1_212CME-Diagnosis Dan Tata Laksana Vertigo Pada Sindrom Stroke

7
7 CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014 PENDAHULUAN Vertigo atau dizziness merupakan keluhan ketiga paling umum yang dilaporkan dalam praktik dokter atau di klinik; mencakup 3-5% kunjungan rumah sakit, dan sekitar 25% dari jumlah tersebut dijumpai di unit gawat darurat. 1 Tidak semua vertigo disebabkan oleh vestibulopati perifer, tetapi bisa terjadi akibat patologi sentral. Tergantung tempat lesi, dapat dijumpai gangguan pendengaran dan gejala neurologi lainnya. Sebagian pasien vertigo di unit gawat darurat ternyata mengalami transient ischemic attack (TIA), insufisiensi vertebrobasilar, atau stroke iskemik vertebrobasilar. Sebaliknya, pada mereka yang mengalami TIA dan stroke, juga ditemukan adanya vertigo. 2 Karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan neurologi lengkap pada setiap kasus vertigo yang ditangani di unit gawat darurat. 3 Istilah dizziness sendiri digunakan untuk keluhan yang berkaitan dengan vertigo, presinkop, unsteadiness, dan bentuk non- spesifik lain. Bila terjadi akut, disertai mual atau muntah, berjalan goyang (unsteady gait), nistagmus, dan tidak toleran terhadap gerakan kepala, menetap sampai beberapa hari atau lebih, disebut sindrom vestibular akut (dengan/tanpa gangguan pendengaran). 1 Stroke dapat disertai vertigo, gangguan berjalan, dan hilangnya keseimbangan atau koordinasi. Walaupun vertigo lebih sering terjadi karena lesi perifer, penyebab sentral perlu diwaspadai karena dapat merupakan tanda bahaya (red Alamat korespondensi email: [email protected] Akreditasi IDI – 3 SKP Diagnosis dan Tata Laksana Vertigo pada Sindrom Stroke Darwin Amir Guru Besar Tetap, Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ Rumah Sakit Dr. M. Djamil, Padang, Indonesia Anggota Kelompok Studi (POKDI) Vertigo, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) ABSTRACT Vertigo (atau dizziness) dan gangguan keseimbangan adalah gejala ketiga paling umum yang ditemukan di unit gawat darurat. Terdapat tumpang tindih antara gejala sindrom vestibular akut dengan sindrom vertebrobasilar akut. Gejala yang berhubungan dengan gangguan sirkulasi posterior variasinya cukup luas tergantung cabang pembuluh darah yang mengalami oklusi (arteri serebeli posterior inferior [posterior inferior cerebellar artery, PICA], arteri serebeli anterior inferior [anterior inferior cerebellar artery, AICA], atau arteri serebeli superior [superior cerebellar artery, SCA]), seperti pada sindrom Wallenberg ataupun sindrom pontin inferior lateral. Gejala vestibular akut dengan tanda-tanda vertigo sentral merupakan hal serius (red flags). Pemeriksaan penunjang laboratorium tidak mendukung, pemeriksaan CT-scan pada fase akut sensitivitasnya rendah (sekitar 16%); sensitivitas pemeriksaan MRI cukup tinggi (83%), tetapi fasilitasnya belum tentu tersedia. Karena itu, dokter yang bertugas di unit gawat darurat perlu meningkatkan keterampilan klinis. Lebih dari 50% pasien dengan sindrom vestibular akut berhubungan dengan kausa sentral; identifikasi gejala vertigo dengan berbagai variasinya serta tanda-tanda fokal neurologi penting untuk penanganan lebih tepat. Kata kunci: vertigo, diagnosis, tata laksana, sindrom stroke ABSTRAK Vertigo (or dizziness) and equilibrium disorders are the third most common symptom in emergency ward. It can be caused by peripheral or central pathologic origin. There is an overlap between symptoms of acute vestibular syndrome with acute vertebro-basilar syndrome. Symptoms associated with posterior circulation disorders have wide variations depends on arteries occluded (PICA [posterior inferior cerebellar artery], AICA [anterior inferior cerebellar artery] or SCA [superior cerebellar artery]) as seen in Wallenberg syndrome or lateral inferior pontine syndrome. Differences between peripheral vertigo symptoms such as in Meniere’s syndrome, BPPV, vestibular neuronitis and labyrinthitis and central vertigo-related symptoms in the vertebro-basilar insufficiency need to be understood. Laboratory examination does not support diagnosis, CT- scan examination in acute phase showed low sensitivity (approximately 16%); MRI is fairly sensitive (83%) but is not universally available. Doctors in the emergency room need to improve their clinical skills. More than 50% patients with acute vestibular syndrome are associated with central etiology; identification of vertigo symptoms and neurologic focal signs is needed for more accurate management. Darwin Amir. Diagnosis and Management of Vertigo in Stroke Syndrome. Key words: vertigo, diagnosis, management, stroke syndrome CONTINUING MEDICAL EDUCATION

description

vertigo

Transcript of 1_212CME-Diagnosis Dan Tata Laksana Vertigo Pada Sindrom Stroke

Page 1: 1_212CME-Diagnosis Dan Tata Laksana Vertigo Pada Sindrom Stroke

7

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

PENDAHULUAN

Vertigo atau dizziness merupakan keluhan

ketiga paling umum yang dilaporkan dalam

praktik dokter atau di klinik; mencakup 3-5%

kunjungan rumah sakit, dan sekitar 25%

dari jumlah tersebut dijumpai di unit gawat

darurat.1 Tidak semua vertigo disebabkan

oleh vestibulopati perifer, tetapi bisa terjadi

akibat patologi sentral. Tergantung tempat

lesi, dapat dijumpai gangguan pendengaran

dan gejala neurologi lainnya. Sebagian

pasien vertigo di unit gawat darurat ternyata

mengalami transient ischemic attack (TIA),

insufi siensi vertebrobasilar, atau stroke iskemik

vertebrobasilar. Sebaliknya, pada mereka yang

mengalami TIA dan stroke, juga ditemukan

adanya vertigo.2 Karena itu, perlu dilakukan

pemeriksaan neurologi lengkap pada setiap

kasus vertigo yang ditangani di unit gawat

darurat.3

Istilah dizziness sendiri digunakan untuk

keluhan yang berkaitan dengan vertigo,

presinkop, unsteadiness, dan bentuk non-

spesifi k lain. Bila terjadi akut, disertai mual

atau muntah, berjalan goyang (unsteady

gait), nistagmus, dan tidak toleran terhadap

gerakan kepala, menetap sampai beberapa

hari atau lebih, disebut sindrom vestibular akut

(dengan/tanpa gangguan pendengaran).1

Stroke dapat disertai vertigo, gangguan berjalan,

dan hilangnya keseimbangan atau koordinasi.

