158185633-REFERAT-cholelithiasiss.docx

download 158185633-REFERAT-cholelithiasiss.docx

of 15

Transcript of 158185633-REFERAT-cholelithiasiss.docx

BATU EMPEDU

12

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batu empedu merupakan penyakit yang sering ditemukan di negara maju dan jarang ditemukan di negara-negara berkembang. Dengan membaiknya keadaan sosial ekonomi, perubahan menu makanan ala barat serta perbaikan sarana diagnosis khususnya ultrasonografi, prevalensi penyakit batu empedu di negara-negara berkembang cenderung meningkat 1.Di amerika serikat, 10% populasi menderita kolelitiasis dengan batu empedu kolesterol mendominasi yang terjadi dalam 70% dari semua kasus batu empedu. Sisanya 30% dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi2.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau di dalam saluran empedu (choledocholithiasis) atau pada kedua-duanya3.

Gambar 2.1. Gambaran batu dalam kandung empedu (Emedicine, 2013)

2.2Anatomi kandung empedu

Kandung empedu merupakan kantong berbentuk alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus, corpus, infundibulum, dan collum. Fundus bentuknya bulat, ujungnya buntu dari kandung empedu. Corpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Collum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu4.

2 Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan hati sebagai Ductus hepaticus communis. Ductus hepaticus bergabung dengan Ductus cysticus membentuk Ductus choledochus5.

Gambar 2.1. Gambaran anatomi kandung empedu (Emedicine, 2013)

2.3 Fisiologi

Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya antara 600-1200 ml/hari6. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu5. Diluar waktu makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan di sini mengalami pemekatan sekitar 50 %. Fungsi primer dari kandung empedu adalah memekatkan empedu dengan absorpsi air dan natrium. Kandung empedu mampu memekatkan zat terlarut yang terkandung dalam empedu hepatik 5-10 kali dan mengurangi volumenya 80-90%4.Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting yaitu : Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak, karena asam empedu yang melakukan dua hal antara lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, asam empedu membantu transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa intestinal. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel hati.Pengosongan kandung empedu dipengaruhi oleh hormon cholecystokinin, hal ini terjadi ketika makanan berlemak masuk ke duodenum sekitar 30 menit setelah makan. Dasar yang menyebabkan pengosongan adalah kontraksi ritmik dinding kandung empedu, tetapi efektifitas pengosongan juga membutuhkan relaksasi yang bersamaan dari Sphincter Oddi yang menjaga pintu keluar Ductus biliaris communis kedalam duodenum. Selain cholecystokinin, kandung empedu juga dirangsang kuat oleh serat-serat saraf yang mensekresi asetilkolin dari sistem saraf vagus dan enterik. Kandung empedu mengosongkan simpanan empedu pekatnya ke dalam duodenum terutama sebagai respon terhadap perangsangan cholecystokinin. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empedu berlangsung buruk, tetapi bila terdapat jumlah lemak yang adekuat dalam makanan, normalnya kandung empedu kosong secara menyeluruh dalam waktu sekitar 1 jam6.Garam empedu, lecitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal kalau diperlukan3.

2.4 Epidemiologi

Insiden cholelithiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian di Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara (Syamsuhidayat). Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut 5 Fs : female (wanita), fertile (subur)-khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), fair, dan forty (empat puluh tahun).Cholelithiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya Cholelithiasis7,8.Faktor resiko tersebut antara lain:1. GenetikBatu empedu memperlihatkan variasi genetik. Kecenderungan membentuk batu empedu bisa berjalan dalam keluarga. Di negara Barat penyakit ini sering dijumpai, di USA 10-20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu. Batu empedu lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam. Batu empedu juga sering ditemukan di negara lain selain USA, Chili dan Swedia.2. Umur Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu, sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang3.3. Jenis KelaminBatu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki.4. Beberapa faktor lainFaktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya batu empedu antara lain: obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik.

2.5 Patogenesis

Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus5.Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu, Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu6.Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam Ductus choledochus melalui Ductus cysticus. Dalam perjalanannya melalui Ductus cysticus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejala kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam Ductus cysticus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu Ductus cysticus3.

