk menambahkan alat berupa tabung yang memberi ruang ( space) tambahan sehingga alatnya disebut spacer. Spacer dimaksudkan untuk mengurangi laju dan ukuran partikel sehingga saat mencapai rongga mulut keadaannya lebih ideal.Untuk penggunaan pada anak besar ujung spacer cukup dilengkapi dengan mouthpiece, sedangkan untuk bayi dan anak kecil ditambahkan masker.

Langkah penggunaan MDI dengan spacer:

Kanister dalam aktuator dikocok dengan arah atas bawah beberapa kali, lalu tutup aktuator dibuka

MDI disiapkan dalam posisi tegak, masukkan dalam spacer

Semprotkan obat dari MDI ke dalam spacer

Untuk anak besar diminta menghirup obat dalam spacer melalui mouthpiece

Untuk bayi dan anak kecil, spacer dipasangi masker sebelumnya dan katupkan masker menutupi mulut dan hidung pasien

Biarkan anak bayi bernapas ke dalam spacer selama sekitar 20-30 detik, sehingga semua obat dalam spacer telah dihirup

Bila diperlukan dosis kedua dan seterusnya, lakukanlah langkah yang sama setelah 30-60 detik

Selesai melakukan hirupan, jika sudah mampu pasien berkumur dan airnya dibuang untuk menghilangkan sisa obat yang tertinggal di mulut, sehingga mengurangi absorpsi sistemik

TambahanNebulisasi merupakan terapi inhalasi yang menggunakan alat nebulizer.Awalnya terapi ini hanya dilakukan pada kasus asma, tetapi seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan beberapa penelitian menunjukkan terapi ini juga bermanfaat dalam mengatasi masalah saluran nafas lainnya.Pada anak dengan riwayat atopi keluarga, dapat terjadi hiperreaktivitas bronkus (HRB) dengan atau tanpa retensi lendir/sputum.Kondisi ini sangat mengganggu, bahkan anak dapat muntah karena kesulitan mengeluarkan dahak/lendir ataupun terbangun dari tidur karena batuk.Kasus lainnya seperti rhinitis alergi, croup, bronkiolitis, pneumonia, aspirasi, maupun penyakit paru menahun juga memberikan respon positif pasca nebulisasi.

Tindakan ini dapat ditujukan untuk mengencerkan lendir, melebarkan (dilatasi) bronkus dan megatasi proses radang (inflamasi) yang langsung ke target organ sesuai dengan indikasi dan jenis obat yang dipilih. Terapi inhalasi lainnya yang berupa obat hirupan dalam bentuk bubuk kering Dry Powder Inhaler (DPI).Contoh obat-obat yang termasuk DPI antara lain Spinhaler, Rotahaler, Diskhaler, Easyhaler, dan Turbuhaler. Dibandingkan nebulizer, baik DPI maupun MDI memerlukan edukasi cara pemakaian sehingga umumnya dianjurkan untuk anak usia sekolah. Di luar negeri, terapi inhalasi yang lebih banyak dipilih adalah MDI dibandingkan nebulizer.Kelemahan alat nebulizer tentunya kurang flexibel, harga alat yang cukup mahal, ukuran alat besar, memerlukan tenaga listrik, dan pamakaiannya membutuhkan waktu yang lama sehingga kurang nyaman bagi bayi/anak. Anak usia sekolah yang sudah dapat diedukasi mengenai tekhnik penggunaan alat, dapat menggunakan MDI tanpa spacer, tetapi untuk bayi dan anak pra sekolah diperlukan spacer. Spacer sebagai pengatur jarak antara MDI dengan mulut anak.Alat ini berfungsi mengumpulkan partikel, sehingga partikel yang masuk ke saluran nafas anak merupakan partikel berukuran kecil. Partikel dengan ukuran yang besar (tidak aman) akan tertinggal di spacer, tetapi alat ini belum ada di Indonesia. Bila orangtua mampu menyediakan spacer dengan membelinya dari luar negeri, maka perlu edukasi mengenai cara pemakaiannya. Dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan dan fasilitas, diharapkan nantinya alat ini juga dapat tersedia di Indonesia.

Alat ini merubah bentuk larutan menjadi aerosol secara terus menerus.Ada 2 jenis nebulizer yaitu ultrasonik dan jet.Alat ini bekerja menggunakan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan, atau gelombang ultrasonik.Nebulizer dapat menghasilkan partikel aerosol secara terus-menerus, dan ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya ada pada saat anak melakukan inhalasi dan obat tidak banyak terbuang.Aerosol yang terbentuk dihirup anak melalui mouth piece atau sungkup.Aerosol yang terbentuk menghasilkan partikel yang berukuran sangat kecil sehingga dapat masuk ke saluran nafas yaitu berukuran < 10 m. Ukuran inilah yang menentukan target, partikel dengan ukuran yang sangat kecil dibutuhkan utk dapat menjangkau bagian dari saluran nafas tersebut. Target organ sepanjang saluran nafas yaitu hidung, sinus, trakea, bronkus, bronkiolus, bahkan sampai alveolus.

Manfaat nebulisasi tentu saja sangat tergantung pada efektifitas alat, tekhnik penggunaan dan pemilihan obat-obatan. Deposisi obat yang masuk ke saluran nafas setelah nebulisasi ditujukan untuk mengencerkan lendir, mampu melebarkan (dilatasi) saluran nafas dan mengatasi proses radang. Pada kasus-kasus tertentu dibutuhkan tindakan tambahan berupa fisioterapi pada dada seperti alat penggetar (vibrator), tepukan (tap) ataupun pemanasan (radiation).Untuk pemilihan tindakan yang lebih jauh, biasanya dokter rehabilitasi medik dapat turut berperan agar manfaat nebulisasi diperoleh maksimal.Nebulisasi cukup efektif karena sedikit memerlukan koordinasi dan beberapa jenis obat dapat dicampur menjadi satu.