Walaupun vertigo lebih sering terjadi karena

lesi perifer, penyebab sentral perlu diwaspadai

karena dapat merupakan tanda bahaya (red

Alamat korespondensi email: [email protected]

Akreditasi IDI – 3 SKP

Diagnosis dan Tata Laksana Vertigo pada Sindrom Stroke

Darwin Amir Guru Besar Tetap, Bagian Ilmu Penyakit Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/

Rumah Sakit Dr. M. Djamil, Padang, Indonesia

Anggota Kelompok Studi (POKDI) Vertigo, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI)

ABSTRACT

Vertigo (atau dizziness) dan gangguan keseimbangan adalah gejala ketiga paling umum yang ditemukan di unit gawat darurat. Terdapat

tumpang tindih antara gejala sindrom vestibular akut dengan sindrom vertebrobasilar akut. Gejala yang berhubungan dengan gangguan

sirkulasi posterior variasinya cukup luas tergantung cabang pembuluh darah yang mengalami oklusi (arteri serebeli posterior inferior [posterior

inferior cerebellar artery, PICA], arteri serebeli anterior inferior [anterior inferior cerebellar artery, AICA], atau arteri serebeli superior [superior cerebellar

artery, SCA]), seperti pada sindrom Wallenberg ataupun sindrom pontin inferior lateral. Gejala vestibular akut dengan tanda-tanda vertigo sentral

merupakan hal serius (red fl ags). Pemeriksaan penunjang laboratorium tidak mendukung, pemeriksaan CT-scan pada fase akut sensitivitasnya

rendah (sekitar 16%); sensitivitas pemeriksaan MRI cukup tinggi (83%), tetapi fasilitasnya belum tentu tersedia. Karena itu, dokter yang bertugas

di unit gawat darurat perlu meningkatkan keterampilan klinis. Lebih dari 50% pasien dengan sindrom vestibular akut berhubungan dengan

kausa sentral; identifi kasi gejala vertigo dengan berbagai variasinya serta tanda-tanda fokal neurologi penting untuk penanganan lebih tepat.

Kata kunci: vertigo, diagnosis, tata laksana, sindrom stroke

ABSTRAK

Vertigo (or dizziness) and equilibrium disorders are the third most common symptom in emergency ward. It can be caused by peripheral or

central pathologic origin. There is an overlap between symptoms of acute vestibular syndrome with acute vertebro-basilar syndrome. Symptoms

associated with posterior circulation disorders have wide variations depends on arteries occluded (PICA [posterior inferior cerebellar artery],

AICA [anterior inferior cerebellar artery] or SCA [superior cerebellar artery]) as seen in Wallenberg syndrome or lateral inferior pontine syndrome.

Diff erences between peripheral vertigo symptoms such as in Meniere’s syndrome, BPPV, vestibular neuronitis and labyrinthitis and central

vertigo-related symptoms in the vertebro-basilar insuffi ciency need to be understood. Laboratory examination does not support diagnosis, CT-

scan examination in acute phase showed low sensitivity (approximately 16%); MRI is fairly sensitive (83%) but is not universally available. Doctors

in the emergency room need to improve their clinical skills. More than 50% patients with acute vestibular syndrome are associated with central

etiology; identifi cation of vertigo symptoms and neurologic focal signs is needed for more accurate management. Darwin Amir. Diagnosis

and Management of Vertigo in Stroke Syndrome.

Key words: vertigo, diagnosis, management, stroke syndrome

CONTINUING MEDICAL EDUCATIONCONTINUING MEDICAL EDUCATION

Page 2: 1_212CME-Diagnosis Dan Tata Laksana Vertigo Pada Sindrom Stroke

8

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

Sistem vestibular berperan penting dalam

sensasi gerakan serta memelihara gerakan

kompensasi yang diperlukan untuk menjaga

stabilitas tubuh, kepala, dan mata. Sebagian

besar sistem vestibular dijumpai pada tingkat

batang otak, sedangkan fungsinya berada di

bawah kontrol persepsi kesadaran.4,10

Traktus vestibulospinal lateral, yang berasal

dari nukleus vestibular lateral, memfasilitasi

otot ekstensor tungkai ipsilateral. Serabut

vestibulospinal medial, yang berasal dari

nukleus vestibularis inferior dan medial, turun

secara bilateral melalui fasikulus longitudinalis

medialis dan memengaruhi otot-otot

leher, kepala, tubuh, dan bagian proksimal

tungkai. Jadi, refl eks vestibulospinal adalah

mekanisme kunci terwujudnya keseimbangan

yang ditopang oleh tiga kelompok utama

neuron.11

Penting diketahui bahwa semua kanalis

semisirkularis bekerja dengan pasangannya

yang berlawanan (opposed pairs). Masing-

masing kanalis horizontal berorientasi

terhadap gerakan yang menyebabkan eksitasi

pada satu sisi, sementara lawannya bekerja

menghasilkan inhibisi di sisi lain. Sementara

itu, neuron aferen primer mempunyai tonic

fi ring rate; eksitasi dan inhibisi yang dinyatakan

sebagai meningkatnya atau menurunnya fi ring

rate pada tiap saraf.5 Menundukkan kepala

ke depan akan merangsang kanalis anterior,

dan mendefl eksikan kepala ke belakang akan

merangsang kanalis posterior.5,7,11

Organ otolit sensitif terhadap gerakan

akselerasi linear, terjadinya gerakan linear, atau

perubahan orientasi yang berwujud gravitasi.

Organ ini juga berpasangan, masing-masing

dirangsang oleh kepala miring ipsilateral dan

diinhibisi oleh kepala miring kontraletaral.5,7

fl ag), terutama pada stroke iskemik batang

otak atau serebelum yang gambarannya

menyerupai vertigo perifer benigna.1

Dasar diagnosis penyebab vertigo sangat

terbatas sehingga sering dijumpai kekeliruan

diagnosis penyebab sindrom vestibular akut.

Karena itu, perlu kewaspadaan, terutama

bagi para dokter yang bertugas di unit gawat

darurat. Salah diagnosis sering terjadi karena

variasi dalam praktik klinis, seperti faktor yang

memengaruhi ketepatan diagnosis, akses

teknologi, ada tidaknya konsultan, pelatihan

yang diikuti, serta perbedaan budaya dan

bahasa.1

EPIDEMIOLOGI

Angka kejadian pasti gejala vestibular akut

dalam praktik klinis di Indonesia belum ada;