2.6Patofisiologi batu empedu

a. Batu KolesterolBatu kolesterol murni tidak biasa ditemukan dan terjadi pada kurang dari 10% dari seluruh kejadian batu empedu. Batu ini biasanya miuncul sebagai batu besar dan tunggal dengan permukaan yang halus. Kebanyakan batu kolesterol lain mengandung pigmen empedu dan kalsium yang kadarnya bervariasi, tapi biasanya terkandung sebanyak 70% dari berat batu kolesterol. Batu kolesterol tipe ini biasanya jumlahnya multipel, bentuk dan ukurannya bervariasi, keras dan bersegi atau irreguler, berbentuk seperti buah mullberry dan lembut. Warnanya bervariasi dari warna kuning keputihan dan hijau sampai hitam. Kebanyakan batu kolesterol merupakan batu radiolusen; hanya kurang dari 10% yang radioopak. Apakah batu itu merupakan batu kolesterol murni atau campuran, kejadian utama pada pembentukan dari batu koleasterol adalah supersaturasi dari empedu dewngan kolesterol. Oleh karena itu, kadar kolesterol empedu yang tinggi dan batu empedu kolesterol dapat dikatakan sebagai satu penyakit. Kolesterol sangat nonpolar dan tidak larut dalam air dan empedu. Kelarutan kolesterol bergantung pada konsentrasi relatif dari kolesterol, garam empedu dan lesitin (fosfolipid utama dalam empedu). Supersaturasi hampir selalu disebabkan oleh hipersekresi koleterol dibandingkan dengan penurunan sekresi fosfolipid atau garam empedu.4Kolesterol disekresikan ke dalam empedu sebagai vesikel kolesterol-fosfolipid. Kolesterol dpertahankan dalam bentuk larutan oleh micelles, sebuah kompeks konjugasi garam embedu-fosfolipid-kolesterol, dan juga oleh vesikel kolesterol-fosfolipid. Keberadaan vesikel dan micelles dalam satu kompartemen yang aquaeous mempermudah berpindahnya lipid diantara keduanya. Maturasi vesikuler terjadi pada saat vesikel lipidtergabung dengan micelle. Vesikel fosfolipid bergabung dengan micelle dan lebih mudah terjadi dibanding vesikel kolesterol. Sehingga vesikel tersebut mengandung kadar kolesterol yang tinggi, menjadi tidak stabil, dan terjadi nukleasi kristal kolesterol. Pada enmedu yang tidak tersaturasi, terkumpulnya kolesterol dalam vesikel tidak terlalu penting. Dalam empedu yang mengalami supersaturasi, zona kpadat kolesterol terbentuk pada permukaan vesikel dengan kadar kolesterol tinggi, yasng menyebabkan tampaknya gambaran kristal kolesterol. Sebanyak sepertiga kolesterol bilier ditransportasikan dalam micelle, namun vesikel kolesterol-fosfolipid membawa mjayoritas kolesterol bilier.4Menurut Meyers & Jones, 1990 Proses fisik pembentukan batu kolesterol terjadi dalam empat tahap:

Supersaturasi empedu dengan kolesterol. Pembentukan nidus. Kristalisasi/presipitasi. Pertumbuhan batu oleh agregasi/presipitasi lamelar kolesterol dan senyawa lain yang membentuk matriks batu.

Gambar 2.3 Batu kolesterol (Boundless.com, 2013)

b. Batu pigmenBatu pigmen mengandung kurang dari 20% kolesterol dan berwarna gelap karena mengandung kalsium bilirubinat. Batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat hanya memiliki sedikit kesamaanm, sehingga harus dipertimbangkan sebagai entitas yang berbeda.4Bgatu pigmen hitam biasanya kecil, rapuh, berwarna hitam, dan kadang berspikula. Batu ini terbentuk dari supersaturasi kalsium bilirubuinat, karbonat, dan fosfat, seringnya terbentuk secara tidak langsung dari kelainan hemolitik seperti sferositosis herediter dan penyakit sickle cell, dan pada mereka yang mengalami sirosis. Seperti batu kolesterol, batu tipe ini hampir selalu terrbentuk dalam kandung empedu. Bilirubin yang tidak terkonjugasi lebih sulit larut daripada bilirubin yang terkonjugasi. Dekonjugasi bilirubinterjadi pada empedu secara normal dalam tingkat yang lambat. Meningkatnya kadar bilirubiun terkonjugasi, seperti dalam kasus hemolisis, menyebabkan peningkatan produksi bilirubin yang tidak terkonjugasi. Sirosis dapat menyebabkan meningkatnya sekresi bilirubin yang tidak terkonjugasi. Ketika perubahan keadaan menyebabkan peningkatan dekonmjugasi bilirubin dalam empedu, presipitasi dengan kalsium terjadi.4

Gambar 2.4 Batu Pigmen Hitam (medscape.com, 2013)

Batu colat biasanya berukuran kurang dari 1 cm, berwarna coklat kekunhingan, lembut dan biasanya lembek. Batu ini dapat terbentuk dalam kandung empedu ataupun dalam duktus biliaris, biasanya secara sekunder terbentuk karena infeksi bakterial yang menyebabklan stasis empedu. P[resipitat kalsium bilirubinat dan sbadan sel bakteri membentuk mayoritas bagian dari batu ini. Bakteri spereti Escherichia coli mensekresikan beta-glukoronidase yang secara enzim memecah bilirubin glukoronid untuk memproduksi bilirubin tidak terkonjugasi yang tidak dapat larut. Substansi ini ke,mudian terpresipitasi dengan kalsium, berasama dengan badan sel bakteri yang mati, membentuk batu coklat yang halus dalam trktus biliaris.4

Gambar 2.5 Batu Pigmen Coklat (gracemedicalschool.com, 2013)

2.6 Manifestasi klinis

2.6.1. Batu Kandung Empedu (Cholecystolithiasis)

1. AsimptomatikBatu yang terdapat dalam kandung empedu sering tidak memberikan gejala (asimptomatik). Dapat memberikan gejala nyeri akut akibat cholecystitis, nyeri bilier, nyeri abdomen kronik berulang ataupun dispepsia, mual (Suindra, 2007). Studi perjalanan penyakit sampai 50 % dari semua pasien dengan batu kandung empedu, tanpa mempertimbangkan jenisnya, adalah asimptomatik. Kurang dari 25 % dari pasien yang benar-benar mempunyai batu empedu asimptomatik akan merasakan gejalanya yang membutuhkan intervensi setelah periode waktu 5 tahun. Tidak ada data yang merekomendasikan cholecystectomy rutin dalam semua pasien dengan batu empedu asimptomatik4.2. SimptomatikKeluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Kolik biliaris, nyeri pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya dipresipitasi oleh makanan berlemak, terjadi 30-60 menit setelah makan, berakhir setelah beberapa jam dan kemudian pulih, disebabkan oleh batu empedu, dirujuk sebagai kolik biliaris. Mual dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris3,4.3. Komplikasi Cholecystitis akut merupakan komplikasi penyakit batu empedu yang paling umum dan sering menyebabkan kedaruratan abdomen, khususnya diantara wanita usia pertengahan dan manula. Peradangan akut dari kandung empedu, berkaitan dengan obstruksi Ductus cysticus atau dalam infundibulum. Gambaran tipikal dari cholecystitis akut adalah nyeri perut kanan atas yang tajam dan konstan, baik berupa serangan akut ataupun didahului sebelumnya oleh rasa tidak nyaman di daerah epigastrium post prandial. Nyeri ini bertambah saat inspirasi atau dengan pergerakan dan dapat menjalar kepunggung atau ke ujung skapula. Keluhan ini dapat disertai mual, muntah dan penurunan nafsu makan, yang dapat berlangsung berhari-hari. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tanda toksemia, nyeri tekan pada kanan atas abdomen dan tanda klasik Murphy sign (pasien berhenti bernafas sewaktu perut kanan atas ditekan). Massa yang dapat dipalpasi ditemukan hanya dalam 20% kasus. Kebanyakan pasien akhirnya akan mengalami cholecystectomy terbuka atau laparoskopik4.

2.6.2. Batu Saluran Empedu (Choledocholithiasis)

Pada batu Ductus choledochus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis, seperti demam dan menggigil bila terjadi Cholangitis. Apabila timbul serangan Cholangitis yang umumnya disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya Cholangitis tersebut.Cholangitisakut yang ringan sampai sedang biasanyaCholangitisbakterial non piogenik yang ditandai dengan Trias Charcot yaitu demam dan menggigil, nyeri didaerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi Cholangitis, biasanya berupa Cholangitis piogenik intrahepatik, akan timbul 5 gejala Pentade Reynold, berupa tiga gejala Trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental atau penurunan kesadaran sampai koma3.Choledocholithiasis sering menimbulkan masalah yang sangat serius karena komplikasi mekanik dan infeksi yang mungkin mengancam nyawa. Batu Ductus choledochus disertai dengan bakterobilia dalam 75% persen pasien serta dengan adanya obstruksi saluran empedu, dapat timbul Cholangitis akut. Episode parah Cholangitis akut dapat menyebabkan abses hati. Migrasi batu empedu kecil melalui Ampula Vateri sewaktu ada saluran umum diantara Ductus choledochus distal dan Ductus pancreaticus dapat menyebabkan pankreatitis batu empedu. Tersangkutnya batu empedu dalam ampula akan menyebabkan ikterus obstruktif.