laporan berbagai hasil penelitian di berbagai

negara menunjukkan variasi cukup luas. Di

Jepang, survei retrospektif pada klinik neuro-

otologi mendapatkan 3,5 kasus per 100.000

populasi, sedangkan di Amerika Serikat,

berdasarkan penelitian berbasis rumah

sakit, didapatkan angka 6% dari kunjungan

setiap tahunnya dan 4% dari jumlah

tersebut terdiagnosis stroke (cerebrovascular

disease, CVD). Sebanyak 22% dari total

kunjungan dipulangkan tanpa diagnosis

penyebab. Penelitian lain di Amerika Serikat

melaporkan penyebab paling sering sindrom

vestibular akut adalah patologi sentral dan

gejalanya menyerupai neuritis vestibularis

(pseudoneuritis); penyebabnya didominasi

stroke (83%) dan kondisi demielinasi (11%). Dua

penelitian prospektif menyimpulkan bahwa

pasien sindrom vestibular akut berisiko tinggi

terserang stroke dengan faktor usia dan risiko

vaskuler sebagai entry criteria.1 Sekitar 3,2%

pengidap berbagai jenis vertigo yang datang

ke unit gawat darurat ternyata mengalami TIA

atau stroke, sedangkan pada 17% pasien TIA

atau stroke, ditemukan adanya vertigo.2

Indonesia mencakup 33 provinsi yang memiliki

rumah sakit sendiri-sendiri. Dengan asumsi

rata-rata kunjungan 500 orang setiap hari,

ditambah 502 RSUD tingkat II di kabupaten/

kotamadya, dengan rata rata kunjungan 100

orang setiap hari, 6 hari kerja, akan dijumpai

6 X 500 X 4 X 33 = 396.000 ditambah 6 X 100

X 4 X 502 = 1.204.000, atau sekitar 1.600.000

pasien vertigo setiap bulan; sekitar 400.000 dari

jumlah tersebut merupakan kasus sindrom

vertebro-basilar di unit gawat darurat.

FISIOLOGI KESEIMBANGAN

Keseimbangan (equilibrium) bergantung pada

input tiga sistem, yaitu visual, proprioseptif,

dan vestibular. Input proprioseptif berasal

dari reseptor, terutama pada leher, kolumna

vertebralis, dan kedua tungkai. Keseimbangan

dapat dipertahankan oleh dua dari tiga input

tadi.11 Sistem vestibular mencakup labirin

telinga tengah, cabang vestibular nervus

VIII, dan berhubungan dengan nukleus

vestibularis di ponto-medullary junction,

batang otak, talamus, dan korteks serebri.

Hubungan dengan nervus III, IV, dan VI

berfungsi memelihara pandangan mata

agar selalu siaga sekalipun dalam keadaan

bergerak4; misalnya, memelihara gerakan

bola mata dan fokus membaca nama jalan,

sementara sedang berjalan atau menyetir10;

jadi, hubungan tersebut bekerja menstabilkan

sistem visual, yakni mata terfi ksasi pada target

sekalipun kepala bergerak. Fenomena ini

disebut refl eks okulovestibular (vestibulo-

ocular refl ex, VOR).

Dasar anatomi fenomena ini ditopang oleh 3

(tiga) neuron11:

• Neuron aferen pada ganglion vestibulare,

• Interneuron nukleus vestibularis,

• Neuron motorik bagian bawah atau

eferen pada nukleus okulomotorius, nukleus

troklearis, dan nukleus abdusen.

Tiga kanalis semisirkularis (horizontal,

anterior, dan posterior) membentuk refl eks

okulovestibular dalam posisi angular

(angular vestibulo-ocular refelx, aVOR),

sedangkan dua organ otolit (sakulus dan

utrikulus) membentuk refl eks okulovestibular

dalam posisi linear (linear vestibulo-ocular

refl ex, lVOR).4 VOR dimediasi oleh nukleus

vestibularis, fasikulus longitudinalis medialis

(FLM), nukleus okularis motorius, serta nervus

kranialis III, IV, dan VI.10

Visual

Vestibular

Proprioseptif

Primary Processor

(Vestibular Nuclear Complex)

Adaptive Processor

(Cerebellum)

Primary Processor

(Vestibular Nuclear Complex)

Sensory Input General Processing Motor Output

Eye Movement

Positional

Movement

Gambar 1 Diagram yang menggambarkan organisasi sistem vestibular5

Page 3: 1_212CME-Diagnosis Dan Tata Laksana Vertigo Pada Sindrom Stroke

9

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

Bila terjadi asimetri, akan diinterpretasikan

sebagai rotasi kepala; dengan demikian,

lesi nervus VIII yang menyebabkan asimetri

akan menimbulkan vertigo. Jadi, vertigo

adalah sensasi rotasi pada sistem vestibular;

pada sistem lain, seperti penglihatan dan

proprioseptif, tidak terjadi sensasi rotasi.4

NISTAGMUS

Nistagmus adalah osilasi ritmik involunter

mata pada arah horizontal, vertikal, torsional,

atau campuran. Dijumpai gerakan lambat bola

mata pada satu arah diikuti sentakan cepat

pada arah berlawanan. Nistagmus disebabkan

oleh lesi asimetri pada sistem vestibular (bisa

di labirin, nervus VIII, nukleus vestibularis, atau

serebelum).10

Fase lambat bersifat patologik, sedangkan

fase cepat adalah normal, yang merupakan

mekanisme penempatan kembali (reset

mechanism) oleh korteks serebri untuk

memelihara gerakan bola mata agar tetap

normal. Dengan demikian, terjadinya gerakan

sakadik tidak berasal dari VOR, tetapi dari

korteks serebri. Jika fungsi serebrum tidak

ada, umpamanya pada keadaan koma, dan

dilakukan rangsangan nistagmus dengan

tes kalori, mata bergerak dalam fase lambat.4

Nistagmus bisa terjadi akibat penyakit visual,

penyakit labirin, atau kelainan yang mengenai

serebelum atau batang otak.10

PATOFISIOLOGI VERTIGO SENTRAL DAN

PERIFER

Sistem vestibular terbagi atas komponen

sentral dan perifer. Organ vestibular normalnya

dalam keadaan tonik dan simetris, yang

bila dirangsang, akan merangsang sistem

vestibular sentral. Informasi ini dikoordinasikan

bersama dengan input sensorik proprioseptif

dan okuler yang diproses melalui jaras

vestibular sentral, yaitu nukleus vestibularis,

sehingga tubuh terpelihara dalam keadaan

sense of position dan sense of balance.5

Vertigo dapat terjadi akibat gangguan perifer

dan sentral. Vertigo perifer merupakan

gangguan yang terbatas pada nervus

kranialis VIII beserta semua struktur distalnya.

Gangguan vertigo perifer mencetuskan

nistagmus pada sisi kontralateral yang akan

tertekan pada fi ksasi visual. Nistagmus akan

membaik pada posisi mata melihat ke arah lesi

dan bertambah jelek bila melihat berlawanan

arah lesi. Pasien dapat juga mengeluh serasa

mau jatuh. Gejala vegetatif sering dijumpai,

berupa mual, muntah, keringat dingin,

dan bradikardia. Vertigo perifer, antara lain,

meliputi sindrom Meniere, benign paroxysmal

positional vertigo (BPPV), neuronitis vestibular,

dan labirintitis.14

Tidak semua vertigo terjadi akibat

vestibulopati perifer, bisa juga karena patologi

sentral. Pasien lesi sentral sering mengalami

ketidakseimbangan dan ataksia ketimbang

vertigo yang sebenarnya. Keluhan pasien

dapat berupa tidak mampu berdiri dan

berjalan, atau berjalan dengan bantuan.