2.7Penatalaksanaan

Konservatifa). Lisis batu dengan obat-obatan Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimptomatik tidak akan mengalami keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksikolat untuk melarutkan batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun1. b). Disolusi kontak Metode ini didasarkan pada prinsip PTC dan instilasi langsung pelarut kolesterol ke kandung empedu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka kekambuhan yang tinggi2.c). Lithotripsy(Extracorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)Lithotripsy gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksikolat.

Penanganan operatifa).CholecystostomyKolesistostomi berguna untukdekompesi dan drainase kandung emedu yang terdistensi, mengalami inflamasi, hidropik atau purulen. Tinmdakan ini dapat dilakukan pada pasien yang tiudak cukup memungkinkan kondisinya untuk dilakukan operasi abdominal. Drainase perkutaneus yang dituntun ultrasound dengan kateter pigtail merupakan prosedur yang dipilih. Kateter dimasukkan melalui kawat penuntun yang sebelumya telah dipasang menembus dinding abdomen, hepar, dan masuk ke dalam kandung empedu. Dengan menggunakan kateter yang melewati hepar, resiko terjadinya empedu yang merembes dari sekitar kateter dapat dikurangi. Kateter dapat dilepas apabila inflamasi sudah hilang dan kondisi pasien membaik. Kandung empedu dapat dibuang jika ada indikasi, biasanya dengan tindakan laparoskopi4.

Gambar 2.6Percutaneous Colescystostomy (medicc.jp, 2010)

b). Open cholecystectomi Operasi ini merupakan standar untuk penanganan pasien dengan batu empedu simptomatik. Indikasi yang paling umum untuk cholecystectomy adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh cholecystitis akut. Komplikasi yang berat jarang terjadi, meliputi trauma CBD, perdarahan, dan infeksi. Data baru-baru ini menunjukkan mortalitas pada pasien yang menjalani cholecystectomy terbuka pada tahun 1989, angka kematian secara keseluruhan 0,17 %, pada pasien kurang dari 65 tahun angka kematian 0,03 % sedangkan pada penderita diatas 65 tahun angka kematian mencapai 0,5 %4.c). Cholecystectomy laparoscopy Kelebihan tindakan ini meliputi nyeri pasca operasi lebih minimal, pemulihan lebih cepat, hasil kosmetik lebih baik, mempersingkatkan waktu perawatan di rumah sakit dan biaya yang lebih murah. Indikasi tersering adalah nyeri bilier yang berulang. Kontraindikasi absolut serupa dengan tindakan terbuka yaitu tidak dapat mentoleransi tindakan anestesi umum dan koagulopati yang tidak dapat dikoreksi. Komplikasi yang terjadi berupa perdarahan, pankreatitis, bocorDuctus cysticus dan trauma Ductus biliaris. Resiko trauma Ductus biliaris sering dibicarakan, namun umumnya berkisar antara 0,51%. Dengan menggunakan teknik laparoskopi kualitas pemulihan lebih baik, tidak terdapat nyeri, kembali menjalankan aktifitas normal dalam 10 hari, cepat bekerja kembali, dan semua otot abdomen utuh sehingga dapat digunakan untuk aktifitas olahraga.d). Cholecystectomyminilaparotomy Modifikasi dari tindakan cholecystectomy terbuka dengan insisi lebih kecil dengan efek nyeri pasca operasi lebih rendah5.

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesmana L. Batu Empedu dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi 3. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2000.380-4.2. Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-64.3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.4. Brunicardi FC et al. Schwartzs principles of surgery. 8th edition. United States America : McGraw Hill, 2005.1188-1218.5. Price SA, Wilson LM. Kolelitiasis dan Kolesistisis dalam : Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4. Jakarta : EGC. 1995. 430-44.6. Guyton AC, Hall JE. Sistem Saluran Empedu dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC, 1997. 1028-1029.7. Clinic Staff. Gallstones. Available from: http:/www.6clinic.com/health/digetivesystyem/DG9999.htm. Last update 25 Juli 2007 [diakses pada tanggal 16 April 2013]8. Cholelithiasis.Availablefrom: http:/www.7.com/healthmanagement/ManagingYourHealth/HealthReference/Disease/InDepth.htm. Last update April 2007 [diakses tanggal 16 April 2013].