Berbeda dengan lesi perifer, nistagmus pada

patologi sentral berubah arah dengan fokus

penglihatan (gaze), tidak mampu memfi ksasi

pandangan terutama dalam arah vertikal atau

torsional. Tergantung letak lesi, bisa disertai

dengan gangguan pendengaran atau gejala

neurologis lain.3

PATOLOGI STROKE

Stroke adalah terjadinya defi sit neurologis

tiba-tiba secara lokal sesuai dengan

distribusi arteri atau vena, yang bisa hilang

dalam beberapa menit atau beberapa jam

(transient ischemic attack, TIA) atau menetap

(stroke komplet), yang disebabkan oleh

aterotromboembolisme, emboli kardiogenik,

penyakit iskemik pembuluh darah kecil, atau

kombinasi beberapa macam penyebab.14

Secara konvensional, stroke dibedakan atas

stroke iskemik yang mencakup sekitar 80%

dari semua stroke, terdiri atas stroke trombosis

(pada orang tua), stroke emboli (biasanya

pada usia lebih muda disertai hipertensi

dan kelainan jantung), dan stroke karena

hipoperfusi. Ketiga bentuk patologi stroke

iskemik ini menggambarkan infark serebri.16

Stroke jenis kedua adalah stroke perdarahan

(hemoragik) dengan frekuensi sekitar 20%.

Stroke hemoragik ini dibedakan lagi menjadi

stroke karena perdarahan intraserebral (PIS)

dan stroke karena perdarahan subaraknoid

(PSA).15,16

Dalam memahami stroke, terdapat

pendekatan teritorial aliran darah (territorial

approach). Secara anatomi, sirkulasi vaskuler

otak dibedakan atas sirkulasi anterior (berasal

dari sistem karotis) yang memasok sekitar

80% organ serebral, termasuk nervus optikus,

retina, serta lobus frontotemporal dan lobus

anterotemporal otak, dan sirkulasi posterior

(berasal dari arteri sistem vertebrobasilar)

yang hanya memasok sekitar 20% bagian

otak, meliputi batang otak, serebelum,

talamus, pusat pendengaran, dan korteks

pusat penglihatan.16

Berdasarkan pendekatan teritorial aliran darah,

stroke dibagi atas stroke sirkulasi anterior

(anterior circulation stroke, ACS) dan stroke

sirkulasi posterior (posterior circulation stroke,

Gambar 2 Jaras refl eks vestibular26

Page 4: 1_212CME-Diagnosis Dan Tata Laksana Vertigo Pada Sindrom Stroke

10

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

PCS). Stroke sirkulasi anterior paling banyak

dijumpai, yakni pada 70% kasus stroke. Oklusi

arteri serebri media beserta cabangnya paling

banyak menyebabkan infark (90%), sekitar

30% melibatkan arteri serebri media cabang

profunda, 50% arteri serebri media superfi sial,

serta 10% cabang arteri media profunda dan

superfi sial; oklusi arteri serebri anterior hanya

sekitar 2%.18 Stroke sirkulasi posterior (PCS)

terjadi pada sekitar 10-15% (12,31%) kasus

stroke. Area yang terkena adalah batang otak,

serebelum, lobus oksipitalis, dan talamus, yang

dipasok oleh sepasang arteri vertebralis.19

Gambaran Klinis Stroke Sirkulasi

Posterior

Sesuai patologi gangguan sirkulasi posterior,

stroke dapat dibedakan atas:

1. Transient ischemic attack (TIA)

Pada TIA, defi sit neurologik membaik dalam 24

jam, umumnya sekitar 30 menit sampai 1 jam

sudah membaik. Namun, bila tidak ditangani

dengan baik untuk mencari faktor risiko dan

dikoreksi, dalam kurun waktu 90 hari dapat

terjadi stroke; separuhnya terjadi dalam waktu

yang lebih cepat.13,16

2. Stroke vertebrobasilar

Aliran darah batang otak, telinga bagian

dalam dan serebelum berasal dari sistem

vertebrobasilar. Oklusi beberapa cabang utama

sistem ini akan menyebabkan vertigo. Gejala

stroke iskemik vertebrobasilar (vertebrobasilar

ischemic stroke, VIS) sangat bervarisasi dan

bergantung pada cabang sirkumferensial

utama yang mengalami oklusi, apakah arteri

serebeli posterior inferior (posterior inferior

cerebellar artery, PICA), arteri serebeli anterior

inferior (anterior inferior cerebellar artery, AICA),

atau arteri serebeli superior (SCA). Sejumlah

penyebab terlibat dalam proses oklusi sistem

vertebrobasilar, terutama aterosklerosis,

emboli, dan diseksi arteri vertebralis. Diseksi

arteri vertebralis dapat terjadi akibat trauma,

manipulasi leher, atau spontan. Penyebab

yang jarang adalah sindrom “sub-clavian

steal”, gangguan hiperkoagulasi, dan keadaan

infl amasi.3

Gejala stroke iskemik di daerah ini variasinya

sangat luas dan tergantung cabang

yang mengalami oklusi. Oklusi PICA akan

menyebabkan infark di daerah medula

lateral dan memunculkan sindrom medula

lateral yang populer dengan nama sindrom

Wallenberg. Manifestasi klinis meliputi vertigo,

nistagmus, gangguan berjalan, ataksia tungkai

ipsilateral dan nyeri atau kesemutan di wajah,

hemianestesia tubuh kontralateral, sindrom

Horner, disfagia, suara serak, dan (jarang)

paralisis nervus fasialis.1,3

Infark pontomeduler lateral (oklusi AICA)

memunculkan sindrom pontin inferior lateral.

Sindrom ini ditandai gejala menyerupai

sindrom Wallenberg dengan beberapa

perbedaan. Gangguan nervus kranialis VII dan

VIII menghasilkan paralisis fasial ipsilateral,

tinitus, dan gangguan pendengaran. Disfagia

dan suara serak juga akan terjadi pada oklusi

AICA.3

Sindrom pontin superior lateral terjadi bila

arteri serebeli superior tersumbat. Pada

sindrom ini, dapat terjadi vertigo, nistagmus,

gangguan berjalan, ataksia tungkai ipsilateral,

nyeri wajah atau kesemutan, hemianestesia

tubuh kontralateral, dan sindrom Horner.

Perbedaan sindrom ini adalah ditemukannya

gangguan rasa getar dan suhu karena

terlibatnya lemniskus medial.1,3,12

Pada keluhan vertigo spontan, klinisi harus

jeli untuk menghindari kesalahan diagnosis

stroke iskemik. Penting dipikirkan terjadinya

stroke pada pasien vertigo akut dengan gejala

dan tanda neurologis secara bersamaan.

Sekali stroke dicurigai, eksplorasi mendalam

perlu dilakukan. Dalam hal ini, perlu dilakukan

pemeriksaan fi sik, pencitraan, dan konsultasi

neurologi sebelum memulai pengobatan.12

Insufi siensi Vertebrobasilar

Insufi siensi vertebrobasilar adalah sinonim dari

TIA sistem vertebrobasilar. Per defi nisi, pasien

mengalami gejala menyerupai apa yang

sudah dirinci di atas, tetapi gejala menghilang

dalam 24 jam. Jika tidak ditangani dengan

baik, proses penyakit akan berkembang

menjadi stroke dengan sekuele permanen.

Faktor risiko dan penyebab identik dengan VIS

(vertebrobasilar ischemic stroke). Sekitar 48%

penderita VIS melaporkan bahwa serangan TIA

telah dirasakan beberapa hari atau beberapa

minggu sebelumnya; 29% pasien mengalami

sekurang-kurangnya satu episode vertigo,

gejala insufi siensi vertebrobasilar sebelum

terjadi VIS. Pasien yang mengalami serangan

TIA vertebrobasilar cenderung berkembang

menjadi stroke lebih cepat dibanding dengan

TIA pada sirkulasi anterior.3

Insufi siensi vertebrobasilar sering

menyebabkan vertigo pada orang tua.

Gejalanya berlangsung dari beberapa menit

sampai berjam-jam, khasnya sekitar 8 menit;

vertigo merupakan manifestasi pada sepertiga

pasien. Rekurensi vertigo tanpa disertai tanda

neurologis beberapa bulan kemudian harus

dicurigai disebabkan oleh gangguan lain.1,3

VERTIGO DAN STROKE

Kesalahan diagnosis (missed diagnosis) pada

TIA atau stroke sirkulasi posterior dan vertigo

sering terjadi, mencapai 35% pada pasien

vertigo. Alasan salah diagnosis ini adalah

karena vertigo dapat disebabkan oleh

gangguan non-vestibular (kardiogenik, 8%

pada infark miokard) dan ortostatik (sekitar

37%). Alasan lain adalah karena pasien sering

tidak bisa menceritakan gejalanya dengan

jelas atau, sebaliknya, karena pertanyaan yang

diajukan tidak spesifi k.1

Pendekatan konvensional dengan

menanyakan kualitas gejala ternyata kurang

efektif. Apakah pasien menggunakan

istilah vertigo, atau rasa berputar (spinning),

melayang (lightheadedness) tidak bermanfaat

dalam menentukan etiologi. Apakah vertigo

atau nonspecifi c dizziness tidak membantu

memprediksi etiologi pasien. Misalnya, pasien

BPPV sering menggunakan keterangan

tidak spesifi k untuk melaporkan gejalanya

dan pasien yang nyata-nyata berpenyakit

jantung sering kali menyebut keluhannya

sebagai vertigo. Karena luasnya spektrum

pengungkapan gejala, pendekatan dokter

di unit gawat darurat menjadi tumpang-

tindih dalam menyimpulkan vertigo benigna

(BPPV, vestibular neuronitis, dan labirintitis)

dengan etiologi serius (stroke batang otak

dan stroke serebelum).1,5 Meskipun sebagian

besar (93%) dokter mengatakan bahwa jenis

vertigo penting untuk diverifi kasi, hanya 13%

dokter di unit gawat darurat yang mampu

mengklarifi kasi lamanya serangan, padahal

sangat penting untuk membedakan BPPV

(hitungan detik), TIA (hitungan menit),

penyakit Meniere (hitungan jam), serta

vestibulopati vestibular akut dan stroke

(hitungan hari).3 Demikian juga membedakan

vertigo sentral dan perifer, bahwa pada

vertigo sentral onsetnya hiperakut (sangat

mendadak), sedangkan pada vertigo perifer

onsetnya beberapa menit sampai beberapa

jam.1,3 Rasio ketepatan diagnosis PCS tidak

menunjukkan korelasi dengan hasil MRI-

Page 5: 1_212CME-Diagnosis Dan Tata Laksana Vertigo Pada Sindrom Stroke

11

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

DWI (magnetic resonance imaging-diff usion

weighted imaging), karena hasil pemeriksaan

dapat memberikan 10-30% hasil negatif pada

hari pertama.3

Membedakan Vertigo Sentral dan

Vertigo Perifer

Penajaman analisis gejala perlu dilakukan saat

anamnesis karena penting utnuk membedakan

vertigo sentral dan vertigo perifer. Pada vertigo

sentral, didapatkan vertigo tidak berputar dan

bergerak cepat, tanda dan gejala vegetatif

kurang menonjol, dijumpai defi sit neurologi,

seperti diplopia, disartria, disfagia, kesemutan,

paresis, dan ataksia. Pada tes Romberg,

terlihat deviasi nyata dan bisa jatuh, disertai

adanya nistagmus berubah arah menjadi gaze

vertikal. Sementara itu, pada vertigo perifer,

dijumpai rasa berputar hebat (spinning,

rotating and whirling), gejala makin menonjol

setelah gerakan kepala, gejala vegetatif seperti

muntah dan kesemutan sangat jelas, serta

dijumpai nistagmus horizontal, rotasional, dan

tidak pernah vertikal.3

Ditemukannya gejala dan tanda vertigo

sentral merupakan isyarat kewaspadaan dan

harus dicari penyebabnya, apalagi pada lebih

dari 25% sindrom vestibular akut di unit gawat

darurat, didapatkan infark sirkulasi posterior.

Pemeriksaan CT-scan sensitivitasnya rendah

(sekitar 16%) pada infark akut, terutama

fosa posterior, sedangkan pemeriksaan MRI

tidak selalu tersedia. Walaupun MRI lebih

sensitif dari CT-scan, beberapa penelitian

melaporkan hasil pemeriksaan negatif palsu

pada MRI. Artinya, ketrampilan klinis dokter

sangat penting untuk mengidentifi kasi pasien

vestibulopati sentral akut.1,9

DIAGNOSIS

Lazimnya, langkah diagnosis dimulai dengan

anamnesis yang tajam dan rinci karena

dengan demikian, 80-90% diagnosis yang

benar sudah bisa dibuat, sisanya (10-20%)

dikonfi rmasi melalui pemeriksaan fi sik

dan pemeriksaan penunjang. Tanyakan

apakah pasien merasa sempoyongan (dizzy

spells), melayang (lightheadedness), atau

merasa pusing berputar (world spin around).

Jawaban afi rmatif terhadap pertanyaan

di atas dapat mendeteksi pasien vertigo

sebenarnya.7 Selanjutnya, tentukan apakah

pasien mengidap vertigo perifer atau sentral.

Informasi kunci adalah waktu dan lama vertigo

(tabel 1).

Gejala penyerta. Adanya gangguan

pendengaran, nyeri, mual, muntah, atau gejala

neurologi dapat membantu membedakan

penyebab vertigo. Kebanyakan penyebab

vertigo disertai hilang pendengaran adalah

perifer, kecuali stroke yang mengenai arteri

auditori internal atau AICA. Vertigo sering

berhubungan dengan mual dan muntah

pada neuronitis vestibular akut dan pada

episode penyakit Meniere dan BPPV. Pada

vertigo sentral, mual dan muntah cenderung

tidak hebat. Adanya gejala neurologi seperti

kelemahan, disartria, gangguan penglihatan

dan pendengaran, parastesia, perubahan

tingkat kesadaran, ataksia atau perubahan lain

pada fungsi sensorik dan motorik, memberi

petunjuk gangguan sentral seperti TIA dan

stroke, neoplasma dan sklerosis multipel

(multiple sclerosis, MS).1,7

Riwayat penyakit. Petunjuk penting lain

untuk diagnosis vertigo bisa dilihat dari

riwayat penyakit. Usia berhubungan dengan

keadaan yang mendasari vertigo. Pasien usia

tua dengan riwayat diabetes melitus dan

hipertensi lebih berisiko mengalami vertigo

terkait stroke dan TIA.7

Pemeriksaan fi sik. Perhatian khusus pada

kepala dan leher, sistem neurologi, dan

sistem kardiovaskuler. Pemeriksaan nervus

kranialis bertujuan untuk mencari tanda-

tanda kelumpuhan, gangguan pendengaran,

dan nistagmus. Sekitar 80% kasus nistagmus

vertikal disebabkan oleh lesi nukleus

vestibularis dan lesi vermis serebelum.

Nistagmus horizontal spontan dengan atau

tanpa nistagmus rotasional sejalan dengan

neuronitis vestibular akut. Pada vertigo perifer,

pasien masih mampu berjalan, sedangkan

Tabel 1 Durasi gejala yang khas untuk membedakan penyebab vertigo8

Durasi Episode Kemungkinan Etiologi

Beberapa detik

Penyebab perifer:

- Hilangnya fungsi vestibular unilateral

- Neuronitis vestibular akut lanjut

- Penyakit Meniere tahap lanjut

Beberapa detik – beberapa menit BPPV dan fi stula perilimfatikaBeberapa menit – satu jam TIA posterior

Fistula perilimfatikaBeberapa jam Penyakit Meniere, fi stula perilimfatika, migren, dan neuroma akustikaBeberapa hari Neuronitis vestibular akut dini, stroke, migren, dan sklerosis multipel Berminggu-minggu Psikogenik

Tabel 2 Faktor pencetus untuk membedakan penyebab vertigo8

Faktor Pencetus Kemungkinan Etiologi

Perubahan posisi kepala Labirintitis akut, BPPV, tumor sudut

serebelopontin, MS, dan fi stula perilimfatikaEpisode spontan (tidak ada faktor pencetus) Neuronitis vestibular akut, CVD (stroke dan TIA), penyakit

Meniere, migren, dan MSPerubahan tekanan di telinga, cedera kepala, mengejan

berlebihan

Fistula perilimfatika

Tabel 3 Gejala untuk membedakan penyebab vertigo8

Gejala Kemungkinan Diagnosis

Telinga penuh Neuroma akustik, penyakit MeniereAdanya tanda neurologi fokal Tumor sudut serebelopontin, CVD (stroke), dan MSHilangnya pendengaran Penyakit Meniere, fi stula limfatika,

neuroma akustik, TIA, dan stroke oklusi AICAGangguan keseimbangan (imbalance) Neuronitis vestibularis, tumor sudut serebelopontinNistagmus Vertigo perifer dan sentral

Tabel 4 Penyebab vertigo yang berhubungan dengan hilangnya pendengaran8

Diagnosis Karakteristik Hilangnya Pendengaran

Neuroma akustik Progresif, unilateral, sensorineuralPenyakit Meniere Sensorineural, awalnya berfl uktuasi, dimulai frekuensi rendah,

kemudian progresif dan mengenai frekuensi tinggiSindrom Ramsay Hunt Onset subakut dan akut, unilateralFistula perlimfatika Progresif, unilateralTIA atau stroke AICA atau arteri auditiva interna Onset mendadak, unilateral

Tabel 5 Membedakan karakteristik vertigo perifer dan sentral8

Gambaran Vertigo Perifer Vertigo Sentral

Nistagmus Kombinasi horizontal dan torsional,

dihambat oleh fi ksasi mata pada objek

Murni vertikal, horizontal, atau torsonal,

tidak dihambat oleh fi ksasi mata pada objek,

berlangsung beberapa minggu sampai beberapa

bulanKetidakseimbangan Ringan-berat, mampu berjalan Berat, tidak mampu berdiri dan berjalanMual dan Muntah Bisa berat BervariasiHilang pendengaran, tinitus Sering dijumpai JarangGejala neurologi

non-auditorik

Jarang Sering

Page 6: 1_212CME-Diagnosis Dan Tata Laksana Vertigo Pada Sindrom Stroke

12

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

pada vertigo sentral yang menonjol adalah

instabilitas berat dan tidak mampu berjalan

walaupun tidak sampai jatuh. Tanda Romberg

positif konsisten dengan problem vestibular

dan proprioseptif, tetapi tidak spesifi k untuk

diagnosis vertigo; penelitian melaporkan

hanya 19% sensitif untuk gangguan vestibular

perifer dan tidak berkorelasi kuat dengan

vertigo.1,7

Manuver Dix-Hallpike mempunyai nilai

prediktif positif 83% dan nilai prediktif negatif

52% untuk diagnosis BPPV. Intensitas gejala

yang diinduksi dengan uji ini secara khas

berkurang dengan pengulangan manuver

pada vertigo perifer, sedangkan pada vertigo

sentral jarang ditemukan. Kombinasi manuver

Dix-Hallpike dengan riwayat vertigo atau

muntah sugestif untuk gangguan vestibular

perifer. Jika muncul nistagmus vertikal

(biasanya ‘downbeat’) atau nistagmus torsional

tanpa periode laten dan tidak berkurang

dengan manuver ulangan, sugestif untuk

penyebab sentral, seperti stroke atau tumor

fosa posterior. Hiperventilasi selama 30 detik

dapat membantu menyingkirkan penyebab

vertigo psikogenik yang berhubungan

dengan sindrom hiperventilasi.7

Pemeriksaan kepala dan leher. Pemeriksaan

telinga harus dilakukan untuk melihat

ada tidaknya vesikel atau kolesteatoma di

membran timpani. Vertigo yang timbul pada

tes manuver Valsava menunjukkan adanya

fi stula perilimfatika.7

Pemeriksaan kardiovaskuler. Perubahan

ortostatik tekanan darah sistolik (turun sekitar

20 mmHg) dan nadi (naik 10 denyut per menit)

pada pasien vertigo dalam keadaan berdiri

mengindikasikan adanya masalah hidrasi

atau disfungsi autonom. Perangsangan sinus

karotikus tidak bermanfaat untuk diagnosis,

malah cenderung berbahaya.7

Pemeriksaan neurologis. Tanda-tanda

kelainan neurologis menunjukkan penyebab

sentral sindrom verstibuler akut. Gambaran

utama sindrom vestibular akut meliputi

vertigo, mual atau muntah, dan gangguan

berjalan. Gejala dan tanda lain, yaitu diplopia

dan kesemutan, sangat kuat hubungannya

dengan penyebab sentral.1

Apakah pasien mengidap sindrom vertigo

perifer akut atau sentral? Gejala harus

dipertimbangkan secara proporsional.

Khasnya, gejala vertigo, disfungsi autonom,

dan gangguan berjalan merupakan pertanda

gangguan vestibular perifer. Di lain pihak,

pada gangguan sentral, dijumpai gangguan

berjalan yang berat dengan vertigo ringan

dan nistagmus, yang mengisyaratkan

adanya gangguan serebelum atau batang

otak, termasuk karena stroke. Dari 30 pasien

stroke serebelum karena oklusi arteri serebeli

superior, dilaporkan muncul gejala muntah

(40%), vertigo (42%), dan tidak bisa berjalan

(67%).1 Hasil tinjuan sistematik atas 7 kasus

serial yang melaporkan tanda neurologis stroke

dengan vertigo akut menunjukkan adanya

tanda-tanda neurologis pada 80% (185 dari

230) pasien. Penyebab sentral teridentifi kasi

pada 51% dari 76 pasien sindrom vestibular

akut. Ditemukan pula ataksia trunkal dan

nistagmus (yang menonjol adalah nistagmus

vertikal dan torsional.1

Pemeriksaan laboratorium. Uji

laboratorium, seperti elektrolit, gula darah,

darah rutin, dan pemeriksaan fungsi tiroid

hanya bermanfaat pada 1% pasien vertigo.7

Pemeriksaan lain, seperti audiometri, tes

evoked-potential, dan berbagai pemeriksaan

okulomotor metrik (elektro-okulografi

kuantitatif ), memberikan hasil yang tidak

mendukung.1

Pemeriksaan radiologi. Pada kasus

vertigo yang disertai tanda neurologis fokal,

pemeriksaan MRI sangat relevan; ditemukan

kelainan pada 40% pasien vertigo yang

disertai tanda fokal neurologis, sedangkan

pada pasien vertigo dengan faktor risiko

CVD, dijumpai infark serebelar kaudal pada

25% pasien. MRI (sensitivitas 83%) lebih tepat

dilakukan ketimbang CT-scan kepala yang

sensitivitasnya hanya 16% untuk diagnosis

vertigo dengan penyebab sentral.1,7 MRI

dan angiografi konvensonal untuk melihat

vaskulatur fosa posterior lebih bermanfaat

mendiagnosis penyebab vaskuler vertigo,

seperti insufi siensi vertebrobasilar, trombosis

arteri labirinti, insufi siensi PICA, dan ‘steal

syndrome’ subklavia. Neuroimaging juga

dapat digunakan untuk menyingkirkan

kemungkinan infeksi bakteri dan neoplasma.

Akan tetapi, neuroimaging tidak perlu

dilakukan pada BPPV, neuronitis vestibular

akut, atau penyakit Meniere.7

Apa yang harus dilakukan jika diagnosis

stroke sebagai penyebab vertigo

ternyata keliru?

Sindrom vestibular akut dengan penyebab

sentral merupakan risiko stroke atau komplikasi

stroke awal, terutama edema iskemik karena

infark serebelum luas. Baik stroke iskemik

ataupun perdarahan serebelum bisa fatal

bila tidak diawasi ketat. Sebuah critical

appraisal diagnosis dan manajemen awal

stroke serebelum memperlihatkan bahwa 10-

20% pasien mengalami pemburukan dalam

beberapa hari setelah kejadian dan puncaknya

terjadi pada hari ke-3 sesudah infark. Pasien

sindrom vestibular akut yang diduga

penyebabnya perifer, dan gejala klinisnya

stabil saat dipulangkan, ternyata berisiko

mengalami komplikasi stroke beberapa hari

kemudian.

Vertigo sering dijumpai di unuit gawat darurat

dan paling sering berhubungan dengan

kekeliruan diagnosis stroke. Pada pasien

vertigo, 35% di antaranya mengalami stroke

atau CVD. Karena itu, pada pasien sindrom

vestibular akut, patut dicurigai dan, bila

perlu, ditangani sebagai pasien stroke sampai

terbukti bukan.22

PENATALAKSANAAN STROKE DENGAN

VERTIGO

Diagnosis TIA atau stroke biasanya dibuat

setelah pasien dikonsultasikan ke spesialis

penyakit saraf. Diagnosis ditegakkan bila

didapatkan tanda kelainan neurologis fokal

pada sindrom vestibular akut. Tidak mudah

menyingkirkan kemungkinan stroke pada

pasien sindrom vestibular akut, kecuali pada

beberapa kasus yang jelas didiagnosis BPPV.

Pemeriksaan standar, seperti darah rutin,

pencitraan, EKG, dan EEG perlu dilakukan,

terutama pada TIA.

Prioritas tata laksana harus disesuaikan

dengan kondisi pasien. Bila dicurigai TIA atau

stroke iskemik atau perdarahan fosa posterior,

penanganannya mengikuti Guideline Stroke

Perdossi, antara lain mengendalikan tekanan

darah (TD). Tekanan darah diturunkan sekitar

15% (baik sistolik maupun diastolik) dalam

24 jam pertama pascaserangan bila TDS

(tekanan darah sistolik) >220 mmHg dan

TDD (tekanan darah diastolik) >120 mmHg.

Obat antihipertensi yang diberikan adalah

labetolol, nitropaste, nitroprusid, nikardipin,

atau diltiazem. Pada pasien PIS, bila TDS

Page 7: 1_212CME-Diagnosis Dan Tata Laksana Vertigo Pada Sindrom Stroke

13

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

CDK-212/ vol. 41 no. 1, th. 2014

>200 mmHg, TD diturunkan menggunakan

obat antihipertensi intravena secara kontinu

dengan pemantauan ketat.26

Pada stroke iskemik akut, kalau diindikasikan,

dapat diberikan rtPA (recombinant tissue

plasminogen activator) bila TDS <185 mmHg

dan TDD <110 mmHg. Tekanan darah

dipantau sampai <180/105 mmHg. Dilakukan

pengendalian kadar gula darah serta faktor

risiko lain, seperti dislipidemia dan gangguan

elektrolit. Di samping trombolisis (rtPA), dapat

diberikan antikoagulan dan antiplatelet

(asam asetilsalisilat, klopidogrel). Dilakukan

penanganan faktor risiko, seperti diabetes

melitus dan gangguan irama jantung (fi brilasi

atrium).26

Untuk gejala vertigo pada stroke, obat

antivertigo boleh diberikan sesuai keluhan.

Acuan standar ialah golongan antikolinergik,

seperti antihistamin (dimenhidrinat), terutama

dalam 24 jam pertama dengan dosis 50-100

mg, 3-4 kali sehari. Antikolinergik jenis lain

jarang digunakan di Indonesia. Golongan

benzodiazepin, seperti diazepam, dapat

diberikan dengan dosis 2-10 mg 3 kali sehari,

tetapi harus diingat bahwa diazepam adalah

kontraindikasi pada stroke fase akut.6

Pemberian betahistin mesilat 12 mg 3-4

kali sehari membuahkan hasil lebih baik

ketimbang dosis 6 mg. Ginkgo biloba 50 mg

3 kali sehari dan golongan penyekat kanal

kalsium (seperti fl unarizin 5-10 mg 2 kali sehari

dan sinarizin 75 mg 3-4 kali sehari) dilaporkan

memberikan hasil cukup baik.10,13

SIMPULAN

Pasien sindrom vestibular akut dengan

serangan lebih dari 24 jam akan banyak

dijumpai di unit gawat darurat, dan

intensitasnya bervariasi mulai dari ringan

sampai fatal. Pembedaan diagnosis utamanya

adalah antara neuritis vestibular dan stroke

akut. Pemeriksaan fi sik yang dilengkapi

petunjuk pada anamnesis dapat membantu

identifi kasi sindrom vestibular akut, di samping

perhatian akan isyarat kewaspadaan (red

fl ags) untuk stroke, terutama bila ditemukan

episode prodromal sepintas atau vertigo

berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan.

Penatalaksanaan stroke dilakukan sesuai

guideline, sementara untuk gejala vertigo,

diberikan obat antivertig

DAFTAR PUSTAKA

1. Tarnutzer AA, Berkowitz AL, Robinson KA, Hsieh YH, Newman-Toker DE. Does my dizzy patient have a stroke? A systematic review of bedside diagnosis in acute vestibular syndrome. CMAJ.

2011;183(9):E571-92.

2. Newman-Toker DE. When is acute dizziness a cerebrovascular problem? [Internet]. 2006 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://content.lib.utah.edu/cdm/ref/collection/ehsl-nam/

id/307

3. Thompson TL, Amedee R. Vertigo: A review of common peripheral and central vestibular disorders. 2009;9(1):20-8.

4. Gizzi M, Diamond SP. Anatomy and Physiology of the Vestibular System. In: Kaplan PW, Fisher RS, editors. Imitators of Epilepsy. 2nd edition. New York: Demos Medical Publishing; 2005.

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK7363/.

5. Hain TC, Helmisnki JO. Anatomy and physiology of the normal vestibular system [Internet]. 2007 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://www.health.utah.edu/987E4B92-445E-47E3-

8355-123A08558344/.

6. Harsha WJ, Phillips JO, Backous DD. Clinical anatomy and physiology. In: Vertigo and disequilibrium. A practical guide to diagnosis and management. Weber PC, editor. New York-Stuttgart:

Thieme; 2008. p. 41-51.

7. FitzGerald MJT, Gruener G, Mtui E. Clinical neuroanatomy and neuroscience. 5th international ed. USA: Saunders-Elsevier; 2007. p. 233-8.

8. Lambuguen RH. Initial Evaluation of vertigo. Amer Family Physician. 2006;73(2):244-51.

9. Kattah JC, Talkad AV, Wang DZ, Hsieh YH, Newman Toker DE. Hints to diagnose stroke in the acute vestibular syndrome: Three-step bedside oculomotor examination more sensitive than

early mri diff usion-weighted imaging. Stroke. 2009;40:3504-10.

10. Eggenberger E, Lovell K. Vertigo and dizziness; Vestibular system disorders-Summary [Internet]. 2012 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://learn.chm.msu.edu/NeuroEd/neurobiol-

ogy_disease/content/otheresources/vestibulardisorders.pdf.

11. Young PA, Young PH, Tolbert DL. Basic clinical neuroscience. 2nd ed. Philadelphia: Wolters Kluwer–Lippincott Williams & Wilkins; 2008. p. 167-71.

12. Brown MM. Identifi cation and management of diffi cult stroke and TIA syndromes. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2001;70(Suppl 1):i17-22. http://jnnp.bmj.com/content/70/suppl_1/i17.full

13. Hain TC. Dizziness due to TIA and stroke [Internet]. 2011 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://www.dizziness-and-balance.com/disorders/central/strokes/tia.html.

14. Espay A, Biller J. Concise neurology. Philadelphia: Wolters Kluwer-Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 48-75.

15. Drislane FW, Benatar M, Chang BS, Acosta JA, Croom JE, Tarulli A, et al. Blueprints neurology. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2006. p. 91-101.

16. Lewandowski C, Santhakumar S. Ischemic posterior circulation stroke [Internet]. 2011 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://www.uic.edu/com/ferne/pdf/posterior0501.pdf.

17. Sarikaya H, Arnold M, Engelter ST, Lyrer PA, Mattle HP, Georgiadis D, et al. Outcomes of intravenous thrombolysis in posterior versus anterior circulation stroke. Stroke. 2011;42:2498-502.

18. Libman RB, Kwiatkowski TG, Hansen MD, Clarke WR, Woolson RF, Adams HP. Diff erences between anterior and posterior circulation stroke in TOAST. Cerebrovasc Dis. 2001;11(4):311-6.

19. Tao WD, Liu M, Fisher M, Wang DR, Li J, Furie KL, et al. Posterior versus anterior circulation infarction: how diff erent are the neurological defi cits? Stroke. 2012;43(8):2060-5.

20. Kerber KA, Brown DL, Lisabeth LD, Smith MA, Morgenstern LB. Stroke among patients with dizziness, vertigo, and imbalance in the emergency department: A population-based study.

2006;37(10):2484-7.

21. Fitzsimmons BF. Cerebrovascular disease: Ischemic stroke. In: Current diagnosis & treatment, neurology. International ed. Brust JCM, editor. Boston-Toronto: McGrawHill; 2007. p. 42-6.

22. Pope JV, Edlow JA. Avoiding misdiagnosis in patients with neurological examination [Internet]. 2012 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://www.hindawi.com/journals/

emi/2012/949275/.

23. Vega J. Dizziness, vertigo and brainstem strokes [Internet]. 2008 [cited 2013 Jun 27]. Available from: http://stroke.com/b/2008/02/22/dizziness-vertigo-and-brainstem-strokes.html.

24. Hankey GJ. Your questions answered. Stroke. Edinburg-Toronto: Churchill Livingstone; 2002. p. 65-6.

25. Pokdi Stroke PERDOSSI. Guideline Stroke; 2011.

26. Ropper AH, Samuels MA. Adams and Victor’s principles of neurology. 9th ed. New York-Toronto: McGrawHill; 2009. p. 276.